BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Hati merupakan organ yang mempunyai kemampuan tinggi untuk mengikat, memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat kimia yang tidak berguna/merugikan tubuh termasuk alkohol/etanol (Hernawati,2010). Konsumsi alkohol kronis menimbulkan berbagai efek samping. Namun, dampak terbesarnya adalah tiga bentuk penyakit hati yang tersendiri yaitu steatosis hati (perlemakan hati), hepatitis alkoholik dan sirosis, yang secara bersama – sama sama disebut sebagai penyakit hati alkoholik. Paling sedikit 80% dari para peminum berat mengalami perlemakan hati (steatosis), 10% hingga 35% mengalami hepatitis alkoholik dan sekitar 10% terjangkit sirosis. Karena dua keadaan pertama dapat terbentuk secera independen, keduanya tidak mencerminkan suatu kontinum kelainan (Robbinsdkk, 2007). Etanol merupakan bagian dari alkohol. Metabolisme etanol di dalam sel hati menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas dengan berbagai mekanisme sehingga terjadi stres oksidatif yang akan merusak jaringan hati. Reaksi antara 2 etanol dengan H2O2 dan radikal reaktif spesies yang lain akan menghasilkan radikal hidroksietil yang yang merupakan oksidan kuat (Hernawati, 2010). Padakonsentrasi tinggi, radikal bebas dan bahan sejenisnya berbahaya bagi mahluk hidup dan merusak semua bagian pokok sel. Radikal bebas juga mengganggu produksi normal DNA dan merusak lipid pada membran sel (Arief,2007). Karena itu, hati rentan terhadap berbagai gangguan metabolik, toksik, mikroba dan sirkulasi. Jika penyakit meluas atau terjadi gangguan sirkulasi darah atau aliran empedu, gangguan fungsi hati dapat mengancam nyawa (Robbinsdkk, 2007). Kerusakan sel hati secara klinis baru dapat diketahui jika sudah lanjut. Kerusakan pada sel hati yang sedang berlangsung dapat diketahui dengan mengukur parameter fungsi hati berupa zat dalam peredaran darah yang dibentuk akibat sel hati yang rusak. Parameter enzim hati menjadi petunjuk dini dan lokal penyakit hati (Widmann & Frances, 1995).
1
Gangguan hati ditandai dengan peningkatan aktivitas serum transaminase berupa ALT(alanine aminotransferase), AST (aspartate aminotransferase), laktat dehidrogenase serta bilirubin serum (Wilmana, 1995). Peningkatan aktivitas ALT dalam serum menjadi petunjuk yang lebih sensitif ke arah kerusakan hati karena sedikit kondisi selain hati yang berpengaruh pada kadar ALT dalam serum (Widmann & Frances, 1995).
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Anatomi dan fisiologi hati?
2. Apa saja macam – macam – macam macam gangguan fungsi hati? 3. Apa yang dimaksud dengan Hepatitis A, B, C, D, E, dan G? 4. Apa yang dimaksud dengan Toxic hepatitis? 5. Apa yang dimaksud dengan Fulminant hepatic failure? 6. Bagaimana Asuhan keperawatan gangguan fungsi hati?
1.3 Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi fisiologi hati 2. Mahasiswa mampu mengetahui macam – macam – macam macam gangguan fungsi hati 3. Mahasiswa mampu mengetahui Hepatitis A, B, C, D, E, dan G 4. Mahasiswa mampu mengetahui apa yang di maksud dengan toxic hepatitis 5. Mahasiswa mampu mengetahui apa yang di maksud dengan fulminant hepatic failure 6. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana asuhan keperawatan gangguan fungsi hati.
2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati
a. Anatomi Hati Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolism tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas atas hati sejajar dengan ruang intercostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transfersal sepanjang 5 cm dari system porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari system porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus. System porta terletak didepan vena kava dan balik kandung empedu.
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira – kira – kira kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan kadang – kadang – kadang kadang dapat ditemukan lobus kuadratus dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena kavainverior dan ligamentum venousm pada permukaan posterior. Hati terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, Cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relative sedikit, kadang – kadang kadang dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih
3
lanjut menjadi 8 segmen didasarkan pada aliran cabang pembuluh darah dan saliran empedu yang dimiliki oleh masing – masing – masing masing segmen.
b. Fisiologi Hati hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena porta yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolism karbohidrat, protein dan asam lemak. Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekresikan empedu sebanyak satu liter per hari kedalam usus halus. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu. Walalupun bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir, metabolism dan secara fisiologis tidak mempunyai peran aktif, tapi penting sebagai indicator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya. Hasil metabolism monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai glukosa secara konstan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan). Fungsi hati dalam metabolism lemak adalah menghasilkan protein plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotic koloid). Protrombin, fibrinogen dan factor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolism lemak adalah menghasilkan lipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
2.2 Macam-macam Gangguan Fungsi Hati
Penyakit hati dibedakan menjadi beberapa jenis berikut beberapa macam penyakit hati yang sering ditemukan, yaitu: 1. Hepatitis
4
Istilah "hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis terdiri dari beberapa jenis : hepatitis A, B, C, D, E, F dan G. Hepatitis A, B dan C adalah yang paling banyak ditemukan. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus
bisa
akut
(hepatitis
A),
kronik
(hepatitis
B
dan
C)
.
Tabel dibawah memperlihatkan perbandingan virus hepatitis A, B, C, D, dan E.
Tabel: Perbandingan Virus Hepatitis a) Hepatitis A
Termasuk klasifikasi virus dengan transmisi secara enterik. Tidak memiliki selubung dan tahan terhadap cairan empedu. Virus ini ditemukan didalam tinja. Berbentuk Kubus simetrik dengan diameter 27-28 nm, untai tunggal (single stranded), molekuk RNA linier: 7,5 kb; termasuk picomavirus, subklasifikasi hepatovirus. Menginfeksi dan berreplikasi pada primata non-manusia dan galur sel manusia.
5
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Penderita hepatitis A akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak akan berlanjut menjadi kronik. Masa inkubasi 15-50 hari, (rata-rata 30 hari). Tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang tinggi terdapat di negara=negara berkembang. Penularan terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja penderita hepatitis A, misalnya makan buah-buahan atau sayuran yang tidak dikelola atau dimasak sempurna, makan kerang setengah matang, minum es batu yang prosesnya terkontaminasi.
Gambar: Penderita Hepatits A Faktor risiko lain, meliputi tempat-tempat penitipan atau perawatan bayi atau balita, institusi untuk developmentally disadvantage, bepergian ke negara berkembang, periaku seks oral-anal, pemakaian jarum bersama pada IFU (injecting drug user). Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A yang memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama. Untuk kekebalan yang lebih panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. b) Hepatitis B
Manifestasi infeksi Hepatitis B adalah peradangan kronik pada hati. Virus hepatitis B termasuk yang paling sering ditemui. Distribusinya tersebar di seluruh dunia,
6
dengan prevelensi sering di USA <1%, sedangkan sedan gkan di Asia 5-15%. Maka inkubasi ink ubasi berkisar 15-180 hari, (rata-rata 60-90 hari). Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan serelah infeksi akut. Sebagai penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan mempunyai kekebalan seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh kekebalan. Sebanyak 1-15% penderita dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Orang tersebut akan terus-menerus membawa virus hepatitis B dan bisa menjadi sumber penularan. Penularannya melalui darah atau transmisi seksual. Dapat terjadi lewat jarum suntik, pisau, tato, tindik, akupuntur atau penggunaan sikat gigi bersama yang terkontaminasi, transfusi darah, penderita hemodialisis dan gigitan manusia. Hepatitis B sangat berisiko bagi pecandu narkotika dan orang yang mempunyai banyak pasangan seksual. Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, mual dan muntah, kadangkadang timbul gejala flu, faringitis, batuk, fotobia, kurang nafsu makan, mata dan kulit kuning yang didahului dengan urin berwarna gelap. Gatal-gatal di kulit, biasanya ringan dan semenara. Jarang ditemukan demam. Untuk mencegah penularan hepatitis B adalah dengan menghindari hubungan badan dengan orang yang terinfeksi, hindari penyalahgunaan obat dan pemakaian bersama jarum suntuk. Menghindari pemakaian bersama sikat gigi atau alat cukur, dan memastikan alat suci hama bila ingin bertato melubangi telinga atau tusuk jarum. c) Hepatitis C
Hepatitis C adalah penyakit infeksi yang bisa tak terdeteksi pada seorang selama puluhan tahun dan perlahan-lahan tapi pasti merusak organ hati. Penyakit ini sekarang muncul sebagai salah satu masalah pemeliharaan kesehatan utama di Amerika Serikat, baik dalam segi mortalitas, maupun segi finansial.
7
Biasanya orang-orang yang menderita penyakit hepatitis C tidak menyadari bahwa dirinya mengidap penyakit ini, karena memang tidak ada gejala-gejala khusus. Beberapa orang berfikir bahwa mereka hanya terserang flu. Gejala yang biasa dirasakan antara lain demam, rasa lelah, muntah, sakit kepala, sakit perut atau hilangnya selera makan. d) Hepatitis D
Virus Hepatitis D (HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yakni virus RNA yang tidak lengkap, memerlukan keberadaan virus hepatitis B untuk ekspresi dan patogenisitasnya, tetapi tidak untuk replikasinya. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau sangat progresif. e) Hepatitis E
Gejala mirip hepatitis A, demam, pegal linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit ini akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan. Penularan hepatitis E melalui air yang terkontaminasi feces. f) Hepatitis G
Gejala seluruh hepatitis C, seringkali ingeksi bersamaan dengan hepatitis B dan atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan atau hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah dan jarum suntik. 2. Sirosis Hati
Setelah terjadi peradangan dan bengkak, hati mencoba memperbaiki dengan membentuk bekas luka atau perut kecil. Parut ini disebut “ fibrosis” fibrosis” yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak parut
8
terbentuk
dan
mulai
menyatu,
dalam
tahap
selanjutnya
disebut
“ sirosis”. sirosis”.
Pada sirosis, area hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi skatriks. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati rusak dan hati mulai menciut, serta menjadi keras. Sirosis hati dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C yang berkelanjutan, alkohol, perlemakan hati atau penyakit lain yang menyebabkan sumbatan saluran empedu. Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang terjadi seperti seperti muntah dan keluar darah pada feses, mata kuning serta koma hepatikum. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya sirosis hati adalah pemeriksaan enzim SGOT-SGPT, waktu protrombin dan protein (Albumin-Globulin) Elektroforesis (rasio Albumin-Globulin terbaik). 3. Kanker Hati
Kanker hari yang banyak terjadi adalah Hepatocellular carcinoma (HCC). HCC merupakan komplikasi akhir yang serius dari hepatitis kronis, terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis B, C dan hemochromatosis. Pemeriksaan yang dilakukan unutk mendeteksi terjadinja kanker hati adalah AFP dan PIVKA II. 4. Perlemakan Hati
Perlemakan hati terjadi bila penumbunan lemak melebihi 5% dari berat hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini dapat timbul karena mengkonsumsi alkohol berlebihan, disebut ASH (Alcoholic Steatohepatitis), maupun bukan karena alkohol, disebut NASH (Non Alcoholic Steatohepatitis). Pemeriksaan P emeriksaan yang dilakukan pada kasus perlemakan hati adalah terhadap enzim SGOT, SGPT dan Alkali Fosfatase. 5. Kolestasis dan Jaundice.
9
Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagaln produksi dan atau pengeluaran empedu. Lamanya menderita kolestasis dapat menyebabkan gagalnya penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh usus, juga menyebabkan penumpukan asam empedu, bilirubin dan kolestrol di hati. Adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah dan penumpukan pigmen empedu pada kulit, membran mukrosa dan bola mata (pada lapisan sklera) disebut jaundice. Pada keadaan ini kulit penderita terlihat kuning, warna urin menjadi lebih gelap, sedangkan feses lebih terang. Biasanya gejala tersebut timbul bila kadar bilirubin total dalam darah melebihi 3 mg/dl. Pemeriksaan yang dilakukan untuk kolestais dan jaundice yaitu terhadap Alkali Fosfatase, Gamma GT, Bilirubin Total dan Bilirubin Birek. 6. Hemochromatosis
Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan adanya pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringa. Penyakit ini bersifat genetik atau keturunan. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi terjadinya hemochromatosis adalah pemeriksaan terhadap Transferin dan Ferritin. 7. Abses Hati
Abses Hati dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau amuba. Kondisi ini disebabkan karena bakteri berkembang biak dengan cepat, menimbulkan gejala demam dan mengigil. Abses yang diakibatkan karena amubiasi prosesnya berkembang lebih lambat. Abses hati, khususnya yang disebabkan karena bakteri, sering kali berakibat fatal. 2.2 Toxic Hepatitis
Zat-zat kimia tertentu memiliki efek toksik pada hati dan bila diberikan per oral atau secara parenteral dapat menimbulkan nekrosis sel hati yang akut atau hepatitis toksik. Zat kimia yang paling sering terlibat dalam kelainan ini adalah karbon
10
tertraklorida, fosfor, kloroform, dan senyawa emas. Semua ubstani ini merupakan hepatotoksin sejati. Banyak obat dapat menimbulkan hepatitis meskipun lebih bersifat sensitisasi ketimbang toksik. Akibatnya, yaitu hepatitis yang ditimbulkan oleh obat (drug-induced hepatitis), serupa dengan hepatitis virus yang akut; meskipun demikian, kerusakan parenkim hati cenderung lebih luas. Beberapa contoh obat yang dapat menimbulkan hepatitis adalah isoniazid, halotan, asetaminofen dan antibiotik tertentu, antimetabolit serta obat-obatan anestesi. Manifestasi dan Penatalaksanaan
Hepatitis toksik memiliki awitan yang mnyerupai awitan hepatitis virus. Mendapatkan riwayat pajanan atau kontak dengan zat-zat kimia, obat atau preparat lain yang bersifat hepatotoksik akan membantu dalam memulai terapi dan menghilangkan penyebab secara dini. Anoreksia, mual dan muntah merupakan gejala yang sering dijumpai; iktrus dan hepatomegali ditemukan pada pemeriksaan fisik. Gejala akan lebih intensif bagi pasien toksik yang lebih berat. Pemulihan dari hepatitis toksik yang akut berjalan cepat jika hepatotoksin dikenali dan dihilangkan secara dini atau jika kontak dengan penyebabnya terbatas. Namun demikian, pemulihan cenderung tidak terjadi bila antara pajanan dan awitan gejala terdapat periode waktu yang panjang. Antidot yang efektif tidak ada. Gejala panas bertambah; pasien menjadi sangat keracunan dan lemah. Muntah dapat persisten dan mengandung darah. Kelainan pembekuan dapat berlangsung hebat sehingga tampak perdarahan di bawah kulit. Gejala gastrointestinal yang berat dapat meninbulkan kolaps vaskuler. Delirium, koma serta kejang akan terjadi dan biasanya pasien meninggal dalam waktu beberapa jam akibat gagal hati fulminan. Selain transplantasi hati yang masih jarang dilakukan, tersedia beberapa pilihan terapi
yang
lain.
Terapi
ditujukan
kepada
tindakan
untuk
memulihkan
dan
mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit, penggaantian darah, memberikan
11
perasaan nyaman dan tindakan pendukung. Beberapa pasien pulih dari hepatitis toksik yang akut untuk kemudian mengalami penyakit hati yang kronis. Jika hati mengalami penyembuhan, maka jaringan parut dapat terbentuk dalam hati yang diikuti oleh sirosis pasca-nekrotik.
2.3 Fulminant Hepatic Failure
a. Definisi Gagal hati fulminan (gagal hati akut) atau gagal hati akut (ALF)
dapat
didefinisikan sebagai sindroma klinik akibat nekrosis masif sel hati atau gangguan fungsi hati secara mendadak dan parah. Atau juga dapat dapat didefinisikan sebagai perkembangan cepat dari luka hati akut dengan kerusakan parah pada fungsi sintetis dan ensefalopati hepatik pada pasien tanpa penyakit hati sebelumnya yang jelas. ( Davisson,1970). Sebelumnya tidak ada penyakit hati dan dalam kasus hepatitis virus, sindroma berkembang dalam delapan minggu semenjak dimulainya gejala. Sering disertai komplikasi ensefalopati dalam 1 atau beberapa minggu setelah munculnya gejala pertama kelainan hepar atau timbulnya ikterus. b. Insidensi -
Kurang lebih 30 % terjadi pada anak umur kurang dari 15 tahun.
-
Sering diasosiasikan dengan viral koinfeksi.
-
Anak yang terpapar HBV (pada negara berkembang gagal hati fulminan lebih banyak disebabkan oleh karena infeksi HBV).
-
Anak yang terinfeksi HCV.
-
5 – 30 30 % pada anak yang lahir dari ibu yang HCV dan HIV +.
-
Pasien superinfeksi Hepatitis D pada Hepatitis B.
-
Pasien superinfeksi Hepatitis A pada Hepatitis C.
-
Individu immunocompromised yang terpapar non hepatitis virus seperti herpes simplex virus, cytomegalo virus, adenovirus, Epstein Barr virus, dan varicella.
12
c. Etiologi
Penyebab yang menjadi factor timbulnya penyakit ini adalah hepatitis virus (baik A, B, maupun non-A dan non-B). Pada sekitar 50% pasien positif hepatitis B, perjalanan fulminan dicetuskan oleh faktor lain, biasanya akut atau superinfeksi dengan virus hepatitis D. Pada pasien positif hepatitis B yang menerima kemoterapi untuk keganasan bersamaan, hepatitis B bisa direaktivasi dan menjadi fulminan. Virus
lain
juga
dapat
menyebabkan
nekrosis
hati
fatal
pada
individu immunocompromised; antara lain herpes simplex, cytomegalovirus, Ebstein barr dan varicella. Factor lain yang sering juga menjadi penyebab penyakit ini adalah karena adanya reaksi obat hepatotoksis, yang tersering meliputi obat anestesi, AINS, antidepresan
dan isoniazid yang
diberikan
bersama
rifampicin,
juga
overdosis acetaminofen dan karbon tetraklorida (CCl4). Pada wanita hamil cukup bulan bisa timbul nekrosis hati fulminan karena eklampsi atau perlemakan hati. Sebab vaskular mencakup episode curah jantung rendah pada pasien penyakit jantung, sindroma Budd-Chiari secara akut dan syok bedah. Infiltrasi masif hati dengan sel blast, seperti pada histiositosis maligna, dapat menyebabkan gagal hati fulminan. Umumnya FHF didefinisikan oleh parameter sintesis hati yang berkurang, biasanya INR ≥ 1.5 dan pengurangan detoksifikasi yang menghasilkan der ajat ensefalopati. Ini diterima
dengan mengesampingkan sirosis yang yang sudah ada
sebelumnya dan durasi penyakit hati kurang dari 26 minggu [Davison, 1970 ]. Jika FHF disebabkan oleh hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan infeksi HBV yang didapat secara vertikal, kemungkinan sirosis yang yang ada mungkin mungkin terbengkalai, jika penyakit ini telah diketahui kurang dari 26 minggu [ Polson, 2005 ]. FHF dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, namun virus atau toksin yang diinduksi toksin adalah yang paling umum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut!
13
Tabel 2.
Etiologi gagal hati fulminan Hepatitis A, B , C, D , E, CMV HSV, EBV, VZV, HHV 6, Parvo-
Virus
virus B19, Parainfluenza, Demam Kuning, dan lain-lain
Hidrokarbon
terhalogenasi, Coumarins ,
Methyldopa,
Phenytoin, Carbamazepin, asam Valproic , Rifampisin, Penisilin, Tidak istimewa
Sulfonamida, Chinolon , dll.
(Parasetamol) ,
Acetaminophen
Beracun
Dosis-
tergantung
Metotreksat,
Karbon
Isoniazid,
tetraklorida,
Tetrasiklin,
Amphetamins, Amanita
phalloides-Toxin
Etanol + Asetaminofen, Barbiturat + Asetaminofen, Isoniazid + Beracun sinergis
Rifampisin
M. Wilson , alpha-1-AT-deficiency, Galactosemia, Tyrosinemia,
Metabolik
Reye-Syndrome, NASH
Berhubungan dengan kehamilan
Hati berlemak akut kehamilan, HELLP-Syndrome
Budd-Chiari-Syndrome ,
Vaskular
14
jantung
penyakit
veno-oklusif,
syok,
gagal
Miscellaneous
Hepatitis autoimun , infiltrasi ganas, hipertermia, sepsis
1) Kegagalan hati akibat obat Salah satu penyebab FHF yang paling umum adalah zat yang sitotoksiknya sendiri atau setelah metabolisme mampu memicu turunnya gejala sitotoksik dan / atau autoimun. Obat yang paling p aling penting adalah acetaminophen bukan hanya h anya untuk sebagian besar obat yang diinduksi ALF, tapi juga alasan paling umum untuk gagal hati akut. Dalam beberapa kasus kejadian asetaminofen yang menginduksi FHF bervariasi di antara wilayah geografis, yang sebagian besar disebabkan oleh kejadian lokal dari berbagai b erbagai bentuk hepatitis virus. Keracunan jamur seperti sepe rti Amanita phalloides dapat menyebabkan gagal hati akut juga, yang harus dikecualikan secara eksplisit selama evaluasi awal terhadap pasien yang dicurigai. Intoksikasi ini sering didahului oleh penyakit gastrointestinal parah, seperti sakit perut, diare dan muntah. 2) Hepatitis virus Hepatitis B mungkin adalah penyebab virus FHF yang paling umum dan kejadiannya mungkin diremehkan, karena virus mutan precore atau pra-S dapat dilepaskan dengan serologi rutin [ Portmann dkk, 1993 ]. Kejadian keseluruhan sangat bervariasi dalam laporan yang berbeda, sekali lagi mencerminkan keseluruhan kejadian hepatitis virus di wilayah geografis yang berbeda. Karena ada bukti, bahwa strategi pengobatan antiviral baru melawan HBV dapat menghindari kegagalan hati yang fatal, kemungkinan penurunan respons imun yang lengkap yang mengarah pada penghapusan HBV, menyebabkan kontroversi yang berlanjut terhadap inisiasi pengobatan antiviral [ Tillmann HL.dkk, 2006 ]. Meskipun hepatitis A adalah penyebab paling umum dari hepatitis virus akut, perkembangan FHF diamati pada kasus yang jarang terjadi. Virus Hepatitis C nampaknya menjadi penyebab FHF hanya dalam beberapa kasus. Hepatitis E, yang lebih parah pada wanita hamil dan
15
endemik di daerah tertentu dapat menyebabkan FHF, sehingga sejarah perjalanan penting selama presentasi awal. Infeksi virus lain yang menyebabkan ALF dan membutuhkan OLT telah dijelaskan, misalnya Herpes Virus, namun sering disebabkan oleh pengobatan imunosupresif, yang telah dimulai sebelumnya. 3) Asal vaskular Pasokan darah yang berbeda terkait dengan hati dapat dilibatkan dalam FHF. Sindrom Budd-Chiari, trombosis vena hepatik, yang lebih sering terjadi pada wanita dengan usia sedang 35 dapat menyebabkan FHF. Trombosis vena portal mungkin menjadi alasan FHF, namun sering dikaitkan dengan sirosis hati atau proses pankreas. Penyakit
Veno-occlusive
yaitu
dalam
perjalanan
transplantasi
sel
hematopoetik dan hepatitis iskemik akibat perfusi arterial yang berkurang juga bisa menjadi alasan bagi FHF. Oleh karena itu pencitraan abdomen termasuk penilaian perfusi arteri, portal dan vena sangat disarankan dimulai dengan pemeriksaan ultrasound. Dalam kebanyakan kasus, modalitas pencitraan lebih lanjut seperti CTscan atau MRI diperlukan. 4) Penyakit Wilson Penyebab gagal hati akut adalah manifestasi akut penyakit Wilson (WD). Hal ini dapat terjadi sebagai FHF atau sebagai peristiwa akut-kronis. Bersama dengan hepatitis autoimun, umumnya dianggap bahwa WD sesuai dengan kriteria kegagalan hati akut, walaupun dalam kebanyakan kasus ada penyakit kronis, yang belum diketahui. Oleh karena itu fibrosis hati yang nyata atau bahkan sirosis tidak dianggap sebagai kriteria pengecualian untuk daftar sebagai gagal hati akut. Sejumlah gangguan terkait metabolik selain penyakit Wilson telah dilaporkan terkait dengan FHF termasuk hati berlemak akut kehamilan dan sindrom Reye. Selain itu FHF juga telah dilaporkan pada pasien dengan hepatitis autoimun, sepsis atau infiltrasi ganas hati. Etiologi FHF dapat ditentukan hingga 80% kasus [ Lidofsky,
16
1993 ], yang penting karena dapat mempengaruhi mempen garuhi pilihan pengobatan dan dapat membantu menentukan prognosis dan kebutuhan OLT. d. Patofisiologi Patogenesis gagal hati fulminan dimulai dengan terpaparnya individu yang rentan pada agen yang dapat menimbulkan kerusakan hati berat, meskipun etiologi yang sebenarnya sulit untuk diidentifikasi (pada sebagian besar kasus). Virus dapat menyebabkan kerusakan pada hepatosit baik langsung (melalui efek sitotoksik) atau sebagai hasil dari respon imun yang berlebihan. Interaksi antara agen dan host menentukan insidensi gagal hati fulminan. Mekanisme patofisiologi yang berlanjut ke arah ensefalopati pada anak-anak dengan gagal hati fulminan masih belum diketahui sepenuhnya. Meski demikian, peningkatan tekanan intraserebral akibat edema serebral serta hipoglikemi merupakan salah satu penyebab timbulnya defisit neurologis. Salah satu teori menekankan efek dari akumulasi substansi neurotoksik atau neuroaktif yang timbul akibat kegagalan hepar. Substansi ini meliputi neurotransmitter, amonia, peningkatan aktivitas reseptor GABA, dan peningkatan kadar substansi endogen yang menyerupai benzodiazepine pada sirkulasi. Metabolit hepatotoksik, yang terakumulasi akibat gangguan metabolisme atau mengkonsumsi obat-obat hepatotoksik, dapat menimbulkan kerusakan pada hepatosit. Kadar amonia dalam serum dapat normal atau sedikit meningkat, bahkan pada pasien koma. e. Predisposisi 1) Infeksi virus hepatitis Gagal hati fulminan yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A mortalitasnya tidak terlalu tinggi ( kurang dari 40%). Di Eropa gagal hati fulminan
17
banyak disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B. Superinfeksi virus hepatitis B oleh virus hepatitis D juga dapat menyebabkan gagal hati fulminan. Gagal hati fulminan yang disebabkan infeksi virus hepatitis E banyak terjadi pada wanita hamil dan turis yang berwisata ke daerah endemik. 2) Usia Gagal hati fulminan yang terjadi pada pasien berusia kurang dari 10 tahun atau lebih dari 40 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk. 3) Peminum alcohol Alkohol dapat menyebabkan gagal hati fulminan melalui proses perlemakan hati 4) Kehamilan Gagal hati fulminan yang terjadi pada wanita hamil prognosisnya buruk. Tidak ada data yang menunjukkan pengaruh ras dalam perjalanan penyakit gagal hati fulminan
f.
Gambaran Klinik Gambaran neuropsikiatri adalah rangsangan sistem retikularis otak yang
diikuti oleh depresi d epresi akhir fungsi batang otak. Pasien bisa memperlihatkan tingkah laku
anti
sosial
atau
gangguan
karakter.
Mimpi
buruk,
nyeri
kepala,
dan dizziness merupakan gejala tak spesifik lainnya. Delirium, mania, dan kejang menunjukkan rangsangan sistem retikularis. Perilaku tak kooperatif sering berlanjut, sementara kesadaran berkabut. Deliriumnya dari jenis mania, diawali gelisah, dan serangan spontan atau diinduksi rangsangan cahaya. Flapping tremor bisa sepintas dan terlewatkan. Biasanya ada foetor hepaticus. Dalam stadium dini, ikterus menunjukkan hubungan kecil ke perubahan neuropsikiatri yang kemudian bisa berkembang sebelum ikterus. Kemudian ikterus hebat. Biasanya ukuran hati mengecil.
18
Pada stadium lebih lanjut, gambarannya rigiditas desebrasi dengan spastisitas, ekstensi, dan hiperpronasi lengan, ekstensi tungkai dan respon fleksor plantaris. Kejang bisa timbul. Respon plantaris tetap fleksor sampai sangat lanjut. Gerakan mata diskonjugat dan posisi mata melenceng bisa terlihat. Biasanya reflek pupil menetap sampai sangat lanjut. Gagal pernapasan dan sirkulasi dengan hipotensi, aritmia jantung dan henti pernapasan merupakan indikasi lain depresi fungsi batang otak. Muntah lazim terjadi, tetapi nyeri n yeri abdomen jarang. j arang. Takhikardi, hipertensi, hiperventilasi dan demam merupakan gambaran lanjut. Klinikus harus h arus menyadari penundaan pengenalan kerusakan hati setelah kelebihan dosis acetaminofen yang bisa terjadi setelah masa dua sampai tiga hari atau pemulihan klinik yang jelas. Tanda neurologi fokal, demam tinggi atau respon lambat terhadap terapi konvensional seharusnya mendorong pencarian sebab pengganti ensefalopati. g. Diagnosis Untuk
mendiagnosis
gagal
hati
fulminan,
seorang
dokter
perlu
mempelajari riwayat medik dari pasien dan dilakukan pemeriksaan fisik. Anamnesis dilakukan dengan seksama, akan ditemukan keluhan perut membesar: asites, ada demam, sakit perut, kulit gatal-gatal, mual-mual, badan terasa lemas, dan pasien mungkin mengeluhkan air kencingnya berwarna gelap. Pada bayi, orang tua akan mengeluhkan bayi tersebut menjadi rewel, sulit makan, dan adanya gangguan dari siklus
tidur
dari
bayi.
Bila
gagal
hati
fulminan
semakin
lanjut,
akan
ditemukan gangguan kesadaran kurang lebih 2 minggu setelah terjadinya kuning. Pada pemeriksaan fisik fisik akan ditemukan
kulit kuning, asites, bisa terdapat
hepatomegali atau justru hati menjadi kecil, mungkin juga ditemukan perdarahan gastrointestinal. Perhatikan juga gejala-gejala adanya oedem serebral yaitu adanya peningkatan dari tonus otot, hipertensi, kejang, dan agitasi.
19
Untuk lebih yakin akan adanya gagal hati fulminan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan enzim hati tidak dapat memberi gambaran khas untuk gagal hati fulminan. Pada pemeriksaan biokimia akan didapatkan bilirubin darah baik yang indirek maupun yang direk meningkat. Hiperbilirubinemia conjugata/ direk biasanya lebih sering terjadi. Pada bayi akan diperoleh kadar gula yang menurun. Juga akan terjadi hiponatremi, hiperkalemi, alkalosis respiratori, atau asidosis metabolik. Pada pemeriksaan p emeriksaan darah akan didapatkan pemanjangan dari protombin time yang tidak memberi membe ri respon pada pemberian vitamin K, selain pemeriksaan p emeriksaan tersebut dapat juga diperiksa antigen/ antibodi dari virus hepatitis A, B, C, EBV, CMV, HSV, dan lain-lain. Pemeriksaan lain dapat dilakukan pemeriksaan pemeriksaan urin, USG, CT scan, dan biopsi hati. Biopsi hati tidak dapat dilakukan bila terdapat koagulopati. h. Komplikasi 1)
Infeksi Infeksi bakteri dan jamur sering terjadi, hal ini yang menyebabkan terjadinya
peritonitis, pneumonia, infeksi saluran kencing atau septikemia. 2)
Udem cerebral Cerebral udem terjadi pada 80% pasien. Kerusakan pada hepar dapat
menimbulkan gangguan dalam produksi faktor-faktor pembekuan darah, yang berakibat antara lain berkurangnya faktor VIII (diproduksi oleh hepatosit). Hal tersebut dapat menimbulkan gangguan dalam pembekuan darah. 3) Koagulopati yang disebabkan karena penurunan sintesa faktor pembekuan darah oleh
hati, trombositopenia dan fungsi platelet yang abnormal.
4) Perdarahan saluran pencernaan 5) Elektrolit imbalance 6) Disfungsi ginjal dengan gagal ginjal. Hal ini terjadi 50% dari pasien
20
7) Gangguan keseimbangan asam- basa 8) Gangguan respirasi dan kardiovaskuler 9) Sepsis, syok dan post necrotic cirrhosis 10) Kematian i. Terapi Perhatian utama, meliputi: -
Intensive care unit (ICU) dan pediatric hepatology setting dengan fasilitas untuk transplantasi hati tersedia untuk diagnosis dan penanganan yang tepat.
-
Mempertahankan urine
output,
dan
koreksi hypoglycemia dan
gangguan
elektrolit. -
Kebutuhan
administrasi calcium,
phosphorous,
magnesium,
factor
concentrate, dan platelets secara I.V. -
Infus glukosa 10-20%.
-
Menghindari fluid overload (restrict hydration mencapai 2 mL/kg/h). Monitoring hemodinamik central
pressures dianjurkan
untuk
mengatasi volume
depletion dan volume overload. -
Parenteral
vitamin
K
dan plasmapheresis untuk
koreksi coagulopathy dan
mencegah terjadi sequelae. Walau bagaimanapun, kecuali bila terdapat acute hemorrhage atau prosedur invasif, transfusi dengan fresh frozen plasma (FFP) tidak dilarang. Transfusi ini dapat menormalisasikan PT(Prothrombine Time). -
Platelet
transfusion bila
terdapat
indikasi
gagal
dengan coagulopathy dan thrombocytopenia. Platelet
hati
fulminan
transfusion dibutuhkan
untuk mempertahankan jumlah platelet lebih dari 50,000. -
Parenteral H2-receptor blocker secara profilaksis untuk mencegah men cegah perdarahan pe rdarahan saluran cerna.
-
21
Menghindari nephrotoxic agents, benzodiazepines, dan medikasi sedatif.
-
Penanganan langsung terhadap penyebab spesifik gagal hati fulminan ketika etiologi teridentifikasi. Perawatan simptomatik dan life support.Penggunaan antibiotik yang tepat untuk penanganan infeksi berat, septikemia, peritonitis, dan pneumonia.
-
Fokus penanganan dalam perbaikan ginjal akibat hepatorenal syndrome (HRS) atau acute renal tubular necrosis.
-
Perhatikan penanganaanan terhadap cerebral edema. Proper positioning dan menghindari manipulasi
yang dapat menyebabkan TTIK, dapat mencegah
cerebral edema. Monitoring TTIK berkesinambungan pada penyakit serius adalah penting, terutama pada grade 3 or 4 dari hepatic encephalopathy. Mannitol digunakan pada pasien dengan TTIK lebih dari 30 mm Hg dan pada pasien dengan progressive edema. -
Stop protein intake sampai 0.5 g/kg/d atau kurang.
-
Lactulose enemas untuk evacuate the bowel.
-
Oral neomycin untuk menurunkan enteric bacteria menghasilkan ammonia.
-
Monitoring glukosa darah teratur untuk kemungkinan komplikasi hypoglycemia, dan administrasi glukosa I.V.
j.Perawatan khusus Hepatitis dirawat dengan acyclovir untuk herpesvirus hepatitis dan prednisone serta azathioprine untuk autoimmune hepatitis.
Overdosis acetaminophen dirawat dirawat
dengan hepatotoxic drugs (ie, N-acetylcysteine). Galactosemia dan fructosemia dirawat dengan dietary elimination. Surgical Care: Orthotopic liver transplantation merupakan cara
yang
efektif
untuk
perawatan
FHF.
Pertimbangan
transplantasi
segera
ketika international normalized ratio (INR) mencapai 4, terutama pada anaka kecil. Pendekatan terbaru dengan liver-assist devices, seperti matrices of cultured hepatocytes, untuk pasien FHF sampai hepatic regeneration terjadi atau terdapat donir transplantasi hati.
22
Pada
keadaan
gawat, segment
liver
transplant atau living
related
donor
transplant dilaksanakan untuk menghindari anak dengan FHF dari bahaya rapidly progressive
liver
necrosis.
Pendekatan
inovatif,
seperti auxiliary
hepatic
transplantation, xenograft, extracorporeal human liver, dan artificial liver support devices, juga untuk keadaan gawat. Diet: Pasien dengan kalori tinggi, karbohidrat tinggi dan lemak berlebih. Total parenteral nutrition (TPN) diperlukan untuk mencukupi nutrisi, terutama bila nutrisi parenteral tidak dapat dilakukan. Monitoring glukosa dan menghindari volume overload. k.Pencegahan Gagal hati fulminan merupakan sindrom yang menyebabkan kerusakan multi organ. Oleh karena itu perlu dilakukan metode-metode pencegahan untuk menghindari terjadinya oedem cerebri, hepatik ensefalopati, dan gagal ginjal. Dapat dilakukan monitoring tekanan intrakranial menggunakan elektroda intrakranial, dan juga mempertahankan volume sirkulasi dengan koloid atau dengan fresh frozen plasma. Terapi
suportif
hepar
dengan
menggunakan porcrine
hepatocytes atau hepatoma cell lines telah terbukti memperbaiki koagulopati dan mengurangi ensefalopati baik pada dewasa dan anak-anak.Penggunaan obat seperti paracetamol, sodium valproat, dan obat anti konvulsi dapat merupakan suatu penyebab terjadinya kerusakan hati fulminan pada anak-anak. Toksisitas dapat terjadi apabila menggunakan dosis parasetamol lebih dari 150mg/kg berat badan. Proses kerusakan hati dapat terjadi 2-4 hari setelah mengonsumsi obat dengan dosis berlebih, yang ditandai dengan terjadinya metabolik asidosis dan gagal ginjal. 2.4 Asuhan Keperawatan Gangguan Fungsi Hati
1) Fokus Pengkajian Fokus pengkajian pada pasien dengan Hepatitis adalah sebagai berikut:
23
a) Keluhan utama pasien. b) Riwayat kesehatan dahulu Yang dikaji meliputi apakah pasien pernah menderita penyakit ini sebelunya, pernah masuk rumah sakit, riwayat opname, riwayat alergi. c)
Riwayat kesehatan keluarga Yang dikaji meliputi apakah di dalam anggota keluarga ada yang menderita penyakit yang sama, menderita penyakit menurun, Lingkungan dan sanitasi baik atau buruk.
d) Pola sirkulasi Yang dikaji meliputi adanya bradikardia, ikterik pada sclera dan membran mukosa e) Nutrisi Yang perlu dikaji pada pasien hepatitis antara lain apakah ada anoreksia, berat badan menurun, mual muntah, peningkatan oedema, kaji adan ya asites. f) Eliminasi Yang perlu dikaji pada pasien hepatitis antara lain pola BAB yaitu apakah terjadi diare, warna feses yang menyerupai dempul, steatore, melena.Pola BAK antara lain frekuensi, konsistensi, urine berwarna gelap atau seperti air teh p ekat. g) Aktifitas Yang dikaji pada pasien hepatitis adalah mengenai kelelahan,kelemahan dan malaise. h) Rasa aman dan nyaman Yang dikaji meliputi nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas, kram abdomen, mialgia, atralgia, gatal/pruritus. i) Pola seksualitas Pola hidup/perilaku meningkatkan resiko terpajan. j) Pemeriksaan fisik head to too k) Pemeriksaan Laboratorium (Price. S.A&Wilson, L.M, 2003) 2) Diagnosa Keperawatan
24
a) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah. b) Kerusakan intergritas kulit dan jaringan berhubungan dengan perubahan turgor. c) Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis: pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta. d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan malnutrisi. e) Kelebihan volume cairan b.d asites. f) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap sumber-sumber informasi. g) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. h) Defisit perawatan diri b.d kelemahan. (Wilkinson, J.M, 2007) 3) Fokus Intervensi A. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah. Tujuan dan kriteria hasil:Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien dapat teratasi sesuai kriteria hasil yaitu Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda nutrisi Intervensi: 1) Kaji adanya alergi makanan. Rasionalnya adalah alergi dapat berakibat fatal ba gi klien 2) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering Rasionalnyaa dalah adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastrointestinal dan menurunkan kapasitasnya. 3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan. Rasionalnya adalah akumulasi partikel makanan di mulut dapat menyebabkan bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan. 4) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diit yang tepat
25
Rasionalnya adalah merencanakan diit dengan tepat. 5) Timbang berat badan pasien. Rasionalnya adalah untuk mengetahui ada tidaknya penurunan badan pasien. (Wilson, J.M, 2007&Doengoes, 2000) B. Kerusakan intergritas jaringan berhubungan dengan perubahan turgor. Tujuan dan criteria hasil:Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien teratasi sesuai dengan criteria hasil yaitu;Keutuhan jaringan kulit, penurunan pruritus. Intervensi: 1) Jaga kebersihan pasien agar tetap bersih dan kering Rasionalnya adalah kulit yang kotor dan lembab sarana efektik untuk perkembangbiakan bakteri. 2) Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali. Rasionalnya adalah menghindari area penekanan pada tubuh tertentu. 3) Oleskan lotion pada tubuh yang tertekan. Rasionalnya adalah menjaga agar kulit tidak kering dan bersisik.(Wilson, J.M, 2007&Doengoes, 2000) C. Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis. Tujuan dan criteria hasil:Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien teratasi sesuai criteria hasil yaitu skala 20 nyeri berkurang/tidak ada, pasien tampak lebih rileks, pasien merasa lebih nyaman. Intervensi: 1) Kaji karakteristik nyeri. Rasionalnya adalah untuk mengetahui hal-hal yang mencetuskan nyeri, kualitas nyeri, area nyeri, waktu dan frekuensi nyeri. 2) Beri posisi sesuai kenyamanan pasien. Rasionalnya adalah posisi yang nyaman akan membuat klien merasa lebih rileks.
26
3) Ajarkan teknik distraksi relaksasi. Rasionalnya adalah suatu teknik untuk pengalihan rasa nyeri,sehingga nyeri akan terabaikan. 4) Kolaborasikan dengan dokter tentang penggunaan analgetik yang tak mengandung hepatotoksik. Rasionalnya adalah kemungkinan nyeri yang tidak bisa diatasi dengan teknik pengurang nyeri. (Wilkinson.J.M, 2007&Doengoes, 2000) D. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan malnutrisi. Tujuan dan criteria hasil:Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalh klien teratasi sesuai criteria hasil yaitu: Tidak ada tanda-tanda infeksi, suhu tubuh dalam rentan normal 36,5-37,5 C. Intervensi: 1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi Rasionalnya adalah untuk mengetahui secara dini adanya tandatanda infeksi sehingga dapat segera diberikan tindakan yang tepat. 2) Ajarkan teknik pencucian tangan dengan benar. Rasionalnya adalah menghindari risiko penyebab infeksi. 3) Pertahankan teknik aseptic. Rasionalnya adalah untuk menghindari kontaminasi dengan kuman penyebab infeksi. 4) Kolaborasikan pemberian antibiotic. Rasionalnya adalah menghambat perkembangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi. (Wilkinson, J.M, 2007&Doengoes, 2000) E. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites Tujuan dan criteria hasil:Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien teratasi sesuai dengan criteria hasil yaitu Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, BB stabil, dan tidak ada edema. Intervensi;
27
1) Awasi input dan output cairan Rasionalnya adalah menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya perpindahan cairan dan respons terhadap terapi. 2) Observasi tanda-tanda vital. Rasionalnya adalah untuk mengetahui peningkatan TTV terutama Tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan. 3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan dan obat Rasionalnya adalah membantu proses penyembuhan. (Wilkinson, J.M, 2007 & Doengoes, 2000) F. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pehamanan terhadap sumber-sumber informasit. Tujuan dan criteria hasil:Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien teratasi sesuai dengan criteria hasil:Klien dan keluarga mengetahui tentang penyakitnya. Intervensi: 1) Kaji tingkat pendidikan pasien Rasionalnya adalah mengetahui tingkat pendidikan pasien dan keluarga sehingga dapat melakukan pendidikan kesehatan sesuai dengan tingkat pendidikannya. 2) Kaji tingkat pengetahuan pasien Rasionalnya adalah mengetahui sejauh mana pasien mengetahui tentang penyakitnya meliputi pengertiannya, penyebabnya, perawatannya. 3) Berikan pendidikan kesehatan Rasionalnya adalah memberikan pengetahuan kepada pasien. (Wilkinson, J.M, 2007&Doengoes, 2000) G. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
28
Tujuan dan kriteria hasil :Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi sesuai dengan KH:Suhu kulit dalam batas normal 36,50 C-37,50C, tidak ada tanda-tanda dehidrasi Intervensi: 1) Pantau hidrasi Rasionalnya adalah mendeteksi secara dinin adanya tanda-tanda dehidrasi sehingga dapat segera dilakukan tindakan supaya pasien tidak kekurangan cairan. 2) Pantau tekanan darah, nadi, suhu. Rasionalnya adalah untuk mengetahui perubahan respon autonomic pasien. 3) Pantau suhu, minimal setiap 2 jam atau sesuai kebutuhan Rasionalnya adalah untuk memantau kenaikan atau penurunan suhu pasien. 4) Gunakan kompres Rasionalnya adalah untuk membantu dalam penurunan suhu pasien. 5) Kolaborasi pemberian antipiretik Rasionalnya adalah terapi untuk penyembuhan pasien (Wilkinson, J.M, 200&Doengoes, 2000) H. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan Tujuan dan kriteria hasil :Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien teratasi sesuai dengan kriteria hasil: pasien menerima pemenuhan kebutuhan ADL baik dari perawat p erawat maupun maupu n keluarga, Tidak ada bau badan, mulut dan gigi bersih, b ersih, badan bersih, Intervensi: 1) Kaji kemampuan pasien dalam menggunakan alat bantu.
29
Rasionalnya adalah mengetahui seberapa jauh kemampuan pasien dalam penggunaan alat bantu 2) Ajarkan ke keluarga dan pasien tentang teknik mobilisasi dan ambulasi Rasionalnya adalah memandirikan keluarga dalam teknik perpindahan pasien secara aman. 3) penuhi kebutuhan ADL pasien. Rasionalnya memenuhi kebutuhan dasar pasien (Wilkinson, J.M, 2007&Doengoes, 2000)
30
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan B. Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Davidson C Popper Popper H, H, Schaffner Schaffner F F Pengelolaan gagal hati fulminan, Kemajuan fulminan, Kemajuan dalam Penyakit Hati, Hati, 1970 1970 New New York Grune York Grune dan Stratton 2. Polson J, Lee WM. Kertas posisi AASLD: pengelolaan gagal hati akut, Hepatologi akut, Hepatologi,, 2005, Vol. 41 (Hal. 1179 - 1197 ) 3. O'Grady J G, Portmann B, Williams R. Schiff Schiff L, L, Schiff Schiff R. R. Gagal hati Fulminant, Penyakit Fulminant, Penyakit hati, hati, 1993 Philadelphia JB Lippincott 4. Tillmann HL, Hadem J, Leifeld L, Et al. . Keselamatan dan kemanjuran lamivudine pada pasien dengan hepatitis B akut akut atau fulminan, merupakan pengalaman multisenter, J multisenter, J Viral Hepat , 2006, Vol. 13 (Hal. 256 - 263 ) 5. Hoofnagle JH, Carryers RL Jr., Shapiro C, Ascher N. Gagal hati Fulminant: ringkasan lokakarya, Hepatologi Hepatologi,, 1995, Vol. 21 (Hal. 240 - 252 ) 6. Rippe J. Evaluasi dan penanganan gagal hati, Pengobatan hati, Pengobatan Intensif , Intensif , 1996 Boston 7. Doering C. B., Josephson C. D., Craddock H. N., Lollar P., 2002, Factor VIII _expression
in
azoxymethane-induced
murine
fulminant
hepatic
failure, http://www.bloodjournal.org/cgi/content/full/100/1/143, failure, http://www.bloodjournal.org/cgi/content/full/100/1/143, 27 27 September 2004 8. Kelly D.A., Acute Liver Failure http://www.md.ucl.ac.be/pedihepa/ALF.htm Failure http://www.md.ucl.ac.be/pedihepa/ALF.htm 9.Nazer
H.,
2004,
Fulminant
hepatic
failure, http://www.emedicine.com/PED/topic808.htm, failure, http://www.emedicine.com/PED/topic808.htm, 27 27 September 2004 10. S (ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II edisi VI. Psat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta 2014: 1927-930 11. Sari W., Indrawati (2011). Care Your Self,Hepatitis. Self,Hepatitis. Penebar PLUS+. http://pio.binfar.depkes.go.id/PIOPdf/PC_HATI.pdf
32
12.