Modul Praktikum Antena dan Propagasi S1 Teknik Telekomunikasi
LABORATORIUM ANTENA DEPARTEMEN ELEKTRO DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat dan karunianya-Nya sehingga modul praktikum Antena dan Propagasi dapat selesai tepat pada waktunya. Modul praktikum ini disusun oleh rekan-rekan asisten Laboratorium Antena dengan pengarahan para dosen mata kuliah Antena dan Propagasi. Praktikum Antena dan Propagasi merupakan salah satu Mata Kuliah Praktikum pada semester genap. Modul praktikum ini diharapkan dapat membantu praktikan dalam pelaksanaan praktikum, sehingga praktikan dapat memahami dan mengerti tentang antena dan penjalaran gelombang elektromagnetik. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasn di dalam penyusunan modul praktikum ini. Untuk itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam pengembangan dan pembuatan modul praktikum Antena dan Propagasi selanjutnya. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kamu ucapkan sebagai penghargaan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan modul praktikum ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Akhir kata, semoga ALLAH SWT memberikan kemudahan dan perlindungan kepada kita semua dalam menjalankan tugas dan kewajiban ki ta.
Bandung, Februari 2014
Tim Penyusun
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat dan karunianya-Nya sehingga modul praktikum Antena dan Propagasi dapat selesai tepat pada waktunya. Modul praktikum ini disusun oleh rekan-rekan asisten Laboratorium Antena dengan pengarahan para dosen mata kuliah Antena dan Propagasi. Praktikum Antena dan Propagasi merupakan salah satu Mata Kuliah Praktikum pada semester genap. Modul praktikum ini diharapkan dapat membantu praktikan dalam pelaksanaan praktikum, sehingga praktikan dapat memahami dan mengerti tentang antena dan penjalaran gelombang elektromagnetik. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasn di dalam penyusunan modul praktikum ini. Untuk itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam pengembangan dan pembuatan modul praktikum Antena dan Propagasi selanjutnya. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kamu ucapkan sebagai penghargaan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan modul praktikum ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Akhir kata, semoga ALLAH SWT memberikan kemudahan dan perlindungan kepada kita semua dalam menjalankan tugas dan kewajiban ki ta.
Bandung, Februari 2014
Tim Penyusun
ii
PERATURAN PRAKTIKUM ANTENA DAN PROPAGASI
Peraturan Umum
Praktikan datang 15 menit sebelum praktikum dimulai. Dalam pelaksanaan praktikum, praktikan diwajibkan memakai seragam kuliah resmi dan sepatu. Seluruh praktikan wajib membawa kartu praktikum yang telah ditempel dengan de ngan foto. Jika tidak diberi photo dianggap bukan praktikan. Untuk praktikum outdoor , disarankan praktikan membawa perlengkapan tambahan misal : tutup kepala/topi/payung, kepala/topi/payung, lotion anti nyamuk, minum, dsb. Penggunaan peralatan praktikum harus sesuai dengan instruksi/penjelasan dari asisten.
Tes awal
Pelaksanaan TA dilakukan 20 menit pada awal praktikum. Sifat close book .
Pelaksanaan Praktikum
1 shift praktikum terdiri dari 3 atau 6 kelompok (tergantung modul) dengan jadwal yang telah ditentukan. ditentukan. Tempat pelaksanaan Praktikum : - Modul 1 : Lab. Antena (N215) - Modul 2 : Lab. Antena (N215) - Modul 3 : Lab. Antena (N215) Pembagian shift : - Shift 1 : 6.30 – 9.00 - Shift 2 : 9.30 – 12.00 - Shift 3 : 12.30 – 15.00 - Shift 4 : 15.30 – 18.00
Keterlambatan Praktikum
Keterlambatan kurang dari 15 menit, praktikan diperbolehkan mengikuti praktikum praktikum dengan pengurangan pe ngurangan nilai tes awal. Setiap satu menit berkurang be rkurang satu poin. Keterlambatan lebih dari 15 menit, praktikan tidak diperbolehkan mengikuti praktikum.
Penilaian Praktikum
iii
Penilaian praktikum dinilai berdasarkan kesungguhan praktikan dalam melaksanakan praktikum. Prosentase penilaian : - Tugas Pendahuluan : 20% - Tes Awal : 10% - Praktikum : 30% - Jurnal : 40% Apabila nilai praktikum (Tugas Pendahuluan, Tes Awal, Praktikum, atau Jurnal) kurang memenuhi syarat, praktikan boleh meminta tugas tambahan kepada asisten yang bersifat optional .
Syarat Kelulusan
Praktikan dinyatakan lulus jika nilai total adalah >= 65.
Praktikum Susulan
Tidak ada praktikum susulan.
Tukar Jadwal
Tukar jadwal dilakukan paling lambat satu hari sebelum praktikum.
Bandung,
Februari 2014
Tim Pelaksana Praktikum Antena dan Propagasi Koordinator Praktikum
Koordinator Asisten Laboratorium Antena
M.Faizal Ramadhan
Ardian Nugraha
Mengetahui,
Agus Dwi Prasetyo, S.T.,M.T.
iv
TIM LABORATORIUM ANTENA 2014
Pelindung
: Dr. ERNA SRI SUGESTI, Ir.,M.Sc.
Pembina
: AGUS DWI PRASETYO, S.T.,M.T.
Dosen Pembimbing
: Dr. HEROE WIJANTO
BAMBANG SETYA NUGRAHA, M.T. NACHWAN MUFTI A, M.T. KRIS SUJATMOKO, M.T. Tim Asisten
: ARDIAN NUGRAHA
ARIF RAHMAN HAKIM ASHHAB KARAMI AUSTIN TAMBUNAN DICKIE ZULFICKAR HERVIANTO HALOMOAN TOGATOROP M. FAIZAL RAMADHAN NURIL FITRIYANA RENALDY WIBISONO SUMARTONO UKHTY SYAKIROTUNNIKMAH
v
MODUL 1 PENGUKURAN VSWR, RETURN LOSS, BANDWIDTH , IMPEDANSI, REDAMAN DAN PENGENALAN SIMULATOR ANTENA
LABORATORIUM ANTENA LABORATORIA TRANSMISI TELEKOMUNIKASI UNIVERSITAS TELKOM
MODUL 1 PENGUKURAN VSWR, RETURN LOSS, BANDWIDTH , IMPEDANSI, REDAMAN DAN PENGENALAN SIMULATOR ANTENA I.
Tujuan Praktikum
1. Praktikan dapat mengukur VSWR, return loss, bandwidth dan impedansi dengan menggunakan Network Analyzer. 2. Praktikan dapat mengukur redaman dari saluran transmisi.
II.
Peralatan Praktikum 1. Signal Generator 2. Networl Analyzer 3. Spectrum Analyzer 4. Antenna Under Test (AUT)
5. Konektor N male – SMA male 6. Kabel koasial 50 ohm
III.
Dasar Teori
Antena adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara atau sebaliknya dari udara ke media kabel. Karena merupakan perangkat perantara antara media kabel dan udara, maka antenna harus mempunyai sifat yang mempunyai sifat yang sesuai ( match) dengan media kabel pencatunya.
1.1
Parameter Antena 1.
Impedansi
Pengukuran antena dapat dihitung dari koefisien refleksi yang terukur pada terminal antena. Impedansi antena juga dapat diketahui dengan mengetahui koefisien pantul dengan persamaan (Balanis, 1982: 726) :
1
Z A Z O Z A Z O
(1.1)
dengan : Z A
=
impedansi antena (Ω)
Z O
=
impedansi karakterisitk (Ω)
=
koefisien pantul
Koefisien pantul sangat menentukan besarnya VSWR ( Voltage Standing Wave Ratio ) antena, karena dengan VSWR ini juga dapat ditentukan baik buruknya antena, yang dinyatakan oleh persamaan (Kraus, 1988: 833) :
(1.2) VSWR adalah pengukuran dasar dari impedansi matching antara transmitter dan antena. Semakin tinggi nilai VSWR maka semakin besar pula mismatch , dan semakin minimum VSWR maka antena semakin matching. Dalam perancangan antena biasanya memiliki nilai impedansi masukan sebesar 50 Ω atau 75 Ω. 2. Return Loss Return loss adalah salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui berapa
banyak daya yang hilang pada beban dan tidak kembali sebagai pantulan. RL adalah parameter seperti VSWR yang menentukan matching antara antena dan transmitter . Koefisien pantulan (reflection coefficient ) adalah perbandingan antara tegangan pantulan dengan tegangan maju ( forward voltage). Antena yang baik akan mempunyai nilai return loss dibawah -10 dB, yaitu 90% sinyal dapat diserap, dan 10%-nya terpantulkan kembali. Koefisien pantul dan return loss didefinisikan sebagai (Punit, 2004: 19) :
2
V r V i
(1.7) RL
20 log (dB)
(1.8) dengan :
= koefisien pantul
V r
= tegangan gelombang pantul ( reflected wave)
V i
= tegangan gelombang maju (incident wave)
RL
= return loss (dB)
Untuk matching sempurna antara transmitter dan antena, maka nilai RL =
yang berarti tidak ada daya
=
0 dan
yang dipantulkan, sebaliknya jika = 1 dan RL = 0 dB
maka semua daya dipantulkan. 3. Redaman
Redaman pada saluran transmisi dapat mengakibatkaan kerugian pada sistem komunikasi karena berpotensi untuk mengurangi daya terima pada perangkat radio. Namun hal ini bisa diatasi dengan menggunakan saluran transmisi yang memiliki redaman yang rendah atau dengan mengkompensasi redaman daya pada saluran transmisi dengan cara menambah power transmit , menggunakan antena dengan gain tinggi, maupun dengan mengatur fading margin. Redaman biasanya dinyatakan dalam satuan dB/m, menyatakan berapa banyak daya gelombang yang diredam oleh saluran transmisi dalam desibel sejauh perjalanan dalam meter. 4. Bandwidth
Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik dinamakan bandwidth antenna. Bandwidth sebuah antena adalah daerah/range frekuensi dimana
performansi antena, yang bergantung pada beberapa karakteristik, berada pada standar
3
tertentu. Biasanya, bandwidth antena dibatasi oleh SWR 1.3 , 1.5 , atau 2 . Untuk antena broadband, bandwidth biasanya dinyatakan dalam perbandingan frekuensi atas terhadap frekuensi bawah, contoh bandwidth 10:1 mengindikasikan bahwa frekuensi atas 10 kali lebih tinggi dari frekuensi bawah. Sedangkan untuk antena narrowband, bandwidth dinyatakan dalam persentase dari perbedaan frekuensi (atas dikurangi bawah) yang melewati frekuensi tengah bandwidth, contoh: bandwidth 5% mengindikasikan bahwa perbedaan frekuensi adalah 5% dari frekuensi tengah bandwidth. Untuk persamaan bandwidth dalam persen (B p) atau sebagai bandwidth rasio ( Br ) dinyatakan sebagai (Punit, 2004: 22) :
B p
f u
f l
f c
100%
narrow band
(1.9)
f c
f u
f l
2
(1.10)
Br
f u f l
broadband
(1.11) dengan : B p
= bandwidth dalam persen (%)
Br
= bandwidth rasio
f u
= jangkauan frekuensi atas (Hz)
f l
= jangkauan frekuensi bawah (Hz)
4
Gambar 1.1
1.2
Pengukuran Bandwidth
Alat Ukur Network Analyzer
Gambar 1.2
Alat Ukur Network Analyzer
Network analyzer merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur dan mengetahui respon frekuensi dari DUT (Device under Test) yang kita ukur. Range frekuensinya bermacam-macam, sedangkan yang dimiliki oleh Laboratorium Microwave IT Telkom memiliki range 300 MHz – 3GHz.
5
Network Analyzer memilki sumber sinyal RF yang menghasilkan sinyal yang dapat digunakan untuk merangsang perangkat yang kita tes. Perangkat merespon dengan merefleksikan bagian sinyal yang terjadi dan mentrasmisikan sinyal sisa. Dari sinyal yang direfleksikan inilah dapat ditentukan respon DUT tersebut. Adapun blok diagram bahwa Device Under Test (DUT) merespon rangsangan sumber RF. Parameter antena yang diukur menggunakan network analyzer antara lain :
Return Loss
Impedansi
Bandwidth
VSWR
Urutan proses pengukuran :
1. Membangun parameter pengukuran Cara
termudah
untuk
membangun
parameter-parameter
analyzer
untuk
pengukuran sederhana adalah menggunakan tombol BEGIN. Ketika tombol ini dipilih, secara otomatis analyzer membangun parameter-parameter umum sesuai dengan perangkat yang kita pilih. 2. Kalibrasi analyzer Kalibrasi akan memberikan tingkat keakuratan yang tinggi pada pengukuran. 3. Menghubungkan AUT (Antena Under Test) Hubungkan AUT dengan analyzer. 4. Mengamati dan menganalisa pengukuran Gunakan SCALE, DISPLAY, dan FORMAT untuk mengoptimalkan pengamatan hasil pengukuran. 1.3
Pengenalan Simulator Antena
Dalam merancang sebuah antena sesuai dengan aplikasi tertentu perlu digunakan simulator antena. Fungsi penggunaan simulator antena adalah untuk memudahkan analisa dari performansi maupun karakteristik dari antena tanpa harus merealisasikan antena terlebih dahulu dan kemudian mengukurnya. Banyak metode yang digunakan
6
oleh simulator antena dalam melakukan komputasi elektromagnetik antara lain yaitu, Finite Integration Technique (FIT), Methode of Moment (MoM), Finite Difference Time Domain (FDTD), dan masih banyak yang lainnya. Contoh dari software antenna simulator yaitu, CST Microwave Studio, Ansoft HFSS, IE3D Simulation Software, dan lain-
lain. Dalam praktikum antena dan propagasi dipakai simulator antena yang menggunakan motode Finite Integration Technique (FIT). Contoh dari simulator antena yang menggunakan metode FIT
Gambar 1.3
Screenshoot simulator antena berbasis FIT
7
Gambar 1.4 Perancangan antena menggunakan simulator
Gambar 1.5 Nilai returnloss (S11) dan VSWR dari hasil simulasi
8
Gambar 1.6 Nilai impedansi dari hasil simulasi
Gambar 1.7 Bentuk pola radiasi dan gain antena dari hasil simulasi IV.
Prosedur Praktikum 1. Kalibrasi NA (Network Analyzer)
Nyalakan NA
Pilih tombol BEGIN
Pilih tipe DUT yang akan diukur dengan menekan pilihan pada softkey. Untuk pengukuran antenna pilih Broadband Passive
Pilih salah satu Port S11 atau Port S22 sebanyak 2 kali
9
Tekan tombol CAL
Pilih User 1 Port
Ikuti perintah di layar : masukkan Open, pilih Measure Standard, masukkan Short, pilih Measure Standard, masukkan Load, pilih Measure Standard
Jika ingin mengukur dua komponen yang berbeda harus dilakukan kalibrasi ulang.
2.
Pengukuran Return Loss
Pilih tombol BEGIN
Pilih Broadband Passive
Pilih Port S11
Grafik return loss merupakan fungsi dari dB terhadap frekuensi. Return loss yang paling bagun memilki nilai dB yang paling kecil.
Pilih Log Mag
3. Pengukuran Impedansi
Pilih tombol FORMAT
Pilih Smith Chart
Aktifkan marker
4. Pengukuran VSWR
Pilih tombol FORMAT
Pilih VSWR
10
Aktifkan marker
Untuk melihat respon frekuensi, kita harus membatasi range pengamatan sesuai frekuensi kerja antena tersebut dengan cara :
Pilih Scale, Auto Scale Frek
Pilih Center, masukkan frekuensi centre antenna
Pilih Span, masukkan span frekuensi yang diinginkan
5. Pengukuran Bandwidth
Bandwidth dapat dicari dari fungsi VSWR terhadap frekuensi. Dengan menggunakan dua marker, pilih dua frekuensi yang memiliki VSWR sama kemudian selisih frekuensi dari kedua marker tersebut adalah bandwidth. 6. Pengukuran Redaman Saluran Transmisi
Konfigurasi untuk mengukur redaman saluran transmisi.
Gambar 1.8 Konfigurasi pengukuran redaman saltran
Setting frekuensi dan daya pada signal generator. Gunakan daya sebesar 0 dBm
Amati daya terima pada spectrum analyzer
Hitung redaman saluran transmisi (kabel koaksial)
Ulangi dengan menggunakan frekuensi yang berbeda
11
MODUL 2 POLA RADIASI DAN GAIN
LABORATORIUM ANTENA LABORATORIA TRANSMISI TELEKOMUNIKASI UNIVERSITAS TELKOM
MODUL 2 POLA RADIASI DAN GAIN
I.
Tujuan Praktikum
Dari proses praktikum pada Modul II ini diharapkan peserta dapat mengerti memahami me mahami mengenai prinsip-prinsip prinsip-prinsip dan konsep konsep :
Pola radiasi
Teknik pengukuran serta serta syarat pengukuran pengukuran pola radiasi radiasi dan gain antena
Parameter-parameter yang bisa dibaca dari sebuah pola radiasi antena (meliputi: HPBW, FNBW, Front to Back Ratio, Ratio, definisi sidelobe, backlobe, mainlobe, dsb)
Mengetahui parameter-parameter dari beberapa jenis antena tunggal yang popular: Dipol, Heliks, dan Yagi melalui simulasi Matlab
Dapat memahami prinsip antena susunan, diagram arah susunan, serta pencatuannya melalui simulasi Matlab
II.
Peralatan Praktikum
- Masting Antena - AUT (Antenna Under Test): antena mikrostrip - Antena Horn (Pemancar) - Portable Signal Analyzer
- PC - Software Matlab - Signal generator
12
III.
Pola Radiasi dan Gain
3.1. Medan Elektromagnetik Medan radiasi dari sebuah antena yang sedang memancar dikarakterisasi oleh vektor Poynting kompleks E x H* dimana E merupakan vektor medan listrik dan H merupakan vektor medan magnet. Dekat dengan antena, vektor Poynting bernilai imajiner (reaktif) dan (E,H) berkurang jauh lebih drastis terhadap 1/r, sementara semakin jauh, vektor Poynting bernilai real (radiating) dan (E,H) berkurang sebanding dengan 1/r. Kedua jenis sifat medan ini mendominasi daerah-daerah yang berbeda di ruang sekeliling antena. Berdasarkan sifat dari vektor Poynting ini, kita dapat mengidentifikasi 3 daerah utama (gambar 1).
Gambar 2.1. Zoning medan elektromagnetik antena 3.2. Medan Reaktif Daerah ini merupakan ruang yang berada langsung di sekeliling antena. Perluasan daerah ini mencakup jarak 0 < r < λ/2π, dimana λ merupakan panjang gelombang. Dalam ruang ini, vector Poynting bersifat reaktif ( non-radiating), memiliki ketiga komponen koordinat bola (r,θ,φ), dan meluruh jauh lebih cepat terhadap 1/r (berbanding terbalik terhadap jarak).
3.3. Medan Radiasi Dekat (Medan Dekat) Diluar perbatasan medan reaktif, medan radiasi pun mulai mend ominasi. Perluasan dari 2
daerah ini mencakup jarak λ/2π < r < 2D /λ, dimana D merupakan dimensi terbesar
13
2
antena. Daerah ini dapat dibagi menjadi 2 sub-bagian. Untuk λ/2π < r < D /4λ, kuat medan meluruh lebih cepat sebanding dengan 1/r dan pola radiasinya (distribusi kuat 2
2
medan angular relatif) sangat bergantung pada r (jarak). Untuk D /4λ < r < 2D /λ, kuat medan meluruh sebanding dengan 1/r, namun pola radiasinya bergantung pada r. Pola radiasinya sama dengan hasil transformasi Fourier dari distribusi permukaan dengan sebuah kesalahan (error ) fasa yang lebih dari 22.5°. Kesalahan fasa tersebut bergantung pada r (untuk r ∞ kesalahan fasanya akan sama dengan nol). Daerah ini sering juga disebut dengan zona/daerah Fresnel, sebuah istilah yang dipinjam dari ilmu optik.
3.4. Medan Radiasi Jauh (Medan Jauh) 2
Diluar batas daerah medan dekat r > 2D /λ atau r > 10λ (kriteria untuk antena kecil), vektor poynting hanya bernilai real /nyata (hanya mengandung medan radiasi) dan hanya mempunyai 2 komponen dalam koordinat spheris/bola ( θ,φ). Kuat medan meluruh sebanding dengan 1/r dan pola radiasinya tidak bergantung pada r. Pola radiasi di daerah ini, diperkirakan oleh hasil transformasi Fourier dari distribusi permukaan, memiliki
kesalahan fasa
kurang dari
22.5°.
Daerah
ini
sering
disebut dengan zona/daerah Fraunhofer, sebuah istilah yang juga dipinjam dari ilmu optik.
3.5. Pola Radiasi Pola radiasi dari suatu antena merupakan gambaran dari intensitas pancaran antena sebagai fungsi dari parameter koordinat bola ( θ,φ). Dalam berbagai kasus, pola radiasi ditentukan dalam daerah medan jauh untuk jarak radial dan frekuensi yang konstan. Sebuah pola radiasi tipikal dikarakterisasi oleh sebuah berkas pancaran utama dengan lebar berkas 3 dB dan sidelobe pada berbagai level yang berbeda (gambar 2). Kinerja antena sering dideskripsikan dalam pola utama bidang-E dan bidang-H. Untuk sebuah antena dengan polarisasi linier, bidang-E dan bidang-H nya didefinisikan sebagai bidang-bidang yang mengandung arah maksimum radiasi dan vektor-vektor medan listrik dan medan magnet, secara berurutan.
14
Gambar 2.2.
Pola Radiasi : (a) Bentuk Rektangular,
(b) Bentuk Polar
3.6. Gain Antena Gain daya sebuah antena didefinisikan sebagai 4π kali perbandingan intensitas radiasi di arah tersebut terhadap daya terima antena dari transmiter yang terhubung. Biasanya arah yang dimaksud adalah arah radiasi maksimum.
4 (, ) 4 Gain relatif adalah perbandingan gain daya di arah tertentu terhadap gain daya antena referensi dalam arah referensinya. Daya input harus sama untuk kedua antena. Antena referensi biasanya adalah dipol λ/2, horn, dan antena lain yang telah diketahui gain nya.
g (,) g (,) g g (,) (%) IV.
Simulasi Antena Tunggal dan Susunan
Dasar teori ini dimaksudkan untuk membantu para praktikan dalam memahami dan menjalankan
percobaan
di
modul
1
ini.
Untuk
pemahaman
yang
lebih
15
komprehensif, para praktikan diharapkan untuk mendalami teori-teori antena pada referensi-referensi yang disebutkan di atas.
4.1
Antena Tunggal
Antena adalah suatu media yang berfungsi untuk meneruskan rambatan gelombang dari media terbimbing (saluran transmisi) ke media bebas (udara) dan sebaliknya. Analisis utama antena adalah penentuan pola pancar radiasi atau sering pula disebut sebagai diagram arah. Penentuan diagram arah secara analitis dilakukan dengan pertama kali menentukan distribusi arus pada antena. Kemudian dengan menerapkan syarat batas bahwa medan elektrik tangensial adalah nol, maka kita akan sampai pada persamaan integral. Persamaan integral ini untuk beberapa kasus antena sederhana dapat diselesaikan secara analitis, namun sebagian besarnya lagi diselesaikan dengan menggunakan analisis numerik. Terdapat banyak sekali jenis antena yang dapat dibuat. Pada percobaan ini, hanya tiga jenis antena yang sangat popular yang dibahas: Dipol, Yagi, Heliks dan Mikrostrip.
4.2
Antena Dipole
Antena dipol pertama kali dirancang oleh Heinrich Hertz. Oleh karena itu kadang antena dipol disebut juga sebagai antena Hertz (Hertzian Dipole). Gambar 2.2.a. menunjukkan antena dipol. Antena dipol dapat dibuat dengan menggunakan dua buah pipa logam tipis. Pipa logam ini dapat berupa silinder dengan jari-jari yang kecil atau dapat pula dari lempeng logam tipis. Pencatuan dilakukan pada kedua sisinya yang saling berdekatan. Ukuran panjang antena dari ujung ke ujung bervariasi. Namun pada prakteknya, panjang antena diambil /2, /4, atau /8. Diagram arah antena dipol dapat ditentukan secara analitis dengan terlebih dahulu menentukan distribusi arus di antena, setelah itu ditentukan nilai medan listrik di titik jauh akibat distribusi arus ini. Untuk distribusi arus yang sinusoidal, diperoleh medan jauh:
−. . . . 2 . cos[(.).cossin]cos./2
Sehingga variasi magnituda medan E pada arah untuk dipol setengah lambda:
16
cos cos 2 () sin
(a)
Gambar 2.3
(b)
(a) antena dipole (b) Pola radiasi/diagram arah dipol 3D
Pola radiasi dari antena dipol yang dinyatakan oleh
F( ) adalah omnidireksional.
Gambar 2.3 (b) adalah diagram arah antena dipol.
4.3
Antena Heliks
Pada dasarnya antena heliks memiliki dua mode radiasi yang dipengaruhi oleh parameter dimensinya. Mode tersebut adalah mode normal dan mode aksial. Mode normal memiliki pola pancar omnidireksional dimana intensitas medan maksimum memiliki arah normal terhadap sumbu antena heliks. Sedangkan mode aksial memiliki pola pancar dengan intensitas medan maksimum sesumbu dengan antena heliks. Dalam Praktikum ini yang dibahas hanya mode aksial.
Geometri Antena Heliks Mode Aksial Secara fisik bentuk geometri dari antena heliks dapat dilihat pada gambar berikut ini :
17
Keterangan gambar : D = diameter heliks C = keliling = πD S = spasi putaran kawat α = sudut kemiringan putaran kawat = arctan(S/ πD)
L = panjang satu putaran n = jumlah putaran A = panjang sumbu = nS d = diameter konduktor kawat Jika putaran kawat heliks tidak digulung, hubungan antara spasi S, keliling C , dan panjang kawat satu putaran L terlihat seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.5
Hubungan dimesi heliks
18
Parameter Antena Heliks Terdapat parameter-parameter penting yang perlu diperhatikan dalam merancang antena heliks secara praktis adalah lebar berkas, penguatan, impedansi, dan rasio aksial.
Impedansi Antena Heliks Dalam teknik pencatuan antena heliks dapat dilakukan dengan dua macam, yaitu secara axial dan peripheral . Teknik pencatuan ini akan turut mempengaruhi besarnya nilai impedansi masukan dari antena heliks. Teknik pencatuan secara axial dilakukan pada bagian tengah sumbu heliks, sedangkan secara peripheral, pencatuan dilakukan pada bagian tepi dari antena heliks. Formulasi untuk menghitung impedansi antena heliks dengan catuan axial dengan toleransi 20% adalah : R
140C Ω
sedangkan pencatuan secara peripheral dirumuskan oleh Baker dengan toleransi 10% adalah:
√ 150 Ω Hubungan diatas hanya berlaku jika memenuhi syarat batas 0,8
° ≥4
14 dan
≤ ≤ °≤≤ 1,2 ; 12
. Terlihat keduanya bahwa impedansi masukan antena heliks adalah
resistif murni, hal ini tentu akan memudahkan dalam penyepadanan antena dengan saluran transmisi (salah satunya memakai transformer
/4).
Lebar Berkas dan Direktivitas Persamaan lainnya yang diperoleh oleh Krauss dari hasil percobaan, besar beamwidth telah diformulasikan dengan hubungan quasi-empirical.
19
°√
°√
Secara grafis dapat dilihat pada gambar berikut .
Gambar 2.6
Pola pancar antena heliks
Direktivitas Dengan cara membagi akar dari persamaan HPBW dalam derajat dengan bidang spheris 41253 akan diperoleh besar direktivitas secara pendekatan sebesar :
12 Pendekatan formulasi di atas berlaku untuk 0,8 C 1,15 ; 12 14 dan
≥
3.
Rasio Aksial Rasio aksial merupakan perbandingan antara intensitas sumbu vertikal dengan sumbu horisontal pada antena heliks. Rasio aksial dapat menggambarkan bentuk polarisasi antena heliks. Rasio aksial antena heliks dapat dihitung dengan rumus :
21 2
20
4.4
Antena Yagi
Antena Yagi merupakan antena yang tersusun linier terdiri dari elemen aktif dan elemen pasif. Konfigurasi antenna yagi terdiri dari sebuah elemen aktif, sebuah reflector, dan satu atau lebih elemen pengarah (Direktor).
Gambar 2.7
Antena Yagi
Antena yagi dianalisa seperti halnya antena dipole yang tersusun linier, akan tetapi yang membedakan adalah nilai dari tegangan masing-masing elemen. Diasumsikan antenna yagi terdiri dari K elemen dipole, dengan (K-2) terakhir sebagai direktor, dan asumsi distribusi arus pada tiap elemen adalah sinusoidal. Kemudian dihitung
− [0 0 0 0 ………..0]
impedansi gandeng dalam matriks dan arus masukan
atau
. Karena
elemen kedua adalah driven maka vektor tegangan adalah
Dengan asumsi distribusi arus tiap elemen sinusoidal, maka matriks Z dihitung dari impedansi gandeng antar elemen yang terpisah pada jarak tertentu oleh persamaan :
21
4 −∫ − − − () 2cos(ℎ) sin[(ℎ ||)] √ , √ (ℎ), √ (ℎ) Dimana :
ℎ 2 ℎ 2 = jari-jari elemen
masing-masing panjang elemen
= konstanta propagasi
Jika susunan elemen pada satu sumbu x, maka akan diperoleh
Gambar 2.8
Kopling 2 elemen
Pada prinsipnya, antena Yagi memanfaatkan pengaruh kopling impedansi antar e lemen yang tersusun seperti pada gambar 3.6. Dari kopling impedansi tersebut diperoleh distribusi arus pada masing-masing elemen yang kemudian akan membentuk pola pancar tertentu. Untuk menghitung impedansi masukan elemen driven adalah :
22
Secara umum, gain antena susunan diperoleh dari persamaan :
cos(ℎ cos)cosℎ ( + ) g (,) = sinℎ sin
[ ……………. . ] cos(ℎ cos)cosℎ ( ) g (,) = sinℎ sin
Jika diperoleh arus masukan
besar gain dari
susunan dihitung pada sumbu x saja maka diperoleh persamaan:
Untuk menghitung front to back ratio dilakukan dengan cara mencari nilai gain 0
pada arah 90 ,
0
0
untuk g f
( forward gain) dan 900 ,
180
0
untuk
gb
(backward gain) sehingga untuk besar front to back ratio didefinisikan sebagai :
Gain ternormalisasi didefinisikan
gg g(,) g(θ,gϕ)
Dengan cara mengintegrasikan terhadap semua sudut, diperoleh berkas ke seluruh arah dan diperoleh direktivitas dari antenna yagi :
4 ∆Ω ∆Ω ∫ ∫ g(,) sin.. Optimasi pola pancar antena yagi dilakukan dengan cara mengubah -ubah dimensi dari panjang elemen dan spasi antar elemen, sehingga akan diperoleh karakteristik antena yagi yang berbeda-beda.
23
4.5
Antena Susunan
Pendahuluan Pola radiasi elemen antena tunggal mempunyai beamwidth yang relatif lebar dan menghasilkan direktivitas mempunyai
yang
rendah.
Untuk
mendapatkan
antena
yang
gain tinggi maka antena tersebut harus diperbesar. Cara lain untuk
menghasilkan antena yang mempunyai gain tinggi dan pola radiasi tertentu, dapat diperoleh dengan menyusun beberapa antena sejenis dalam konfigurasi tertentu. Susunan beberapa antena sejenis disebut sebagai antena susunan (Array antenna). Dengan mengabaikan kopling antar elemen (Untuk memudahkan analisa), medan total antena susunan ditentukan oleh penjumlahan vektor medan teradiasi oleh elemen tunggal.
Untuk menghasilkan antena yang sangat direksional, maka penyusunan
elemen sedemikian sehingga medan dari tiap di arah tertentu saling menguatkan dan di arah lainnya saling menghilangkan. Ada 5 cara yang dapat digunakan untuk membentuk pola radiasi antena, yaitu: 1. Konfigurasi geometris keseluruhan susunan (linier, sirkular, rektangular, sferis, dll). 2. Jarak relatif antar elemen. 3.
Amplituda catuan tiap-tiap elemen; pengaturan amplituda catuan dapat
mempengaruhi bentuk pola radiasi antena. 4. Fasa catuan tiap-tiap elemen; pengaturan fasa catuan dapat mengubah arah beam utama antena. 5. Pola radiasi relatif elemen susunan.
4.5.1 Susunan Linier N-Elemen Catuan Uniform Dengan mengasumsikan bahwa tiap elemen mempunyai amplituda catuan yang sama tapi tiap elemen bersebelahan mempunyai beda fasa progresif . Susunan uniform adalah susunan elemen sejenis dengan seluruh magnitude identik dan mempunyai fasa progresif.
24
1 +(+ ) +(+ ) ⋯ +(−)(+) Faktor susunan:
∑= (−) cos 2⁄ ;
Dengan
adalah beda fasa antar elemen yang bersebelahan.
Dengan manipulasi matematis, persamaan AF dapat disederhanakan menjadi:
si n ( ) (−) ⁄ 2 1 sin(2 )
dengan membuat referensi di tengah, maka AF menjadi sbb:
si n ( ) si n ( 1 sin(212 ) ℎ∶ sin(212 ))
4.5.2 Antena Susunan Catuan Non-Uniform Untuk optimasi pembentukan pola pancar antena, bisa dilakukan ”pembobotan” arus pada tiap-tiap elemen. Pembobotan tersebut bisa terpola maupun tidak terpola. Pada modul praktikum ini diperkenalkan teknik pembobotan terpola Binomial (Segitiga
Pascal) maupun Dolph-Tschebyscheff. Susunan Binomial Secara matematis, distribusi binomial dituliskan sebagai berikut :
( )( ) 1 2 (3) (1)− 1 (1) (1)(2) 2! 3! ⋯ 25
Secara sederhana, koefisien pembobotan dapat diperoleh dengan menggunakan struktur Segitiga Pascal, sebagai contoh untuk susunan 5 elemen maka koefisien pembobotannya adalah 1 4 6 4 1 , begitu pula untuk jumlah elemen lain.
Susunan Dolph-Tschebycheff Distribusi ini merupakan kompromi antara uniform dan binomial serta lebih dapat diaplikasikan. Distribusi catuannya menggunakan polinom Tschebycheff. Susunan Dolph-Tschebycheff tanpa sidelobe (perbandingan major to minor lobe = - dB) mempunyai distribusi yang sama dengan susunan binomial. Sifat dari polinom TChebycheff digambarkan grafik berikut :
Gambar 2.9
Grafik Polinom Chebychev
Orde polinomial harus kurang 1 dari jumlah elemen total susunan. Dalam desain susunan Dolph-Tschebyscheff, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menentukan koefisien eksitasi, yakni: (i) jumlah elemen, (ii) spasi antar elemen, dan (iii) perbandingan major lobe terhadap minor lobe (R 0 ) atau HPBW atau FNBW.
Diagram Arah Antena Susunan Diagram arah dari antena susunan (Identik) adalah perkalian dari diagram arah satu antena tersebut dengan diagram arah antena susunan
isotropis yang mempunyai
26
relasi ampl itudo, orientasi dan fasa yang sama dengan susunan. Diagram fasa antena susunan ialah penjumlahan diagram fasa satu antena tersbut dengan diagram fasa antena susunan isotropis yang mempunyai relasi amplitudo, orientasi dan fasa yang sama dengan susunan.
Etotal = [E(elemen tunggal pada titik referensi)] x [Array Factor]
Hal ini disebut sebagai perkalian pola untuk susunan elemen identik. Prinsip ini berlaku secara umum untuk susunan sejumlah antena identik yang tidak perlu mempunyai amplituda, fasa, dan/atau jarak antar elemen yang sama.
V. 5.1.1
Prosedur Praktikum Pengukuran Pola Radiasi dan Parameter-Parameter Pola Radiasi
( Pola radiasi, HPBW, FNBW, FBR )
Siapkan dan cek kondisi peralatan yang akan digunakan. Jika ada yang kurang jelas,
tanyakan ke asisten jaga.
Praktikan merangkai peralatan yang ada sehingga membentuk sistem seperti
gambar berikut ini.
Gambar 2.10
Konfigurasi Sistem untuk Pengukuran Pola Radiasi
27
Setelah sistem terbentuk, tanyakan ke asisten jaga untuk mengecek kebenaran
dari konfigurasi sistem yang telah dibangun oleh praktikan. o
Atur masting antena sehingga 0 busur derajat menghadap / mengarah ke antena
pemancar.
Catat level daya terima yang tampak pada komputer
Dengan cara yang sama, lengkapi data-data yang ada pada tabel 2.1 jurnal
praktikum dengan cara menutar masting antena.
Pengukuran dilakukan untuk kedua jenis antena, yaitu antena dipole
yang
merupakan contoh antena omniderektional dan antena mikrostrip sebagai contoh dari antenna directional. Setiap antena diukur sebanyak 3 kali dengan tidak mengubah jarak dan lokasi
antar masting antena.
5.2
Pengukuran Gain Antena Siapkan dan cek kondisi peralatan yang akan digunakan. Jika ada yang kurang jelas,
tanyakan ke asisten jaga.
Praktikan merangkai peralatan yang ada sehingga membentuk sistem seperti
gambar berikut ini;
Gambar 2.11 Konfigurasi Sistem untuk Pengukuran Level Daya Terima Antena Referensi
28
Catat level daya terima antena referensi. Pencatatan dilakukan sebanyak 10 kali
dengan interval waktu 30’’. Masukkan data pengukuran ke dalam tabel 2.2. Tanpa mengubah jarak dan lokasi kedua masting antena, ganti antena referensi
dengan antena mikrostrip . Catat level daya terima. Lakukan pencatatan sebanyak 10 kali dengan interval waktu 30’’. Masukkan data pengukuran ke dalam tabel 2.2. Lakukan hal yang sama terhadap antena yang lain .
5.3
Simulasi Antena Tunggal dan Susunan
Langkah pertama adalah memanggil program utama pada command window : >>
utam lalu tekan ENTER, sehingga muncul tampilan seperti yang terlihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.12 Menu Utama Program Terdapat beberapa sub-menu dari menu utama tersebut yaitu: 1. Sub-menu Dipole
melakukan percobaan tentang antenna dipol
2. Sub-menu Heliks
melakukan percobaan tentang antenna heliks
3. Sub-menu Yagi – Udha
melakukan percobaan tentang antenna yagi
4. Sub-menu Matching
melakukan percobaan tentang penyepadanan antenna
Impedance
dengan saluran transmisi yang digunakan.
5. Sub-menu Antena Susunan melakukan percobaan tentang beberapa karakteristik
29
Masing-masing sub-menu dapat dijalankan dengan mengklik pushbutton dari masingmasing sub-menu.
Sub-Menu Dipole Pada submenu dipol ini, praktikan akan melakukan percobaan untuk melihat beberapa karakteristik antena dipol.
Gambar 2.13 Tampilan menu Dipole Masukkan parameter-parameter yang diminta, kemudian lakukan proses perhitungan dengan menekan tombol ”Pr oses Hitung”
Sub-Menu Heliks Pada submenu heliks ini, praktikan akan melakukan percobaan untuk melihat beberapa karakteristik antena Heliks.
Gambar 2.14 Tampilan menu Heliks Mode Aksial
Praktikan diminta untuk memasukkan data-data masukan antara lain : frekuensi kerja, cara pencatuan, besar circumference, direktivitas, dan pitch angle. Setelah selesai
30
memasukkan parameter tersebut, praktikan dapat menekan pushbutton
”Pr oses
Hitung” untuk memperoleh data-data keluaran.
Sub-Menu Yagi Pada sub-menu Yagi ini, praktikan akan melakukan percobaan untuk melihat beberapa karakteristik antena Yagi.
Gambar 2.15 Tampilan menu Yagi - Uda Untuk percobaan ini, lakukan prosedur yang sama dengan yang sebelumnya.
Sub-Menu Antena Susunan Untuk percobaan ini, lakukan prosedur yang sama dengan yang sebelumnya.
Gambar 2.16 Tampilan menu Yagi - Uda
31
MODUL 3 PROPAGASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
LABORATORIUM ANTENA LABORATORIA TRANSMISI TELEKOMUNIKASI UNIVERSITAS TELKOM
MODUL 3 PROPAGASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui efek pathloss. 2.
Mengetahui pengaruh jarak antara antena Tx - antena Rx terhadap
penerimaan daya dan pengaruhnya terhadap nilai loss propagasi sistem. 3. Mengetahui pengaruh blocking terhadap penerimaan daya antena Rx. 4. Mengetahui pengaruh shadowing terhadap penerimaan daya antena Rx. 5.
Dapat
membandingkan path
loss
yang
terjadi
pada
tiga
kasus
(Blocking, shadowing,dan free space).
II.
ALAT – ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Antena pemancar dan penerima. 2. Perangkat Base Station Mini . 3. Portable Power Meter .
III. DASAR TEORI 3.1 Propagasi Gelombang Elektromagnetik
Propagasi merupakan kelakuan gelombang elektromagnetik yang terjadi ketika merambat pada suatu medium. Propagasi gelombang harus sangat diperhatikan karena kualitas penerimaan dalam bentuk level daya sangat dipengaruhi oleh keadaan kanal propagasinya.
32
Propagasi berdasarkan perambatan gelombangnya dapat diklasifikasikan sbb : 1. Gelombang Permukaan (Surface Wave)
Ketika propagasi gelombang radio dekat dengan permukaan tanah (relatif terhadap panjang gelombang). Umumnya terjadi pada gelombang berfrekuensi rendah (LF, sebagian HF jika tidak menggunakan pantulan ionosfer ) Propagasi gelombang permukaan dibedakan menjadi 3 : 1. Gelombang Langsung 2. Gelombang Pantulan Tanah
Gambar 3.1 Gelombang Langsung dan Gelombang Pantulan Tanah
3. Gelombang Permukaan Tanah
Gambar 3.2 Gelombang Permukaan Tanah
33
2. Gelombang Langit (Sky Wave)
Menggunakan High Frequency (HF), yaitu pada frekuensi 3-30 MHz. Sering digunakan sebagai media transmisi radio siaran internasional seperti BBC untuk memancarkan siaran hiburan dan informasinya ke belahan bumi yang lainnya. Jenis propagasi yang menggunakan gelombang langit : 1. Propagasi Ionosferik
Pada ketinggian 50-500 km, molekul-molekul atmosfer dapat diionisasi oleh radiasi matahari menjadi gas terionisasi.
Gambar 3.3 Propagasi Ionosferik
Gambar 3.4 Frekuensi yang dipantulkan oleh ionosfer
34
2. Propagasi Troposferik
Troposfer merupakan lapisan atmosfer yang paling bawah. Komunikasi yang terjadi pada troposfer terdiri :
Ducting Tropospheric : memanfaatkan adanya ‘ duct ’ pada troposfer.
Hubungan Difraksi : memanfaatkan penghalang sebagai sumber gelombang yang baru.
Troposfer / hambur tropo : memanfaatkan partikel-partikel troposfer sebagai
media difraksi.
3. Gelombang Ruang (Space Wave)
Gelombang ruang merupakan resultante gelombang langsung dan gelombang pantulan permukaan tanah, yang temasuk dalam gelombang ruang adalah Line of Sight dan system komunikasi bergerak. 4. Gelombang Ruang Bebas (Free Space Wave)
Biasa disebut juga sebagai gelombang langsung ( direct wave), merupakan gelombang yang kanal propagasinya berupa ruang bebas. Asumsi hanya ada satu gelombang langsung. Dipakai pada komunikasi antar satelit dan komunikasi Line Of Sight (LOS). 3.2 Pemodelan Kanal Propagasi
Tergantung pada :
Lingkungan antara Tx & Rx ( Obstacle)
Frekuensi & Bandwidth sinyal informasi
Gerakan pengirim & penerima (mobilitas tinggi/ rendah)
Pemodelan kanal propagasi dibedakan menjadi 3 bagian :
35
1. Propagasi Free Space
Diasumsikan propagasi terjadi pada satu lintasan & tidak terjadi refleksi serta zona ke-1 Fresnell harus bebas obstacle atau kondisi LOS ( Line Of Sight ). Faktor yang mempengaruhi adalah frekuensi dan jarak lintasan gelombang. Model ini hanya valid untuk daerah yang merupakan medan jauh ( far field ) terhadap pemancar, dimana daerah medan jauh didefinisikan oleh Fraunhofer daerah minimal memenuhi:
Free Space Loss didefinisikan sebagai rugi-rugi propagasi di ruang bebas antara dua
antena isotropis, dimana pengaruh permukaan tanah dan atmosfer diabaikan.
36
Freshnel Zone didefinisikan sebagai tempat kedudukan titik-titik sinyal yang tak
langsung (berbentuk ellips) dalam lintasan/ link gelombang radio, dimana daerah tersebut dibatasi oleh gelombang tak langsung ( indirect signal ) yang mempunyai beda panjang lintasan dengan sinyal langsung sebesar kelipatan ½
atau
n ½ .
Freshnel zone I : jika beda panjang lintasan sinyal langsung dan sinyal tak
langsung adalah ½ .
Freshnel zone II:
jika beda panjang lintasan sinyal langsung dan sinyal tak
langsung adalah 2 kali ½ . Secara matematis, freshnel zone didekati dengan rumus :
PRX = PTX – LFTX + GTX – LP + GRX – LFRX sehingga
37
LP = PTX – LFTX + GTX – PRX + GRX – LFRX 2. Shadowing
Propagasi shadowing terjadi ketika suatu lintasan yang menghubungkan Tx dan Rx pada zona ke-1 fresnell terdapat obstacle yang bercelah seperti pepohonan, sehingga akan terjadi refleksi. 3. Blocking
Propagasi blocking terjadi ketika suatu lintasan yang menghubungkan Tx dan Rx pada zona ke-1 fresnell terdapat obstacle yang kokoh seperti gedung,bukit,dll., sehingga akan terjadi refleksi. 3.3 Fading Fading adalah fluktuasi daya dipenerima. Fading disebabkan oleh pengaruh
mekanisme propagasi terhadap gelombang radio, berupa refraksi , refleksi , difraksi , hamburan, atenuasi , dan ducting.
1. Refleksi
Terjadi jika sinyal mengenai objek yang mempunyai dimensi lebih besar dibandingkan panjang gelombang sinyal. Refleksi bisa bersifat konstruktif dan juga destruktif .
2. Difraksi
Terjadi jika sinyal mengenai objek yang mempunyai bentuk yang tajam. Jika antara antena Base Station dengan antena Mobile Station terhalang oleh suatu obstacle (gedung , bukit, dll), maka MS masih dapat menerima sinyal dimana
penurunan sinyalnya terhadap hubungan LOS dinyatakan dengan parameter difraksi v:
38
3. Scattering
Terjadi jika sinyal megenai objek yang mempunyai dimensi lebih kecil dibandingkan panjang gelombang sinyal. Menyebabkan energi menyebar ke segala arah. 3.3 Pathloss
Software Pathloss merupakan software yang digunakan untuk melakukan RF Planning. Dalam arti yang sebenarnya, Pathloss adalah pengurangan rapatan daya (atenuasi) dari gelombang elektromagnetik. Pathloss merupakan modal utama dalam analisa dan desain link budget pada sistem telekomunikasi. Software Pathloss mempunyai beberapa fitur utama yaitu : 1.
Membuat link profile (terrain data dari peta digital, *.txt or manual)
2.
Kalkulasi performa link.
3.
Analisa reflection dan multipath.
4.
Optimasi ketinggian antena.
5.
Administrasi peta digital dalam format raster.
6.
Administrasi geo-referentiated orthophotos.
7.
Analisa interferensi.
8.
Impor/export data melalui format text
Gambar 3.5 Simulasi RF Planning
39
3.1 Menentukan Daerah Hujan Katika mendesain jaringan komunikasi radio Line of sight hal yang paling utama diperhatikan adalah penambahan pelemahan sinyal dikarenakan hujan. Penambahan pelemahan sinyal ini terjadi pada rugi-rugi jalur transmisi yang menggunakan media udara tak terpandu. Sebelum membahas metode perhitungan rugi-rugi ini diperlukan adanya pembahasan mengenai informasi mengenai masalah hujan tersebut. Ketiaka membahas mengenai hujan, maka satuan hujan ini dinyatakan dalam milimeter perjam. Sebelum implementasi jaringan perancang jaringan harus mampu memprediksi kemungkinan yang akan terjadi pada rugi-rugi saluran bebas tersebut. Rekomendasi pembengian daerah hujan yang sering digunakan adalah dari ITU-R Pn.837-1. Dimana pembagiannya dibagi dalam daerah A hingga Q.
Gambar 3.6 Pembagian Daerah Hujan Menurut ITU-R Pn.837-1
Pada pathloss 4.0 daerah hujan ini mengikuti pembagian menurut ITU-R Pn.837-1 yang dibagi dalam daerah A hinggan Q.
40
Gambar 3.7 Data base pembagian daerah hujan dari pathloss 4.0
3.2 Topologi geografi (Terrain view)
Pathloss 4.0 mendukung penggunaan file digital untuk menampilkan topologi sesuatu daerah. Beberapa map digital yang dapat digunakan antara lain Gtopo 30 dan SRTM. Selain menggunakan peta digital, pathloss 4.0 juga dapat menerima masukan topologi daerah secara manual yang berdasarkan dari survey lapangan maupun study peta. Adapun proses untuk memasukkan data terrain adalah sebagai b erikut: 1. Pilih menu Configure, pilih sub menu terrain data base. 2. Pilih primary data base, isi pilihan dengan peta digital yang tersedia (dalam hal ini adalah peta SRTM). 3. Tekan tombol setup primary 4. Pilih menu file, sub menu BIL-HDR-BLW 5. Pilih folder dimana file SRTM disimpan. Selanjutnya copy data SRTM tersebut. Sebelum pathloss dapat menggunakan data tersebut, beberapa parameter harus disetting terlebih dahulu. Parameter yang utama perlu disetting adalah letak geografis dari site A dan site B. Jadi tiap site perlu diketahui nilai nominal koordinat sebelumnya. Sehingga tahapan yang perlu dilakukan adalah : 1. Pada menu summary diperlukan untuk mengisi data letak nominal site dan informasi umum lainnya. 2. Pilih menu terrain data, menu configure sub menu geographic default. 3. Pilih datum WGS 1984, elipsoid wgs 84, dan latitude southern hemisphere, longitude eastarn hemisphere. 4. Pilih grid coordinate system UTM dan second format nearest 0.01 second. 41
5. Pilih menu configure, sub menu terrain data base. 6. Pilih tipe peta digital SRTM pada primarynya, kemudian klik tombol setup primary. Pilih menu file BIL-HDR-BLW. 7. Cari folder dimana peta SRTM disimpan, dan pilih ope n. Pilih close dan tekan tombol ok.
Gambar 3.8 Menu Utama Pathloss 4.0
Gambar 3.9 Mensetting Geographic default
42
Gambar 3.10 Setting geographic default
Gambar 3.11 Setting terrain data base
Gambar 3.12 Terrain data base menggunakan SRTM
43
Adapun cara untuk menampilkan kondisi terrain suatu jalur titik ke titik adalah sebagai berikut: 1. Isi data nominal site A dan site B pada menu summary. 2. Pilih menu terrain data, pilih menu operation, generate profile. 3. Isi data distance increment. Semakin kecil nilai distance increment, semakin detail informasi perubahan terrain view. 4. Tekan tombol generate. Secara otomatis topologi geografi antara kedua titik site akan tampil. Selanjutnya tekan tombol copy. 5. Selanjutnya dapat ditambahkan penghalang baik berupa pohon maupun gedung diantara kedua titik tersebut. Caranya dengan mengklik dua kali pada structure filed dan pilih stuktur yang ingin ditambahkan dengan informasi ketinggian struktur tersebut.
Gambar 3.13 Terrain data yang belum terisi
44
Gambar 3.14 Memunculkan terrain view
Gambar 3.15 Menentukan Kerapatan Terrain view
Gambar 3.16 Menambahkan Strukture pada terrain
45
3.17 Terrain dengan struktur
3.3 Menentukan Ketinggian Antena Minimum
Adapun tahapan untuk menentukan ketinggian antena adalah sebagai berikut: 1. Pilih menu Antenna heights. 2. Klik tombol Optimize (tombol bergambar kalkulator) untuk mendapatkan ketinggian optimum antena yang diperlukan. 3. Untuk menentukan sendiri ketinggian antena dapat digunakan menu set microwave antenna heights. 4. Isi data ketinggian antena dan ketinggian tower yang akan digunakan untuk masingmasing site pada kolom yang tersedia.
Gambar 3.18 Mensetting ketinggian antenna
46
3.4 Menampilkan hasil profile yang telah dibuat
Adapun proses untuk menampilkan profile diantara dua site jalur titik ketitik adalah dengan memilih menu print profile. Secara otomatis akan tergambar kondisi terrain, LOS jarak antara site, elevasi pada site, dan ketinggian antenna yang disetting.
Gambar 3.19 Module Print Profile
3.5 Menggunakan Menu Worksheet
Parameter dari perangkat yang akan digunakan pada jalur titik ke titik akan dimasukkan pada menu worksheet. Dengan kata lain informasi mengenai perangkat yang akan digunakan dimasukkan pada module ini. Oleh karena itu seorang perancang harus memahami mengenai perangkat yang akan dipakai. Pada bagian ini merupakan bagian yang akan menentukan performa link yang kita inginkan. Memberikan parameter yang tepat dan benar akan memberikan performa link yang terbaik. Adapun proses untuk mendapatkan link budget jalur komunikasi radio ini adalah: 1. Menentukan Metode keandalan. Untuk mensetting metode kaandalan jalur komunikasi ini adalah sebagai berikut: 1. Pilih menu worksheet, selanjutnya pilih menu operation. 2. Pilih sub menu reliability options.
47
3. Pilih metode keandalan yang akan digunakan, presentasi waktu keandalan, metode perhitungan, tipe radio yang akan dirancang, dan standart region.
Gambar 3.20 Mensetting Keandalan jaringan
2. Memilih data daerah hujan site Indonesia termasuk daerha hujan golongan P dimana intensitas hujan termauk besar.Untuk menentukan daerah hujan jalur komunikasi radio yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Buka Menu worksheet. 2. Klik Gambar awan. 3. Pilih Polarisasi yang digunakan dan juga metode pembagian wilayah daerah hujan yang digunakan. 4. Tekan tombol Load rain file. Pilih golongan daerah hujan yang sesuai dengan daerah dimana site akan didirikan.
Gambar 3.21 Mensetting Polarisasi dan daerah hujan
48
3. Memberikan tambahan informasi keadaan bumi pada profil topografi Adapun informasi yang ditambahkan pada bagian ini adalah informasi mengenai ketinggian topografi yang berada didaratan rendah ataukah dataran tinggi, serta memberikan informasi mengenai kelembapan daerah dimana site tersebut dibuat. Tahapan untuk memeberikan informasi ini adalah sebagai berikut: 1. Klik pada gambar terrain. 2. Akan muncul menu path profile data. Pilih menu geoclimatic factor. Pilih klasifikasi terrain yang sesuai dan juga kelembapan daerah yang sesuai.
Gambar 3.22 Data Profil topografi
Gambar 3.23 Mensetting faktor geografi
4. Memilih peralatan radio yang digunakan Sebagai perancang jaringan radio, tentunya kita perlu mengetahui parameterparameter radio yang akan kita gunakan. Karena informasi mengenai spesifikasi radio yang akan kita gunakan ini menentukan nilai sinyal yang dapat dipancarkan serta
49
sinyal yang dapat diterima selain daripada informasi mengenai keandalan alat yang akan digunakan tersebut. Adapun cara untuk menambahkan informasi mengenai parameter radio yang akan digunakan adalah sebagai berikut: 1. Buka menu worksheet. 2. Klik pada simbol TR. Klik pada tombol lookup. 3. Pilih radio yang akan digunakan dan tekan tombol both.
Gambar 3.24 Menentukan radio yang akan digunakan
Gambar 3.25 Memilih radio yang akan digunakan
5. Memilih Antena yang digunakan Tahapan untuk memasukkan data antena adalah sebagai berikut: 1. Pilih menu worksheet. Klik gambar antena. 2. Klik menu lookup, pilih antena yang akan digunakan.
50
Gambar 3.26 Informasi antena yang akan digunakan
Gambar 3.27 Memilih antena yang akan digunakan
6. Memilih Frekuensi yang digunakan Tahapan untuk memasukkan data frekuensi adalah sebagai berikut: 1.
Pilih
menu
worksheet.
Klik
gambar
ch.
2. Klik menu lookup, pilih frekuensi yang akan digunakan.
Gambar 3.28 Frekuensi yang digunakan
51