MAKALAH SWAMEDIKASI PASIEN SAKIT GIGI
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pelayanan Kefarmasian Pada Program Profesi Apoteker Farmasi Universitas Padjadjaran
Oleh: Kelompok 12 Pritasari Dwi A. Aisha Kamelia Nur Laura Natalia Pramelita Indriasari Palupi Aldizal Mahendra
260112140078 260112140082 260112140093 260112140112 260112140121
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014 KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya anugerah dan bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini hingga selesai. Penulisan makalah terkait dengan Swamedikasi Pasien Sakit Gigi bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pelayanan Kefarmasian. Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan makalah ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini terutama kepada Ibu Dr. Sri Adi Sumiwi, MS., Apt. selaku dosen yang membimbing penulis dalam mata kuliah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu Farmasi pada khususnya. Jatinangor, Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
2
Halaman KATA PENGANTAR....................................................................................... 2 DAFTAR ISI..................................................................................................... 3 BAB I
PENDAHULUAN............................................................................. 4
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 4 1.2 Tujuan Makalah ................................................................................ 5 BAB II
PEMBAHASAN............................................................................... 6
2.1 Pelayanan Obat Non Resep (Swamedikasi)...................................... 6 2.2 Sakit Gigi........................................................................................... 7 A. Epidemiologi Sakit Gigi.............................................................. 7 B. Patofisiologi Sakit Gigi............................................................... 8 C. Terapi Farmakologi Sakit Gigi.................................................... 11 D. Terapi Non-farmakologi dan Pencegahan Sakit Gigi.................. 16 BAB III PENUTUP......................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 19
BAB I PENDAHULUAN
3
1.1. Latar Belakang Orientasi pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser dari drug oriented menjadi patioent oriented dimana peran farmasis diharapkan tidak hanya menjual obat tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman pemakaiannya, dan harga yang wajar serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dievaluasi dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Perubahan orientasi tersebut berdasarkan pada konsep pharmaceutical care. Dalam pharmaceutical care dinyatakan bahwa salah satu tanggung jawab farmasis adalah sebagai sumber informasi obat bagi pasien yang dapat diimplementasikan ke bentuk pengobatan sendiri atau swamedikasi. Swamedikasi merupakan pemilihan dan penggunaan obat, baik obat modern maupun obat tradisional oleh seseorang untuk melindungi diri dari penyakit dan gejalanya. Adanya swamedikasi memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan secara rasional. Namun jika tidak dilakukan dengan benar justru menimbulkan bencana berupa tidak sembuhnya penyakit bahkan timbulnya penyakit baru akibat obat dan konsekuensinya. Untuk dapat melakukan swamedikasi secara aman, efektif, dan terjangkau maka diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan. Adapun informasi yang harus diberikan oleh farmasis kepada pasien yang melakukan swamedikasi di antaranya mengenai nama obat dan kekuatannya, indikasi serta aturan pakai, mekanisme kerja obat sesuai dengan gejala yang diderita pasien, efek obat pada gaya hidup, penyimpanan obat, efek samping potensial, dan interaksi obat dengan makanan. Pelayanan swamedikasi biasa dilakukan dalam mengatasi salah satu masalah kesehatan yaitu sakit gigi. Sakit gigi sering dialami tidak hanya oleh anak-anak tetapi juga pada orang dewasa yang sering dikaitkan dengan kesehatan gigi dan mulut seseorang. Rasa sakit yang bervariasi mulai dari tajam, berdenyut, hingga konstan, tentu saja akan mengganngu aktivitas keseharian. Upaya kesehatan gigi perlu ditinjau dari aspek lingkungan, pengetahuan, pendidikan, kesadaran masyarakat dan penanganan kesehatan gigi termasuk 4
pencegahan dan perawatan. Namun sebagian besar orang masih mengabaikan kondisi kesehatan gigi secara keseluruhan. Perawatan gigi dianggap tidak terlalu penting, padahal manfaatnya sangat vital dalam menunjang kesehatan dan penampilan (Pratiwi, 2007). Di Indonesia, laporan penelitian mengenai prevalensi kerusakan gigi masih langka, walaupun observasi lapangan menunjukkan cukup banyak dijumpai kasus karies rampan (Armasastra dan Antoraharjo, 1986). Padahal penelitian demikian sesungguhnya diperlukan sebagai indikator untuk menilai keadaan kesehatan gigi dan keberhasilan upaya kesehatan gigi. Karena saat ini sakit gigi dapat diobati dengan berbagai macam obat sakit gigi yang tersedia di apotek, maka diperlukan peran apoteker dalam membantu masyarkat dalam pengobatan sendiri di rumah. Oleh karena itu, makalah ini membahas swamedikasi sakit gigi. 1.2. Tujuan Makalah 1. Mengetahui gambaran umum tentang penyakit gigi dan mulut serta terapinya. 2. Mampu memahami keluhan pasien, membantu memilihkan obat, memberikan
informasi/advice yang
diperlukan
pasien dalam
swamedikasi sakit gigi.
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pelayanan Obat Non Resep (Swamedikasi) Swamedikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat dikonsumsi tanpa
5
pengawasan dari dokter. Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri dan untuk mengatasi masalah kesehatan perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional. Sarana penunjang berupa obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri dan peningkatan peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi. Apoteker dalam melayani OWA diwajibkan memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang tercantum dalam daftar OWA 1 dan OWA 2 serta wajib pula membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan. Apoteker hendaknya memberikan informasi penting tentang dosis, cara pakai, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Keuntungan adanya swamedikasi adalah tersedianya obat yang dapat digunakan di rumah dan akan menghemat waktu yang diperlukan untuk pergi ke dokter yang jauh dari tempat tinggal. Sedangkan kerugiannya bila keluhan yang dialami dinilai salah dan bila penggunaan obat kurang tepat, terlalu lama, atau dalam dosis yang terlalu besar. Berdasarkan Permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter antara lain: 1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun; 2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko; 3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus; 4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia; 5. Obat dimaksud
memiliki
rasio
khasiat
keamanan
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. 2.2. Sakit gigi
6
yang
dapat
A.
Epidemiologi Sakit Gigi Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995,
penyakit gigi dan mulut yang ditemukan di masyarakat masih berkisar penyakit yang menyerang jaringan keras gigi (karies) dan penyakit periodontal, yang menyatakan bahwa 63% penduduk Indonesia menderita kerusakan gigi aktif (kerusakan pada gigi yang belum ditangani). Pengalaman karies perorangan ratarata (DMF-T = Decayed Missing Filled-Teeth) berkisar antara 6,44 dan 7,8 yang berarti telah melebihi indeks DMF-T yang telah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization), yaitu 3. Selanjutnya, Hasil Surkesnas 1998 menyatakan bahwa 62,40% penduduk merasa terganggu aktivitasnya selama 4 hari akibat dari karies gigi. Di Indonesia, penyakit gigi dan mulut yang bersumber dari karies gigi menjadi urutan tertinggi yaitu sebesar 45,68% dan termasuk dalam 10 besar penyakit yang diderita oleh masyarakat (Sugito, 2000). Selanjutnya dari hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2004 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menyebutkan prevalensi karies gigi di Indonesia adalah 90,05% (Zatnika, 2010), dan dari penelitian yang dilakukan oleh Astoeti (2010) bahwa di Jakarta, 90% anak mengalami masalah gigi berlubang dan 80% menderita penyakit gusi. Angka ini diduga akan lebih parah lagi di daerah-daerah, serta anak-anak dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Penelitian di RSU Dr. Pingadi Medan tahun 2007 berdasarkan sosiodemografi yang terbanyak menderita karies pada karakteristik umur >14 tahun (87,6%), jenis kelamin perempuan (60,7%), suku Jawa (53,8%), agama Islam (62,1%), pekerjaan pada pelajar/mahasiswa (42,1%). Berdasarkan data program kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Bara-Baraya menunjukkan prevalensi karies gigi tahun 2009 sebanyak 14,7% sedangkan tahun 2010 meningkat menjadi 18,8%. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Joshi (2005) di India dari total populasi anak usia 6-12 tahun sebanyak 150 orang, diperoleh kejadian karies lebih tinggi pada laki-laki yaitu 80% sedangkan perempuan 73%. Hal ini terjadi karena perempuan lebih memiliki keinginan untuk menjaga kebersihannya.
7
Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak mempunyai resiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi (Jamil, 2011). B.
Patofisiologi Sakit Gigi
Nyeri merupakan reaksi fisiologis yang timbul oleh rangsangan yang mencapai nilai ambang rasa nyeri pada reseptor nyeri . Mekanisme nyeri gigi berawal dari ransangan berbahaya yang diubah impuls nyeri sampai persepsi nyeri gigi. Rangsangan di terima oleh email, di sampaikan ke reseptor di dentin. Kemudian ransang di ubah menjadi impuls yang kemudian di sampaikan ke pulpa. Dan akhirnya sampai di pusat nyeri, tempat nyeri di persepsi (Sherwood, 2001). Sakit gigi bisa terjadi disebabkan oleh gigi yang berlubang, gigi longgar, gigi goyang, makanan atau minuman yang terlalu manis, terlalu asam atau terlalu dingin. Gigi berlubang disebabkan bakteri tertentu yang memproduksi asam laktat dari hasil fermentasi karbohidrat seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Gigi terutama
terdiri dari mineral yang secara konstan mengalami
proses
demineralisasi dan remineralisasi. Demineralisasi terjadi karena pemakaian gigi, terutama karena makan makanan yang mengandung asam. Remineralisasi gigi 8
terjadi dengan bantuan air liur, pasta gigi ber-flouride, dan obat kumur. Ketika pH pada permukaan gigi turun di bawah 5,5 karena asam laktat yang diproduksi bakteri, demineralisasi lebih cepat dari remineralisasi sehingga gigi “tekor” mineral. Hal ini dapat mengarah ke gigi berlubang. Gigi berlubang harus segera ditangani oleh dokter gigi agar tidak berkembang menjadi parah sehingga harus dicabut, atau bahkan menyebabkan infeksi berbahaya. Dokter gigi akan membor lubang untuk membersihkan kerusakan dan kemudian menambal gigi dengan implan. Gigi longgar dapat terasa sangat menyakitkan saat mengunyah makanan. Penyebab gigi longgar biasanya adalah penyakit pada gusi (gingivitis, periodontitis), meskipun bisa juga disebabkan oleh kecelakaan atau benturan. Untuk mengatasi gigi longgar, harus dilakukan pembersihan gigi (scaling) dan pengobatan. Gigi yang sedikit goyang masih dapat diperkuat dengan menambatkan ke gigi di dekatnya. Gigi yang goyang ke segala arah harus dicabut. Gusi yang mengalami erosi akan mengekspos akarnya sehingga menjadi sensitif terhadap makanan/minuman panas, dingin dan asam. Erosi gusi bisa disebabkan karena menyikat gigi terlalu keras atau karena penyakit gusi. Erosi gusi berlangsung bertahap dalam waktu lama. Bila penyebab erosi adalah terlalu keras menyikat gigi, maka dapat diatasi dengan mengganti sikat yang lebih halus dan mengurangi tekanan. Erosi gusi hanya bisa dibetulkan dengan cangkok gusi, sebuah prosedur operasi plastik yang hanya bisa dilakukan oleh dokter gigi spesialis. Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin (tulang gigi). Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme dalam karbohidrat yang diragikan. Indikator karies gigi dapat berupa prevalensi atau frekuensi karies dan skor dari indeks karies. Prevelensi karies adalah angka yang mencerminkan penderita karies gigi dalam periode tertentu disuatu subjek Penelitian. Status karies gigi dapat ditentukan dengan mengunakan indeks dari WHO yaitu DMF-T (Decayed Missing FilledTeeth) dengan kriteria 0,0-1,1 (sangat rendah), 1,2-2,6 (rendah),2,7-4,4 (sedang)
9
4,5-6,6 (sangat tinggi). (Fransario, 2007). Indeks karies gigi yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi karies seseorang atau sekelompok orang. Indeks karies gigi tetap disebut DMF-T (D, decayed = gigi karies yang tidak ditambal; M, missing = gigi karies yang sudah atau seharusya dicabut; F, filled = gigi karies yang sudah ditambal), pertama kali dikenalkan oleh Klein 1938. Semua permukaan gigi yang terbuka beresiko terserang karies dari gigi erupsi hingga gigi tersebut tanggal. Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak (lapisan yang menutupi permukaan gigi), dimana 70% dari volume plak terdiri dari bakteri. Bakteri tersebut berasal dari Streptococcus mutans dan Lactobacillus akan mengubah dan menfermentasikan gula dari sisa makanan yang tertinggal pada gigi dalam jangka waktu tertentu sehingga berubah menjadi asam yang akan menurunkan pH mulut menjadi rendah (sekitar pH 5,5) dan menyebabkan terganggunya keseimbangan kondisi di sekitar mulut, diikuti dengan terjadinya demineralisasi yang akan yang akan berlanjut pada jaringanjaringan gigi didalamnya sehingga terbentuklah lubang (kavitas) yang sering disebut karies gigi. Pada kondisi ini proses supersaturasi fisikokimia akan terjadi berulang kali dalam mulut dan akan kecenderungan email untuk mendapatkan Ca dan P dari dalam rongga mulut dalam upaya untuk mengganti elemen yang hilang pada proses demineralisasi. Bila proses tersebut tercapai maka menghasilkan keadaan yang disebut remineralisasi email. Karies sebagai akibat ketidakseimbangan demineralisasi dan remineralisasi yang terjadi pada gigi. Jika gigi dapat dipertahankan kebersihannya dari plak dan konsumsi gula dikurangi, maka proses remineralisasi pada daerah tersebut dapat terjadi dengan adanya deposit kristal dari mineral-mineral yang terdapat pada saliva. Dengan kata lain ada aliran mineral keluar dari gigi. Namun jika lebih banyak kristal mineral yang larut pada suatu bagian permukaan gigi dapat rusak. Apabila hal ini terjadi proses remineralisasi tidak mungkin terjadi dan lubang pada gigi mulai terlihat. Karies diawali dengan lesi karies berwarna putih akibat dekalsifikasi dan akan berkembang menjadi lubang berwarna coklat atau hitam yang mengikis gigi. Warna putih terbentuk karena hilangnya mineral interprismata dan larutannya
10
mineral pada perifer prismata sehingga garis-garis pertumbuhan yang bermuara pada permukaan email hilang sehingga mudah terjadi keausan. Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu berlangsungnya bercak putih menjadi kavitas tergantung pada mulut dan kondisi individu. Biasanya kavitas di dalam email tidak menyebabkan nyeri, email tidak sensitif dalam rangsangan nyeri. Nyeri baru timbul apabila sudah mencapai dentin, dimana dentin memiliki serabut syaraf dan saluran-saluran yang sangat halus, yang rentan terhadap asam yang dihasilkan oleh fermentasi karbohidrat. Pada tahap akhir adalah saat kerusakan gigi sudah mencapai lapisan email dan dentin kemudian mencapai bagian syaraf ditenggah gigi yaitu pulpa. Sewaktu bakteri dan plak mencapai pulpa, bakteri tersebut menyebarkan infeksi kumannya dan gigi mulai terasa sakit. Rasa sakit itu disebabkan oleh adanya peradangan pada pulpa yang menyebabkan peningkatan tekanan di dalam ruang pulpa. Tekanan tersebut menyebabkan pembuluh darah di dalam pulpa rusak sehingga rasa sakit bertambah. Karies yang timbul sampai pulpa menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. C.
Terapi Farmakologi Sakit Gigi Pada sakit gigi, biasanya terjadi inflamasi atau radang di gigi atau gusi.
Inflamasi ini menyebabkan bengkak dan akan terasa sakit, berwarna kemerahan, serta kadang disertai panas. Untuk memilih obat sakit gigi yang akan digunakan, hendaknya memperhatikan apakah sakit gigi tersebut disertai gusi bengkak atau tidak. Untuk sakit gigi yang disertai gusi bengkak, dapat ditangani menggunakan obat antiinflamasi (non steroidal antiinflammatory drug / NSAID). Obat-obat NSAID ini meredakan sakit gigi dengan cara menghambat enzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2). Obat sakit gigi jenis NSAID yang bekerja tidak selektif, yakni menghambat siklooksigenase 1 (COX1) dan siklooksigenase 2 (COX-2), contohnya antara lain aspirin (asam asetilsalisilat / asetosal), ketoprofen, diklofenak, serta asam mefenamat. Obat-obat 11
tersebut dapat meredakan sakit gigi yang disertai gusi bengkak. Efek samping yang biasa terjadi antara lain erosi lambung, sakit perut, kulit kemerahan, gangguan pernapasan (asma) serta kelainan pembekuan darah. Bagi penderita maag/ulkus peptikum/luka lambung sebaiknya tidak menggunakan obat sakit gigi jenis ini karena akan memperparah penyakit. Obat NSAID diketahui dapat menyebabkan gangguan lambung karena obat tersebut bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin adalah suatu senyawa dalam tubuh yang merupakan mediator nyeri dan radang/inflamasi. Zat tersebut terbentuk dari asam arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim siklooksigenase (COX). Terdapat dua jenis enzim siklooksigenase yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 selalu tersedia di dalam tubuh secara normal, yang berfungsi untuk membentuk prostaglandin yang dibutuhkan untuk proses-proses normal tubuh seperti memberikan efek perlindungan terhadap mukosa lambung. Sedangkan COX-2 merupakan enzim yang terbentuk hanya pada saat terjadi peradangan/cedera, yang menghasilkan prostaglandin yang menjadi mediator nyeri/radang. Siklooksigenase yang perlu dihambat hanyalah COX-2 yang berperan dalam peradangan. Namun, obat-obat NSAID bekerja secara tidak selektif sehingga dapat menghambat COX-1 dan COX-2 sekaligus. Sedangkan prostaglandin produk COX-1 berfungsi untuk melindungi mukosa lambung. Akibatnya lambung menjadi terganggu. Dengan penghambatan pada enzim COX, maka prostaglandin tidak terbentuk, dan nyeri atau radang pun reda. Untuk mengatasi efek obat NSAID terhadap lambung, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni: 1. Obat sebaiknya digunakan setelah makan untuk mengurangi efeknya terhadap lambung, 2. Obat golongan NSAID umumnya berbentuk salut untuk mengurangi efek pada lambung, sehingga obat tidak digerus atau dikunyah saat dikonsumsi. 3. Jika sudah ada riwayat maag atau gangguan lambung sebelumnya, penggunaannya bisa diiringi dengan obat-obat yang menjaga lambung seperti antasid; golongan H2 bloker (simetidin atau ranitidin); golongan penghambat pompa proton/PPI (omeprazol atau lansoprazol), atau dengan sukralfat, misoprostol. 12
Apabila terdapat infeksi dapat ditambahkan antibiotik seperti amoksisilin, kalmixilin, clindamisin. Obat yang tergolong antibiotik dalam pemakaiannya harus diminum rutin dan dihabiskan untuk menghindari kambuhnya penyakit. Bila masih tertinggal sisa akibat dari bagian obat yang tidak habis, maka sisa obat tersebut tidak boleh disimpan. Contoh obat golongan NSAID Asam Mefenamat
INDIKASI Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan. KONTRAINDIKASI Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat. DOSIS DAN CARA PEMBERIAN 1. Dewasa dan anak di atas 14 tahun:
13
Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan dengan 250 mg setiap 6 jam 2. Dismenore (nyeri saat menstruasi) 500 mg 3 kali sehari, diberikan saat mulai menstruasi ataupun sakit kemudian dilanjutkan selama 2 – 3 hari. 3. Menoragia 500 mg 3 kali sehari, diberikan saat mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan berhenti. EFEK SAMPING Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia. Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia hemolitik. INTERAKSI OBAT 1. Pemberian bersama dengan antikoagulan (mencegah pembekuan darah) seperti warfarin, aspirin, dan insulin karena akan menyebabkan efek antikoagulan meningkat sehingga resiko perdarahan meningkat. 2. Pemberian bersama dengan antasida karena akan menyebabkan meningkatnya efek samping asam mefenamat. 3. Efikasi obat ACEI dan diuretik akan berkurang dengan penggunaan bersama dengan asam mefenamat. PERINGATAN 1.
Penggunaan asam mefenamat maksimal 7 hari
2.
Pemberian asam mefenamat sebaiknya segera setelah makan
3.
Hati-hati penggunaan pada ibu hamil dan menyusui
4.
Pada pasien dengan peradangan abdomen efek samping diare dapat menjadi berat
5.
Tidak dianjurkan penggunaan pada anak di bawah 4 tahun
6.
Meminum asam mefenamat dengan segalas penuh air.
14
7.
Apabila lupa meminum obat, dihimbau untuk diminum langsung ketika ingat.
8.
Apabila waktu meminum obat yang terlupa (ingat) berdekatan dengan waktu meminum obat selanjutnya, lewati waktu yang terlupa dan minum untuk waktu yang selanjutnya, jangan ambil 2 × dosis.
9.
Menggunakan obat-obatan golongan NSAID dapat meningkatkan resiko masalah pada jantung atau sirkulasi darah, termasuk serangan jantung atau stroke. Resiko ini akan meningkat seiring dengan lama penggunaan asam mefenamat. Sebaiknya tidak menggunakan obat ini sebelum atau sesudah menjalani pembedahan bypass jantung.
10.
NSAID juga dapat meningkatkan resiko efek serius pada lambung atau usus, termasuk perdarahan atau perforasi. Kondisi ini dapat menjadi fatal dan efek pada saluran cerna ini dapat terjadi tanpa ada peringatan. Sebaiknya tidak menggunakan asam mefenamat apabila memiliki alergi terhadap aspirin, asam mefenamat, atau obat NSAID lainnya.
11.
Jika pasien mengalami kondisi-kondisi berikut, mungkin perlu dilakukan penyesuaian dosis atau tes khusus agar aman menggunakan asam mefenamat: Riwayat mengalami serangan jantung, stroke, atau penggumpalan darah Serangan jantung, gagal jantung kongestif, tekanan darah tinggi, penyakit liver (hati) atau ginjal Asma Polip di hidung Perokok
12.
Asam mefenamat untuk ibu hamil termasuk dalam kategori C. Sebelum menggunakan asam mefenamat, perlu diberitahukan apakah pasien hamil atau merencanakan hamil selama penggunaan asam mefenamat. Sebaiknya tidak menggunakan asam mefenamat bila sedang hamil dan/atau menyusui.
MEKANISME KERJA Bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin melalui penghambatan enzim siklooksigenase.
15
D. Pengobatan Non-farmakologi dan Pencegahan Sakit Gigi 1. Menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan menyikat gigi dengan benar minimal 2 kali sehari, dapat disempurnakan menggunakan mouthwash setelah menyikat gigi. Pagi hari setelah sarapan dan sebelum tidur malam merupakan waktu yang paling tepat untuk menyikat gigi. Menyikat gigi sebelum tidur malam akan membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan yg dapat mengkibatkan gigi berlubang. Selain itu, dengan menyikat gigi sebelum tidur malam, air liur tidak banyak keluar. Dengan demikian bakteri penyebab gigi berlubang di dalam mulut pun menjadi berkurang. 2. Menghindari atau membatasi makanan dan minuman yang mengandung gula dan pemanis buatan termasuk susu manis. Sebagai gantinya, dapat dikonsumsi perasa manis alami, seperti buah-buahan. 3. Menghindari minum minuman yang panas disertai dengan minum air dingin/es secara beruntun, atau sebaliknya. 4. Periksalah gigi secara teratur Memeriksakan gigi secara teratur setiap 6 bulan sekali dapat mencegah terjadinya lubang pada gigi. Hal ini diperlukan agar dokter gigi dapat mengetahui lubang kecil yang terjadi pada gigi sejak dini sehingga dapat menanganinya secara cepat. Selain itu, pemeriksaan gigi juga dapat mengetahui bagian gigi yang tidak rata/berlekuk yang dapat menyulitkan gigi dibersihkan. 5. Menyikat gigi dengan cara yg benar Meskipun menyikat gigi telah dilakukan secara teratur, tetapi jika dilakukan dengan cara yang salah, hasilnya tidak akan optimal. Cara yang benar menyikat gigi adalah: sikatlah gigi depan bagian atas ke arah bawah. Sementara itu, gigi depan bagian bawah disikat ke arah atas. Untuk gigi geraham sikatlah secara mendatar dengan waktu yang lebih lama karena pada gigi geraham terdapat sisa makanan. 6. Gunakan benang gigi utk mengeluarkan sisa-sisa makanan. Sebaiknya hindari penggunaan tusuk gigi untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan karena dapat menyebabkan celah antara gigi semakin lebar dan membuat luka pada gusi.
16
7. Berkumur setelah selesai makan untuk mengurangi sisa-sisa makanan yang menempel pada gigi dan mengurangi keadaan asam di dalam mulut. 8. Kurangi makanan yang mengandung gula dan tepung. 9. Perbanyak makanan berserat agar gigi lebih kuat dan mencegah gigi berlubang. 10. Pilihlah pasta gigi yang tepat.
BAB III PANUTUP 3.1. Simpulan 1. Sakit gigi bisa terjadi disebabkan oleh gigi yang berlubang, gigi longgar, gigi goyang, yang umumnya disebabkan oleh makanan atau minuman yang terlalu manis, terlalu asam atau terlalu dingin, serta perawatan gigi yang kurang teratur. Terapi pengobatan sakit gigi dapat dilakukan dengan terapi farmakologi maupun non-farmakologi. 2. Swamedikasi untuk pasien sakit gigi dapat dilakukan dengan pemberian jenis obat seperti: sediaan tablet/kaplet yaitu golongan NSAID Asam Mefenamat (Mefinal, Ponstan), Kalium Diclofenac (Cataflam), Paracetamol,
Celecoxib,
infeksi (Amoksisilin,
Etocoxib,
Kalmixilin,
17
Antibiotik
Clindamisin),
jika dan
terjadi lain-lain.
Kemudian
diberikan konseling (pemberian
informasi
obat)
serta
pendokumentasian. 3.2. Saran Alangkah baiknya menanamkan sejak kecil pada anak, tentang pentingnya kesehatan gigi dan mulut beserta cara perawatan dan pemeliharaannya agar nantinya bisa terhidar dari berbagai penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Dechacare.com. 2012. Asam Mefenamat. Tersedia online di: http://www.dechacare.com/Asam-Mefenamat-P564.html [diakses pada 09 Oktober 2014]. Drugs.com. Mefenamic Acid. Available online at: http://www.drugs.com/cdi/mefenamic-acid.html [diakses pada 06 Oktober 2014]. Drugs.com. Mefenamic Acid. Available online at: http://www.drugs.com/pro/mefenamic-acid.html [diakses pada 06 Oktober 2014]. Drugs.com. Mefenamic Acid and Alcohol / Food Interactions. Available online at: http://www.drugs.com/food-interactions/mefenamic-acid.html [diakses pada 06 Oktober 2014].
18
Drugs.com. Mefenamic Acid Dosage. Available online http://www.drugs.com/dosage/mefenamic-acid.html [diakses pada Oktober 2014].
at: 06
Drugs.com. Mefenamic Acid Side Effects. Available online at: http://www.drugs.com/sfx/mefenamic-acid-side-effects.html [diakses pada 06 Oktober 2014]. Hidupkusehat.com. 2012. Mengenal Asam Mefenamat. Tersedia online di: http://www.hidupkusehat.com/mengenal-asam-mefenamat.html [diakses pada 09 Oktober 2014]. Jamil, J.A. 2011. Hubungan antara Kebiasaan Mengkonsumsi Jajanan dengan Pengalaman Karies pada Gigi Susu Anak Usia 4-6 Tahun di TK Medan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Rahayu, Y.C. 2007. Infeksi Anaerob Dentofasial dan Nyeri Orofasial. Laboratorium Biologi Mulut FKG Universitas Jember. Jember. Sarang Semut Asli. 2012. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Sakit Gigi. Tersedia online di: http://sarangsemutasli.com/penyebab-pencegahan-danpengobatan-sakit-gigi/ [diakses pada 09 Oktober 2014]. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. Tan, H.T. dan K. Rahardja. 1993. Swamedikasi: Cara-cara Mengobati Gangguan Sehari-hari dengan Obat-obat Bebas Sederhana. Edisi I. Cetakan I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
19