METODE EKSPLORASI
Metoda dalam eksplorasi dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yaitu : I. Metoda langsung, langsung, terdiri dari : A. Metoda langsung di permukaan B. Metoda langsung di bawah permukaan II. Metoda tidak langsung, terdiri dari : A. Metoda tidak langsung cara geokimia yang mencakup antara lain mengenai bed rock, soil, air, vegetasi dan stream deposit. B. Metoda tidak langsung cara geofisika yang mencakup beberapa cara yaitu cara magnetik (sudah jarang digunakan), gravitasi (sudah jarang digunakan), cara seismik yang terdiri dari cara reflaksi dan refleksi, cara listrik (resistifity), dua cara yang terakhir yaitu cara radiokatif yang masih jarang digunakan, hal ini disebabkan karena cara ini relatif lebih mahal dan lebih rumit dari cara-cara sebelumnya.
I. Metoda Langsung Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat
dilakukan
dengan
kontak
visual
dan
fisik
dengan
kondisi
permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari, serta dapat dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis, pengukuran, dan sampling terhadap objek yang dianalisis. Begitu juga dengan interpretasi yang dilakukan, dapat berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari hasil pengamatan lapangan. Metode eksplorasi langsung ini dapat dilakukan pada sepanjang kegiatan eksplorasi (tahap awal sampai dengan detail). Beberapa metode yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi Langsung ini adalah : A. Pemetaan Geologi B. Tracing Float, Paritan, dan Sumur uji C. Sampling D. Pemboran Eksplorasi
A. Pemetaan Geologi Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasiinformasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala
struktur
geologi
yang
mungkin
mempengaruhi
pola
penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi mineral. Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi sampai dengan penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 sampai dengan 1 : 2.500. Pada
tahapan
eksplorasi
awal,
pengumpulan
data
(informasi
singkapan) dapat dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi lapangan atau dengan cara talikompas. Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut sampai dengan detail, pengamatan singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metodemetode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur table atau dengan teodolit permukaan seperti pemetaan dengan plane table
1. Penyelidikan singkapan (out crop) Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan
dapat
didefinisikan
sebagai
bagian
dari
tubuh
A. Pemetaan Geologi Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasiinformasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala
struktur
geologi
yang
mungkin
mempengaruhi
pola
penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi mineral. Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi sampai dengan penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 sampai dengan 1 : 2.500. Pada
tahapan
eksplorasi
awal,
pengumpulan
data
(informasi
singkapan) dapat dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi lapangan atau dengan cara talikompas. Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut sampai dengan detail, pengamatan singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metodemetode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur table atau dengan teodolit permukaan seperti pemetaan dengan plane table
1. Penyelidikan singkapan (out crop) Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan
dapat
didefinisikan
sebagai
bagian
dari
tubuh
batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat adanya erosi (pengikisan) lapisan tanah penutupnya. Singkapan segar umumnya dijumpai pada : a. Lembah-lembah sungai, hal ini dapat terjadi karena pada lembah sungai terjadi pengikisan oleh air sungai sehingga lapisan yang menutupi tubuh batuan tertransportasi yang menyebabkan tubuh batuan nampak sebagai singkapan segar b. Bentuk-bentuk menonjol pada permukaan bumi, hal ini terjadi secara alami yang umumnya disebabkan oleh pengaruh gaya yang berasal dari dalam bumi yang disebut gaya endogen misalnya adanya letusan gunung berapi yang memuntahkan material ke permukaan bumi dan dapat juga dilihat dari adanya gempa bumi akibat adanya gesekan antara kerak bumi yang dapat mengakibatkan terjadinya patahan atau timbulnya singkapan ke permukaan bumi yang dapat dijadikan petunjuk letak tubuh batuan. Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain : a. Pengukuran jurus dan kemiringan ( strike & dip) lapisan yang tersingkap. b. Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi ( minor atau major ) yang ada.
c. Pemberian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifat-sifat fisik, tekstur, mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris, fragmen-fragmen, serta dimensi endapa
2. Traverse (Lintasan) Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi
daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan representatif. Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi (batuan). Kadangkadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan (traverse ) pemetaan ada 2 , yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop (titik awal dan titik akhir sama). Namun
yang
perlu
diperhatikan,
informasi-informasi
yang
diperoleh dari lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi batas satuan-satuan litologi. Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas) dilakukan dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan. Sedangkan pengukuran
penampang
stratigrafi
dilakukan
untuk
mengetahui
ketebalan, struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail. Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang dianggap paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah
3. Interpretasi dan informasi data Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan geologi/alterasi antara lain : a. Posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara). b. Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara. c. Penyebaran dan pola alterasi yang ada.
d. Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau formasi). e. Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah. f. Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik dan hidrologi. g. Bangunan-bangunan, dll. Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu diperhatikan, antara lain : a. Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi. b. Zona-zona
mineralogis
;
berhubungan
dengan
batas
zona
endapan/bijih, zona pelapukan, dan zona (penyebaran) alterasi. c. Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona intrusi, dan proses sedimentasi. d. Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar, kelurusan-kelurusan, dll. Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara lain : a. Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan). b. Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan. c. Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan (efisiensi). d. Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti
B. Tracing Float dan Tracing dengan panin (Paritan, dan Sumur Uji) 1. Tracing Float (penjejakan) Float adalah fragmen-fragmen atau potongan-potongan biji yang
berasal
dari
penghancuran
singkapan
yang
umumnya
disebabkan oleh erosi, kemudian tertransportasi yang biasanya dilakukan oleh air, dan dalam melakukan tracing kita harus berjalan
berlawanan arah dengan arah aliran sungai sampai float dari bijih yang kita cari tidak ditemukan lagi, kemudian kita mulai melakukan pengecekan pada daerah antara float yang terakhir dengan float yang sebelumnya dengan cara membuat parit yang arahnya tegak lurus dengan arah aliran sungai, tetapi jika pada pembuatan parit ini dirasa kurang dapat memberikan data yang diinginkan maka kita dapat membuat sumur uji sepanjang parit untuk mendata tubuh batuan yang terletak jauh dibawah over burden.
2. ` Tracing dengan Panning (mendulang) Caranya sama seperti tracing float, tetapi bedanya terdapat pada ukuran butiran mineral yang dicara biasanya cara ini digunakan untuk mencari jejak mineral yang ukurannya halus dan memiliki masa jenis yang relatif besar. Persamaan dari cara tracing yaitu pada kegiatan lanjutan yaitu trencing atau test pitting. Cara-cara tracing, baik tracing float maupun tracing dengan panning akan dilanjutkan dengan cara trenching atau test pitting. a. Trenching (pembuatan parit) Pembuatan parit memiliki keterbatasan yaitu hanya bisa dilakukan pada overburden yang tipis, karena pada pembuatan parit kedalaman yang efektif dan ekonomis yang dapat dibuat hanya sedalam 2 - 2,5 meter, selebih dari itu pembuatan parit dinilai tidak efektif dan ekonomis. Pembuatan parit ini dilakukan dengan arah tegak lurus ore body dan jika pembuatan parit ini dilakukan di tepi sungai maka pembuatan parit harus tegak lurus dengan arah arus sungai. Paritan dibangun dengan tujuan untuk mengetahui tebal lapisan permukaan, kemiringan perlapisan, struktur tanah dan lain-lain. Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara
dalam observasi singkapan atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.
1) Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada endapan berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan (ada split atau sisipan), serta dapat sebagai lokasi sampling. 2) Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona bijih tersebut dapat diketahui. Informasi yang dapat diperoleh antara lain ; adanya zona alterasi, zona mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat sebagai lokasi sampling. Dengan mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona bijih/minerasisasi/badan endapan dapat diketahui.
b. Test Pitting (pembuatan sumur uji) Jika dengan trenching tidak dapat memberikan data yang akurat
maka
sebaiknya
dilakukan
test
pitting
untuk
menyelidiki tubuh batuan yang letaknya relatif dalam. Kita harus ingat bahwa pada test pitting kita harus memilih daerah yang terbebas dari bongkahan-bongkahan maka hal ini akan menyulitkan kita pada waktu pembuatan sumur uji dan juga daerah yang hendak kita buat sumur uji harus bebas dari air, karena dengan adanya air dapat menyulitkan kita pada waktu melakukan penyelidikan struktur batuan yang terdapat pada sumur uji yang kita buat. Pada pembuatan sumur uji ini kita juga harus mempertimbangkan faktor keamanan, kita harus dapat membuat sumur dengan penyangga sesedikit mungkin tetapi tidak mudah runtuh. Hal ini juga akan mempengaruhi kenyamanan pada waktu melakukan penelitian. Kedalaman
sumur uji yang kita buat bisa mencapai kedalaman sampai 30 meter. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari penggalian sumur adalah gejala longsoran, keluarnya gas beracun, bahaya akan banjir dan lain-lain. Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapanendapan yang berhubungan dengan pelapukan dan endapanendapan berlapis. 1) Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi sampling. Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat ( vein). 2) Pada
endapan
yang
berhubungan
dengan
pelapukan
(lateritik atau residual), pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.
C. Sampling 1. Konsep sampling Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifatsifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling. Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi). a. Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable
thickness ) dan tidak hanya terbatas pada zona
mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut. b. Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan. c. Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol kadar ( quality control ) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit , atau kadar pada umpan material). Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa faktor, antara lain : a. Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan. b. Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi c. Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren )
d. Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan induk. e. Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.
Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain: a. Salting , yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto. b. Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam conto. c. Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi) sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi. d. Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif. Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu diperhatikan karakteristik endapan yang akan diambil contonya. Bentuk keterdapatan dan morfologi endapan akan berpengaruh pada tipe dan kuantitas sampling. Aspek karakteristik endapan untuk tujuan sampling ini dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pada endapan berbentuk urat 1)
Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
2)
Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar sehingga diperlukan sample dengan volume yang besar agar representatif.
3)
Kebanyakan
urat
mempunyai
lebar
yang
sempit
(jika
dibandingkan dengan bukaan stope) sehingga rentan dengan dilution . 4)
Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona
geser
(regangan),
sehingga
pada
kondisi
ini
memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping, sehingga batuan samping perlu dilakukan sampling. 5)
Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada umumny tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang
menjari (bercabang), sehingga dalam sampling perlu dicari dan ditentukan batas vein yang jelas. 6)
Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic (acak/tidak beraturan) dan sulit diprediksi, sehingga
diperlukan sampling dengan interval yang rapat. 7)
Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle , sehingga cukup sulit untuk mencegah terjadinya bias akibat variabel kuantitas per unit panjang sulit dikontrol.
8)
Sampling lanjutan kadang-kadang terbatas terhadap jarak (interval), karena pada umumnya harus dilanjutkan melalui pemboran inti.
b. Pada endapan stratiform Endapan stratiform disini termasuk endapan-endapan logam dasar yang terendapkan selaras/sejajar dengan bidang perlapisan satuan litologi (litofasies), dimana mineral bijih secara lateral dikontrol oleh bidang perlapisan atau bentuk-bentuk sedimen yang lain (sedimentary hosted ). Karakteristik umum tipe endapan ini yang berhubungan dengan metode sampling antara lain : 1)
Mempuyai ketebalan yang cukup besar.
2)
Mempunyai penyebaran lateral yang cukup luas.
3)
Kadang-kadang diganggu oleh struktur geologi atau tektonik yang kuat, sehingga dapat menimbulkan masalah dalam sampling.
4)
Arah kecenderungan kadar relatif seragam dan dapat diprediksi, namun
kadang-kadang
dapat
terganggu
oleh
adanya
remobilisasi, metamorfisme, atau berbentuk urat. 5)
Perubahan-perubahan gradual atau sistematis dalam kadar harus diikuti oleh perubahan dalam interval sampling.
6)
Dalam beberapa kondisi mungkin terdapat mineralisasi yang berbutir halus dan kemudian berpengaruh pada besar volume material yang dilakukan sampling.
7)
Pada tipe hosted by meta-sediment , perlu diperhatikan variabel ukuran conto akibat perubahan ukuran, kekerasan batuan, atau nugget effect .
8)
Setempat dapat terjadi perubahan kadar yang moderat dan dapat menyebabkan kesalahan pada sampling yang signifikan.
9) Cut off kadar dapat gradasional (tidak konstan).
c. Pada endapan sedimen Pada ironstones ,
tipe
endapan
potash,
ini,
gipsum,
termasuk
dan
garam,
endapan yang
batubara,
mempunyai
karakteristik : 1)
Mempuyai kontak yang jelas dengan batuan samping.
2)
Mempunyai fluktuasi perubahan indikator kualitas yang bersifat gradual.
3) Sampling
sering dikontrol oleh keberadaan sisipan atau parting
dalam batubara, sehingga interval sampling lebih bersifat ply per ply. 4)
Perubahan (variasi) ketebalan lapisan yang cenderung gradual, sehingga anomali-anomali yang ditemukan dapat diprediksi lebih awal (washout , sesar, perlipatan, dll.), sehingga pola dan kerapatan sampling disesuaikan dengan variasi yang ada.
5)
Rekomendasi pola sampling (strategi sampling ) adalah dengan interval teratur secara vertikal, bed by bed (atau ply by ply ), atau jika relatif homogen dapat dilakukan secara komposit.
d. Pada endapan porfiri Karakteristik umum dari tipe endapan ini yang perlu diperhatikan adalah :
1)
Mempuyai dimensi yang besar, sehingga sampling lebih diprioritaskan dengan pemboran inti ( diamond atau percussion).
2)
Umumnya berbentuk non-tabular, umumnya mempunyai kadar yang rendah dan bersifat erratic , sehingga kadang-kadang dibutuhkan conto dalam jumlah (volume) yang besar, sehingga kadang-kadang dilakukan sampling melalui winze percobaan, adit eksplorasi, dan paritan.
3)
Zona-zona mineralisasi mempunyai pola dan variabilitas yang beragam, seperti tipe disseminated , stockwork , vein, atau fissure, sehingga perlu mendapat perhatian khusus dalam pemilihan metode sampling.
4)
Keberadaan zona-zona pelindian atau oksidasi, zona pengkayaan supergen, dan zona hipogen, juga perlu mendapat perhatian khusus.
5)
Mineralisasi dengan kadar hipogen yang relatif tinggi sering terkonsentrasi sepanjang sistem kekar sehingga penentuan orientasi sampling dan pemboran perlu diperhatikan dengan seksama
6)
Zonasi-zonasi internal (alterasi batuan samping) harus selalu diperhatikan dan direkam sepanjang proses sampling
7)
Variasi dari kerapatan pola kekar akan mempengaruhi kekuatan batuan, sehingga interval (kerapatan) sampling akan sangat membantu dalam informasi fragmentasi batuan nantinya.
2. Grab sampling Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan cara mengambil bagian (fragmen) yang berukuran besar dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara lain : a. Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran umum kadar. b. Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi material, dengan tujuan pengecekan kualitas. c. Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll. 3. Bulk Sampling Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling
dengan cara mengambil material dalam jumlah (volume) yang besar, dan umum dilakukan pada semua fase kegiatan (eksplorasi sampai dengan pengolahan). Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau
bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam pengambilan conto dengan sumur uji (lihat Gambar 6.5). 4.
Chip sampling Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode
sampling dengan cara mengumpulkan pecahan batuan ( rock chip ) yang dipecahkan melalui suatu jalur (dengan lebar ± 15 cm) yang memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahanpecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada
urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada fragmen yang low grade.
5.
Channel sampling Channel sampling adalah suatu metode
pengambilan conto
dengan membuat alur ( channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan. Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengumpulkan fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau melakukan pengelompokan conto ( sub-channel ) yang tergantung pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain : a. Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam, yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar. Contohnya pada pembuatan channel dalam sumur uji pada endapan laterit atau residual b. Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona mineralisasi. c. Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel dalam satu analisis kadar atau dibuat komposit. d. Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel sampling per tebal seam (lapisan) atau ply per ply (jika terdapat
sisipan pengotor).
6.
Preparasi conto conto diperoleh, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan assay (analisis kadar). Karena yang dianalisis tersebut hanya sebagian kecil dari conto, maka diperlukan preparasi conto,
agar bagian conto yang dianalisis masih representatif terhadap kondisi yang sebenarnya. Namun secara umum, ukuran conto dapat berpengaruh terhadap hasil analisis, sehingga biasanya analisis dilakukan sedikitnya pada dua laboratorium yang berbeda, dan sebagian conto lagi disimpan sebagai dokumentasi. Pengurangan conto (reduksi sampel) sebaiknya dilakukan setelah pengurangan ukuran partikel, atau dengan kata lain proses pembagian (split ) conto dilakukan pada fraksi ukuran yang telah seragam
D. Pemboran Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah menentukan kapan kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan pemboran sangat penting jika kegiatan yang dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin, namun demikian kegiatan pemboran dapat dihentikan jika telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh. Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan direncanakan dengan baik adalah : 1. kondisi geologi dan topografi 2. tipe pemboran yang akan digunakan, 3. spasi pemboran, 4. waktu pemboran, dan 5. pelaksana (kontraktor) pemboran. Selain itu aspek logistik juga harus dipikirkan dengan cermat, antara lain: 1. juru bor 2. peralatan dan onderdil yang dibutuhkan 3. alat transportasi 4. konstruksi peralatan pemboran, dll
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat pemboran : 1. tujuan (open hole – coring) 2. topografi dan geografi (keadaan medan, sumber air) 3. litologi dan struktur geologi (kedalaman pemboran, pemilihan mata bor) 4. biaya dan waktu yang tersedia 5. peralatan dan keterampilan. Hasil yang diharapkan dari pemboran eksplorasi, antara lain : 1. identifikasi struktur geologi 2. sifat fisik batuan samping dan badan bijih 3. mineralogi batuan samping dan badan bijih 4. geometri endapan 5. sampling, dll. Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rotary drilling , percussive drilling, dan rotary-percussive drilling . Pada
mekanisme rotary drilling terdapat tiga macam penggerak atau pemutar stang bor yaitu spindle , rotary table, dan top drive. Mesin penggerak yang digunakan dapat bekerja secara mekanik (dengan bahan bakar) maupun elektrik. Mata bor yang sering digunakan umumnya berupa tricone bit untuk pemboran open hole (non coring) ataupun diamond bit
untuk pemboran inti (coring ) Fluida bor yang sering digunakan dalam suatu operasi pemboran dapat berupa udara, air, lumpur atau campuran air dan lumpur. Fluida bor pada umumnya berfungsi untuk : (a) pendingin mata bor, (b) pelumas, (c) mengangkat sludge ke atas, (d) melindungi dinding lubang bor dari runtuhan. 1.
Perencanaan dan pola pemboran Metode pemboran yang digunakan bergantung kepada asumsi letak dan ketebalan target yang akan dibor berdasarkan pada informasi/data permukaan yang diperoleh. Dengan melakukan
pemboran, maka dapat dievaluasi kembali konsep dan prediksi geologi (interpretasi) yang telah ada sebelumnya. Pembuatan lubang bor secara vertikal digunakan untuk kondisi dimana zona mineralisasi diperkirakan pada kedalaman yang dangkal atau pada endapan disseminated . Namun demikian kondisi lubang bor yang cenderung miring atau curam biasanya digunakan untuk target endapan yang mempunyai kemiringan yang besar, dengan tujuan agar 0
dapat menembus zona mineralisasi pada sudut 90 (relatif tegak lurus). Selain itu dari pemboran juga diharapkan dapat diketahui batas-batas zona pelapukan, zona oksidasi, atau zona bijih (batuan dasar). a. Pola pemboran Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas ( outline ) dari beberapa endapan dan juga kemenerusan dari endapan tersebut yang berfungsi untuk perhitungan cadangan. Metode pemboran yang akan digunakan bergantung kepada akses permukaan. Pada daerah yang tidak mengalami kendala akses pola pemboran yang digunakan adalah persegi panjang dengan bentuk teratur. Lubang bor pertama digunakan untuk proyeksi dip dari anomali bawah permukaan atau interpretasi pusat anomali geofisika (atau anomali geokimia) di bawah permukaan. Program berikutnya direncanakan setelah melihat hasil dari sejumlah lubang bor pada daerah target. Spasi lubang bor didasarkan pada antisipasi ukuran target, atau pengalaman sebelumnya terhadap endapan yang sejenis dan dari sejumlah kegiatan pemboran di lokasi tersebut. Lokasi pemboran dan orientasi titik bor selanjutnya didasarkan pada sukses pemboran pada lubang pertama. Jika pemboran pada lubang pertama tidak memberikan keyakinan geologi yang pasti maka daerah target lain harus dicoba. Suatu endapan paling tidak sudah didefinisikan arah kemenerusan dan zona mineralisasinya. Spasi antar lubang bor
bergantung pada tipe mineralisasi dan kemenerusannya. Contoh kasus seperti endapan urat, lubang bor pertama digunakan untuk mengidentifikasikan struktur, dan tidak banyak digunakan untuk penentuan kadar karena hal tersebut biasanya ditaksir secara akurat dengan sampel bawah permukaan. Tipe spasi untuk endapan urat adalah 25 – 50 m sedangkan untuk endapan stratiform spasinya antara 100 m sampai beberapa ratus meter. Pola pemboran dalam kegiatan eksplorasi bergantung dari data yang diperoleh. Pada tahap pengenalan dimana seorang geologist belum mengetahui secara jelas lokasi tsb maka lubang bor pertama dapat digunakan untuk orientasi. Untuk eksplorasi endapan uranium, batubara dan borat lubang pengamatan dapat dibuat pada jarak 10 km dari formasi sedimen yang diamati. Lubang berikutnya terletak beberapa km dari target dengan spasi 100 – 200 m. Namun demikian spasi pemboran dapat juga ditentukan dari peta geologi, geokimia, geofisika dan hasil geostatistik. Penentuan pola pemboran secara normal dilakukan dengan grid yang teratur pada suatu zona mineralisasi. Hal ini akan
memberikan data statistik yang baik dan penampang geologi dengan proyeksi minimum. Pagaran sangat baik dibuat pada jarak 200 – 400 m dengan interval lubang antara 100 – 200 m sehingga memberikan ruang untuk pengisian kembali. Letak lubang khusus sangat penting dan biasanya dibor dengan sudut siku-siku terhadap arah kemiringan rata-rata.
b. Monitoring kegiatan pemboran Monitoring geologi dan mineralisasi yang dipotong selama pemboran sangat penting dalam rangka pengontrolan harga/biaya. Pada tahap awal dari pemboran dibutuhkan seorang engineer
disamping alat bor sehingga kegiatan pemboran dapat berjalan dengan cepat. Contoh : 1)
Jika menggunakan percussive drilling maka ahli geologi bertugas untuk melakukan observasi atau pengamatan material yang keluar dari lubang bor.
2)
Pada pemboran dengan diamond drilling maka pengamatan dilakukan dua kali sehari untuk menganalisis inti bor, membuat log awal, dan memutuskan lokasi lubang bor berikutnya. Data mineralisasi, litologi, dan struktur dapat direkam dan
diplot pada grafik log sesegera mungkin setelah data diperoleh. Data ini umumnya diperoleh dari kepingan material yang dibor yang biasanya menyatu dengan permukaan alat bor. Informasi mengenai assay dapat diperoleh beberapa hari kemudian tetapi lokasi dan kedudukan mineralisasi harus segera diplot pada log litologi. Dengan pemboran dapat diketahui kontrol struktur dan stratigrafi dari suatu zona mineralisasi. Adanya pengambilan asumsi pada saat interpretasi pemboran sering tidak dapat dilokalisasi sampai adanya data yang valid tentang kondisi bawah permukaan. Beberapa metode yang digunakan untuk memplot atau mengekspresikan data lubang bor, antara lain : 1)
Kontur struktur.
2)
Peta isopach.
3)
Kontur kadar.
4)
Peta ketebalan.
5)
Peta kombinasi antara kadar dan ketebalan. Peta-peta tersebut biasanya digunakan untuk memperkirakan
letak bijih dan juga membantu dalam pemboran lanjut. Salah satu kunci dalam kegiatan pemboran adalah kemenerusan zona
mineralisasi, hal ini menentukan spasi lubang bor serta ketelitian dalam perhitungan cadangan. Dalam beberapa kegiatan eksplorasi kemenerusan ini dapat dilihat dengan membandingkan endapan tersebut dengan endapan yang sejenis, uji kemenerusan ini dilakukan dengan jalan menguji titik-titik terdekat atau pengujian terhadap suatu lokasi kecil dengan spasi rapat.
c. Keputusan pemboran diakhiri Salah satu keputusan yang paling sulit dalam kegiatan pemboran adalah memutuskan kapan pemboran tersebut diakhiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan adalah : 1)
Tidak adanya mineralisasi yang dijumpai.
2)
Mineralisasinya dapat dilokalisasi tetapi tidak ekonomis atau terlalu dalam.
3)
Pemboran
yang
dilakukan
menghasilkan
beberapa
zona
mineralisasi yang ekonomis tetapi penyebaran kadarnya terbatas atau perhitungan cadangan menunjukkan bahwa endapan tersebut terlalu kecil dibanding yang diinginkan. 4)
Tubuh kadar yang ekonomis sudah diketahui pasti.
5)
Biaya pemboran sudah habis. Keputusan pada langkah pertama relatif lebih mudah, namun
demikian penyebab anomali permukaan atau bawah permukaan yang menentukan letak lubang bor tidak dapat dihindari. Langkah kedua lebih sulit dan dalam hal ini kemungkinan mineralisasi kadar tinggi harus dapat dieliminasi. Adanya beberapa perpotongan pada saat prospeksi memberikan gambaran bahwa proses penentuan kadar yang ekonomis berlaku tetapi tidak pada skala yang memungkinkan dalam suatu endapan yang besar. Adanya kadar mineralisasi yang tinggi sering menghasilkan beberapa tahap pemboran untuk menguji semua hipotesis dan lokasi di sekitarnya.
d. Kontrak pemboran Pemboran dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sendiri atau dengan mengontrak perusahaan/konsultan pemboran. Permasalahan menyangkut kondisi pemboran, jumlah lubang yang diminta, dan harga akan dijelaskan dalam surat kontrak. Tujuan pemboran adalah untuk memperoleh data yang representatif dari target yang ada dengan biaya yang tersedia. Konsekuensinya pemilihan alat bor sangat penting dan bergantung kepada pemimpin proyek. Disamping kondisi pemboran yang harus diperhatikan kita juga harus dapat membandingkan beberapa metode pemboran yang berbeda sebelum kegiatan lain dilakukan. Beberapa hal penting dari kontrak pemboran adalah : 1)
Mobilisasi dan transportasi peralatan ke lokasi bor.
2)
Tatanan lokasi dan pergerakan antar tiap lubang bor.
3)
Harga satuan tiap meter lubang yang akan dibor.
4)
Perolehan inti bor (%) jika digunakan pemboran inti.
5)
Biaya konstruksi lubang (penyemenan, casing dan survei).
6)
Pengangkutan dan mobilisasi kembali peralatan bor. Setiap hal tersebut harus dapat dideskripsikan secara detail
didalam kontrak. Dalam hal pembayaran tenaga kerja juru bor biasanya dibayar per shift dan sesuai dengan kedalaman lubang yang dibor, sedangkan wellsite geologist dibayar sesuai dengan perjanjian mulai dari kegiatan eksplorasi sampai target tercapai.
2.
Beberapa jenis metode pemboran Beranekaragam metode pemboran memiliki tujuan tertentu dalam eksplorasi, jika kondisi dimana dana tidak mencukupi maka kita dapat menggunakan metode pemboran yang agak murah seperti auger , rotary atau percussive drilling, namun kekurangannya adalah
kualitas samplingnya kurang baik dengan kemungkinan terjadinya
percampuran material pada level yang berbeda dapat terjadi. Untuk pemboran yang lebih mahal biasanya menggunakan metode sirkulasi balik atau dengan diamond drilling . Pada prinsipnya pemboran adalah suatu kegiatan pembuatan lubang berdiameter kecil pada suatu target eksplorasi dengan kedalaman mencakup ratusan meter untuk memperoleh data yang representatif. a. Pemboran auger Auger adalah bor tangan dengan tangkai yang dilengkapi
spiral untuk membawa material halus ke permukaan, biasanya digunakan untuk endapan plaser. Kelebihan alat bor ini adalah dapat digunakan untuk sampling dalam jika sumuran uji tidak praktis. Dengan auger kita dapat mencapai kedalaman 60 m tapi biasanya cukup sampai 30 m. Pada tanah yang halus pemboran dengan auger biasanya cepat sehingga conto yang keluar harus dapat diorganisasikan dengan baik. Auger adalah bor ringan dan tidak cocok digunakan untuk tanah atau material yang keras dan berbongkah.
b. Rotary drilling Rotary drilling adalah metode pemboran non-coring dan
tidak sebanding jika pemboran dilakukan pada batuan dengan kekerasan halus-sedang seperti batugamping atau batulumpur. Tipe mata bor (bit ) pada jenis pemboran ini menggunakan tricone atau roller rock bit yang ditutupi oleh tungsten karbida. Potongan atau
kepingan batuan akan ditekan keluar oleh fluida bor yang rata-rata kecepatannya 100 m/jam. Tipe alat bor ini biasanya digunakan oleh industri minyak dengan diameter lubang besar (>20 cm) dan kedalaman ratusan sampai ribuan meter dengan fluida bor berupa lumpur.
c. Percussive drilling Pada dasarnya alat ini menggunakan kompresor udara dan ukurannya bervariasi dari kecil (bor tangan) sampai alat bor besar dengan rata-rata kedalaman pemboran ratusan meter. Secara umum alat ini dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu : 1)
Down-the-hole hammer drills Alat bor jenis ini biasanya diletakkan lebih rendah dari lubang sampai batas akhir dari stang bor dan digunakan untuk pemboran non-coring . Lubang dengan diameter sampai 20 cm dan tekanan kedalaman sampai 200 m masih mungkin, tetapi biasanya kedalaman yang efisien antara 100 – 150 m. Cutting bor ditekan keluar oleh kompresor udara. Pada tanah yang basah daya angkat yang dihasilkan oleh kompresor dapat menjadi tidak teratur.
2)
Top hammer drills Sesuai dengan namanya jenis bor ini memiliki alat tumbuk yang diletakkan di bagian atas dari stang bor. Energi untuk pemboran non-coring ini dialirkan lewat stang bor, alat ini lebih baik dari Down-the-hole hammer drills dan biasanya digunakan untuk lubang dengan diameter 10 cm dan kedalaman lebih dari 100 m, tapi biasanya 20 m. Percussive drilling adalah metode yang paling cepat dan murah namun
sering terjadi data tidak lengkap dibanding dengan diamond drilling .
d. Reverse circulation Reverse circulation (RC) drilling mulai digunakan pada
pertengahan tahun 70-an dan biasanya digunakan untuk material sedimen yang tidak terkonsolidasi seperti pada endapan aluvial. Air atau udara dapat digunakan sebagai fluida bor dan inti bor atau sludge dapat diperoleh semua. Media fluida dialirkan ke sludge
lewat dua dinding pada stang bor dan kembali ke permukaan lewat pusat stang bor. Pada percussive drilling kepingan batuan juga tertransport ke permukaan lewat tengah stang bor kemudian menuju ke cyclon dimana disana ditampung conto bor.Kegunaan alat bor ini adalah untuk mengumpulkan kepingan batuan lebih dari auger , rotary atau percussive drilling. Conto dapat dikumpulkan
dengan cepat dan kadar kontaminasinya sedikit.
3 Pemboran inti Pada pemboran dengan metode ini sampel diambil dari target dengan diamond bit atau impregnated bit . Hal ini mengakibatkan conto yang diperoleh pada tabung dalam ( inner tube) dari core barrel berbentuk silinder. Mata bor dan core barrel dihubungkan ke permukaan dengan tali baja yang juga digunakan untuk menurunkan mata bor dan core barrel ke dalam lubang. a. Drill bit Bentuk mata bor ini terdiri dari butiran sintetik halus dengan kadar intan tanpa semen metalik yang memiliki karatan tertentu. Pada umumnya keseluruhan mata bor ini digunakan untuk batuan yang sangat keras seperti rijang, sedangkan mata bor intan tunggal digunakan untuk batuan yang lebih halus seperti batugamping. Diamond bit dapat digunakan untuk batuan tertentu tetapi karena
harganya yang sangat mahal maka perlu pengalaman dan pemilihan lokasi yang tepat dalam penggunaannya.
b. Core barrel Inti bor diperoleh dari perputaran mata bor dan kemudian didorong ke core barrel oleh perputaran tabung. Core barrel dapat diklasifikasikan sesuai panjang inti bor yang ditampung biasanya 1,5 – 3 m namun dapat pula mencapai 6 m. Umumnya terdapat dua tabung dimana tabung luar untuk menangkap inti bor dan tabung
dalam dalam posisi tidak berputar. Triple-tube dapat digunakan untuk tanah yang kurang baik selanjutnya inti bor dapat diangkat dengan menggunakan tali pada stang bor ke permukaan.
c. Sirkulasi Air disirkulasikan pada bagian dalam dari stang bor dengan tujuan untuk mencuci sludge, permukaan mata bor dan kemudian dikeluarkan lewat celah antara antara dinding lubang bor dan stang bor. Tujuan sirkulasi ini juga untuk memberi pelumasan pada mata bor, mendinginkannya dan melepaskan hancuran batuan yang menempel pada permukaan mata bor. Air dapat dikombinasikan dengan lempung atau bahan aditif lainnya untuk memberikan daya angkat bagi material yang dibor.
d. Casing Casing
digunakan
untuk
menutupi
atau
menguatkan
permukaan lubang bor. Casing dilengkapi dengan tabung baja sehingga tali baja dapat dioperasikan dengan aman. Casing dan mata bor telah seukuran sehingga ukuran yang lebih kecil dari itu (diameter kecil) akan melewati ukuran besar pada lubang yang akan dibor.
e. Kecepatan dan biaya pemboran Mesin bor yang digunakan dalam eksplorasi mineral biasanya memiliki kapasitas sampai 2000 m dan dapat diletakan horisontal atau vertikal. Rata-rata penggunaannya bergantung kepada tipe alat bor, mata bor, diameter lubang, tipe batuan, kedalaman dan keahlian juru bor. Seorang juru bor harus mempertimbangkan berapa besar volume fluida yang akan digunakan, besar tekanan yang akan dipakai, besarnya perubahan putaran dan pemilihan mata bor yang benar. Sampai sekarang belum ada kondisi baku untuk
menentukan
faktor
kritis
penggunaan
mata
bor
jika
kita
menginginkan optimasi pemboran yang efisien. Pemboran sampai kedalaman 10 m/jam mungkin saja terjadi bergantung kepada kemampuan juru bor yang menanganinya dan juga kondisi batuan yang dibor.
4. Sampling dan informasi dari pemboran Informasi dari lubang bor dapat diperoleh dari beberapa sumber batuan, inti bor atau sludge, geofisika bawah permukaan; dan informasi dari hasil pemboran. Pada bagian ini akan lebih ditekankan pada pengamatan geologi. a. Pemboran inti (coring) Core recovery (CR) atau perolehan inti sangat penting,
biasanya dinyatakan dalam persen volume. Jika CR kurang dari 85 – 90% maka inti bor tersebut masih diragukan nilainya, hal ini berarti terjadi loss selama pemboran dan inti bor tersebut tidak menunjukkan conto yang sebenarnya. Logging (pengamatan) inti bor biasanya dilakukan di
samping
lokasi
bor
untuk
menentukan
apakah
pemboran
dilanjutkan atau dihentikan. Beberapa organisasi memiliki prosedur standar dalam logging inti bor dan terminologi standar untuk mendeskripsikan sifat geologi. Logging awal pada lokasi bor biasanya dilengkapi dengan hasil analisis inti bor. Dari logging awal ini biasanya diperoleh data tentang gambaran umum struktur (rekahan dan orientasi) juga litologi (warna, tekstur, mineralogi, alterasi dan nama batuan) serta core recovery . Deskripsi harus dilakukan secara sistematis menyangkut kualitas dan kuantitasnya. Inti bor biasanya disimpan dalam boks kayu, plastik atau logam yang dapat memudahkan orang memindahkannya. Inti bor dikumpulkan untuk berbagai tujuan, bukan untuk sekedar deskripsi geologi saja biasanya digunakan juga untuk analisis metalurgi dan
assay. Untuk kedua tujuan tersebut inti bor biasanya dibagi dalam
dua bagian dengan gergaji intan, setengah untuk assay dan investigasi lain, setengahnya lagi disimpan dalam core box untuk tujuan lain. Potongan batuan dari sludge dapat dikumpulkan selama pemboran; keduanya menggambarkan batuan yang dipotong oleh mata bor intan. Pemboran dengan menggunakan sirkulasi udara pada lubang dangkal biasanya menghasilkan cutting atau sludge yang sangat cepat ke permukaan. Namun demikian dengan pemboran inti sirkulasi air untuk lubang yang dalam sering terjadi cutting lambat naik ke permukaan, hal ini dapat dilihat bahwa
untuk kedalaman 1000 m cutting dapat diambil dalam waktu 20 – 30 menit ke permukaan sehingga biasanya sludge yang dianalisis dahulu selama pemboran.
b. Pemboran non-corring Dalam pemboran non-coring kepingan (chips) batuan dapat diperoleh pada selang 1 – 2 m dalam keadaan kering dan dikumpulkan pada sisi lokasi bor, setelah dicuci conto tersebut lebih mudah untuk dianalisis secara mikroskopi. Conto tersebut dapat juga didulang untuk memperoleh mineral berat dan kemudian diberi perekat dan disusun sesuai interval untuk memberikan gambaran lubang bor tersebut.
c. Kombinasi core dan sludge Core adalah inti bor yang ditampung dalam core barrel
dimana ukuran inti sangat tergantung dengan ukuran mata bor. Sedangkan sludge adalah hancuran batuan yang diangkat (terbawa) oleh fluida bor, dan biasanya sludge ditampung dalam sludge tank.
II. Metoda Tidak Langsung
Metode eksplorasi tak langsung ialah suatu metode eksplorasi yang tidak berhubungan langsung dengan kondisi permukaan atau bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari. Namun melalui anomaly-anomali yang diperoleh dari hasil pengamatan/pengukuran dengan memanfaatkan sifat-sifat fisik atau kimia dari endapan. Beberapa metode eksplorasi tak langsung adalah: A. Metoda tidak langsung cara geofisika Geofisika merupakan disiplin ilmu atau metoda untuk memperkirakan lokasi akumulasi bahan/tambang dengan cara pengukuran besaran-besaran fisik batuan bawah permukaan bumi. Metoda yang dapat dilakukan eksplorasi geofisika diantaranya : 1. Metoda Gravitasi Metoda ini berdasarkan hukum gaya tarik antara dua benda di alam. Bumi sebagai salah satu benda di alam juga menarik benda-benda lain di sekitarnya. Kalau sebuah bandul digantung dengan sebuah pegas, maka pegas tersebut akan merengganng akibat bandulnya mengalami gravitasi, di tempat yang gravitasinya rendah maka regangan tadi kecil dan di tempat yang gravitasinya besar maka regangan tadi juga lebih besar. Dengan demikian dapat diperkirakan bentuk struktur bawah tanah dari melihat besarnya nilai gravitasi dari bermacam-macam lokasi dari suatu daerah penyelidikan. Di lapangan besarnya gravitasi ini diukur dengan alat yang disebut gravimeter, yaitu suatu alat yang sangat sensitif dan presisi. Gravimeter bekerja atas dasar “torsion balance”, maupun bantuk atau pendulum, dan dapat mengukur perbedaan yang kecil dalam gravitasi bumi di berbagai lokasi pada suatu daerah penyelidikan. Gaya gravitasi bumi dipengaruhi oleh besarnya ukuran batuan, distribusi atau penyebaran batuan, dan kerapatan (density) dari batuan. Jadi kalau ada anomali gravitasi pada suatu tempat, mungkin di situ terdapat struktur tertentu, seperti lipatan, tubuh intrusi dangkal, dan sebagainya. Juga jalur suatu patahan besar, meskipun tertutup oleh endapan aluvial, sering dapat diketahui karena adanya anomali gravitasi.
2. Metoda Magnetik Bumi adalah suatu planet yang bersifat magnetik, dimana seolaholah ada suatu barang magnet raksasa yang membujur sejajar dengan poros bumi. Teori modern saat ini mengatakan bahwa medan magnet tadi disebabkan oleh arus listrik yang mengalir pada inti bumi. Setiap batang magnet yang digantung secara bebas di muka bumi. Di setiap titik permukaan bumi medan magnet ini memiliki dua sifat utama yang penting di dalam eksplorasi, yaitu arah dan intensitas. Arah dari medan magnet dinyatakan dalam cara-cara yang sudah lazim, sedang intensitas dinyatakan dalam apa yang disebut gamma. Medan magnet bumi secara normal memiliki intensitas 35.000 sampai 70.000 gamma jika diukur pada permukaan bumi. Bijih yang mengandung mineral magnetik akan menimbulkan efek langsung pada peralatan, sehingga dengan segera dapat diketahui. Metoda eksplorasi dengan magneti sangat berguna dalam pencarian sasaran eksplorasi sebagai berikut : a. Mencari endapan placer magnetik pada endapan sungai b. Mencari deposit bijih besi magnetik di bawah permukaan c. Mencari bijih sulfida yang kebetulan mengandung mineral magnetit sebagai mineral ikutan d.
Intrusi batuan basa dapat diketahui kalau kebetulan mengandung magnetit dalam jumlah cukup
e. Untuk dapat mengetahui ketebalan lapisan penutup pada suatu batuan beku yang mengandung mineral magnetik.
3. Metoda Seismik Metoda ini jarang dipergunakan dalam penyelidikan pertambangan bijih tetapi banyak dipergunakan dalam penyelidikan minyak bumi. Suatu gempa atau getaran buatan dibuat dengan cara meledakan dinamit pada kedalaman sekitar 3 meter dari permukaan bumi dan kecepatan merambatnya getaran yang terjadi diukur. Untuk mengetahui kecepatan
rambatan getaran tersebut pada perlapisan-perlapisan batuan, disekitar titik ledakan dipasang alat penerima getaran yang disebut geofon (seismometer). Geofon-geofon yang dipasang secara teratur di sekitar lobang ledakan tadi akan terbias atau refraksi. Dengan mengetahui waktu ledakan dan waktu kedatangan gelombang-gelombang tadi, maka dapat diketahui kecepatan rambatan waktu getaran melalui perlapisanperlapisan batuan. Dengan demikian konfigurasi struktur bahwa permukaan dapat diketahui. Gelombang akan merambat dengan kecepatan yang berbeda pada batuan yang berbeda-beda. Geophone merupakan alat penerima gelombang yang dipantulkan kepermukaan, hidrophone untuk gelombang di dasar laut. Cepat rambat gelombang seismik pada batuan tergantung pada : a. Jenis batuan b. Derajat pelapukan c. Derajat pergerakan d. Tekanan e. Porositas (kadar air) f. Umur (diagenesa, konsolidasi, dll) H. Mooney (1977) mengatakan bahwa harga cepat rambat gelombang akan lebih besar (dibandingkan) : a. Batuan beku basa : batuan beku asam b. Batuan beku : batuan sedimen c. Sedimen terkonsolidasi : sedimen un-konsolidasi d. Sedimen unkonsolidasi : sedimen un-konsolidasi e. Soil basah : soil kering f. Batuan sedimen karbonat : batupasir g. Batuan utuh : batuan terkekarkan h. Batuan segar : batuan lapuk i. Batuan berat : batuan ringan j. Batuan berumur tua : batuan berumur muda