Metode Cut Off dengan Secant Piles
Dewatering dengan Metode Cut Off dapat dilakukan dengan menggunakan Secant Piles, Piles, yaitu tiang yang saling bepotongan sehingga membentuk membentuk dinding yang rapat. Prosesnya sama dengan diaphragm dengan diaphragm wall, tetapi wall, tetapi materialnya menggunakan tiang beton bertulang dan tiang dari semen bentonite, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Di titik yang telah ditetapkan, tanah di bor sedalam desain, kemudian di cor semen bentonite.
Di sebelahnya, sesuai dengan arah (line) (line) diaphragm wall yang direncanakan, di bor lagi sedalam desain, dengan jarak as lebih kecil dari 2x diameter lubang, kemudian di cor semen bentonite. Begitu seterusnya hingga seluruh line diaphragm wall dicapai.
Tiang Bentonite
Tepat di tengah-tengah antara tiang-tiang semen bentonite yang telah selesai di cor (setelah 3 hari), dilakukan pengeboran tanah tanah dengan diameter dan kedalaman yang sama. Karena jarak tepi tiang tepi tiang lebih lebih kecil dari diameter, maka selama proses pengeboran tiang-tiang lama akan tergerus. Kemudian dilakukan pengecoran dengan semen bentonite. Begitu seterusnya diantara tiang-tiang yang telah di cor , dengan demikian terbentuklah dinding yang rapat, terdiri dari tiang-tiang yang saling berpotongan (berjejeran).
Pengeboran diantara tiang bentonite
Bila struktur secant pile ini diperlukan juga sebagai struktur penahan tanah selama proses penggalian, maka untuk tiang yang tahap kedua di cor beton bertulang (sebagai struktur penahan)
Semen bentonite yang ada di pasaran ada beberapa macam antara lain Indobent (produksi dalam negeri), dan produksi luar negeri (impor). Sedangkan campuran semen bentonite dari beberapa trial mix yang pernah dilakukan, telah didapatkan hasil test laboratorium untuk Unconfined Compressive Strength pada umur 7 hari.
No
Material Campuran
Komposisi Berat Campuran
Kg/cm2 Keterangan
1
Air Cement Bentonite
1000kg, 300kg, 70kg
0.7265
Umur 7 hari
2
Air Cement Bentonite
1000kg, 300kg, 50kg
1,6718
Umur 7 hari
Metode Konstruksi : Retaining Wall
Metode Konstruksi : Retaining Wall merupakan sebuah keharusan untuk pembangunan sebuah gedung bertingkat banyak dengan jumlah basement lebih dari dua lapis. Tanpa adanya retaining wall, pelaksanaannya niscaya akan menghadapi berbagai kesulitan. Kondisi tanah yang dalam keadaan tidak ada beban bangunan di sekitarnya sudah ada banyak gedung tinggi. Bila ada bangunan di sekitarnya areal, pemasangan retaining wall menjadi solusinya. Munculnya galian tanah basement akan mebuat perubahan struktur tanah di sekitarnya. Risiko yang paling awal adalah runtuhnya tanah di sekitar lokasi galian sehingga aka nada pergerakan gedung di sebelahnya. Bahayanya adalah, gedung akan bergeser atau bahkan bias miring ke arah ke lubang galian. Pergerakan gedung di sekitar lokasi galian biasanya terlihat dari adanya retakan tanah di sekitar gedung (terutama yang paling dekat dengan lokasi galian). Selanjutnya akan diikuti dengan miringnya gedung tersebut. Bila seperti ini, terjadilah evakuasi seluruh penghuni bangunan. Penanganan utama yang wajib dilakukan adalah pembongkaran gedung miring tersebut. Kejadian seperti itu tentulah tidak dikehendaki oleh para perencana struktur bangunan. Untuk mengantisipasi faktor tersebut dan demi kelencaran pekerjaan proyek maka di buatlah dinding penahan tanah atau retaining wall. Ada dua jenis dinding penahan tanah, yaitu retaining wall pile beruntun dan
dinding diafragma. Pada bab ini akan dibahas tentang retaining wall pile beruntun, sedangkan dinding diafragma akan dibahas pada bab tersendiri.
Retaining Wall Pile Beruntun
Retaining wall jenis ini dikatakan beruntun karena jarak antara-pile berdempetan sedemikian rupa untuk mendapatkan daya tahan terhadap tekanan tanah (gaya lateral). b isa juga di sebut dengan istilah secant pile karena memang pile ini saling bersinggungan satu sama lainnya. Dua jenis pile yang di pakai mempunyai karakteristik yang berbeda. Hal ini sebabkan fungsi kedua pile yang tidak sama. Salah satu pile di sebut pile sekunder yang terbuat dari campuran semen dan bentonite (mutu beton antara K-175 sampai K-225). Pile sekunder harus mudah dipotong oleh mesin bor. Oleh karena itu, tidak boleh ada pemasangan besi sama sekali pada pile ini. Pile sekunder mempunyai diameter lebih kecil. Bila di perlukan, bias digunakan pile dengan diameter yang sama dengan pile struktur. Jenis pile berikutnya di sebut pile primer yang merupakan rangka struktur utama dinding penahan tanah. Pile primer wajib mempunyai rangka besi dan mutu beton di atas K-225. Bila diameter dan pembesiannya dirasa kurang aman, di perlukan support kekuatan berupa pemasangan angkur tanah (groung anchorage). Retaining wall tipe pile beruntun mempunyai banyak ragam cara dalam
pelaksanaannya. Material yang digunakan untuk pembuatan pile ada dua jenis.
PILE SECUNDER berbahan semen bentonite dengan mutu beton K-175 sampai K-225. Jarak antara pile ditentukan sesuai dengan besaran diameter pile primer. Pile secunder ini justru dikerjakan lebih dahulu sampai selesai keseluruhannya sesuai kebutuhan yang direncanakan.
PILE PRIMER merupakan inti dari retaining wall dengan konstruksi beton bertulang. Mutu beton paling tidak K-300 atau bisa lebih sesuai hasil analisis struktur. Proses pengerjaan tahap awal adalah memotong dua dinding pile secunder
dengan mesin bor. Nantinya setiap sisi-sisi dari pile secunder ini akan terkikis. Pengikisan ini lebih tepatnya merupakan pembuatan (pengeboran) untuk penepatan pile primer. Setelah tahapan pengikisan selesai (pengeboran), mulailah dilakukan pemasangan pile primer dan sekaligus pengecoran. Agar lebih jelas, akan diuraikan satu per satu cara pekerjaan yang sudah dilaksanakan, yaitu sebagai berikut: 1. Pile beruntun bersilang dengan dua sumbu kerja (as). Diameter pile primer dan pile sekunder sama besarnya. Penutup permukaan pile primer dengan cor dinding beton bertulang. 2. Retaining wall pile beruntu bersilang dengan dua sumbu kerja (as). Diameter pile primer dan pile sekunder sama besar. Penutup dengan beton terpisah untuk ruang drainase. Kemudian dibuatkan dinding beton bertulang untuk menutupi permukan pile primer sekaligus menyediakan ruang untuk drainase. 3. Retaining wall pile beruntun dengan dua sumbu kerja mempunyai perbedaan diameter pile. Pile sekunder mengalami pemotongan untuk menjepit pile primer dengan penutup permukaan dinding beton berimpitan dengan pile primer. 4. Retaining wall pile beruntun dengan satu sumbu kerja mempunyai perbedaan diameter pile, dengan penutup permukaan dinding beton. 5. Retaining wall pile beruntun dengan satu sumbu kerja mempunyai diameter pile yang sama, dengan penutup permukaan dinding beton. 6. Retaining wall pile beruntun dengan satu kerja mempunyai diameter pile yang sama ataupun tidak sama di tambah angkur tanah sebagai support kekuatan dengan penutup permukaan dinding beton.
Untuk retaining wall sistem pile beruntun mulai nomor 1 hingga kurang disukai untuk dilaksanakan di Indonesia. Kebanyakan para desainer struktur lebih suka memakai retaining wall nomor 4 hingga 6. Pemakaian retaining wall pile beruntun dengan sedikit atau bahkan tidak memperhitungkan beban vertikal adalah beban samping (lateral) akibat tekanan tanah dalam gedung yang ada di sekitarnya. Diameternya disesuaikan dengan kebutuhan. Retaining wall ini dikombinasikan dengan bentonite pile. Secara otomatis pertemuan antara adonan semen pondasi tiang dengan bentonite pile akan menghasilkan struktur kedap air. Setelah selesai, akan terlihat paduan yang kukuh antara bored pile dengan bentonite pile untuk menahan gaya leteral.
Pola Pemasangan Retaining Wall
Tentunya aka nada pertanyaan, bagaimana cara pengeborannya agar presisi sehingga terhindar dari adanya penyimpangan titik bor? Hal ini mengingat pekerjaan pengeboran dilakukan pada sekeliling proyek yang membentuk semacam pagar. Pengeboran bergerak menyamping sehingga bisa saja terjadi missing titik bor. Akibatnya, jarak antara galian dapat berbeda. Dalam hal ini sebagai besar pekerja yang sudah berpengalaman telah membuat cara untuk melakukan pengeboran, mereka telah terlebih dahulu membuat patron yang berupa guide wall. Balok beton memanjang dengan pembesian yang tingginya dapat mencapai 1,2 m dan dibuat dua buah dengan jarak antara guide wall sesuai diameter tiang bor ditambah 5 cm agar mata mesin bor dapat masuk. Cara ini akan
memaksa alat bor tetap di jalurnya. Metode ini tepatnya digunakan untuk pekerjaan pembuatan dinding diaphragma. Selain menggunakan guide wall jenis balok beton, terkadang ada juga yang memakai pelat baja dengan balok beton yang dibentuk sesuai ukuran diameter pile yang akan dibuat (patron). Cara ini akan membuat pengeboran menjadi lebih akurat. Seluruh tiang bor dan bentonite pile harus masuk ke dalam lapisan tanah yang kadap air. Model ini lebih pasnya dipakai untuk pembuatan retaining wall tipe pile beruntun. Seterusnya, setelah seluruh pembuatan retaining wall selesai, secara berharap dilakukan penggalian tanah. Adakalanya retaining wall pile beruntun masih memerlukan ekstra perkuatan. Penambahan ekstra perkuatan lebih banyak memakai angkur tanah (ground anchoraged). Bila sampai level pelat basement, dilakukan pengeboran untuk pemasangan ground anchoraged. Paling atas merupakan pengeboran yang paling panjang, selanjutnya semakin ke bawah akan semakin pendek pengeborannya. Ini disebabkan semakin ke bawah akan semakin kecil tekanan tanahnya. Sekarang bagaimana proses pemasangan angkur tanah dapat dilaksanakan jika yang dibor untuk pemasangan merupakan bentonite pile sehingga tentunya ada banyak risiko. Bentonite pile tidak dapat di pasangi angkur tanah karena pile ini merupakan jenis beton ringan. Umumnya yang dibor untuk pemasangan angkur tanah adalah bore pile struktur. Hal ini mengingat untuk pile struktur tentu akan penuh dengan pembesian yang rapat dan berdiameter besar dalamnya. Bila asal dibor saja, bias-bisa mata bor rusak atau pembesian pile rusak. Hal ini tidak boleh terjadi. Aplikasi di lapangan untuk permudah pemasangan angkur tanah pada pile struktur menggunakan media sterofoam. Terlebih dahulu sudah diketahui kedalaman pile, posisi setiap lantai basement, dan sudut kemiringan angkur tanah. Titik-titik angkur tanah ditandai. Barulah waktu rangkaian besi tiang bor di masukkan ke dalam lubang. Pada bagian yang akan dipasangi angkur tanah, pembesiannya ditambah dengan perkuatan dengan perkuatan karena besi di bagian ini terputus. Sebagai penanda biasan ya diberi storefoam. Ilustrasi titik lokasi untuk pengeboran angku tanah di halaman 34 menggambarkan dinding penahan tanah atau retaining wall yang terlihat bahwa setiap tiang sudah terpasang angkur tanah hingga basement terbawah.
Gambar diatas menunjukan bahwa seluruh tepi dinding retaining wall dalam keadaan belum terlihat baik (permukaan retaining wall tidak rata). Rencana selanjutnya adalah membuat dinding basement dengan ketebalan tertentu, sehingga otomatis luas areal basement akan berkurang dengan adanya dinding basement.
Metode Guide Wall Precast Untuk Secant Pile
Dalam konstruksi jalan raya, dinding penahan tanah merupakan salah satu elemen penting dalam pekerjaan konstruksi yang paling dasar, yang dapat mempengaruhi pekerjaan konstruksi secara keseluruhan. Elemen ini berfungsi untuk menahan tekanan tanah lateral yang ditimbulkan tanah urug ataupun tanah asli yang labil. Pada dasarnya, Dinding Penahan Tanah (DPT) merupakan elemen konstruksi yang sudah digunakan sejak bertahun- tahun yang lalu. Salah satu buktinya adalah Tembok Raksasa Cina yang dibangun pada zaman dinasti Qin (221 SM). Tembok sepanjang 6.700 km yang membentang dari timur ke barat Cina ini dibangun di daerah pegunungan. Tembok besar Cina dibangun setinggi 8m, lebar bagian atasnya 5m dan lebar bagian bawahnya 8m. Selain Tembok besar Cina, elemen DPT juga bisa ditemukan pada Taman Gantung Babilonia. Taman yang dibangun pada masa pemerintahan raja Nebukadnezar (612 SM) ini dibangun di atas bukit dan memiliki tinggi 107 m. Struktur DPT kuno berikutnya adalah Tembok Barat di Yerusalem atau yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Tembok Ratapan. Tembok yang terbuat dari batu bata dan batuan gunung ini berfungsi sebagai tembok penyangga kota Yerusalem. Tembok barat dibangun pada zaman Raja Herodes (37 M) dan menjadi salah satu bukti peninggalan sejarah yang telah menggunakan DPT dalam konstruksinya.
Kini, DPT banyak digunakan pada proyek- proyek pembangunan jalan raya, irigasi, pelabuhan, bangunan ruang bawah tanah (basement) dan pangkal jembatan. Umumnya DPT digunakan sebagai struktur penahan tanah pada suatu galian tanah dalam atau lereng. DPT berfungsi untuk menahan tekanan lateral (horizontal) tanah ketika terdapat perubahan dalam elevasi tanah yang melampaui sudut at-rest dalam tanah. Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan akibat dorongan tanah di belakang struktur penahan tanah. Besaran dan distribusi tekanan tanah pada DPT sangat tergantung pada gerakan tanah lateral terhadap DPT. Tekanan horizontal dibedakan atas tekanan pasif, tekanan aktif dan tekanan at-rest. Tekanan pasif terjadi
ketika struktur dinding penahan tanah telah didukung dengan material lain sehingga bergerak mendekat ke tanah yang mengakibatkan tekanan horizontal dalam tanah meningkat. Sebaliknya, tekanan tanah aktif terjadi ketika dinding penahan bergerak menjauh dari tanah sehingga tekanan horizontal dalam tanah menurun. Sementara, tekanan at-rest terjadi apabila struktur DPT stabil dan tidak runtuh. Pembangunan DPT memerlukan sebuah perencanaan, perhitungan dan perancangan secara
tepat
dan
akurat
serta
analisis
terhadap
sejumlah
faktor
yang
mempengaruhinya antara lain kondisi tanah asli, muka air tanah dan perbedaan jenis tanah. Pembangunan DPT yang tidak direncanakan dengan baik dapat berakibat pada kegagalan konstruksi berupa bergeraknya dinding penahan, bahkan kelongsoran, akibat tekanan tanah yang mendorong DPT. Kegagalan struktur DPT juga bisa disebabkan tekanan hidrostatik akibat air tanah di belakang DPT tidak terdisipasi oleh sistem drainase. Oleh karena itu, keberadaan sistem drainase yang baik pada DPT sangatlah penting untuk mengurangi tekanan hidrostatik dan meningkatkan kestabilan tanah. Disamping itu, pemilihan jenis struktur DPT yang akan digunakan dalam suatu proyek harus mempertimbangkan berbagai faktor yang sedikit banyak mempengaruhinya, seperti kondisi lapangan, workability dari konstruksi DPT tersebut dan efisiensi biaya. Secant Pile Secara umum, DPT dapat dibedakan atas sistem stabilisasi eksternal dan sistem stabilisasi Internal. Stabilisasi eksternal terdiri dari Gravity Wall dan In-situ (Embedded walls) sedangkan stabilisasi internal terdiri dari Reinforced Soil Walls dan In-situ Reinforcement. Secant Pile merupakan DPT dari jenis In-situ yang biasanya digunakan pada area yang sempit karena metode ini tidak membutuhkan area yang luas untuk membuat konstruksi dan menahan rembesan air. Secant pile juga bisa diterapkan pada tanah dengan kondisi sulit atau level muka air yang tinggi. Struktur secant pile tersusun atas barisan pile beton tak bertulang yang disebut dengan primary pile dan pile beton bertulang yang disebut secondary pile. Primary pile dicor terlebih dahulu. Begitu pula dengan secondary pile yang dicor secara overlap terhadap primary pile. Keduanya disusun saling menyambung hingga membuat dinding.
Primary pile berfungsi sebagai penutup galian dan pengendap, sedangkan secondary pile berfungsi sebagai elemen struktural yang memberikan kapasitas lentur sistem secant pile. Kedalaman secondary pile tergantung dari tinggi dinding galian dan jenis tanah. Inovasi Secant Pile Metode Secant Pile dipilih PT. Wijaya Karya sebagai dinding penahan tanah dalam proyek New Road to Gunung Putri Indocement. Proyek ini meliputi pembangunan jalan yang menghubungkan pintu tol gunung putri dengan Indocement plant site. Pembangunan jalan ini bertujuan untuk menyediakan akses singkat (short cut) antara tol dan pabrik. Jalan pintas ini juga berfungsi untuk mengurangi kemacetan yang kerap terjadi di Jalan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Sebuah
inovasi
diterapkan
PT.
Wijaya
Karya
-Selaku
Kontraktor-
dalam
pembangunan jalan akses Gunung Putri. inovasi ber upa modifikasi metode konstruksi Guide Wall Precast pada pembuatan secant pile sepanjang 154 m. Penggunaan metode ini dilatarbelakangi kebutuhan akan sebuah metode kerja yang mudah dilaksanakan. Selain itu, penerapan metode ini dapat mengutamakan kualitas serta efisiensi biaya dan waktu. Metode precast dikerjakan pada guide wall dan guide wall in-situ. Guide wall dibuat dari material berupa concrete class C, Besi D13 dan D16, plat 20x20 dan bekisting tenolit. Terdapat perbedaan pada pembangunan guide wall dan guide wall in-situ. Pengerjaan guide wall hanya memerlukan waktu 12 hari, sedangkan guide wall in-situ bisa mencapai 1,5 bulan (45 hari). Dari segi biaya guide wall menghabiskan Rp 114.308.440,- untuk 8 set precast.
Sementara untuk cast in situ menyerap biaya hingga Rp 431.100.785. Guide wall insitu juga menghasilkan materi limbah banyak dan tingkat pengerjaan sulit, terutama dalam proses pembobokan. Untuk pengerjaan proyek ini, PT. Wijaya Karya menandatangani kontrak dengan PT. Indocement Tunggal Prakasa selaku pemilik proyek senilai Rp 10,1 Milyar. Dengan masa kontrak pelaksanaan selama 180 hari kalender. Namun berkat inovasi metode konstruksi PT. Wijaya karya mampu menyelesaikan proyek hanya dalam waktu 90 hari kalender.
Karya inovasi ini merupakan pemenang kategori "Metode Konstruksi" pada ajang Penghargaan Karya Konstruksi Indonesia 2013 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum
RETAINING WALL PADA PEMBUATAN BASEMENT Retaining wall merupakan sebuah keharusan untuk pembangunan sebuah gedung bertingkat tinggi dengan jumlah basement lebih dari dua lapis. Munculnya galian tanah basement akan membuat perubahan struktur tanah di sekitarnya. Resiko yang paling awal adalah runtuhnya tanah di sekitar lokasi galian, sehingga akan ada pergerakan gedung di sekitarnya. Bahayanya adalah, gedung akan bergeser. Pergerakan gedung di sekitar lokasi galiian biasanya terlihat dari adanya retakan tanah di sekitar gedung. Selanjutnya akan diikuti dengan miringnya gedung tersebut.
Kejadian seperti ini tentulah tidak dikehendaki. Untuk mengantisipasi faktor tersebut dan demi kelancaran pekerjaan pembangunan, maka dibuatlah dinding penahan tanah atau retaining wall. Ada dua jenis dinding penahan tanah, yaitu retaining wall beruntun dan dinding diafragma. Retaining Wall Beruntun
Retaining wall ini memakai pile yang disusun berdempetan sedemikian rupa untuk mendapatkan daya tahan tehadap tekanan tanah lateral. Biasa juga disebut dengan istilah secant pile karena memang pile ini saling bersinggungan satu sama lainnya. Ada dua jenis pile yang mempunyai karakteristik yang berbeda. 1) Pile primer yang merupakan rangka struktur utama dinding penahan tanah terbuat dari beton bertulang dengan mutu K-225. Bila dimensi pile dirasa kurang aman, diperlukan support kekuatan berupa pemasangan angkur tanah (ground anchorage). 2) Pile sekunder terbuat dari campuran semen dan bentonite, tanpa tulangan. Mutu beton antara K-175 sampai K-225. Pile sekunder harus mudah dipotong dengan mesin bor. Dinding Diafragma
Dinding diafragma adalah sistem pengembangan lebih lanjut dari sistem secant pile. Dinding diafragma atau dinding sekat adalah sebuah membran buatan dengan ketebalan sesuai tebal alat penggali grabber dan kedalaman tertentu. Penggunaan sistem dinding diafragma sangat ekonomis, karena ada banyak faktor menguntungkan bila dibandingkan dengan sistem retaing wall secant pile.