makalah interaksi gen
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Mendel II menyatakan adanya pengelompokkan gen secara bebas. Seperti telah diketahui, persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda ( monohibrid) akan menghasilkan rasio genotipe 1:2:1 dan rasio fenotipe 3:1. Sementara itu, persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing-masing terletak pada 2 kromosom yang berlainan, dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri. Beberapa cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat kadang – kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih gen yang mengadakan interaksi ( kerjasama ). Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Pada 1906, W.Batenson dan R.C Punnet menemukan bahwa pada persilangan F2 dihasilkan rasio fenotipe 14 : 1 : 1 : 3. Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong dengan kacang kapri berbunga mearah yang serbuk sarinya bundar. Rasio fenotipe dari keturunan ini menyimpang dari hukum mendel yang seharusnya pada keturunan kedua (F2), perbandingan fenotipenya 9 : 3 : 3 : 1.
Pada 1910, seorang sarjana Amerika yang bernama T.H Morgan dapat memecahkan misteri tersebut.Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen dan mekanisme pewarisannya menyimpang dari hukum Mendel. Hingga saat ini, telah diketahui bahwa lalat buah memiliki kira – kira 5000 gen,padahal lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja. Sepasang di antaranya memiliki ukuran kecil sekali, menyerupai dua buah titik. Jadi, dalam sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja melainkan puluhan,bahkan ratusan gen.
Pada umumnya gen memiliki pekerjaan sendiri – sendiri untuk menumbuhkan
karakter, tetapi ada beberapa genyang berinteraksi atau menumbuhkan karakter. Gen tersebut mungkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda. Interaksi antar gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang menyimpang dari hukum Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan hukum Mendel.
Menurut mendel, perbandingan fenotipe F2 pada persilangan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1. Apabila terjadi penyimpangan hukum Mendel, perbandingan fenotipe dapat menjadi 9 : 3 : 4, 9 : 7 atau 12 : 3 : 1. Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari 9 : 3 : 3 :1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Interaksi Gen
Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik.
Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen menurut ( Suryo: 2001). Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C.
Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam.
Menurut William D. Stansfield ( 1991 : 56 ) fenotipe adalah hasil produk gen yang dibawa untuk diekspresikan ke dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini tidak hanya meliputi berbagai faktor eksternal seperti: temperatur dan banyaknya suatu kualitas cahaya. Sedangkan faktor internalnya meliputi: Hormon dan enzim. Gen merinci struktur protein. Semua enzim yang diketahui adalah protein. Enzim melakukan fungsi katalis, yang menyebabkanpemecahan atau penggabungan berbagai molekul. Semua reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel merupakan persoalan metabolisma. Reaksi – reaksi ini merupakan reaksi pengubahan bertahap satu substansi menjadi substansi lain, setiap langkah ( tahap) diperantarai oleh suatu enzim spesifik. Semua langkah yang mengubah substansi pendahulu ( precursor ) menjadi produk akhir menyusun suatu jalur biosintesis.Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang mengkatalis langkah – langkah dalam suatu jalur bersama.
2.2. Contoh Interaksi Gen
Peristiwa interaksi gen berupa avatisme pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Karakter jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yang berinteraksi. Dalam hal ini terdapat empat macam bentuk jengger ayam yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal.
Persilangan ayam berjengger rose dengan ayam berjengger pea menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua induknya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F2 dengan rasio fenotipe walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari rasio fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe rose dan fenotipe pea.
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe rose adalah R, sedangkan gen untuk fenotipe pea adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untukr os e, rrP- untukpea, R-P- untukwalnut, dan rrpp untuk single. Selain itu, biasanya kita beranggapan bahwa suatu sifat keturunan yang nampak pada suatu individu itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal, misalnya bunga merah oleh gen R, bunga putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah oval (lonjong) oleh gen b, batang tiggi oleh gen T, batang pendek oleh gen t dll.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mengetahui bahwa cara diwariskannya sifat keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman tersebut di atas, karena sulit sekali disesuaikan dengan hukum-hukum Mendel.
Sebuah contoh klasik yang dapat dikemukakan di sini ialah hasil percobaan Wiliam Bateson dan R.C Punnet yang telah di bicarakan sebelumnya diatas. Mereka mengawinkan berbagai macam ayam negeri dengan memperhatikan bentuk jengger di atas kepala. Ayam Wyandotte mempunyai jenger tipe mawar ("rose"), sedang ayam Brahma berjengger tipe ercis("pea"). Pada waktu dikawinkan ayam berjengger rose didapatkan ayam-ayam F1 yang kesemuanya mempunyai jengger bersifatwalnut ("walnut"= nama semacam buah). Mula- mula dikira bahwa jengger tipe walnut ini intermedier. Tetapi yang mengherankan ialah bahwa pada waktu ayam-ayam walnut itu dibiarkan kawin sesamanya dan dihasilkan banyak ayam-ayam F2 maka perbandingan 9:3:3:1 nampak dalam keturunan ini. Kira-kira 9/16 bagian dari ayam-ayam F2 ini berjengger walnut. 3/16 mawar, 3/16 ercis dan 1/16 tunggal (single).
Fenotip jengger yang baru ini disebabkan karena adanya interaksi (saling pengaruh) antara gen-gen. Adanya 16 kombinasi dalam F2 memberikan petunjuk bahwa ada 2 pasang alel yang berbeda ikut menentukan bentuk dari jengger ayam. Sepasang gen menentukan tipe jengger mawar dan sepasang gen lainnya untuk tipe jengger ercis. Sebuah gen untukrose dan sebuh gen untukpea mengadakan interaksi menghasilkan jengger walnut, seperti terlihat pada ayam-ayam F1. Jenggerrose ditentukan oleh gen dominan R (berasal dari "rose"), jengger pea oleh gen dominan P (berasal dari "pea"). Karena itu ayam berjengger mawar homozigot mempunyai genotip RRpp, sedangkan ayam berjengger ercis homozigot mempunyai genotip rrPP. Perkawinan dua ekor ayam ini menghasilkan F1 yang berjengger walnut (bergenotip RrPp) dan F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.
Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen.
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Dalam hal ini terdapat empat macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.
Gambar 2.1. Tipe-tipe jengger ayam
Gambar 2.2. Tipe-tipe Jengger Ayam
Persilangan ayam berjengger mawar dengan ayam berjengger kacang menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F2 dengan nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe kacang.
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R, sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P- untuk walnut, dan rrpp untuk tunggal. Dengan demikian, diagram persilangan untuk pewarisan jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.13.
P : RRpp x rrPP
mawar kacang
F1 : RrPp
walnut
F2 : 9 R-P- walnut
3 R-pp mawar walnut : mawar : kacang : tunggal
3 rrP- kacang 9 : 3 : 3 : 1
1 rrpp tunggal
Gambar 2.13. Diagram persilangan interaksi gen nonalelik
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R, sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P- untuk walnut, dan rrpp untuk tunggal. Dengan demikian, diagram persilangan untuk pewarisan jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada Gambar berikut ini.
Kesimpulannya :
Fenotip jengger yang baru ini disebabkan karena adanya interaksi (saling pengaruh) antara gen-gen.
Adanya 16 kombinasi dalam F2 memberikan petunjuk bahwa ada 2 pasang alel yang berbeda ikut menentukan bentuk dari jengger ayam. Sepasang alel menentukan tipe jengger mawar dan sepasang alel lainnya untuk tipe jengger Kacang.
Sebuah gen untuk mawar dan sebuh gen untuk kacang mengadakan interaksi menghasilkan jengger walnut, seperti terlihat pada ayam-ayam F1.
Jengger mawar ditentukan oleh gen dominan R(berasal dari "rose"), jengger kacang oleh gen dominan P (berasal dari "pea").
Karena itu ayam berjengger mawar homozigot mempunyai genotip RRpp, sedangkan ayam berjengger kacang homozigot mempunyai genotip rrPP.
Sedangkan ayam yang berjengger Tunggal adalah Ayam yang homozigot resesif.
Perkawinan dua ekor ayam ini menghasilkan F1 yang berjengger walnut (bergenotip RrPp) dan F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.
Gen R dan gen P adalah bukan alel, tetapi masing-masing domina terhadap alelnya (R dominan terhadap r, P dominan terhadap p). sebuah atau sepasang gen yang menutupi (mengalahkan) ekspresi gen lain yang buka alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis. Peristiwanya disebut epistasi dan hipostasi.
2.3. Modifikasi Nisbah Mendel
Percobaan-percobaan persilangan sering kali memberikan hasil yang seakan-akan menyimpang dari hukum Mendel. Dalam hal ini tampak bahwa nisbah fenotipe yang diperoleh mengalami modifikasi dari nisbah yang seharusnya sebagai akibat terjadinya aksi gen tertentu. misal untuk monohibrida bukan 3:1 tapi 1:2:1. Dan pada dihibrida, mungkin kombinasi yang mucul adalah, 9:6:1 atau 15:1. Munculnya perbandingan yang tidak sesuai dengan hukum Mendel ini disebut "Penyimpangan Semu Hukum Mendel", kenapa "Semu", karena prinsip segregasi bebas tetap berlaku atau karena masih mengikuti hukum Mendel, hal ini disebabkan oleh gen-gen yang membawa sifat memiliki ciri tertentu.
Jadi Penyimpangan semu hukum Mendel adalah penyimpangan yang keluar dari aturan hukum Mendel, karena terjadi perubahan rasio F2-nya karena gen memiliki sifat berbeda-beda. Jadi, rasio fenotipe tidak akan sama seperti yang telah diuraikan pada hukum Mendel. Penyimpangan semu hukum Mendel : terjadinya suatu kerjasama berbagai sifat yang memberikan fenotip berlainan namun masih mengikuti hukum-hukum perbandingan genotip dari Mendel. Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling mempengaruhi dalam memberikan fenotip baru pada suatu individu. Dengan demikian Peristiwa pengaruh mempengaruhi antara 2 pasang gen atau lebih disebut Interaksi Gen. Dengan kata lain bahwa Interaksi Gen adalah apabila 2 pasang gen atau lebih bekerjasama sehingga membentuk suatu fenotipe baru.Gen memiliki peran tersendiri dalam menumbuhkan karakter, tetapi ada beberapa gen yang saling berinteraksi dengan gen lain dalam menumbuhkan karakter. Gen-gen tersebut terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda.
Secara garis besar modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1.
2.3.1. Modifikasi Nisbah 3 : 1 (Monohybrid)
Ada tiga peristiwa yang menyebabkan terjadinya modifikasi nisbah 3 : 1, yaitu semi dominansi, kodominansi, dan gen letal.
(1) Semi dominansi /Intermedier/Dominansi Tidak Sempurna
Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat antara (intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot dominan. Akibatnya, pada generasi F2 tidak didapatkan nisbah fenotipe 3 : 1, tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya nisbah genotipe. Contoh peristiwa semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga pada tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa). Gen yang mengatur warna bunga pada tanaman ini adalah M, yang menyebabkan bunga berwarna merah, dan gen m, yang menyebabkan bunga berwarna putih. Gen M tidak dominan sempurna terhadap gen m, sehingga warna bunga pada individu Mm bukannya merah, melainkan merah muda. Oleh karena itu, hasil persilangan sesama genotipe Mm akan menghasilkan generasi F2 dengan nisbah fenotipe merah:merah muda:putih = 1 : 2 : 1.
(2) Kodominansi
Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah fenotipe 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi.
Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan darah sistem ABO pada manusia (lihat juga bagian pada bab ini tentang beberapa contoh alel ganda). Gen IA dan IB masing-masing menyebabkan terbentuknya antigen A dan antigen B di dalam eritrosit individu yang memilikinya. Pada individu dengan golongan darah AB (bergenotipe IAIB) akan terdapat baik antigen A maupun antigen B di dalam eritrositnya. Artinya, gen IA dan IB sama-sama diekspresikan pada individu heterozigot tersebut.
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing memiliki golongan darah AB dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.
(3) Gen letal
Gen letal atau Gen Kematian ialah gen yang dalam keadaan homozigot dapat mengakibatkan kematian pada individu yang dimilikinya. Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio atau beberapa saat setelah kelahiran. Akan tetapi, adakalanya pula terdapat sifat subletal, yang menyebabkan kematian pada waktu individu yang bersangkutan menjelang dewasa.
Ada dua macam gen letal, yaitu gen letal dominan dan gen letal resesif. Gen letal dominan dalam keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau kelainan fenotipe, sedang gen letal resesif cenderung menghasilkan fenotipe normal pada individu heterozigot.
Peristiwa letal dominan antara lain dapat dilihat pada ayam redep (creeper), yaitu ayam dengan kaki dan sayap yang pendek serta mempunyai genotipe heterozigot (Cpcp). Ayam dengan genotipe CpCp mengalami kematian pada masa embrio. Apabila sesama ayam redep dikawinkan, akan diperoleh keturunan dengan nisbah fenotipe ayam redep (Cpcp) : ayam normal (cpcp) = 2 : 1. Hal ini karena ayam dengan genotipe CpCp tidak pernah ada.
Sementara itu, gen letal resesif misalnya adalah gen penyebab albino pada tanaman jagung. Tanaman jagung dengan genotipe gg akan mengalami kematian setelah cadangan makanan di dalam biji habis, karena tanaman ini tidak mampu melakukan fotosintesis sehubungan dengan tidak adanya khlorofil. Tanaman Gg memiliki warna hijau kekuningan, sedang tanaman GG adalah hijau normal. Persilangan antara sesama tanaman Gg akan menghasilkan keturunan dengan nisbah fenotipe normal (GG) : kekuningan (Gg) = 1 : 2.
a) Gen letal dominan
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini.
Pada ayam dikenal gen dominan C yang bila homozigotik akan bersifat letal dan menyebabkan kematian. Alelnya resesip c mengatur pertumbuhan tulang normal. Ayam heterozigot Cc dapat hidup, tetapi memperlihatkan cacat, yaitu memiliki kaki pendek. Ayam demikian disebut ayam redep (Creeper). Meskipun ayam ini Nampak biasa, tetapi ia sesungguhnya menderita penyakit keturunan yang disebut achondroplasia. Ayam homozigot CC tidak pernahdikenal, sebab sudah mati waktu embryo. Banyak kelainan terdapat padanya, sepeti kepala rusak, rangka tidak mengalami penulangan, mata kecil dan rusak. Perkawinan antara dua ayam redep meghasilkan keturunan dengan perbandingan 2 ayam redep:1 ayam normal. Ayam redep Cc itu sebenarnya berasal dari ayam normal (homozigot cc), tetapi salah satu gen resesip c mengalami mutasi gen (perubahan gen) dan berubah menjadi gen dominan C.
Pada manusia dikenal Brakhifalangi, adalah keadaan bahwa orang yan berjari pendek dan tumbub menjadi satu. Cacat ini disebabkan oleh gen dominan B dan merupakan cacat keturunan. Penderita Brakhtifalangi adalah heterozigot Bb, sedang orang berjari normal adalah homozigot bb. Jika gen dominan gomozigotik (BB) akan memperlihatkan sifat letal. Jika ada dua orang brakhtifalaangi kawin, maka anak-anaknya kemungkinan memperlihatkan perbandingan 2 Brakhtifalangi: 1 Normal.
Pada tikus dikenal gen letal dominan Y (Yellow) yang dalam keadaan heterozigotik menyebabkan kulit tikus berpigmen kuning. Tikus homozigot YY tidak dikenal,sebab letal. Tikus homozigot yy normal dan berpigmen kelabu. Perkawinan 2 tikus kuning akan menghasilkan anak dengan perbandingan 2 tikus kuning:1 tikus kelabu (normal). Dari ke tiga contoh dimuka dapat diketahui bahwa gen dminan letal baru akan nampak pengaruhnya letal apabila homozigotik. Dalam keadaan heterozigotik gen dominan letal itu tidak mengakibatkan kematian, namun biasanya menimbulkan cacat.
b) Gen Letal resesif
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini:
Pada jagung (Zea mays) dikenal gen dominan G yang bila homozigotik menyebabkan tanaman dapat membentuk klorofil (zat hijau daun) secara normal, sehingga daun berwarna hijau benar. Alelnya resesif g bila homozigotik (gg) akan memperlihatkan pengaruhnya letal, sebab klorofil tidak akan berbentuk sama sekali pada daun lembaga, sehingga kecambah akan segera mati. Tanaman heterozigot Gg akan mempunyai daun hijau kekuningan, tetapi dapat hidup terus sampai menghasilkan buah dan biji, jadi tergolong normal. Jika 2 tanaman yangdaunnya hijau kekuninan dikawinkan maka keturunannya akan memperlihatkan perbandingan 1 berdaun hijau normal: 2 berdaun hijau kekuningan.
Pada manusia dikenal gen letal resesif I yang bila homozigotik akan memperlihatkan pengaruhnya letal, yaitu timbulnya penyakit Ichytosis congenita. Kulit menjadi kering dan betanduk. Pada permukaan tubuh terdapat bendar-bendar berdarah. Biasanya bayi telah mati dalam kandungan.
Pada sapi dikenal gen resesif am, yang bila homozigotik (amam) akan memperlihatkan pengaruhnya letal. Anak sapi yang lahir, tidak mempunyai kaki sama sekali. Walaupun anak sapi ini hidup, tetapi karena cacatnya amat berat, maka kejadian ini tergolong sebagai letal. Sapi homozigot dominan AmAm dan heterozigot Amam adalah nomal. Cara menurunnya gen letal resesif ini sama seperti pada contoh dimuka. andaikan ada sapi jantan heterozigot Amam kawin dengan sapi betina homozigot dominan AmAm, maka anak-anaknya akan terdiri dari sapi homozigot AmAm dan heterozigot Amam, di kemudian hari anak-anak sapi ini dibiarkan kawin secara acakan (random).
Karena sapi F1 terdiri dari 2 macam genotif, yaitu AmAm dan Amam, maka ada 4 kemungkinan perkawinan, ialah:
a) 1 kemungkinan AmAm X AmAm, jantan betina bolak-balik
b) 1 kemungkinan betina AmAm X jantan Amam
c) 1 kemungkinan jantan AmAm X betina Amam
d) 1 kemungkinan Amam X Amam, jantan betina bolak-balik.
Oleh Karena sapi homozigot resesif amam letal, maka sapi-sapi F2 akan memperlihatkan perbandingan genotip 9 AmAm : 6 Amam. Dari berbagai keterangan di muka dapat diambil kesimpulan bahwa hadirnya gen letal menyebabkan keturunan menyimpang dai hukum mendel, sebab perkawinan monohybrid tidak menunjukan perbandingan 3:1 dalam keturunan, melainkan 2:1.
Mendeteksi dan mengeliminir gen-gen letal, Dari keterangan dimuka dapat diketahui, bahwa gen letal dominan dalam keadaan heterozigotik akan memperlihatkan sifat cacat, tetapi gen letal resesip tidak demikian halnya. Berhubung dengan itu lebih mudah kiranya untuk mendeteksi hadirnya gen letal dominan pada satu individu daripada gen letal resesif.
Gen-gen letal dapat dihilangkan (dieliminir) dengan jalan mengadakan perkawinan berulang kali pada individu yang menderita cacat akibat adanya gen letal. Tentu saja hal ini mudah dapat dilakukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan tetapi tidak pada manusia.
2.3.2. Modifikasi Nisbah 9 : 3 : 3 : 1 (Dihybrid)
Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa interaksi gen misalnya yang dinamakan epistasis, yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya.
Interaksi antara gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang menyimpang dari hukum Mendel. Menurut hukum Mendel pada perbandingan fenotipe (F2) pada persilangan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 :1, apabila terjadi penyimpangan dari hukum Mendel perbandingan tersebut akan berubah menjadi 9 : 3 : 4, atau 9 : 7, atau 12 : 3 : 1 atau 15:1, dll. Bila diteliti betul-betul angka-angka perbandingan di atas, ternyata juga merupakan penggabungan angka-angka perbandingan Mendel. 9:7 = 9:(3+3+1), 12:3:1 = (9+3):3:1, 15:1 = (9+3+3):1, 9:3:4 = 9:3:(3+1).
Kejadian Interaksi gen yang menyebabkan terjadinya Modifikasi Nisbah Dihybrid/Peyimpangan Semu Hukum Mendel Dihybrid terbagi menjadi 4 macam yaitu : Kriptomer (9:3:4), Komplementer (9:7), Epistasis-Hipostasis (12:3:1) dan Polimer (15:1)
A. Kriptomer
Kriptomeri merupakan suatu peristiwa dimana suatu faktor tidak tampak pengaruhnya bila berdiri sendiri, tetapi baru tampak pengaruhnya bila ada faktor lain yang menyertainya. Dengan kata lain bahwa kriptomer adalah peristiwa dimana suatu faktor dominan baru nampak pengaruhnya bila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelanya. Kriptomeri memiliki ciri khas: ada karakter baru muncul bila ada 2 gen dominan bukan alel berada bersama.Faktor dominan ini seolah-olah sembunyi (kriptos). Jadi Faktor yang tersebunyi tersebut adalah Faktor Kriptomer. Interaksi bentuk kriptomeri sifatnya menyembunyikan karakter yang terdapat pada leluhur (=atavisme).
Contoh karakter yang dipengaruhi oleh gen kriptomer antara lain :
a) Bentuk Jengger ayam
b) Warna bulu mencit
c) Warna bunga Linaria maroccana
Correns (1913) menyilangkan Bunga Linaria marrocana berbunga Merah dengan berbunga Putih, dimana masing-masing berasal dari keturunan murni. Warna pada bunga hanya akan muncul, jika kedua gen penghasil pigmen warna, yaitu A dan B muncul. Jika salah satu dari kegua gen tersebut tidak muncul maka bunga menjadi tidak berwarna (putih) karena enzim penghasil pigmen tidak aktif
Dimna : A = ada pigmen warna anthosianin B = Enzim protoplasma basa a = tak ada pigmen warna anthosianin b = Enzim protoplasma tidak basa.
Berdasarkan hasil persilangan di atas. F2 menghasilkan perbandingan fenitope Ungu : Merah : putih sebesar 9 : 3 : 4. Jika dilihat sepintas, hal tersebut tampak tidak sesuai dengan hukum Mendel. Sebenarnya, perbandingan 9 : 3 : 4 tersebut hanya merupakan modifikasi dari perbandingan 9 : 3 + (3 + 1).
Contoh lain :
Misalnya Linaria maroccana biru (AaBb) disilangkan dengan Linaria maroccana merah (Aabb), sedangkan gen A untuk antosianin dan gen B untuk sifat basa.
Jika 2 gen dominan A dan B maka berwarna biru,
1 gen dominan A maka berwarna merah
1 gen dominan B atau A dan B tidak ada maka berwarna putih
Berdasarkan hasil persilangan di atas. F2 menghasilkan perbandingan fenitope Biru : Merah : putih sebesar 6 : 6 : 4 Jika dilihat sepintas, hal tersebut tampak tidak sesuai dengan hukum Mendel. Sebenarnya, perbandingan 6 : 6 : 4 tersebut hanya merupakan modifikasi dari perbandingan (9 -3) : (3 + 3 ) : (3 + 1).
Kriptomer Pada Tikus/Mencit:
Persilangan Tikus berwarna Hitam dengan Tikus berwarna Putih menghasilkan Keturunan F1 berwarna Krem, Sedangkan F2 diperoleh Nisbah Fenotip Krem:Hitam:Putih = 9 : 3 : 4.
Dari perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa disini terdapat dua sifat beda.
Pada Tikus, Sifat warna putih adalah Resesif dengan Simbol a, sedangkan Hitam merupakan Sifat Dominan dengan Simbol A.
Timbulnya Sifat Warna Krem disini disebabkan oleh adanya factor yang tersembunyi dimana Faktor ini merupakan Faktor Dominan (hal ini dapat dilihat dari timbulnya sifat krem yang imbangannya lebih banyak).
Pada Tikus yang berwarna putih juga disebabkan oleh Faktor yang tersebunyi yaitu Faktor Resesif.
Ilustrasinya adalah sebagai berikut :
Misalnya Faktor yang tersembunyi Dominan diberi Simbol K, maka yang resesif diberi symbol k (Kebalikan dari K).
Bila sifat warna Hitam A bertemu dengan factor tersembunyi dominan maka hasilnya menjadi warna Krem.
Sebaliknya Bila sifat warna Hitam A bertemu dengan factor tersembunyi resesif maka hasilnya menjadi Warna Hitam.
Bila Gen aa bertemu dengan factor tersembunyi dominan maupun resesif maka hasilnya menjadi warna Putih
Dari hasil persilangan tersebut dapat dilihat bahwa timbulnya sifat/warna lain yang disebabkan oleh Faktor tersembunyi jumlahnya lebih banyak sehingga disini dapat disimpulkan bahwa Faktor tersembunyi yang menimbulkan warna Krem = dominan
B. Komplementer
Komplementer adalah peristiwa dimana 2 gen dominan saling mempengaruhi atau melengkapi dalam mengekspresikan suatu sifat. Dengan kata lain bahwa Komplementer merupakan bentuk kerjasama dua gen dominan yang saling melengkapi untuk memunculkan suatu karakter. Gen Komplementer adalah interaksi antara dua gen dominan, jika terdapat bersama-sama akan saling melengkapi sehingga muncul fenotipe alelnya. Bila salah satu gen tidak ada, maka pemunculan sifat terhalang.
Contoh karakter yang dipengaruhi oleh gen komplementer antara lain :
Warna bunga kacang Lathyrus odoratus
Warna kulit biji jagung
Bentuk buah labu summer squash (Cucurbita pepo)
Tuli ("Deaf mutism") pada manusia
Perkawinan pria bisu tuli dengan wanita bisu tuli, ternyata keturunan F1-nya semuanya normal, bagaimanakah Hasil Keturunan F2- nya?
Melihat angka perbandingan F2 yang hampir sama, yaitu 9 : 7, maka bila suatu perkawinan hanya menghasilkan anak sedikit (misalnya 1 atau 2) dimungkinkan semua normal atau semua bisu tuli.
Kunci pemahamam gen-gen komplementer adalah :
rr epistasis (menutupi) B dan b
bb epistasis (menutupi) A dan a
C. Polimer (15 : 1)
Polimer adalah Pola penurunan sifat yang berdasarkan banyak gen sehingga disebut juga Multiple Gen Heredity = Quantitatif Heredity atau Poymeri.
Polimer adalah peristiwa dimana beberapa sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri mempengaruhi bagian yang sama dari suatu individu. Polimer adalah bentuk interaksi gen yang bersifat kumulatif (saling menambah). Perbedaan dengan komplementer adalah tanpa kehadiran salah satu gen (alel dominan) karakter yang disebabkannya tetap muncul, hanya mutu / derajatnya yang kurang dibandingkan dengan kehadirannya. Gen yang menumbuh kan karakter polimeri biasanya lebih dari 2 gen sehingga disebut "karakter gen ganda (polygenic inheritance)".
Seperti telah dijelaskan pada Bab Monohybrid terdahulu bahwa sifat Kuantitatif ini peka terhadap pengaruh lingkungan, variasinya bertingkat-tingkat dan biasanya dipengaruhi oleh banyak gen. Penurunan sifat Kuantitatif ini banyak terdapat pada sifat-sifat penting yang mempengaruhi nilai ekonomis seekor ternak, misalnya : Produksi Susu, Produksi Telur, Pertambahan Berat Badan pada ternak, penimbunan lemak dsb. Dengan kata lain bahwa sifat Kuantitatif berkaitan erat dengan Produksi dan Produktivitas seekor ternak.
Hipotesa tentang Polimer atau Multiple Gen Heredity ini pertama kali dikemukakan oleh Nilson-Ehla, yaitu pada tahun 1908 dengan materi tanaman Gandum yaitu Gandum berbiji Merah disilangkan dengan Gandum berbiji Putih.
Dari persilangan yang dilakukan oleh Nelson Ehla pada gandum berbiji merah dengan gen berbiji putih, pada F1 didapatkan gandum berbiji Merah tetapi warna bijinya tidak merah tua seperti Parentalnya. Sedangkan pada F2 didapatkan perbandingan Gandum berbiji Merah dengan Putih yaitu 15 : 1.
Namun ia menemukan variasi warna yang bertingkat-tingkat dari hasil keturunan nya, yaitu Merah Tua (Dark Red), Merah agak tua (Medium Dark Red), Merah Muda (Medium Red), Kemerahan (Light Red) dan Putih. Apabila dilihat dari warna biji maka orang mengira bahwa sifat tersebut ditentukan oleh sepasang gen saja, namun apabila melihat hasil perbandingan pada F2 yaitu 15 : 1, maka dapat disimpulkan bahwa sifat ini ditentukan oleh lebih dari satu pasang gen.
Peristiwa tersebut mirip dengan persilangan dihibrid tidak dominan sempurna ulang menghasilkan warna peralihan seperti merah muda. Warna yang dihasilkan ini tidak hanya dikontrol oleh satu pasangan gen saja melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus, namun masih berpengharuh terhadap sifat yang sama, peristiwa ini disebut polimeri. Jadi Polimeri adalah dua gen atau lebih yang menempati lokus berbeda, tetapi memiliki sifat yang sama.
Berdasarkan hasil generasi F2 dapat diketahui, bahwa fenotipe merah akan selalu muncul jika mendapatkan gen dominan M berapapun jumlahnya. Fenotipe putih hanya akan muncul, jika tidak terdapat gen dominan M. Semakin banyak jumlah gen dominan, maka sifat yang muncul akan semakin kuat. Jadi, satu ciri dipengaruhi oleh banyak gen dan terjadi secara akumulatif (Cumulative=Additive)
Contoh polimeri yang lain adalah :
1. Warna kulit dan warna iris pada mata manusia.
2. Sifat Ketebalan Lemak Punggung (Back Fat) pada Ternak babi.
Sifat ketebalan lemak punggung (back fat) pada ternak babi merupakan sifat yang penurunannya secara kuantitatif.
Misalnya Babi yang mempunyai ketebalan lemak punggung 0,8 inch mempunyai genotype bbff (Simbol B atau b = Back dan F atau f = Fat), berarti gen b dan f merupakan gen netral yang menentukan tidak adanya pertambahan ketebalan lemak punggung.
Sedangkan Gen B dan F merupakan gen aktif yang menentukan adanya pertambahan ketebalan lemak punggung sebesar 0,2 inch.
Bila Babi dengan Back Fat 0,8 inch dikawinkan dengan Babi Back fat 1,6 inch, maka F1 diperoleh Babi dengan Back Fat 1,2 inch dan F2 hasil intersemating diperoleh Fenotipe Babi dengan Back Fat yaitu : 1,6; 1,4; 1,2; 1,0 dan 0,8 inch.
Sifat-Sifat Produksi yang lain dalam bidang peternakan yang pola penurunannya termasuk Kuantitatif dan Frekuensinya mengikuti Kurve Distribusi Normal adalah Produksi Susu, PBB, Produksi telur dll. Jadi Individu-Individu yang mempunyai produksi Medium/rata-rata terdapat dalam
2.4. Epistasis
Epistasis adalah interaksi di mana sebuah gen mengalahkan pengaruh gen lain yang bukan alelnya. Gen yang mengalahkan disebut "epistasis" dan gen yang dikalahkan disebut "hypostasis". Pada peristiwa epistasis, paling sedikit harus ada 2 pasang gen yang terlibat. Gen pada lokus yang satu berinteraksi dengan gen pada lokus lain. Dari hasil interaksi tersbut diperoleh fenotip yang tidak akan diperoleh jika gen-gen tersebut bekerja sendiri-sendiri. Interaksi epistasis sama sifatnya dengan kondisi dominan resesif, perbedaannya adalah kondisi dominan-resesif berlaku bagi gen sealel. Ada 6 tipe ratio epistasis dari induk dihibrida yang umum dikenal, yaitu:
1. Epistasis dominan (12:3:1); misal: warna labu summer squash dan warna kulit gandum.
2. Epistasis resesif (9:3:4); misal: warna bulu mencit, warna biji buncis
3. Interaksi ganda (9:6:1)
4. Epistasis dominan ganda (15:1)
5. Epistasis esesif ganda (9:7)
6. Epistasis dominan dan resesif (13:3); misal: warna bulu ayam ras.
2.4.1. Epistasis Dominan
Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1.
Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan antara waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F2 sebagai berikut.
P : WWYY x wwyy
putih hijau
F1 : WwYy
putih
F2 : 9 W-Y- putih
3 W-yy putih putih : kuning : hijau
3 wwY- kuning 12 : 3 : 1
1 wwyy hijau
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis dominan
Contoh Kejadian Epistasis Dominan lainnya, yaitu :
Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan antara waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F2 sebagai berikut:
Pada Tanaman Jagung :
Tanaman Jagung berwarna Putih disilangkan dengan tanaman Jagung berwarna Merah. Tanaman Jagung berbiji Putih Genotipenya adalah = IIPP dan Jagung berbiji Merah genotipenya = iipp. P membawakan sifat warna Ungu sedangkan pp membawakan sifat warna merah, I menekan warna dan ii menyebabkan timbulnya warna.
2.4.2. Epistasis Resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4.
Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.
P : AACC x aacc
kelabu albino
F1 : AaCc
kelabu
F2 : 9 A-C- kelabu
3 A-cc albino kelabu : hitam : albino
3 aaC- hitam 9 : 3 : 4
1 aacc albino
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis resesif
Contoh lain dari epistasis resesif, yaitu :
Pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.
Pada Rhodentia, dilakukan perkawinan antara Hewan yang berwarna Hitam dengan Genotipe AABB dengan Hewan Albino dengan Genotipe aabb. Gen A menampakkan warna Hitam sedangkan aa menampakkan warna Kream. Gene B menampakkan timbulnya warna, sedangkan bb menutupi timbulnya warna, dalam hal ini bb menutupi gen A.
2.4.3. Epistasis Dominan Resesif
Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.
P : IICC x iicc
putih putih
F1 : IiCc
putih
F2 : 9 I-C- putih
3 I-cc putih putih : berwarna
3 iiC- berwarna 13 : 3
1 iicc putih
Gambar 2.10. Diagram persilangan epistasis dominan-resesif
Contoh epistasis dominan resesif lain, yaitu :
2.4.4. Epistasis Resesif Duplikat
Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.
Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN pada tanaman ini dapat dilukiskan secara skema sebagai berikut.
gen L gen H
Bahan dasar enzim L glukosida sianogenik enzim H HCN
Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan bahan dasar menjadi bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi pembentukan enzim L. Gen H menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan glukosida sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan demikian, l epistatis terhadap H dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l. Persilangan dua tanaman dengan kandungan HCN sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh dengan llHH) dapat digambarkan sebagai berikut:
P : LLhh x llHH
HCN rendah HCN rendah
F1 : LlHh
HCN tinggi
F2 : 9 L-H- HCN tinggi
3 L-hh HCN rendah HCN tinggi : HCN rendah
3 llH- HCN rendah 9 : 7
1 llhh HCN rendah
Gambar 2.8. Diagram persilangan epistasis resesif ganda
Contoh epistasis resesif ganda lainnya, yaitu :
Perkawinan Ayam Silky Putih (White Silky) dengan Ayam Dorking Putih (White Dorking). Apabila Genotipe Ayam Silky Putih = AAbb dan Ayam Dorking Putih = aaBB. Gen A menyebabkan timbulnya warna, aa menekan sifat B, sedangkan Gen B menimbulkan Warna dan bb menekan Sifat A.
2.4.5. Epistasis Dominan Duplikat
Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c.
P : CCDD x ccdd
segitiga oval
F1 : CcDd
segitiga
F2 : 9 C-D- segitiga
3 C-dd segitiga segitiga : oval
3 ccD- segitiga 15 : 1
1 ccdd oval
Gambar 2.9. Diagram persilangan epistasis dominan ganda
Contoh lainnya yaitu :
Pada Sifat Penurunan Bulu Kaki Ayam. Apabila ayam yang kakinya berbulu dikawinkan dengan ayam yang kakinya tidak berbulu, maka F1 akan didapatkan ayam yang kakinya berbulu. Kemudian pada F2 didapatkan Ratio Fenotipe antara yang Kaki Berbulu dengan Kaki Tidak Berbulu = 15:1.
Ilustrasinya adalah sebagai berikut : Apabila ayam yang kakinya berbulu memiliki genotype AABB dan yang tidak berbulu memiliki genotype aabb, gen A akan menimbulkan bulu pada Kaki dan aa menimbulkan sifat tidak berbulu. Sedangkan Gen B menimbulkan sifat berbulu dan bb menimbulkan sifat tidak berbulu pada kaki.
2.4.6. Gen Duplikat dengan Efek Kumulatif
Pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong. Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta L dan l. Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-). Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif.
P : BBLL x bbll
cakram lonjong
F1 : BbLl
cakram
F2 : 9 B-L- cakram
3 B-ll bulat cakram : bulat : lonjong
3 bbL- bulat 9 : 6 : 1
1 bbll lonjong
Gambar 2.11. Diagram persilangan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif
Contoh lain dari epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif, yaitu :
Pada Tanaman Cucurbita pepo:
Pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong. Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta L dan l. Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-). Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing- masing terletak pada 2 kromosom yang berlainan, dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri, beberapa cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat kadang – kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih gen yang mengadakan interaksi ( kerjasama ).Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Interaksi gen ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling mempengaruhi dalam memberikan fenotip pada suatu individu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang membawa sifat yang baru dari sifat induknya.
Contoh dari interaksi gen adalah Avatisme yang terjadi pada ayam berjengger rose yang dikawinkan dengan ayam yang berjengger pea, akan menghasilkan sifat baru yang tidak ada pada induknya, yaitu walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.
DAFTAR PUSTAKA
Stansfield, D. William .1991.,G enetika . PT. Gelora Aksara Pratama , Erlangga.
Suryo . 1986 ., Genetika Manusia. Gadjahmada University Press ,Yogyakarta.
Tim Dosen Genetika Dasar . 2010 ., Genetika Dasar . Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNIMED ,Medan.
Anonymous., 2009. Variasi Genetik. http:// I:\blog-Variasi-dan-genetiks.php.htm. Diakses tanggal 27 Oktober 2010.
Anonymous.2010.,G enetika.http://w ikip edia.co m/evo lus i. Diakses tanggal 27 Oktober 2010
Bojonegoro,Isharmanto.2010.,InteraksiGen.http://biologigonz.blogspot.com/2010/05.interaks i-gen .html. Diakses tanggal 27 Oktober 2010
jumlah yang banyak.
Diposkan oleh erwita ritonga di 23.35