14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikrobiologi merupakan ilmu tentang mikroorganisme yang mencakup bermacam-macam kelompok organisme mikroskopik yang terdapat sebagai sel tunggal maupun kelompok sel, termasuk kajian virus yang bersifat mikroskopik meskipun bukan termasuk sel.
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan di semua tempat yang memung-kinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer (udara) serta makanan, dan karena beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara. Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat juga menimbulkan penyakit.
Dalam sejarah kehidupan, mikroorganisme telah banyak sekali memberikan peran sebagai bukti keberadaannya. Begitu banyak dan dominannya peranan mikroorganisme dalam kehidupan ini menjadi salah satu unsur dalam cakupan mikrobiologi. Dengan semakin majunya teknologi mikroskop, semakin mendu-kung perkembangan mikrobiologi, sehingga pembahasan tentang ilmu ini semakin luas dan mendalam. Bahkan mikrobiologi telah dibagi menjadi beberapa cabang, seperti salah satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang peranan mikroorganisme di dalam lingkungan. Lingkungan yang termasuk dalam mikrobiologi lingkungan adalah air, tanah, dan udara.
Udara, sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Udara bukan merupakan habitat asli dari mikroba, tetapi udara sekeliling kita sampai beberapa kilometer di atas permukaan bumi mengandung bermacam-macam jenis mikroorganisme dalam jumlah yang beragam. Peran udara dapat juga sebagai sarana infeksi nosokomial (infeksi rumah sakit). Setiap kegiatan manusia menimbulkan bakteri di udara. Maka dari itu, hal inilah yang melatar belakangi penulis dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mempelajarai mikroorganisme yang hidup di udara yang dapat memberi keuntungan ataupun kerugian bagi kehidupan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan mikrobiologi lingkungan udara?
2. Bagaimana distribusi mikroba di udara?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan mikroba di udara?
4. Apa jenis penyakit serta bagaimana cara penyebarannya melalui udara?
5. Bagaimana pengendalian penyakit yang terbawa udara?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian mikrobiologi lingkungan udara.
2. Untuk mengetahui distribusi mikroba di udara.
3. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan mikroba di udara.
4. Untuk mengetahui jenis penyakit serta cara penyebarannya melalui udara.
5. Untuk mengetahui pengendalian penyakit yang terbawa udara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Mikrobiologi Lingkungan Udara Mikrobiologi udara adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan peranan mikroba di udara (berguna untuk bidang-bidang kedokteran/ kesehatan, industri, ruang-angkasa dll).
Mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang kesemuanya ini mungkin dimuati mikroba. Untuk mengetahui atau memperkirakan secara akurat berapa jauh pengotoran udara sangat sukar karena memang sulit untuk menghitung organisme dalam suatu volume udara. Namun ada satu teknik kualitatif sederhana, menurut Volk, dkk (1989) yaitu mendedahkan cawan hara atau medium di udara untuk beberapa saat. Selama waktu pendedahan ini, beberapa bakteri di udara akan menetap pada cawan yang terdedah. Semakin banyak bakteri maka bakteri yang menetap pada cawan semakin banyak. Kemudian cawan tersebut diinkubasi selama 24 jam hingga 48 jam maka akan tampak koloni-koloni bakteri, khamir dan jamur yang mampu tumbuh pada medium yang digunakan. Mikroba yang terdapat diudara berasal dari tanah yang disebabkan oleh percikan tanah dan akibat tiupan angin. Daerah yang terbebas dari mikroba tanah atau disebut juga daerah steril yaitu terdapat pada: 100-1000 m diatas permukaan tanah (kecuali jika ada pesawat lewat) 100 m dibawah permukaan tanah.
Udara merupakan media penyebaran bagi mikroorganisme. Mereka terdapat dalam jumlah yang relatif kecil bila dibandingkan dengan di air atau di tanah. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya bakteri di udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering ataupun terhembus oleh tiupan angin.
Kelompok mikroba yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah bakteri, jamur dan juga mikroalge. Kehadiran jasad hidup tersebut di udara, ada yang dalam bentuk vegetatif ataupun dalam bentuk generatif . Belum ada mikroba yang habitat aslinya di udara. Udara dibagi menjadi dua bagian yaitu udara luar dan udara dalam ruangan. Udara dalam ruang atau indoor air adalah udara dalam ruang gedung (rumah, sekolah, restoran, hotel, rumah sakit, perkantoran) yang ditempati sekelompok orang dengan tingkat kesehatan yang berbeda-beda selama minimal satu jam. Sedangkan udara luar atau outdoor air adalah udara yang bergerak bebas di atmosfer dan jumlahnya lebih banyak dari udara dalam suatu ruangan (Budiyanto. 2001).
Kualitas udara dalam ruangan (indoorair quality) juga merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Timbulnya permasalahan yang mengganggu kualitas udara dalam ruangan umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kurangnya ventilasi udara (52%) adanya sumber kontaminasi di dalam ruangan (16%) kontaminasi dari luar ruangan (10%), mikroba (5%), bahan material bangunan (4%) , lain-lain (13%) CDC-NIOSH.
Mikroorganisme yang berasal dari luar misalnya serbuk sari, jamur dan spora, yang bisa juga berada di dalam ruangan. Selain itu cemaran dalam ruangan yang berasal dari mikroorganisme dalam ruangan seperti serangga, jamur pada ruangan yang lembab, bakteri. Mikroorganisme yang tersebar di dalam ruangan dikenal dengan istilah bioaerosol.
Bioaerosol adalah mikroorganisme atau partikel, gas, substansi dalam gas atau organisme hidup yang hidup atau terdapat dalam udara. Contoh bioaerosol di udara bakteri (Legionella, Actinomycetes), jamur (Histoplasma, Alternaria, Penicillium, Aspergillus, Stachybotrys, Aflatoxins), protozoa (Naegleria, Acanthamoeba), virus (Influenza (flu)). Pada jumlah terbatas, keberadaan bioaerosol tidak akan menimbulkan efek apapun, akan tetapi dalam jumlah tertentu dan terhirup akan menimbulkan infeksi pernapasan misalnya asma, alergi
Dari semua lingkungan, udara merupakan lingkungan yang paling sederhana. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1 %, oksigen 20,93 % dan karbondioksida 0.03 %, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, kripton, xenon dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora dan sisa-sisa tumbuhan. Meskipun terdapat bakteri di udara, belum ditemukan bakteri yang berhabitat asli dari udara. Udara bukanlah lingkungan alami bagi bakteri, karena tidak mengandung cukup air dan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan dan reproduksinya. Udara dalam ruang tertutup mengandung lebih sedikit bakteri dari jenis yang sama dibandingkan yang ditemukan di udara terbuka. Bakteri tersebut sebagian besar adalah saprofit dan bersifat non patogenik, tetapi dengan bertambahnya bakteri non patogenik dalam jumlah yang relatif besar dapat berpotensi sama seperti bakteri patogenik. Pada mulanya udara jarang mengandung bakteri patogenik, tetapi dalam perkembangan selanjutnya menjadi sasaran penularan sejumlah spesies utama yang menyebebkan infeksi pada saluran pernafasan.
Dalam hal ini droplet berperan sebagai sumber bakteri patogen di udara. Bakteri dalam mulut yang keluar bersama batuk dan bersin dapat tersebar, kemudian menguap pada waktu jatuh sehingga meninggalkan droplet nuklei (inti tetesan) yang mampu bertahan dalam sirkulasi udara di dalam ruangan selama berjam-jam, bahkan berhari-hari.
2.2 Distribusi Mikroba di Udara
Kelompok mikroba yang paling banyak di udara adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalga. Kehadiran jasad hidup tersebut di udara, ada yang dalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun dalam bentuk generatif (umumnya spora). Mikroba udara dapat dipelajari dalam dua bagian, yaitu mikroba di luar ruangan dan mikroba di dalam ruangan. Mikroba paling banyak ditemukan di dalam ruangan (Pudjiastuti, dkk. 1998).
Belum ada mikroba yang habitat aslinya di udara. Pada sub pokok bahasan sebelumnya mikrooganisme di udara dibagi menjadi 2, yaitu mikroorganisme udara di luar ruangan dan mikroorganisme udara di dalam ruangan. Mikroba paling banyak ditemukan di dalam ruangan.
1. Mikroba Di Luar Ruangan
Mikroba yang ada di udara berasal dari habitat perairan maupun terestrial. Mikroba di udara pada ketinggian 300-1,000 kaki atau lebih dari permukaan bumi adalah organisme tanah yang melekat pada fragmen daun kering, jerami, atau partikel debu yang tertiup angin. Mikroba tanah masih dapat ditemukan di udara permukaan laut sampai sejauh 400 mil dari pantai pada ketinggian sampai 10.000 kaki. Mikroba yang paling banyak ditemukan yaitu spora jamur, terutama Alternaria, Penicillium, dan Aspergillus. Mereka dapat ditemukan baik di daerah kutub maupun tropis. Mikroba yang ditemukan di udara di atas pemukiman penduduk di bawah ketinggian 500 kaki yaitu spora Bacillus dan Clostridium, yeast, fragmen dari miselium, spora fungi, serbuk sari, kista protozoa, alga, Micrococcus, dan Corynebacterium, dan lain-lain (Budiyanto. 2001).
2. Mikroba Di Dalam Ruangan
Dalam debu dan udara di sekolah dan bangsal rumah sakit atau kamar orang menderita penyakit menular, telah ditemukan mikroba seperti bakteri tuberkulum, streptokokus, pneumokokus, dan staphylokokus. Bakteri ini tersebar di udara melalui batuk, bersin, berbicara, dan tertawa. Pada proses tersebut ikut keluar cairan saliva dan mukus yang mengandung mikroba. Virus dari saluran pernapasan dan beberapa saluran usus juga ditularkan melalui debu dan udara. Patogen dalam debu terutama berasal dari objek yang terkontaminasi cairan yang mengandung patogen. Tetesan cairan (aerosol) biasanya dibentuk oleh bersin, batuk dan berbicara. Setiap tetesan terdiri dari air liur dan lendir yang dapat berisi ribuan mikroba. Diperkirakan bahwa jumlah bakteri dalam satu kali bersin berkisar antara 10.000 sampai 100.000. Banyak patogen tanaman juga diangkut dari satu tempat ke tempat lain melalui udara dan penyebaran penyakit jamur pada tanaman dapat diprediksi dengan mengukur konsentrasi spora jamur di udara.
3. Mikroorganisme Udara di Rumah Sakit
Meskipun rumah sakit adalah tempat pengobatan berbagai penyakit, ada kasus dimana penyakit menular tambahan diderita pasien pada saat rawat inap. Udara di dalam rumah sakit dapat bertindak sebagai reservoir mikroorganisme patogen yang ditularkan oleh pasien. Infeksi yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit tersebut disebut infeksi nosokomial dan patogen yang terlibat disebut sebagai patogen nosokomial. Infeksi, diwujudkan oleh gejala terkait, setelah tiga hari dirawat di rumah sakit bisa dianggap sebagai infeksi nosokomial. Terdapat dua cara utama penyebaran patogen nosokomial, yaitu dengan kontak (baik langsung atau tidak langsung), dan penyebaran melalui udara.
Infeksi nosokomial di rumah sakit mungkin dibawa oleh staf atau pasien yang masuk ke rumah sakit. Infeksi nosokomial yang banyak ditemukan yaitu berasal dari Haemophilus.influenzae, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, anggota Enterobacteriaceae dan virus pernafasan.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Mikroba Di Udara
Sejumlah faktor intrinsik dan lingkungan mempengaruhi distribusi jenis mikroba di udara. Faktor intrinsik meliputi sifat dan keadaan fisiologis mikroorganisme dan juga keadaan suspensi. Spora relatif lebih banyak dari pada sel vegetatif. Hal ini terutama karena sifat spora dorman yang memungkinkan mereka untuk mentolerir kondisi yang tidak menguntungkan seperti pengeringan, kurangnya nutrisi yang cukup dan radiasi ultraviolet. Demikian pula spora fungi berlimpah di udara karena spora merupakan alat penyebaran penyebaran fungi.
Ukuran mikroorganisme merupakan faktor yang menentukan jangka waktu mereka untuk tetap melayang di udara. Umumnya mikroorganisme yang lebih kecil dapat dengan mudah dibebaskan ke udara dan tetap udara dalam jangka waktu yang lama. Miselium fungi memiliki ukuran yang lebih besar dan karena itu tidak dapat bertahan lama di udara. Keadaan suspensi memainkan peran penting keberadaan mikroorganisme di udara. Semakin kecil suspensi, semakin besar kemungkinan mereka untuk tetap berada di udara. Biasanya mereka melekat pada partikel debu dan air liur. Mikroorganisme yang ada dalam partikel debu di udara hanya hidup untuk waktu yang singkat. Tetesan yang dibuang ke udara melalui batuk atau bersin juga hanya dapat bertahan di udara untuk waktu singkat. Namun jika ukuran suspensi menurun, mereka dapat bertahan lama di udara.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mikroba udara adalah suhu atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lain-lain. Temperatur dan kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang menentukan viabilitas dari mikroorganisme dalam aerosol. Studi dengan Serratia marcesens dan E. coli menunjukkan bahwa kelangsungan hidup mikroba udara terkait erat dengan suhu (Setyaningsih, dkk. 2003).
Pengaruh angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara. Pada udara yang tenang, partikel cenderung turun oleh gravitasi. Tapi sedikit aliran udara dapat menjaga mereka dalam suspensi untuk waktu yang relatif lama. Angin penting dalam penyebaran mikroorganisme karena membawa mereka lebih jauh. Arus juga memproduksi turbulensi udara yang menyebabkan distribusi vertikal mikroba udara. Pola cuaca global juga mempengaruhi penyebaran vertikal. Ketinggian membatasi distribusi mikroba di udara. Semakin tinggi dari permukaan bumi, udara semakin kering, radiasi ultraviolet semakin tinggi, dan suhu semakin rendah sampai bagian puncak troposfer. Hanya spora yang dapat bertahan dalam kondisi ini, dengan demikian, mikroba yang masih mampu bertahan pada ketinggian adalah mikroba dalam fase spora dan bentuk-bentuk resisten lainnya.
2.4 Penyakit Serta Cara Penyebarannya Melalui Udara Bakteri yang tersebar bersama-sama dengan aerosol yang ada di udara dikenal dengan istilah bioaerosol. Dampak kesehatan dari bioaerosol, pada dasarnya berbeda-beda tergantung dari bahan-bahan di dalamnya. Kebanyakan dari bioaerosol adalah non pathogen dan hanya dapat dirasakan oleh orang yang sensitif. Setiap bakteri pathogen, selalu dapat menginfeksi pada keadaan tertentu. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri di udara ruang diklasifikasikan sebagai penyakit yang menular lewat udara (air borne diseases). Beberapa bakteri yang disebabkan airborne diseases ditampilkan dalam tabel berikut ini:
1. Tuberkulosis atau TBC Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit yang sangat mudah sekali dalam penularannya. Pada umumnya penularan TBC terjadi secara langsung ketika sedang berhadap-hadapan dengan si penderita, yaitu melalui ludah dan dahak yang keluar dari batuk dan hembusan nafas penderita. Secara tidak langsung dapat juga melalui debu. Lamanya dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dari yang berbulan-bulan sampi tahunan membuat penyakit ini digolongkan penyakit kronis.
2. Meningitis Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-hati. Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan.
3. Flu Burung Avian Influenza atau flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza H5N1. Virus yang membawa penyakit ini terdapat pada unggas dan dapat menyerang manusia. Penularan virus flu burung berlangsung melalui saluran pernapasan. Unggas yang terinfeksi virus ini akan mengeluarkan virus dalam jumlah besar di kotorannya. Manusia dapat terjangkit virus ini bila kotoran unggas bervirus ini menjadi kering, terbang bersama debu, lalu terhirup oleh saluran napas manusia.
4. Pneumonia Pneumonia atau yang dikenal dengan nama penyakit radang paru-paru ditandai dengan gejala yang mirip dengan penderita selesma atau radang tenggorokan biasa, antara lain batuk, panas, napas cepat, napas berbunyi hingga sesak napas, dan badan terasa lemas. Penyakit ini umumnya terjadi akibat bakteri Streptococus pneumoniae dan Hemopilus influenzae yang berterbangan di udara terhirup masuk ke dalam tubuh. Bakteri tersebut sering ditemukan pada saluran pernapasan, baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
5. Sars
Sindrom pernapasan akut parah atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) merupakan penyakit yang ditandai dengan gejala awal gangguan pernapasan berupa napas pendek dan terkadang disertai batuk. Penyebab SARS adalah Coronavirus, yaitu virus yang bersifat menular dan umumnya menyerang saluran pernapasan atas, virus ini juga dapat menyebabkan flu. Penyebaran terbanyak penyakit ini adalah di Asia, terutama Cina dan Hong Kong. Sementara itu, di Indonesia sendiri, menurut data terakhir Badan Kesehatan Dunia (WHO) baru ditemukan 7 kasus suspect, 2 kasus probable, dan belum ada satu pun kasus kematian akibat penyakit ini.
Sars adalah stadium lanjut dari pneumonia sehingga gejala awal yang dialami penderita juga mirip dengan flu biasa. Namun, demam yang menyerang penderita SARS dapat mencapai 38 derajat Celcius yang terkadang disertai dengan menggigil, sakit kepala, perasaan lesu, serta nyeri tubuh.
Pada stadium awal penyakit biasanya penderita akan mengalami gangguan pernapasan ringan selama tiga sampai tujuh hari. Jika tidak segera diatasi, besar kemungkinan penderita mengalami batuk kering yang dapat menimbulkan kekurangan oksigen dalam darah. Pada beberapa kasus, penderita akan memerlukan napas bantuan mengunakan ventilator (alat bantu pernapasan). Belum ditemukan vaksin untuk mencegah penyakit ini, sehingga yang dibutuhkan adalah sikap waspada agar tidak terjangkit. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
Mencuci tangan sesering mungkin. Bila bersentuhan dengan sesuatu yang banyak mengandung kuman atau kotoran, gunakan alkohol untuk membunuh bakteri yang menempel di kulit.
Hindari menyentuh mulut, mata, hidung dengan tangan yang kotor.
Gunakan masker apabila menderita batuk/pilek agar kuman dan bakteri tidak menyebar ke orang lain. Sebagian besar infeksi terjadi di rumah sakit, karena itu kurangi frekuensi mengunjungi ruangan dengan tingkat infeksi tinggi.
2.5 Pengendalian penyakit yang terbawa udara
1) Imunisasi. Dengan pemberian vaksin rubella pada anak-anak laki-laki dan perempuan sejak dini
2) Pengubahan kandungan jasad penyebab infeksi di udara dengan penyaringan, sterilisasi atau pengenceran. Penyaringan udara yang diputar ulang dengan mengalirkan jumlah udara melalui penyaring dengan memerlukan sistem ventilasi komplek ditambah penggunaan energi yang besar. Teknik pengen-dalian di udara dengan pengenceran dengan melakukan penggantian udara dalam dengan udara luar secara terus-menerus. Terdapat juga metode untuk mengendalikan penyakit yang disebarkan melalui udara, yaitu :
a) Metode sinar ultraviolet Digunakan pada ruangan yang sesak dengan daya tembus jelek, merusak mata sehingga sinar harus diarahkan ke langit-langit
b) Metode aliran udara satu arah Digunakan di laboratorium industri ruang angkasa dengan batasan mahal untuk pemanasan atau pengaturan udara
c) Metode sirkulasi ulang, udara tersaring Digunakan di tempat apa saja dengan batasan penyaring harus sering diganti.
d) Metode pembakaran Digunakan pada ventilasi udara dari cerobong yang didalamnya terdapat
organisme yang menginfeksi sedang dipindahkan (Volk, dkk. 1989).
Upaya untuk membebaskan udara dalam ruangan dari mikroba yaitu saat ini telah banyak dijual penyejuk udara/ AC dengan kemampuan anti mikroba. Cara sterilisasi udara yang digunakan pada penyejuk udara tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Mengalirkan udara melalui filter yang mengandung Leuconostoc Citreum
(bahan efektif untuk menangkal avian influenza dari tumbuhan kimchii), Ag-Z (nano silver zeolite), Houttuyina (tumbuhan obat alami dari Korea), dan Triclosan (pembunuh jamur, bakteri, dan kuman). Keempat zat kimia itu akan bekerja secara efektif membunuh semua jenis bakteri, kuman, dan virus flu burung.
2. Mengalirkan udara melewati tetesan air yang telah dialiri arus listrik.
3. Mengalirkan udara melewati ion perak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Pemindah sebaran mikroba melalui udara serimg dinamakan infeksi asal udara dan infeksinya ditularkan melalui udara. Wahana pemindahan sebaran ini adalah tetesan air liur, sekresi pernafasan lain, debu tercemar dan fomit (benda mati yang tercemat oleh pathogen dan membantu penyebaranya). Penyebaran infeksi asal debu, dapat menjadi bertambah bila orang bergerak ketempat-tembat dengan fentilasi yang kurang baik. Setiap kegiatan yang menimbulkan debu, seperti melepskan pakaian, mengatur tempat tidur, menyapu lantai menambah resiko infeksi asal debu. Beberapa penyakit asal udara tidak dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Penularan mikroba ini, bergantung pada pemindah sebaran asal udara yang cepat dari satu orang ke orang lain, kadang-kadang dengan pemindahan langsung seperti melalui ciuman. Misal virus campak. Namun mikroba lain, seperti bakteri tuborkulosis dapat bertahan hidup untuk jangka waktu lama di luar tubuh
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas maka disarankan untuk senantiasa menjaga kesehatan pribadi dan tetaplah menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal. Cegahlah tubuh anda dengan senantiasa mengonsumsi makanan yang sarat gizi, pengadaan ventilasi yang memadai di dalam rumah sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara bersih, dan membiasakan diri hidup bersih dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, 2001. Peranan Mikroorganisme dalam Kehidupan Kita. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang
Pudjiastuti, L. Rendra, S. Santosa, H.R. 1998. Kualitas Udara dalam Ruang. Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Hal 27.
Setyaningsih, Y. Soebijanto, Soedirman. 2003. Hubungan Antara Kualitas Udara dalam Ruangan Berpendingin Sentral dan Sick Building Syndrome. Jurnal Sains Kesehatan. Hal 16;3; 373-388.
Volk. Wheeler. 1989. Mikrobiologi Dasar Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.