BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat kolonial Belanda menjajah bumi nusantara, Pendidikan Islam telah tersebar luas dalam wujud “pondok pesantren”, dimana islam diajarkan di musholla/langgar/masjid. Sistem yang digunakan seperti sistem sorogan, bandongan, dan wetonan. Sorogan adalah sistem pendidikan dimana secara perorangan menghadap kyai dengan membawa kitab, kyai membacakan dan mengartikan kemudian sang santri menirukannya. Bandongan atau Wetonan adalah sang kyai membaca, mengartikan dan menjelaskan maksud teks dari kitab tertentu namun sang santri hanya mendengarkan penjelasan dari sang kyai. Sistem pendidikan semasa itu hanya berorientasi pada hafalan teks semata, sehingga tidak merangsang santri untuk berdiskusi. Cabang ilmu agama yang diajarkan sebatas Hadits dan Mustholah Hadist, Fiqih dan Usul Fiqih, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf, Ilmu Mantiq, Ilmu Bahasa Arab. Ini berlangsung hingga awal abad aba d ke-20. Sudah barang bara ng tentu di sekolah Belanda para murid tidak diperkenalkan pendidikan Islam sehingga menjadikan cara berfikir dan tingkah laku mereka banyak banyak yang menyimpang dari ajaran Islam. Melihat kenyataan ini K.H Ahmad Dahlan beserta para tokoh bertekad untuk memperbaharui pendidikan bagi umat Islam. Pembaharuan yang dimaksud meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan segi teknik. Segi cita-cita adalah untuk membentuk manusia muslim yang berakhlaqul karimah, alim, luas pandangan dan paham terhadap masalah keduniaan, cakap, serta bersedia berjuang untuk kemajuan agama Islam. Sedang dari dar i Segi teknik adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan modern terutama sistem/model pembelajaran yang diterapkan selama pelaksanaan pendidikan.
1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang melatarbelakangi Muhammadiyah di bidang pendidikan? 1.2.2. Apa saja cita-cita pendidikan Muhammadiyah? 1.2.3. Bagaimana bentuk dan model pendidikan Muhammadiyah? 1.2.4. Apa saja tantangan dan revitalisasi pendidikan Muhammadiyah? 1.2.5. Bagaimana pemikiran dan praktis pendidikan Muhammadiyah?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Mengerti dan memahami apa yang melatarbelakangi Muhammadiyah di bidang pendidikan; 1.3.2. Mengerti dan memahami apa saja cita-cita cita -cita pendidikan Muhammadiyah; 1.3.3. Mengerti dan memahami bagaimana bentuk dan model pendidikan Muhammadiyah; 1.3.4. Mengerti dan memahami apa saja tantangan dan revitalisasi pendidikan Muhammadiyah; 1.3.5. Mengerti dan memahami bagaimana pemikiran pemikira n dan praktis pendidikan Muhammadiyah.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Faktor yang Melatarbelakangi Muhammadiyah di Bidang Pendidikan
2.1.1. Faktor Internal 2.1.1.1. Sikap Beragama Umat Islam Kelemahan
praktek
ajaran
agama
Islam
dapat
dijelaskan melalui dua bentuk.
Tradisionalisme Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini
ditandai dengan pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda umat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan
baru
yang
banyak
datang
dari
luar
(barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
Sinkretisme Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah
memperkaya khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakat-masyarakat budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan
dalam
tinjauan
aqidah
Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli
3
mereka yang animistik tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha, dan animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid. 2.1.1.2. Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan
sistem
pendidikan
Islam
yang
khas
Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawuf dan ilmu falak. Pesantren tidak mengajarkan materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami
perkembangan
zaman
dan
dalam
rangka
menunaikan tugas sebagai khalifah di muka bumi. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
4
2.1.2. Faktor Eksternal 2.1.2.1. Kristenisasi Faktor eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah Kristenisasi, yakni kegiatankegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi Kristen. Kristenisasi
ini mendapatkan peluang
bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Misi Kristen, baik Katholik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan Kristenisasi ini didukung dan
dibantu
penyebaran
dana-dana
agama
negara
Kristenisasi
Belanda. Efektifitas
inilah
yang
terutama
menggugah K.H. Ahmad Dahlan untuk membentengi umat Islam dari pemurtadan. 2.1.2.2. Kolonialisme Belanda Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah Nusantara ini,
baik
secara
sosial
kebudayaan. Ditambah
politik,
dengan
ekonomi
praktek
maupun
politik
Islam
Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, K.H. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya
melakukan
perlawanan
terhadap
kekuatan
penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan. 2.1.2.3. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pebaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu
5
Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al Afgani,
Muhammad
Abduh,
Rasyid
Ridha
dan
lain
sebagainya. Persentuhan itu terutama diperoleh melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh K.H. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan
yang
membawa
angin
segar
pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi K.H. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga. Dalam melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan
besar
dalam
beritijhad. Prinsip-prinsip dasar
perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada Al-Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memiliki karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan
zaman
Muhammadiyah
banyak
memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu).
2.2. Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah
Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar , Muhammadiyah dituntut untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah pengetahuan melalui jalur pendidikan. Secara umum dapat dipastikan bahwa ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah yang tetap dipertahankan sampai saat adalah dimasuk kannya mata pelajaran AIK di semua lembaga pendidikan (formal) milik Muhammadiyah. Hal tersebut sebagai salah satu upaya Muhammadiyah agar setiap individu senantiasa menyadari bahwa ia diciptakan oleh Allah sematamata untuk berbakti kepada-Nya.
6
Usaha Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem pendidikan modern, karena Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadi rahmatan lil-‘alamin, menjadi petunjuk dan rahmat bagi hidup dan kehidupan segenap manusia jika disampaikan dengan cara-cara modern. Dasarnya adalah Allah berfirman:
“Wahai jama’ah jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus (melintasi) pejuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu sekalian tidak akan sanggup melakukannya melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan) ” (QS. Ar-Rahman: 33). Muhammadiyah konsekuen untuk mencetak elit muslim terdidi k lewat jalur pendidikan. Ada beberapa tipe pendidikan Muhammadiyah: 1. Tipe Muallimin/Mualimat Yogyakarta (pondok pesantren); 2. Tipe madrasah/Depag: Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah; 3. Tipe sekolah/Diknas: TK, SD, SMP, SMA/SMK, Universitas/ST/ Politeknik/Akademi; 4. Madrasah Diniyah, dan lain-lain. Orientasi pembaharuan di bidang pendidikan menjadi prioritas utama yang ingin dicapai oleh Muhammadiyah, hal ini tergambar dari tujuan pendidikan dalam Muhammadiyah, untuk mencetak peserta didik/lulusan sekolah Muhammadiyah, sebagai berikut: 1. Memiliki jiwa Tauhid yang murni; 2. Beribadah hanya kepada Allah; 3. Berbakti kepada orang tua serta bersikap baik terhadap kerabat; 4. Memiliki akhlaq yang mulia; 5. Berpengetahuan luas serta memiliki kecakapan, dan 6. Berguna bagi masyarakat, bangsa dan agama. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka setiap lembaga pendidikan Muhammadiyah
diwajibkan
memasukkan
mata
pelajaran
Al-
Islam/Kemuhammadiyahan (AIK) sebagai bagian integral dari kurikulum
7
dengan harapan dapat mempengaruhi karakter para peserta didik baik selama proses pendidikan berlangsung terlebih setelah mereka lulus. Secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan: 1. Mempelajari AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa Indonesia yang beragama Islam dan mempunyai alam fikiran modern/tajdid/dinamis; 2. Memperkenalkan alam fikiran tajdid, dan diharapkan peserta didik dapat tersentuh dan sekaligus mengamalkannya, dan 3. Perlunya etika/akhlak peserta didik yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan Muhammadiyah.
2.3. Bentuk-Bentuk dan Model Pendidikan Muhammadiyah
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: “ Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah” Bahkan hal tersebut sangat bertentangan dengan Islam, sebab dapat mendorong timbulnya kepercayaan syirik dan merusak aqidah Islam. Inti gerakan pemurnian ajaran Islam seperti pendahulunya, Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab cukup bergema. K.H. Ahmad Dahlan dan pengikutnya teguh pendirian dalam upaya menegakkan ajaran Islam yang murni sesuai al-Qur’an dan Hadis, mengagungkan ijtihad intelektual bila sumber-sumber hukum yang lebih tinggi tidak bisa digunakan, termasuk juga menghilangkan taklid dalam praktik fiqih dan menegakkan amal ma’ruf nahi munkar. Dahlan merasa tidak puas dengan sistem dan praktik pendidikan yang ada di Indonesia saat itu, dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Karena itu
8
Dahlan merentaskan beberapa pandangannya mengenai pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain: 2.3.1. Pendidikan Integralistik K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau mesti lebih banyak merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir beliau menarik untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu: 1. Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akal dengan di dasari hati yang suci 2. Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia 3. Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt. Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah. Madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan.
9
2.3.2. Pendidikan Agama 1. Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah-Madrasah Sebagai catatan, tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir Hamzah
menyimpulkan
bahwa
tujuan
umum
pendidikan
Muhammadiyah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah: 1. Baik budi, alim dalam agama; 2. Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum); 3. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. 2. Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-Sekolah Umum Modern Belanda Sekolah Muhammadiyah mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi dilakukan dengan cara yang berbeda dengan sekolah-sekolah Islam yang lebih awal dengan gaya pesantrennya yang kental. Dengan contoh metode dan sistem pendidikan baru yang diberikannya. K.H. Ahmad Dahlan juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian diharapkan lahirlah kader-kader Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi-misi dan melanjutkannya di masa depan.
2.4. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah
2.4.1. Masalah Kualitas Pendidikan Perkembangan amal usaha Muhammadiyah khususnya dalam bidang pendidikan yang sangat pesat secara kuantitatif belum diimbangi peningkatan kualitas yang sepadan, sehingga sampai batas tertentu kurang memiliki daya saing yang tinggi, serta kurang
10
memberikan
sumbangan
yang
lebih
luas
dan
inovatif
bagi
pengembangan kemajuan umat dan bangsa. Bahwa amal usaha Muhammadiyah dalam hal kualitas mengalami dua masalah sekaligus, yaitu, pertama, terlambatnya pertumbuhan kualitas dibandingkan dengan penambahan jumlah yang spektakuler, sehingga dalam beberapa hal kalah bersa ing dengan pihak lain.
Kedua,
tidak
meratanya
pengembangan
mutu
lembaga
pendidikan. Dalam sejumlah aspek banyak disoroti kelemahan amal usaha khususnya di bidang pendidikan yang kurang mampu menunjukkan daya saing di tingkat nasional apalagi internasional. Amal usaha Muhammadiyah tidak mengalami proses inovasi yang merata dan signifikan, sehingga cenderung berjalan di tempat, kendati beberapa lainnya mulai bangkit mengembangkan ide-ide dan metode baru dalam peningkatan kualitas dan keberadaan amal usaha Muhammadiyah. Kedepan diperlukan peningkatan kualitas yang lebih inovatif, sehingga amal usaha Muhammadiyah khususnya bidang pendidikan dapat lebih unggul serta mampu mengemban misi dakwah dan tajdid Muhammadiyah. Dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (comperative advantage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat
11
cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah). Inilah salah satu dari sekian tantangan yang harus dihadapi Muhammadiyah dalam bidang pendidikan. 2.4.2. Permasalahan Profesionalitas Guru Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan. Menurut Suyanto, “Guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “Guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa ditiru”. Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih-lebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui sistem seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan Muhammadiyah masa kini. 2.4.3. Masalah Kebudayaan (Alkulturasi) Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari
12
bangsa lain. Suatu perkembangan kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh budaya-budaya barat. 2.4.4. Permasalahan Strategi Pembelajaran Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis faktual atau pengetahuan. Dewasa
ini
terdapat
tuntutan
pergeseran
paradigma
pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktik pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya profesionalisme guru. 2.4.5. Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semakin beragam.
13
Dampak
negatif
dari
teknologi
modern
telah
mulai
menampakkan diri di depan mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan
daya
mental-spiritual/jiwa
yang
sedang
tumbuh
berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya. Pengaruh negatif dari teknologi elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsifungsi kejiwaan lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya dengan alatalat teknologi elektronis dan informatika seperti komputer, foto copy dan sebagainya. Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu dampak positif dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak didik tidak lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah bisa lewat komputer penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah nampak jelas bahwa pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak positi f dan negatif. 2.4.6. Tantangan Era Globalisasi Terhadap Pendidikan Agama Islam diantaranya, Krisis Moral Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media masa lainnya, yang menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi
alkohol
dan
narkotika,
perselingkuhan,
pornografi,
kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan tidak punya integritas dan krisis akhlak lainnya. 2.4.7. Dampak Negatif dari Era Globalisasi Adalah Krisis Kepribadian Di era globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia sedang mengalami sebuah perubahan yang besar disegala sektor. Ini dibuktikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat. Dengan kemajuan teknologi dan informasi seperti televisi, komputer, internet, media cetak dan elektronik mengakibatkan
14
bangsa Indonesia dapat dengan mudah mengakses informasi bai k dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dapat menimbulkan kemerosotan norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat, kebobrokan akhlak (perilaku), serta bentuk penyimpangan lainnya yang kini telah merebak dalam masyarakat Indonesia khususnya generasi muda dalam hal ini pelajar atau mahasiswa. Mereka lebih mementingkan urusan duniawi daripada urusan akhirat. Dari semua bentuk penyimpangan ini membutuhkan suatu upaya yang sangat serius untuk mengatasinya. Salah satu cara mengatasinya adalah melalui pendidikan, dalam hal ini pendidikan kemuhammadiyahan. Dengan kemuhammadiyahan dampak-dampak buruk dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa di minimalisir. Jadi ini dapat disimpulkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat telah memberikan dampak-dampak bagi kehidupan kita, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak tersebut menyebabkan bangsa Indonesia melakukan banyak penyimpangan. Di dalam pendidikan, kemuhammadiyahan adalah salah satu upaya yang diperlukan. Kemuhammadiyahan berperan a ktif untuk mengelola dan memanage dampak-dampak buruk yang disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sedikit. 2.4.8. Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah Kata dasar dari revitalisasi yaitu “vital”, artinya penting. Kata “re” sebelum kata “vital” bisa diartikan sebagai proses pengulangan, dan atau sikap sadar untuk melakukan upaya atau usaha. Jadi kata “revitalisasi”
itu
berarti
upaya
untuk
melakukan
perbaikan
(pementingan) dari beberapa kekurangan yang ada dan diketahui sebelumnya. Perbaikan, maksud arti dari kata revitalisasi biasanya lebih sering digunakan untuk hal-hal yang tidak nampak secara kasat mata. Seperti paradigma, konsep dan yang lain-lain. Sementara dalam kamus
15
besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Menjawab tantangan yang dihadapi Muhammadiyah dalam bidang pendidikan seperti yang disebutkan diatas, Achmad Charis Zubai Sekretaris II Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah periode 1995-2000 mengemukakan bahwa kendatipun jumlah umat islam mayoritas (88,2%) di Indonesia namun kualitasnya cukup memprihatinkan dibanding umat lain. Karena beberapa fakor seperti tidak mencerminkan homogenitas dalam kualitas tetapi heterogenitas baik dalam kualitas, intensitas, maupun paham-paham dan persepsi keagamaannya. Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya umat islam juga melatarbelakangi mengapa umat islam tidak memiliki peran yang setara dengan kuantitasnya. Menjawab tantangan yang dihadapi Muhammadiyah bahwa Kualitas lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah belum setara dengan kuantitasnya yang senantiasa mengalami perkembangan yang spektakuler, Muhammadiyah perlu melakukan upaya pengesahan dan penghidupan kembali Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan dan gerakan pengembangan dan pengelolaan. Dalam aspek filosofi, Muhammadiyah perlu merumuskan kembali ide dasar pendidikan Muhammadiyah sebagai matra keimanan dan ketaqwaaan yang tercemin dalam religiulitas serta akhlak manusianya. Dalam aspek kebijakan
pengembangan
dan
pengelolaan,
dilakukan
dengan
penyegaran dan perubahan orientasi yang meliputi: 1. Dari orientasi status ke orientasi kompetensi; 2. Dari orientasi Input ke output; 3. Dari orientasi kekinian ke orientasi masa depan; 4. Dari orientasi kuantitatif ke orientasi kualitatif; 5. Dari orientasi kepemimpinan individu ke orientasi sistem; 6. Dari orientasi ketergantungan ke orientasi kemandirian; 7. Dari orientasi fisik ke orientasi nilai.
16
Disamping itu perencanaan dan pengelolaan Muhammadiyah perlu dikembangkan dengan wawasan keunggulan dengan memacu kreativitas disegala bidang seperti iptek, kewirausahaan, seni, dan sebagainya. Sehingga dapat meningkatkan daya saing umat dan ban gsa dalam percaturan nasional dan bangsa. Menjawab tantangan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar maupun yang berkaitan dengan sejauh mana sekolah-sekolah Muhammadiyah mampu mengaktualisasikan misinya sebagai sekolah islam ditengah perubahan dan globalisasi. Sehingga diperlukan proses belajar yang sejalan dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga membawa siswa menyadari kebesaran Allah SWT. Itu semua mungkin dapat digunakan sebagi prinsip moral dan peningkatan kualitas pendidikan Muhammadiyah bagi pengembangan kualitas sumberdaya manusia. Tantangan
Muhammadiyah
yang
kedua
dalam
bidang
pendidikan adalah masalah berkurangnya profesionalisme guru. Hal ini harus segera ditemukan solusinya oleh Muhammadiyah untuk menghindari dampak negatif terhadap kualitas peserta didik dengan terus meningkatkan kualitas Sumber daya pendidik dan terus menanamkan etos keikhlasan kepada para pendidik dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah. Selanjutnya, Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan juga harus mampu menghadapi perubahan dan arus globalisasi yang ada terhadap kemungkinan dampak buruk yang bisa dialami peserta didiknya. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat maka budaya asing akan dengan mudahnya masuk ke dalam kebudayaan Indonesia. Muhammadiyah harus dapat menjadi filter atau penyaring agar kebudayaan asing yang bersifat negatif tidak ikut masuk dan pada akhirnya akan merusak moral dan kepribadian pelajar Muhammadiyah. Salah satu yang perlu terus dikembangkankan adalah dengan terus memberikan materi Al Islam Kemuhammadiyahan yang diharapkan
17
dapat menjadi pencerah bagi para pelajar Muhammadiyah serta terus mengembangkan strategi pembelajaran yang kaya materi namun juga kaya motivasi. Hal ini dikarenakan selama ini pendidikan di Indonesia adalah pendidikan dimana peserta didik terus disuapi dengan banyaknya materi namun miskin motivasi. Dengan pandangan Islam yang berkemajuan, sumberdaya manusia yang berkualitas, kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi, pengalaman sosial yang panjang, dan modal sosial yang luar biasa Muhammadiyah akan mampu menjadi kekuatan pencerahan di negeri ini. Kini dalam memasuki perjalanan abad kedua tuntutannya ialah bagaimana
segenap
anggota
terutama
kader
pimpinan
Muhammadiyah, memanfaatkan dan memobilisasi seluruh potensi dan sistem gerakannya untuk tampil menjadi gerakan Islam modern yang unggul di segala lapangan kehidupan salah satunya adalah untuk terus melakukan pengembangan dan perbaikan dalam bidang pendidikan. Transformasi di bidang pemikiran, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan usaha-usaha lain yang bersifat unggul dan terobosan, Muhammadiyah dituntut untuk terus berkiprah dengan inovatif. Pembaruan
gelombang
kedua
menjadi
keniscayaan
bagi
Muhammadiyah dalam memasuki fase itu.
2.5. Pemikiran dan Praktis Pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang memelopori pendidikan
Islam
modern.
Salah
satu
latar
belakang
berdirinya
Muhammadiyah menurut Mukti Ali ialah ketidak efektifan lembaga pendidikan agama pada waktu penjajahan Belanda, sehingga Muhammadiyah memelopori pembaruan dengan jalan melakukan reformasi ajaran dan pendidikan Islam. Kini pendidikan Muhammadiyah telah berkembang pesat dengan segala kesuksesannya, tetapi masalah dan tantangan pun tidak kalah berat. Dalam sejumlah hal bahkan dikritik kalah bersaing dengan pendidikan lain yang unggul. Pendidikan AIK pun dipandang kurang menyentuh subtansi
18
yang kaya dan mencerahkan. Kritik apapun harus diterima untuk perbaikan dan pembaharuan. Pendidikan Muhammadiyah merupakan bagian yang terintegrasi dengan gerakan Muhammadiyah dan telah berusia sepanjang umur Muhammadiyah. Jika diukur dari berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (1 Desember 1911) Pendidikan Muhammadiyah berumur lebih tua ketimbang organisasinya. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari “sekolah”
(kegiatan
dikembangkan
Kyai
Kyai Dahlan
dalam secara
menjelaskan informal
ajaran dalam
Islam)
yang
pelajaran
yang
mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Lembaga pendidikan tersebut sejatinya sekolah Muhammadiyah, yakni sekolah agama yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam pada waktu itu, tetapi bertempat tinggal di dalam sebuah gedung milik ayah K.H. Ahmad Dahlan, dengan menggunakan meja dan pa pan tulis, yang mengajarkan agama dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.
19
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah adalah salah satu gerakan dakwah Islam yang berpengaruh dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. Salah satu buktinya Muhammadiyah membangun pondok pesantren dengan sistem pembelajaran yang modern. Muhammadiyah sampai saat ini tetap konsekuen untuk mencetak elit muslim terdidik lewat jalur pendidikan. Tantangan yang dihadapi Muhammadiyah diantaranya adalah masalah kualitas pendidikan, permasalahan profesionalisme guru, masalah kebudayaan (alkulturasi), permasalahan strategi pembelajaran, masalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya, krisis moral, dampak negatif dari era globalisasi adalah krisis kepribadian. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat telah memberikan dampak-dampak bagi kehidupan kita, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak tersebut menyebabkan bangsa Indonesia melakukan banyak penyimpangan. Di dalam pendidikan, kemuhammadiyahan adalah salah satu upaya yang diperlukan. Kemuhammadiyahan berperan aktif untuk mengelola dan memanage dampak-dampak buruk yang disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi le bih sedikit. Adapun strategi muhammadiyah yang digunakan dalam menjawab tantangan era globalisasi saat ini adalah muhammadiyah harus memberi jawaban terhadap arus-arus yang dibawa oleh “gelombang” globalisasi dan informasi. Bagaimanapun Muhammadiyah harus berupaya untuk selalu up-to date, jangan sampai berhenti bahkan ketinggalan. Khususnya dalam merealiasasikan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahyi munkar perlu startegi yang “selalu” baru, agar objek dari dakwah tersebut bisa lebih “tepat sasaran”.
20
Dengan
program
pengembangan
yang
telah
ditetapkan
Muhammadiyah diharapkan akan mampu memperbaiki dan mengembangkan kualitas pendidikan Muhammadiyah agar dapat bersaing dengan lembaga pendidikan swasta lainnya dan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anshoriy Ch, Nasruddin, Matahari Pembaharuan, Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2010. Asrofie, M Yusron, Kyai Haji Ahmad Dahlan, Pemikiran dan Kepemimpinannya , Yogyakarta: Yogyakarta Offset, 1983. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Grafindo Persada, 1990. Jatmika, Sidik, Kauman: Muhammadiyah Undercover , Yogyakarta: Ge. Mulkhan, Abdul Munir, Warisan Intelektual KH Ahmad Dahlan dan Amal Muhammadiyah Cet I, Yogyakarta: PT Percetakan Persatuan, 1990. Nashir,
Haedar,
Muhammadiyah
Abad
Kedua,
Yogyakarta:
Suara
Muhammadiyah, 2011. Sairin, Weinata, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah , Jakarta: PT Fajar Interpratama, 1995. Zubair, Achmad Charris, Peningkatan Kualitas Pendidikan
Muhammadiyah,
Jakarta: PP Muhammadiyah, 2000. http://www.google.co.id/konsepdasarpendidikanmuhammadiyah.html, . http://www.google.co.id/proyeksidankondisipendidikanmuhammadiyah.html, . http://www.google.co.id/tantanganyangdihadapimuhammadiyahdalambidangpend idikan.html, .
22