14
MAKALAH
"CONGESTIVE HEART FAILURE"
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Patologi Lanjut
yang diampu oleh dr. Retno Tri Wulandari
Disusun Oleh:
Yemima Rusmawati K (P1337431216076)
DIV Gizi Reguler B/ Semester 4
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
Jl. Wolter Monginsidi 115 Pedurungan Tengah, Pedurungan, Semarang
Telp/Fax : 024-6710378
website : www.poltekkes-smg.ac.id
e-mail :
[email protected]
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semarang, 10 Maret 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
Latar Belakang 4-5
Rumusan Masalah 5
Tujuan Penulisan Makalah 5
Manfaat Penulisan Makalah 5
BAB II PEMBAHASAN 6
Definisi 6
Faktor Resiko 6
Etiologi 6-7
Klasifikasi 7-8
Patofisiologi 8-9
Diagnosa 9-10
Terapi 10-12
BAB III PENUTUP 13
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan pada struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gagal jantung ditandai dengan manifestasi klinik berupa kongesti sirkulasi, sesak, fatigue dan kelemahan. Gagal jantung masih merupakan masalah utama dalam negara industri (Kasper et al., 2004). Baru-baru ini didapatkan bahwa Congestive Heart Failure terkait dengan penurunan kardiak output dan vasokonstriksi perifer yang berlebihan (Haji dan Mohaved, 2000). Gagal jantung sering diakibatkan karena adanya defek pada kontraksi miokard atau diakibatkan karena abnormalitas dari otot jantung seperti pada kasus kardiomiopati atau viral karditis (Kasper et al., 2004). Gagal
jantung karena disfungsi miokard mengakibatkan kegagalan sirkulasi untuk mensuplai kebutuhan metabolisme jaringan. Hal ini biasanya diikuti kerusakan miokard bila mekanisme kompensasi gagal. Penyebab kerusakan pada miokard antara lain infark miokard, stress kardiovaskular (hipertensi, penyakit katub), toksin (konsumsi alkohol), infeksi atau pada beberapa kasus tidak diketahui penyebabnya (Crawford, 2002). Penyebab lain adalah arteroskerosis pada koroner, congenital, kelainan katub, hipertensi atau pada kondisi jantung normal dan terjadi peningkatan beban melebihi kapasitas, seperti pada krisis hipertensi, ruptur katub aorta dan pada endokarditis dengan masif emboli pada paru. Dapat pula terjadi dengan fungsi sistolik yang normal, biasanya pada kondisi kronik, misal mitral stenosis tanpa disertai kelainan miokard (Kasper et al., 2004).
Insiden dan prevalensi gagal jantung cenderung meningkat, hal ini juga disertai dengan peningkatan mortalitas (Saunders, 2000). Di Amerika Serikat 1 juta pasien rawat inap akibat gagal jantung, dan memberikan kontribusi 50.000 kematian tiap tahunnya (Kasper et al., 2004) dan angka kunjungan ke rumah sakit sebanyak 6,5 juta akibat gagal jantung (Hunt et al.,2005) Dari tahun 1990- 1999 didapatkan peningkatan rawat inap karena gagal jantung dari 810 ribu menjadi lebih dari 1 juta dengan diagnosis primer, dan dari 2,4 juta menjadi 3,6 juta yang didiagnosis gagal jantung primer atau sekunder. Tahun 2001 didapatkan angka kematian sebesar 53 ribu dengan gagal jantung sebagai penyebab primer. Didapatkan pula kecenderungan peningkatan insiden gagal jantung pada usia tua, hipertensi, dislipidemia, dan diabetes. Insiden gagal jantung pada usia < 45 tahun 1/1000, meningkat menjadi 10/1000 pada usia > 65 tahun, dan menjadi 30/1000 (3%) pada usia >85. Didapatkan peningkatan secara eksponenstial sesuai dengan peningkatan usia, 0,1 % range antara 50-55 tahun dan menjadi 10% pada usia >80 tahun. Di Amerika didapatkan prevalensi sebesar 4,8 juta, dan sekitar 75% dengan usia > 65 tahun. Insiden dan prevalensi gagal jantung didapatkan lebih tinggi pada wanita, didapatkan perbandingan ½, hal ini diperkirakan karena angka harapan hidup pada wanita lebih lama (Saunders, 2000). Walaupun dengan terapi yang adequate namun angka kematian akibat Gagal jantung cenderung tetap (Hunt et al., 2005).
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan gagal jantung?
Apa saja faktor resiko penyakit gagal jantung?
Apakah penyebab penyakit gagal jantung?
Apa saja klasifikasi penyakit gagal jantung?
Bagaimana patofisiologi penyakit gagal jantung?
Apa saja diagnosa penyakit gagal jantung?
Apa saja bentuk terapi yang harus diberikan pada penderita penyakit gagal jantung?
Tujuan Penulisan Makalah
Mengetahui definisi penyakit gagal jantung
Mengetahui faktor resiko penyakit gagal jantung
Mengetahui etiologi/penyebab terjadinya penyakit gagal jantung
Mengetahui klasifikasi penyakit gagal jantung
Memahami patofisiologi penyakit gagal jantung
Mengetahui diagnosa penyakit gagal jantung
Mengetahui terapi yang diberikan pada penderita gagal jantung
Manfaat Penulisan Makalah
Sebagai bahan ajar mata kuliah patologi
Sebagai acuan untuk penulisan makalah selanjutnya
Sebagai bahan referensi penelitian/pembuatan karya ilmiah
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi struktural jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal atau
adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc Murray et al., 2012). Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015). Gagal jantung ditandai dengan manifestasi klinik berupa kongesti sirkulasi, sesak, fatigue dan kelemahan. Gagal jantung masih merupakan masalah utama dalam negara industri (Kasper et al., 2004). Baru-baru ini didapatkan bahwa Congestive Heart Failure terkait dengan penurunan kardiak output dan vasokonstriksi perifer yang berlebihan (Haji dan Mohaved, 2000).
Faktor Resiko
a. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada LV, infark miokard, obesitas, diabetes.
b. Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal kronik, albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.
c. Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas.
d. Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.
e. Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin, siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab, tyrosine kinase inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.
f. Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga. (Ford et al., 2015)
Etiologi
Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan jantung untuk memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya diakibatkan karena kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya fungsi yang penting setelah kerusakan jantung, keadaan hemodinamis kronis yang menetap yang disebabkan karena tekanan atau volume overload yang menyebabkan hipertrofi dan dilatasi dari ruang jantung, dan kegagalan jantung dapat juga terjadi karena beberapa faktor eksternal yang menyebabkan keterbatasan dalam pengisian ventrikel.
Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa :
a. Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat septum ventrikel.
b. Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi sistemik.
c. Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard, ataupun kardiomiopati.
Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa penyakit lainnya, mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya dan seharusnya dilakukan dengan penuh pertimbangan.
Klasifikasi
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013), klasifikasi dari gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut :
a. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda dan gejala
(symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada jantungnya (cardiotoxins).
b. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular asimptomatik.
c. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan. Gejala yang timbul 12 dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.
d. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat keadaan istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat The New York Heart Association (Yancy et al., 2013) mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas, meliputi :
a. Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
b. Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild CHF).
c. Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
d. Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat (severe CHF).
Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun NYHA memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut AHA berfokus pada faktor resiko dan abnormalitas struktural jantung, sedangkan klasifikasi menurut NYHA berfokus pada pembatasan aktivitas dan gejala yang ditimbulkan yang pada akhirnya kedua macam klasifikasi ini menentukan seberapa berat gagal jantung yang dialami oleh pasien.
Patofisiologi
Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)
1) Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal (Berkowitz, 2013). Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju ventrikular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke dalam interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth, 2007).
2) Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua sisi
jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagal
jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di ekstermitas bawah (Acton, 2013).
b. Mekanisme neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann,
2012). Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf simpatik.
c. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS. Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati dirubah menjadi angiotensin I dan angiotensinogen II. Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel dan menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain itu, angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormon
aldosteron. Hormon inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal, akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya edema cairan pada gagal jantung kongestif (Mann, 2012).
d. Cardiac remodeling
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial (Kehat dan Molkentin, 2010).
Diagnosa
Pemeriksaan laboratorium pada pasien gagal jantung harus mencakup evaluasi awal pada jumlah darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum (termasuk pemeriksaan kalsium, magnesium), blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum, glukosa, profil lipid puasa, tes fungsi ginjal dan hati, x-ray dada, elektrokardiogram (EKG) dan thyroid-stimulating hormone (Yancy et al., 2013). Pasien yang dicurigai mengalami gagal jantung, dapat pula dilakukan pemeriksaan kadar serum natrium peptida (NICE, 2010).
Pendekatan pada pasien dengan kecurigaan kegagalan jantung meliputi riwayat dan pemeriksaan fisik, foto toraks, dan serangkaian tes yang harus dijalani. Riwayat penyakit sendiri kurang dapat dipakai dalam menegakkan diagnosa kegagalan jantung, tapi sering kali dapat memberi petunjuk penyebab dari kegagalan jantung, faktor yang memperberat, dan keparahan dari penyakit. Gejala gagal jantung dapat dihubungkan dengan penurunan cardiac output (mudah lelah, dan kelemahan) atau retensi cairan (dyspnea, orthopnea, dan "cardiac wheezing"). Pada kasus dengan kegagalan pada jantung kanan dapat menyebabkan terjadinya kongetif hepar. Retensi cairan juga menyebabkan edema perifer dan asites. Kegagalan pada jantung kiri dapt menyebabkan gejala berupa munculnya dyspnea on effort. Pulmonary congestion (dengan crackles dan wheezing) dominan muncul terutama pada keadaan akut maupun subakut (Osama, 2002).
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya overload volume adalah adanya peningkatan pada Jugular Venous Pressure. Pelebaran dari ventrikel dapat dilihat pada saat palpasi precordial, dan denyutan dari apex yang terletak lateral dari midclavicular line. Pada pasien dengan dispnea, maka gambaran foto thoraks akan sangat membatu untuk menetukan perkiraan penyebab dari dispnea tersebut, apakah diakibatkan karena kegagalan jantung atau karena penyakit pada paru-paru. Gambaran radiografi pada kelainan akibat kegagalan jantung adalah cardiomegali, cephalization dari pembuluh darah, peningkatan marker interstitial, dan adanya pleural efusi. Apabila didapatkan beberapa tanda, gejala, dan gambaran radiologi seperti yang disebutkan diatas maka diagnosa untuk CHF dapat ditegakkan. Pasien dengan riwayat penyakit jantung, diabetes melitus, hipertensi, atau riwayat penyakit arteri koroner meningkatkan resiko terkena CHF (Storrow, 2007).
Terapi
TERAPI PERTAMA
Yang dapat dilakukan adalah mengoreksi atau stabilisasi berbagai keabnormalan yang terjadi yang dapat menginduksi munculnya CHF, misalkan iskemia dapat dikontrol dengan terapi medis atau pembedahan, hipertensi harus selalu terkontrol, dan kelainan pada katup jantung dapat ditangani dengan perbaikan pada katup tersebut (National Clinical Guideline Centre, 2010).
TERAPI NON FARMAKOLOGIS
Dapat dilakukan dengan restriksi garam, penurunan berat badan, diet rendah garam dan rendah kolesterol, tidak merokok, olahraga (National Clinical Guideline Centre, 2010).
3. TERAPI FARMAKOLOGIS
I. Diuretics
II. Vasodilator Drugs
Nitrate (isosorbide)
Hydralazine (terutama apabila ditambah dengan regimen digoxin dan terapi diuretic)
Ace inhibitors (captopril, enalapril) : obat ini bekerja dengan menghambat conversi angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 melalui angiotensin- converting enzyme (ACE).
ACE2 reseptor blocker (losartan) : obat ini mengeblok reseptor A2, menyebabkan vasodilatasi dan menghambat proliferasi dari sel otot. Obat ini biasanya digunakan pada pasien yang intolerance terhadap ACE inhibitor, akibat efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu batuk. (National Clinical Guideline Centre, 2010).
III. Inotropic Drugs Digitalis glycosides (digoxin)
IV. Beta blockers
Obat ini memiliki fungsi untuk memperbaiki fungsi ventrikel kiri, gejala, dan functional class, serta memperpanjang survival dari pasien CHF.beta blocker juga memiliki peranan dalam memodifikasi cytokine (interleukin-10, tumor necrosis alpha (TNF-alpha) dan soluble TNF reseptor (sTNF-R-1 dan R2) pada pasien dengan kardiomiopati (Shigeyama et al., 2005).
Indikasi pemakaian beta blocker:
a. Pasien yang tergolong dalam klas II dan III , klasifikasi NYHA.
b. Hindari terapi ini pada pasien dengan NYHA klas I atau IV.
c. Sebelum menambahkan beta blocker, pastikan bahwa pasien stabil dan dalam terapi standard gagal jantung.
d. Mulai pemakaian terapi beta- blocker dengan memakai dosis rendah (carvedilol 3.125 mg PO bid; metoprolol CR/XL, 12.5 mg PO qd; bisoprolol, 1.25 mg PO qd)
e. tingkatkan dosis dengan interval waktu 2 sampai 3 minggu (carvedilol, 25-50 mg PO bid; metoprolol CR/XL, 200 mg PO qd; bisoprolol, 10 mg PO qd) Kontraindikasi pemakaian beta blocker terapi pada CHF:
Peningkatan berat badan
Peningkatan dosis diuretic
Kebutuhan untuk diuretik intravena ataupun obat inotropik
Didapatkan keadaan yang kian memburuk dari CHF
Bronchial asma atau emphysema
Bradycardi
Hipotensi
Blok jantung derajat pertama dan ketiga
V. Aldosterone antagonis contoh spironolactone sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan gagal jantung berat dan tidak ada kecurigaan adanya renal insufficiency atau hiperkalemia.
VI. Antiarrhythmic Therapy
VII. Anticoagulant Therapy (untuk mengurangi resiko terjadinya emboli pada pasien dengan atrial fibrilasi, tapi tidak diindikasikan pada pasien yang aktif dan tidak punya riwayat emboli).
4. TERAPI INFASIF
a) Coronary Reperfusion, terutama pada akut gagal jantung berulang dihubungkan dengan edema pulmonary.
b) Valvular Heart Disease.
c) Reduction ventriculoplasty meliputi eksisi pada bagian dari otot ventrikel kiri yang diskinetik. Hal ini biasanya dilakukan pada gagal jantung klas akhir.
d) Transmyocardial laser revascularization
e) Prosedur operasi perbaikan fungsi jantung
intra-aortic balloon pump
permanent implantable balloon pump
total artificial heart
f) Transplantasi Jantung (terapi paling efektif pada keadaan gagal jantung berat).
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan pada struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Saran
Melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan hal-hal yang perlu diperhatikan bagi pembaca :
Menerapkan pola hidup sehat (tidak merokok, minum-minuman keras, narkoba, dll.)
Menjaga kesehatan jantung dengan rajin berolahraga dan mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang
DAFTAR PUSTAKA
El-Hayah Vol. 4, No.2 Maret 2014
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6350/BAB%20II.PDF?sequence=6&isAllowed=y