BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain .Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya. Penyebab luka bakar selain karena api ( secara langsung ataupun tidak langsung ), juga karena pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api ( misalnya tersiram panas ) banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. (Sjamsuhidajat, 2005 ) Dengan memperhatikan prinsip- prinsip dasar resusitasi pada trauma dan penerapannya pada saat yang tepat diharapkan akan dapat menurunkan sekecil mungkin angka- angka tersebut diatas. Prinsip- prinsip dasar tersebut meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas pada penderita yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan hemodinamik dalam batas normal dengan resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati penyulit- penyulit yang mungkin terjadi akibat trauma listrik, misalnya rabdomiolisis dan disritmia jantung. Mengendalikan suhu tubuh dan menjuhkan / mengeluarkan penderita dari lingkungan trauma panas juga merupakan prinsip utama dari penanganan trauma termal.( American College of Surgeon Committee on Trauma, 1997) Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadap kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai organ eksretori dan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Luka bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit yang sebagian besar dapat dicegah.( Horne dan Swearingen, 2000 ) The National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkan data- data statistik dari berbagai pusat luka bakar di seluruh AS mencatat bahwa sebagian besar pasien (75%)
1
merupakan korban dari perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak- anak yang baru belajar berjalan, bermain- main dengan korek api pada usia anak sekolah, cedera karena arus listrik pada remaja laki- laki, penggunaan obat bius, alkohol serta rokok pada orang dewasa semuanya ini turut memberikan kontribusi pada angka statistik tersebut (Brunner & Suddarth, 2001). B. TUJUAN 1. Agar Mahasiswa lebih mengetahui dan memahami tentang Luka Bakar 2. Agar Mahasiswa dapat mengetahui tentang klasifikasi Luka Bakar
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi 1. Pengertian Luka bakar atau Combusio adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. (A.Mansjoer dkk, 2000). 2. Patofisiologi Menurut Hudak dan Gallo, bahwa cedera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ, besarnya respons Patofisiologis ini adalah berkaitan erat dengan luasnya luka bakar, dan mencapai masa stabil ketika terjadi luka bakar kira-kira 60% dari seluruh luas permukaan tubuh. Dinamik Kardiovaskular terpengaruh secara signifikan karena cedera luka bakar, yang dapat mengakibatkan terjadinya syok Hipovolemik. Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikan nyata pada tekanan Hidrostatik Kapiler pada jaringan yang cedera, disertai dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini mengakibatkan perpindahan cepat cairan plasma dari kompartemen intravaskular menembus kapiler yang rusak karena panas, dalam daerah interstisial yang mengakibatkan edema dan luka bakar itu sendiri. Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid pada kompartemen vaskular; kemudian, kebocoran cairan elektrolit dari kompartemen vaskular berlanjut dan mengakibatkan pembentukan edema tambahan pada jaringan yang terbakar dan ke seluruh tubuh. Kebocoran ini, yang terdiri atas Natrium, air, dan protein plasma, diikuti dengan penurunan curah jantung, Hemokonsentrasi sel-sel darah merah, berkurangnya perfusi pada organ-organ besar, edema tubuh merata. Respons Patofisiologi setelah cedera luka bakar adalah bifase. Pada fase pasca cedera, terjadi Hipofungsi organ secara umum sebagai akibat dari penurunan curah jantung.
3
Tahanan vaskular perifer meningkat, sebagai akibat respons stress neurohumoral setelah trauma. Hal ini meningkatkan “AFTERLOAD” jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung lebih lanjut. Peningkatan tahanan vaskular perifer, juga hemokonsentrasi sebagai akibat kehilangan cairan plasma, dapat menyebabkan tekanan darah nampak normal pada awalnya; bagaimanapun, jika penggantian cairan tidak adekuat, dan kehilangan protein plasma berlanjut, maka akan segera terjadi syok hipolemik. Pada pasien yang mendapat resusitasi cairan yang adekuat, curah jantung biasanya normal pada bagian akhir dari periode 24 jam pertama setelah cedera luka bakar. Dengan pemulihan volume selama periode 24 jam kedua, curah jantung meningkat sampai tingkat hipermetabolik, dan secara perlahan kembali ke tingkat yang lebih normal dengan ditutupnya luka bakar. Kehilangan cairan di seluruh spasium intravaskular tubuh mengakibatkan penebalan, aliran yang tidak lancar dari sisa volume darah sirkulasi. Pengaruhnya mengenai semua sistem tubuh. Sirkulasi yang melambat ini memungkinkan bakteri dan material selular untuk menetap pada bagian yang lebih rendah dari pembuluh-pembuluh darah, terutama pada kapiler-kapiler, mengakibatkan pengendapan. Reaksi antigen antibodi terhadap jaringan yang terbakar menambah kongesti sirkulasi oleh penggumpalan atau aglutinasi dari sel-sel. Masalah-masalah koagulasi terjadi sebagai akibat pelepasan tromboplastin oleh cedera itu sendiri dan pelepasan fibrinogen dari platelet yang cedera. Jika terjadi trombi, mereka akan menyebabkan iskemia dari bagian terkena dan mengarah nekrosis. Peningkatan proses koagulasi akan berkembang menjadi koagulasi intravaskular diseminata. Karena hal ini adalah peristiwa yang menyebar luas, organ apa saja pada tubuh dapat terkena, dan terjadi gagal organ. 3. Etiologi Menurut Hudak dan Gallo, bahwa penyebab luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan pada agen penyebab cedera yaitu, termal (cedera terbakar, kontak, dan kebakaran api), listrik, kimia, dan radiasi.
4
Luas dan kedalaman luka bakar berhubungan dengan intensitas dan durasi dari pemajanan terhadap agen penyebab. 4. Gejala Klinis Menurut Henderson, bahwa gejala klinis yang utama pada luka bakar yaitu lepuh yang merupakan tanda khas luka bakar superfisial. Disini cairan tercurah dari jaringan cedera yang lebih dalam sehingga permukaan superfisial yang terbakar (mati) akan terangkat. Lepuh atau bullae pada luka bakar sering pecah dan meninggalkan suatu permukaan merah kasar yang mengeluarkan cairan serous dan dapat berdarah. Luka bakar yang
superfisial terasa nyeri karena ujung saraf terpapar dan
mengalami inflamasi. Luka bakar yang dalam, gejala klinisnya pada pandangan pertama kulit mungkin terlihat hampir normal. Kemudian setelah diperhatikan, tampak kulit tersebut mengkilap pembuluh-pembuluh darahnya mudah dilihat, tetapi darah dalam pembuluh darah tersebut tidak dapat diperah keluar karena sudah mengalami koagulasi. Kulit amat kaku ketika disentuh. Bagian tersebut terasa tidak enak. Tetapi tidak nyeri, karena sebagian besar ujung saraf sudah mati. Luka sayatan pada bagian tersebut tidak akan berdarah. Kadang-kadang terjadi pengarangan dan karbonisasi (gosong). Gejala-gejala klinis lain selain diatas, yaitu adanya tanda-tanda distress pernapasan seperti serak, ngiler, ketidakmampuan menangani sekresi. Tandatanda cedera inhalasi seperti pernapasan cepat dan sulit, krakles, stridor, batuk pendek. 5. Klasifikasi Luka Bakar Cedera luka bakar digambarkan dengan kedalaman, agen penyebab, dan keparahan. Perawat harus mempunyai pengetahuan tentang struktur dan fungsi dasar kulit untuk mengerti klasifikasi berbagai derajat luka bakar. Kulit adalah organ tubuh yang paling luas, dan kulit melakukan beberapa fungsi yang kompleks. Kulit adalah pertahanan baris pertama dari tubuh terhadap serangan mikroorganisme dan radiasi lingkungan. Kulit mencegah kehilangan
5
cairan tubuh, mengendalikan suhu tubuh, berfungsi sebagai organ ekskretorik dan sensorik, menghasilkan vintamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Berdasarkan berat ringannya, luka bakar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Berat/kritis bila : 1). Derajat 2 dengan luas lebih dari 25% 2). Derajat 3 dengan luas lebih dari 10%, atau terdapat di muka, kaki, dan tangan. 3). Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas, atau fraktur. 4). Luka bakar akibat listrik. b. Sedang bila : 1). Derajat 2 dengan luas 15 - 25% 2). Derajat 3 dengan luas kurang dari 10%, kecuali muka, kaki dan tangan. c. Ringan bila : 1). Derajat 2 dengan luas kurang dari 15% 2). Derajat 3 kurang dari 2%
6. Penatalaksanaan Pada prinsipnya penangangan luka bakar menurut Mansjoer dkk adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik. Pada kulit yang vital dan elemen didalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut. Tindakan lain yang perlu diperhatikan adalah : a. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi. b. Periksa cedera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistimatis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. c. Berikan obat untuk mengurangi rasa nyeri. d. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil.
6
e. Berikan obat antibiotik topikal pasca pencucian luka dengan tujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. f. Balut luka dengan menggunakan kassa gulung kering dan steril. g. Berikan serum anti tetanus/toxoid yaitu ATS 3000 unit pada orang dewasa dan separuhnya pada anak-anak. h. Berikan nutrisi yang cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. 7. Hasil Laboratorium Hematokrit meningkat. Leukosit meningkat. Natrium dan klorida meningkat. Ureum meningkat. Trombosit menurun. Kalium menurun.
a. Pengkajian : a) Pola Tidur. Sebelum sakit pasien tidur rata-rata 7 - 8 jam sehari, dengan waktu tidur mulai jam 21.00 sampai dengan jam 05.00 wita. Saat sakit tidur pasien 3 - 4 jam, pasien mengalami gangguan tidur karena nyeri pada luka bakar, pasien mengatakan sering terbangun dan sulit untuk tidur lagi. b) Pola Eliminasi. Sebelum sakit pasien tidak mengami kesulitan buang air besar dan buang air kecil. Frekwensi buang air besar 1 - 2 kali perhari dengan dengan konsistensi lembek, warna kuning dan bau khas faeces. Frekwensi buang air kecil 3 - 4 kali sehari warna kuning jernih, bau khas urine dengan jumlah banyak (tidak diukur).
7
Saat pengkajian pasien mengatakan buang air besar dan buang air kecil tidak mengalami kesulitan. c) Pola Pernapasan. Saat pengkajian jenis pernapasan torakoabdominal, frekwensi pernapasan 20 X
/menit.
d) Pola Makan dan Minum. Sebelum sakit, pasien mengatakan frekwensi makannya 3 kali sehari dengan jenis makanan yaitu nasi, sayur, lauk pauk dan buah yang kadang-kadang saja. Pola minum pasien sebelum sakit yaitu 9 - 10 gelas sehari, jenis minuman yang diminum adalah air putih dan kopi. Saat pengkajian frekwensi makannya 3 kali sehari yaitu pukul 07.00, pukul 12.00, dan pukul 18.00 dengan jenis makanan yang sama selain itu juga pasien mengkonsumsi makanan dari rumah seperti roti dan buah. Porsi makan yang disajikan dapat dihabiskan. Saat dikaji pasien tidak terpasang infus. e) Keadaan Kulit Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik, textur kulit kenyal, pasien mengatakan bahwa sebelum sakit mandi dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Sikat gigi satu kali sehari. Saat pengkajian mandi satu kali sehari, sikat gigi satu kali sehari yaitu pada pagi hari. Bibir tampak kering, lidah kotor, tidak ada karies gigi, tampak adanya luka bakar pada bokong dan ekstremitas bawah. f) Aktivitas. Pasien mengatakan bahwa sebelum sakit aktivitas yang biasa dilakukan pada waktu luang yaitu melaksanakan pekerjaan rumah tangga dan nonton televisi. Saat dikaji segala aktivitas pasien dibantu. 4. DATA PSIKOLOGIS
8
Pasien merasa cemas dengan keadaan penyakitnya dimana pasien sering menanyakan tentang keadaan penyakitnya. Saat dikaji pasien ditemani oleh suaminya. Pasien mengatakan merasa senang kalau didekati oleh perawat dan diajak berkomunikasi. 5. DATA SOSIAL Pola komunikasi yang dilakukan yaitu komunikasi verbal. Orang yang paling berharga bagi pasien adalah suami dan anak. Hubungan antara pasien suami serta anak dan lingkungan sekitarnya cukup baik. 6. DATA SPIRITUAL Agama yang dianut oleh pasien adalah Kristen Protestan. Sebelum sakit pasien mengatakan selalu aktif dalam kegiatan keagamaan baik di Gereja maupun di IbadahIbadah organisasi. Selama dirawat pasien beribadah bersama keluarga untuk kesembuhannya. 7. PEMERIKSAAN FISIK a) Keadaan Umum
: Tampak sakit
b) Kesadaran
: Compos Mentis
c) Kepala
: Conjunctiva tidak pucat, sklera putih, pupil bulat isokor, ada lingkaran gelap bawah mata.
d) Leher e) Thorax
: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. : Bentuk dada simetris kiri / kanan, jenis pernapasan Thoraco abdominal, frekwensi pernapasan 20 X/m, Jantung : Pada auskultasi tidak ada bunyi jantung tambahan.
9
f) Abdomen
: Datar, lemas, peristaltik baik, hepar dan lien tidak teraba pada palpasi.
g) Genitalia
: Inspeksi tidak ada flour Albus, tidak ada oedema.
h) Extremitas
: Atas
: - Genggaman tangan kuat. - Rentang gerak kuat.
Bawah :
Tampak ada luka bakar yang kemerahan dan masih
basah pada kedua tungkai, bulae berisi cairan (+). i) Vital Sign
:
Tekanan darah
: 120/60 mmHg.
Nadi
: 96 X/m
Suhu badan
: 36,3 0 C
Respirasi
: 20 X/m
BB sebelum sakit
: 45 kg
BB saat dikaji
: 43 kg
8. DATA PENUNJANG. Pemeriksaan darah
Normal
a. Haemoglobin
: 11, 4 gr %
12,00-17,00 gr %
b. Leucocyt
: 11.700 / mm 3
4.000-10.000 mm 3
c. Trombocyt
: 404.000 / mm 3
150.000-450.000 mm 3
d. Hematokrit
: 32,8 %
38,0-54,0 %
500 mg
3x1
9. PENGOBATAN. a. Prafamox
10
b. Mefenamat acid 500 mg c. Actal syrup d. Vitamin C
3x1 3 x 1 cdm
50 mg
3x1
11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan dan Saran Luka bakar atau combusio adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik. Respons Patofisiologi setelah cedera luka bakar adalah bifase. Pada fase pasca cedera, terjadi Hipofungsi organ secara umum sebagai akibat dari penurunan curah jantung
Pada prinsipnya penangangan luka bakar menurut Mansjoer dkk adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik. Pada kulit yang vital dan elemen didalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan
Diharapkan bagi parapembaca dapat menambah sedikit pengetahuan mengenai Luka Bakar, dan semoga hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan dapat menambah pengathuan tentang Luka Bakar.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Allen C. V., Memahami Proses Keperawatan dengan Pendekatan Latihan, EGC, Jakarta, 1998. 2. Carpenito L. J., Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, Edisi Dua, EGC, Jakarta, 1999; 328 - 344. 3. Carpenito L. J., Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis, Edisi Enam, EGC, Jakarta, 2000 ; 5. 4. Carpenito L. J., Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, jakarta, 2001 ; 475 - 476. 5.
Doenges M. E. dkk, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi ketiga, EGC, 2000 ; 814 -824.
6. Effendi C, Perawatan Pasien Luka Bakar, EGC, Jakarta, 1999 ; 32 - 75. 7. Engram B, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume Tiga, EGC, Jakarta, 1999 : 746 - 757. 8. Henderson M. A. Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta, 1997 : 29 - 35. 9. Hudak dan Gallo, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II, Edisi VI, EGC, Jakarta, 1996 ; 538-566
13