PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan risiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional. Salah satu perangkat untuk tercapainya penggunaan obat rasional adalah tersedia suatu pedoman atau standar pengobatan yang dipergunakan secara seragam pada pelayanan kesehatan dasar atau puskesmas, yaitu Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Penerapan Pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan kerasionalan penggunaan obat, dan dengan demikian akan menunjang upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) 2015 dalam hal penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) serta Pemberantasan HIV/AIDS dan Penyakit Menular. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 296/Menkes/SK/III/2008 perlu direvisi dan disempurnakan secara berkala, tidak hanya menyesuaikan dengan kemajuan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran maupun farmasi, tetapi juga didasarkan pada pola penyakit yang ada di puskesmas. Pada revisi kali ini terdapat perubahan dan penambahan sejumlah diagnosis yang dianggap penting serta ditiap diagnosis dilengkapi dengan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang bermanfaat baik untuk pasien maupun keluarganya. Beberapa kriteria dalam pemilihan diagnosis penyakit yang perlu disusun dalam kaitan mengukur mutu, yaitu: a. Penyakit tersebut mempunyai dampak fungsional yang besar. b. Merupakan penyakit yang jelas batas-batasnya dan relatif mudah mendiagnosisnya. c. Prevalensinya relatif cukup tinggi. d. Perjalanan penyakitnya dapat secara nyata dipengaruhi oleh tindakan medis yang ada. e. Pengelolaannya dapat ditetapkan secara jelas. f. Faktor non-medis yang mempengaruhinya sudah diketahui. g. Penyusunan diagnosis disesuaikan dengan kompetensi dokter dan sistem pelaporan yang ada. Tujuan dan Manfaat Pedoman Pengobatan Tujuan Pedoman Pengobatan. Tujuan Pedoman Pengobatan dikelompokkan dalam beberapa hal: Mutu Pelayanan Pengobatan. Oleh karena Pedoman Pengobatan hanya memuat obat yang terpilih untuk masing-masing penyakit / diagnosis. Standar Profesi. Senantiasa menjadi standar profesi setinggi-tingginya karena disusun dan diputuskan atas kesepakatan para ahli.
Perlindungan Hukum. Merupakan landasan hukum dalam menjalankan profesi karena disusun dan disepakati para ahli dan organisasi profesi kesehatan dan diterbitkan oleh pemerintah. Kebijakan dan Manajemen Obat. Perencanaan obat yang digunakan akan lebih tepat, secara langsung dapat mengoptimalkan pembiayaan pengobatan. Manfaat Pedoman Pengobatan. Beberapa manfaat dengan adanya pedoman pengobatan: a. Untuk pasien. Pasien hanya memperoleh obat yang benar dibutuhkan. b. Untuk Pelaksana Pengobatan. Tingkat profesionalisme tinggi karena sesuai dengan standar. c. Untuk Pemegang Kebijakan Kesehatan dan Pengelolaan Obat. Pengendalian biaya obat dan suplai obat dapat dilaksanakan dengan baik. C.
Ruang Lingkup Pedoman pengobatan dasar di Puskesmas meliputi pedoman penatalaksanaan terhadap jenis-jenis penyakit yang ada di Puskesmas. Dalam penatalaksanaan tersebut mengacu pada Standar Kompetensi Dokter. Standar Kompetensi Dokter telah diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006 dalam rangka memenuhi amanah Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Dengan dijadikannya Standar Kompetensi Dokter ini sebagai acuan dalam menyusun pedoman pengobatan dasar di Puskesmas, diharapkan seorang profesi dokter akan mampu : a. Mengerjakan tugas / pekerjaan profesinya. b. Mengorganisasikan tugasnya secara baik. c. Tanggap dan tahu yang dilakukan bila terjadi sesuatu yang berbeda. d.Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di bidang profesinya. e. Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda. Dalam Standar Kompetensi Dokter ada beberapa komponen kompetensi, akan tetapi hanya kompetensi inti pada area pengelolaan masalah kesehatan terutama pada daftar penyakit yang dipilih menurut perkiraan data kesakitan dan kematian yang terbanyak di Indonesia pada tingkat pelayanan kesehatan dasar. Pengertian dan Tingkat Kemampuan pengelolaan penyakit:
Tingkat Kemampuan 1 Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan overview level. Bila menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, Dokter segera merujuk.
Tingkat Kemampuan 2 Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.
Tingkat Kemampuan 3 3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat). 3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
Tingkat Kemampuan 4 Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.
Pada tiap diagnosis penyakit dalam pedoman ini dilengkapi dengan tingkat kemampuan kompetensi dokter dan kode penyakit (ICD X) serta nomor kode penyakit pada sistem pelaporan. Untuk tingkat kemampuan pengelolaan penyakit (Kompetensi) 1, 2, 3a dan 3b, setelah pasien dirujuk ke dokter spesialis yang relevan di Rumah Sakit, maka dokter spesialis tersebut harus membuat rujukan balik ke Puskesmas tempat asal pasien berobat disertai dengan informasi tentang tindakan maupun pengobatan yang telah dilakukan terhadap pasien tersebut. Rujukan balik bisa berupa pasien melanjutkan pengobatan di Puskesmas, atau masih diperlukan rujukan lebih lanjut bagi pasien yang memerlukan pemeriksaan spesialistik. Dalam penatalaksanaan pengobatan pasien oleh tenaga medis, harus berpedoman pada 6 langkah pengobatan rasional sebagai berikut (WHO, 1994): 1. Definisikan masalah penyakit pasien 2. Tentukan tujuan pengobatan 3. Tentukan pilihan pengobatan (non farmakologi dan farmakologi) 4. Penulisan resep yang baik dan benar 5. Memberikan informasi dan edukasi yang memadai 6. Monitoring dan evaluasi pengobatan
BAB II PENATALAKSANAAN PENGOBATAN 1. KEJANG DEMAM Kompetensi : 4 dan 3A Laporan Penyakit :
ICD X : R56.0
a. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38 oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah pengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
b. Penyebab Faktor risiko berulangnya kejang demam: 1) Riwayat kejang demam dalam keluarga 2) Usia <12 bulan 3) Temperatur yang rendah saat kejang 4) Cepatnya kejang setelah demam Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. c. Gambaran Klinis Klasifikasi: 1) Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure) Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 10 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam. 2) Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure) Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: a) Kejang lama, adalah kejang yang berlangsung >15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang, anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. b) Kejang fokal, adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. c) Kejang berulang, adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami kejang demam. d. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada kasus kejang untuk anak <18 bulan dianjurkan untuk dilakukan pungsi lumbal, dan anak <12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal. e. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. f.
Diagnosis banding Bila anak berumur kurang dari 18 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam, perlu dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
g. Penatalaksanaan 1) Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam i.v. dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
2) Obat yang praktis dan dapat diberikan di rumah adalah diazepam per rektal dosis 0,5-0,75 mg/kg; atau diazepam per rektal 5 mg (untuk anak berat <10 kg atau umur < 3 tahun) dan 10 mg (untuk anak berat >10 kg atau umur >3 tahun). Bila kejang belum berhenti, diazepam per rektal dosis yang sama dapat diulang dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2x pemberian diazepam per rektal masih tetap kejang, pasien harus dirujuk ke RS. 3) Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. 4) Pemberian obat saat demam: a) Antipiretik (parasetamol, ibuprofen) Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali, dapat diberikan 4x sehari, tidak lebih dari 5x. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, tiap 6-8 jam. b) Antikonvulsan Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg tiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg tiap 8 jam pada suhu >38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital dan karbamazepin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. 5) Pemberian obat rumat: a) Pemberian obat rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): (1) Kejang lama > 15 menit (2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus (3) Kejang fokal b) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila: (1) Kejang berulang >2x dalam 24 jam (1) Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan (2) Kejang demam > 4x per tahun c) Pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Obat pilihan: asam valproat dosis 15-40 mg/kg/hari tiap 8-12 jam, atau fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam tiap 12-24 jam. h. KIE 1) Tujuan pengobatan: mengurangi/mencegah serangan. 2) Edukasi pada orang tua untuk mengurangi kecemasan: a) Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik b) Memberitahukan cara penanganan kejang c) Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali d) Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tapi perlu diingat adanya efek samping obat. 3) Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang: a) Tetap tenang dan tidak panik. b) Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. c) Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lender di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut. d) Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang. e) Tetap bersama pasien selama kejang.
f) Berikan diazepam per rektal. Jangan berikan bila kejang telah berhenti. 4) Bawa ke Puskesmas atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih. 5) Vaksinasi: sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Dianjurkan untuk memberi diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian. Efek samping obat: diazepam dosis tinggi dapat menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. 6) Alasan rujuk: lihat penatalaksanaan. 2. TETANUS Kompetensi Laporan Penyakit
: 3B : 0305
ICD X : A-35
a. Definisi Penyakit sistem saraf yang disebabkan oleh Clostridium tetani, berlangsung akut dengan karakteristik spasme tonik persisten dan eksaserbasi singkat. b. Penyebab Bakteri anaerob Clostridium tetani. Spora dari Clostridium tetani dapat hidup selama bertahun-tahun di dalam tanah dan kotoran hewan. Jika bakteri tetanus masuk ke dalam tubuh manusia, bisa terjadi infeksi baik pada luka yang dalam maupun luka yang dangkal. Setelah proses persalinan, bisa terjadi infeksi pada rahim ibu dan pusar bayi yang baru lahir (tetanus neonatorum). Gejala-gejala infeksi ditimbulkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri, bukan bakterinya. c. Gambaran Klinis 1) Gejala khas: kejang pada otot-otot wajah menyebabkan ekspresi pasien seperti menyeringai (risus sardonikus) dengan kedua alis yang terangkat. 2) Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 5–10 hari setelah terinfeksi, tetapi bisa juga timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah terinfeksi. 3) Gejala yang paling sering ditemukan adalah kekakuan rahang dan sulit dibuka (trismus) karena yang pertama terserang adalah otot rahang. 4) Gejala lain berupa gelisah, gangguan menelan, sakit kepala, demam, nyeri tenggorokan, menggigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai. 5) Kekakuan atau kejang otot-otot perut, leher dan punggung bisa menyebabkan kepala dan tumit pasien tertarik ke belakang sedangkan badannya melengkung ke depan yang disebut epistotonus. 6) Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah bisa menyebabkan retensi urin dan konstipasi. 7) Gangguan-gangguan ringan seperti suara berisik, aliran angin atau goncangan, bisa memicu kejang otot disertai nyeri dan keringat berlebih. 8) Selama kejang pasien tidak dapat berbicara karena otot dadanya kaku atau terjadi kejang tenggorokan sehingga terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan gangguan pernapasan. Biasanya tidak terjadi demam. Laju pernapasan dan denyut jantung serta refleks-refleks biasanya meningkat. Tetanus juga bisa terbatas pada sekelompok otot di sekitar luka. Kejang di sekitar luka ini bisa menetap selama beberapa minggu. d. Diagnosis Diduga suatu tetanus jika terjadi kekakuan otot atau kejang pada seseorang yang memiliki luka. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pembiakan bakteri dari apusan luka.
e. Penatalaksanaan Pasien tetanus harus segera dirujuk ke rumah sakit karena ia harus selalu mendapat pengawasan dan perawatan. Sebelum dirujuk lakukan hal-hal di bawah ini: 1) Lakukan langkah-langkah ABC 2) Segera diberikan diazepam dosis 10 mg i.v. perlahan 2–3 menit. Dapat diulangi bila diperlukan. 3) Berikan IVFD dekstrose 5% : RL = 1 : 1 tiap 6 jam 4) Bila tersedia, berikan Antitoksin tetanus: a) Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 UI/hari i.m. selama 3 – 5 hari. Tes kulit sebelumnya, atau b) Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Dosis 500-3.000 UI i.m. tergantung beratnya penyakit. Diberikan dosis tunggal.
5) Berikan penisilin prokain 2 juta UI i.m pada orang dewasa atau 50.000 UI/kgBB/hari selama 10 hari pada anak untuk eradikasi kuman. Bila tidak ada atau alergi terhadap Penilisin dapat diberikan: a) Eritromisin per oral 500 mg tiap 6 jam, atau b) Tetrasiklin per oral 500 mg tiap 6 jam.
6) Cegah penyebaran racun lebih lanjut dengan eksplorasi luka dan membersihkannya dengan H 202 3%. Port d’entre lain seperti OMSK atau gangren gigi juga harus dibersihkan dahulu. f.
KIE 1) Tujuan pengobatan: menghilangkan kejang, meningkatkan kualitas hidup, mencegah komplikasi, mencegah kematian. 2) Diberikan nutrisi dan makanan yang cukup. Bila perlu, diberikan melalui pipa nasogastrik. 3) Menghindari tindakan/perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan suara dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten. 4) Mempertahankan/membebaskan jalan napas: pengisapan lendir oro/nasofaring secara berkala. 5) Posisi/letak pasien diubah-ubah secara periodik. 6) Pemasangan kateter bila terjadi retensi urin.
3. HIV-AIDS Kompetensi Laporan Penyakit
: 2 : 04
ICD X : B20-B24
a. Definisi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang merupakan golongan retrovirus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan penyakit AIDS. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome. “Acquired” artinya tidak diturunkan, tetapi ditularkan dari satu orang ke orang lainnya; “Immune” adalah sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit; “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang; dan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh sehingga manusia menjadi rentan dan mudah tertular penyakit. b. Gambaran Klinis Stadium klinis HIV-AIDS menurut WHO dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Stadium Klinis HIV-AIDS menurut WHO Stadium Stadium (Asimtomatik,
Berat Badan Gejala (BB) I Tidak ada Tidak ada gejala atau hanya Limfadenopati penurunan Generalisata Persisten
Periode Jendela/ Window Period) Skala aktivitas : normal Stadium II (sakit ringan) Skala aktivitas : simtomatis, aktivitas normal
BB
Stadium III (sakit sedang) Skala aktivitas : selama 1 bulan terakhir tinggal ditempat tidur < 50%
Penurunan BB > 10%
Stadium IV (sakit berat) /AIDS Skala aktivitas : selama 1 bulan terakhir berbaring ditempat tidur > 50%
HIV wasting syndrome
Penurunan BB 5-10%
-
Luka sekitar bibir (cheilitis angularis) Lesi kulit yang gatal (seborrhea atau prurigo) Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir ISPA berulang, misal sinusitis, tonsillitis, otitis dan faringitis Sariawan berulang Bercak putih dimulut (oral hairy leukoplakia) Diare, kandidiasis vaginal, panas yang tidak diketahui penyebabnya > 1 bulan Infeksi bakterial yang berat (misalnya pneumonia) TB paru dalam 1 tahun terakhir kandidiasis esofagus herpes simpleks > 1 bulan limfoma toksoplasmosis otak diare kriptospridiosis > 1 bulan cytomegalovirus sarkoma kaposi ca cerviks infasif PCP TB ekstrapulmonal meningitis criptococcus ensefalopati HIV
c. Penularan Virus HIV terdapat didalam cairan tubuh terutama darah, cairan vagina, sperma dan air susu ibu. Penularan virus HIV dapat terjadi melalui: 1) Hubungan seksual yang tidak aman yaitu berganti-ganti pasangan tanpa pelindung (kondom) atau hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi HIV-AIDS tanpa menggunakan kondom. 2) Jarum suntik dan peralatan lain (alat kedokteran, jarum tatto, alat tindik, pisau cukur, dan lainlain) yang tidak steril dan digunakan bersama-sama. Selain itu penularan virus HIV melalui darah juga dapat terjadi melalui tranfusi darah dan transplantasi organ tubuh yang tercemar HIV. 3) Penularan dari ibu yang menderita HIV-AIDS ke anak selama kehamilan, persalinan dan menyusui. d. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Laboratorium dan Klinis (berdasarkan stadium klinis) serta penggalian faktor risiko. e. Infeksi Oportunistik (IO) – Penyakit terkait HIV Adalah infeksi yang mengambil manfaat dari melemahnya sistem kekebalan tubuh. Pada tahun-tahun pertama epidemi HIV-AIDS, IO menyebabkan banyak kesakitan dan kematian. Namun setelah ada terapi antiretroviral (ART), lebih sedikit orang yang meninggal akibat IO. IO yang paling umum terjadi adalah: 1) Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan atau vagina. Kandidiasis dapat meluas sampai esofagus pada pasien AIDS. 2) Virus Sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan penyakit mata yang dapat menimbulkan kebutaan. 3) Virus Herpes Simpleks dapat menyebabkan herpes pada mulut atau alat kelamin.
4) Malaria adalah umum di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini menjadi lebih sering terjadi dan lebih parah pada orang yang terinfeksi HIV. 5) Mycobacterium Avium Complex (MAC/MAI) adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan demam kambuhan, rasa sakit yang umum, masalah pencernaan, dan kehilangan berat badan yang parah. 6) Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat menyebabkan pneumonia (radang paru) yang berbahaya. 7) Toksoplasmosis adalah infeksi protozoa otak. Nyeri kepala biasanya disebabkan toksoplasmosis. 8) Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat menyebabkan meningitis (radang selaput otak). f.
Penatalaksanaan rujuk RSU ART (Anti Retroviral Therapy) yaitu terapi yang diberikan kepada ODHA dengan menggunakan obat anti HIV (ARV=Anti Retro Viral). Tujuan utama ART adalah untuk menjaga agar jumlah virus HIV didalam tubuh pada tingkat yang rendah, dan mengurangi atau memulihkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV, sehingga dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat HIV serta meningkatkan mutu hidup pengidap ODHA. 1) Persyaratan pemberian ART: a) HIV positif dengan dokumentasi tertulis b) Memenuhi persyaratan medis Jika tes CD4 tersedia: (1) CD4 < 350 sel/mm3 pada tanpa memandang stadium klinisnya (2) Stadium klinik 3 dan stadium 4 tanpa memandang jumlah CD4 (3) Pemeriksaan jumlah CD4 diperlukan untuk mengidentifikasi pasien dengan stadium klinik 1 dan 2 yang perlu memulai terapi ARV (4) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif tanpa memandang jumlah CD4 Jika tes CD4 tidak tersedia (1) Stadium klinik 3 WHO (2) Stadium klinik 4 WHO c) IO sudah diobati atau stabil d) Pasien siap untuk pengobatan ARV e) Tersedia tim klinik yang mendukung perawatan kronik f) Ketersediaan obat yang dapat dipercaya 2) Jenis-jenis obat ART: a) Golongan NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) Berfungsi menghambat replikasi DNA virus. Cara kerja NRTI dengan mencegah perubahan genetik virus dari RNA menjadi DNA. Jenis obat yang termasuk golongan ini diantaranya : (1) AZT (Aksidiotimidin) atau ZDV (Zidovudin) (2) 3TC (Lamivudin) (3) D4T (Stavudin) (4) Tenofir b) Golongan NNRTI (Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) Berfungsi sama dengan NRTI tapi dengan cara yang berbeda. Cara kerja NNRTI dengan mencegah masuknya HIV kedalam inti sel yang terinfeksi, sehingga HIV tidak dapat membuat turunan-turunan virus. Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini adalah: (1) EFP (Efavirenz) (2) NVP(Nevirapin) (3) DLV (Delavirdin) c) Golongan PI (Protease Inhibitor)
Berfungsi memotong virus baru dengan potongan khusus sehingga tidak dapat dirakit menjadi virus yang siap bekerja. Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini adalah : (1) NTV (Nevinavir) (2) IDV (Indinavir) (3) RTV (Ritonavir) (4) APV (Amphenavir) (5) TAZ (Tazanavir) (6) LPV (Lopinavir) 3) Kepatuhan ART a) Kepatuhan dalam ART berhubungan erat dengan disiplin pribadi yang tinggi untuk menghindari resistensi obat. Dalam ART terdapat 5 kepatuhan yaitu: (1) Patuh dalam jenis obat yang tepat (2) Patuh dengan cara minum yang tepat (3) Patuh dengan waktu minum yang tepat (4) Patuh dengan dosis obat yang tepat. (5) Patuh dengan masa terapi yang tepat. b) Kepatuhan pengobatan (adherence) penting karena menentukan kesuksesan terapi, yaitu: (1) Viral load atau jumlah virus HIV menurun. (2) CD4 meningkat. (3) Angka kesakitan dan kematian menurun. c) Dampak dari adherence yang buruk adalah: (1) Resistensi terhadap obat. (2) Peningkatan biaya pengobatan. g. Penatalaksanaan HIV-AIDS di tingkat Puskesmas 1) Menyediakan layanan konseling pencegahan HIV-AIDS. 2) Menyediakan layanan kesehatan bagi ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS) dengan perawatan dasar berbasis masyarakat atau berbasis rumah serta memberikan dukungan kepatuhan berobat ARV. 3) Menyediakan layanan VCT atau konseling dan test HIV secara sukarela untuk memberikan dukungan psikologis dan informasi untuk merubah perilaku berisiko serta membuka akses untuk mendapatkan pelayanan perawatan dan pengobatan HIV-AIDS di tingkat layanan kesehatan rujukan. 4) Menyediakan layanan laboratorium rapid test dan hematologi lengkap. 5) Pelayanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (Prevention Mother to Child Transmission=PMTCT) di tingkat Puskesmas menyediakan layanan Prong 1 dan 2. a) Adapun kegiatan pada Prong I adalah konseling perubahan perilaku untuk mencegah penularan HIV-AIDS pada remaja dan mengurangi stigma/diskriminasi terhadap ODHA. b) Sedangkan kegiatan pada Prong II adalah promosi dan distribusi kondom pada kelompok risiko tinggi, konseling pasangan suami istri yang salah satunya terinfeksi HIV. 6) Pelayanan IO dan penatalaksanaan TB-HIV dibawah pengawasan dokter RS rujukan ODHA. 7) Menyediakan layanan ART dibawah pengawasan RS rujukan ART, berupa: a) Penentuan stadium klinis b) Memulai ARV, IO dan OAT. c) Kepatuhan pengobatan. d) Paduan (kombinasi) obat ARV. e) Identifikasi efek samping obat ARV. 8) Mengintensifkan penemuan kasus TB dan menjamin pengendalian infeksi TB, serta menyediakan layanan konseling dan testing HIV bagi pasien TB. 9) Menyediakan layanan perawatan paliatif bekerjasama dengan keluarga ODHA dan RS rujukan.
10) Menyediakan layanan konseling dan tatalaksana gizi pada ODHA. 11) Merujuk kasus HIV-AIDS dengan komplikasi berat ke RS rujukan ODHA. 12) Melakukan pencatatan dan pelaporan, serta monitoring dan evaluasi sesuai pedoman. h. KIE Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap yang dapat mendorong perubahan perilaku dalam mengurangi risiko terinfeksi HIV serta menyediakan dan memberikan informasi yang benar dan tepat guna. Peningkatan pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS pada penduduk usia 15-24 tahun sangat penting sebagai bekal untuk mencegah terjadinya HIV-AIDS. Promosi Kondom pada kelompok perilaku seksual berisiko juga sangat penting untuk mencegah penularan HIV-AIDS. Pencegahan penularan HIV-AIDS yang terbaik adalah : 1) Pencegahan Pola “A” (Abstinance), yaitu Puasa Seks, artinya seseorang tidak melakukan hubungan seksual sebelum atau diluar nikah. 2) Pencegahan Pola “B” (Be faithful), yaitu saling setia dengan satu pasangan, artinya hubungan seksual dilakukan hanya dengan satu pasangan tetap (suami/istri). 3) Pencegahan Pola “C” (Condom). Kondom merupakan salah satu alat pencegah penularan HIV melalui hubungan seksual. 4) Pencegahan Pola “D” (Don’t inject), yaitu tidak menyalahgunakan narkoba suntik. Penyalahgunaan narkoba juga menjadi salah satu jalan yang potensial untuk menularkan HIV karena ada kebiasaan buruk diantara pengguna narkoba yaitu menggunakan jarum suntik secara bersama-sama. 5) Pencegahan Pola “E” (Education), yaitu pendidikan mengenai HIV-AIDS untuk menanggulangi penyebaran HIV-AIDS. i.
HIV PADA ANAK 1) Diagnosis Klinis: a) Gejala yang menunjukkan kemungkinan infeksi HIV. (1) Infeksi berulang: tiga atau lebih episode infeksi bakteri yang lebih berat (seperti pneumonia, meningitis, sepsis, selulitis) pada 12 bulan terakhir, (2) Thrush: eritema pseudomembran putih di langit-langit mulut, gusi dan mukosa pipi, pasca masa neonatal, ditemukannya thrush tanpa pengobatan antibiotik, atau berlangsung lebih dari 30 hari walaupun telah diobati, atau kambuh, atau meluas melebihi bagian lidah – kemungkinan besar merupakan infeksi HIV. Juga khas apabila meluas sampai di bagian belakang kerongkongan yang menunjukkan kandidiasis esophagus. (3) Parotitis kronik: pembengkakan parotitis unilateral atau bilateral selama ≥ 14 hari dengan atau tanpa diikuti rasa nyeri atau demam. (4) Limpadenopati generalisata: terdapat pembesaran kelanjar getah bening pada dua atau lebih daerah ekstra inguinal tanpa penyebab jelas yang mendasarinya. (5) Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas: tanpa adanya infeksi virus yang bersamaan seperti Sitomegalovirus. (6) Demam yang menetap dan/atau berulang: demam (>38°C) berlangsung ≥ 7 hari atau terjadi lebih dari sekali dalam waktu 7 hari. (7) Disfungsi neurologis: kerusakan neurologis yang progresif, mikrosefal, perkembangan terlambat, hipertonia atau bingung (confusion). (8) Dermatitis HIV: ruam yang eritematus dan popular, ruam kulit yang khas meliputi infeksi jamur yang ekstensif pada kulit, kuku dan kulit kepala dan molluscom contagiosum yang ekstensif. (9) Penyakit paru supuratif yang kronik (chronic suppurative lung disease).
b) Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV (1) Otitis media kronik: keluar cairan/nanah dan berlangsung ≥ 14 hari. (2) Diare persisten: berlangsung ≥ 14 hari (3) Gizi kurang atau gizi buruk: berkurangnya berat badan atau menurunnya pertambahan berat badan secara perlahan tetapi pasti dibandingkan dengan pertumbuhan yang seharusnya, sebagaimana tercantum dalam KMS, terutama pada bayi usia < 6 bulan yang disusui dan gagal tumbuh. c) Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV positif Diduga kuat infeksi HIV jika ditemukan hal berikut ini : pneumocystis carinii pneumonia (PCP), kandidiasis esophagus, lymphoid interstitial pneumonia (LIP) atau Sarkoma Kaposi. Keadaan ini sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV. 2) Konseling Indikasi untuk konseling HIV Konseling HIV perlu dilakukan pada situasi berikut: a) Anak yang status HIV-nya tidak diketahui yang menunjukkan tanda klinis infeksi HIV dan/atau faktor risiko (misalnya ibu atau saudaranya menderita HIV/AIDS) (1) Tentukan apakah akan dilakukan konseling atau merujuknya (2) Jika anda yang melakukan konseling sediakan waktu untuk sesi konseling ini. Minta saran pada konselor lokal yang berpengalaman, sehingga tiap nasihat yang diberikan akan konsisten dengan apa yang nantinya akan diterima ibu dari konselor profesional. (3) Jika akan dirujuk, jelaskan pada orang tuanya alasan mereka dirujuk ke tempat lain untuk konseling. b) Anak dengan infeksi HIV tetapi respon terhadap pengobatan kurang baik, atau membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Diskusikan hal berikut ini pada saat sesi konseling: (1) Pemahaman orang tua tentang infeksi HIV (2) Tatalaksana masalah yang ada saat ini (3) Peran pengobatan antiretroviral (4) Perlunya merujuk ke tingkat yang lebih tinggi, jika perlu (5) Dukungan dari kelompok di masyarakat, jika ada. c) Anak dengan infeksi HIV dengan respon yang baik terhadap pengobatan dan akan dipulangkan (atau dirujuk ke program perawatan di masyarakat untuk ke dukungan psikologis). Diskusikan hal berikut ini pada saat sesi konseling: (1) Alasan dirujuk ke program perawatan di masyarakat (2) Pelayanan tindak lanjut (3) Faktor risiko untuk sakit di kemudian hari. (4) Imunisasi dan HIV (5) Ketaatan dan dukungan pengobatan antiretroviral. 3) Pengobatan Antiretroviral (Antiretroviral theraphy = ART) Prinsip yang mendasari ART dan pemilihan lini pertama ARV pada anak pada umumnya sama dengan pada dewasa. Sangat penting untuk mempertimbangkan: a) Ketersediaan formula yang cocok yang dapat diminum dalam dosis yang tepat. b) Daftar dosis yang sederhana c) Rasa yang enak sehingga menjamin kepatuhan pada anak kecil d) Rejimen ART yang akan atau sedang diminum orang tuanya.
4. TENSION TYPE HEADACHE Kompetensi : 4A Laporan Penyakit :
ICD X : G44.2
a.Definisi Ten si o n t yp e h e a d ac h e di s e b u t j u g a n y er i k e p a l a t eg a n g , n ye r i k e p al a , k o n t r a k s i o t o t , n y e r i k e p a l a p s i k o m i o g e n i k , n y e r i s t r e s , n y e r i k e p a l a esensial, nyeri kepala idiopatik, nyeri kepala psikogenik. Tension type headache merupakan suatu keadaan yang melibatkan sensasi n y e r i a t a u r a s a t i d a k n y a m a n d i d a e r a h k e p a l a , k u l i t k e p a l a a t a u l e h e r yang biasanya berhubungan dengan ketegangan otot di daerah ini.
b. Epidemiologi - Nyeri kepala ini biasanya dimulai pada usia 20-40 tahun - Kejadiannya dominan pada wanita dan dapat pula terjadi pada segala usia. c. Etiologi – Patofisiologi Dari beberapa sumber, dikatakan bahwa salah satu respon tubuh terhadap keadaan stress dan kecemasan yang menyebabkan nyeri kepala tipe tegang adalah adanya reflex pelebaran pembuluh darah ekstrakranial serta kontraksi otot-otot rangka, kepala, leher, dan wajah. Namun, mekanisme ini juga belum begitu jelas. Sedangkan pada sumber lain dikatakan bahwa kebanyakan pasien dengan nyeri kepala tipe-tegang saat ini ditemukan bahwa otot-otot craniocervicalnya cukup relaks dan tidak menunjukkan adanya kontraksi persisten saat diukur dengan elektromiografi. Namun, Sakai et al melaporkan bahwa pada pasien nyeri kepala tipe tegang ditemukan kontraksi pada otot pericranial dan otot trapezius. Akhir-akhir ini, nitrit oksida dimasukkan dalam kejadian nyeri kepala tipe tegang, secara spesifik membuat sentrilisasi sentral pada stimulasi sensoris dari struktur cranial. Hipotesis lain yang baru juga mengatakan bahwa adanya keabnormalan sensitivitas terhadap nyeri pada trigeminal nuclear complex. Kompleks ini, berperan dalam menerima input dari struktur lain dalam otak, termasuk system limbik. d. Manifestasi Klinis - Rasa kencang di daerah bitemporal, bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala, rasa berat, dan tertekan. Nyeri kepala tidak berdenyut. - Nyeri kepala dapat menjalar sampai leher atau bahu. - Dapat bersifat episodic (bila serangan selama <15 hari per bulan), atau kronik (bila serangan >15 hari per bulan). - Durasi serangan dapat berlangsung selama 30 menit hingga beberapa hari. - Tingkat keparahannya ringan – sedang dan tidak memberat dengan aktivitas fisik. - Tidak berhubungan dengan adanya nausea, fotofobia, atau fonofobia, dan biasanya tidak menghentikan pasien dalam aktivitas hariannya. e. Evaluasi Diagnostik Anamnesis dengan riwayat penyakit sangat penting karena tidak ditemukan adanya abnormalitas pada pemeriksaan neurologis dan ancillary test.
f. Terapi Farmakologis Terapi farmakologis dibagi menjadi 2 yaitu : 1 ) T e r a p i a b o r t i f , Terapi ini digunakan untuk menghentikan atau mengurangi intensitas serangan. Terapi abortif tersebut antara lain : aspirin 1000 mg/hari, acetam inophen 1000 mg/hari, NSAID (Naproxen 660-750 mg/hari, ketoprofen 25-50 mg/hari, tolfenamic 200-400 mg/hari, ibuprofen 800 mg/hari, diclofenac 50-100 mg/hari). 2 ) T e r a p i p r e v e n t i f , terapi preventif tersebut antara lain : Amitriptilin ( d o s i s 1 0 - 5 0 m g sebelum tidur) dan nortriptilin (dosis 25-75 mg sebelum tidur) yangmerupakan antidepresan golongan trisiklik yang paling sering dipakai. Selain itu juga, selective serotonin uptake inhibitor (SSRI) juga sering digunakan seperti fluoksetin, paroksetin, sertralin. g. KIE Terapi Non-Farmakologis D i s a m p i n g m e n g k o n s u m s i o b a t , t e r a p i n o n f a r m a k o l o g i s y a n g d a p a t dilakukan untuk meringankan nyeri tension type headache antara lain : 1) Kompres hangat atau dingin pada dahi. 2) Mandi air hangat 3) Tidur dan istirahat. Pencegahan Cara untuk mencegah terjadinya tension type headache adalah d e n g a n menghindari faktor pencetus seperti menghindari kafein dan nikotin, situasi yang menyebabkan stres, kecemasan, kelelahan, rasa lapar, rasa marah, dan posisi tubuh yang tidak baik. Perubahan gaya hidup yang diperlukan untuk m e n g h i n d a r i t e n s i o n t y p e h e a d a c h e k r o n i s d a p a t d i l a k u k a n d e n g a n beristirahat dan berolahraga secara teratur, berekreasi, atau merubah situasi kerja.
5. MIGREN Kompetensi Laporan Penyakit
: 3A : 21
ICD X : N13
a. Definisi Serangan nyeri kepala sesisi yang berulang, beragam beratnya, lamanya dan kekerapannya mungkin merupakan serangan migren. Migren klasik diawali selama + 60 menit. b. Penyebab Vasodilatasi pembuluh darah di otak. c. Gambaran Klinis 1) Nyeri kepala khas berdenyut, unilateral dan bertambah berat setelah aktivitas fisik. 2) Frekuensi lebih dari 5 kali serangan per hari dengan durasi masing-masing 4-72 jam. 3) Pasien mengeluh mual sampai muntah dan terdapat anoreksia, fotofobia atau fenofobia. 4) Migren dengan aura mempunyai gejala tambahan: a) Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral. b) Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual 5 menit dan/atau jenis aura yang lainnya 5 menit. c) Tiap gejala berlangsung 5 menit dan ≤ 60 menit. d. Diagnosis 1) Migren tanpa aura 2) Migren dengan aura 3) Status migrenosus e. Penatalaksanaan 1) Hindari faktor pencetus 2) Terapi serangan akut (abortif) 3) Serangan diatasi dengan: a) Obat spesifik: ergotamin tablet 1 mg kombinasi kafein, dosis disesuaikan kondisi penyakit. b) Obat nonspesifik: parasetamol 500 mg atau ibuprofen 400 mg c) Obat penunjang: metoklopramid tablet d) Obat profilaksis (keadaan tertentu): propanolol 10 mg tiap 8-12 jam atau asam valproat 500 mg tiap 12 jam. f.
KIE 1) Tujuan penatalaksanaan: menghilangkan serangan. 2) Pencegahan: hindari faktor pencetus seperti makanan tertentu (coklat, MSG), ketegangan emosi dan kelelahan fisik. Hal-hal itu harus diidentifikasi. 3) Alasan rujukan: pada kasus migren dengan aura, migren komplikata yang memerlukan terapi profilaksis, migren dengan intensitas dan frekuensi tinggi. 4) Efek samping pengobatan: palpitasi.
6. BELL’S PALSY Kompetensi : 4A Laporan Penyakit :
ICD X : G51.0
a. Definisi
Secara ilmiah Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis (saraf diwajah) akibat paralisis nervus fasial perifer (kelumpuhan saraf di wajah) yang terjadi secara akut (cepat) dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat (diluar otak dan saraf ditulang belakang) tanpa disertai adanya penyakit neurologis (saraf) lainnya. Bell’s palsy ditemukan oleh Sir Charles Bell, seorang dokter berkebangsaan Skotlandia pada abad ke 19. Gejala paling nyata wajah terlihat miring. Ketika senyum setengah wajah penderita Bell’s palsy tetap diam (tidak bisa tersenyum lebar). Orang-orang tua dulu menyebutnya sebagai penyakit akibat kena angin malam atau karena habis bertabrakan dengan makhluk halus. Bell’s palsy berbeda dengan stroke walau gejala kelumpuhannya mirip. b. Epidemologi Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut (kelumpuhan otot wajah yang proses munculnya gejala berlangsung cepat). Bell’s palsy dapay menyerang umur berapapun tapi lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Wanita dan laki-laki memiliki kemungkinan yang sama untuk terserang Bell’s palsy. Akan tetapi wanita muda yang berumur (10-19 tahun) lebih rentan terserang daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. 63% menyerang wajah sebelah kanan. Sedangkan di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati (kelumpuhan saraf) dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan. c. Etiology Bell’s palsy adalah penyakit autoimun, yaitu suatu keadaan dimana system imun menyerang tubuh kita sendiri. dalam hal ini, system imun menyerang nervus fasialis (saraf diwajah) sehingga menyebabkan kelumpuhan. Penyebab pasti autoimun tersebut masih belum diketahui (idiopatik). Akantetapi, ada beberapa hal yang diduga sebagai factor pencetus timbulnya Bell’s palsy. - Virus Herpes simplex. 60-70% kasus Bell’s palsy juga diikuti dengan hadirnya virus herpes simplex (studied by Dr. Shingo Murakami and others). Diduga virus ini sudah menyerang sejak anak-anak. Tetapi bisa juga menyebar lewat penggunaan handuk atau peralatan secara bersama dengang orang lain yang terlebih dahulu diserang. Beberapa virus lain juga diduga sebagai penyebabnya seperti cytomegalovirus, Epstein-Barr, rubella and mumps. - Kongenital. Bell’s palsy juga biasa nya terjadi karena bawaan lahir. Hal ini bisa disebabkan oleh karena sindroma moebius atau karena trauma lahir (seperti perdarahan intracranial/perdarahan didalam kepala atau fraktur tengkorak/patah tulang tengkorak). Keduanya terjadi pada saat proses kelahiran anak. - Riwayat terpapar udara dingin secara terus menerus. Kebanyakan penderita Bell’s palsy memiliki kesamaan riwayat, yaitu pernah terpapar udara dingin secara terus menerus. Misalnya
karena terpapar udara dingin karena setiap malam naik motor atau terkena angin AC secara langsung secara terus menerus. d. Gejala Klinik Awalnya biasanya terjadi kehilangan sensasi rasa pada lidah. Lidah terasa seperti ada yang menyelimuti. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa - Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmos). - Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell’s sign - Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat. Selanjutanya, gejala bell’s palsy tergantung dari lokasi lesi (tempat kerusakan sarafnya). a. Lesi di luar foramen stilomastoideus. Gejala yang muncul adalah mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat,makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang. lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus. b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani). Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi (produksi air liur) di sisi yang terkena berkurang. c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius). Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya hiperakusis (sangat sensitif terhadap suara). d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum). Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Biasanya penderita merasa nyeri dan tidak tahan mendengar suara yang keras. e. Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d), ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus. e. Diagnosis A. Anamnesa (hasil wawancara dengan pasien) - Rasa nyeri - Gangguan atau kehilangan pengecapan. - Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. - Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain. B. Pemeriksaan Fisik Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal : 1. Mengerutkan dahi 2. Memejamkan mata 3. Mengembangkan cuping hidung 4. Tersenyum 5. Bersiul 6. Mengencangkan kedua bibir
C. Pemeriksaan Laboratorium. (pengambilan darah) Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy. D. Pemeriksaan Radiologi. (foto, seperti x-ray, ct-scan, MRI) Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum. f. Pengobatan - Istirahat yang cukup. Seperti dikemukakan sebelumnya, 60-70% pencetus adalah virus, sementara virus bersifat self limiting disease (penyakit yang dapat sembuh sendiri jika kita memiliki system pertahanan tubuh yang baik). - Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis (saraf wajah) di dalam kanal fasialis (jalurnya) yang sempit. Kortikostiroid juga bersifat immunosupresan sehingga bisa menekan kinerja system imun. Mekanisme ini sesuai dengan penyebab utama bell’s palsy yaitu autoimun. - Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus (penggandaan virus). - Untuk perawatan mata dapat menggunakan air mata buatan atau menggunakan pelindung mata, seperti kacamata. - Fisioterapi sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot (kekuatan) yang lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi. - Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial. Tindakan operatif dilakukan apabila tidak terdapat penyembuhan spontan atau tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison. - Penulis menyarankan agar pasien melakukan kompres air hangat disertai pemijatan pada bagian yang lumpuh pagi dan malam. Walaupun belum ada penilitian ilmiah terkait ini, tetapi pemberian paparan air hangat merupakan negasi (kebalikan) dari paparan udara dingin yang sering memapari penderita. Pemijatan juga berfungsi melatih gerakan-gerakan pada otot wajah. Penulis juga menyarakan agar setiap saat pasien melakukan menggerak-gerakkan wajahnya, seperti berlatih tersenyum, mengangkat alis ataupun menarik pipi ataupun alis. g. KIE - Hindari mandi di malam hari. - Hindari kebiasaan langsung mandi atau mencuci muka sehabis berolahraga . - Hindari terpaan angin langsung ke wajah, utamanya angin dingin. - Perbaiki system pertahanan tubuh (system imunitas).
7. VERTIGO (Benign paroxysmal positional vertigo) Kompetensi : 4A Laporan Penyakit :
ICD X :
a. Definisi Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo (sering juga disebut pusing berputar, atau pusing tujuh keliling) adalah kondisi di mana seseorang merasa pusing disertai berputar atau lingkungan terasa berputar walaupun badan orang tersebut sedang tidak bergerak. Vertigo adalah keadaan pusing yang dirasakan luar biasa. Seorang yang menderita vertigo perasaannya seolah-olah dunia sekeliling berputar (vertigo objektif) atau penderita sendiri merasa berputar dalam ruangan (vertigo subjektif). Bagi masyarakat awam vertigo disebut juga sebagai tujuh keliling. b. Patofisiologi Pada dasarnya keseimbangan tubuh dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi mengenai posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Vertigo biasanya timbul akibat gangguan telinga tengah dan dalam atau gangguan penglihatan. Gangguan pada otak kecil yang mengakibatkan vertigo jarang sekali ditemukan. Namun, pasokan oksigen ke otak yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Beberapa jenis obat, seperti kina, streptomisin, dan salisilat, diketahui dapat menimbulkan radang kronis telinga dalam. Keadaan ini juga dapat menimbulkan vertigo. Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan penyakit yang sering ditemukan, di mana vertigo terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 menit. Perubahan posisi kepala (biasanya terjadi ketika penderita berbaring, bangun, berguling di atas tempat tidur atau menoleh ke belakang) biasanya memicu terjadinya vertigo ini. Penyakit ini tampaknya disebabkan oleh adanya endapan kalsium di dalam salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam. Vertigo jenis ini mengerikan, tetapi tidak berbahaya dan biasanya menghilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan. Tidak disertai hilangnya pendengaran maupun telinga berdenging. c. Penyebab Penyebab vertigo bermacam-macam. Vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan pada sistem vestibular perifer (ganguan pada telinga bagian dalam). Pusing juga bisa muncul sebagai akibat dari gangguan sistem vestibular sentral (misalnya saraf vestibular, batang otak, dan otal kecil). Pada beberapa kasus, penyebab vertigo tidak diketahui. Gangguan vestibular perifer meliputi Benign Paroksimal Positional Vertigo (BPPV; vertigo karena gangguan vestibular perifer yang paling banyak ditemui), sindrom Cogan (terjadi karena ada peradangan pada jaringan ikat di kornea, bisa mengakibatkan vertigo, telinga berdenging dan kehilangan pendengaran), penyakit Ménière (adanya fluktuasi tekanan cairan di dalam telinga/ endolimf sehingga dapat mengakibatkan vertigo, telinga berdenging, dan kehilangan pendengaran). ototoksisitas (keracuanan
pada telinga), neuritis vestibular (peradangan pada sel saraf vestibular, dapat disebabkan karena infeksi virus). Beberapa obat dan zat kimia (seperti timbal, merkuri, timah) dapat menyebabkan ototoksitas, yang mengakibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam atau saraf kranial VIII dan menyebabkan vertigo. Kerusakan dapat bersifat temporer maupun permanen. Penggunaan preparat antibiotik (golongan aminoglikosida, yaitu streptomisin dan gentamisin) jangka panjang maupun penggunaan antineoplastik (misalnya cisplatin maupun carboplatin) dapat menyebabkan ototoksisitas permanen. Konsumsi alkohol, meskipun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan vertigo temporer pada beberapa orang Keadaan lingkungan, motion sickness (mabuk darat, mabuk laut) obat-obatan, alkohol, gentamisin, kelainan sirkulasi Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler. Kelainan ini terjadi karena gangguan keseimbangan baik sentral atau perifer, kelainan pada telinga sering menyebabkan vertigo. Untuk menentukan kelainan yang menyebabkan vertigo, dokter THT-KL biasanya akan melakukan pemeriksaan ENG (elektronistagmografi). d. Gejala Penderita merasa seolah-olah dirinya bergerak atau berputar; atau penderita merasakan seolah-olah benda di sekitarnya bergerak atau berputar. Perasaan pusing ini selain disertai rasa berputar kadang-kadang disertai mual dan muntah. Bila gangguan ini berat, penderita bahkan tak mampu berdiri atau bahkan terjatuh. Hal ini biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali. e. Diagnosis Sebelum memulai pengobatan, harus ditentukan sifat dan penyebab dari vertigo. Gerakan mata yang abnormal menunjukkan adanya kelainan fungsi di telinga bagian dalam atau saraf yang menghubungkannya dengan otak. Nistagmus adalah gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Arah dari gerakan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosa. Nistagmus bisa dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita secara tiba-tiba atau dengan meneteskan air dingin ke dalam teling. Untuk menguji keseimbangan, penderita diminta berdiri dan kemudian berjalan dalam satu garis lurus, awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup. Tes pendengaran seringkali bisa menentukan adanya kelainan telinga yang mempengaruhi keseimbangan dan pendengaran. f. Penanganan Pengobatan tergantung kepada penyebabnya. Obat untuk mengurangi vertigo yang ringan adalah meklizin, dimenhidrinat, perfenazin dan betahistin mesilat. Betahistin mesilat terutama berfungsi untuk mencegah motion sickness, yang terdapat dalam bentuk plester kulit dengan lama kerja selama beberapa hari. Semua obat di atas bisa menyebabkan kantuk, terutama pada usia lanjut. Skopolamin dalam bentuk plester menimbulkan efek kantuk yang paling sedikit. Biasanya pemberian vitamin B12, B1, antihistamin, diuretika, dan pembatasan konsumsi garam dapat mengurangi keluhan.
8. GANGGUAN SOMATOFORM Kompetensi : 3A Laporan Penyakit : 0802
ICD X : F40-F48
a. Definisi Suatu atau kumpulan gejala fisik yang dirasakan berlebihan disertai dengan sindrom ansietas tanpa bukti adanya penyakit fisik. b. Penyebab Psikologis dan keprbadian individu, stresor psikososial, penyakit organik seperti hipertiroid, pheocromamocytosis. c. Jenis-jenis Gangguan Neurotik Gangguan neurotik yang sering dijumpai adalah sebagi berikut 1) Gangguan ansietas fobik seperti agorafobia, fobia sosial, fobia spesifik 2) Gangguan Panik 3) Gangguan Ansietas Menyeluruh. 4) Gangguan Obsesif Kompulsif 5) Gangguan Stres Pasca Trauma 6) Gangguan Penyesuaian 7) Gangguan Somatisasi d. Gambaran Klinik Sesuai dengan gejala dari masing-masing jenis neurotik, untuk memudahkan sebagai target terapi maka secara klinik perlu mengenali sindrom ansietas sebagai berikut: 1) Adanya perasaan cemas atau kuatir yang tidak realistik terhadap dua atau lebih hal yang dipersepsikan sebagai ancaman. Perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax) 2) Terdapat gejala-gejala berikut: a) Ketegangan motorik, seperti kedutan otot atau rasa gemetar, otot tegang/kaku/pegal, tidak bisa diam, atau mudah menjadi lelah b) Hiperaktivitas otonomik, seperti napas pendek/terasa berat, jantung berdebar-debar, telapak tangan basah dan dingin, mulut kering, kepala pusing/rasa melayang, mual, mencret, perut tak enak, muka panas/badan menggigil, buang air kecil atau sukar menelan/rasa tersumbat. c) Kewaspadaan berlebihan dan daya tangkap berkurang, seperti perasaan jadi peka/mudah ngilu, mudah terkejut/kaget, sulit berkosentrasi/berpikir fokus, sukar tidur atau mudah tersinggung 3) Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala seperti penurunan kemampuan kerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. e. Diagnosis Berdasarkan PPDGJ–III, maka pedoman diagnosis sesuai jenisnya sebagai berikut : 1) Gangguan Ansietas Fobik a) Kecemasan dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas, yang sebenarnya pada saat kejadian tidak membahayakan. b) Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan rasa terancam c) Secara subyektif, fisiologik dan tampilan perilaku tidak jauh berbeda dengan jenis ansietas lainnya 2) Gangguan Ansietas Panik a) Ditemukan adanya beberapa kali serangan cemas berat dalam masa kira-kira 1 bulan b) Keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
c) Tidak terbatas pada situasi yang sudah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya 3) Gangguan Ansietas Menyeluruh a) Gambaran utama adalah adanya kecemasan yang menyeluruh dan menetap b) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, sulit konsentrasi dll) c) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, tidak dapat santai, gemetaran) d) Overaktivitas motorik (berkeringat dingin, berdebar-debar, pusing, mulut kering, nyeri ulu hati dll) e) Pada anak-anak terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta keluhan somatik yang berulang-ulang. 4) Gangguan Obsesif Kompulsif a) Ciri utama adalah adanya pikiran obsesif atau tindakan yang berulang, gejala obsesional atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hamper tiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut b) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri sendiri c) Sedikitnya ada satu tindakan atau pikiran yang masih tidak bias dilawan d) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut bukan merupakan hal yang memberikan kepuasan atau kesenangan e) Pikiran, bayangan atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan 5) Gangguan Stres Pasca Trauma a) Keadaan ini timbul sebagai respons yang berkepanjangan dan/atau tertunda terhadap kejadian atau situasi yang menimbulkan stress (baik singkat maupun berkepanjangan) yang bersifat katastrofik atau menakutkan, yang dapat menyebabkan ketegangan bagi tiap orang (misalnya bencana alam atau bencana yang dibuat oleh manusia seperti perang atau konflik masyarakat, kecelakaan, terorisme, korban penyiksaan/perkosaan dll) b) Diagnosis ditegakkan jika gangguan ini timbul dalam kurun waktu 2 minggu sampai 6 bulan setelah kejadian traumatik, dapat lebih dari 6 bulan asal saja gejala-gejala khasnya nampak c) Selain adanya kejadian trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik itu kembali secara berulang-ulang (flashback) d) Berusaha menghindari suasana atau kejadian yang menimbulkan trauma atau sesuatu yang dapat diasosiasikan dengan kejadian traumatik sebelumnya (misalnya pada bencana tsunami atau banjir bandang, seseorang jika melihat langit mendung dan hujan deras akan timbul rasa takut seakan peristiwa itu akan terjadi lagi) e) Ganggaun otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai diagnosis tapi tidak khas 6) Gangguan Penyesuaian a) Adanya faktor kejadian atau situasi yang stressful atau krisis kehidupan ( seperti menderita penyakit yang mengancam jiwa, suasana pekerjaan yang baru dan tidak menyenangkan) b) Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah terjadinya kejadian yang stressful dan gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan c) Gangguan bervariasi mencakup afek cemas, depresif, campuran cemas dan depresif, gangguan tingkah laku yang disertai dengan adanya ketidakmampuan dalam kegiatan rutin sehari-hari 7) Gangguan Somatisasi a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung setidaknya 2 tahun b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya. f.
Penatalaksanaan 1) Untuk semua jenis gangguan neurotik dapat diberikan:
2) 3) 4) 5)
Antiansietas : Diazepam 2–5 mg tiap 8-12 jam Antidepresan : Amitriptilin 12,5 mg tiap 12-24 jam Antipsikotik : Haloperidol 0,5 mg tiap 12-24 jam Untuk Gangguan Panik sebaiknya diberikan Alprazolam 0,5 mg tiap 8-12 jam sehari jika obatnya tersedia. Obat utama adalah Diazepam yang diberikan secara tunggal. Penambahan dengan Amitriptilin 12,5 mg jika diserta gejala-gejala afek yang depresif dan atau haloperidol 0,5 mg jika gejala-gejalanya cukup berat yang disertai dengan banyaknya keluhan somatik dan atau pikiran-pikiran yang kurang rasional. Segera rujuk ke psikiater jika gangguan neurotik dalam 1 minggu pengobatan tidak memberi efek yang baik.
g. KIE 1) Selain pemberian obat sebaiknya memberi konseling kepada pasien, dengan cara: bersikap empati, memberi dukungan kepada pasien untuk mampu mengatasi sendiri masalahnya, bantu pasien mengenali stressor psikososialnya, lebih banyak mendengarkan keluhan pasien dan membiarkan untuk mengeluarkan unek-uneknya (ventilasi), jangan terlalu banyak memberikan nasehat, tidak terlalu cepat untuk menilai keadaan pasien dan jangan menyalahkan atau menghakimi atas sikap dan perilakunya. 2) Memberi penjelasan tentang penyakit yang dideritanya termasuk dalam gangguan jiwa ringan yang bisa diobati 3) Memberi penjelasan tentang efek samping sedasi dari obat-obat tersebut, sehingga tidak menjalankan kendaraan waktu meminum obat, atau sebaiknya minum obat saat mau tidur 4) Memberi penjelasan untuk tidak meminum obat tanpa resep dokter atau dosis yang sesuai dengan anjuran dokter karena beberapa obat antiansietas seperti diazepam dan alprazolam dapat menimbulkan ketergantungan 5) Menganjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan psikiater untuk mendapatkan pelayanan pengobatan yang lebih baik dan penanganan psikoterapi.
9. INSOMNIA Kompetensi Laporan Penyakit
: 4A :
ICD X : G47.0
a. Definisi Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun. b. Etiologi Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Dengan bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah, dimana stadium 4 menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium lebih banyak terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berfikir bahwa mereka tidak cukup tidur. Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi. Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik, mereka tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur. Hal ini sering terjadi sebagai akibat dari:
Jet lag (terutama jika bepergian dari timur ke barat). Bekerja pada malam hari. Sering berubah-ubah jam kerja. Penggunaan alkohol yang berlebihan. Efek samping obat (kadang-kadang).
Kerusakan pada otak (karena ensefalitis, stroke, penyakit Alzheimer). c. Gejala
Penderita mengalami kesulitan untuk tidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Awal proses tidur pada pasien insomnia mengacu pada latensi yang berkepanjangan dari waktu akan tidur sampai tertidur. Dalam Insomnia psiko-fisiologis, pasien
mungkin mengeluh perasaan cemas, tegang, khawatir, atau mengingat secara terus-menerus masalah-masalah di masa lalu atau di masa depan karena mereka berbaring di tempat tidur terlalu lama tanpa tertidur. Pada insomnia akut, dimungkinkan ada suatu peristiwa yang memicu, seperti kematian atau penyakit yang menyerang orang yang dicintai. Hal ini dapat dikaitkan dengan timbulnya insomnia. Pola ini dapat menjadi tetap dari waktu ke waktu, dan pasien dapat mengalami insomnia, berulang terus-menerus. Semakin besar usaha yang dikeluarkan dalam mencoba untuk tidur, tidur menjadi lebih sulit diperoleh. Menonton jam saat setiap menit dan jam berlalu hanya meningkatkan perasaan terdesak dan usaha untuk tertidur. Tempat tidur akhirnya dapat dipandang sebagai medan perang, dan tidur lebih mudah dicapai dalam lingkungan yang asing. d. Diagnosa Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
Pola tidur penderita sakit jiwa Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang. Tingkatan stres psikis. Riwayat medis. Aktivitas fisik.
Diagnosis berdasarkan kepada kebutuhan tidur secara individual.
e. Penatalaksanaan Pengobatan insomnia tergantung kepada penyebab dan beratnya insomnia. Jika penyebabnya adalah stres emosional, diberikan obat untuk mengurangi stres. Jika penyebabnya adalah depresi, diberikan obat anti-depresan seperti Amitriptilin 12,5 mg tiap 12-24 jam
Orang tua yang mengalami perubahan tidur karena bertambahnya usia, biasanya tidak memerlukan pengobatan, karena perubahan tersebut adalah normal. Jika gangguan tidur berhubungan dengan aktivitas normal penderita dan penderita merasa sehat, bisa diberikan obat tidur untuk sementara waktu. Alternatif lain untuk mengatasi insomnia tanpa obat-obatan adalah dengan terapi hipnosis atau hipnoterapi. f. KIE Penderita insomnia hendaknya tetap tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu tidur tiba dan menciptakan suasana yang nyaman di kamar tidur; cahaya yang redup dan tidak berisik.
10. KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL Kompetensi : 4 Laporan Penyakit : 1005
ICD X : H10
a.
Definisi Konjungtivitis bakterial sering dijumpai pada anak-anak, biasanya dapat sembuh sendiri.
b.
Penyebab Infeksi ini umumnya disebabkan oleh bakteri Staph. epidermidis, Staph. aureus, Strep. pneumoniae dan H. influenza. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan sekret air mata yang terinfeksi.
c.
Gambaran Klinis Mata terlihat merah. Rasa mengganjal dan panas pada mata. Sekret yang banyak, pada saat bangun tidur kelopak mata lengket dan sulit dibuka. Kelopak mata bengkak dan berkrusta. Pada keadaan awal sekret berbentuk serosa (watery) menyerupai konjungtivitis virus, namun dalam beberapa hari sekret menjadi mukopurulen, kadang disertai dengan air mata berwarna merah (darah). 5) Injeksi konjungtiva dapat terlihat dengan jelas. 6) Pada pemeriksaan dengan membuka kelopak mata bawah dan membalik kelopak mata atas, tampak selaput (membran) yang dapat dilepaskan dengan menggunakan cottonbuds (sebelumnya diberikan tetes mata anestesi topikal). 1) 2) 3) 4)
d.
Diagnosis Sekret mukopurulen.
e.
Penatalaksanaan 1) Pemberian antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes mata dan salep mata. Kloramfenikol tetes mata 1-2 tetes tiap 4-6 jam. Salep mata kloramfenikol dapat diberikan untuk mendapatkan konsentrasi yang tinggi. Diberikan sebelum tidur agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, karena pemberian salep mata dapat mengganggu penglihatan. Contoh:Cendoxitrol,Aletrol 2) Antibiotik oral (amoksisilin) dapat diberikan bila radang meluas (terutama pada pasien anak). KIE 1) Tujuan pengobatan: menyembuhkan infeksi dan mencegah komplikasi. 2) Pembersihan sekret dengan kassa steril yang dibasahi dengan NaCl atau air matang. 3) Cara pemakaian tetes mata: setelah diteteskan, tutup mata, tekan daerah punctum lakrimal (kantus medial) di daerah nasal.
f.
11. KONJUNGTIVITIS VIRAL Kompetensi : 4 Laporan Penyakit : 1005
ICD X : B30
a.
Definisi Konjungitivitis Viral adalah peradangan pada konjungtiva yang biasanya disebabkan oleh Adenovirus. Penyakit ini sangat tinggi tingkat penyebarannya, melalui jalan napas atau sekresi air mata, baik secara langsung maupun melalui bahan pengantar seperti handuk, sapu tangan yang digunakan bersama.
b.
Penyebab Infeksi ini disebabkan Adenovirus.
c. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Gambaran Klinis Timbul secara akut Mata merah dan berair, biasanya mengenai dua mata Pada konjungtiva terlihat folikel dan sekret serosa (warna bening) Pada kasus berat dapat terjadi subkonjungtiva, kemosis dan pseudomembran Bila terjadi keratitis, akan terlihat lesi putih di kornea berbentuk pungtata di epitel atau sub-epitel, dalam keadaan berat dapat terjadi di stroma kornea. Dapat terjadi edema kelopak mata Dapat disertai dengan demam, batuk pilek Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening preaurikuler
d.
Diagnosis Edema palpebra, konjungtiva merah, sekret serosa, tidak terjadi penurunan visus.
e.
Penatalaksanaan 1) Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri. 2) Dapat ditambahkan antibiotik topikal seperti kloramfenikol tetes mata bila terdapat tanda infeksi sekunder, seperti sekret menjadi purulen.
f. 1) 2) 3) 4) 5)
KIE Tujuan pengobatan: penyembuhan dan mencegah komplikasi. Pasien harus istirahat, kurangi aktivitas membaca atau menonton tv. Pencegahan: hindari kontak dengan penderita. Pemberian kortikosteriod topikal merupakan kontraindikasi. Jika dalam 5-7 hari tidak ada perbaikan, rujuk ke dokter spesialis mata.
KONJUNGTIVITIS VERNAL Kompetensi : 4 Laporan Penyakit : 1004 a.
ICD X : H10
Definisi Konjungtivitis vernal adalah peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas (atopi). Keratokonjungtivitis vernal biasanya bersifat rekuren, bilateral dan terjadi pada masa anak-anak yang tinggal di daerah kering dan hangat. Onset terjadi pada usia > 5 tahun dan berkurang setelah masa pubertas. Pada umumnya didapatkan riwayat atopi pada pasien atau keluarga.
b. Penyebab Riwayat Alergi/Atopi. a. Gambaran Klinis 1) Gejala utama yang paling sering dikeluhkan adalah rasa gatal yang diikuti dengan lakrimasi, fotopobia, mengganjal dan rasa terbakar. 2) Pada anak dijumpai frekuensi berkedip yang meningkat. 3) Pada pemeriksaan dapat terlihat papil di konjungtiva tarsal superior. 4) Dalam keadaan berat dapat dijumpai Giant Papillae atau Cobblestone (bila kelopak mata atas dibalik, terlihat benjolan yang multipel). 5) Di daerah limbus, gambaran klinis yang terlihat adalah nodul berwarna putih (trantas dot) dan bila kornea terkena dapat terjadi Shield Ulceration (adanya ulkus di tengah kornea yang noninfeksius, karena gesekan dari cobblestone). c. Penatalaksanaan 1) Mast cell stabilizers seperti Natrium kromoglikat tetes mata 2% 1-2 tetes tiap 6-8 jam dapat diberikan untuk mencegah eksaserbasi akut. 2) Pemberian antihistamin oral dan steroid oral. d. KIE 1) Tujuan pengobatan: menghilangkan gejala dan mengurangi rekurensi. 2) Hindari faktor pencetus seperti debu, serbuk bunga, perubahan iklim 3) Jangan pernah memberikan kortikosteroid topikal untuk jangka panjang. 4) Alasan rujukan: bila masih terjadi eksaserbasi akut, kornea telah terkena atau lebih dari 2 minggu tidak ada perbaikan, segera rujuk ke dokter spesialis mata.
12. PERDARAHAN SUBKONJUNCTIVA Kompetensi : 4A Laporan Penyakit :
ICD X : H11.3
a. Latar Belakang Konjungtiva merupakan lapisan terluar yang melapisi sclera (konjungtia bulbi) dan palpebra bagian dalam (konjungtiva palpebra) yang bersifat basah dan tipis. Di konjungtiva banyak terdapat saraf dan pembuluh darah kecil yang rapuh. Pembuluh darah yang rapuh ini bisa pecah dan mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (daerah dibawah konjungtiva) yang tampak sebagai patch merah terang (paling banyak) atau merah gelap. b. Patofisiologi Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva. c. Etiologi Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi pada semua ras, umur, dan jenis kelamin dengan proporsi yang sama. Beberapa penyebab yang daat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva antara lain : 1. Spontan/idiopatik biasanya yang ruptur adalah pembuluh darah konjungtiva. 2. Batuk, berusaha, bersin, muntah. 3. Hipertensi. Pembuluh darah konjungtiva merupakan pembuluh darah yang rapuh,sehingga jika ada kenaikan tekanan mudah ruptur sehingga menyebabkan perdarahan subkonjungtiva. 4. Gangguan perdarahan yang diakibatkanoleh penyakit hati, diabetes, SLE, dan kekurangan vitamin C, gangguan faktor pembekuan. 5. Penggunaan antibiotik, NSAID, steroid, vitamin D, kontrasepsi. 6. Infeksi sistemik yang menyebabkan demam seperti meningococcal septicemia, scarlet fever, typhoid fever, cholera, rickettsia, malaria, dan virus (misal influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever). 7. Gejala sisa dari operasi mata. 8. Trauma. 9. Menggosok mata. d. Tanda dan Gejala Pasien datang dengan keluhan matanya yang bagian putih merah, pusing, berair, dalam waktu 24 jam sejak munculnya warna merah, bentuknya semakin membesar, kemudian mengecil, awalnya merah cerah
lama-lama berwarna agak gelap . Hal yang harus ditanyakan adalah adanya riwayat trauma, mengangkat benda berat, batuk kronis, hipertensi. Tanda yang tampak pada pemeriksaan antara lain 1. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal). 2. Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasnya peradangan yang ringan. 3. Lingkungan sekitar peradangan tampak normal. e. Pemeriksaan Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah 1. Penlight. Pada konjungtiva bulbi tampak adanya patch kemerahan. 2. Tekanan darah untuk mengetahui risiko hipertensi. 3. Cek darah lengkap untuk memastikan adanya gangguan pembekuan darah. f. Penatalaksanaan Perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan pengobatan karena darah akan terabsorbsi dengan baik selama 3 -4 minggu. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon atau asam traneksamat (vasokonstriktor) dan multivitamin. Airmata buatan (Cendo Lyteers) untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.
13. MATA KERING Kompetensi : 4A Laporan Penyakit :
ICD X : H04
a. Definisi terjadi pada orang dengan produksi lapisan air mata tidak seimbang baik kualitas maupun kuantitasnya. Fungsi lapisan air mata memberikan pelumasan di permukaan bola mata sehingga menjadi jernih dan licin, maka orang dapat melihat dengan nyaman. b. Patofisiologi Lapisan air mata terdiri dari : 1. Lapisan Lemak/Minyak, merupakan lapisan terluar yang berhubungan dengan udara luar, dihasilkan oleh kelenjar kecil-kecil di pinggir kelopak mata yang disebut kelenjar meibom dan berfungsi untuk melicinkan permukaan mata dan mengurangi penguapan air mata. 2. Lapisan Air, terletak di bagian tengah dan dikenal sebai air mata, dihasilkan oleh kelenbjar kecil-kecil tersebar di konjungtiva (selaput halus tipis menyelubungi bola mata dan kelopak mata), selain itu juga dihasilkan oleh kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang berfungsi untuk membersihkan mata serta mengeluarkan benda asing atau irritan. 3. Lapisan Lendir, merupakan lapisan paling dalam yang kontak langsung dengan mata yakni komjungtiva dan kornea, dihasilkan oleh konjungtiva dan menyebabkan air mata menempel pada mata. c. Penyebab 1. Produksi Air Mata Berkurang a) Usia bertambah tua : sering dijumpai pada wanita yang sudah menopause, tetapi dapat juga terjadi pada usia berapapun baik laki-laki dan wanita. b) Akibat pemakain obat-obatan jangka panjang seperti antihistamin, antidepresan, kontrasepsi oral, obat tukak lambung, betabloker, obat-glaukoma dan obat anesthesi. c) Kelainan Kongenital 2. Penguapan Air Mata Berlebihan a) Lapisan lemak air mata terlalu tipis b) Kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna/normal, berkedip tidak normal (biasanya pada orang-orang hipertitoid atau pasca trauma) c) Lingkungan udara kering : AC, Hairdryer, iklim kering, polusi udara rokok, debu, angin dan gurun pasir d) Parut kornea, penderita alergi e) Penyakit kelenjar meibom d. Gejala & Tanda - mata terasa kering, gatal, panas, merah, pedih dan mata berair - lengket dan mengeluarkan kotoran berlendir, ada sensasi seperti "kelilipan" atau kemasukan benda asing - mata menjadi lebih sensitive terhadap asap rokok, panas matahari, angin, tempat ber-AC atau udara kering - mata mudah lelah jika untuk membaca, melihat TV atau di depan komputer.
- mata sering terasa kabur terutama di pagi dan sore hari dan akan ,enjadi lebih jelas setelah berkedip. e. Pemeriksaan 1. Dilakukan tes uji Schimer yang berguna untuk mengukur produksi air mata Kertas filter schimer ditempelkan pada kantung kelopak bawah selama 5 menit (Normal jika kertas filter basah pada angka 10-30 mm) 2. Dilakukan Tear Break Up Time (BUT) untuk mengukur kualitas kstabilan air mata Dikatakan normal jika mata diminta berkedip kemudian kedip ditahan apabila lapisan air mata tidak mengalami perubahan antara 20-30 detik. f. Penatalaksanaan Terapi antara pasien satu dengan yang lain berbeda tergantung dari seberapa berat kondisi mata keringnya dan apa penyebabnya. Dokter mata pada umumnya akan memberikan tetes mata buatan (artificial tears) seperti Cendo Lyteers yang membantu mengurangi gejala diatas (sebaiknya dipilih yang tanpa pengawet). Pengguna lensa kontak sebaiknya melepaskan kontak lensanya sebelum memberikan tetes mata air buatan. g. KIE - Memakai kacamata pelindung untuk mencegah tiupan angin dan panas matahari - Hindari tiupan AC-Hydryer langsung pada mata - Usahan kelrembaban rumah antara 30-50 % - Memakai obat tetes mata pelembab, lubrikan sediaan gel sebelum gejala memberat - Mata kadang dikompres dengan air hangat atau digosok dengan baby oil agar mendapatkan lipid lebih tebal - Jangan menahan berkedip, tutup mata selama 10 detik setiap 10 menit setelah mata terbuka sehingga akan memberikan rasa nyaman pada mata
14. BLEFARITIS Kompetensi Laporan Penyakit
: 4A : 1004
ICD X : H01.0
a. Definisi Blefaritis adalah suatu peradangan pada kelopak mata. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit. b. Penyebab Terdapat 2 jenis blefaritis: Blefaritis anterior : mengenai kelopak mata bagian luar depan (tempat melekatnya bulu mata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan ketombe pada kulit kepala. Blefaritis posterior ; mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak mata yang lembab, yang bersentuhan dengan mata). Penyebabnya adalah kelainan pada kelenjar minyak. 2 penyakit kulit yang bisa menyebabkan blefaritis posterior adalah rosasea dan ketombe pada kulit kepala (dermatitis seboreik). Alergi atau infestasi kutu pada bulu mata juga bisa menyebabkan blefaritis. c. Gejala
Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik dan keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata. Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya. Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah. Bisa terjadi pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok. Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang. Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng dilepaskan, bisa terjadi perdarahan. Selama tidur, sekresi mata mengering sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.
d. Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata. e. Penatalaksanaan Untuk membantu membasmi bakteri kadang diberikan salep antibiotik (misalnya eritromisin atau sulfacetamide) atau antibiotik per-oral (misalnya: amoksilin) Jika terdapat dermatitis seboroik, harus diobati. Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan dengan mengoleskan jeli petroleum pada dasar bulu mata. f. KIE Membersihkan pinggiran kelopak mata untuk mengangkat minyak yang merupakan makanan bagi bakteri. Bisa digunakan sampo bayi atau pembersih khusus.
15. HORDEOLUM Kompetensi Laporan Penyakit
: 3A : 1005
ICD X : H00-H01
a. Definisi Hordeolum adalah suatu infeksi pada satu atau beberapa kelenjar di tepi atau di bawah kelopak mata. Bisa terbentuk lebih dari 1 hordeolum pada saat yang bersamaan. Hordeolum biasanya muncul dalam beberapa hari dan bisa kambuh secara spontan. Hordeolum internum adalah abses akut pada kelopak mata yang disebabkan oleh infeksi Stafilokokus pada kelenjar Meibomian, dengan penonjolan mengarah ke konjungtiva. Hordeolum eksternum disebabkan oleh infeksi stafilokokus yang memberikan gambaran abses akut yang terlihat pada folikel bulu mata dan kelenjar Zeis atau Moll. Hordeolum eksternum sering ditemukan pada anak-anak. b. Penyebab Hordeolum adalah infeksi akut pada kelenjar minyak di bawah kelopak mata yang disebabkan oleh bakteri dari kulit (biasanya di sebabkan oleh bakteri stafilokokus). Hordeolum sama dengan jerawat kulit. Kadang timbul bersamaan dengan atau sesudah blefaritis, bisa juga secara berulang. c. Gambaran Klinis 1) Biasa berawal dengan kemerahan, nyeri bila ditekan dan nyeri pada tepi kelopak mata. 2) Mata mungkin berair, peka terhadap cahaya terang dan pasien merasa ada sesuatu di dalam matanya. Biasanya hanya sebagian kecil di daerah kelopak yang membengkak, meskipun ada seluruh kelopak membengkak. 3) Di tengah daerah yang membengkak sering kali terlihat bintik kecil yang berwarna kekuningan. 4) Bisa terbentuk abses yang cenderung pecah dan melepaskan sejumlah nanah. 5) Hordeolum Internum: a) Benjolan pada kelopak mata yang dirasakan sakit. b) Benjolan dapat membesar ke posterior (konjungtiva tarsal) atau anterior (kulit). 6) Hordeolum Eksternum: a) Benjolan yang dirasakan sakit pada kelopak di daerah margo palpebra. b) Penonjolan mengarah ke tepi kulit margo palpebra. c) Kemungkinan terjadi lesi multiple. d. Diagnosis Ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. e. Penatalaksanaan 1) Hordeolum bisa diobati dengan kompres hangat selama 10 menit sebanyak 4x sehari. Jangan mencoba memecahkan hordeolum. 2) Pemberian oksitetrasiklin salep mata chloramphenicol salep mata. 3) Kondisi akut: antibiotik sistemik oral, misalnya tetrasiklin, eritromisin. f.
KIE 1) Tujuan: mengatasi infeksi. 2) Pencegahan: selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh di sekitar mata, bersihkan minyak yang berlebihan di tepi kelopak mata secara perlahan.
3) Alasan rujukan: apabila keadaan nodul residual tetap ada (lebih dari 2 minggu) setelah infeksi akut perlu dilakukan rujukan untuk tindakan insisi dan kuretase.
16. TRIKIASIS a. Definisi Trikiasis merupakan kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke arah bola mata. b. Penyebab Trikiasis biasanya merupakan akibat adanya inflamasi atau sikatrik pada palpebra setelah operasi palpebra, trauma, kalazion atau blefaritis berat. Trikiasis dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada orang dewasa.
c. Gambaran klinis - posisi palpebra dapat normal namun dapat pula berkaitan dengan adanya entropion (melipatnya margo palpebra kearah dalam sehingga bulu mata menggesek bola mata). - bulu mata tumbuh melengkung kedalam. - pasien akan mengeluhkan adanya sensasi benda asing (rasa mengganjal). - terjadi iritasi konjungtiva yang terjadi secara kronis karena gesekan bulu mata dengan permukaan konjungtiva. - gambaran yang sering ditemukan adalah injeksi konjungtiva, refleks epifora (nrocos), keluarnya cairan mukus, bila parah dapat terjadi abrasi kornea. d. Penatalaksanaan - jika hanya sedikit bulu mata yang tumbuh melengkung kedalam bola mata maka dapat ditangani dengan epilasi mekanik (pencabutan bulu mata). Observasi selama 1 minggu. Bulu mata akan tumbuh kembali sekitar 3-4 minggu sehingga harus dicabut kembali. - penanganan permanen dapat dilakukan dengan merusak folikel bulu mata yaitu dengan eksisi langsung, elektrolisis atau radiosurgery. Untuk mendapatkan penanganan permanen pasien perlu dirujuk k Rumah Sakit. - jika ada keterkaitan trikiasis dengan entropion maka sebaiknya dilakukan koreksi terhadap palpebra.
17. Episkleritis Episkleritis adalah suatu peradangan pada episklera. Sklera terdiri dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata yang kuat.
Sklera dibungkus oleh episklera yang merupakan jaringan tipis yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi makan sklera. Di bagian depan mata, episklera terbungkus oleh konjungtiva.
PENYEBAB Penyebabnya tidak diketahui, tetapi beberapa penyakit berikut telah dihubungkan dengan terjadinya episkleritis: # Artritis rematoid # Sindroma Sjorgren # Sifilis # Herpes zoster # Tuberkulosis. GEJALA Biasanya peradangan hanya mengenai sebagian kecil bola mata dan tampak sebagai daerah yang agak menonjol, berwarna kuning. Gejala lainnya adalah: - nyeri mata - peka terahadap cahaya (fotofobia) - nyeri mata bila ditekan - mata berair. DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. PENGOBATAN Biasanya dalam waktu 1-2 minggu penyakit ini akan menghilang dengan sendirinya. Untuk mempercepat penyembuhan bisa diberikan tetes mata corticosteroid.
17. Episkleritis Pengertian Episkleritis Ini adalah penyakit dimana penderitanya mengalami kondisi berupa peradangan yang terjadi pada bagian episklera. Episklera dapat diartikan sebagai pembungkus sclera yang terdiri dari jaringan tipis dan mengandung pembuluh darah penyuplai makanan pada sclera. Episklera juga terbungkus lagi oleh konjungtiva. Sedangkan pengertian dari sclera adalah bagian pada mata yang terdiri dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata. Penyebab Episkleritis Hingga sekarang belum diketahui secara pasti mengenai penyebab penyakit ini. Tapi diduga ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan resiko terjadinya penyakit ini, diantaranya adalah penyakit artritis rematoid, sindroma sj?gren, penyakit sifilis, herpes zoster, dan tuberkulosis.
Gejala Episkleritis Penderita penyakit ini akan merasakan gejala nyeri pada mata, terlalu peka terahadap cahaya atau dalam ilmu kesehatan dikenal dengan nama fotofobia, penderita merasakan nyeri pada matanya bila ditekan, dan mata penderita selalu berair. Diagnosa Episkleritis Sama halnya dengan penyakit lain, penyakit ini didiagnosis untuk mengetahui penyebab dan gejalanya, secara khusus pemeriksaan ini dilakukan pada daerah mata. Pengobatan Episkleritis Tujuan dari pengobatan yang dilakukan terhadap penderita adalah untuk mempercepat penyembuhan. Dan untuk melakukan pengobatan ini, penderita diberikan obat berupa tetes mata yang mengandung corticosteroid kepada para penderita episkleritis. Jika penyakit ini memang masih termasuk dalam stadium ringan, maka kemungkinan besar akan cepat untuk disembuhkan.
18. HIPERMETROPI A. PENGERTIAN Rabun dekat adalah cacat mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat benda pada jarak dekat. Titik dekat penderita rabun dekat akan bertambah, tidak lagi sebesar 25 cm tapi mencapai jarak tertentu yang lebih jauh. Penderita rabun dekat hanya dapat melihat benda pada jarak yang jauh. Mata hipermetropi disebabkan oleh keadaan fisik lensa mata yang terlalu pipih atau tidak dapat mencembung dengan optimal, oleh sebab itu bayangan yang dibentuk lensa mata jatuh di belakang retina. Rabun dekat dapat tolong menggunakan kaca mata lensa cembung, yang berfungsi untuk mengumpulkan sinar sebelum masuk mata, sehingga terbentuk bayangan yang tepat jatuh di retina. B. ETIOLOGI Penyebab dari hipermetropi adalah sebagai berikut : 1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek Biasanya terjadi karena Mikropthalmia, renitis sentralis, arau ablasio retina(lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).
2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah Terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa dan vitreus humor. Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropi adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksi menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan viterus humor. Misal pada penderita Diabetes Melitus terjadi hipermetopi jika kadar gula darah di bawah normal. 3. Kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat Kelengkungan kornea ataupun lensa berkkurang sehingga bayangan difokuskn di belakang retina. 4. Perubahan posisi lensa Dalam hal ini, posisi lensa menjadi lebih posterior. C.
TANDA GEJALA
Tanda dan gejala orang yang terkena penyakit rabun dekat secara obyektif klien susah melihat jarak dekat atau penglihatan klien akan rabun dan tidak jelas. Sakit kepala frontal. Semakin memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan sepanjang penggunaan mata dekat. 1. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) Terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama. 2. Akomodasi akan lebih cepat lelah terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan. 3. Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh penglihatan jauh kabur. 4.
Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan, atau
penerangan yang kurang. 5. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat jangka panjang. Jarang terjadi pada pagi hari, cenderung terjadi setelah siang hari dan bisa membaik spontan kegiatan melihat dekat dihentikan. 6. Eyestrain 7. Sensitive terhadap cahaya 8. Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp m. ciliaris diikuti penglihatan buram intermiten D. PATOFISIOLOGI
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar sejajar yang dating dari objek terletak jauh tak terhingga di biaskan di belakang retina.
E. DIAGNOSA Kelainan refraksi hipermetropi dapat di periksa dengan melakukan pemeriksaan Okuler a. Visual Acuity. Mempergunakan beberapa alat untuk mengetahui kemampuan membaca pasien hipermetropi dalam jarak dekat. Seperti Jaeger Notation, Snellen metric distance dan Lebehnson. b. Refraksi. Retinoskopi merupakan prosedur yang digunakan secara luas untuk menilai hipermetropia secara objektif. Prosedur yang dilakukan meliputi static retinoscopy, subjective refraction dan autorefraction.
c. Pergerakan Okuler, Pandangan Binokuler dan Akomodasi. Pemeriksaan ini diperlukan karena gangguan pada fungsi visual diatas dapat menyebabkan terganggunya visus dan performa visual yang menurun. d. Assesmen kesehatan okuler dan Skreening Kesehatan sistemik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa hipermetropia dapat berupa respon pupil, uji konfrontasi lapangan pandang, uji penglihatan warna, pengukuran tekanan intraokuler dan pemeriksaan posterior bola mata dan adnexa. e.
Kesehatan segmen anterior
Pada pasien dengan daya akomodasi yang masih sangat kuat atau pada anak-anak, sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan pemberian siklopegik atau melumpuhkan otot akomodasi. F. DIAGNOSA BANDING Diagnosis Banding hipermetropi adalah Presbiopi. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis hipermetropi adalah ophtalmoscope. H. PROGNOSIS Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan, pengobatan yang diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi diberikan sebelum saraf optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka prognosisnya lebih baik. I.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata. J. KLASIFIKASI 1. Hipermetropia manifest Adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata yang maksimal.
2. Hipermetropia Absolut Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermatropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes. 3. Hipermetropia Fakultatif Dimana kelainan hipermatropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istrahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif. 4. Hipermetropia Laten Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi ( atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropi laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, teritama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat. 5. Hipermetropia Total Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia. Selain klasifikasi diatas ada juga yang membagi hipermetropia secara klinis menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Simple Hipermetropia, diakibatkan variasi biologis normal seperti etiologi axial atau refraksi. 2. Patological Hipermetropia, diakibatkan anatomi okuler yang berbeda yang disebabkan 3. Fungsional Hipermetropia, merupakan akibat dari paralisis akomodasi. Klasifikasi berdasar berat ringan gangguan 1. Hipermetropia ringan: gangguan refraksi dibawah +2D 2. Hipermetropia sedang: gangguan refraksinya +2.25- +5 D 3. Hipermetropia berat: gangguan refraksinya diatas 5D
K. PENATALAKSANAAN 1. Koreksi Optikal Untuk mendapatkan koreksi optikal penderita dirujuk ke Rumah Sakit. Hipermetropia dikoreksi dengan kacamata berlensa plus (konveks) atau dengan lensakontak. Pada anak kecil dengan kelainan berderajat rendah yang tidak menunjukan gejala sakit kepala dan keluhan lainnya, tidak perlu diberi kacamata. Hanya orang-orang yang derajat hipermetropianya berat dengan atau tanpa disertai mata juling dianjurkan menggunakan kacamata. Pada anak-anak dengan mata juling ke dalam (crossed eye) yang disertai hipermetropia, diharuskan memakai kacamata berlensa positif. Karena kacamata berlensa plus ini amat bermanfaat untuk menurunkan rangsangan pada otot-otot yang menarik bolamata juling ke dalam. Biasanya sangat memuaskan apabila power yang lebih tipis (1 D) daripada total fakultatif dan absolute hyperopia yang diberikan kepada pasien dengan tidak ada ketidak seimbangan otot ekstraokular. Jika ada akomodatif esotrophia (convergence), koreksi penuh harus diberikan. Pada exophoria, hyperopianya harus dikoreksi dengan 1-2D. Jika keseluruhan refraksi manifest kecil, misalnya 1 D atau kurang, koreksi diberikan apabila pasien memiliki gejala-gejala. 2. Terapi Penglihatan. Terapi ini efektif pada pengobatan gangguan akomodasi dan disfungsi binokuler akibat dari hipermetropia. Respon akomodasi habitual pasien dengan hipermetropia tidak akan memberi respon terhadap koreksi dengan lensa, sehingga membutuhkan terapi penglihatan untuk mengurangi gangguan akomodasi tersebut. 3. Terapi Medis. Agen Antikolinesterase seperti diisophropylfluorophospate(DFP) dan echothiopate iodide (Phospholine Iodide,PI) telah digunakan pada pasien dengan akomodasi eksotropia dan hipermetropia untuk mengurangi rasio konvergensi akomodasi dan akomodasi(AC/A). 3. Merubah Kebiasaan Pasien. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah pengunaan cahaya yang cukup dalam aktivitas, menjaga kualitas kebersihan mata dan apabila pasien adalah pengguna komputer sebaiknya menggunakan komputer dengan kondisi ergonomis. 5. Bedah Refraksi. Terapi pembedahan refraksi saat ini sedang dalam perkembangan Terapi pembedahan yang mungkin dilakukan adalah HOLIUM:YAG laser thermal keratoplasty, Automated Lamellar
Keratoplasty, Spiral Hexagonal Keratotomy, Excimer Laser dan ekstraksi lensa diganti dengan Intra Oculer Lens. Akan tetapi pembedahan masih jarang digunakan sebagai terapi terhadap hipermetropia. L. PENCEGAHAN 1. duduk dengan posisi tegak ketika menulis. 2. Istirahatkan mata setiap 30-60 menit setelahmenonton TV, komputer atau setelah membaca. 3. Aturlah jarak baca yang tepat (> 30 cm). 4. Gunakan penerangan yang cukup 5. Jangan membaca dengan posisi tidur.
19. MIOPIA RINGAN ( RABUN JAUH ) Definisi Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih.1,6,7 Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.8 2.1.2 Tipe Miopia 7,9 1. Miopia aksial Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri. 2. Miopia kurfatura Kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada keratokonus dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan miopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6 dioptri.
3. Miopia indeks refraksi Peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada penderita diabetes melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. 4. Perubahan posisi lensa Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaukoma berhubungan dengan terjadinya miopia. Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam:6 1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri 2. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri 3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri 4. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri 5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri Pemanjangan bola mata yang biasa terjadi pada penderita miopia terbatas pada kutub posterior, sedang setengah bagian depan bola mata relatif normal. Bola mata membesar secara nyata dan menonjol kebagian posterior, segmen posterior sklera menipis dan pada keadaan ekstrim dapat menjadi seperempat dari ketebalan normal.7 Hubungan antara miopia dan kenaikan tekanan bola mata telah banyak menjadi bahan publikasi. Tekanan intraokuli mempunyai peranan penting pada pertumbuhan dan perkembangan bola mata. Mata mempunyai respon terhadap peningkatan tekanan intraokuli dengan cara bertambahnya ukuran bola mata terutama diameter aksial dengan akibat berkembangnya suatu miopia.Tekanan bola mata rata-rata pada penderita miopia secara nyata mempunyai tendensi lebih tinggi dari mata emetrop dan hipermetrop. Prevalensi miopia diantara penderita glaukoma bervariasi, Gorin G menyatakan 38%, Huet Jf 25%, tetapi Davenport melaporkan 7,4% diantara 1500 penderita glaukoma. Miopia tinggi dapat menjadi predisposisi terhadap glaukoma sudut terbuka.7 Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti miopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi ini mengelilingi papil yang disebut annular patch. Dijumpai degenerasi dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer (degenerasi latis).7,8 Degenerasi latis adalah degenerasi vitreoretina herediter yang paling sering dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik-bintik kuning keputihan (Gambar 1). Perkiraan insiden sebesar 7% dari populasi umum. Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina. Tanda utama penyakit adalah retina yang tipis yang ditandai oleh batas tegas dengan perlekatan erat vitreoretina di tepinya.10,11
Patogenesis degenerasi latis tidak sepenuhnya dimengerti, meskipun beberapa teori telah dikemukakan. Tidak adanya pertumbuhan regional membran limitan interna retina ditambah dengan adanya tarikan abnormal dari vitreoretinal merupakan teori yang banyak digunakan saat ini. 12 Adanya degenerasi latis semata-mata tidak cukup memberi alasan untuk memberikan terapi profilaksis. Riwayat ablasio retina pada keluarga, ablasio retina di mata yang lain, miopia tinggi dan afakia adalah faktor-faktor risiko terjadinya ablasio retina pada mata dengan degenerasi latis, dan mungkin diindikasikan terapi profilaksis dengan bedah beku atau fotokoagulasi laser. 10 Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.8 Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Dapat juga ditemukan bercak Fuch erupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saaraf optik. Miopia maligna dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Pada anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya miopia dalam waktu yang relatif pendek.6,8 Etiologi dari miopia maligna sampai saat ini belum jelas. Biasanya faktor utama untuk menentukan tipe miopia adalah kelemahan dan ketidakmampuan sklera untuk mempertahankan tekanan intraokular tanpa kontraksi dan relaksasi. Umumnya perubahan fundus disebabkan oleh kontraksi tetapi perubahan ini lebih dipengaruhi oleh kelainan perkembangan genetik yang mempengaruhi seluruh segmen posterior mata. Perubahan yang terjadi tidak begitu berbeda dengan miopia simpleks. Miopia maligna berhubungan dengan penyakit sistemik seperti Marfan’s syndrome, prematur retinopati, Ehler’s-Danlos sindrom dan albinisme.11 Patogenesis dari miopia maligna masih belum jelas. Sebelumnya pernah diidentifikasi adanya lokus autosomal dominan miopia maligna pada gen 18p11.31. pada penemuan selanjutnya, ditemukan adanya gen heterogen miopia maligna yang terkait dengan lokus kedua dari gen 12q2123.8 Miopia maligna terdiri dari dua stadium:6 1. Stadium developmen Kerusakan pada stadium ini disebabkan pemanjangan dari aksis diikuti dengan kerusakan vaskular. Pemanjangan dari aksis bola mata, yang disebut staphyloma posterior, timbul akibat penipisan sklera. Ekstasia sklera yang progresif terbentuk pada kutub posterior (diskus nervus optikus dan makula), bagian inferior, nasal, atau dalam bentuk multipel. Kerusakan pada membran Bruch disertai dengan atropi khoroid membentuk lesi yang disebut Lackuer cracks. Hal ini berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya neovaskularisasi pada khoroid.
2. Stadium degenerasi
Stadium ini merupakan tahap akhir dari stadium developmen. 2.1.3 Etiologi dan Patogenesis Etiologi dan patogenesis pada miopia tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor memegang peranan penting dari waktu kewaktu misalnya konvergen yang berlebihan, akomodasi yang berlebihan, lapisan okuler kongestif, kelainan pertumbuhan okuler, avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia menurut sudut pandang biologi menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik.13 Pengaruh faktor herediter telah diteliti secara luas. Macam-macam faktor lingkungan prenatal, perinatal dan postnatal telah didapatkan untuk operasi penyebab miopia. 13 2.1.4 Gejala Klinis Gejala subjektif miopia antara lain: 8 a. Kabur bila melihat jauh b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi ) d. Astenovergens Gejala objektif miopia antara lain: 8 1. Miopia simpleks : a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik. 2. Miopia patologik : 8,11 a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada 1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia 2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur 3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula. 4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer 5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid. Kesalahan pada saat pemeriksaan refraksi biasa mendominasi gejala klinik yang terjadi pada miop tinggi. Hilangnya penglihatan secara tiba-tiba mungkin disebabkan karena perdarahan
makular pada bagian fovea dimana membrana Bruch mengalami dekompensasi. Kehilangan penglihatan secara bertahap dan metamorpopsia terjadi oleh karena rusaknya membrana Bruch.14 Dikatakan miop tinggi apabila melebihi -8.00 dioptri dan dapat labih tinggi lagi hingga mencapai -35.00 dioptri. Tingginya dioptri pada miopia ini berhubungan dengan panjangnya aksial mIopia, suatu kondisi dimana belakang mata lebih panjang daripada normal, sehingga membuat mata memiliki pandangan yang sangat dekat.15 2.1.5 Koreksi Miopia Tinggi a. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting. Meskipun banyak pasien miopia tinggi menggunakan lensa kontak, kacamata masih dibutuhkan. Pembuatan kacamata untuk miopia tinggi membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata haruslah cocok dengan ukuran mata. Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang kecil untuk mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. pengguanaan indeks material lensa yang tinggi akan mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa. Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang lebih tinggi.15 b. Koreksi Miopia Tinggi dengan Menggunakan Lensa Kontak Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi adalah lensa kontak. Banyak jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang telah tersedia lebih dari -16.00 dioptri.15 Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).16 Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta perawatannya sulit.16 Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu mengoreksi astigmatisme kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan fitting yang lama, serta memberikan rasa yang kurang nyaman.16 Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu dilewati gas O2. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut. 16 Lensa Kontak Ditinjau dari Segi Klinis 1. Lapang Pandangan Karena letak lensa kontak yang dekat sekali dengan pupil serta tidak memerlukan bingkai dalam pemakaiannya, lensa kontak memberikan lapang pandangan yang terkoreksi lebih luas dibandingkan kacamata. Lensa kontak hanya sedikit menimbulkan distorsi pada bagian perifer.16 2. Ukuran Bayangan di Retina
Ukuran bayangan di retina sangat tergantung dari vertex distance (jarak verteks) lensa koreksi. Jika dibandingkan dengan pemakaian kacamata, dengan koreksi lensa kontak, penderita miopia memiliki bayangan yang lebih besar di retina, sedangkan pada penderita hipermetropia bayangan menjadi lebih kecil.16 3. Akomodasi Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak meningkatkan kebutuhan akomodasi pada penderita miopia dan menurunkan kebutuhan akomodasi pada penderita hipermetropia sesuai dengan derajat anomali refraksinya.16 Pemilihan Lensa Kontak Tabel 2.1 Perbandingan Indikasi Pemakaian Lensa Kontak Lunak dan Keras (Dikutip dari: kepustakaan 16) Lensa Kontak Lunak
Lensa Kontak Keras
Pemakaian lensa kontak pertama kali
Gagal dengan lensa kontak lunak
Pemakaian sementara
Iregularitas kornea
Bayi dan anak-anak
Alergi dengan bahan lensa kontak lunak Dry eye
Orang tua Terapi terhadap kelainan kornea (sebagai bandage)
Astigmatisme Keratokonus Pasien dengan overwearing problem
c. Koreksi Miopia Tinggi dengan LASIK LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).17 Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:17 a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak b. Kelainan refraksi: Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri. Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri. Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri c. Usia minimal 18 tahun d. Tidak sedang hamil atau menyusui e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6 (enam) bulan g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak, glaukoma dan ambliopia h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens) Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:17 a. Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil. b. Sedang hamil atau menyusui c. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis. d. Riwayat penyakit glaukoma. e. Penderita diabetes mellitus. f. Mata kering g. Penyakit : autoimun, kolagen h. Pasien Monokular i. Kelainan retina atau katarak Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan konsultasi atau pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan pasti mengenai prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi / pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan diperiksa secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi (computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak untuk menjalankan tindakan LASIK.17 Persiapan calon pasien LASIK:17 a. Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi b. Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan c. Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa dilakukan Custumize LASIK d. Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK menunjukan hasil yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada semua prosedur atau tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya resiko akibat dari prosedur atau tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa pasien antara lain:12 a. Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction). Diketahui setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan LASIK ulang / Re-LASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam kurun waktu lebih kurang 3 bulan setelah tindakan. b. Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa bergeser (Free flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat cukup kuat kira-kira seminggu setelah tindakan.
c.
Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan semacam lubrikan tetes mata. d. Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 13 bulan. Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain:17 a. Anestesi topikal (tetes mata) b. Pemulihan yang cepat (Magic Surgery) c. Tanpa rasa nyeri (Painless) d. Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless) e. Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy) f. Komplikasi yang rendah g. Prosedur dapat diulang (Enhancement) Untuk mendapatkan koreksi optikal, penderita Miopi dirujuk ke Rumah Sakit. Komplikasi Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.7,8
20. Astigmatisma Definisi
Ketajaman normal mata manusia untuk dapat melihat gambar atau tulisan pada jarak 6 meter. Selain itu, mata juga bisa melihat dengan jelas pada sudut pandang visualis 5 derajat. Jika seseorang tidak bisa melihat dengan standar tersebut maka kemungkinan matanya mengalami kelainan. Salah satu kelainan pada mata itu, salah satunya adalah mata asigmatisma. Penyebab Kelainan mata ini disebabkan penderita tidak dapat melihat sama jelas pada gambar disatu bidang datar. Penyebabnya kelengkungan kornea, pasca infeksi, dan pasca bedah kornea. Gejala Tidak dapat melihat gambaran/bayangan garis vertikal dengan horizotal secara bersamaan. Pengobatan Kelainan ini dapat disembuhkan dengan lensa silinder. Untuk mendapatkan koreksi optikal,penderita astigmatisma dirujuk ke Rumah Sakit.
21. PRESBIOPIA ( MATA TUA ) Definisi : Presbiopia terjadi secara alami dimana penglihatan jarak dekat menjadi buram, dan sulit untuk fokus pada saat membaca, menggunakan handphone atau bekerja pada komputer. Hal ini bukan merupakan penyakit, pada kenyataannya hal ini merupakah hal biasa pada usia ini.
Penyebab Presbiopia
Pada usia muda, lensa mata masih lembut dan fleksible, bisa berubah bentuk pada saat melihat objek dari jarak yang berbeda. Pada usia tua, lensa crystaline dalam mata Anda menjadi keras dan kehilangan elastisitasnya. Pada saat kehilangan elastisitasnya, mata Anda akan mejadi berkurang untuk bisa fokus pada objek yang dekat.
Gejala Presbiopia Orang banyak salah paham dari gejala presbiopia untuk rabun dekat. Kondisi nya memiliki perbedaan yaitu rabun dekat merupakan hasil dari bentuk kornea yang berubah, dimana presbiopia ini merupakan hilangnya fleksibilitas di dalam lensa mata.
Penanganan Ada beberapa pilihan untuk yang memiliki Presbyopia, termasuk lensa kontak. Teknologi terkini membuat orang yang memiliki presbyopia bisa memakai lensa kontak di bandingkan dengan bifocals atau kaca mata baca. Untuk mendapatkan koreksi optikal, penderita dirujuk ke Rumah Sakit Penanganan umum untuk Presbyopia termasuk :
Pembesaran Kaca mata bifokal atau vanifokal
Kaca mata baca
Lensa kontak
22. BUTA SENJA / RABUN SENJA
Definisi Rabun Senja Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya sebagai rabun ayam, mungkin didasari fenomena dimana ayam tidak dapat melihat jelas di senja atau malam hari. Rabun senja merupakan penyakit dengan keluhan tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan gelap (waktu senja). Rabun senja ini merupakan manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal. Pada rabun senja, mata terlihat normal hanya saja penglihatan menjadi menurun saat senja tiba atau tidak dapat melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Rabun senja paling banyak dialami oleh anak-anak, pada anak berusia 1 sampai 3 tahun hal ini bisa terjadi karena tidak lama setelah disapih anak tersebut diberikan makanan yang tidak mengandung vitamin A. (Sommer 1978). Etiologi Rabun Senja Rabun senja terjadi karena kerusakan sel retina yang semestinya bekerja saat melihat benda pada lingkungan kurang cahaya. Banyak hal yang dapat menyebabkan kerusakan sel tersebut, tetapi yang paling sering akibat dari kekurangan vitamin A. Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang, reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya tingkat rendah. Oleh karena itu, defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga menimbulkan rabun senja. Penyebab lain adalah mata minus, katarak, retinitis pigmentosa, obatobatan, dan bawaan sejak lahir. Untuk mengetahui penyebabnya, biasanya dokter mata melakukan serangkaian pemeriksaan, baik fisik maupun laboratorium. Kelompok yang rentan terkena xerophthalmia adalah bayi yang tidak mendapatkan ASI ekslusif / tidak mendapatkan pengganti ASI yang baik dan cukup baik dari segi jumlah maupun kualitasnya), bayi yang lahir dengan berat badan rendah (BBLR) kurang dari 2,5 kg, anak-anak yang kekurangan gizi, anakanak yang menderita infeksi (TBC, campak, diare, pneumonia), anak-anak yang kurang / jarang
makan makanan yang mengandung vitamin A. Selain bayi dan anak-anak, ibu hamil dan menyusui juga rentan terkena xerophthalmia. Tanda dan Gejala Rabun Senja Rabun senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Tanda dan gejala pada penderita rabun senja adalah pada daya pandang menurun, terutama pada senja hari atau saat ruangan keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang remang-remang atau kurang setelah lama berada di cahaya terang. Penglihatan menurun pada senja hari, yaitu penderita tidak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut juga buta senja. Terjadi kekeringan mata, dan bagian putih menjadi suram, dan sering pusing. (Wijayakusuma 2008). Rabun senja dapat dideteksi jika anak sudah bisa berjalan, anak tersebut akan sering membentur atau menabrak benda yang berada di depannya karena tidak dapat melihat maka dapat dicurigai bahwa anak tersebut menderita rabun senja. Jika anak belum dapat berjalan, agak susah mendeteksinya. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila didudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya (Sommer 1978). Patofisiologi Rabun Senja Bentuk penyimpanan dalam hati dalam bentuk retinol sebagai asupan dari vitamin A dan beta carotene. Ketika asupan vitamin A melebihi 300-1200 µg/hari, kelebihan akan disimpan dan cadangan di hati meningkat. Ketika asupan vitamin A kurang dari jumlah yang dibutuhkan, cadangan retinol dalam hati akan dikeluarkan untuk memelihara serum retinol pada tingkat normal (di atas 200 µg)). Ketika asupan vitamin A terus menerus berkurang untuk jangka waktu yang lama, cadangan dalam hati akan menipis, tingkat serum retinol akan turun, fungsi epitel terganggu, dan tanda-tanda xerophthalmia terlihat. Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang, yaitu reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya tingkat rendah. Defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga menimbulkan rabun senja. Durasi ketidakcukupan asupan terjadi tergantung dari jumlah vitamin A yang dicerna, tingkat penyimpanan hati, dan tingkat penggunaan vitamin A yang digunakan oleh tubuh.
Anak-anak dengan status gizi buruk, asupan vitamin A yang sangat sedikit akan memiliki cadangan yang terbatas. Ketika asupan vitamin A tidak ada dari diet atau terjadi gangguan penyerapan dan terjadi peningkatan kebutuhan. metabolisme dapat secara cepat menghabiskan cadangan retinol dalam hati dan merusak kornea, walaupun mata pada saat itu masih terlihat normal. Ketersediaan vitamin A juga tergantung pada status gizi anak secara keseluruhan. Jika asupan protein kurang maka sintesis RBP pun akan menurun. Serum Retinol akan menurun walaupun cadangan di hati normal. Akhirnya, hati tidak dapat menyimpan lagi vitamin A atau mensisntesis RBP secara normal (Sommer 1978). Pengobatan Rabun senja atau nyctalopia merupakan kondisi dimana sulit atau tidak dapat melihat di kala malam atau di cahaya yang redup. Rabun senja dapat terjadi karena kongenital (bawaan), rabun dekat (hipermetropia) yang tidak dikoreksi, penyakit mata (retinitis pigmentosa, glaukoma, katarak), dan defisiensi (kekurangan) vitamin A. Pengobatan yang dilakukan akan tergantung dari penyebab dasar dari rabun senja. Sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter spesialis mata untuk dilakukan pemeriksaan mata secara lengkap dan diberikan pengobatan sesuai penyebab. Pengobatan rabun senja tergantung pada penyebabnya. Jika karena kekurangan vitamin A, maka harus diberikan vitamin A dalam jumlah yang cukup, baik berupa suplemen maupun dari makanan sehari-hari. Jika karena katarak, maka katarak sebaiknya dioperasi. Semua anak yang beresiko pada kerusakan kornea yang dikaitkan dengan defisiensi vitamin A harus diidentifikasi secara jelas, diantaranya semua yang telah terbukti mengalami xerophthalmia (rabun senja hingga keratomalacia). Menginjeksikan vitamin A secara intramuscular sebanyak 55 mg retinol palmitat (100.000 IU). Jika secara parenteral tidak tersedia, dapat diberikan sebanyak 110 mg retinol palmitat (200.000 IU) dalam air atau minyak, melalui mulut. Sebagai tambahan, 110 mg retinol palmitat (200.000 IU) dapat diberikan melalui mulut pada hari berikutnya untuk memastikan pengobatan yang cukup. Dosis sebaiknya berkurang setengah dari jumlah yang seharusnya pada anak berusia kurang dari satu tahun. Sebaiknya pengobatan dilakukan selama 2-6 bulan. Salep antibiotik kadang digunakan setiap 8 jam untuk mengurangi resiko infeksi bakteri. Antibiotik yang digunakan sebaiknya dipilih yang sesuai dengan jenis organism, seperti Staphylococcus dan Pseudomonas. Reaksi pengobatan terlihat dalam 1-2 hari setelah diberikan kapsul vitamin A (Sommer 1978).
Anjuran Gizi pada Rabun Senja Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang vital untuk menjaga kesehatan. Vitamin A tidak hanya bertanggung jawab pada kesehatan mata, tapi juga kekebalan tubuh. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan rendahnya respons imun, kesuburan, ganggguan pada pertumbuhan, serta rendahnya perkembangan mental. Selain itu kelainan pada mata (xerophthalmia) dan buta senja merupakan sebagian contoh kekurangan vitamin A. Xerophthalmia yang tidak segera diobati dapat menyebabkan kebutaan. Salah satu upaya untuk mencegah kekurangan vitamin A adalah dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, seperti nabati (karoten), hewani (retinol). Sayuran berdaun hijau (kangkung, bayam, daun pepaya, dll), buah-buahan yang berwarna orange (wortel, pepaya), susu, daging, hati, telur. Vitamin A juga dapat ditemukan di suplemen, seperti susu bubuk, kapsul vitamin A. Menurut hasil temuan para ahli di bawah koordinasi WHO (tahun 2000) dan pertemuanpertemuan yang dikoorinasi oleh IVACG (International Vitamin A Consultative Group), anjuran pemberian vitamin A adalah sebagai berikut : 1. Bayi 0 hingga 6 bulan adalah sebanyak 3 x 50.000 IU. 2. Bayi 6 hingga 11 bulan adalah sebanyak 100.000 IU (kapsul biru). 3. Bayi 12 hingga 59 bulan adalah sebanyak 200.000 IU (kapsul merah) 4. Ibu masa nifas adalah sebesar 400.000 IU (2X 200.000 IU pada hari yang berbeda). 5. Ibu setelah masa nifas (ada juga kemungkinan sebagian hamil) adalah sebesar 10.000 IU/ hari atau 25.000 IU/ minggu (Hutahuruk 2009).
23. OTITIS EKSTERNA Pendahuluan Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor ini penyebab timbulnya otitis eksterna ini, kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma local dan alergi. Faktor ini menyebabkan
berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma local yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah pseudomonas (41 %), strepokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides (11%).1 Istilah otitis eksterna akut meliputi adanya kondisi inflasi kulit dari liang telinga bagian luar. 2,3 Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang telinga terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat dianggap pembentukan lokal otitis eksterna. Otitis eksterna difusa merupakan tipe infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh pseudomonas, stafilokokus dan proteus, atau jamur.4 Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang pada iklim-iklim sejuk dan kering. Patogenesis dari otitis eksterna sangat komplek dan sejak tahun 1844 banyak peneliti mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini seperti Branca (1953) mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab dan menimbulkan kekambuhan. Senturia dkk (1984) menganggap bahwa keadaan panas, lembab dan trauma terhadap epitel dari liang telinga luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna. Howke dkk (1984) mengemukakan pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat menyebabkan terjadi otitis eksterna baik yang akut maupun kronik. Umumnya penderita datang ke Rumah Sakit dengan keluhan rasa sakit pada telinga, terutama bila daun telinga disentuh dan waktu mengunyah. Bila peradangan ini tidak diobati secara adekuat, maka keluhan-keluhan seperti rasa sakit, gatal dan mungkin sekret yang berbau akan menetap.2 Batasan Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan oleh kuman maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak enak di liang telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untuk kambuhan. Pengobatan amat sederhana tetapi membutuhkan kepatuhan penderita terutama dalam menjaga kebersihan liang telinga.8
Etiologi Swimmer’s ear (otitis eksterna) sering dijumpai, didapati 4 dari 1000 orang, kebanyakan pada usia remaja dan dewasa muda.Terdiri dari inflamasi, iritasi atau infeksi pada telinga bagian luar. Dijumpai riwayat pemaparan terhadap air, trauma mekanik dan goresan atau benda asing dalam liang telinga. Berenang dalam air yang tercemar merupakan salah satu cara terjadinya otitis eksterna (swimmer’s ear).3 Bentuk yang paling umum adalah bentuk boil (Furunkulosis) salah satu dari satu kelenjar sebasea 1/3 liang telinga luar. Pada otitis eksterna difusa disini proses patologis membatasi kulit sebagian kartilago dari otitis liang telinga luar, konka daun telinga penyebabnya idiopatik, trauma, iritan, bakteri atau fungal, alergi dan lingkungan. Kebanyakan disebabkan alergi pemakaian topikal obat tetes telinga. Alergen yang paling sering adalah antibiotik, contohnya: neomycin, framycetyn, gentamicin, polimixin, anti bakteri (clioquinol, Holmes dkk, 1982) dan anti histamin. Sensitifitas poten lainnya adalah metal dan khususnya nikel yang sering muncul pada kertas dan klip rambut yang mungkin digunakan untuk mengorek telinga. Infeksi merupakan penyakit yang paling umum dari liang telinga luar seperti otitis eksterna difusa akut pada lingkungan yang lembab.2 Patofisiologi Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana. Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur. 7 Klasifikasi Otitis Eksterna 4.1. Penyebab tidak diketahui : Malfungsi kulit : dermatitis seboroita, hiperseruminosis, asteotosis Eksema infantil : intertigo, dermatitis infantil. Otitis eksterna membranosa. Meningitis kronik idiopatik
Lupus erimatosus, psoriasis
4.2. Penyebab infeksi Bakteri gram (+) : furunkulosis, impetigo, pioderma, ektima, sellulitis, erisipelas. Bakteri gram (-) : Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa, otitis eksterna granulosa, perikondritis. Bakteri tahan asam : mikrobakterium TBC. Jamur dan ragi (otomikosis) : saprofit atau patogen. Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes zoster, moluskum kontangiosum, variola dan varicella. Protozoa Parasit 4.3. Erupsi neurogenik : proritus simpek, neurodermatitis lokalisata/desiminata, ekskoriasi, neurogenik. 4.4. Dermatitis alergika, dermatitis kontakta (venenat), dermatis atopik, erupsi karena obat, dermatitis eksamatoid infeksiosa, alergi fisik. 4.5. Lesi traumatika : kontusio dan laserasi, insisi bedah, hemorhagi (hematom vesikel dan bulla), trauma (terbakar, frosbite, radiasi dan kimiawi). 4.6. Perubahan senilitas. 4.7. Deskrasia vitamin 4.8. Diskrasia endokrin.2
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel/ bisul) Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bermula dari folikel rambut di liang telinga yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan menimbulkan furunkel di liang telinga di 1/3 luar. Sering timbul pada seseorang yang menderita diabetes.
Gejala klinis otitis eksterna sirkumskripta berupa rasa sakit (biasanya dari ringan sampai berat, dapat sangat mengganggu, rasa nyeri makin hebat bila mengunyah makanan). Keluhan kurang pendengaran, bila furunkel menutup liang telinga. Rasa sakit bila daun telinga ketarik atau ditekan. Terdapat tanda infiltrat atau abses pada 1/3 luar liang telinga. Penatalaksanaan otitis eksterna sirkumskripta : 8 Lokal : pada stadium infiltrat diberikan tampon yang dibasahi dengan 10% ichthamol dalam glycerine, diganti setiap hari. Pada stadium abses dilakukan insisi pada abses dan tampon larutan rivanol 0,1%.
Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat. Diberikan pada orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid. Anak-anak diberikan dosis 40-50 mg per kg BB. Analgetik : Parasetamol 500 mg qid (dewasa). Antalgin 500 mg qid (dewasa). Pada kasus-kasus berulang tidak lupa untuk mencari faktor sistemik yaitu adanya penyakit diabetes melitus.8 Otitis Eksterna Difus Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri. Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri penyebab lainnya yaitu Staphylococcus albus, Escheria coli, dan sebagainya. Kulit liang telinga terlihat hiperemis dan udem yang batasnya tidak jelas. Tidak terdapat furunkel (bisul). Gejalanya sama dengan gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul). Kandang-kadang kita temukan sekret yang berbau namun tidak bercampur lendir (musin). Lendir (musin) merupakan sekret yang berasal dari kavum timpani dan kita temukan pada kasus otitis media. 5 Pengobatan otitis eksterna difus ialah dengan memasukkan tampon yang mengandung antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotika sistemik. 6 Otomikosis Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di daerah tersebut. Yang tersering ialah jamur aspergilus. Kadang-kadang ditemukan juga kandida albikans atau jamur lain.
Gejalanya biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering pula tanpa keluhan. Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 25% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadangkadang diperlukan juga obat anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan secara topical, fenol gliserol tetes telinga. 6 Gejala Klinis
Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan kekulit dan tulang rawan dari liang telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri tekan daun telinga. Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik merupakan keluhan utama.
Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara.2 Tanda-Tanda Klinis Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi : 4 1. Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga menyempit. 2. Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif 3. Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak 4. Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif.
Menurut Senturia HB (1980) : Eritema kulit, sekret yang kehijau-hijauan dan edema kulit liang telinga merupakan tanda-tanda klasik dari otitis diffusa akuta. Bau busuk dari sekret tidak terjadi. Otitis eksterna diffusa dapat dibagi atas 3 stadium yaitu : 2 1. “Pre Inflammatory“ 2. Peradangan akut (ringan/ sedang/ berat) 3. Radang kronik
Diagnosis Banding Diagnosis banding dari keadaan yang serupa dengan otitis eksterna antara lain meliputi : - Otitis eksterna nekrotik - Otitis eksterna bullosa - Otitis eksterna granulosa - Perikondritis yang berulang - Kondritis - Furunkulosis dan karbunkulosis - dermatitis, seperti psoriasis dan dermatitis seboroika.
Karsinoma liang telinga luar yang mungkin tampak seperti infeksi stadium dini diragukan dengan proses infeksi, sering diobati kurang sempurna. Tumor ganas yang paling sering adalah squamous sel karsinoma, walaupun tumor primer seperti seruminoma, kista adenoid, metastase karsinoma mamma, karsinoma prostat, small (oat) cell“ dan karsinoma sel renal. Adanya rasa sakit pada daerah mastoid terutama dari tumor ganas dan dapat disingkirkan dengan melakukan pemeriksaan biopsi.2 VI. TERAPI 1. Kausatif : - Antibiotik sistemik Amoksisilin 3x500 mg - Antibiotik local Ottopain 2-4 x sehari 4-5 tetes. 2. Simptomatis : - Analgetik Asam mefenamat 3x500 mg - Antiinflamasi Dexamethasone 3 x 0,5 mg. 3. Edukatif : - Kontrol jika obat habis - Minum obat secara teratur, antibiotic harus dihabiskan. - Telinga jangan kemasukan air. - Mengurangi kebiasaan mengotek telinga dengan cotton bud.
VII. PROGNOSIS Dubia at Bonam
24. OTITIS MEDIA AKUT (OMA) Kompetensi Laporan Penyakit
: 3A : 1101
ICD X : H65-H66; H72
a. Definisi Otitis Media Akut (OMA) adalah radang akut telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas. b. Penyebab Kuman penyebab OMA adalah bakteri pirogenik seperti: Streptococcus hemolitikus, Pneumococcus atau Haemophylus influenza. c. Gambaran Klinik 1) Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium OMA yaitu: a) Stadium oklusi tuba b) Stadium hiperemis c) Stadium supurasi d) Stadium perforasi e) Stadium resolusi 2) Gejala OMA adalah: a) Anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba terbangun, menjerit sambil memegang telinganya. b) Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadang-kadang sampai kejang. c) Kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare. d. Diagnosis Tanda OMA adalah: 1) OMA Stadium oklusi tuba Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram, refleks cahaya memendek dan menghilang. 2) OMA Stadium hiperemis Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani hiperemis dan edem serta refleks cahaya menghilang. 3) OMA Stadium supurasi Keluhan dan gejala klinik bertambah hebat. Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani menonjol keluar (bulging) dan ada bagian yang berwarna pucat kekuningan. 4) OMA Stadium perforasi Anak yang sebelumnya gelisah menjadi lebih tenang, demam berkurang. Pada pemeriksaan otoskopik tampak cairan di liang telinga yang berasal dari telinga tengah. Membran timpani perforasi. 5) Stadium resolusi Pemeriksaan otoskopik, tidak ada sekret/kering dan membran timpani berangsur menutup. e. Penatalaksanaan Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan stadiumnya.
1) Stadium oklusi tuba a) Berikan antibiotik selama 7 hari: Amoksisilin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 8 jam atau Eritromisin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 6 jam. b) Obat tetes hidung nasal dekongestan. c) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi. d) Antipiretik. 2) Stadium hiperemis a) Berikan antibiotik selama 10–14 hari: Amoksisilin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 8 jam atau Eritromisin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 6 jam. b) Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari. c) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi. d) Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya. 3) Stadium supurasi. a) Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan. Berikan antibiotik ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi parenteral selama 3 hari. Bila ada perbaikan dilanjutkan dengan pemberian antibiotik peroral selama 14 hari. b) Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis THT untuk dilakukan miringotomi. 4) Stadium perforasi a) Berikan antibiotik selama 14 hari. b) Cairan telinga dibersihkan dengan Solutio H2O2 3% 2–3 kali. f.
KIE 1) Tujuan pengobatan: eradikasi dan mencegah timbulnya komplikasi 2) Pencegahan: Pada stadium supurasi dan perforasi, hindari berenang atau masuknya air ke dalam hidung dan telinga. 3) Alasan rujuk: bila tidak ada perbaikan, ada komplikasi, atau diperlukan miringotomi rujuk ke dokter spesialis THT.
25. SERUMEN PROP Definisi : Serumen adalah hasil produksi kelenjar seromusinosa yang terdapat di liang telinga luar, yang berguna untuk melicinan dinding liang telinga, dan mencegah masuknya serangga kecil ke liang telinga. Faktor yang menyebabkan serumen terkumpul dan mengeras di liang telinga, sehingga menyumbat antara lain ialah: 1. Dermatitis kronis liang telinga luar 2. Liang telinga sempit 3. Produksi serumen banyak dan kental 4. Adanya benda asing di liang telinga 5. Adanya eksostosis (pertumbuhan jinak dari permukaan tulang) liang telinga 6. Serumen terdorong oleh jari tangan atau ujung handuk setelah mandi, atau kebiasaan mengorek telinga. Gejala yang timbul akibat sumbatan serumen dapat berupa rasa telinga tersumbat,
sehingga pendengaran berkurang. Rasa nyeri dapat timbul apabila serumen keras membatu, dan menekan dinding liang telinga. Telinga berdengung (tinitus) dan pusing dapat timbulapabila serumen telah menekan membran timpani, terkadang dapat disertai batuk, oleh karena rangsangan nervus vagus melalui cabang aurikuler. Penatalaksanaan a. Serumen yang masih lunak, dapat dibersihkan dengan kapas yang dililitkan oleh aplikator (pelilit). b. Serumen yang sudah agak mengeras dikait dan dibersihkan dengan alat pengait. c. Serumen yang lembek dan letaknya terlalu dalam, sehingga mendekati mebran timpani, dapat dikeluarkan dengan mengirigasi liang telinga (spooling). d. Serumen yang telah keras membatu, harus dilembekkan terlebih dahulu dengan karbol gliserin 10 %, 3 kali 3 tetes sehari, selama 2-5 hari (tergantung keperluan), setelah itu dibersihkan dengan alat pengait atau diirigasi (spooling). Teknik Irigasi Liang Telinga Dalam melakukan tindakan irigasi liang telinga (spooling) ada beberapa hal yang harus diketahui dan diperhatikan oleh tenaga medis sebelum melakukan tindakan tersebut, antara lain : • Pasien tidak mempunyai riwayat sakit telinga yang menyebabkan rupture gendang telinga, seperti riwayat congekan (OMSK), maupun riwayat trauma gendang telinga. • Pasien tidak sedang mengalami sakit telinga luar (otitis eksterna). Prosedur Tindakan Spooling (Irigasi) telinga adalah : A. Persiapan Alat : 1. Alat Spooling atau Spuit 20 cc. 2. Kom berisi air hangat kuku secukupnya. 3. Bak Bengkok untuk menampung kotoran telinga. 4. Handuk sebagai alas pelindung . 5. Sarung tangan disposable. 6. Otoscope 7. Cotton bud secukupnya. 8. Cairan NaCl hangat atau air hangat. 9. Cairan H2O2 3 % dalam tempatnya. B. Persiapan pasien : 1. Jelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan (inform consent), dan minta kepada pasien agar bersikap kooperatif. 2. Posisikan pasien dengan terlentang dan kepala miring ke sisi berlawanan dengan telinga yang akan dibersihkan. 3. Tindakan
a. Tetesi telinga pasien dengan H2O2 3 % (jika masih ada yang keras), tunggu sampai kotoran hancur atau larut kira-kira 10 – 15 menit. b. Tempatkan bak bengkok dibawah telinga yang dibersihkan, dan beri alas handuk untuk mencegah tetesan air mengenai pasien. c. Perintahkan pasien agar bangun dan duduk tegak d. Semprot telinga pasien dengan Cairan NaCl hangat secara perlahan sampai telinga bersih. e. Eksplorasi dengan otoscope.
Serumen adalah substansi lengket berwarna kekuningan sampai coklat, yang ada di liang telinga. Substansi tersebut adalah hasil produksi dari kelenjar minyak dan modifikasi kelenjar keringat dinding telinga. Serumen tersebut terdiri dari 60% keratin*, 12-20% asam lemak*, alkohol, squalene*, dan 6-9% kolesterol. Komposisi ini menentukan wujud serumen itu sendiri.
Serumen ini secara umum dibagi menjadi: Tipe basah: o Serumen putih (White/Flaky Cerumen), sifatnya mudah larut bila diirigasi. o Serumen coklat (light-brown), sifatnya seperti jeli, lengket. Tipe kering: o Serumen gelap/ hitam, sifatnya keras, biasanya erat menempel pada dinding liang telinga bahkan menutup liang sehingga menimbulkan gangguan pendengaran. Serumen tipe basah lebih dominan dibandingkan tipe kering. Serumen diproduksi tubuh dengan tujuan: Pembersihan Dinding dalam telinga, membrane tympani (gendang telinga) setiap hari menghasilkan epitel mati. Serumen membantu pengeluaran epitel-epitel tersebut sehingga tidak menumpuk dengan bantuan gerakan rahang mulut. Lubrikasi/ pelicin Serumen mencegah terjadinya desikasi/ kekeringan, rasa gatal, dan panas dalam liang telinga. Antibakterial dan antijamur Kemampuan antibacterial dan antijamur serumen karena serumen bersifat asam, mengandung enzim lysozyme*, dan adanya asam lemak. Produksi serumen dipengaruhi oleh stres fisik dan stres psikis. Bila produksi serumen berlebihan, serumen dapat menumpuk dan menyumbat liang telinga, dan menyebabkan penurunan pendengaran. Diperkirakan 60-80% keluhan penurunan pendengaran disebabkan oleh sumbatan serumen (cerumen prop).
Metode Pembersihan Serumen
Kuretase*, dengan alat khusus pengangkat serumen, atau dengan cotton bud Irigasi, menggunakan air hangat dan alat khusus Vakum*
Pembersihan serumen yang terlalu sering, justru merangsang produksi serumen lebih banyak. Seruminolisis adalah proses untuk melisiskan (meluruhkan) serumen, biasanya menggunakan agen seruminolitik yang diteteskan ke liang telinga. Biasanya agen ini akan membuat serumen mencair, atau bila terlalu keras maka akan lebih melunakkan serumen sehingga lebih mudah diangkat dengan metode pembersihan yang sesuai. Agen seruminolitik yang tersedia adalah
Minyak zaitun, minyak almond, minyak mineral, baby oil, gliserol, Peroksida karbamid(6.5%) Larutan sodium bicarbonate, atau sodium bicarbonate B.P.C. (sodium bicarbonate dan glycerine) Cerumol (arachis oil, turpentine dan dichlorobenzene) Cerumenex (Triethanolamine, polypeptides dan oleate-condensate) Exterol (urea, hydrogen peroxide dan glycerine) Docusate sodium Hidrogen Peroksida 3%
Agen-agen ini dipakai 2-3 kali sehari selama 3-5 hari. Pemberian agen-agen ini justru lebih baik daripada manipulasi telinga secara pribadi karena malah mungkin mengakibatkan perlukaan dinding liang telinga. Penggunaan cotton bud pun harus dilakukan secara hati-hati. Sebaiknya sebelum digunakan untuk membersihkan serumen, kapas cotton bud dibasahi dengan baby oil, atau air bersih, atau dibuat lembab, supaya kapas cotton bud tidak mudah lengket dengan serumen yang bisa mengakibatkan kapas terlepas dari batangnya. 26. MABUK PERJALANAN Definisi : Mabuk perjalanan atau istilah kerennya motion sickness merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari kepala pusing, mual sampai muntah dan keluar keringat dingin yang terjadi saat dalam kendaraan yang berjalan. Tak hanya pada anak-anak, orang dewasa pun juga berisiko mengalami mabuk perjalanan. Mabuk perjalanan bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gangguan sesaat yang dipicu oleh adanya gangguan koordinasi di otak akibat adanya rangsangan dari luar yang diterima oleh panca indra secara bersamaan dan diteruskan ke dalam otak. Mabuk perjalanan terjadi jika sistem vestibular (pusat keseimbangan di telinga bagian dalam) terganggu. Gangguan ini dapat disebabkan rangsangan yang terus menerus oleh gerakan-gerakan atau getaran-getaran yang terjadi selama perjalanan sehingga keseimbangan
tubuh terganggu. Terganggunya pusat keseimbangan di telinga bagian dalam ini akan merangsang produksi zat histamin yang akan merangsang otak sehingga menimbulkan reaksi mual dan muntah. Misalnya ketika berada dalam perjalanan, posisi duduk tidak pernah seimbang. Atau sedang membaca di dalam kendaraan yang sedang melaju. Faktor yang Mempengruhi : Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga Anda mengalami mabuk selama di perjalanan. 1. Faktor keturunan. Artinya, kalau orangtuanya selalu mabuk perjalanan, maka anaknya juga berisiko mengalami hal yang sama. 2. Kondisi tubuh yang sedang tidak sehat atau daya tahan tubuh yang tengah menurun, sehingga si kecil rentan sekali dengan perubahan-perubahan yang menimpa tubuhnya. 3. Perut dalam kondsi yang kosong saat melakukan perjalanan. Perut kosong berarti lambungnya kosong, sehingga produksi asam berlebihan. Produksi asam yang berlebihan akan mengiritasi lambung, dan ini akan merangsang reflek mual. 4. Sistem suspensi mobil yang tidak nyaman sehingga menimbulkan goncangan pada penumpangnya. 5. Kondisi jalanan yang tidak rata. Berikut ini tips untuk mencegah terjadinya mabuk kendaraan, biasanya banyak orang bepergian keluar kota baik menggunakan jalur darat, laut dan udara. 1. Perhatikan makanan anda. Hindari makanan yang berlemak, alkohol, dan makanan yang lama dicerna seperti mie, sebelum perjalanan jauh. 2. Hindari makanan yang berbau menyengat. 3. Bawalah selalu buah, terutama jeruk. Jika Anda mulai merasakan gejala mual, aroma dan rasa jeruk cukup menolong dan kembali menyegarkan tubuhnya. 4. Jika tidak ada buah, cobalah untuk mengepalkan tangan dan lemaskan jemari tangan dan kaki berulang-ulang untuk menggiatkan peredaran darah. Selain itu, berikan pijatan pada jemari dan telapak tangan untuk membantu menghilangkan pusing ringan 5. Pilihlah tempat duduk yang mengalami goncangan terkecil dan tempat yang cukup nyaman selama perjalanan. Tempat duduk di tengah sekitar sayap pesawat adalah daerah yang paling sedikit guncangannya. Dalam kapal laut, daerah terbawah dan ditengah mengalami guncangan lebih kecil dari pada di lantai atas dan di bagian luar. 6. Jangan menghadap membelakangi arah perjalanan. 7. Jika di dalam mobil, pilihlah tempat duduk di depan. 8. Buka kaca mobil untuk mensirkulasikan udara segar ke dalam kabin mobil. Jika rasa mual makin hebat, menepi dan berhentilah sejenak. Keluar dan lakukan senam ringan, atau berjalan di sekitar mobil untuk menetralkan efek akumulasi getaran pengganggu. Cara ini amat efektif untuk mencegah mual dan muntah, terutama bagi anak-anak. 1. Jangan membaca saat di perjalanan. 2. Pada perjalanan dengan perahu tataplah jauh ke langit dan cakrawala untuk mengurangi rasa
pusing. 3. Anda bisa membuka jendela mobil untuk mendapatkan udara segar jika memungkinkan. 4. Menjauhlah dari orang yang mungkin juga akan mabuk kendaraan, apabila mereka muntah, bisa jadi anda juga ikut muntah. 5. Mengkonsumsi obat anti mabuk, dimenhidrinat diminum setengah jam sebelum naik kendaraaan.
27 FURUNKEL PADA HIDUNG Definisi Furunkel Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya yang sering terjadi pada daerah bokong, aksila, dan badan. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih dari satu tempat disebut furunkulosis. Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut dikulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya. Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh Staphylococcus aureus, yang disertai oleh peradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak bawah kulit. 2.2. Etiologi Furunkel Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi, tekanan, gesekan, hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan beberapa faktor yang lain, sehingga kerusakan dari kulit tersebut dipakai sebagai jalan masuknya Staphylococcus aureus maupun bakteri penyebab lainnya. Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi penderita. Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor predisposisi antara lain, alcohol, malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus. Jadi, furunkel dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Iritasi pada kulit 2. Kebersihan kulit yang kurang terjaga 3. Daya tahan tubuh yang rendah 4. Infeksi oleh Staphylococcus aureus 2.3. Patofisiologi Furunkel Infeksi dimulai dari peradangan pada folikel rambut pada kulit (folikulitis) yang menyebar pada jaringan sekitarnya. Radang nanah yang dekat sekali dengan kulit disebut pustule. Kulit diatasnya sangat tipis, sehingga nanah di dalamnya dapat dengna mudah mengalir keluar. Sedangkan bisulnya sendiri berada pada daerah kulit yang lebih dalam. Kadang-kadang nanah yang berada dalam bisul diserap sendiri oleh tubuh tetapi lebih sering mengalir sendiri melalui lubang pada kulit. 2.4. Faktor Resiko Furunkel 1.
Kurang terjaga kebersihan
Faktor kebersihan memegang peranan penting. Bila lingkungan kurang bersih, infeksi akan mudah terjadi. Karena itu, pada bayi, gejala bisul mudah dijumpai. Bayi dan anak-anak identik dengan dunia eksplorasi dalam bermain, apalagi bila terkena benda kotor misalnya tanah. Belum lagi setelah main, anak tidak dicuci tangannya sehingga akan mempermudah terjadinya bisul. Pada dasarnya bisul muncul karena adanya kuman. Orang tua yang tidak menjaga kebersihan tubuh bayi dan lingkungannya dengan baik, otomatis lebih berpeluang terpapar kuman penyebab bisul. Tak heran kalau mereka yang tinggal di daerah pemukiman padat, di daerah pengungsian, dimana faktor kebersihannya terabaikan akan lebih mudah bisulan. Namun harus diingat, walaupun tinggal di tempat yang bersih tapi kalau jarang dimandikan dan dijaga kebersihkanya, dengan sendirinya kuman pun akan bersarang. 2. Daerah tropis Secara geografis, Indonesia termasuk daerah tropis, dimana udaranya panas sehingga dengan mudah bayi akan berkeringat. Keringat pun bisa menjadi salah satu pemicu munculnya bisul. Terutama bisul yang terjadi pada kelenjar keringat. 3. Faktor gizi Gizi yang kurang dapat memengaruhi timbulnya infeksi. Bila gizi kurang, berarti daya tahan tubuh menurun, sehingga akan mempermudah timbulnya infeksi. Terlebih pada bayi, kekebalan tubuhnya kurang dibandingkan orang dewasa. 2.5. Tanda dan Gejala Furunkel Mula-mula nodul kecil yang mengalami peradangan pada folikel rambut, kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus keluar. Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya dihidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala seperti badan demam, malaise, dan mual. Furunkel dapat timbul di banyak tempat dan dapat sering kambuh. Tempat terjadinya furunkel biasanya yaitu pada muka, leher, lengan, pergelangan tangan, jari-jari tangan, dan pantat. Namun, gejala yang timbul dari adanya furunkel bervariasi tergantung dari beratnya penyakit. Gejala yang sering ditemui pada furunkel adalah : 1. Nyeri pada daerah ruam 2. Ruam pada derah kulit yang berbentuk kerucut dan memiliki pustule 3. Pustule dapat melunak dan mengalami nekrosis 4. Setelah seminggu kebanyakan akan pecah sendiri dan sebagian dapat menghilang dengan sendirinya 2.6. Diagnosa Furunkel 1. Anamnesa Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul tersebut meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise. 2. Pemeriksaan Fisik Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal (single follicular orifices). Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan. 2.8. Penatalaksanaan Furunkel Tergantung dari keadaan penyakit yang dialaminya. 1. Kebanyakan furunkel tidak membutuhkan pengobatan dan akan sembuh dengan sendirinya 2. Pemeliharaan kebersihan daerah yang mengalami furunkel serta daerah sekitarnya
3. 4. 5. 6 7.
Pengobatan topical, lakukan kompres . Bila lesi masih basah/kotor dikompres dengan Solusio Sodium Chloride 0,9% atau Solusio Rivanol 0,1%. Jangan memijat furunkel Insisi bila telah supurasi Bila lesi telah bersih, diberikan Neocitrin ointment (Basitrasina dan Polimiksina B) atau Framisitin Sulfat kasa steri. Pemberian analgetik,antibiotic oral maupun local ( salep ) Tutuplah luka dengan kain kasa kering
28. RHINITIS AKUT DEFINISI : Rinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan gejala gejala rhinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala umum malaise dan suhu tubuh naik (Adams et al, 2007). Rinitis disebabkan oleh infeksi virus (Rhinovirus, Myxovirus, virus Coxsakie dan virus ECHO) atau infeksi bakteri terutama Haemophylus Influensa, Steptococcus, Pneumococcus, dan sebagainya (Adams, 2007; Sobol, 2007; Soepardi, 2007). Di samping virulensi, faktor predisposisi memegang peranan penting yaitu faktor eksternal atau lingkungan yang terpenting adalah faktor dingin atau perubahan temperatur dari panas ke dingin yang mendadak, dan faktor internal meliputi daya tahan tubuh yang menurun dan daya tahan lokal cavum nasi (Moore, 2003; Nizar, 2003, Seikh, 2009) Perubahan pada mukosa nasi meliputi stadium permulaan yang diikuti stadium resolusi. Pada stadium permulaan terjadi vasokonstrinsik yang akan diikuti vasodilatasi, udem dan meningkatnya aktifitas kelenjar seromucious dan goblet sel, kemudian terjadi infiltrasi leukosit dan desguamasi epitel. Secret mula mulamula encer, jernih kemudian berubah menjadi kental dan lekat (mukoid) berwarna kuning mengandung nanah dan bakteri (makopurulent). Toksin yang berbentuk terbentuk terserap dalam darah dan lymphe, menimbulkan gejala-gejala umum. Pada stadium resolusi terjadi proliferasi sel epithel yang telah rusak dan mukosa menjadi normal kembali (Adams, 2007; Dhingran, 2007; Rolla, 2009). GEJALA KLINIS : Gejala terdiri dari 1. Stadium Prodromal Kering (stadium awal), di mana penderita merasakan gejala umum seperti menggigil dengan rasa panas dingin berselingan (meriang), nyeri kepela, pucat, kurang nafsu makan, kadang suhu subfebril atau tidak terlalu panas, tapi sering juga terjadi suhu yang tinggi apalagi pada anak-anak yang disertai rasa gatal, panas, rasa kering pada hidung dan tenggorokan, iritasi hidung. Mukosa hidung biasanya pucat dan kering.
2. Stadium Kataralis (stadium lanjutan), pada saat ini biasanya dimulai beberapa jam setelah sekret mencair, obstruksi atau penyumbatan hidung, kehilangan penciuman sementara, lakrimalisasi atau airmata terus-menerus meleleh, dan keadaan bisa berangsur-angsur menjadi lebih buruk. Mukosa hidung memerah, bengkak, dan terdapat sekret atau ingus yang banyak. Setelah beberapa hari, terjadi fase yang di sebut fase mukus. Fase mukus ini gejalanya bermula dengan sekret yang mengental, penciuman membaik dan gejala lokal berkurang. Pada kondisi ideal dengan daya tahan tubuh yang baik, perbaikan seharusnya dicapai dalam satu minggu. Infeksi bakteri sekunder mungkin saja dapat terjadi. Sekret atau ingus kemudian berwarna kuning kehijauan dan penyakit akan lebih lama membaik. Awal stadium kataralis dapat terjadi pada influensa dan infeksi bersama jenis virus lain seperti parainfluenza, adenovirus, rheovirus, coronovirus, enterovirus, myxovirus, dan virus saluran nafas lainnya. Gejalanya seperti yang terjadi di atas tapi lebih berkomplikasi dengan manifestasi lainnya seperti menginfeksi seluruh saluran nafas, saluran pencernaan sehingga menyebabkan diare, meningitis, perikarditis, serta gangguan pada ginjal dan otot. rinitis akut pada masa prodromal mempunyai gejala yang mirip dengan sindroma alergi yaitu: bersin-bersin, rhinorea dan obstruksi nasi. PENATALAKSNAAN : Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis akut selain istirahat dapat diberikan obat-obat simptomatis seperti analgetik, obat dekongestan, pseudoefedrin, (Settipane,2012). Antibiotik hanya diberikan jika terdapat infeksi sekunder oleh bakteri (Settipane, 2012). Pada pasein ini terdapat infeksi sekunder bakteri (terefleksi dari sekret mukopurulen) sehingga diberikan antibitiotik cefadroxyl 500 mg 3 x sehari. Pasien diberikan k-diclofenac 50 mg 3 x sehari sebagai analgetik dan antiinflamasi (NSAID) untuk proses peradangannya, dan untuk dekongestan diberikan pseudoefedrin 60 mg 3 x sehari karena terjadi hipertrofi konka dan keluhan hidung tersumbat. Vitamin C diberikan sebagai terapi ajuvan untuk menjaga daya tahan tubuh. Anjuran pada pasien yaitu istirahat yang cukup untuk menjaga daya tahan tubuh karena faktor reskio dari rinitis akut adalah penurunan daya tahan tubuh, dan berolahraga teratur. Olahraga selain untuk menjaga daya tahan tubuh juga dapat meringankan gejala karena mempunyai efek vasokonstriksi ringan sehingga hipertorpi atau gejala hidung tersumbat dapat dikurangi. Efek vasokonsriksi dari olahraga didapatkan karena terjadi releas hormon adrenalin saat olahraga
Cara mencegah rhinitis akut atau influensa Sementara tidak ada bukti kuat bahwa profilaksis/ pencegahan dapat diberikan, kemungkinan peningkatan imunitas secara umum dapat membantu. Hal ini termasuk meningkatkan daya tahan tubuh seperti dengan mandi sauna, spa, hidroterapi, olahraga, minum vitamin C, higiene yang baik terutama bila kontak dengan anak kecil. Secara invasif Adenoidektomi mungkin perlu dilakukan pada anak. Immunisasi melawan virus coryza belum dapat dilakukan tapi ada vaksin untuk melawan influenza.
RHINITIS VASOMOTOR Kompetensi :4 Laporan Penyakit : 1302 ICD X : J.30.0 Definisi Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis, bukan suatu reaksi alergi atau inflamasi. Penyebab Belum diketahui, diduga akibat gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai hal: Obat – obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin, klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokonstriktor lokal. Faktor fisik, seperti: iritasi asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan bau yang merangsang. Faktor endokrin, seperti: kehamilan, pubertas dan hipotiroidisme. Faktor psikis, seperti: rasa cemas dan tegang. Gambaran Klinis Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi pasien. Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal di mata. Gejala memburuk pada pagi hari saat bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, asap rokok, dan sebagainya. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala. Berdasarkan gejala yang menonjol dibedakan menjadi golongan obstruksi dan rinorea. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaan dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Namun pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak. Penatalaksanaan Dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rhinitis alergi. Terapi bervariasi, tergantung faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara umum terbagi atas: Menghindari penyebab Pengobatan simptomatis, dengan dekongestan oral (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolamin) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.selama ……..hari
RHINITIS ALERGIKA Kompetensi Laporan Penyakit ICD X
:4 : 1302 : J.30
Definisi Rinitis alergika adalah suatu kelainan hidung yang disebabkan oleh proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh hipersensitivitas atau alergi tipe 1 dengan gejala karakteristik berupa hidung gatal, bersin-bersin, rinorhea dan hidung tersumbat yang bersifat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Penyebab Berdasarkan terdapatnya gejala dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Rinitis alergi intermiten, bila gejala <4 hari/minggu atau bila <4 minggu 2. Rinitis alergi persisten, bila > 4 hari/minggu atau >4 minggu. Serbuk sari di dalam udara yang menyebabkan rinitis alergika bervariasi, tergantung kepada daerah dan individu. Tanaman yang sering menyebabkan rinitis alergika adalah pohon-pohonan, rumput, bunga dan rumput liar. Selain kepekaan individu dan daerah tempat tumbuhnya tanaman, faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya rinitis alergika adalah jumlah serbuk yang terkandung di dalam udara. Cuaca panas, kering dan berangin lebih banyak mengandung serbuk, cuaca dingin, lembab dan hujan menyebabkan serbuk terbuang ke tanah. Gambaran Klinis Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersinbersin dan hidung meler. Beberapa pasien mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata bagian dalam dan pada bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik berupa gambaran klinis diatas. Penatalaksanaan Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin. Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolamin) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada pasien tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat. Pemberian amoksisilin 3x500mg atau eritromisin 4x500mg selama 3 – 5 hari jika ada infeksi sekunder.
Selama ....... hri,Jika keadaan kronis rujuk ke dokter spesialis THT.
BENDA ASING (CORPUS ALIENUM) DI HIDUNG Kompetensi Laporan Penyakit ICD X
:4 : : T.17
Definisi Benda asing di hidung adalah terdapatnya sumbatan pada hidung yang diakibatkan oleh benda asing yang masuk ke lubang hidung. Sering terjadi pada anak – anak usia 2 – 4 tahun atau pasien dengan keterbelakangan mental. Penyebab Sumbatan benda asing pada lubang hidung, dapat berupa binatang serangga atau benda lainnya. Gambaran Klinis Hidung tersumbat oleh sekret mukopurulen yang banyak dan berbau busuk di satu sisi rongga hidung, tempat adanya benda asing. Setelah sekret dibersihkan, benda asing akan tampak dalam cavum nasi. Kadang disertai rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin. Diagnosis Pada pemeriksaan tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi ulserasi. Tampak benda asing dalam cavum nasi. Penatalaksanaan Benda asing dengan permukaan kasar dapat dikeluarkan menggunakan forsep hidung. Bila benda asing bulat dan licin, misalnya manik – manik, digunakan pengait yang ujungnya tumpul. Bagian pengait yang bengkok dimasukkan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri atap cavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Kemudian pengait diturunkan sedikit sampai ke belakang obyek, kemudian ditarik keluar. Bila tidak ada alat yang sesuai, sebaiknya dirujuk ke spesialis THT. Benda asing yang lunak dapat dikeluarkan dengan pinset hidung. Pemberian antibiotik per oral (Amoksisilin 3x500 mg atau Kotrimoksazole 2x960mg) selama 5 – 7 hari hanya bila ada infeksi hidung dan sinus. Tidak dianjurkan mendorong ke arah nasofaring dengan tujuan agar masuk ke mulut karena dapat masuk ke laring dan saluran napas bawah, sehingga timbul sesak nafas dan kegawatan.
BENDA ASING (CORPUS ALIENUM) DI TELINGA Kompetensi Laporan Penyakit ICD X
:4 : : T.16
Definisi Benda asing di telinga adalah terdapatnya sumbatan pada telinga yang diakibatkan oleh benda asing yang masuk ke liang telinga. Penyebab Benda asing yang masuk ke liang telinga Gambaran Klinis Rasa tidak enak di telinga, tersumbat dan pendengaran terganggu. Bila benda asing tersebut adalah serangga dan melukai dinding liang telinga, maka akan menimbulkan rasa nyeri. Diagnosis Pada inspeksi telinga dengan atau tanpa corong telinga akan tampak benda asing tersebut. Penatalaksanaan Benda asing dikeluarkan dengan cara dijepit dengan pinset dan ditarik keluar. Pada pasien anak, kepala harus dipegang hingga tidak dapat bergerak. Binatang di liang telinga dimatikan dulu dengan meneteskan phenol glyserol, alkohol atau rivanol selama 10 menit ke dalam liang telinga sebelum dikeluarkan. Kemudian diirigasi dengan NaCl atau air bersih untuk mengeluarkannya, atau dengan menggunakan pinset telinga.
EPISTAKSIS Kompetensi Laporan Penyakit ICD X
:4 : :
Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan. Penyebab Penyebab epistaksis dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Penyebab Lokal a. Trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung, trauma pembedahan atau iritasi gas yang merangsang. b. Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti rhinitis, sinusitis, serta granuloma spesifik seperti lepra dan sifilis. c. Tumor, baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan nasofaring. d. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan mendadak atau udara yang sangat dingin. e. Benda asing dan rhinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai ingus berbau busuk. f. Idiopatik, merupakan epistaksis ringan yang berulang pada anak dan remaja. 2. Penyebab Sistemik a. Penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah. b. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia dan leukemia. c. Gangguan endokrin, seperti pada kehamilan, menarche dan menopause. d. Kelainan kongenital, seperti pada penyakit Osler. Gambaran Klinis Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior.
1. Epistaksis anterior, perdarahan berasal dari plexus Kiesselbach (paling sering ditemukan pada anak – anak), atau dari arteri ethmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak hebat, bila pasien duduk, darah akan keluar dari lubang hidung. Sering berhenti spontan dan mudah diatasi. 2. Epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior. Sering terjadi pada usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan. Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat dan dengan memperhatikan gambaran klinis penyakit. Penatalaksanaan Prinsip utama penanggulangan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan rekurensi serta mencari etiologi. Sampai dengan 90% kasus epistaksis dapat berhenti spontan.
Perhatikan keadaan umum pasien, pastikan pasien tidak dalam keadaan syok. Jika pasien dalam keadaan syok, segera pasang infus dan pemberian obat – obatan yng diperlukan untuk memperbaiki keadaan umum. Bersihkan lubang hidung dari darah atau bekuan darah Lakukan tindakan vasokonstriksi dan analgesi lokal dengan memasukkan kassa yang telah di basahi dengan lidokain 2% dan adrenalin ke dalam lubang hidung selama 5 – 10 menit. Tentukan sumber perdarahan, di bagian anterior atau posterior. Jika perdarahan tidak berhenti dan sumber perdarahan terletak di bagian anterior, pasang tampon anterior, yaitu kassa yang menyerupai pita dengan lebar 0,5 cm yang telah dibubuhi salep antibiotika dan diletakkan berlapis – lapis mulai dari dasar hidung sampai puncak hidung. Tampon yang dipasang harus menekan sumber perdarahan. Beri antibiotika oral dan obat simptomatis lain yang diperlukan ( asam tranexamat,vit.k 3x1). Tampon diangkat setelah 2 – 3 hari. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan menekan kedua cuping hidung selama beberapa menit. Jika sumber perdarahan tidak diketahui dan perdarahan tidak berhenti, kemungkinan sumber perdarahan di bagian posterior. Segera rujuk pasien ke spesialis THT setelah dilakukan penstabilan keadaan umum pasien.
INFLUENZA (COMMON COLD) Kompetensi Laporan Penyakit ICD X
:4 : 1302 : J.00
Definisi Influenza tergolong infeksi saluran napas akut (ISPA) yang biasanya terjadi dalam bentuk epidemi. Disebut common cold atau selesma bila gejala di hidung lebih menonjol, sementara “influenza” dimaksudkan untuk kelainan yang disertai faringitis dengan tanda demam dan lesu yang lebih nyata. Penyebab Banyak macam virus penyebabnya, antara lain Rhinovirus, Coronavirus, virus Influenza A dan B, Parainfluenza, Adenovirus. Biasanya penyakit ini sembuh sendiri dalam 3 – 5 hari. Gambaran Klinis Gejala sistemik khas berupa gejala infeksi virus akut yaitu demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nafsu makan hilang, disertai gejala lokal berupa rasa menggelitik sampai nyeri tenggorokan, kadang batuk kering, hidung tersumbat, bersin, dan ingus encer.
Tenggorokan tampak hiperemia. Dalam rongga hidung tampak konka yang sembab dan hipermia. Sekret dapat bersifat serus, seromukus atau mukopurulen bila ada infeksi sekunder.
Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan Anjuran istirahat dan banyak minum sangat penting pada influenza ini. Pengobatan simtomatis diperlukan untuk menghilangkan gejala yang terasa berat atau mengganggu. Parasetamol 500 mg 3 x sehari atau asetosal 300 – 500 mg 3 x sehari baik untuk menghilangkan nyeri dan demam. Untuk anak, dosis parasetamol adalah : 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari Antibiotik Amoxicillin 3x500 mg atau Erithromycin 4x500mg selama 3 – 5 hari hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder. Untuk anak dosis Amoxicillin adalah 25 – 50 mg/kgBB/ hari, dosis Erithromycin adalah 30 -50 mg/kgBB/hari.
PERTUSIS Kompetensi Laporan Penyakit ICD X
: 4 dan 3 B : 0304 : A.37
Definisi Pertusis (Batuk Rejan) adalah penyakit akut pada saluran pernapasan. Didapatkan pada anakanak yang berumur kurang dari 5 tahun, terutama pada anak umur 2 – 3 tahun. Penyebab Pertusis disebabkan oleh kuman gram negatif Bordetella pertusis. Gambaran Klinis
Gejala penyakit ini timbul 1 – 2 minggu setelah berhubungan dengan penderitanya dan didahului masa inkubasi selama 7 – 14 hari. Biasanya, penyakit ini berlangsung selama 6 minggu atau lebih. Itulah sebabnya penyakit tersebut dinamakan batuk seratus hari. Dalam perjalanannya, pertusis meliputi beberapa stadium, yaitu 1) Stadium Kataralis Ditandai timbulnya batuk ringan, terutama pada malam hari, disertai demam dan pilek ringan. Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu. Pada stadium kataral tak dapat dibedakan dengan ISPA yang disebabkan oleh virus. 2) Stadium Spasmodik Berlangsung 2 – 4 minggu. Gejalanya, batuk lebih sering, penderita berkeringat, dan pembuluh darah di muka-leher melebar. Serangan batuknya panjang biasanya diakhiri dengan bunyi melengking yang khas (whooping caugh) dan disertai muntah. Sering terjadi perdarahan subkonjungtiva dan / atau epistaksis. Kuku dan bibir penderita menjadi kebiruan karena darah kekurangan oksigen. Di luar serangan, penderita tampak sehat. 3) Stadium Konvalesensi Terjadi selama dua minggu. Gejalanya, penderita mereda batuknya dan berangsur-angsur mulai bertambah nafsu makannya. Diagnosis Meningkatnya serum Ig A spesifik Bordatella pertusis Terdeteksi Bordatella pertusis dari spesimen nasofaring Kultur swab nasofaring ditemukan Bordatella pertusis Penatalaksanaan Pengobatan pertusis ditujukan pada kuman penyebabnya dengan pemberian antibiotika yang sesuai, seperti eritromisin 30 – 50 mg/kgBB 4 x sehari. Untuk batuk dapat diberikan kodein 0,5 mg/umur ( tahun )/kali. Pertusis dapat dicegah dengan imunisasi DPT, yaitu Difteri-Pertusis-Tetanus. Imunisasi ini diberikan tiga kali berturut-turut pada bayi usia tiga,empat, lima bulan.
FARINGITIS Kompetensi Laporan Penyakit ICD X
:4 : 1302 : J.02
Definisi Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilo faringitis akut, atau bagian dari influenza (rinofaringitis).
Penyebab Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Virus (yaitu rhinovirus, adenovirus, parainfluenza, coxsackievirus, Epstein – Barr virus, herpes virus) Bakteria (yaitu, grup A ß-hemolytic Streptococcus [paling sering]), Chlamydia, Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoea. Jamur (yaitu Candida); jarang kecuali pada penderita imunokompromis (yaitu mereka dengan HIV dan AIDS). Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau yang memperberat. Gambaran Klinis Perjalanan penyakit bergantung pada adanya infeksi sekunder dan virulensi kumannya serta daya tahan tubuh penderita, tetapi biasanya faringitis sembuh sendiri dalam 3 – 5 hari. 1. Faringitis yang disebabkan bakteri : Demam atau menggigil Nyeri menelan Faring posterior merah dan bengkak Terdapat folikel bereksudat dan purulen di dinding faring Mungkin batuk Pembesaran kelenjar getah bening leher bagian anterior Tidak mau makan / menelan Onset mendadak dari nyeri tenggorokan Malaise Anoreksia 2. Faringitis yang disebabkan virus : Onset radang tenggorokannya lambat, progresif Demam Nyeri menelan Faring posterior merah dan bengkak Malaise ringan Batuk Kongesti nasal Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan Perawatan dan pengobatan tidak berbeda dengan influenza. Untuk anak tidak ada anjuran obat khusus.
Untuk demam dan nyeri: 1. Dewasa Parasetamol 250 atau 500 mg, 1 – 2 tablet per oral 4 x sehari jika diperlukan, atau Ibuprofen, 200 mg 1 – 2 tablet 4 x sehari jika diperlukan. 2. Anak Parasetamol diberikan 3 kali sehari jika demam di bawah 1 tahun : 60 mg/kali (1/8 tablet) 1 - 3 tahun : 60 - 120 mg/kali (1/4 tablet) 3 - 6 tahun : 120 - 170 mg/kali (1/3 tablet) 6 - 12 tahun : 170 - 300 mg/kali (1/2 tablet)
Antibiotik hanya diberikan pada pasien dengan minimal 3 dari 4 gejala (kriteria McIssac/kriteria Centor): 1) demam menggigil >38,5oC, 2) eksudat dan purulen di dinding faring, 3) pembesaran kelenjar getah bening anterior 4) pengobatan simtomatik tidak sembuh dalam 3 hari 1. Dewasa Amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari Eritromisin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari 2. Anak Amoksisilin 30 - 50mg/kgBB perhari selama 5 hari Eritromisin 20 – 40 mg/kgBB perhari selama 5 hari
GASTROENTERITIS GASTROENTERITIS A. Pengertian
Gastroenteritis adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 2003).
Menurut WHO (1980) gastroenteritis adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Gastroenteritis ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996) B. Etiologi
1. a)
Faktor infeksi
Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama gastroenteritis, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi
parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans) b) Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan gastroenteritis seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. 2.
Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab gastroenteritis yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein. 3.
Faktor Makanan:
Gastroenteritis dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4.
Faktor Psikologis
Gastroenteritis dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas) C. Patofisiologi Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis ialah: Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah
patofisiologi D. Manifestasi klinis Manifestasi klinis klien dengan gangguang gastroenteritis :
Diare yang berlangsung lama (berhari-hari atau berminggu-minggu) baik secara menetap atau
berulang à panderita akan mengalami penurunan berat badan. Berak kadang bercampur dengan darah. Tinja yang berbuih. Konsistensi tinja tampak berlendir. Tinja dengan konsistensi encer bercampur dengan lemak Penderita merasakan sekit perut. Rasa kembung. Kadang-kadang demam.
E. Komplikasi Dehidrasi Renjatan hipovolemik Kejang Bakterimia
Mal nutrisi Hipoglikemia Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus. F. Pemeriksaan diagnostic Pemeriksaan diagnostic pada klien dengan gastroenteritis : 1. Laboratoris (pemeriksaan darah) Peningkatan LED (pada penyakit Chron dan kolitis). Anemia terjadi pada penyakit malabsorbsi. Di jumpai pula hipokalsemia dan avitaminosis D, peningkatan serum albumin, fosfatase alkali dan masa protrombin pada klien dengan malabsorbsi. Penuruna jumlah serum albumin pada klien penyakit chron. 2. Radiologis - Barrium Foloow through à penyakit chron. - Barrium enema skip lession, spasme pada sindroma kolon iritable. 3. Kolonoskopi Pemeriksaan ini di anjurkan pada pasien yang menderita peradangan kolon. G. Penatalaksanaan Medis Pemberian cairan. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
a) Memberikan asi. b) Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih. c) Obat-obatan.
-
Racecordil adalah Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf
-
pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat motilitas
-
saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide
-
bekerja lokal pada saluran pencernaan. Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Keterangan: Pemberian cairan,pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
cairan per oral. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. Cairan parenteral . Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
GERD ( Gastroesofagus Refluk Disease )
Definisi Penyakit refluks gastoesofageal (gastroesofageal reflux desease/ GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung kedalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring dan saluran nafas. Patofisiologi Apabila katup gastoesofageal tak berfungsi dengan baik, yaitu pintu ini tak tertutup rapat atau longgar, maka asam lambung pun dapat mengalir balik ke atas, menuju kerongkongan. Hal ini yang menjadi penyebab terjadi GERD. Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi LES. Pada orang normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antergrad yang terjadi pada saat proses menelan atau aliran retrograde pada saat terjadinya sendawa atau muntah. Aliran balik dari gasterke esophagus melalui LES hanya terjadi jika tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3mmhg) Refluks esophagus pada GERD dapat terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu :
Refluks spontan yang terjadi pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat Aliran retrogard yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan Meningkatnya tekanan abdomen
Dengan demikian dapat diterangkan bahwa pathogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara factor defensif dari esophagus dan factor ekstensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk factor defensif esophagus adalah : 1. Pemisah Anti Refluks Factor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES yaitu :
Adanya hiatus hernia, Panjang LES (makin pendek LES maka tonusnya makin rendah), Obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergic, teofilin, opioid , Factor hormonal (peningkatan progesterone menurunkan tonus LES)
Namun banyak pasien GERD yang mempunyai tonus LES tonus normal, pada kasus ini refluks terjadi akibat adanya transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES spontan dan berlangsung kurang lebih 5 detik tanpa didahului oleh proses menelan. 2. Bersihan asam dari lumen esophagus Faktor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,peristaltic, eksresi air liur dan bikarbonat. 3. Ketahanan Epitelial Esofagus Mekanisme ketahanan berbeda dengan lambung dan usus karena esophagus tidak memiliki lapisan mucus untuk melindungi mukosa esophagus, ketahanan epiteleal esophagus terdiri dari :
Membrane sel Batas intra selular yang membatasi difusi H+ kejaringan esophagus Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrient , oksigen, dan bikabonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2 Sel-sel esophagus mempunyai kemampuan untuk mentranspor ion H+ dan Clintraselular dengan Na+ dan bikarbonat ekstraselular.
Factor ofensif dari bahan reflukstat adalah potensi daya rusak yang disebabkan bahan-bahan yanr terkandung dalam reflukstat seperti asam klorida, pepsin, garam empedu, enzim pancreas. Derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh refluksatat akan meningkat apabila pH meningkat. Gejala Gejala klinik yang khas dari GERD adalah timbulnya rasa nyeri / rasa tidak enak diulu hati atau epigastrium . GERD dapat juga menimbulkan manisfestasi gejala diluar esophagus yang atipik serta bervariasi mulai dari nyeri dada non cardiac (Non cardiac Chest pain /NCCP), suara serak, laryngitis, batuk karena aspirasi sampai terjadinya brokiektasis atau asma Sementara itu, beberapa penyakit paru dapat menjadi factor predisposisi terjadi GERD yaitu yang dapat menimbulkan perubahan anatomis didaerah gastroesofageal high pressures zone akibat penggunaan obat-obat yang menurunkan tonus LES (teofilin) Gejala GERD Pada Wanita Hamil Gejala GERD berupa nyeri ulu hati bias juga terjadi pada wanita hamil Nyeri ulu hati yang terjadi akibat meningkatnya hormone yang mengakibatkan system pencernaan bekerja lebih lambat. Hormone juga menyebabkan kerja otot yang mendorong makanan keesofagus lebih
lambat. Sebagai tambahan, pertumbuhan uterus menyebabkan lambung terdorong keatas dan memaksa asam lambung naik kearah esophagus. Tetapi gejala akan membaik setelah partus. Pengobatan nyeri uluhati pada wanita hamil juga hampir sama dengan penderita GERD pada umumnya. Modifikasi gaya hidup dan pencegahan penggunaan obat yang dapat menjadi pemicu merupakan hal yang sangat dianjurkan. Cara yang dapat dilakukan diantaranya ialah:
Jangan berbaring setelah makan Hindari makanan yang memicu sekresi asam Bila ingin menggunakan antacid untuk mengobati nyeri, jangan menggunkan antacid yang mengandung sodium bikarbonat. Karena pada wanita hamil obat ini dapat mengakibatkan retensi cairan, penggunaan antacid yang mengandung kalsium karbonat lebih dianjurkan. Penggunaan Acid reducers, seperti cimetidine (contohnya: Tagamet) atau ranitidine (contohnya Zantac).Proton pump inhibitors, seperti omeprazole (for example, Prilosec) atau lansoprazole (Prevacid, for example), lebih baik dikonsultasikan dulu dengan dokter.
GERD dan Asma Banyak penelitian yang membahas hubungan antara GERD dan asma tetapi sampai saat ini masih belum ada kesimpulan yang jelas apakah GERD yang dapat menjadi penyebab terjadinya asma ataukah asma yang menjadi penyebab GERD. Yang banyak dijumpai pada pasien GERD dengan riwayat asma adalah bahwa GERD dapat memperburuk serangan asma. Begitupun penyakit asma dan beberapa obat nya juga dapat memperburuk gejala yang dialami. Ada beberapa kemungkinan GERD dapat menjadi penyebab serangan asma :
Asam lambung yang mengalir balik ke esophagus juga mengiritasi kerongkongan, jalan nafas atau bahkan paru-paru. Sehingga menyebabkan sulit untuk inhalasi (bernafas) dan juga menyebabkan batuk yang terus-menerus. Asam lambung yang sampai ke esophagus menyebabkan saraf reflex disekitarnya terangsang menyebabkan tertutupnya jalan nafas untuk mencegah asam lambung masuk kedalaam saluran nafas tersebut. Penutupan saluran nafas sementara ini mengakibatkan nafas yang pendek-pendek
Diagnosa nya… Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, perlu juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnose pasti dari terjadinya GERD. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
Endoskopi saluran cerna bagian atas Esofagografi dengan Barium Pemantauan PH 24 jam Tes Bernstein Tes Penghambat Pompa Proton (PPI Test) Acid Suppresion Test
Penatalaksanaan Penatalaksaan yang dapat dilakukan untuk pasien GERD meliputi : perbaikan gaya hidup, terapi medika mentosa, terapi bedah hingga terapi endoskopi yang akhir-akhir ini mulai dilakukan. 1. Perbaikan gaya hidup. Dasarnya adalah untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. hal yang dapat dilakukan seperti :
Meninggikan posisi kepala pada saat tidur Menghindari makan sebelum tidur dengan maksud untuk meningkatkan bersihan asam dan mencegah refluks asam keeesofagus selama tidur Berhenti merokok dan minum alcohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES Mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi konsumsi makanan karena keduanya menyebabkan terjadinya distensi lambung Menurunkan berat badan pasien yang obes dan hindari pakaian yang ketat agar mengurangi tekanan intraabdomen Hindari makanan yang dapat merangsang pengeluaran asam lambung berlebih (peppermint, minuman bersoda,cokelat, serta kopi) Hindari juga obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES (kolinergik,teofilin,diazepam,opiate,dll)
2. Terapi medika mentosa Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini adalah supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan yang biasa dilakukan pada terapi medika mentosa
Step up
Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan sekresi asam seperti antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin) atau golongan prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila gagal berikan obat-obat supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (PPI)
Step down
Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil lanjutkan dengan supresi asam yang lebih lemah untuk pemeliharaan 3. Terapi terhadap Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi rangsangan asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa esophagus dari squamous menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus barret’s (premaligna) dan dapat menjadi karsinoma barret’s esophagus
Striktur esophagus
Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm maka dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi
Barret’s esophagus
Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi (baik menggunakan energy radiofrekuensi,plikasi gastric luminal atau dengan implantasi endoskopi) walapun cara ini masih dalam penelitian.
Demam Tifoid PENGERTIAN Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (Bruner and Sudart,1994) Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996). Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999). ETIOLOGI Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
PATOFISIOLOGI Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. TANDA DAN GEJALA Masa tunas typhoid 10 – 14 hari 1. Minggu I Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut. 2. Minggu II Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium : 1. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : o Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). o Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman). o Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman). o Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. 2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya
typhoid. PENATALAKSANAAN 1. Perawatan o Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan. 2. Diet o Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein. o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari. 3. Pengobatan
Klorampenikol Tiampenikol Kotrimoxazol Amoxilin dan ampicillin
Askariasis Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Nemathelminthes Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
Hospes dan distribusi Hospes atau inang dari Askariasis adalah manusia. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan mengadakan kopulasi serta akhirnya bertelur. Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.
Morfologi Cacing jantan memiliki panjang sekitar 10-31 cm dan berdiameter 2-4 mm, sedangkan betina memiliki panjang 20-35 cm dan berdiameter 3-6 mm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Cacing betina memiliki tubulus dan duktus sepanjang kurang lebih 12 cm dan kapasitas sampai 27 juta telur.
Cacing dewasa hidup pada usus halus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 50-70 x 40-50 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia. Telur cacing A. lumbricoides dilapisi lapisan albumin dan tampak berbenjol-benjol.[1]
Siklus hidup
Siklus hidup Ascaris Siklus hidup A. lumbricoides dimulai dari keluarnya telur bersama dengan feses, yang kemudian mencemari tanah. Telur ini akan menjadi bentuk infektif dengan lingkungan yang mendukung, seperti kelembaban yang tinggi dan suhu yang hangat.[2] Telur bentuk infektif ini akan menginfeksi manusia jika tanpa sengaja tertelan manusia. Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran darah, dimulai dari pembuluh darah vena, vena portal, vena cava inferior dan akan masuk ke jantung dan ke pembuluh darah di paru-paru. Pada paru-paru akan terjadi siklus paru dimana cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring dan memicu batuk. Dengan terjadinya batuk
larva akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.[3]
Patologi klinik Askariasis Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal ICD-10 B77. ICD-9 127.0 DiseasesDB 934
Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.
Cara diagnosis
Telur Ascaris yang berisi embrio Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut.
Tata Laksana Tata laksana dari askariasis ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu terapi obat dan tindakan operasi. Terapi obat yang dapat digunakan antara lain adalah albendazole (400 mg) dan mebendazole (500 mg) dosis tunggal. Bisa juga digunakan levamisole (2,5 mg/kgBB) ataupun pirantel pamoat (10 mg/kgBB), selain itu bisa diberikan nitazoxanide (500 mg per hari selama tiga hari) Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah laparotomi. Tindakan operasi diberikan pada keadaan dimana pasien tidak merespon pengobatan.[4]
Prognosis Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis mencapai 70% hingga 99%.
Epidemiologi Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Penyakit ini dapat dicegah di indonesia dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini.
STRONGYLOIDIASIS 1. Identifikasi Adalah infeksi cacing, umumnya tanpa gejala yang menyerang duodenum dan bagian atas jejunum. Gejala klinis yang muncul antara lain timbulnya dermatitis ringan pada saat larva cacing masuk ke dalam kulit pada awal infeksi. Gejala lain yaitu batuk, ronki, kadangkadangpneumonitis jika larva masuk ke paru-paru; atau muncul gejala-gejala abdomenyang disebabkan oleh cacing betina dewasa yang menempel pada mukosa usus. Gejalainfeksi kronis tergantung kepada intensitas dari infeksi, bisa ringan dan bisa juga berat. Gejala yang paling khas adalah sakit perut, umumnya sakit pada ulu hati seperti gejala
ulcus ventriculi, diare dan urticaria; kadang-kadang timbul nausea, berat badan turun, lemah dan konstipasi. Timbulnya dermatitis yang sangat gatal karena gerakan larvamenyebar dari arah dubur; dapat juga timbul peninggian kulit yang stationer yang hilangdalam 1-2 hari atau ruam yang menjalar dengan kecepatan beberapa sentimeter per jam pada tubuh. Walaupun jarang terjadi, autoinfeksi dengan beban jumlah cacing yang meningkat terutama pada penderita dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah dapat menyebabkan terjadinya strongyloidiasis diseminata, terjadi penurunan berat badan yang drastic, timbul kelainan pada paru-paru dan berakhir dengan kematian. Pada keadaan seperti ini sering terjadi sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram negatif. Pada stadiumkronis dan pada penderita infeksi berulang serta pada penderita infeksi human T-cell lymphotrophic virus (HTLV-1) ditemukan eosinofilin ringan (10%-25%). Eosinofilia ringan juga dijumpai pada penderita yang mendapatkan kemterapi kanker, sedangkan pada strongyloidiasis disseminata jumlah sel eosinofil mungkin normal atau menurun. Diagnosa dibuat dengan menemukan larva cacing pada spesimen tinja segar atau dengan metode pelat agar, pada aspirat duodenum atau kadang-kadang larva ditemukan pada sputum. Pemeriksaan ulang perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa lin. Tinja yang disimpan dalam suhu kamar 24 jam atau lebih, ditemukan parasit yang berkembang dalam berbagai stadium, larva stadium rhabditiform (non infeksius), larva filaform (infektif). Larva filaform ini harus dibedakan dengan larva cacing tambang dan dengan cacing dewasa. Diagnosa dapat juga ditegakkan dengan pemeriksaan serologis seperti EIA, dengan menggunakan antigen berbagai stadium, biasanya memberikan hasil positif sekitar 80%-85%. 2. Penyebab Penyakit: – Strongyloides stercoralis dan S. fulleborni 3. Distribusi Penyakit Tersebar di daerah beriklim tropis atau subtropis, umumnya di daerah panas dan lembab. Prevalensi penyakit di daerah endemis tidak diketahui secara pasti. Prevalensi tinggi ditemukan pada masyarakat dengan kondisi kebersihan perorangan yang jelek. S. fulleborni dilaporkan hanya terdapat di Afrika dan Papua New Guinea. 4. Reservoir Manusia adalah reservoir utama cacing Strongyloides stercoralis dan hanya kadangkadang saja strain anjing dan kucing ditularkan kepada manusia. Penularan dari orang ke orang juga bisa terjadi.
5. Cara-cara Penularan Larva infektif (filaform) yang berkembang dalam tinja atau tanah lembab yang terkontaminasi oleh tinja, menembus kulit masuk ke dalam darah vena di bawah paruparu. Di paru-paru larva menembus dinding kapiler masuk kedalam alveoli, bergerak naik menuju ke trachea kemudian mencapai epiglottis. Selanjutnya larva turun masuk kedalam saluran pencernaan mencapai bagian atas dari intestinum, disini cacing betina menjadi dewasa. Cacing dewasa yaitu cacing betina yang berkembang biak dengan cara partogenesis hidup menempel pada sel-sel epitelum mukosa intestinum terutama pada duodenum, di tempat ini cacing dewasa meletakkan telornya. Telor kemudian menetas melepaskan larva non infektif rhabditiform. Larva rhabditiform ini bergerak masuk kedalam lumen usus, keluar dari hospes melalui tinja dan berkembang menjadi larva infektif filariform yang dapat menginfeksi hospes yang sama atau orang lain. Atau larva rhabditiform ini dapat berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina setelah mencapai tanah. Cacing dewasa betina bebas yang telah dibuahi dapat mengeluarkan telur yang segera mentas dan melepaskan larva non infektif rhabditiform yang kemudian dalam 24-36 jam berubah menjadi larva infektif filariform.Kadangkala pada orang-orang tertentu, larva rhabditiform dapat langsung berubah menjadi larva filariform sebelum meninggalkan tubuh orang itu dan menembus dinding usus atau menembus kulit di daerah perianal yang menyebabkan auotinfeksi dan dapat berlangsung bertahuntahun. 6. Masa Inkubasi Waktu yang diperlukan mulai saat larva infektif filariform menembus kulit sampai ditemukan larva non infektif rhabiditform dalam tinja penderita adalah 2-4 minggu. Sedangkan waktu dari masuknya larva infeksi sampai timbul gejala tidak pasti, bervariasi dari orang ke orang. 7. Masa penularan: Selama cacing dewasa ada dalam usus dan dapat berlangsung hingga 35 tahun jika terjadi autoinfeksi. 8. Kerentanan dan kekebalan Setiap orang rentan terhadap penularan cacing ini. Imunitas setelah infeksi cacing tidak terbentuk dalam tubuh manusia, imunitas hanya terbentuk pada percobaan laboratorium. Penderita AIDS dan penderita tumor ganas atau mereka yang mendapatkan pengobatan yang menekan sistem kekebalan tubuh dapat rentan terhadap infeksi cacing ini. 9. Cara-cara Pemberantasan A. Tindakan pencegahan 1) Buanglah tinja di jamban yang saniter. 2) Lakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat untuk benar-benar
memperhatikan kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Gunakan alas kaki di daerah endemis. 3) Sebelum memberikan terapi imunosupresif kepada seseorang, Pastikan bahwa orang tersebut tidak menderita strongyloidiasis. 4) Periksa semua najing, kucing, kera yang kontak dekat dengan manusia, obati binatang yang terinfeksi cacing ini. B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar 1) Laporan ke Dinas Kesehatan setempat: Penyakit ini tidak wajib dilaporkan, Kelas 5 (lihat tentang laporan penyakit menular). 2) Isolasi: Tidak ada. 3) Tindakan disinfeksi: Membuang feces secara saniter. 4) Karantina: Tidak ada. 5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada. 6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Terhadap anggota keluarga penderita dan penghuni asrama dimana ada penderita dilakukan pemeriksaan Kalau-kalau ada yang terinfeksi. 7) Pengobatan spesifik: Karena adanya potensi untuk autoinfeksi dan penularan kepada orang lain, semua penderita tanpa melihat jumlah cacing yang dikandungnya harus dilakukan pengobatan dengan ivermectin (Mectizan®), Thiabendazole (Mintezol®) atau albendazole (Zentel®). Perlu diberikan pengobatan ulang. C. Penanggulangan wabah: Tidak diterapkan karena merupakan penyakit yang sporadis.
ANKILOSTOMIASIS (Infeksi Cacing Tambang)
Definisi Infeksi cacing tambang adalah penyakit yang disebabkan cacing Ancylostoma duodenale dan / atau Necator americanus. Cacing tambang mengisap darah sehingga menimbulkan keluhan yang berhubungan dengan anemia, gangguan pertumbuhan terutama pada anak dan dapat menyebabkan retardasi mental. Penyebab Ancylostoma duodenale dan/atau Necator americanus. Gambaran klinis
Masa inkubasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan tergantung dari beratnya infeksi dan keadaan gizi penderita. Pada saat larva menembus kulit, penderita dapat mengalami dermatitis. Ketika larva lewat di paru dapat terjadi batuk-batuk. Akibat utama yang disebabkan cacing ini ialah anemia yang kadang demikian berat sampai menyebabkan gagal jantung.
Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar atau biakan tinja dengan cara Harada-Mori.
Penatalaksanaan
Pirantel pamoat 10 mg/kg BB per hari selama 3 hari. Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja), tetapi tidak boleh digunakan selama hamil. Sulfas ferosus 3 x 1 tablet untuk orang dewasa atau 10 mg/kg BB/kali (untuk anak) untuk mengatasi anemia.
Pencegahan Pencegahan penyakit ini meliputi sanitasi lingkungan dan perbaikan higiene perorangan terutama penggunaan alas kaki
Alergi dan Intoleransi Makanan DEFINISI Alergi Makanan adalah gejala-gejala yang terjadi akibat respon kekebalan setelah memakan makanan tertentu. Intoleransi makanan bukan merupakan suatu alergi makanan, tetapi merupakan setiap efek yang tidak diinginkan akibat memakan makanan tertentu. PENYEBAB Dalam keadaan normal, sistem kekebalan mempertahankan tubuh melawan zat-zat yang berbahaya seperti bakteri, virus dan racun. Kadang suatu respon kekebalan dipicu oleh suatu zat (alergen) yang biasanya tidak berbahaya dan terjadi alergi. Penyebab dari alergi makanan tidak sepenuhnya dimengerti karena alergi makanan bisa menimbulkan sejumlah gejala yang bervariasi. Reaksi terhadap makanan bisa bersifat ringan atau fatal, tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi. Alergi makanan sering terjadi. Sistem kekebalan melepaskan antibodi dan zat-zat (termasuk histamin) sebagai respon terhadap masuknya makanan tertentu. Gejalanya bisa terlokalisir di lambung dan usus atau bisa menimbulkan gejala di berbagai bagian tubuh, setelah makanan dicerna dan diserap. Gejala biasanya akan timbul dengan segera, jarang sampai lebih dari 2 jam setelah makan makanan tertentu. Alergi makanan seringkali menyerupai keadaan lainnya, seperti intoleransi makanan (terjadi akibat kekurangan enzim yang diperlukan untuk mencerna makanan tertentu), irritable bowel syndrome, respon terhadap stres emosi atau stres fisik, pencemaran makanan oleh racun (keracunan makanan) dan penyakit lainnya. Alergi makanan berbeda dengan penyakit-penyakit tersebut karena pada alergi makanan dilepaskan antibodi, histamin dan zat-zat lainnya.
Makanan yang seringkali menyebabkan alergi: - kerang-kerangan (kepitin, lobster, udang) - kacang-kacangan - kacang tanah - buah-buahan (melon, strawberi, nanas dan buah tropis lainnya) - tomat - pewarna, penyedap makanan. Makanan yang sering menyebabkan intoleransi: - terigu dan gandum lainnya yang mengandung gluten - protein susu sapi - hasil olahan jagung. GEJALA Gejala-gejala yang mungkin terjadi setelah memakan makanan penyebab alergi: - tenggorokan terasa gatal - anafilaksis - nyeri perut - perut keroncongan - diare - mual - muntah - kram perut - perut kermbung - rasa gatal di mulut, tenggorokan, mata, kulit atau bagian tubuh lainnya - kaligata (urtikaria - angioedema (kaligata di kelopak mata, bibir) - sakit kepala - hidung tersumbat - hidung meler - sesak nafas - bengek (mengi) - kesulitan menelan. DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan timbulnya gejala-gejala setelah penderita memakan makanan tertentu. Pada pemeriksaan paru-paru dengan stetoskop bisa terdengar bunyi pernafasan mengi. Peningkatan antibodi atau immunoglobulin (terutaman IgE) semakin memperkuat diagnosis alergi. Untuk menentukan penyebab terjadinya alergi, bisa dilakukan pemeriksaan berikut: * Penyisihan makanan (makanan yang dicurigai disingkirkan sampai gejalanya menghilang,
setelah itu makanan tersebut kembali diberikan kepada penderita untuk melihat apakah terjadi reaksi alergi) * Diet provokasi makanan * Tes kulit untuk alergi. PENGOBATAN Pengobatannya bervariasi, tergantung kepada jenis dan beratnya gejala. Tujuan pengobatan adalah mengurangi gejala dan menghindari reaksi alergi di masa yang akan datang. Gejala yang ringan atau terlokalisir mungkin tidak memerlukan pengobatan khusus. Gejala akan menghilang beberapa saat kemudian. Antihistamin bisa meringankan berbagai gejala. Untuk gejala yang berat, bisa diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dan epinefrin (adrenalin). PENCEGAHAN Cara terbaik untuk mencegah terjadinya reaksi alergi di masa yang akan datang adalah dengan menghindari makanan penyebab alergi.
Keracunan makanan Keracunan makanan adalah penyakit yang disebabkan oleh karena mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan berbahaya/toksik atau yang terkontaminasi. Kontaminasi bisa oleh bakteri, virus, parasit, jamur, toksin. Botulisme Botulinum merupakan racun terhadap saraf, diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum. Bakteri anaerob ini sering tumbuh pada makanan atau bahan makanan yang diawetkan dan proses pengawetan tidak baik seperti: sosis, bakso, ikan kalengan, daging kalengan, buah dan sayur kalengan, madu.
Gejala akut dapat muncul 2 jam - 8 hari setelah menelan makanan yang terkontaminasi. Semakin pendek waktu antara menelan makanan yang terkontaminasi dengan timbulnya gejala makin berat derajat keracunannya. Gejala awal dapat berupa suara parau, mulut kering dan tidak enak pada epigastrium. Dapat pula timbul muntah, diplopia, ptosis, disartria, kelumpuhan otot skeletal dan yang paling berbahaya adalah kelumpuhan otot pernapasan. Kesadaran tidak terganggu, fungsi sensorik dalam batas normal. Pupil dapat lebar, tidak reaktif atau dapat juga normal. Gejala pada bayi meliputi hipotoni, konstipasi, sukar minum atau makan, kepala sukar ditegakkan dan refleks muntah hilang.
Penatalaksanaan meliputi dekontaminasi dengan memuntahkan isi lambung jika korban masih sadar, dapat juga dilakukan bilas lambung. Arang aktif dapat diberikan (jika tersedia). Jika tersedia dapat diberikan antitoksin botulinum pada keracunan simtomatik (perlu dilakukan uji alergi sebelumnya).
Bongkrek (tempe bongkrek, asam bongkrek) Tempe bongkrek dibuat dari ampas kelapa. Tempe bongkrek yang beracun mengandung racun asam bongkrek yang dihasilkan oleh Pseudomonas cocovenenan yang tumbuh pada tempe ampas kelapa yang tidak jadi. Pada tempe yang jadi, pseudomonas ini tidak tumbuh.
Gejala keracunan bervariasi mulai dari yang sangat ringan hanya: pusing, mual dan nyeri perut sampai berat berupa: gagal sirkulasi dan respirasi, kejang dan kematian. Antidotum spesifik keracunan bongkrek belum ada. Terapi nonspesifik ditujukan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah absorbsi racun lebih lanjut dan mempercepat ekskresi. Atasi gangguan sirkulasi dan respirasi, beri arang aktif.
Jengkol (asam jengkol) Jengkol adalah suatu jenis buah yang biasanya dimakan sebagai lalapan.
Gejala dapat timbul 5-12 jam setelah makan jengkol. Gejala keracunan: kolik, oliguria atau anuria, hematuria, gagal ginjal akut. Gejala tersebut timbul sebagai akibat sumbatan saluran kemih oleh kristal asam jengkol. Penatalaksanaannya ditujukan untuk mencegah terbentuknya kristal dengan memberikan natrium bikarbonat 0.5– 2 gram 4 kali perhari secara oral. Bila terjadi gagal ginjal akut maka penatalaksanaan sesuai dengan gagal ginjal akut. Tidak ada antidotum spesifik.
Sianida (HCN) Sianida merupakan zat kimia yang sangat toksik dan banyak digunakan dalam berbagai industri. Juga terdapat pada beberapa jenis umbi atau singkong.
Gejala dapat berupa nyeri kepala, mual, muntah, sianosis, dispnea, delirium dan bingung. Dapat juga segera diikuti pingsan, kejang, koma dan kolaps kardiovaskular yang berkembang sangat cepat. Penatalaksanaan keadaan gawat darurat lakukan pembebasan jalan napas, berikan oksigen 100%. Berikan natrium-tiosulfat 25% IV dengan kecepatan 2.5-5 ml/menit sampai klinis membaik. Tiosulfat relatif aman dan dapat diberikan meskipun diagnosisnya masih meragukan. Tatalaksana koma, kejang, hipotensi atau syok dengan tindakan yang sesuai. Jangan lakukan emesis karena korban dapat dengan cepat berubah menjadi tidak sadar.
Gastritis DEFINISI Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung. PENYEBAB Lapisan lambung menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap asam yang kuat. Tetapi lapisan lambung dapat mengalami iritasi dan peradangan karena beberapa penyebab: 1. Gastritis bakterialis biasanya merupakan akibat dari infeksi oleh Helicobacter pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel penghasil lendir di lapisan lambung). Tidak ada bakteri lainnya yang dalam keadaan normal tumbuh di dalam lambung yang bersifat asam, tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam, berbagai bakteri bisa tumbuh di lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis menetap atau gastritis sementara. 2. Gastritis karena stres akut, merupakan jenis gastritis yang paling berat, yang disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang terjadi secara tiba-tiba. Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung, seperti yang terjadi pada luka bakar yang luas atau cedera yang menyebabkan perdarahan hebat. 3. Gastritis erosif kronis bisa merupakan akibat dari: - bahan iritan seperti obat-obatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan non-steroid lainnya - penyakit Crohn - infeksi virus dan bakteri. Gastritis ini terjadi secara perlahan pada orang-orang yang sehat, bisa disertai dengan perdarahan atau pembentukan ulkus (borok, luka terbuka). Paling sering terjadi pada alkoholik. 4. Gastritis karena virus atau jamur bisa terjadi pada penderita penyakit menahun atau penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan. 5. Gastritis eosinofilik bisa terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap infestasi cacing gelang. Eosinofil (sel darah putih) terkumpul di dinding lambung. 6. Gastritis atrofik terjadi jika antibodi menyerang lapisan lambung, sehingga lapisan lambung menjadi sangat tipis dan kehilangan sebagian atau seluruh selnya yang menghasilkan asam dan enzim. Keadaan ini biasanya terjadi pada usia lanjut. Gastritis ini juga cenderung terjadi pada orang-orang yang sebagian lambungnya telah diangkat (menjalani pembedahan gastrektomi parsial).
Gastritis atrofik bisa menyebabkan anemia pernisiosa karena mempengaruhi penyerapan vitamin B12 dari makanan. 7. Penyakit M�niere merupakan jenis gastritis yang penyebabnya tidak diketahui. Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya melebar, kelenjarnya membesar dan memiliki kista yang terisi cairan. Sekitar 10% penderita penyakit ini menderita kanker lambung. 8. Gastritis sel plasma merupakan gastritis yang penyebabnya tidak diketahui. Sel plasma (salah satu jenis sel darah putih) terkumpul di dalam dinding lambung dan organ lainnya. Gastritis juga bisa terjadi jika seseorang menelan bahan korosif atau menerima terapi penyinaran kadar tinggi. GEJALA Gejalanya bermacam-macam, tergantung kepada jenis gastritisnya. Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) dan rasa tidak nyaman di perut sebelah ataas. Pada gastritis karena stres akut, penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) biasanya menutupi gejala-gejala lambung; tetapi perut sebelah atas terasa tidak enak. Segera setelah cedera, timbul memar kecil di dalam lapisan lambung. Dalam beberapa jam, memar ini bisa berubah menjadi ulkus. Ulkus dan gastritis bisa menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari cederanya. Bila penderita tetap sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami perdarahan, biasanya dalam waktu 2-5 hari setelah terjadinya cedera. Perdarahan menyebabkan tinja berwarna kehitaman seperti aspal, cairan lambung menjadi kemerahan dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun. Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal Gejala dari gastritis erosif kronis berupa mual ringan dan nyeri di perut sebelah atas. Tetapi banyak penderita (misalnya pemakai aspirin jangka panjang) tidak merasakan nyeri. Penderita lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus, yaitu nyeri ketika perut kosong. Jika gastritis menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung, gejalanya bisa berupa: - tinja berwarna kehitaman seperti aspal (melena) - muntah darah (hematemesis) atau makanan yang sebagian sudah dicerna, yang
menyerupai endapan kopi. Pada gastritis eosinofilik, nyeri perut dan muntah bisa disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan ujung saluran lambung yang menuju ke usus dua belas jari. Pada penyakit M�ni�re, gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri lambung. Hilangnya nafsu makan, mual, muntah dan penurunan berat badan, lebih jarang terjadi. Tidak pernah terjadi perdarahan lambung. Penimbunan cairan dan pembengkakan jaringan (edema) bisa disebabkan karena hilangnya protein dari lapisan lambung yang meradang. Protein yang hilang ini bercampur dengan isi lambung dan dibuang dari tubuh. Pada gastritis sel plasma, nyeri perut dan muntah bisa terjadi bersamaan dengan timbulnya ruam di kulit dan diare. Gastritis akibat terapi penyinaran menyebabkan nyeri, mual dan heartburn (rasa hangat atau rasa terbakar di belakang tulang dada), yang terjadi karena adanya peradangan dan kadang karena adanya tukak di lambung. Tukak bisa menembus dinding lambung, sehingga isi lambung tumpah ke dalam rongga perut, menyebabkan peritonitis (peradangan lapisan perut) dan nyeri yang luar biasa. Perut tampak kaku dan keadaan ini memerlukan tindakan pembedahan darurat. Kadang setelah terapi penyinaran, terbentuk jaringan parut yang menyebabkan menyempitnya saluran lambung yang menuju ke usus dua belas jari, sehingga terjadi nyeri perut dan muntah. Penyinaran bisa merusak lapisan pelindung lambung, sehingga bakteri bisa masuk ke dalam dinding lambung dan menyebabkan nyeri hebat yang muncul secara tiba-tiba. DIAGNOSA Jika seseorang merasakan nyeri perut sebelah atas disertai mual atau heartburn, dokter akan menduganya sebagai gastritis. Jika gejalanya menetap, jarang diperlukan pemeriksaan dan pengobatan dimulai berdasarkan penyebab yang mungkin. Jika diagnosisnya belum meyakinkan, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan lambung dengan endoskopi dan biopsi (pengambilan contoh lapisan lambung untuk diperiksa dibawah mikroskop). Jika gastritis berlanjut atau kambuh kembali, maka dicari penyebabnya, seperti infeksi, makanan, obat-obatan atau kebiasaan minum penderita. Gastritis karena bakteri bisa diketahui dari hasil pemeriksaan biopsi. Penderita gastritis karena bakteri banyak yang membentuk antibodi terhadap bakteri penyebabnya, yang bisa ditemukan dalam pemeriksaan darah. PENGOBATAN
Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter pylori, maka diberikan bismuth, antibiotik (misalnya amoxicillin dan claritromycinn) dan obat anti-tukak (omeprazole). Penderita gastritis karena stres akut banyak yang mengalami penyembuhan setelah penyebabnya (penyakit berat, cedera atau perdarahan) berhasil diatasi. Tetapi sekitar 2% penderita gastritis karena stres akut mengalami perdarahan yang sering berakibat fatal. Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan antasid (untuk menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat (untuk mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung). Perdarahan hebat karena gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan pada tindakan endoskopi. Jika perdarahan berlanjut, mungkin seluruh lambung harus diangkat. Gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid. Penderita sebaiknya menghindari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung. Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko terbentuknya ulkus karena obat anti peradangan non-steroid. Untuk meringankan penyumbatan di saluran keluar lambung pada gastritis eosinofilik, bisa diberikan kortikosteroid atau dilakukan pembedahan. Gastritis atrofik tidak dapat disembuhkan. Sebagian besar penderita harus mendapatkan suntikan tambahan vitamin B12. Penyakit M�niere bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian atau seluruh lambung. Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat anti ulkus yang menghalangi pelepasan asam lambung.
Parotitis Epidemika (Gondongan) Definisi Parotitis epidemika adalah penyakit akut, menular dengan gejala khas pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis.
Prevalensi Penyebab Virus golong an paramyxovirus Patofisiologi Definisi Parotitis epidemika adalah penyakit akut, menular dengan gejala khas pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis.
Gejala dan Tanda Masa tunas 14-24 hari. Gejala prodromal 1-2 hari berupa demam, anoreksia, sakit kepala, muntah, dan nyeri otot. Kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral dan kemudian menjadi bilateral, disertai rasa nyeri spontan ataupun pada perabaan terlebih-lebih saat pasien makan atau minum sesuatu yang asam. Dapat terjadi trismus dan disfagia. Kadang-kadang kelenjar submandibularis dan sublingualis dapat terkena.
Patofisiologi Diagnosa Banding Komplikasi Meningoensefalitis,
epididimoorkitis,
oovoritis,
pankreatitis,
artritis,
nefritis,
mastitis,
dakrioadenitis, tiroiditis, dan miokarditis.
Pengobatan Istirahat di tempat tidur selama masih demam dan pembengkakan kelenjar parotis masih ada. Simtomatik diberikan kompres demam atau dingin serta dapat diberikan analgetik dan antipiretik ( Paracetamol). Diet makanan cair atau lunak tergantung dari kemampuan menelan. Kortikosteroid diberikan selama 2-4 hari dan globulin gama dipikirkan apabila terdapat orkitis.
Pencegahan Pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan jumlah leukosit normal atau leukopenia dengan limfositosis relatif. Pemeriksaan lain adalah complement fixing antibody, neutralization test, isolasi virus, uji inradermal, dan pengukuran kadar amilase dalam serum. Pmeriksaan penunjang tidak dilakukan dalam praktek sehari-hari.
KANDIDIASIS
A. DEFINISI Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis .1,2 B. SINONIM : Kandidiasis adalah sebuah penyakit dimana sering juga disebut sebagai: Candidosis Moniliasis Oidiomycosis Trush 1,3,4,5
C. KLASIFIKASI Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut: 1. Kandidosis selaput lendir : a. Kandidosis oral (thrush) b. Perleche c. Vulvovaginitis d. Balanitis atau balanopostitis e. Kandidosis mukokutan kronik f. Kandidosis bronkopulmonar dan paru 2. Kandidosis kutis : a. Lokalisata : 1). daerah intertriginosa. 2). daerah perianal b. Generalisata c. Paronikia dan onikomikosis d. Kandidiasis kutis granulomatosa.
3. Kandidosis sistemik : a. Endokarditis b. Meningitis c. Pielonefritis d. Septikemia 4. Reaksi id (kandidid). 1 D. EPIDEMIOLOGI Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air.1,6 E. ETIOLOGI Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C. pseudotropicalis, C. lusitaneae. 1,5 Genus Candida adalah grup heterogen yang terdiri dari 200 spesies jamur. Sebagian besar dari spesies candida tersebut patogen oportunistik pada manusia, walaupun mayoritas dari spesies tersebut tidak menginfeksi manusia. C. albicans adalah jamur dimorfik yang memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua infeksi candida, sehingga merupakan penyebab tersering dari candidiasis superfisial dan sistemik.5 F. PATOGENESIS
1. 2. 3.
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.11,12 Faktor penentu patogenitas kandida adalah : Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat menyebabkan proses pathogen pada manusia. C. albicans adalah kandida yang paling tinggi patogenitasnya. Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat adalah suatu glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat dalam patogenitas kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk hifa yang melakukan invasi.
4. 5. 1. 2. 3.
4.
Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik. Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion dalam kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi bila C. albicans dirusak secara mekanik. Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan oleh C. albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid. Mekanisme pertahanan pejamu : Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida. Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi terjadinya kandidiasis. Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan cairan dalam mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non spesifik menghambat atau membunuh mikroba. Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk memakan dan membunuh spesies kandida merupakan mekanisme yang sangat penting untuk menghilangkan atau memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida yang siap difagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah difagosit. Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium kandida. Makrofag berperan dalam melawan kandida melalui pembunuhan intraseluler melalui system mieloperoksidase (MPO). Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan melawan infeksi kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas seluler pada penderita kandidiasi mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita dengan infeksi HIV. Sistem imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang memperlihatkan titer antibodi antikandida yang tinggi dapat menghambat fagositosis.14,12,13 Mekanisme imun seluler dan humoral : tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya kandida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein permukaan kandida dengan sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan zat keratinolitik (fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk pseudohifa kandida juga mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam jaringan kandida mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar kandida mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan mengaktifasi komplemen dan merangsang terbentuknya imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigenantibobi di permukaan sel kandida, yang dapat melindungi kandida dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu kandida juga akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain. Mekanisme non imun : interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.14
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Pada umumnya Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu.7 Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun eksogen, antara lain : 1. Faktor endogen : a. Perubahan fisiologik
1) Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina 2) Kegemukan, karena banyak keringat 3) Debilitas 4) Iatrogenik 5) Endokrinopati, gangguan gula darah kulit 6) Penyakit kronik : tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk. b. Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status imunologiknya tidak sempurna. c. Imunologik : penyakit genetik. 2. Faktor eksogen : a. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat b. Kebersihan kulit c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur. d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis. 1 Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase. 7 Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa. Rippon (1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi. Dengan proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut biasanya hanya terdapat blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan miselium. Kandidosis di permukaan alat dalam biasanya hanya mengandung blastospora yang berjumlah besar, pada stadium lanjut tampak hifa. Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil pemeriksaan bahan klinik, misalnya dahak, urin untuk menunjukkan stadium penyakit. Kelainan jaringan yang disebabkan oleh Candida albicans dapat berupa peradangan, abses kecil atau granuloma. Pada kandidosis sistemik, alat dalam yang terbanyak terkena adalah ginjal, yang dapat hanya mengenai korteks atau korteks dan medula dengan terbentuknya abses kecil-kecil berwarna keputihan. Alat dalam lainnya yang juga dapat terkena adalah hati, paru-paru, limpa dan kelenjar gondok. Mata dan otak sangat jarang terinfeksi. Kandidosis jantung berupa proliferasi pada katup-katup atau granuloma pada dinding pembuluh darah koroner atau miokardium. Pada saluran pencernaan tampak nekrosis atau ulkus
yang kadang-kadang sangat kecil sehingga sering tidak terlihat pada pemeriksaan. Manifestasi klinik infeksi Candida albicans bervariasi tergantung dari organ yang diinfeksinya.7 G. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis yang terlihat bervariasi tergantung dari bagian tubuh mana yang terkena, dapat dilihat sebagai berikut : 1.
2. 3.
4. 5. 6.
7.
Kandidiasis intertriginosa : Kelainan ini sering terjadi pada orang-orang gemuk, menyerang lipatan-lipatan kulit yang besar. Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilikalis, berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.1,8 Kandidiasis perianal : Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.1 Kandidiasis kutis generalisata : Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga pada lipat payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau mungkin karena gangguan imunologik. 1 Paronikia dan onikomikosis : infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitarnya ini menyebabkan rasa nyeri dan peradangan sekitar kuku. Kadang-kadang kuku rusak dan menebal. Hal ini sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan air.1,8 Diaper rush : sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal. 1 Kandidisiasis kutis granulomatosa : Kelainan ini merupakan bentuk yang jarang dijumpai. Manifestasi kulit berupa pembentukan granuloma yang terjadi akibat penumpukan krusta serta hipertrofi setempat. Kelainan ini banyak menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbulkan tanduk sepanjang 2 cm, lokasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan faring. 1,8 Thrush merupakan infeksi jamur di dalam mulut. Bercak berwarna putih menempel pada lidah dan pinggiran mulut, sering menimbulkan nyeri. Bercak ini bisa dilepas dengan mudah oleh jari tangan atau sendok. Thrush pada dewasa bisa merupakan pertanda adanya gangguan kekebalan, kemungkinan akibat diabetes atau AIDS. Pemakaian antibiotik yang membunuh bakteri saingan jamur akan meningkatkan kemungkinan terjadinya thrush
8.
Perléche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang menyebabkan retakan dan sayatan kecil. Bisa berasal dari gigi palsu yang letaknya bergeser dan menyebabkan kelembaban di sudut mulut sehingga tumbuh jamur. 1,7
9.
Infeksi vagina (vulvovaginitis) sering ditemukan pada wanita hamil, penderita diabetes atau pemakai antibiotik.Gejalanya berupa keluarnya cairan putih atau kuning dari vagina disertai rasa panas, gatal dan kemerahan di sepanjang dinding dan daerah luar vagina. 1,7
10. Infeksi penis sering terjadi pada penderita diabetes atau pria yang mitra seksualnya menderita infeksi vagina. Biasanya infeksi menyebabkan ruam merah bersisik (kadang menimbulkan nyeri) pada bagian bawah penis. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan untuk kandidiasis antara lain : 1 1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi, 2. Topikal Obat topical untuk kandidiasis meliputi: a.
Larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari,
b. Nistatin: berupa krim, salap, emulsi, c.
Amfoterisin B,
d. Grup azol antara lain: 1) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak 2) Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim 3) Tiokonazol, bufonazol, isokonazol 4) Siklopiroksolamin 1% larutan, krim 5) Antimikotik yang lain yang berspektrum luas. 1,10 3. Sistemik a.
Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini tidak diserap oleh usus.
b. Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik c.
Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
d. Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x 100 mg sehari selama 3 hari.
4. Khusus: 1. Kandidiasis intertriginosa : pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit tetap kering dengan penambahan bedak nistatin topikal, klotrimazol atau mikonazol 2 kali sehari. Pasien dengan infeksi yang luas ditambahkan dengan flukonazol oral 100 mg selama 1-2 minggu atau itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu. 2.
Diaper disease : Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi panas dan lembab. Pengeringan udara, sering mengganti diaper dan selalu menggunakan bedak bayi atau pasta zinc oxide merupakan tindakan pencegahan yang adekuat. Terapi topikal yang efektif yaitu dengan nistatin, amfoterisin B, mikonazol atau klotrimazol.
3.
Paronikia : pengobatan dengan obat topikal biasanya tidak efektif tetapi dapat dicoba untuk paronikia kandida yang kronis. Solusio kering atau solusio antifungi dapat digunakan.Terapi oral yang dianjurkan dengan itrakonazol atau terbinafin.15 Grup azole adalah obat antimikosis sintetik yang berspektrum luas. Termasuk ketokonazol, mikonazol, flukonazol, itrakonazol dan ekonazol. Mekanisme kerja dari grup azole adalah menghambat sintesis dari ergosterol mengubah cairan membran sel dan mengubah kerja enzim membran. Hasilnya dalam penghambatan replikasi dan penghambatan transformasi bentuk ragi ke bentuk hifa yang merupakan bentuk invasive dan patogenik dari parasit. Nistatin dan amfoterisin adalah polyene yang aktif melawan beberapa fungi tapi hanya bekerja sedikit pada sel mamalia dan tidak bekerja pada bakteri. Obat ini mengikat membrane sel dan menghalangi fungsi permeabilitas dan transport. Terbinafine adalah alinamine yang merupakan fungisida jangkauan yang luas pada kulit pathogen. Obat ini menghambat epoxidase yang terlibat dalam sintesis ergosterol dari bagian dinding sel jamur.15
K. PROGNOSIS Prognosis penyakit ini umumnya baik tergantung pada faktor predisposisi.
ulkus mulut Definisi Ulkus mulut / sariawan adalah istilah untuk munculnya luka terbuka di dalam mulut disebabkan oleh bukaan/pecahan di selaput lendir atau epitel pada bibir atau sekitar mulut. Jenis ulkus oral/mulut beragam jumlahnya, banyak penyebab yang terkait dengan: trauma fisik dan kimia, infeksi dari mikroorganisme, kondisi-kondisi medis dan obat-obatan, kanker, dan proses-proses
non-spesifik lainnya. Setelah terbentuk, ulkus dapat bertahan melalui peradangan dan / atau infeksi sekunder. Dua tipe yang biasanya mengikuti gejala ulkus mulut yaitu aphthous ulcers (yang ditunjukkan dengan munculnya suatu luka terbuka yang menyakitkan di dalam mulut atau tenggorokan bagian atas) dan cold sores (selaput terlihat melepuh). Cold sores di bibir disebabkan oleh virus herpes simpleks. Penyebab
Cedera fisik, trauma ke mulut adalah penyebab umum ulkus mulut. Tepi gigi yang tajam, menggigit secara tidak sengaja (hal ini sangat umum dengan gigi taring yang tajam), gigi yang runcing, gigi yang kasar, atau makanan asin berlebihan, gigi palsu yang kurang pas bentuknya, dan kawat gigi atau trauma dari sikat gigi yang dapat melukai lapisan mukosa dari mulut dan mengakibatkan tukak lambung. Ulkus ini biasanya dapat disembuhkan dengan mudah jika sumber cedera dihilangkan (misalnya: jika kurang pas, gigi palsu diperbaiki atau diganti). Hal serupa juga dapat terjadi setelah perawatan gigi, bisa saja terjadi lecet secara tidak sengaja pada jaringan lunak mulut. Seorang dokter gigi dapat menerapkan lapisan pelindung petroleum jelly sebelum melakukan perawatan gigi untuk meminimalkan terjadinya cedera pada jaringan mukosa yang lembut. Cedera kimia, bahan kimia seperti aspirin atau alkohol yang kontak dengan mukosa mulut dapat menyebabkan jaringan menjadi nekrotik (kematian prematur sel atau jaringan hidup) dan menciptakan suatu permukaan yang luka. Sodium lauryl sulfat (SLS), salah satu bahan utama di sebagian besar pasta gigi, kadang terlibat dalam peningkatan insiden ulkus mulut. Penghentian merokok, biasanya, setelah satu minggu berhenti merokok, seseorang dapat mengalami radang mulut. Durasinya bervariasi antar individu, dan dapat berkisar dari bulan ke tahun. Ini hanya merupakan efek dari berhenti merokok, efek ini lamakelamaan akan hilang dengan sendirinya. Infeksi, virus, jamur dan bakteri dapat menyebabkan proses luka mulut. Salah satu kebiasaan yang bisa menimbulkan ulkus mulut adalah dengan menyentuh bibir pecahpecah tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Infeksi dapat terjadi karena bakteri dari tangan berpindah ke luka terbuka yang disebabkan oleh bibir pecah-pecah tadi. Virus, Herpes simplex virus (HSV) adalah umum menjadi penyebab berulangnya herpetiform ulcerations (ulcer herpes). Biasanya ini menimbulkan rasa nyeri dan didahului dengan pecahnya bisul yang ada pada mulut. Varicella Zoster (cacar air, herpes zoster), virus Coxsackie dan subtype virus lainnya yang terkait adalah jenis-jenis virus yang dapat menyebabkan ulserasi mulut. HIV menciptakan immunodeficiencies yang memungkinkan infeksi oportunistik atau neoplasma untuk berkembang biak. Bakteri, proses bakteri yang menyebabkan ulserasi oral (luka mulut) dapat disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (TBC) dan Treponema pallidum (sifilis). Kegiatan oportunistik oleh kombinasi dari flora bakteri normal lain, seperti aerobik streptokokus, Neisseria, Actinomyces, spirochetes, dan spesies Bacteroides dapat memperpanjang proses ulseratif.
Jamur, Coccidioides immitis (demam lembah), Cryptococcus neoformans (kriptokokosis), Blastomyces dermatitidis ( “Blastomycosis Amerika Utara”) adalah sebagian dari proses jamur menyebabkan ulserasi oral. Protozoa, Entamoeba histolytica, suatu parasit protozoa ini kadang-kadang diketahui menyebabkan borok mulut melalui pembentukan kista. Sistem kekebalan, banyak peneliti melihat penyebab borok aphthous sebagai produk akhir yang umum dari berbagai proses penyakit, masing-masing diperantarai oleh sistem kekebalan tubuh. Borok Aphthous diperkirakan terbentuk ketika tubuh berada dalam kondisi waspada (sistem kekebalan mulai bekerja). Immunodeficiency (kekurangan imun/kekebalan tubuh), Ulcer mulut berulang dapat merupakan indikasi dari suatu immunodeficiency, menandakan rendahnya tingkat imunoglobulin pada selaput lendir di dalam mulut. Kemoterapi, HIV, dan mononukleosis adalah penyebab-penyebab umum terjadinya immunodeficiency yang bisa menimbulkan ulcer mulut. Autoimmunity, adalah kegagalan dari suatu organisme untuk mengenali bagian-bagian penyusunnya sendiri sebagai diri sedniri, yang memungkinkan respon imun terhadap sel dan jaringan sendiri. Ini juga merupakan penyebab ulserasi oral. Selaput lendir pemphigoid, reaksi autoimmune membran basal epitel, dan menyebabkan desquamation / ulserasi mukosa oral. Alergi, kontak dengan alergen seperti amalgam dapat menyebabkan ulcerations dari mukosa. Makanan, kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan penyakit kudis yang mengganggu penyembuhan luka, yang dapat berkontribusi pada pembentukan ulkus. Demikian juga kekurangan vitamin B12 telah dikaitkan dengan ulserasi oral. Penyebab umum lainnya adalah penyakit Coeliac (adalah gangguan autoimun usus kecil yang terjadi karena kecenderungan genetik seseorang dari segala usia), dalam hal ini konsumsi gandum, rye, atau barley dapat mengakibatkan borok kronis mulut. Jika sensitif terhadap gluten menjadi penyebabnya maka pencegahan berarti mengikuti diet bebas gluten dengan menghindari roti, pasta, bir, dan lain sebagainya. Dalam hal ini menggantinya dengan varietas bebas gluten jika tersedia. Gula buatan (Aspartame / Nutrisweet / etc) seperti yang ditemukan dalam diet cola dan permen karet tanpa gula, telah dilaporkan sebagai penyebab ulkus oral juga. Kanker, kanker mulut dapat menyebabkan ulserasi karenapusat lesi kehilangan suplai darah dan necroses (kematian sel atau jaringan hidup).
Masih banyak kondisi-kondisi lain yang secara medis dapat digolongkan sebagai penyebab ulcer mulut. Pencegahan Untuk kasus-kasus terkait trauma ulcer mulut dapat dicegah dengan menghindari penyebab, tapi karena trauma seperti biasanya kebetulan, pencegahan jenis ini biasanya tidak praktis. Individuindividu yang memiliki insiden oportunistik tinggi, sesudah infeksi bakteri oral yang kebetulan cedera (menggigit dll) dapat mencegah cedera menjadi terinfeksi dengan cara langsung memandikan luka dengan obat kumur anti bakteri selama satu menit setiap 12 jam selama 2 hari [rujukan diperlukan].
Penatalaksanaan Pengobatan simtomatik adalah pendekatan utama saat berurusan dengan ulcer mulut. Jika penyebab mereka dapat diketahui, maka perlakuan terhadap kondisi yang ada dapat dilakukan. Kesehatan gigi yang memadai juga dapat membantu dalam meredakan gejala. jenis-jenis antihistamin, antacids, kortikosteroid atau aplikasi-aplikasi yang sejenis dimaksudkan untuk menenangkan luka yang menyakitkan, contohnya analgesik seperti parasetamol dan ibuprofen atau obat bius lokal, bilasan mulut seperti benzocaine. Menghindari makanan pedas atau panas dapat mengurangi rasa sakit. Membilas mulut dengan air garam (air asin hangat) dapat membantu. Penerapan sejumlah kecil cuka ke ulkus dapat mengurangi rasa sakit untuk waktu singkat. 57. SISTOSOMIASIS Kompetensi : 3A Laporan Penyakit :
ICD X : B65
a. Definisi Sistomiasis merupakan penyakit parasit (cacing) menahun yang hidup di dalam pembuluh darah vena, sistem peredaran darah hati, yaitu pada sistem vena porta, mesenterika superior. Dalam siklus hidupnya cacing ini memerlukan hospes perantara sejenis keong Oncomelania hupensis lindoensis yang bersifat amfibi. b. Penyebab Cacing trematoda. Penyakit ini ditularkan melalui bentuk infektif larvanya yang disebut sekaria yang sewaktu-waktu keluar dari keong tersebut di atas. Larva ini akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui pori-pori kulit yang kontak dengan air yang mengandung sekaria. Penyakit ini telah lama diketahui terdapat di Indonesia, pertama kali dilaporkan pada tahun 1937 oleh Brug dan Tesch. Adapun cacing penyebabnya adalah Scistosoma japonicum. Daerah endemis sistosomiasis di Indonesia sampai saat ini terbatas pada daerah Lindu, Napu, dan Besoa di Propinsi Sulawesi Tengah. c. Gambaran Klinis 1) Masa tunas 4 – 6 minggu. 2) Pasien memperlihatkan gejala umum berupa demam, urtikaria, mual, muntah, dan sakit perut. Kadang dijumpai sindroma disentri. 3) Dermatitis sistosoma terjadi karena serkaria menembus ke dalam kulit. 4) Pada tingkat lanjut telur yang terjebak dalam organ-organ menyebabkan mikroabses yang meninggalkan fibrosis dalam penyembuhannya. Maka dapat terjadi sirosis hepatitis, hepatosplenomegali, dan hipertensi portal yang dapat fatal. d. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan telur dalam feses, atau biopsi rektum atau hati. Uji serologi memastikan diagnosis. e. Penatalaksanaan Obat terpilih untuk sistosomiasis adalah prazikuantel, dosis tunggal. f.
KIE 1) Pencegahan: air minum harus dimasak dahulu. Di daerah endemis, air mandi didiamkan dulu minimal 2 hari dalam penampungan air.
2) Alasan rujuk: bila terjadi komplikasi. 58. TAENIASIS / SISTISERKOSIS Kompetensi : 4 dan 3A Laporan Penyakit :
ICD X : B68
a. Definisi Taeniasis ialah penyakit zoonosis parasitik yang disebabkan cacing dewasa Taenia (Taenia saginata, Taenia solium dan Taenia asiatica). Infeksi larva T. solium disebut sistiserkosis dengan gejala benjolan (nodul) di bawah kulit (subcutaneous cysticercosis). Larva Taenia solium dapat menyebabkan sistiserkosis otak dan sistiserkosis subkutan. b. Penyebab Cacing dewasa Taenia (Taenia saginata, Taenia solium dan Taenia asiatica); larva T. solium. c. Penularan Sumber penularan taeniasis adalah hewan terutama babi, sapi yang mengandung larva cacing pita (cysticercus). Sumber penularan sistiserkosis adalah pasien taeniasis solium sendiri yang fesesnya mengandung telur atau proglotid cacing pita dan mencemari lingkungan. Seseorang dapat terinfeksi cacing pita (taeniasis) bila makan daging yang mengandung larva yang tidak dimasak dengan sempurna, baik larva T.saginata yang terdapat pada daging sapi (cysticercus bovis) maupun larva T.solium (cysticercus cellulose) yang terdapat pada daging babi atau larva T.asiatica yang terdapat pada hati babi. Sistiserkosis terjadi apabila telur T.solium tertelan oleh manusia. Telur T. saginata dan T.asiatica tidak menimbulkan sistiserkosis pada manusia. Sistiserkosis merupakan penyakit yang berbahaya dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di daerah endemis. Hingga saat ini kasus taeniasis/sistiserkosis telah banyak dilaporkan dan tersebar di beberapa propinsi di Indonesia, terutama di propinsi Papua, Bali dan Sumatera Utara. d. Gambaran Klinis 1) Masa inkubasi berkisar antara 8–14 minggu. 2) Sebagian kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala (asimtomatik). 3) Gejala klinis dapat timbul sebagai akibat iritasi mukosa usus atau toksin yang dihasilkan cacing. Gejala tersebut antara lain rasa tidak nyaman di lambung, mual, badan lemah, berat badan menurun, napsu makan menurun, sakit kepala, konstipasi, pusing, diare dan pruritus ani. 4) Pada sistiserkosis, biasanya larva cacing pita bersarang di jaringan otak sehingga dapat mengakibatkan serangan epilepsi. Larva juga dapat bersarang di subkutan, mata, otot, jantung dan lain-lain. e. Diagnosis Diagnosis taeniasis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan feses secara mikroskopis. Adanya riwayat mengeluarkan proglotid (segmen) cacing pita baik pada waktu buang air besar maupun secara spontan. Pada pemeriksaan feses ditemukan telur cacing Taenia. f.
Penatalaksanaan Pasien taeniasis diobati dengan prazikuantel dengan dosis 10 mg/kg BB dosis tunggal. Cara pemberian prazikuantel adalah sebagai berikut : 1) Satu hari sebelum pemberian prazikuantel, pasien dianjurkan untuk makan makanan yang lunak tanpa minyak dan serat. 2) Malam harinya setelah makan malam pasien menjalani puasa. 3) Keesokan harinya dalam keadaan perut kosong pasien diberi prazikuantel.
4) Dua sampai 2 1/2 jam kemudian diberikan garam Inggris (MgSO 4), 30 gram untuk dewasa dan 15 g atau 7,5 g untuk anak anak, sesuai dengan umur yang dilarutkan dalam sirop (pemberian sekaligus). 5) Pasien tidak boleh makan sampai buang air besar yang pertama. Setelah buang air besar pasien diberi makan bubur. 6) Feses harus dikumpulkan dalam 24 jam kemudian dikirim ke laboratorium untuk identifikasi adanya skoleks. Keberhasilan pengobatan didasarkan atas ditemukannya skoleks. g. KIE 1) Pencegahan a) Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi. b) Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar. c) Tidak makan daging mentah atau setengah matang. d) Buang air besar di jamban. e) Memelihara ternak di kandang. 2) Alasan rujuk: Pasien neurosistiserkosis atau komplikasi sebaiknya dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.
59. HEPATITIS VIRUS A, B, C Kompetensi : 2 Laporan Penyakit : 0403
ICD X : -
a. Definisi Hepatitis Virus Akut adalah peradangan hati karena infeksi oleh salah satu dari kelima virus hepatitis (virus A, B, atau C); peradangan muncul secara tiba-tiba dan berlangsung hanya selama beberapa minggu. b. Penyebab Virus Hepatitis A, B, C. c. Gambaran Klinis 1) Gejala biasanya muncul secara tiba-tiba, berupa: a) penurunan nafsu makan b) merasa tidak enak badan c) mual d) muntah e) demam. 2) Kadang terjadi nyeri sendi dan timbul biduran (gatal-gatal kulit), terutama jika penyebabnya adalah infeksi oleh virus hepatitis B. 3) Beberapa hari kemudian, urin warnanya berubah menjadi lebih gelap dan timbul kuning (jaundice). Pada saat ini gejala lainnya menghilang dan pasien merasa lebih baik, meskipun jaundice semakin memburuk. 4) Bisa timbul gejala dari kolestasis (terhentinya atau berkurangnya aliran empedu) yang berupa feses yang berwarna pucat dan gatal di seluruh tubuh. Jaundice biasanya mencapai puncaknya pada minggu ke 1–2, kemudian menghilang pada minggu ke 2–4. d. Diagnosis 1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan darah terhadap fungsi hati. 2) Pada pemeriksaan fisik, hati teraba lunak dan kadang agak membesar.
3) Diagnosis pasti diperoleh jika pada pemeriksaan darah ditemukan protein virus atau antibodi terhadap virus hepatitis. e. Penatalaksanaan 1) Jika terjadi hepatitis akut yang sangat berat, maka pasien dirawat di rumah sakit; tetapi biasanya hepatitis A tidak memerlukan pengobatan khusus. 2) Setelah beberapa hari, nafsu makan kembali muncul dan pasien tidak perlu menjalani tirah baring. Makanan dan kegiatan pasien tidak perlu dibatasi dan tidak diperlukan tambahan vitamin. 3) Sebagian besar pasien bisa kembali bekerja setelah jaundice menghilang, meskipun hasil pemeriksaan fungsi hati belum sepenuhnya normal. f.
KIE Pencegahan: 1) Kebersihan yang baik bisa membantu mencegah penyebaran virus hepatitis A. Feses pasien sangat infeksius. Di sisi lain, pasien tidak perlu diasingkan; pengasingan pasien hanya sedikt membantu penyebaran hepatitis A, tetapi sama sekali tidak mencegah penyebaran hepatitis B maupun C. 2) Kemungkinan terjadinya penularan infeksi melalui transfusi darah bisa dikurangi dengan menggunakan darah yang telah melalui penyaringan untuk hepatitis B dan C. 3) Vaksinasi hepatitis B merangsang pembentukan kekebalan tubuh dan memberikan perlindungan yang efektif. 4) Vaksinasi hepatitis A diberikan kepada orang-orang yang memiliki risiko tinggi, misalnya para pelancong yang mengunjungi daerah dimana penyakit ini banyak ditemukan. 5) Untuk hepatitis C belum ditemukan vaksin. 6) Bagi yang belum mendapatkan vaksinasi tetapi telah terpapar oleh hepatitis, bisa mendapatkan sediaan antibodi untuk perlindungan, yaitu globulin serum. Pemberian antibodi bertujuan untuk memberikan perlindungan segera terhadap hepatitis virus. 7) Ibu hamil yang telah teridentifikasi virus hepatitis B, dianjurkan untuk melahirkan di rumah sakit.
60. DISENTRI AMUBA, DISENTRI BASILER Kompetensi : 04 Laporan Penyakit : 0103
ICD X : A06
a. Definisi Disentri merupakan gangguan peradangan usus terutama usus besar yang menyebabkan diare berat yang mengandung lendir atau darah pada feses. b. Penyebab 1. Disentri amuba disebabkan oleh : Entamoeba histolytica. Mengakibatkan diare yang cukup parah, ditandai dengan diare berdarah, disertai lendir dan nyeri pada dubur pada saat buang air besar (tenesmus), selanjutnya disebut amubiasis. Amuba tersebut hidup di kolon, menyebabkan radang akut dan kronik yang disebut amubiasis intestinal. Bila tidak diobati amubiasis intestinal akan menjalar ke luar usus dan menyebabkan amubiasis ekstra-intestinal.Pada umumnya menyerang anak-anak dibawah 5 tahun. 2. Disentri Basiler merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Shigella (Shigellosis), Escherichia coli enteroinvassive (EIEC), Salmonella, Campylobacter jejuni (terutama pada bayi). Infeksi ini menyebabkan terjadinya diare cair atau disentri dan biasanya disertai rasa nyeri saat mengeluarkan feses.
c. Gambaran Klinis Disentri Amuba: 1) Masa inkubasi rata-rata 2-4 minggu. 2) Amubiasis kolon akut atau disentri amuba memberikan gejala sindroma disentri yang merupakan kumpulan gejala yang terdiri atas feses berlendir dan berdarah, tenesmus anus, nyeri perut dan kadang-kadang disertai demam. 3) Pada amubiasis kronik pasien mengeluh nyeri perut dan diare yang diselingi konstipasi. 4) Pada amubiasis ekstraintestinalis kadang ditemukan riwayat amubiasis usus. 5) Pasien amubiasis hati biasanya demam, hati membesar disertai nyeri tekan abdomen terutama di daerah kanan atas, berkeringat, tidak nafsu makan, berat badan turun dan ikterus. 6) Amubiasis kutis dan perinealis menyebabkan ulkus yang tepinya bergaung, sedangkan amubiasis vaginalis menimbulkan leukore dengan bercak darah dan lendir. Disentri Basiler: 1. Masa inkubasi pendek (1-3 hari) 2. Secara klasik, shigelosis timbul dengangejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah dan berlendir. 3. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3-5 hari kemudian. 4. Pada masa laten, atau beberapa hari kemudian, jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering mengandung lender dan darah. 5. Tiap gerakan usus disertai dengan “mengedan” dan tenesmus(spasme rectum), yang menyebabkan nyeri berut bagian bawah. 6. Muntah-muntah. 7. Anoreksia. d. Diagnosis Ditemukannya darah dan lendir pada tinja. Leukosit di tinja menunjukkan 70% penyebab diare adalah bakteri dan 90% adalah diare disentri karena leukosit di tinja memiliki sensitivitas dan positive predictive value cukup tinggi untuk diare disentri. Pada Amubiasis kolon akut: menemukan E.histolytica bentuk histolitika dalam feses cair. e. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan diare adalah : 1). Mengatasi Dehidrasi, dengan pemberian oralit 2). Pemberian Zink selama 10 hari untuk anak <6 bln 10mg dan > 6 bulan 20 mg. 3). Pemberian antibiotik: Disentri Amuba: Metronidazol merupakan obat pilihan untuk amubiasis usus maupun amubiasis ekstraintestinalis. a) Dosis dewasa: 500–750 mg tiap 8 jam selama 7 – 10 hari. b) Dosis anak 1 tahun: 7,5 mg/kgBB tiap 8 jam, selama 7–10 hari. Amubiasis ekstraintestinalis memerlukan pengobatan yang lebih lama. Oleh karena itu perlu dirujuk. Disentri Basiler: a). Kotrimoksasol (trimetoprim 160mg dan sulfametoksasol 800mg) 2x 1tab/hari. b). Siprofloksasin 2x500mg sehari selama 5-7 hari.
f.
KIE 1) Tujuan terapi: membunuh parasit. 2) Efek samping terapi: metronidazol dapat menyebabkan mual. Jika timbul gejala tersebut maka pasien dapat menghubungi dokter Puskesmas untuk mendapatkan obat antimual. 3) Pencegahan: 4) Pencegahan meliputi perbaikan kesehatan lingkungan dan higiene perorangan, desinfeksi sayur dan buah-buahan yang diduga kurang bersih. 5) Pengidap kista tidak boleh bekerja di bidang penyiapan makanan dan minuman. 61.
Hemorrhoid Grade 1/2
Definisi Hemorrhoid merupakan pembengkakan dan peradangan pada pembuluh darah balik (vena) pada daerah rektum atau anus. Di Amerika, 50% populasi usia 50an menderita wasir. Dan diperkirakan sekitar 5085% populasi dunia akan mengalami gejala wasir pada periode tertentu dalam hidupnya. Penyebab Penyebab terjadinya wasir bermacam-macam. Wasir dapat diturunkan secara genetik, atau karena memang lemahnya pembuluh darah vena di rektum atau anus, atau juga dapat disebabkan karena terlalu sering dan kuat mengedan (kesulitan buang air besar atau diare). Duduk yang terlalu lama juga dapat menyebabkan terjadinya wasir. Hipertensi (darah tinggi), obesitas (kegemukan), dan gaya hidup yang malas (tidak aktif) juga merupakan salah satu pencetus terjadinya wasir. Konsumsi alkohol dan kopi dalam jumlah banyak dan sering juga merupakan salah satu faktor pencetus. Alkohol dapat menyebabkan penyakit hati yang pada akhirnya akan menimbulkan penyumbatan aliran pembuluh darah pada rektum atau anus, sedangkan mengkonsumsi terlalu banyak kopi dapat menyebabkan hipertensi. Keadaan dehidrasi (kekurangan cairan) dapat juga menjadi faktor penyebab. Dehidrasi dapat menyebabkan tinja yang keras dan kesulitan buang air besar. Kekurangan vitamin E merupakan faktor yang lainnya. Tipe dan Gejala Hemorrhoid dibagi menjadi 2 tipe : *) Hemorrhoid eksterna Merupakan wasir yang timbul pada daerah yang dinamakan anal verge, yaitu daerah ujung dari anal kanal (anus). Wasir jenis ini dapat terlihat dari luar tanpa menggunakan alat apa-apa. Biasanya akan menimbulkan keluhan nyeri. Dapat terjadi pembengkakan dan iritasi. Jika terjadi iritasi, gejala yang ditimbulkan adalah berupa gatal. Wasir jenis ini rentan terhadap trombosis (penggumpalan darah). Jika pembuluh darah vena pecah yang mengalami kelainan pecah, maka penggumpalan darah akan terjadi sehingga akan menimbulkan keluhan nyeri yang lebih hebat. *) Hemorrhoid interna Merupakan wasir yang muncul didalam rektum. Biasanya wasir jenis ini tidak nyeri. Jadi kebanyakan orang tidak menyadari jika mempunyai wasir ini. Perdarahan dapat timbul jika mengalami iritasi. Perdarahan yang terjadi bersifat menetes. Jika wasir jenis ini tidak ditangani, maka akan menjadi prolapsed and strangulated hemorrhoids. Prolapsed hemorrhoid adalah wasir yang “nongol” keluar dari rektum. Strangulated hemorrhoid merupakan suatu keadaan terjepitnya prolapsed hemorrhoid karena otot disekitar anus berkontraksi. Hal ini menyebabkan terperangkapnya wasir dan terhentinya pasokan darah, yang pada akhirnya akan menimbulkan kematian jaringan yang dapat terasa nyeri
sekali. Hemorrhoid interna dapat dikelompokkan menjadi : Grade I : wasir tidak keluar dari rektum Grade II : wasir prolaps (keluar dari rektum) pada saat mengedan, namun dapat masuk kembali secara spontan Grade III : wasir prolaps saat mengedan, namun tidak dapat masuk kembali secara spontan, harus secara manual (didorong kembali dengan tangan) Grade IV : wasir mengalami prolaps namun tidak dapat dimasukkan kembali Pemeriksaan Tambahan Setelah dokter melakukan pemeriksaan secara fisik (dengan melihat apakah ada wasir yang prolaps), maka setelah itu akan dilakukan pemeriksaan colok dubur guna meraba wasir yang letaknya didalam. Konfirmasi secara visual dari wasir dapat dilakukan dengan tehnik anuskopi, yaitu dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan anuskop (suatu tabung panjang yang diujungnya terpasang lampu) melalui anus sehingga memungkinkan dokter melihat secara langsung wasir yang letaknya didalam (hemorrhoid interna). Untuk pemeriksaan lebih lanjut (menyingkirkan kemungkinan penyakit lain seperti polip, infeksi usus, atau tumor), sigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat dilakukan. Pada sigmoidoskopi, sekitar 60 cm dari usus besar dapat terlihat. Sedangkan dengan kolonoskopi, seluruh usus dapat terlihat. Penatalaksanaan 1. Terapi pengobatan Tidak ada obat yang dapat mengobati wasir. Yang paling penting adalah untuk melakukan pencegahan (dijelaskan dibawah) terhadap timbulnya wasir. Namun wasir kita menimbulkan rasa nyeri, dapat diberikan obat penghilang nyeri yang dimasukkan melalui anus. Selain itu juga dapat digunakan krim penghilang rasa sakit, namun harus hati-hati terhadap krim yang mengandung steroid karena justru dapat memicu timbulnya serangan nyeri. Terapi medik diberikan pada penderita hemorroid derajat 1 atau 2 (1,2,3,4,5). Manipulasi diit dan mengatur kebiasaan. Diit tinggi serat,bila perlu diberikan supplemen serat,atau obat yang memperlunak feses(bulk forming cathartic).Menghindarkan mengedan berlama-lama pada saat defekasi.Menghindarkan diare karena akan menimbulkan iritasi mukosa yang mungkin menimbulkan ekaserbasi penyakit. Obat antiinflammasi seperti steroid topikal jangka pendek dapat diberikan untuk mengurangi udem jaringan karena inflammasi.Antiinflammasi ini biasanya digabungkan dengan anestesi lokal,vasokonstriktor,lubricant,emollient dan zat pembersih perianal.Obatobat ini tidak akan berpengaruh terhadap hemorroidnya sendiri,tetapi akan mengurangi inflammasi,rasa nyeri/tidak enak dan rasa gatal.Penggunaan steroid ini bermanfaat pada saat ekaserbasi akut dari hemorroid karena bekerja sebagai antiinflammasi,antipruritus dan vasokonstriktor.Walaupun demikian pemakaian jangka panjang malah menjadi tidak baik karena menimbulkan atrofi kulit perianal yang merupakan predisposisi terjadinya infeksi.Demikian pula obat yang mengandung anestesi lokal perlu diberikan secara hatihati karena sering menimbulkan reaksi buruk terhadap kulit/mukosa. Sitz bath ( bagian anus direndam di waskom/ember dengan air hangat + permanganas kalikus) sangat bermanfaat karena ada efek memberiesihkan perianal.
Obat flebotonik seperti Daflon atau preparat rutacea dapat meningkatkan tonus vena sehingga mengurangi kongesti.Daflon merupakan obat yang dapat meningkatkan dan memperlama efek noradrenalin pada pembuluh darah.Penelitian double blind placebocontrolled dari Daflon ternyata memberikan manfaat untuk terapi hemorroid baik pada keadaan non akut maupun pada saat ekaserbasi akut.Dosis pada saat akut yaitu 3 x 1000 mg selama 4 hari dilanjutkan 2 x 1000 mg selama 3 hari(6).Te rnyata pengobatan dengan cara tersebut lebih baik dari plasebo.Penelitian lain pada hemorroid non akut dengan dosis 2 x 500 mg selama 2 bulan hasilnya kelompok yang diobati lebih baik dari plasebo(7). Obat ini dikatakan aman bahkan pada wanita hamil sekalipun(8). 2. Terapi operatif (hemorroid gr 3 & 4) Jika wasir yang kita alami tidak sembuh-sembuh dengan perubahan pola hidup, maka sebaiknya dilakukan tindakan operatif dirujuk ke Rumah Sakit. Pencegahan Pencegahan untuk wasir meliputi Minum banyak air, makan makanan yang mengandung banyak serat (buah, sayuran, sereal, suplemen serat, dll) sekitar 20-25 gram sehari Olahraga Mengurangi mengedan Menghindari penggunaan laksatif (perangsang buang air besar) Membatasi mengedan sewaktu buang air besar. Penggunaan celana dalam yang ketat dapat mencetuskan terjadinya wasir dan dapat mengiritasi wasir yang sudah ada. Penggunaan jamban jongkok juga sebaiknya dihindari. 62. SISTITIS AKUT Kompetensi : 4 Laporan Penyakit : 16
ICD X : N20-23; N30
a. Definisi Sistitis adalah infeksi pada kandung kemih. Infeksi kandung kemih umumnya terjadi pada wanita, terutama pada masa reproduktif. Beberapa wanita menderita infeksi kandung kemih secara berulang. b. Penyebab E.coli (organisme paling sering, pada 80–90% kasus); juga Klebsiella, Pseudomonas, grup B Streptococcus dan Proteus mirabilis. c. Gambaran Klinis 1) Infeksi kandung kemih biasanya menyebabkan desakan untuk buang air kecil dan rasa terbakar atau nyeri selama buang air kecil. 2) Nyeri biasanya dirasakan diatas tulang kemaluan dan sering juga dirasakan di punggung sebelah bawah. 3) Gejala lainnya adalah nokturia (sering buang air kecil di malam hari). 4) Urin tampak berawan dan mengandung darah. 5) Kadang infeksi kandung kemih tidak menimbulkan gejala dan diketahui pada saat pemeriksaan urin (urinalisis untuk alasan lain.)
6) Sistitis tanpa gejala terutama sering terjadi pada usia lanjut, yang bisa menderita inkontinensia uri sebagai akibatnya. d. Diagnosis 1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas: disuria, leukosituria dan nitrit urin positif. 2) Diambil contoh urin aliran tengah (midstream), agar urin tidak tercemar oleh bakteri dari vagina atau ujung penis. Urin kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat adanya sel darah merah atau sel darah putih atau zat lainnya. 3) Dilakukan penghitungan bakteri dan dibuat biakan untuk menentukan jenis bakterinya. Jika terjadi infeksi, maka biasanya 1 jenis bakteri ditemukan dalam jumlah yang banyak. 4) Pada pria, urin aliran tengah biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis. Pada wanita, contoh urin ini kadang dicemari oleh bakteri dari vagina, sehingga perlu diambil contoh urin langsung dari kandung kemih dengan menggunakan kateter. e. Penatalaksanaan 1) Pada usia lanjut, infeksi tanpa gejala biasanya tidak memerlukan pengobatan. 2) Antibiotik diberikan jika pasien memenuhi kriteria disuria, leukosituria dan nitrit urin positif 3) Untuk sistitis ringan, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah minum banyak cairan. Aksi pembilasan ini akan membuang banyak bakteri dari tubuh, bakteri yang tersisa akan dilenyapkan oleh pertahanan alami tubuh. 4) Pemberian antibiotik peroral seperti kotrimoksazol 480 mg tiap 12 jam atau siprofloksasin selama 5 hari biasanya efektif, selama belum timbul komplikasi. 5) Jika infeksinya kebal, biasanya antibiotik diberikan selama 7–10 hari. 6) Gejalanya seringkali bisa dikurangi dengan membuat suasana urin menjadi basa, yaitu dengan meminum baking soda yang dilarutkan dalam air. f.
KIE 1) Tujuan pengobatan: untuk eradikasi kuman penyebab. 2) Alasan rujuk: pada kasus komplikasi, anak, wanita hamil, dan indikasi pembedahan.
63. GONORE Kompetensi Laporan Penyakit
: 4 : 25
ICD X : A54
a. Definisi Gonore adalah infeksi bakteri tertentu di alat kelamin, dubur atau tenggorokan. b. Penyebab Disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae (gonococcus), suatu diplococcus gram negatif. Gonore dapat menular kalau seseorang melakukan hubungan seks vaginal, dubur atau mulut dengan seseorang yang sedang mengalami infeksi tersebut tanpa memakai kondom. Untuk laki-laki yang mengalami infeksi saluran kencing, gejala-gejalanya biasanya muncul dalam waktu 2–10 hari setelah terinfeksi. c. Gambaran Klinis
1) Setelah melakukan kontak seksual kelainan di awal dengan keluhan rasa tidak nyaman/panas di saluran kemih dan beberapa waktu kemudian dengan keluarnya cairan putih kekuningan (darah) dari lubang kencing. 2) Biasanya penyakit ini menunjukan gejala 2-10 hari. Umumnya penyakit ini ditandai dengan radang saluran urin dengan gejala nyeri sewaktu berkemih dan mengeluarkan cairan putih dari saluran kemihnya. Namum pengeluaran cairan putih, ataupun yang kuning, yang kental ataupun yang encer bisa disebabkan oleh kuman lain, sehingga sifat cairan ini tidak memastikan penyakit ini. 3) Pada wanita biasanya tidak ada keluhan keputihan dan kadang-kadang pendarahan yang tidak normal dari rahim serta rasa tak nyaman pada liang dubur. Namun semua gejala itu pun tidak khas bagi gonore, ia bisa juga disebabkan oleh penyakit lain sehingga perlu diperiksa dengan teliti. 4) Pada wanita infeksi gonore bisa berlanjut menjadi peradangan alat dalam panggul yang menjalar dari bibir rahim, ke dalam rahim, ke saluran telur dan ke seluruh alat dalam panggul, biasanya terjadi selama haid. Gejala penyakit ini meliputi demam dan nyeri perut bagian bawah. Mungkin juga terdapat pengeluaran cairan kekuningan dari dalam bibir rahim dan nyeri tekan pada rahim pada waktu pemeriksaan dalam atas alat-alat panggul. Radang alat-alat panggul ini bisa menyebabkan strerilitas, kehamilan di luar kandungan dan nyeri panggul yang menahun. 5) Selain komplikasi setempat pada laki-laki dan wanita, bisa juga terjadi komplikasi di tempat lain, akibat penyebarannya kuman gonore melalui darah, dan kira-kira 2/3 pasiennya wanita. Bisa terjadi radang sendi dan kulit yang di tandai demam, nyeri sendi dan bengkak sendi, menggigil serta kelainan kulit berbentuk nanah dan gelembung. Radang sendi melibatkan beberapa sendi, sering melibatkan sendi pergelangan tangan, jari-jari, sendi lutut dan sendi pergelangan kaki. Manifestasi lazim lainnya meliputi radang selaput pembukus jantung (perikarditis), dan radang hati (hepatitis). Kadang-kadang terjadi radang lapisan dalam jantung dan selaput otak. d. Diagnosis Gonore dan klamidia dapat diketahui dengan sampel yang diseka dari saluran kemih, dubur atau tenggorokan. Penting agar pasien tidak buang air kecil selama paling tidaknya tiga jam sebelum menjalani tesnya. e. Penatalaksanaan 1) Sefixime 400 mg dosis tunggal 2) Eritromisin 4x500 mg/hari, per oral, 7 hari 3) Doksisiklin 2x100 mg/hari, per oral, 7 hari 4) Penisilin prokain 2,4 juta UI, diberikan i.m., sedang dosis untuk wanita 4,8 juta UI. 5) Siprofloksasin 500 mg tiap 12 jam selama 5-7 hari per oral. f.
KIE 1) Tujuan penatalaksanaan: mengobati dan menghindari penularan. 2) Pencegahan: hindari perilaku berisiko atau perilaku seksual yang tidak aman, hindari kontak langsung dengan pasien. 3) Alasan rujukan: tidak sembuh dengan pengobatan tersebut diatas 4) Efek samping pengobatan: alergi obat. 5) Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, atau anak di bawah 12 tahun
64. PIELONEFRITIS Kompetensi : 3A Laporan Penyakit : 16
ICD X : N20-N23; N30
a. Definisi Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada salah satu atau kedua ginjal. b. Penyebab Disebabkan oleh Escherichia coli (paling sering), selain itu disebabkan juga antara lain Enterobacter, Klebsiella, Pseudomonas dan Proteus. c. Gambaran Klinis 1) Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. 2) Beberapa pasien menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih. 3) Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat. 4) Bisa terjadi kolik renalis, dimana pasien merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. 5) Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal. 6) Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali. 7) Pada infeksi menahun (pielonefritis kronik), nyerinya bersifat samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali. 8) Pielonefritis kronik hanya terjadi pada pasien yang memiliki kelainan utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). 9) Pielonefritis kronik pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal ginjal). d. Diagnosis 1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas. 2) Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis adalah: a) pemeriksaan urin dengan mikroskop. b) pembiakan bakteri dalam contoh urin untuk menentukan adanya bakteri. 3) USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya. e. Penatalaksanaan 1) Segera setelah diagnosis ditegakkan, diberikan antibiotik. Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet tiap 12 jam selama 5 hari, atau amoksisilin 500 mg tiap 8 jam selama 5 hari, atau siprofloksasin 500 mg tiap 12 jam selama 5 hari. Antibiotik dapat diperpanjang sampai 21 hari. 2) Pada 4–6 minggu setelah pemberian antibiotik, dilakukan pemeriksaan urin ulang untuk memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi. 3) Pada penyumbatan, kelainan struktural atau batu, mungkin perlu dilakukan pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit. f.
KIE 1) Tujuan pengobatan: eradikasi dan mencegah timbulnya komplikasi. 2) Pencegahan: kenali gejala penyakit untuk pengobatan sedini mungkin. 3) Alasan rujuk: pasien anak dan dewasa yang didiagnosa pielonefritis, pielonefritis dengan komplikasi atau pada wanita hamil harus dirujuk.
65. FIMOSIS
BATASAN Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. PATOFISIOLOGI Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul didalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada sebagian anak, prepusium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung preputium mengalami penyempitan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi/berkemih. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada didalamnya. GEJALA KLINIS Tanda dan gejala fimosis diantaranya : 1. Gangguan aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil, menggelembungnya ujung prepusium penis saat miksi, dan menimbulkan retensi urin. 2. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi yaitu postitis, balanitis, balanopstitis. 3. Dapat terjadi corpus smegma yaitu timbunan smegma di dalam sakus prepusium penis. PENATALAKSANAAN 1. Tidak dianjurkan melakukan retraksi yang dipaksakan, karena dapat menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sehingga akan terbentuk fimosis sekunder. 2. Menjaga personal hygiene terutama penis dan tidak mencuci penis dengan banyak sabun. [40] 3. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3/4 kali, dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat diretraksi spontan. 4. Fimosis dengan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi atau infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi, dimana pada fimosis disertai balanitis / postitis harus diberikan antibiotika terlebih dahulu. 66. PARAPHYMOSIS DEFINISI Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada kedaan semula dan timbul jeratan pada penis di belakang sulkus koronarius. PATOFISIOLOGI Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat
bersenggama/masturbasi atau setelah pemasangan kateter. Jika prepusium tidak dikembalian ke tempat semula, menyebabkan gangguan aliran balik vena superfisial sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. Hal ini menyebabkan edema glans penis dan dirasakan nyeri. Jika dibiarkan bagian penis di sebelah distal jeratan makin membengkak yang akhirnya bisa mengalami nekrosis glans penis. DIAGNOSIS Diagnosis parafimosis dibuat berdasarkan pemeriksaan fisis, yaitu didapatkan prepisium yang tidak dapat diretraksi kembali TERAPI 1. Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara normal dengan teknik memijat glans selama 3-5 menit. Diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium dikembalikan pada tempatnya. 2. Jika tidak berhasil, maka dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga prepisiun dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses inflamasi menghilang pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi 67. KEPUTIHAN / FLUOR ALBUS (DUH TUBUH VAGINA) Kompetensi : 4 Laporan Penyakit : 26 ICD X : N89.8 a. Definisi Keluarnya cairan yang berlebihan dari dalam vagina disertai dengan gatal/rasa terbakar pada vulva. Dapat disebabkan oleh infeksi vagina (kolpitis) yang lebih bersifat encer dan radang serviks (servisitis) yang bersifat muko-purulen. b. Penyebab Kolpitis sering disebabkan oleh trikomoniasis, kandidiasis dan vaginosis bakterial, sedangkan servisitis sering disebabkan oleh infeksi Neiserria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. c. Gambaran Klinis 1) Deteksi infeksi serviks berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, karena sebagian besar wanita dengan gonore atau klamidiasis yang menyebabkan infeksi serviks umumnya asimtomatik. 2) Wanita dengan faktor risiko (mempunyai lebih dari 1 mitra seksual atau mitra seksual sedang mengidap IMS dan sanggama tidak menggunakan kondom) cenderung memiliki risiko tinggi untuk terjadi infeksi serviks bila dibandingkan dengan mereka yang tidak berisiko. d. Diagnosis 1) Gejala duh tubuh (discharge) yang abnormal merupakan petunjuk kuat infeksi vagina namun merupakan pertanda lemah untuk infeksi serviks. Jadi semua wanita yang menunjukkan tandatanda duh tubuh vagina (vaginal discharge) agar diobati juga untuk trikomoniasis dan bakterial vaginosis sekaligus. 2) Wanita dengan cairan tubuh yang berlebihan disertai dengan faktor risiko perlu dipertimbangkan untuk diobati sebagai servisitis yang disebabkan gonore dan klamidiasis. 3) Pemeriksaan secara mikroskopik sangat membantu diagnosis untuk infeksi serviks.
e. Penatalaksanaan Pengobatan sindroma duh tubuh vagina karena servisitis sesuai dengan pedoman penatalaksanaan IMS yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal P2PL Kemenkes (Tabel 20 dan Tabel 21). Tabel 20. Pengobatan Gonore Tanpa Komplikasi dan Klamidiasis Pengobatan Gonore Tanpa Komplikasi
Pengobatan Klamidiasis
Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan dibawah ini Siprofloksasin*) 500 mg Doksisiklin**100 mg per oral tiap 6 jam selama 7 hari per oral, dosis tunggal Pilihan pengobatan lain Tetrasiklin**) 500 mg per oral tiap 6 jam, selama 7 hari, atau Eritromisin 500 mg tiap 6 jam selama 7 hari (bila ada kontra-indikasi tetrasiklin)
*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak usia <12 tahun dan remaja **)Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia < 12 tahun Tabel 21. Pengobatan Sindroma Duh Tubuh Vagina karena Vaginitis (pengobatan program) Trikomoniasis
Bakterial Vaginosis ( bukan IMS )
Kandidosis Vagina (bukan IMS)
Pilih salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan dibawah ini Metronidazol, 2 g per oral, dosis tunggal Pilihan pengobatan lain
Metronidazol 400 atau 500 mg, 2 x sehari, selama 7 hari
Metronidazol 400 atau 500 mg per oral, 2 x sehari, selama 7 hari
Metronidazol, 2 g per oral, dosis tunggal
f.
Nistatin tab vagina100.000 UI, tiap hari, selama 14 hari
KIE 1) Tujuan pengobatan: pengobatan penyakit dan pemutusan rantai penularan. 2) Efek samping metronidazol: mual dan lemas. Tetrasiklin dan doksisiklin tidak boleh diberikan pada ibu hamil. 3) Pencegahan: hindari kontak langsung. 4) Alasan rujuk: jika ditemukan keganasan.
68. INFEKSI SALURAN KEMIH BAWAH a. Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme didalam urin. ISK bawah melibatkan infeksi bagian bawah dari sluran kemih,
termasuk kandung kemih dan uretra. Lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria, karena saluran urethra wanita lebih pendek. ISK yang tidak diobati sering menjadi pyelonefritis, sampai dengan gagal ginjal.
-
-
Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender: 1. Perempuan Sistitis : adalah presentasi klinik infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom Uretra Akut ( SUA) : adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril). 2. Laki-laki Presentasi klinis ISK pada laki-laki mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis dan uretritis. b. Penyebab Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari pasien ISK. Mikroorganisme lain yang sering ditemukan adalah Klebsiella sp, Proteus sp dan Stafilokokus koagulase negatif.
c. Gejala Nyeri saat buang air kecil (dysuria) BAK menjadi lebih sering, sampai terjaga malam untuk BAK (nocturia), tapi jumlahnya sedikit Tidak dapat menahan kencing BAK tidak lampias Urin yang keruh dan lebih bau dari normalnya Nyeri pada perut bagian bawah Demam ringan, tidak enak badan (malaise) d. Diagnosis Untuk pemeriksaan ISK digunakan urin segar (urin pagi yang pertama-tama diambil pagi hari setelah bangun tidur). - Pemeriksaan urinalisis meliputi Leukosuria ( dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebihleukosit (sel darah putih) per lapangan pandang dalam sedimen urin. Hematuria (jika ditemukan eritrosit 5-10 perlapangan pandang sedimen urin) - Pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis) : positif bila ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang. -
e. Penatalaksanaan Amoksisillin 3x 500mg Sefadroksil 2x 500mg Kotrimoksasol 2x 960mg Ciprofloxacin 2x 500mg Lama terapi untuk Bakteriuria asimptomatik : 3 hari, Sistitis akut : 5-7 hari. f. KIE Meningkatkan higienitas daerah dalam underwear
Cebok menggunakan air, dan bila menggunakan tisu khusus untuk wanita, harus menyekanya dari depan ke belakang Perbanyak minum Jangan suka menahan-nahan BAK BAK sampai tuntas dan benar-benar selesai BAK sebelum dan sesudah hubungan seksual untuk mengosongkan kantung kencing (terutama bagi wanita) Berhenti dan hindari asap rokok Menangani penyakit lain yang didertia sebaik mungkin untuk terhindar dari komplikasi ISK
69.Vulvitis
Vulvitis adalah suatu peradangan pada vulva (organ kelamin luar wanita). Penyebabnya bisa berupa: 1.
Infeksi -Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus) - Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita hamil dan pemakai antibiotik -Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis) - Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes). 2. Zat atau benda yang bersifat iritatif - Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons - Sabun cuci dan pelembut pakaian - Deodoran - Zat di dalam air mandi - Pembilas vagina - Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap keringat - Tinja 3. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya 4. Terapi penyinaran 5. Obat-obatan Perubahan hormonal. Gejala:
Vulva terasa agak gatal dan mengalami iritasi. Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa terbakar pada vulva dan
vagina.
Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari vagina keluar cairan kental seperti keju. Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi virus papiloma manusia maupun karsinoma in situ (kanker stadium awal yang belum menyebar ke daerah lain).
Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di vulva bisa disebabkan oleh infeksi herpes atau abses. Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa disebabkan ole kanker atau sifilis.
Kutu kemaluan (pedikulosis pubis) bisa menyebabkan gatal-gatal di daerah vulva.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan karakteristik cairan yang keluar dari vagina.
Contoh cairan juga diperiksa dengan mikroskop dan dibiakkan untuk mengetahui organisme penyebabnya. Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan pemeriksaan Pap smear.
Pada vulvitis menahun yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan biasanya dilakukan pemeriksaan biopsi jaringan. PENGOBATAN Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan air bisa membantu mengurangi jumlah cairan. Cairan vagina akibat vaginitis perlu diobati secara khusus sesuai dengan penyebabnya. Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur atau anti-virus, tergantung kepada organisme penyebabnya. Untuk mengendalikan gejalanya bisa dilakukan pembilasan vagina dengan campuran cuka dan air. Tetapi pembilasan ini tidak boleh dilakukan terlalu lama dan terlalu sering karena bisa meningkatkan resiko terjadinya peradangan panggul. Jika akibat infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra) menjadi menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen selama 7-10 hari. Selain antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam propionat agar cairan vagina lebih asam sehingga mengurangi pertumbuhan bakteri. Pada infeksi menular seksual, untuk mencegah berulangnya infeksi, kedua pasangan seksual diobati pada saat yang sama. Penipisan lapisan vagina pasca menopause diatasi dengan terapi sulih estrogen. Estrogen bisa diberikan dalam bentuk tablet, plester kulit maupun krim yang dioleskan langsung ke vulva dan vagina. Pengobatan Umum Untuk Vaginitis & Vulvitis Jenis infeksi Pengobatan Miconazole, clotrimazole, butoconazole atau terconazole (krim, tablet vagina atau supositoria) Jamur Bakteri
Fluconazole atau ketoconazole< (tablet) Biasanya metronidazole atau clindamycin (tablet vagina) atau metronidazole
(tablet). Jika penyebabnya gonokokus biasanya diberikan suntikan ceftriaxon & tablet doxicyclin Klamidia Doxicyclin atau azithromycin (tablet) Trikomonas Metronidazole (tablet) Virus papiloma manusia Asam triklorasetat (dioleskan ke kutil), untuk infeksi yg berat digunakan (kutil genitalis) larutan nitrogen atau fluorouracil (dioleskan ke kutil) Virus herpes Acyclovir (tablet atau salep) Selain obat-obatan, penderita juga sebaiknya memakai pakaian dalam yang tidak terlalu ketat dan menyerap keringat sehingga sirkulasi udara tetap terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga kebersihan vulva (sebaiknya gunakan sabun gliserin). Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin. Untuk mengurangi gatal-gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa dioleskan krim atau salep corticosteroid dan antihistamin per-oral(tablet). Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk mengurangi gejala dan memperpendek lamanya infeksi herpes. Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri.
PENCEGAHAN Kebersihan yang baik dapat mencegah beberapa jenis vaginitis dari berulang dan dapat meredakan beberapa gejala: a. Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar daerah genital Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan baik untuk mencegah iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau kasar, seperti yang dengan deodoran atau antibakteri. b. Hindari iritasi. Ini termasuk tampon dan bantalan berparfum. c. Usap dari depan ke belakang setelah menggunakan toilet. Hindari penyebaran bakteri dari tinja ke vagina. d. Jangan gunakan douche. Vagina anda tidak memerlukan pembersihan lain dari mandi biasa. Berulang menggunakan douche mengganggu organisme normal yang berada di vagina dan dapat benar-benar meningkatkan risiko infeksi vagina. Douche tidak menghilangkan sebuah infeksi vagina. e. Gunakan kondom lateks laki-laki. Ini membantu mencegah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. f. Pakailah pakaian katun dan stoking dengan pembalut di selangkangannya. Jika Anda merasa nyaman tanpa itu, langsung mengenakan pakaian tidur. Ragi tumbuh subur di lingkungan lembab.
70. VAGINITIS Vaginitis adalah suatu peradangan pada lapisan vagina 1. Infeksi -Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus) - Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita hamil dan pemakai antibiotik -Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis) - Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes). 2. Zat atau benda yang bersifat iritatif - Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons - Sabun cuci dan pelembut pakaian - Deodoran - Zat di dalam air mandi - Pembilas vagina - Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap keringat - Tinja 3. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya 4. Terapi penyinaran 5. Obat-obatan Perubahan hormonal Gejala
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari vagina.
Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri.
Cairan yang abnormal sering tampak lebih kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya bermacam-macam. Misalnya bisa seperti keju, atau kuning kehijauan atau kemerahan. Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan cairan berwarna putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis.
Setelah melakukan hubungan seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau cairannya semakin menyengat karena terjadi penurunan keasaman vagina sehingga bakteri semakin banyak yang tumbuh. Dari vagina keluar cairan kental seperti keju.
Infeksi ini cenderung berulang pada wanita penderita diabetes dan wanita yang mengkonsumsi antibiotik. Infeksi karena Trichomonas vaginalis menghasilkan cairan berbusa yang berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap. PENGOBATAN
Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan air bisa membantu mengurangi jumlah cairan.
Cairan vagina akibat vaginitis perlu diobati secara khusus sesuai dengan penyebabnya. Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur atau anti-virus, tergantung kepada organisme penyebabnya.
Untuk mengendalikan gejalanya bisa dilakukan pembilasan vagina dengan campuran cuka dan air. Tetapi pembilasan ini tidak boleh dilakukan terlalu lama dan terlalu sering karena bisa meningkatkan resiko terjadinya peradangan panggul. Jika akibat infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra) menjadi menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen selama 7-10 hari. Selain antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam propionat agar cairan vagina lebih asam sehingga mengurangi pertumbuhan bakteri. Pada infeksi menular seksual, untuk mencegah berulangnya infeksi, kedua pasangan seksual diobati pada saat yang sama. Penipisan lapisan vagina pasca menopause diatasi dengan terapi sulih estrogen. Estrogen bisa diberikan dalam bentuk tablet, plester kulit maupun krim yang dioleskan langsung ke vulva dan vagina. Pengobatan Umum Untuk Vaginitis & Vulvitis Jenis infeksi Pengobatan Miconazole, clotrimazole, butoconazole atau terconazole (krim, tablet vagina atau supositoria) Fluconazole atau ketoconazole< (tablet) Biasanya metronidazole atau clindamycin (tablet vagina) atau metronidazole (tablet). Jika penyebabnya gonokokus biasanya diberikan suntikan ceftriaxon & tablet Bakteri doxicyclin Klamidia Doxicyclin atau azithromycin (tablet) Trikomonas Metronidazole (tablet) Virus papiloma manusia Asam triklorasetat (dioleskan ke kutil), untuk infeksi yg berat digunakan (kutil genitalis) larutan nitrogen atau fluorouracil (dioleskan ke kutil) Virus herpes Acyclovir (tablet atau salep) Selain obat-obatan, penderita juga sebaiknya memakai pakaian dalam yang tidak terlalu ketat dan menyerap keringat sehingga sirkulasi udara tetap terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga kebersihan vulva (sebaiknya gunakan sabun gliserin). Jamur
Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin.
PENCEGAHAN Kebersihan yang baik dapat mencegah beberapa jenis vaginitis dari berulang dan dapat meredakan beberapa gejala: a. Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar daerah genital Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan baik untuk mencegah iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau kasar, seperti yang dengan deodoran atau antibakteri. b. Hindari iritasi. Ini termasuk tampon dan bantalan berparfum. c. Usap dari depan ke belakang setelah menggunakan toilet. Hindari penyebaran bakteri dari tinja ke vagina. d. Jangan gunakan douche. Vagina anda tidak memerlukan pembersihan lain dari mandi biasa. Berulang menggunakan douche mengganggu organisme normal yang berada di vagina dan dapat benar-benar meningkatkan risiko infeksi vagina. Douche tidak menghilangkan sebuah infeksi vagina. e. Gunakan kondom lateks laki-laki. Ini membantu mencegah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. f. Pakailah pakaian katun dan stoking dengan pembalut di selangkangannya. Jika Anda merasa nyaman tanpa itu, langsung mengenakan pakaian tidur. Ragi tumbuh subur di lingkungan lembab.
71. Vaginosis Bakterial Vaginosis Bakterial – VB seringkali disebut sebagai vaginal bacteriosis adalah penyakit pada vagina yang disebabkan oleh bakteri. Oleh CDC-centre of disease control tidak dimasukkan kedalam golongan IMSInfeksi Menular Seksual . VB disebabkan oleh gangguan kesimbangan flora bakteri vagina dan seringkali dikacaukan dengan infeksi jamur (kandidiasis) atau infeksi trikomonas Gejala & Tanda Gejala utama VB adalah keputihan homogen yang abnormal (terutama pasca sanggama) dengan bau tidak sedap. Cairan keputihan berada di dinding vagina dan tidak disertai iritasi, nyeri atau eritema. Tak seperti halnya dengan keputihan vagina normal, keputihan pada VB jumlahnya bervariasi dan umumnya menghilang sekitar 2 minggu sebelum haid. Etiologi Pada vagina normal, terdapat sejumlah mikroorganisme ; diantaranya adalah Lactobacillus crispatus dan Lactobacillus jensenii.
Laktobasilus adalah spesies penghasil hidrogen peroksidase yang mampu mencegah pertumbuhan mikroorganisme vagina lain. Mikroorganisme yang terkait dengan VB sangat beragam dan diantaranya adalah Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides, dan Mycoplasma Perubahan dalam flora vagina normal antara lain adalah berkurangnya laktobasilus akibat penggunaan antibiotika atau gangguan keseimbangan pH sehingga terjadi pertumbuhan berlebihan dari bakteri lain. Meskipun VB berhubungan dengan aktivitas seksual, tidak ada bukti jelas mengenai adanya penularan seksual. Pada pasien yang tidak memiliki aktivitas seksual aktif dapat pula terjadi VB. VB merupakan gangguan keseimbangan biologi dan kimiawi dari flora normal vagina. Penelitian akhir meneliti hubungan antara pengobatan pasangan seksual dan eradikasi VB berulang. Ibu hamil dan wanita dengan IMS memiliki resiko tinggi menderita VB. Kadang-kadang VB terjadi pada pasien pasca menopause. Anemia defisiensi zat besi merupakan prediktor kuat adanya VB pada ibu hamil. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis VB harus dilakukan hapusan vagina yang selanjutnya diperiksa mengenai : Bau khas “fishy odor” pada preparat basah yang disebut sebagai “whiff test” yang dilakukan dengan meneteskan potassium hydroxide-KOH pada microscopic slide yang sudah ditetesi dengan cairan keputihan. Hilangnya keasaman vagina. Seperti diketahui, bahwa untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri, pH vagina berkisar antara 3.8 – 4.2. Pemeriksaan dengan kertas lakmus yang memperlihatkan adanya pH > 5 memperlihatkan terjadinya VB. Adanya clue cells . Cara pemeriksaan adalah dengan meneteskan larutan NaCl pada microscop slide yang telah dibubuhi dengan cairan keputihan. Clue cell adfalah sel epitel yang dikelilingi oleh bakteria Diagnosa Banding : Keputihan normal. Kandidiasis (infeksi jamur). Trikomoniasis, yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
GAMBARAN KLINIK Diagnosa VB atas dasar Kriteria Amsel:9 1. Cairan vagina berwarna putih kekuningan, encer dan homogen 2. Clue cells pada pemeriksaan mikroskopik 3. pH vagina >4.5 4. Whiff Test positif (bau amis timbul setelah pada cairan vagina diteteskan larutan KOH - potassium hydroxide Konfirmasi diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 4 kriteria diatas 2 Pengecatan Gram Alternatif diagnosis adalah dengan melakukan pengecatan gram pada hapusan vagina dengan kriteria Hay/Ison atau Kriteria Nugent Kriteria Hay/Ison : (Hay et al., 1994) Grade 1 (normal) : predominasi dari morfotipe laktobasilus Grade 2 (intermediate) : Flora campuran dengan sejumlah kecil laktobasilus dan Gardnerella dan Mobiluncus
Grade 3 (vaginosis bakterial) : predominasi dari Gardnerella dan atau morfotipe Mobiluncus. Latobasilus minimal atau tak ditemukan Standard untuk penelitian adalah menggunakan Kriteria Nugent. Kriteria ini menggunakan skoring 0 – 10 Skore 0 – 3 , diagnosis VB negatif Skore 4 – 6 , intermediate Skore > 7 , diagnosis VB positif Penelitian terbaru membandingkan antara pengecatan gram dengan kriteria Nugent dan Hibridisasi DNA Affirm VPIII dalam penegakkan diagnosa VB. Test Affirm VPIII dapatb mendeteksi 93% sediaan vagina yang positif VB melalui pemeriksaan pengecatan Gram. Sensitivitas Affirm VPIII test adalah 87.7% dan spesifisitas nya 96% dan dapat digunakan untuk penegakkan diagnosa VB secara cepat pada penderita VB. Terapi Antibiotika Metronidazole atau clindamycin peroral atau lokal adalah trerapi yang efektif13 Namun angka kekambuhan juga cukup tinggi 6 Regimen medikamentosa umum adalah Metronidazol 500 mg 2 dd 1 (setiap 12 jam) selama 7 hari14 Dosis tunggal tidak dianjurkan oleh efektivitasnya erendah. Tidak diperlukan terapi pada pasangan seksual. Komplikasi Meningkatnya kepekaan terhadap IMS termasuk infeksi HIV dan komplikasi pada ibu hamil. Epidemiologi Diperkirakan 1 dari 3 wanita terserang dengan VB dalam satu episode kehidupan mereka 18
72. SALPINGITIS Kompetensi : 3A Laporan Penyakit : -
ICD X : N70
a. Definisi Infeksi saluran tuba uterina b. Penyebab Salpingitis akut kebanyakan disebabkan oleh infeksi gonore. Salpingitis kronik dapat berbentuk sebagai piosalping, hidrosalping atau salpingitis ismika nodosa. Pada salpingitis akut perlu dipikirkan kemungkinan kehamilan ektopik atau apendisitis sebagai diagnosis banding. c. Gambaran Klinis
1) Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah, unilateral atau bilateral. Nyeri ini bertambah pada gerakan. 2) Kadang terdapat perdarahan di luar siklus dan sekret vagina berlebihan. 3) Pada yang akut terdapat demam yang kadang disertai keluhan menggigil. 4) Terdapat nyeri tekan di abdomen bagian bawah disertai nyeri pada pergerakan serviks. Parametrium nyeri unilateral atau bilateral. d. Diagnosis Nyeri tekan dan kaku daerah tuba pada pemeriksaan dalam ginekologi. e. Penatalaksanaan 1) Pasien dianjurkan untuk tirah baring pada posisi Fowler. 2) Berikan antibiotik spektrum luas dalam dosis yang tinggi: a) Ampisilin 2 g i.v, kemudian 1 g tiap 6 jam. b) ditambah gentamisin 5 mg/kgBB i.v dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg i.v tiap 8 jam. c) Lanjutkan antibiotik ini sampai pasien tidak demam selama 24 jam. 3) Pilihan lain: doksisiklin 100 mg tiap 12 jam selama 10 hari. 4) Jika pasien menggunakan AKDR, maka AKDR tersebut harus dicabut. 5) Jika tata laksana ini tidak menolong, pasien sebaiknya dirujuk.
73. Kehamilan Normal Proses Kehamilan Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Pembuahan Pembuahan (Konsepsi) adalah merupakan awal dari kehamilan, dimana satu sel telur dibuahi oleh satu sperma. Ovulasi (pelepasan sel telur) adalah merupakan bagian dari siklus menstruasi normal, yang terjadi sekitar 14 hari sebelum menstruasi. Sel telur yang dilepaskan bergerak ke ujung tuba falopii (saluran telur) yang berbentuk corong , yang merupakan tempat terjadinya pembuahan. Jika tidak terjadi pembuahan, sel telur akan mengalami kemunduran (degenerasi) dan dibuang melalui vagina bersamaan dengan darah menstruasi. Jika terjadi pembuahan, maka sel telur yang telah dibuahi oleh sperma ini akan mengalami serangkaian pembelahan dan tumbuh menjadi embrio (bakal janin). Jika pada ovulasi dilepaskan lebih dari 1 sel telur dan kemudian diikuti dengan pembuahan, maka akan terjadi kehamilan ganda, biasanya kembar 2. Kasus seperti ini merupakan kembar fraternal. Kembar identik terjadi jika pada awal pembelahan, sel telur yang telah dibuahi membelah menjadi 2 sel yang terpisah atau dengan kata lain, kembar identik berasal dari 1 sel telur. Pada saat ovulasi, lapisan lendir di dalam serviks (leher rahim) menjadi lebih cair, sehingga sperma mudah menembus ke dalam rahim. Sperma bergerak dari vagina sampai ke ujung tuba falopii yang berbentuk corong dalam waktu 5 menit. Sel yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan dan pembentukan zigot (sel telur yang telah dibuahi). Implantasi dan Perkembangan Plasenta Implantasi adalah penempelan blastosis ke dinding rahim, yaitu pada tempatnya tertanam. Blastosis biasanya tertanam di dekat puncak rahim, pada bagian depan maupun dinding belakang. Dinding blastosis memiliki ketebalan 1 lapis sel, kecuali pada daerah tertentu terdiri dari 3-4 sel. Sel-sel di bagian dalam pada dinding blastosis yang tebal akan berkembang menjadi embrio, sedangkan sel-sel di bagian luar tertanam pada dinding rahim dan membentuk plasenta (ari-ari). Plasenta menghasilkan hormon untuk membantu memelihara kehamilan dan memungkin perputaran oksigen, zat gizi serta limbah antara ibu dan janin. Implantasi mulai terjadi pada hari ke 5-8 setelah pembuahan dan selesai pada hari ke 9-10. Dinding blastosis merupakan lapisan luar dari selaput yang membungkus embrio (korion). Lapisan dalam (amnion) mulai dibuat pada hari ke 10-12 dan membentuk kantung amnion. Kantung amnion berisi cairan jernih (cairan amnion) dan akan mengembang untuk membungkus embrio yang sedang tumbuh, yang mengapung di dalamnya. Tonjolan kecil (vili) dari plasenta yang sedang tumbuh, memanjang ke dalam dinding rahim dan membentuk percabangan seperti susunan pohon.
Susunan ini menyebabkan penambahan luas daerah kontak antara ibu dan plasenta, sehingga zat gizi dari ibu lebih banyak yang sampai ke janin dan limbah lebih banyak dibuang dari janin ke ibu. Pembentukan plasenta yang sempurna biasanya selesai pada minggu ke 18-20, tetapi plasenta akan terus tumbuh selama kehamilan dan pada saat persalinan beratnya mencapai 500 gram. Perkembangan Embrio Embrio pertama kali dapat dikenali di dalam blastosis sekitar 10 hari setelah pembuahan. Kemudian mulai terjadi pembentukan daerah yang akan menjadi otak dan medulla spinalis, sedangkan jantung dan pembuluh darah mulai dibentuk pada hari ke 16-17. Jantung mulai memompa cairan melalui pembuluh darah pada hari ke 20 dan hari berikutnya muncul sel darah merah yang pertama. Selanjutnya, pembuluh darah terus berkembang di seluruh embrio dan plasenta. Organ-organ terbentuk sempurna pada usia kehamilan 12 minggu (10 minggu setelah permbuahan), kecuali otak dan medulla spinalis, yang terus mengalami pematangan selama kehamilan. Kelainan pembentukan organ (malformasi) paling banyak terjadi pada trimester pertama (12 minggu pertama) kehamilan, yang merupakan masa-masa pembentukan organ dimana embrio sangat rentan terhadap efek obat-obatan atau virus. Karena itu seorang wanita hamil sebaiknya tidak menjalani immunisasi atau mengkonsumsi obat-obatan pada trimester pertama kecuali sangat penting untuk melindungi kesehatannya. Pemberian obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan malformasi harus dihindari. Pada awalnya, perkembangan embrio terjadi dibawah lapisan rahim pada salah satu sisi rongga rahim, tetapi pada minggu ke 12, janin (istilah yang digunakan setelah usia kehamilan mencapai 8 minggu) telah mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga lapisan pada kedua sisi rahim bertemu (karena janin telah memenuhi seluruh rahim) . Hormon pada Kehamilan Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Pada saat hamil produksi hormon tersebut menjadi lebih banyak dan masing-masing hormon berguna untuk mengatur pertumbuhan janin selama kehamilan. Beberapa jenis hormon dan fungsinya yang telah dikenal adalah : 1. HCG (human chorionic gonadotrophin) Hormon ini dihasilkan oleh embrio. Berfungsi untuk mencegah haid dan meningkatkan kadar progesteron. Kadar HCG yang tinggi pada tiga bulan pertama diperkirakan penyebab morning sickness 2. Estrogen dan Progesteron Hormon ini merupakan salah satu hormon penting dalam kehamilan yang mengatur kehamilan. Progesteron mempersiapkan lapisan rahim untuk menerima telur yang sudah dibuahi, merangsang perkembangan jaringan tubuh serta menimbulkan rasa tenang. Bersama dengan estrogen, hormon progesteron juga berguna untuk merangsang perkembangan kelenjar air susu, memperbesar buah dada, dan membuat areola melebar dan lebih gelap. 3. Relaxin Hormon ini melembutkan rahim dan mengendorkan otot panggul untuk persiapan kelahiran. 4.
Oksitosin
Hormon ini berfungsi untuk merangsang kontraksi rahim untuk mendorong bayi keluar. Oksitosin juga berguna untuk membantu rahim mengkerut ke ukuran normal setelah melahirkan dan merangsang produksi air susu selama proses menyusui. 5. Prostaglandin Bertugas untuk merangsang kehamilan. Wanita memproduksi hormon ini ketika janin siap lahir. Cairan semen yang dikeluarkan pria ketika ejakulasi juga mengandung hormon Prostaglandin 6. Endorfin Hormon endorfin menimbulkan rasa tenang dan menghilangkan rasa sakit. Hormon endorfin meningkat selama kehamilan dan memuncak saat persalinan/kelahiran Tanda dan Gejala Awal Kehamilan Tanda dan gejala pada masing-masing wanita hamil berbeda-beda. Ada yang mengalami gejala-gejala kehamilan sejak awal, ada yang beberapa minggu kemudian, atau bahkan tidak memiliki gejala kehamilan dini. Namun, tanda yang pasti dari kehamilan adalah terlambatnya periode menstruasi. Selain itu didapatkan tanda-tanda lain yaitu : 1. Nyeri atau payudara yang terasa membesar, keras, sensitif dengan sentuhan. Tanda ini muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah konsepsi (pembuahan). Dalam waktu 2 minggu setelah konsepsi, payudara seorang wanita hamil akan mengalami perubahan untuk persiapan produksi ASI yang dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron. 2. Mual pagi hari (morning sickness) umum terjadi pada triwulan pertama. Meskipun disebut morning sickness, namun mual dan muntah dapat terjadi kapan saja selama kehamilan. Penyebab mual dan muntah ini adalah perubahan hormonal yang dapat memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan muntah. Gejala ini dialami oleh 75% wanita hamil. 3. Mudah lelah, lemas, pusing, dan pingsan adalah gejala kehamilan yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah dalam kehamilan atau kadar gula darah yang rendah. 4. Sakit kepala pada umumnya muncul pada minggu ke-6 kehamilan yang disebabkan oleh peningkatan hormon.
5. Konstipasi (sulit BAB) terjadi karena peningkatan hormon progesteron yang menyebabkan kontraksi usus menjadi lebih pelan dan makanan lebih lambat melalui saluran pencernaan. 6. Perubahan mood karena pengaruh hormon. 7. Bercak perdarahan. Terjadi ketika telur yang sudah dibuahi berimplantasi (melekat) ke dinding rahim sekitar 10-14 hari setelah fertilisasi (pembuahan). Tipe perdarahan umumnya sedikit, bercak bulat, berwarna lebih cerah dari darah haid, dan tidak berlangsung lama. Perkembangan Janin Selama Kehamilan Minggu 4 Bayi membentuk embrio yang memproduksi hormon kehamilan. Pembentukan otak dan tulang belakang serta jantung dan aorta. Minggu 5
Terbentuk 3 lapisan, yaitu ectoderm (lapisan paling atas yang akan membentuk sistem syaraf pada janin lalu membentuk otak, tulang belakang, kulit dan rambut), mesoderm (lapisan tengah yang akan membentuk organ jantung, buah pinggang, tulang dan organ reproduksi), dan endoderm (lapisan paling dalam yang akan membentuk usus, hati, pankreas, dan kandung kemih). Minggu 8 Seluruh organ tubuh utama bayi telah terbentuk meskipun belum berkembang sempurna. Mata dan telinga mulai terbentuk. Jantung berdetak kuat. Dengan ultrasound kita dapat melihat jantung janin berdenyut. Minggu 12 Panjang janin sekarang sekitar 6,5 cm dan bobotnya sekitar 18 gram. Kepala bayi menjadi lebih bulat dan wajah telah terbentuk sepenuhnya. Jari-jari tangan dan kaki terbentuk dan kuku mulai tumbuh. Bayi mulai menggerak-gerakkan tungkai dan lengannya, tetapi ibu belum dapat merasakan gerakan-gerakan ini. Minggu 16 Panjang janin sekarang sekitar 16 cm dan bobotnya sekitar 35 gram. Dengan bantuan scan, kita dapat melihat kepala dan tubuh bayi, kita juga dapat melihatnya bergerak-gerak. Ia menggerak-gerakkan seluruh tungkai dan lengannya, menendang dan menyepak. Inilah tahap paling awal di mana ibu dapat merasakan gerakan bayi. Rasanya seperti ada seekor kupu-kupu dalam perutmu. Tetapi, ibu tidak perlu khawatir jika belum dapat merasakan gerakan ini. Jika si bayi adalah anak pertama, biasanya ibu agak lebih lambat dalam merasakan gerakannya. Minggu 20 Bayi masih berenang-renang dalam lautan air ketuban. Ia tumbuh dengan pesat, baik dalam bobot maupun panjangnya yang sekarang telah mencapai 25 cm, yaitu separuh dari panjangnya ketika ia dilahirkan nanti dan bobotnya sudah sekitar 340 gram. Bayi membuat gerakan-gerakan aktif yang dapat dirasakan ibu. Mungkin ibu memperhatikan ada saat-saat di mana bayi tampaknya tidur, dan saat-saat lain di mana ia melakukan banyak gerak. Minggu 24 Sekarang panjang bayi sekitar 32 cm dan bobotnya 500 gram. Ibu dapat merasakan bagian-bagian tubuh bayi yang berbeda yang menyentuh dinding perutnya. Otot rahim ibu meregang dan terkadang ibu merasakan sakit di bagian perutnya. Minggu 30 Kepala bayi sekarang sudah proporsional dengan tubuhnya. Ibu mungkin mengalami tekanan di bagian diafrakma dan perut. Sekarang bobot bayi sekitar 1700 gram dan panjangnya sekitar 40 cm. Minggu 36 Bayi sudah hampir sepenuhnya berkembang. Sewaktu-waktu ia dapat turun ke rongga pinggul ibu. Kulit bayi sudah halus sekarang dan tubuhnya montok. Apabila ia bangun, matanya terbuka dan ia dapat membedakan antara terang dan gelap. Sekarang panjang bayi sekitar 50 cm dan bobotnya berkisar antara 2500 hingga 4500 gram.
Minggu 37-42 Bayi siap lahir. Ibu tidak perlu khawatir jika bayinya tidak lahir tepat pada waktu yang telah diperkirakan. Persentasenya hanya 5% bayi lahir tepat pada tanggal yang diperkirakan. Waktu yang telah lama dinanti hampir tiba dan si bayi akan segera melihat dunia. Sementara itu, rambut lanugo (= rambut badan) bayi telah lenyap meskipun mungkin masih ada yang tersisa di punggung dan dahinya. Sebagian bayi lahir agak terlalu cepat, sebagian lainnya agak sedikit terlambat. Antenatal Care Ante Natal Care adalah merupakan cara penting untuk memonitoring dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal (Prawirohardjo. S, 2006 :52). Standart Pelayanan Ante Natal Care (ANC) Standar 1 : Metode Asuhan Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah : Pengumpulan data dan analisa data, penentuan diagnosa perencanaan, evaluasi dan dokumentasi. Standar 2 : Pengkajian Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis. Standar 3: Identifikasi Ibu Hamil Bidan melakukan kunjungan rurnah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur. Standar 4: Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS (Penyakit Menular Seksual) / infeksi HIV (Human Immuno Deficiency Virus) ; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh Puskesmas. Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan rnerujuknya untuk tindakan selanjutnya. Standar 5: Palpasi Abdominal Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu. Standar 6: Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsi lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya. Standar 8 : Persiapan Persalinan Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi kadaan gawat darurat. Bidan hendaknya kunjungan rumah untuk hal ini. Penatalaksanaan Ante Natal Care (ANC) Pelayanan Ante Natal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan Ante Natal Care (ANC), selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik baik umum dan kebidanan, pemeriksaan laboratorium atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus sesuai dengan resiko yang ada. Namun dalam penerapan operasionalnya dikenal standar minimal ”7T” untuk pelayanan Ante Natal Care (ANC) yang terdiri atas: (Timbang) berat badan Ukuran berat badan dalam kg tanpa sepatu dan memakai pakaian yang seringan-ringannya. Berat badan kurang dari 45 kg pada trimester III dinyatakan ibu kurus kemungkinan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Ukur (tekanan) darah Untuk mengetahui setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda-tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya. Ukur (tinggi) fundus uteri Pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu. Kunjungan Ante Natal Care (ANC) Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi adalah setiap kontak tenaga kesehatan baik diposyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah dengan ibu hamil tidak memberikan pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai dengan standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil (Depkes RI, 2001:31)
Kunjungan ibu hamil Kl Kunjungan baru ibu hamil adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Kunjungan ulang Kunjungan ulang adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar selama satu periode kehamilan berlangsung. K4 K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat atau lebih untuk mendapatkan pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat: 1) Satu kali dalam trimester pertama (sebelum 14 minggu). 2) Satu kali dalam trimester kedua (antara minggu 14-28) 3) Dua kali dalam trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan setelah minggu ke 36). 4) Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan-keluhan tertentu Suplemen yang dianjurkan selama kehamilan 1. Asam folat. Asam folat yang dikonsumsi sebelum hamil dan selama kehamilan melindungi dari gangguan saraf pada janin (anensefali, spina bifida). Wanita hamil disarankan mengkonsumsi asam folat 400 μg/hari selama 12 minggu kehamilan karena kebutuhan asam folat tidak dapat dipenuhi hanya dari makanan. 2. Zat besi. Zat besi adalah komponen utama dari hemoglobin yang bekerja mengangkut oksigen di dalam darah. Selama kehamilan, suplai darah meningkat untuk memberikan nutrisi ke janin. Suplemen besi yang dibutuhkan adalah 30 – 50 mg/hari dan disarankan pada wanita hamil dengan hemoglobin < 10 atau 10,5 g/dl pada akhir kehamilan. Selain suplemen, zat besi juga terkandung pada daging, telur, kacang, sayuran hijau, gandum, dan buah-buahan kering. Suplemen besi sebaiknya dikonsumsi diantara waktu makan dengan perut yang kosong atau diikuti jus jeruk untuk meningkatkan penyerapan. 3. Kalsium. Kalsium penting di dalam mengatur kekuatan tulang wanita hamil dan pertumbuhan tulang bagi janin. Kalsium yang disarankan sebanyak 1.200 mg untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin. Kalsium sebaiknya dikonsumsi ketika sedang makan, diikuti dengan jus buah yang kaya vitamin C untuk meningkatkan penyerapan.
74. Aborsi Spontan Komplit Macam-macam Abortus adalah: 1. Abortus spontan 2. Abortus yang disengaja 3. Abortus tidak aman 4. Abortus septik Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas (usia kehamilan 22 minggu). Tahapan abortus spontan meliputi : 1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut). 2. Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang menjadi abortus inkomplit atau abortus komplit). 3. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan). 4. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan). Abortus yang disengaja adalah suatu proses dihentikannya kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas. Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau keduanya. Abortus septik adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi-sepsis dapat berasal dari infeksi jika organisme penyebab naik dari saluran kemih bawah setelah abortus spontan atau abortus tidak aman. Sepsis cenderung akan terjadi jika terdapat sisa hasil konsepsi atau terjadi penundaan dalam pengeluaran hasil konsepsi. Sepsis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada abortus tidak aman dengan menggunakan peralatan. Penanganan Jika dicurigai suatu abortus tidak aman terjadi, periksalah adanya tanda-tanda infeksi atau adanya perlukaan uterus, vagina dan usus, lakukan irigasi vagina untuk mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, obatobat lokal atau bahan lainnya. Penanganan abortus imminens : 1. Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total. 2. Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual. 3. Jika perdarahan : - Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian jika perdarahan terjadi lagi. - Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut, khususnya jika ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola. 4. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah abortus. Penanganan abortus insipiens : 1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
- Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu). - Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus. 2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu : - Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi. - Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi. 3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. Penanganan abortus inkomplit : 1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per oral. 2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan : - Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia. - Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu). 3. Jika kehamilan lebih 16 minggu : - Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. - Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg). - Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus. 4. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. Penanganan abortus komplit : 1. Tidak perlu evaluasi lagi. 2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak. 3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. 4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah. 5. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut. Pemantauan Pasca Abortus Insidens abortus spontan kurang lebih 15% (1 dari 7 kehamilan) dari seluruh kehamilan. Syarat-syarat memulai metode kontrasepsi dalam waktu 7 hari pada kehamilan yang tidak diinginkan : 1. Tidak terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. 2. Ibu menerima konseling dan bantuan secukupnya dalam memilih metode kontrasepsi yang paling sesuai.
75. Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil Anemia adalah kehamilan dengan kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5% pada trimester 2. Nilai batas tersebut perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester ke 2. Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurnan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun. Pada kehamilan anemia kekurangan besi akan timbul jika keperluan besi (kira-kira 1000mg pada kehamilan tunggal) tidak dapat dipenuhi dari cadangan besi dan dari besi yang dapat diabsorpsi dari traktus gastrointestinal. Volume darah bertambah cepat pada kehamilan trimester 2 sehingga kekurangan besi seringkali terlihat pada turunnya kadar hemoglobin. Meskipun bertambahnya volume darah tidak begitu banyak pada trimester 3, tetapi keperluan akan besi tetap banyak karena penambahan HB ibu terus berlangsung dan lebih banyak besi yang diangkut melalui plasenta ke neonatus. Pada kehamilan, kehilangan zat besi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoeisis, kehilangan zat darah saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhannya mencapai 900mg atau setara 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi. Epidemiologi 1.Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi di Indonesia yaitu 63,5%, sedangkan di amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defesiensi pada ibu hamil di Indonesia. 2.Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. 3.Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh anemia defesiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. 4.Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan PATOFISIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. ETIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu : 1. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah 2. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma 3. Kurangnya zat besi dalam makanan 4. Kebutuhan zat besi meningkat 5. Gangguan pencernaan dan absorbs
FAKTOR RISIKO Pada ibu hamil, beberapa faktor risiko yang berperan dalam meningkatkan prevalensi anemia defisiensi zat besi, antara lain : 1. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Wintrobe (1987) menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin besar 2. Pendarahan akut 3. Pendidikan rendah 4. Pekerja berat 5. Konsumsi tablet tambah darah < 90 butir 6. Makan < 3 kali dan kurang mengandung zat besi GEJALA ANEMIA PADA KEHAMILAN Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, palpitasi, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular DAMPAK ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atoni), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lainlain).Pencegahan dan penanganan anemia PENANGANAN & PENCEGAHAN ANEMIA 1) Pemberian tablet besi Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan dalam program suplementasi, dosis yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60 mg Fe dan 200 mg asam folat) yang dimakan selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi (Daemeyer, 1995). 2) Pendididkan
Konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti para wanita hamil harus diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemi dan harus pula diyakini bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi (Arisman, 2004). 3) Modifikasi makanan Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara, pertama pemastian konsumsi makanan yang cukup makanan yang cukup kalori sebesar yang dikonsunsi. Kedua meningkatkan ketersediaan zat besi yang dimakan yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi. (Arisman, 2004) 4) Pengawasan penyakit infeksi Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak diinginkan. Tindakan yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah mendidik keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama dan sesudah sakit. Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat, pencegahan seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi dan kebersihan perorangan ( Arisman, 2004). 5) Fortifikasi makanan Merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi. Kelompok masyarakat yang dijadikan target harus (dilatih) dibiasakan mengkonsumsi makanan fortifikasi ini serta harus memiliki kemampuan untuk mendapatkannya (Arisman, 2004) . hasil olahan makanan fortifikasi yang paling lazim adalah tepung gandum roti, makanan yang terbuat dari jagung serta jagung giling dan hasil olahan susu meliputi formula bayi dan makanan sapihan (tepung bayi) (Daemeyer, 1995)
76. RUPTUR PERINEUM TINGKAT 1-2 Pengertian dan Penanganan Ruptur Perineum Pengertian Ruputur Perineum (Menurut Harry Oxorn.1998.Ilmu Kebidanan.Patologi dan Fisiologi,Yayasan Esesentia Medika)Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum vagina, servik dan robekan uterus. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam atau speculum. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan. Jika perlukan hanya mengenai bagian luar (superficial) saja atau jika perlukan tersebut tidak mengeluarkan darah, biasanya tidak perlu dijahit. Hanya perlukan yang lebih dalam dimana jaringannya tidak bisa didekatkan dengan baik atau perlukan yang aktif mengeluarkan darah memerlukan suatu penjahitan. Tujuan dari penjahitan perineum adalah : a. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa terjadi. Proses penyembuhan bisa terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringan. b. Untuk menghentikan perdarahan Robekan perineum dibagi menjadi 4 tingkat : a. Tingkat I : Robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa kulit perineum b. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot pernei aranseralis, tetapi tidak mengenai otot sfingerani. c. Tingkat III : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani d. Tingkat IV : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rectum. Robekan derajat pertama : Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum tepat dibawahnya. Perbaikan robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin, tujuannya adalah merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostass. Pada rata-rata kasus, beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika pendarahannya banyak, dapat digunakan jahitan angka 8. jahitan terputus yang di simpul secara longgar, paling baik bagi kulit karena jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih mnyenangkan bagi pasiennya. Ruptur Perineum Derajat Dua Pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka. Pada robekan perineum tingkat dua, setelah diberi anesthesia lokal otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-jaringan dibawahnya. a. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan 1) Wadah berisi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit, kasa steril, pincet Rasionalisasi : Ditempatkan dalam satu wadah agar memudahkan pekerjaan. 2) Kapas DTT Rasionalisasi : Untuk membersihkan perineum dari lendir dan darah 3) Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam wadah DTT Rasionalisasi : Menghindari adanya kontaminasi dari tangan penolong
4) Patahkan ampul lidokain Rasionalisasi ; Lindokain untuk anestesi luka jalan lahir b. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi ditepi tempat tidur Rasionalisasi : Agar luka terlihat dan penjahitan lebih mudah dilakukan c. Pasang kain bersih dibawah bokong ibu Rasionalisasi : Menghindari terjadinya infeksi karena kain untuk persalinan sudah kotor oleh lendir dan darah. d. Atur lampu sorot atau senter kearah vulva / perineum ibu Rasionalisasi : Untuk dapat melihat dengan jelas luka perineum e. Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir Rasionalisasi : Mencuci tangan termasuk dalam upaya pencegahan infeksi dan di air mengalir karena mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang di air yang tidak mengalir f. Pakaian satu sarung tangan DTT pada tangan kanan Rasionalisasi : Untuk mengambil spuit yang ada pada wadah DTT g. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain dan letakkan kembali kedalam wadah DTT Rasionalisasi : Untuk memudahkan pekerjaan dan menjaga agar spuit tidak tersentuh oleh alat-alat onsteril h. Lengkapi pemakaian sarung tangan pada tangan kiri Rasionalisasi : Pemakaian sarung tangan termasuk dalam pencegahan infeksi i. Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum Rasionalisasi : Untuk mencegah kontaminasi kotoran tinja j. Periksa vagina, servik, dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya merupakan derajat satu atau dua Rasionalisasi : Karena jika laserasi derajat II dan IV, jangan mencoba untuk menjahit siapkan rujukan segera. Etiologi Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersama dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. Banyak wanita mengalami robekan perineum pada saat melahirkan anak pertama, pada sekitar separuh dari kasus-kasus tersebut, robekan ini akan amat luas. Laserasi harus diperbaiki dengan cermat Penyebab Maternal Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong Pasien tidak mampu berhenti mengejan Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan. Edema dan kerapuhan pada perineum Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior. Peluasan episiotomi Faktor-faktor janin : Bayi yang besar Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan occipitoposterior Kelahiran bokong Ekstrasksi forceps yang sukar Dystocia bahu
Anomali congenital, seperti hydrocephalus. Laserasi derjat kedua merupakan luka robekan yang lebih dalam, luka ini terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali musculus peirneus transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak mencapai sphincter recti. Biasanya robekan meluas ke atas disepanjang mukosa vagina dan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkan laserasi yang berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada fourcheffe, salah satu apex pada vagina dan apex lainnya di dekat rectum. Perbaikan Perbaikan pada laserasi derajat dua dilakukan lapis demi lapis Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan untuk merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan jahitan terputus Jahitan subcutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpul secara longgar, menyatukan kedua tepi kulit Pemberian Anestesi Lokal 1. Pilihan obat (biasanya lidokain) 2. Dosis obat (20-30 ml) 3. Pemeriksaan obat (nama, kekuatan, dan dosis sebelum diberikan) 4. Teknik infiltrasi (tepat dibawah kulit) a. Pasang jarum 1 ½ inci ukuran 22 pada spuit 20 cc b. Isi spuit dengan lidokain c. Suntikkan keseluruhan panjang jarum ke dalam robekan vagina tepat dibawah kulit. Tarik batang penghisap spuit dan lihat jika ada darah (jika anestesi lokal diinjeksikan langsung ke dalam pembuluh darah, maka dapat menyebabkan denyut jantung irregular). Injeksikan bersamaan saat anda menarik spuit. d. Lakukan hal tersebut pada kedua sisi robekan vagina e. Ulangi prosedur pada kedua sisi robekan perineum. Terapi 1. 2.
Amoksisilin oral 3x1 Analgetik kuat 3x1
77. Abses Folikel Rambut Adalah sekumpulan nanah (neutrofil mati) yang telah terakumulasi di rongga di jaringan setelah terinfeksi sesuatu (umumnya karena bakteri atau parasit) atau barang asing (seperti luka tembakan/tikaman). Bisul adalah reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya barang asing di tubuh. Organisme atau barang asing membunuh sel sekitarnya, mengakibatkan keluarnya toksin. Toksin tersebut menyebabkan radang, sel darah putih mengalir menuju tempat tersebut dan kemudian meningkatkan aliran darah di tempat tersebut. Struktur terakhir bisul adalah dinding bisul yang terbentuk oleh sel sehat untuk mencegah barang asing tersebut masuk ke dalam tubuh dan mencegah terkena nya sel lain. Namun, enkapsulasi ini berfungsi untuk mencegah sel imun untuk menyerang bakteri atau barang asing di bisul. Bisul harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang telah ada sebelumnya secara normal, sedangkan bisul mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang baru terbentuk melalui proses terjadinya bisul tersebut. Penyebab Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Sreptococcus atau keduanya, species bakteri yang tersering adalah S. aureus dan Streptococcus Beta Haemolitycus, sementara sebagai flora normal juga bisa menyebabkan infeksi meskipun jarang. Staphylococcus dan Streptococcus merupakan penyebab infeksi tersering, namun sebenarnya juga dapat disebabkan oleh kuman gram negative seperti Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, E coli dan Kleibsella Bisul (furunkel) Bisul (furunkel) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan subkutaneus di sekitarnya. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus, tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri lainnya atau jamur. Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan bokong. Akan terasa sangat nyeri jika timbul di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-jari tangan. Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah. Lalu benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning (membentuk pustula). Bisul bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan nanahnya, kadang mengandung sedikit darah. Bisa disertai nyeri yang sifatnya ringan sampai sedang. Kulit di sekitarnya tampak kemerahan atau meradang. Kadang disertai demam, lelah dan tidak enak badan. Jika furunkel sering kambuhan maka keadaannya disebut furunkulosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Pembiakan contoh jaringan kulit bisa dilakukan untuk memastikan bahwa penyebabnya adalah stafilokokus. Jika bisul timbul di sekitar hidung biasanya akan diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) karena infeksi bisa dengan segera menyebar ke otak
Karbunkel Karbunkel adalah sekumpulan bisul yang menyebabkan pengelupasan kulit yang luas serta pembentukan jaringan parut. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus. Pembentukan dan penyembuhan karbunkel terjadi lebih lambat dibandingkan bisul tunggal dan bisa menyebabkan demam serta lelah karena merupakan infeksi yang lebih serius. Lebih sering terjadi pada pria dan paling banyak ditemukan di leher bagian belakang. Karbunkel juga cenderung mudah diderita oleh penderita diabetes, gangguan sistem kekebalan dan dermatitis. Beberapa bisul bersatu membentuk massa yang lebih besar, yang memiliki beberapa titik pengaliran nanah. Massa ini letaknya bisa lebih dalam di bawah kulit dibandingkan dengan bisul biasa. Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya dan bisa ditularkan ke orang lain. Tidak jarang beberapa orang dalam sebuah rumah menderita karbunkel pada saat yang sama. Faktor risiko terjadinya karbunkel adalah: tingkat kebersihan yang buruk keadaan fisik yang menurun gesekan dengan pakaian pencukuran. Pada kulit yang terkena ditemukan beberapa bisul yang bersatu disertai nyeri yang sifatnya ringan atau sedang. Kulit tampak merah dan membengkak. Karbunkel yang pecah akan mengeluarkan nanah lalu mengering dan membentuk keropeng. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk menentukan penyebabnya, bisa dilakukan biopsi atau pembiakan contoh jaringan yang terinfeksi. Untuk mengendalikan infeksi diberikan sabun anti-bakteri, antibiotik topikal (salep atau krim) dan antibiotik per-oral. Kompres hangat bisa membantu mempercepat penyembuhan. Jangan pernah memencet atau mencoba memecahkan karbunkel di rumah, karena bisa memperburuk dan menyebarkan infeksi. Jika nanahnya sudah mengering, luka yang tertinggal harus sering dibersihkan dan sesudah menangani karbunkel, tangan harus dicuci bersih-bersih. Pencegahan Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-bakteri merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah penularan. Bisul bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja, namun yang paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak. Jadi salah kalau bisul itu disebabkan kebanyakan makan telur. Bila lingkungan kurang bersih, infeksi pun akan mudah terjadi. Sementara yang namanya anak, identik dengan dunia bermain, termasuk main yang kotor-kotor semisal main tanah. Belum lagi habis main si anak langsung pegang ini-itu tanpa cuci tangan lebih dulu. "Nah, kalau kebersihan anak dan bayi tak dijaga dan diperhatikan oleh orang tua, ya, susah. Itu akan mempermudah terjadinya bisul,Selain itu, anak-anak biasanya sering menggaruk karena rasa gatal yang ditimbulkan akibat banyak keringat dan biang keringat. Padahal, , garukan tersebut dapat merusak kulit sehingga memudahkan masuknya kuman dan timbullah
infeksi. "Itulah mengapa anak yang sering berkeringat, apalagi keringat buntet, mudah timbul bisulan." Yang pasti, karena penyebabnya infeksi maka bisul termasuk penyakit menular. "Menularnya bisa karena garukan tangan, sehingga memindahkan kumannya dari satu tempat ke tempat lain." Tak heran awam sering menyebut bisulnya jadi beranak. "Itu menunjukkan daya tahan tubuh anak kurang sekali." Jangan dipencet Seringkali bisul dibiarkan saja, tak segera diobati. Tunggu sampai istilahnya "matang". Padahal, justru sebetulnya kalau bisa bisul jangan sampai bernanah, "Karena bisa terjadi kerusakan jaringan yang lebih parah dan banyak lagi. Kulit bisa berongga. Jika bisul hanya satu atau beberapa dan masih kecil di permukaan biasanya bisa disembuhkan dengan salep antibiotik. Pemakaian obat dalam bentuk salep atau krim yang dioleskan di kulit lebih efektif ketimbang pengobatan jenis lain. Obat-obatan semacam salep ini sangat dianjurkan untuk kulit karena dibuat dengan daya serap yang cukup efektif terhadap kulit. Tapi, jika sudah membesar, agak dalam dan banyak, anak perlu diberi obat antibiotik yang diminumkan juga. Penisilin juga merupakan salah satu obat pilihan. Cuma, bakteri staphylococcus aureus penyebab bisul bisa mengakibatkan resisten terhadap penisilin, karena kuman tersebut mengeluarkan enzim sehingga penisilinnya tak berfungsi lagi. Akibatnya banyak yang menjadi resisten. Karena itu, anjur itu lebih baik berikan obat antibiotik yang tahan terhadap enzim yang dikeluarkan kuman tadi, supaya efektif. Selain itu, penisilin juga merupakan salah satu obat yang relatif sering menimbulkan reaksi alergi. Bila sudah terjadi abses, sebaiknya nanahnya dikeluarkan. Biasanya dokter akan menginsisi/mengiris dengan pisau tajam sehingga penyembuhannya akan lebih sempurna. Bila pecah sendiri akan menimbulkan kerusakan kulit dan akan berbekas. Begitu pula bila dipaksa dikeluarkan, misalnya dengan dipencet, penyembuhannya akan menimbulkan bekas yang tak sedap dipandang. "Bekas pada jaringan kulitnya akan meninggalkan parut, bisa lekukan atau yang lebih tinggi lagi. Tak mungkin akan normal kembali. Walaupun pada anak kulitnya masih berkembang, namun tetap saja tak akan normal kembali karena jaringannya yang rusak akan membekas," Manifestasi Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, yakni: kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi. Abses dapat terjadi pada setiap jaringan solid, tetapi paling sering terjadi pada permukaan kulit, pada paru-paru, otak, gigi, ginjal, dan tonsil. Komplikasi mayor abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal (meskipun jarang) apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakhea. Tatalaksana Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen, dan kuretase.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgesik dan mungkin juga antibiotik. Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Hal ini dinyatakan dalam sebuah aforisme Latin: Ubi pus, ibi evacua. Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Drainase abses paru dapat dilakukan dengan memposisikan penderita sedemikian hingga memungkinkan isi abses keluar melalui saluran pernapasan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit. Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline. Adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain bahwa antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah. Terapi 1. Ampicillin atau Amoksisillin 4x 500 mg 2. Golongan obat penicillin resisten-penisilinase (oksasilin, kloksasilindikloksasilin) 3x250 3. Klindamisin 4x250 pada infeksi berat 4x300-400mg, Linkomisin 3x500, selama 5-7 hari 4. Eritromisin, 4x500 mg 5. Sefadroksil 2x 500 mg
78. Mastitis Mastitis merupakan masalah yang sering dijumpai pada ibu menyusui. Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami mastitis. Terdapat dua hal penting yang mendasari kita memperhatikan kasus ini. Pertama, karena mastitis biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk berhenti menyusui. Kedua, karena mastitis berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada beberapa penyakit (terutama AIDS). Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling sering pada minggu ke2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui. Definisi dan Diagnosis Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi. Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut: Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC Menggigil Nyeri atau ngilu seluruh tubuh Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asin Timbul garis-garis merah ke arah ketiak. . Patofisiologi Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi. Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%. Faktor risiko Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain: Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya. Puting lecet. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek. Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
Pengosongan payudara yang tidak sempurna Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna. Ibu atau bayi sakit. Frenulum pendek. Produksi ASI yang terlalu banyak. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan lain-lain. Penggunaan krim pada puting. Ibu stres atau kelelahan. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah. Pencegahan Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 – 4 jam dengan cara memerah dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI. Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan. Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal lainnya. Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan. Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila: pengobatan dengan antibiotik tidak — memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari terjadi mastitis berulang mastitis terjadi di rumah sakit penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat. Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri. Tata laksana Tata laksana suportif Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut. Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu. Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung.
Penggunaan obat-obatan Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi. Analgesik Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis. Antibiotik Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 – 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin. Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 – 14 hari. Biasanya ibu menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina. Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan pengosongan payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri mempercepat perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang sementara mendapat antibiotik. Pemantauan Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya abses atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.
Komplikasi Penghentian menyusui dini Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini. Abses Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya. Mastitis berulang/kronis Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benarbenar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui Infeksi jamur Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama. Kesimpulan Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan bila ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak. Beberapa faktor risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik. Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis. Selain itu ibu perlu beristirahat, banyak minum, mengkonsumsi nutrisi berimbang dan bila perlu mendapat analgesik dan antibiotik.
79. Cracked Nipple (Putting Susu Lecet) Puting susu lecet dapat disebabkan trauma pada puting susu saat menyusui, selain itu dapat pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah. Retakan pada puting susu bisa sembuh sendiri dalam waktu 48 jam. Penyebab 1. Teknik menyusui yang tidak benar. 2. Puting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat ibu membersihkan putting susu. 3. Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu. 4. Bayi dengan tali lidah pendek (frenulum lingue). 5. Cara menghentikan menyusui yang kurang tepat. Penatalaksanaan 1. Cari penyebab puting susu lecet. 2. Bayi disusukan lebih dulu pada putting susu yang normal atau lecetnya sedikit. 3. Tidak menggunakan sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat membersihkan payudara. 4. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam). 5. Posisi menyusui harus benar, bayi menyusu sampai ke kalang payudara dan susukan secara bergantian diantara kedua payudara. 6. Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke puting yang lecet dan biarkan kering. 7. Pergunakan BH yang menyangga. 8. Bila terasa sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa sakit Ibuprofen 2x400mg 9. Jika penyebabnya monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin. 10. Jika ditemui infeksi sekunder Amoksisilin 4x 500mg atau Klindamicin 2x 150mg
80. Inverted Nipple Definisi Puting susu terbenam adalah puting susu yang tidak dapat menonjol dan cenderung masuk kedalam, sehingga ASI tidak dapat keluar dengan lancar. Etiologi a. Penyebab yang sering terjadi - Faktor menyusui: 1. Penyusuan yang tertunda. 2. Perlekatan yang tidak baik. 3. Penyusuan yang jarang atau dilakukan dalam waktu singkat. 4. Tidak menyusui pada malam hari. 5. Pemberian botol atau empeng. 6. Pemberian minuman lain selain ASI. - Faktor psikologis ibu: 1. Kurang percaya diri 2. Ibu khawatir / terlalu stres 3. Ibu terlalu lelah 4. Ibu tidak suka menyusui 5. Ibu mengalami baby blues b. Penyebab yang jarang terjadi - Kondisi fisik ibu: 1. Penggunaan pil kontrasepsi, obat diuretik 2. Kehamilan berikutnya semasa menyusui 3. Kekurangan gizi yang cukup berat 4. Ibu minum minuman yang mengandung alkohol, atau merokok 5. Tersisanya jaringan plasenta dalam rahim 6. Payudara yang kurang berkembangan. - Kondisi bayi: 1. Bayi sakit. 2. Bayi memiliki kelainan, seperti bibir sumbing sehingga bayi menjadi sulit menghisap Adapun Inverted Nipple terbagi menjadi tiga kondisi, yang diantaranya adalah: Grade 1 : Puting susu tertarik ke dalam, namun masih mudah untuk ditarik dan dapat bertahan cukup lama tanpa perlu tarikan. Namun tekanan lembut di sekitar areola atau cubit lembut pada kulit dapat menyebabkan puting tertarik ke dalam kembali. Grade 2: Adalah ketika kondisi Puting yang tertarik ke dalam dan masih bisa ditarik keluar, namun tidak semudah grade 1. Setelah tarikan dilepas, puting akan masuk ke dalam kembali. Grade 3: Kondisi Puting jenis ini adalah ketika posisinya sangat tertarik ke dalam dan sulit untuk ditarik keluar apalagi untuk mempertahankan tetap terlihat. Ketiga kondisi tersebut, paling sering diakibatkan karena pendeknya saluran ASI (duktus laktiferus ), yang terjadi sejak lahir. Permasalahan Puting Wanita ini juga bisa terjadi setelah menyusui. Hal ini dikarenakan kulit payudara di sekitar puting menjadi longgar sehingga membuat puting terlihat masuk ke dalam.
Teknik tatalaksana 1. Calon ibu bisa menarik putting keluar pada saat hamil trimester akhir (lebih dari 7 bulan) dengan cara memegang payudara tepatdiujung areola dengan jempol dan telunjuk, pijat dengan lembut kearah puting sampai putting keluar. 2. Pasca melahirkan dan sesaat sebelum menyusui lakukan tekanan atau hisapan manual untuk menonjolkan putting agar mudah dihisap bayi, caranya pegang putting dan pijat putting antara jempol dan jari telunjuk selama 30 detik, kemudian sentuh dengan kain basah dingin segera setelah menyusui
81 – 82 DIABETES MELITUS Kompetensi : 3A;4 Laporan Penyakit : 55-59
ICD X : E10-E14
a. Definisi Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolik menahun yang ditandai oleh kadar gula darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi etiologis DM yaitu: 2) Diabetes Melitus tipe 1 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel beta pankreas karena suatu sebab tertentu yang menyebabkan produksi insulin tidak ada sama sekali sehingga pasien sangat memerlukan tambahan insulin dari luar. 3) Diabetes Melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau fungsi insulin (resistensi insulin). 4) Diabetes Melitus tipe lain adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM. 5) Diabetes Melitus tipe Gestasional adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan kadar gula darah kembali normal. b. Penyebab Kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Insufisiensi fungsi insulin yang disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. c. Gambaran Klinis 1) Keluhan Klasik, berupa: sering kencing, cepat lapar, sering haus dan berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas. 2) Keluhan lainnya, berupa: kesemutan, gatal di daerah alat kelamin, keputihan, infeksi sulit sembuh, bisul yang hilang timbul, penglihatan kabur, cepat lelah dan mudah mengantuk. d. Diagnosis Berdasarkan gejala diabetes dengan 3P (polifagia, poliuria, polidipsia). Diagnosis dapat dipastikan dengan reduksi urin dan penentuan kadar gula darah. 1) Bila kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL 2) Glukosa darah puasa >126 mg/dL 3) Pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar gula darah 2 jam >200 mg/dL sesudah pemberian glukosa 75 g. e. Penatalaksanaan Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus: 1) Edukasi a) Pengertian Diabetes Melitus
b) c) d) e) f) g) h)
Perencanaan makanan Bentuk aktivitas fisik yang dianjurkan Pemeliharaan kaki DM di bulan Ramadhan Obat untuk mengendalikan kadar gula darah Pemantauan gula darah Komplikasi DM
2)
Terapi gizi medis Perencanaan Makanan: sebaiknya melakukan rujukan untuk mendapatkan perencanaan makan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. a) Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 45-65%, protein 10-15% dan lemak 20-25%. b) Prinsip: (1) Anjuran makan seimbang seperti makan sehat pada umumnya (2) Tidak ada makanan yang dilarang, hanya dibatasi sesuai kebutuhan kalori (tidak berlebih) (3) Menu sama dengan menu keluarga (4) Teratur dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan. Dapat dilihat dalam Pedoman Program Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik.
3)
Aktivitas fisik/latihan jasmani Aktivitas fisik seperti berjalan kaki ke pasar, berkebun, menggunakan tangga, dan lain-lain. Latihan jasmani seperti: bersepeda santai, berjalan kaki, jogging dan berenang. Dilakukan 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30-60 menit. Hal-hal yang perlu diperhatikan: b) Hal yang dapat memperburuk gangguan metabolik orang dengan diabetes: (2) Beratnya penyakit dan komplikasinya (penyakit jantung, koroner, hipertensi, gangguan penglihatan, gangguan fungsi ginjal dan hati, kelainan kaki). (3) Kadar gula darah 250 mg%, jangan lakukan latihan berat (misalnya: latihan beban, olah raga kontak tinju dan lain-lain, bulu tangkis, sepak bola, dan olah raga permainan yang lain). (4) Berlatih pada suhu terlalu panas/dingin. c) Gangguan pada kaki: (1) Kenakan sepatu yang sesuai (2) Kaki diusahakan agar selalu bersih dan kering (3) Periksa kedua kaki tiap sebelum dan sesudah latihan d) Cedera muskuloskeletal: (1) Pilih olah raga yang sesuai dan tepat (2) Tingkatkan intensitas latihan sedikit demi sedikit dan bertahap (3) Lakukan pemanasan dan pendinginan (4) Hindari olah raga berat dan berlebihan. e) Berlatihlah bersama keluarga, teman atau tetangga dalam suatu kelompok untuk menjaga agar dorongan untuk berolah raga selalu tinggi.
4)
Pengobatan Apabila kadar gula darah belum mencapai sasaran, diberikan obat hipoglikemik oral (OHO), secara tunggal atau kombinasi.
Pemberian OHO untuk pengobatan jangka pendek dan jangka panjang dapat dilakukan di Puskesmas. b)
Diabetes Melitus tipe 2: Lini 1: Biguanid yaitu metformin, 500 mg tiap 8-24 jam bersama atau sesudah makan (2) Lini 2: Sulfonilurea yaitu glibenklamid, dimulai dengan dosis 2,5 mg tiap 12-24 jam sebelum makan. lalu dinaikkan secara bertahap, maksimal 10 mg/hari. (3) Lini 3: Kombinasi metformin dan glibenklamid, diberikan secara bertahap. (4) Lini 4: insulin c) Diabetes Melitus tipe 1: Selalu dengan insulin, tidak dianjurkan diberikan OHO. (1) Insulin kerja cepat (rapid) (2) Insullin kerja pendek (short acting) (3) Insulin kerja menengah (intermediate) (4) Insulin kerja panjang (long acting) (1)
f.
Pengendalian DM Keberhasilan terapi DM dapat menggunakan kriteria kendali DM yang telah dikeluarkan oleh PERKENI (Tabel 4). Tabel 4. Pengendalian DM Baik Sedang Buruk Glukosa darah puasa (mg/dL) Glukosa darah 2 jam (mg/dL) A1C (%) Kolesterol Total (mg/dL) Kolesterol LDL (mg/dL) Kolesterol HDL (mg/dL) Trigliserida (mg/dL) IMT (kg/m2) Tekanan darah (mmHg)
80<100 80-144 <6,5 <200 <100 Pria: >40 Wanita: >50 <150 18,5-<2,3 <140/80
100-125 145-179 6,5-8 200-239 100-129
>126 >180 >8 >240 >130
150-199 23-25 >130-140/ >80-90
>200 >25 >140/90
Keterangan: Angka diatas adalah hasil pemeriksaan plasma vena. Perlu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma vena. g. KIE Lihat pilar penatalaksanaan 1) Tujuan pengobatan: a) Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM dan tercapainya target pengendalian gula darah. b) Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM c) Selain itu perlu juga mengendalikan tekanan darah, berat badan dan profil lipid. 2) Memberikan informasi perilaku sehat bagi penyandang diabetes yaitu: a) Mengikuti pola makan sehat b) Meningkatkan kegiatan jasmani
c) d) e) f)
Menggunakan obat diabetes secara teratur Melakukan perawatan kaki secara berkala Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi kedaan sakit akut dengan tepat Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
3) Efek samping obat: a) Glibenklamid: hipoglikemia, hati-hati pada pasien usia lanjut, berat badan naik; b) Metformin: mual, muntah (dyspepsia), diare; c) Insulin: berat badan naik, hipoglikemia. 4) Penanganan hipoglikemia: a) Jika ada tanda–tanda hipoglikemia berupa kaki dan tangan terasa dingin, sakit kepala, keringat dingin, gemetaran, segera diajarkan minum air gula atau makan kemudian laporkan pada dokter. Pada hipoglikemia berat dimana kesadaran menurun sampai koma: b) Hipoglikemi pada dewasa: segera berikan dekstrosa (glukosa) 40% i.v. 25–50 mL, terus menerus sampai pasien sadar. Diikuti dengan infus glukosa 10% 500 mL dalam 6 jam, kemudian gula darah diperiksa tiap 1 jam sampai 2 X berturut-turut sampai kadar gula darah di atas 100 mg/dL. Atau setelah pasien sadar langsung dirujuk. c) Hipoglikemi pada anak : diberikan dekstrosa 10% sebanyak 2-5 mL/kgBB. Jika digunakan dekstrosa 20% maka diberikan dengan dosis 1-2,5 mL/kgBB, kemudian gula darah diperiksa tiap 1 jam sampai 2x berturut-turut sampai kadar gula darah di atas 100 mg/dL. Atau setelah pasien sadar langsung dirujuk. 5) Pencegahan: a) Pencegahan Primer: mencegah timbulnya penyakit DM pada populasi berisiko dengan mengendalikan faktor risiko diabetes dengan melakukan gaya hidup sehat, dengan menekankan kepatuhan. b) Pencegahan Sekunder: mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi dengan melakukan rujukan untuk melakukan : (1) Pemeriksaan A1C tiap 3-6 bulan (2) Pemeriksaan mikroalbuminuria, kreatinin, albumin/globulin dan ALT, kolesterol (total, LDL, HDL dan trigliserida), EKG, foto sinar-X dada, funduskopi tiap 1 (satu) tahun. (3) Pemeriksaan ankle brachial index, yaitu membandingkan tekanan darah sistolik pada arteri dorsalis atau arteri tibialis posterior terhadap tekanan darah sistolik pada arteri brachialis. Jika nilai <0,9 menunjukkan kecenderungan penyakit arteri perifer. 6) Deteksi dini pada kelompok masyarakat berisiko: a) usia 45 tahun b) ada riwayat keluarga DM c) riwayat pernah menderita diabetes gestasional d) riwayat berat badan lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2500 g. e) kegemukan (IMT 23 kg/m2) dan lingkar pinggang laki-laki ≥90 cm, perempuan ≥80cm f) kurangnya aktivitas fisik g) diet tidak sehat, dengan tinggi gula dan rendah serat h) hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg i) riwayat dislipidemia, kadar lipid (Kolesterol HDL ≤35 mg/dL dan atau Trigliserida 250 mg/dL) j) memiliki riwayat penyakit kardiovaskular.
83. HIPOGLIKEMIA RINGAN Definisi Suatu keadaan abnormal dimana kadar glukosa dalam darah < 50/60 mg/dl Penyebab -
3. Pada Diabetes Overdose insulin Asupan makanan berkurang (tertunda, lupa, terlalu sedikit), output yang berlebihan (muntah, diare), diet yang berlebihan Aktifitas berlebihan Gagal ginjal Hipotiroid 4. Non Diabetes Peningkatan produksi insulin Paska aktifitas berat Konsumsi makan yang sedikit kalori Konsumsi alcohol Paska melahirkan Post gastrectomy Penggunanan obat dalam dosis tinggi ( salisilat, sulfonamide)
Manifestasi klinik 1. Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu aktifitas sehari-hari 2. Penurunan glukosan (stressor) merangsang saraf simpatis sehingga sekresi adrenalin mengakibatkan tremor, takikardia, palpitasi, gelisah 3. Penurunan glukosa (stressor) merangsang saraf parasimpatis sehingga muncul rasa lapar, mual, tekanan darah menurun Tatalaksana 1. Diberikan 150-200 ml the manis atau jus buah atau 6-10 butir permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu 2. Biloa gejala tidak berkurang dalam 15 menit ulangi pemberiannya 3. Tidak dianjurkan untuk mengkomsumsi makanan tinggi kalori (coklat, kue, donat, ice cream)
84. Malnutrisi Energi Protein Definisi Kekurangan energi protein adalah keadan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari sehingga tidak memenuhi angaka kecukupan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah gizi kurang akibat konsumsi pangan tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan. Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS. Etiologi Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Primer a) Susunan makanan yang salah b) Penyedia makanan yang kurang baik c) Kemiskinan d) Ketidaktahuan tentang nutrisi e) Kebiasan makan yang salah. 2. Sekunder a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan struktur saluran). b) Gangguan psikologis. Klasifikasi KEP KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu: · KEP ringan, bila berat badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS. · KEP sedang, bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS. · KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS Manifestasi Klinis KEP berat secara klinis terdapat 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor. KEP ringan atau sedang disertai edema yang bukan karena penyakit lain disebut KEP berat tipe kwashiorkor. a. KEP berat tipe kwashiorkor Edema, umumnya seluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum pedis) Wajah membulat dan sembab Pandangan mata sayu Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis Pembesaran hati Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkupas (crazy pavement dermatosis)
Sering disertai: infeksi, anemia, diare.
b. KEP berat tipe marasmus Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit Wajah seperti orang tua Cengeng, rewel Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada Perut cekung Sering disertai: penyakit kronik, diare kronik. c. KEP berat tipe marasmik-kwashiorkor Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.Pada setiap penderita KEP berat, selalu periksa adanya gejala defisiensi nutrien mikro yang sering menyertai seperti xerophthalmia (defisiensi vitamin A), anemia (defisiensi Fe, Cu, vitamin B12, asam folat), stomatitis (vitamin B, C), dll. Cara Deteksi KEP KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu mengukur BB dan umur yang dibandingkan dengan indeks BB untuk standar WHO-NCHS sebagaimana tercantum dalam KMS Penatalaksanaan KEP KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis maupun lingkungannya. Pencegahan hendaknya meliputi faktor secara konsisten. Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi KEP : 1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare, melalui : a) Perbaikan : sanitasi, personal, lingkungan, terutama makanan dan peralatan. b) Pendidikan : dasar, kesehatan, gizi c) Program imunisasi Pencegahan penyakit erat kaitannya dengan lingkungan seperti TBC, Malaria, DHF, parasit (cacing). 2. Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare diwilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik. 3. Deteksi dini dan menejemen awal / ringan a) Memonitor tumbang dan status gizi balita secara kontinu b) Perhatikan khusus faktor resiko tinggi yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan status gizi (kemiskinan, ketidaktahuan penyakit infeksi) 4. Memelihara status gizi a) Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula. b) Setelah lahir segera diberi ASI ekslusif sampai 4 bulan c) Pemberian makanan tambahan (pendamping) ASI mulai usia 4 bulan secara bertahap d) Memperpanjang masa menyusui selama mungkin selama bayi menghendaki (maksimal 2 tahun). Pasien KEP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin sebagai berikut: a.Atasi/cegah hipoglikemia Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila < 35°C, suhu rektal 35,5°C). Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut. b.Atasi/cegah hipotermia Bila suhu rektal < 35,5°C: Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
Hangatkan dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu, selimuti Berikan antibiotik Suhu diperiksa sampai mencapai >36,5°C. c. Atasi/cegah dehidrasi Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali keadaan syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan pelan-pelan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. Gunakan larutan garam khusus yaitu Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition atau penggantinya). d.Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan. Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula. e.Koreksi defisiensi nutrien mikro Berikan setiap hari: Tambahan multivitamin Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama) Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari Tembaga (Cu) 0,2 mg/kgBB/hari Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/gBB/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kgBB/hari Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14: f. Mulai pemberian makan Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat berhati-hati karena keadaan sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme basal. Prinsip pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi, adalah: Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa Oral atau nasogastrik (jangan mulai dengan nutrisi parenteral) Energi: 100 kkal/kgBB/hari Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari Cairan: 130 ml/kg/BB/hari (100 ml/kgBB bila ada edema berat) Kegagalan pengobatan tercermin pada: 1.Tingginya angka kematian Bila mortalitas > 5%, perhatikan apakah kematian terjadi pada: Dalam 24 jam: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis terlambat atau tidak diatasi, atau proses rehidrasi kurang tepat Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan formula tidak tepat Malam hari: kemungkinan hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi makan 2. Kenaikan berat badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi Penilaian kenaikan BB: Baik : > 10 g/kgBB/hari Sedang : 5-10 g/kgBB/hari Kurang : < 5 g/kgBB/hari Kemungkinan kenaikan BB, antara lain: Pemberian makanan tidak adekuat Defisiensi nutrien tertentu: vitamin, mineral Infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati HIV/AIDS Masalah psikologik
Penanggulangan KEP a.
Pelayanan gizi
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status gizinya, selain melihat tandatanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai berikut : · KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun. · Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b) Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya. · KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya. B.Analisa Gizi dan Penilaian status gizi Subyektif : Anamnesa : identitas pasien, riwayat penyakit umum dan riwayat gizi Riwayat Gizi : -Riwayat asupan sehari-hari sebelum sakit -Kebiasaan makan -Pantangan -Keadaan penyakit dan faktor yang mempengaruhi status gizi, penurunan nafsu makan, tanda-tanda hipermetabolisme (contoh flushing, tremor, palpitasi, keringat berlebihan, frekuensi buang air besar meningkat dan gelisah) dan hipometabolisme (tanda yg berlawanan dari hiper-) - Lamanya penurunan nafsu makan (bila nafsu makan menurun, perlu ditanyakan lama penurunan terjadi) - Penurunan berat badan (berat badan sebelum sakit) - Bowel habit : kebiasaan buang air besar (BAB), ada tidaknya diare, ada tidaknya perubahan bentuk feses, obstipasi dan sakit perut - Toleransi makanan : untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap makanan, apakah terjadi gangguan pada saat atau sesudah mengkonsumsi makanan, terutama di saluran gastrointestinal (misal mual,muntah,kembung, kramp, diare) atau kelainan sistemik lainnya (misal timbul reaksi alergi) Obyektif: Pemeriksaan fisik Antropometrik : Tinggi badan dan berat badan serta indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus IMT adalah berat badan (kg)/ kuadrat tinggi badan (m2) Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :Klasifikasi IMT (kg/ m2) Malnutrisi berat < 16,0 Malnutrisi sedang 16,0 – 16,7 Berat badan kurang/ malnutrisi ringan 17,0 – 18,5 Berat badan normal 18,5 – 22,9 Berat badan kurang ≥ 23 Dengan resiko 23 – 24,9 Obes I 25 – 29,9 Obes II ≥ 30
Kurang Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor. - Marasmus : hilangnya massa lemak dan massa otot yang berat, akibat dari defisiensi kalori yang kronis - Kwashiorkor :pada umumnya disebabkan keadaan akut dan stres berat Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stres akut dan kegiatan jasmani. Biasanya digunakan rumus Broca. Rumus Broca : Berat badan idaman (BBI,kg) = [Tb (cm) -100] – 10% Pengecualian untuk laki-laki < 160 cm dan wanita < 150 cm, maka perhitungan BBI tidak dikurangi 10%. Jumlah kalori yang diberikan per hari diperhitungkan dari BBI dikali kebutuhan kalori basal (30 kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kkal/kgBB untuk wanita) ditambah kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30%) dan koreksi status gizi (ditambah kalau berat badan kurang dan dikurangi kalau berat badan berlebih) serta koreksi kalau ada stres akut. Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam pengaturan jadual makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk mengubah pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita
1. ERISIPELAS a. Definisi Erisipelas adalah infeksi kulit. b. Penyebab Streptococcus beta-haemolyticus. c. Gambaran Klinis 1) Pasien biasanya demam sampai menggigil, disertai malaise. 2) Bagian kulit yang terinfeksi tampak merah, edematus dan berkilat dengan batas yang tegas serta nyeri tekan. 3) Pada kulit yang edematus itu sering tumbuh vesikel dan bula. 4) Kelenjar getah bening regional sering membesar dengan nyeri tekan. d. Diagnosis Tanda-tanda peradangan kulit. e. Penatalaksanaan 1) Eritromisin 250-500 mg tiap 6 jam, pada anak 20-50 mg/kgBB selama 5–7 hari. 2) Kasus yang berat sebaiknya dirujuk ke rumah sakit. f. KIE 1) Tujuan pengobatan: eradikasi. 2) Efek samping eritromisin: diare, mual dan muntah. 3) Pencegahan: menjaga sanitasi lingkungan dan higiene perorangan. 4) Alasan rujukan: kasus yang berat.
2.
HERPES SIMPLEKS
a. Definisi Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang menulari manusia. Infeksi virus H. simplex ditandai dengan vesikel berkelompok di daerah mukokutan dengan kulit yang memerah. Kelainan dapat terjadi secara primer maupun sekunder. Herpes simpleks menyebabkan luka-luka yang sangat sakit pada kulit. b. Penyebab Penularan melalui kontak langsung. Virus H. simplex tipe 1 (HSV-1) adalah penyebab umum untuk luka-luka demam (cold sore) di sekeliling mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan herpes kelamin. Namun HSV-1 dapat menyebabkan infeksi pada kelamin dan HSV-2 dapat menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks. c. Gambaran Klinis 1) Infeksi virus ini mempunyai ciri adanya lesi primer lokal, latensi dan adanya kecenderungan rekurensi lokal. 2) Dua agen penyebab, HSV tipe 1 dan 2, umumnya menimbulkan sindrom klinis yang jelas, tergantung pada tempat masuknya. a) HSV tipe 1: (1) Infeksi primer mungkin ringan dan umumnya terjadi pada masa anak-anak dini sebelum usia 5 tahun. (2) Sekitar 10% infeksi primer menyebabkan bentuk penyakit yang lebih berat yang bermanifestasi demam dan malaise. (3) Ini bisa berlangsung selama seminggu atau lebih, dan dihubungkan dengan adanya lesi vesikuler dalam mulut, infeksi mata atau erupsi kulit generalisata yang memperberat eksema kronik. (4) Reaktivasi infeksi laten mengakibatkan adanya cold sore yang muncul sebagai vesikel bening pada dasar yang eritematus, biasanya di wajah dan bibir, yang berkrusta dan sembuh dalam beberapa hari. (5) Reaktivasi ini mungkin ditimbulkan oleh trauma, demam atau adanya penyakit lain yang sedang diderita. b) HSV tipe 2: (1) Virus ini adalah penyebab herpes genitalis, walau ini juga dapat disebabkan oleh virus tipe 1. (2) Herpes genitalis terjadi terutama pada orang dewasa dan ditransmisikan secara seksual. (3) Infeksi primer dan rekuren dapat terjadi, dengan atau tanpa gejala. d. Diagnosis Berdasarkan gambaran klinis. e. Penatalaksanaan Pengobatan:
1) Terapi mencakup: a) Salep dan larutan povidon-iodin. b) Asiklovir untuk herpes genitalis awal dan rekuren, 5 x 200 mg sehari, selama 5-10 hari. 2) Perawatan setempat untuk herpes simpleks sebaiknya termasuk membersihkan lukanya dengan air garam dan menjaganya tetap kering. f. KIE 1) Tujuan pengobatan: mengobati kelainan kulit dan mencegah penularan. 2) Pencegahan: hindari kontak dengan kelainan kulit yang terbuka. 3) Alasan rujuk: jika mengenai daerah kelamin, mata, atau berisiko ensefalitis.
3. HERPES ZOSTER a. Definisi Penyakit yang menyerang saraf perifer atau saraf tepi dan bermanifestasi di kulit. b. Penyebab Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella-zoster yang tinggal di ganglia paraspinal sesudah infeksi varicella. c. Gambaran Klinis 1) Mula-mula pasien mengalami demam atau panas, disertai nyeri yang terbatas pada satu sisi tubuh, terjadi paling sering pada badan atau wajah, jarang pada ekstremitas, yang nantinya timbul bercak. Beberapa hari kemudian (tiap orang tidak sama), muncul bercak kemerahan di bagian tubuh yang nyeri tadi makin hari menyebar dan membesar sampai sebesar biji jagung. 2) Makin lama, mengelupas dan tetap nyeri. 3) Setelah kering (ada yang seminggu, ada pula 2 atau 3 minggu) dan sembuh, kadang masih menyisakan nyeri. Sisa-sisa nyeri adakalanya masih muncul bertahun-tahun kemudian. Keadaan ini disebut nyeri post herpetic. 4) Bila pasien menderita demam dan ruam di satu dermatom di satu sisi tubuh, penyebabnya mungkin infeksi herpes simpleks. 5) Bila mengenai area mata, gejala berupa mata merah, kelopak mata bengkak, berair dan mengeluarkan sekret bening (serous) sampai purulen bila sudah terinfeksi bakteri. d. Diagnosis Vesikel yang berisi cairan jernih di salah satu sisi tubuh. e. Penatalaksanaan 1) Pengobatan lebih diarahkan untuk mengurangi gejala, misalnya pemberian antinyeri atau penurun panas atau obat untuk mengurangi rasa gatal pada periode masa penyembuhan. 2) Hingga kini belum ada obat spesifik. Pemakaian anti virus yang oleh beberapa ahli dikatakan bisa menghilangkan nyeri post herpetic ternyata masih memerlukan penelitian tapi tetap menjadi obat pilihan: Asiklovir 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari
3) Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder, misalnya kulit jadi bernanah atau terkelupas. 4) Pada mata, berikan tetes mata kloramfenikol sebagai preventif dan pengobatan infeksi bakteri. f. KIE 1) Tujuan penatalaksanaan: mengobati kelainan kulit dan mencegah penularan. 2) Pencegahan: hindari kontak dengan kelainan kulit yang terbuka. 3) Jangan berikan kortikosteroid topikal pada kasus infeksi mata
4. KUSTA a. Definisi Kusta atau lepra adalah suatu penyakit kulit menular menahun yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Serangan kuman yang berbentuk batang ini biasanya pada kulit, saraf tepi, mata, selaput lendir hidung, otot, tulang dan buah zakar. b. Penyebab Kuman Mycobacterium leprae. c. Gambaran Klinis Tanda utama (Cardinal sign): 1) Kelainan pada kulit, berupa bercak yang berwarna putih (hipopigmentasi) yang tak berasa atau kemerahan (eritematosus) yang mati rasa (makula anestesia). 2) Penebalan saraf tepi. 3) Gejala pada kulit, pasien kusta adalah pada kulit terjadi benjol-benjol kecil berwarna merah muda atau ungu. Benjolan kecil ini menyebar berkelompok dan biasanya terdapat pada mata dan mungkin juga timbul di hidung hingga menyebabkan perdarahan. 4) Gejala pada saraf, berkurangnya perasaan pada anggota badan atau bagian tubuh yang terkena. Kadang-kadang terdapat radang saraf yang nyeri. Adakalanya kaki dan tangan berubah bentuknya. Jari kaki sering hilang akibat serangan penyakit ini. Pasien merasa demam akibat reaksi penyakit tersebut. 5) Gejala pada mata, ditandai dengan mata merah, kehilangan alis, adanya sekret, dapat disertai dengan penurunan visus. 6) Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk. Bentuk leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Bentuk ini menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman. 7) Ada juga bentuk tuberkuloid yang mempunyai kelainan pada jaringan saraf yang mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan kulitnya mengandung sedikit kuman. Di antara bentuk leproma dan tuberkuloid ada bentuk peralihan yang bersifat stabil dan mudah berubah-ubah. 8) Penyakit ini ditularkan melalui kontak erat dari kulit ke kulit dalam waktu yang cukup lama. Namun ada dugaan bahwa penyakit ini juga dapat ditularkan melalui udara pernapasan dari pasien yang selaput hidungnya terkena. Tidak semua orang yang
berkontak dengan kuman penyebab akan menderita penyakit kusta. Hanya sedikit saja yang kemudian tertulari, sementara yang lain mempunyai kekebalan alami. 9) Masa inkubasi penyakit ini dapat sampai belasan tahun. Gejala awal penyakit ini biasanya berupa kelainan kulit seperti panau yang disertai hilangnya rasa raba pada kelainan kulit tersebut. d. Diagnosis Dari gejala klinik dan tes sensitivitas. e. Penatalaksanaan Klasifikasi Kusta menurut WHO untuk memudahkan pengobatan di lapangan: 1) PB ( Pauci Bacillery), lesi <5, tidak ditemukan basil 2) MB ( Multi Bacillary), lesi >5, ditemukan basil Prinsip Multi Drug Treatment (pengobatan kombinasi Regimen MDT-Standar WHO) 1) Regimen MDT-Pausibasiler a) Rifampisin - Dewasa : 600 mg/bulan, disupervisi - Berat badan < 35 kg : 450 mg/bulan - Anak 10 – 14 tahun : 450 mg/bulan (12–15 mg/kgBB/hari) Rifampisin: diminum di depan petugas (Hari pertama) - Dewasa : 600 mg/bulan - Anak 10 – 14 tahun : 450 mg/bulan - Anak 5 – 9 tahun : 300 mg/bulan Dapson : - Dewasa : 100 mg/hari - Anak 10 – 14 tahun : 50 mg/hari - Anak 5 – 9 tahun : 25 mg/hari Diberikan dalam jangka waktu 6 – 9 bulan. b) Dapson - Dewasa : 100 mg/hari - Berat badan < 35 kg : 50 mg/hari - Anak 10 – 14 tahun : 50 mg/hari (1–2 mg/kgBB/hari) - Lama pengobatan: diberikan sebanyak 6 regimen dengan jangka waktu maksimal 9 bulan. 2) Regimen MDT-Multibasiler a) Rifampisin - Dewasa : 600 mg/bulan, disupervisi Dilanjutkan dengan 50 mg/hari - Anak 10–14 tahun : 450 bulan (12 – 15 mg/kgBB/bulan) Rifampisin: diminum di depan petugas (Hari pertama) - Dewasa : 600 mg/bulan - Anak 10–14 tahun : 450 mg/bulan - Anak 5–9 tahun : 300 mg/bulan Klofazimin :
- Dewasa : 300 mg/bulan - Anak 10–14 tahun : 150 mg/bulan - Anak 5–9 tahun : 100 mg/bulan Dapson : - Dewasa : 100 mg/hari - Anak 10–14 tahun : 50 mg/hari - Anak 5–9 tahun : 25 mg/hari Diberikan sebanyak 12 blister dengan jangka waktu 12–18 bulan. b) Klofazimin - Dewasa : 300 mg/bulan, disupervisi Dilanjutkan dengan 50 mg/hari - Anak 10–14 tahun : 200 mg/bulan, disupervisi. Dilanjutkan dengan 50 mg selang sehari c) Dapson - Dewasa : 100 mg/hari. - Berat badan < 35 kg: 50 mg/hari - Anak 10-14 tahun : 50 mg/hari(1–2 mg/hari/kgBB/hari) - Lama pengobatan : diberikan sebanyak 24 regimen dengan jangka waktu maksimal 36 bulan sedapat mungkin sampai apusan kulit menjadi negatif. Bila sudah mengenai mata, dapat dilakukan pembersihan sekret disertai pemberian kloramfenikol tetes mata 1-2 tetes tiap 6 jam. Bila terjadi penurunan visus, rujuk ke spesialis mata.
f. KIE 1) Tujuan pengobatan: untuk pengobatan dan memutuskan rantai penularan. 2) Efek samping klofazimin: kulit berwarna coklat kemerahan dan akan pulih pasca pengobatan. 3) Pencegahan: melaporkan kasus kusta yang ditemukan. 4) Bila ditemukan kasus reaksi kusta segera dirujuk. 5) Berikan motivasi bahwa penyakit kusta dapat sembuh total. 6) Perlu diberikan pemeriksaan pada seluruh anggota keluarga pasien kusta. 7) Alasan rujukan: bila terjadi penurunan visus, rujuk ke spesialis mata.
5. MORBILI (Campak) a. Definisi Morbili ialah penyakit infeksi virus akut yang bermanifestasi dalam 3 stadium yaitu stadium kataral, erupsi dan konvalens. b. Penyebab
Penyebab penyakit campak adalah virus campak atau morbili. Pada awalnya, gejala campak agak sulit dideteksi. c. Gambaran Klinis Secara garis besar penyakit campak dibagi menjadi 3 fase: 1) Fase pertama disebut masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10–12 hari. Pada fase ini anak sudah mulai terkena infeksi tapi pada dirinya belum tampak gejala apapun. Bercakbercak merah yang merupakan ciri khas campak belum keluar. 2) Pada fase kedua (fase prodormal) barulah timbul gejala yang mirip penyakit flu seperti batuk, pilek dan demam. Mata tampak kemerah-merahan dan berair. Bila melihat sesuatu, mata akan silau (fotofobia). Di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3–4 hari. Terkadang anak juga mengalami diare. 1–2 hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38–40,5oC. 3) Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring dengan demam tinggi yang terjadi. Namun bercak tak langsung muncul di seluruh tubuh melainkan bertahap dan merambat. Bermula dari belakang telinga, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Warnanya pun khas; merah dengan ukuran yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil. Bercak-bercak merah ini dalam bahasa kedokterannya disebut makulopapuler. Biasanya bercak memenuhi seluruh tubuh dalam waktu sekitar 1 minggu, tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing anak. Umumnya jika bercak merahnya sudah keluar, demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun makin lama menjadi kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu. d. Diagnosis Bercak kemerahan terutama pada bagian atas badan. e. Penatalaksanaan Penanganan yang benar 1) Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya berat atau sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit. 2) Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan penyakitnya kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum mendapat imunisasi campak. 3) Beri pasien asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna karena anak campak rentan terjangkit infeksi lain seperti radang tenggorokan, flu atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung 1 bulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh pasien yang masih lemah. 4) Pengobatan secara simtomatik sesuai dengan gejala yang ada. 5) Pemberian fortivikasi vitamin A 50.000 UI untuk anak <6 bulan, 100.000 UI untuk anak 6-11 bulan, 200.000 UI untuk anak 12 bulan – 5 tahun, untuk mempercepat proses penyembuhan. Untuk pasien dengan gizi buruk diberikan vitamin A 3x. f. KIE 1) Tujuan pengobatan: mengurangi gejala dan mencegah komplikasi. 2) Pencegahan: pemberian Imunisasi morbili (campak).
3) Alasan rujuk: campak dengan komplikasi.
6.
SIFILIS
a. Definisi Sifilis atau yang disebut dengan 'raja singa' disebabkan oleh sejenis bakteri yang bernama Treponema pallidum. Bakteri yang berasal dari famili spirochaetaceae ini memiliki ukuran yang sangat kecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh. b. Penyebab Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya vagina, mulut atau melalui kulit). Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan. c. Gambaran Klinis Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1–13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3–4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan: 1)
Fase Primer. Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri. Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam waktu 3–12 minggu dan sesudahnya pasien tampak sehat secara keseluruhan.
2)
Fase Sekunder. Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6–12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru. Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut, kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya, peradangan di organ-organ tubuh. Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.
3)
Fase Laten.
Setelah pasien sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluhpuluh tahun atau bahkan sepanjang hidup pasien. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali muncul. 4)
Fase Tersier. Pada fase tersier pasien tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan sampai sangat parah, misalnya sifilis mengenai medulla spinalis (tabes dorsalis).
d. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. e. Penatalaksanaan 1) Obat pilihan: benzatin penisilin G dengan dosis tergantung stadium: a) Stadium I dan II : 4,8 juta UI b) Stadium laten : 7,2 juta UI 2) Cara : injeksi i.m. 2,4 juta UI/ kali dengan interval 1 minggu 3) Obat alternatif: a) Doksisiklin 100 mg tiap 12 jam, 14 hari untuk fase awal, 28 hari untuk fase lanjut; atau b) Eritromisin 500 mg tiap 6 jam 4) Lama pengobatan 30 hari (stadium I dan II) atau waktu yang lebih lama untuk stadium laten. 5) Evaluasi serologis (VDRL): 1 bulan setelah pengobatan selesai, ulangi tes serologis sifilis (TSS): a) Titer turun: tidak diberikan pengobatan lagi b) Titer naik : pengobatan ulang c) Titer tetap: observasi 1 bulan 1 bulan setelah observasi: a) Titer turun : tidak diberi pengobatan b) Titer naik atau tetap : pengobatan ulang 6) Pemantauan TSS: Pada bulan I, II, VI dan XII dan tiap 6 bulan pada tahun kedua. f. KIE 1) Tujuan penatalaksanaan: untuk penyembuhan dan pemutusan rantai penularan. 2) Efek samping: perlu hati-hati kemungkinan reaksi anafilaktik terhadap benzatin penisilin G. Siapkan perangkat penanganan reaksi syok anafilaktik. 3) Edukasi tentang penyakit, cara penularan, cara pencegahan dan pengobatan. 4) Sedapat mungkin penanganan pasangan seksualnya. 5) Merujuk spesimen darah untuk pemeriksaan laboratorium VDRL dan TPHA untuk penegakan diagnosis pasti. 6) Alasan rujuk: jika terjadi komplikasi atau kondisi parah 7. VARISELA
a. Definisi Varisela atau cacar air yang ditandai dengan vesikel di kulit dan selaput lendir ini sangat mudah menular melalui percikan ludah dan kontak. Penularan sudah dapat terjadi sejak 24 jam sebelum timbul kelainan kulit sampai 6 – 7 hari kemudian. b. Penyebab Virus Varicella zoster. c. Gambaran Klinis 1) Masa inkubasi 13 – 17 hari. 2) Gejala awal berupa pusing, sakit kepala, dan demam yang tidak begitu tinggi. Gejala ini tidak begitu jelas pada anak balita, tetapi menonjol pada anak usia diatas 10 tahun. 3) Pada orang dewasa keluhan ini dapat berat sekali. a) Kelainan kulit muncul mula-mula seperti pada morbili, berupa makula dan papula yang kemudian menjadi vesikel berisi cairan jernih. Perubahan ini berlangsung dalam waktu 24 – 48 jam. b) Ruam biasanya lebih banyak di badan dibandingkan dengan di anggota gerak. Yang khas pada varisela ini adalah berbagai macam ruam dapat ditemukan dalam satu saat. c) Pada bentuk yang berat kelainan kulit timbul di seluruh tubuh. d. Diagnosis Berdasarkan gambaran klinis dengan bentuk rash yang karakteristik (fluorosensi yang sifatnya papulo vesikuler yang multiforme dan proses penjalarannya sentrifugal). e. Penatalaksanaan 1) Pengobatan yang diberikan hanya bersifat simtomatis: parasetamol bila demam sangat tinggi. Jangan memberikan asetosal pada anak, karena dapat menimbulkan sindroma Reye. 2) Pasien dianjurkan tetap mandi. Kalium permanganat dan antiseptik lain tidak dianjurkan. 3) Kemudian beri bedak salisil 2%. Usahakan agar vesikel tidak pecah dan mengalami infeksi sekunder. 4) Bila ada infeksi sekunder berikan amoksisilin per oral 25–50 mg/kgBB/hari atau eritromisin 20-50 mg/kgBB. 5) Obat antivirus bermanfaat bila diberikan <24 jam setelah timbulnya kelainan kulit. 6) Antivirus dapat diberikan pada usia pubertas, dewasa, pasien yang tertular orang serumah, neonatus dari ibu yang menderita varisela 2 hari sebelum – 4 hari sesudah melahirkan. 7) Dosis asiklovir: dewasa: 5 x 800 mg sehari selama 7 hari. bayi dan anak: 4 x 20-40 mg/kgBB (maksimal 800 mg/hari) f. KIE 1) Tujuan pengobatan: simtomatik (mengurangi gejala). 2) Pencegahan: hindari kontak dengan pasien, menjaga personal higiene.
8. FOLIKULITIS SUPERFISIALIS Folikulitis superfisialis adalah radang folikel rambut dengan pustul berdinding tipis pada orifisium folikel yang terbatas didalam epidermis. Manifestasi klinis Tempat predileksi adalah ekstremitas terutama dibawah tungkai bawah, kulit kepala, muka terutama sekitar mulut. Kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa dan ditengahnya terdapat rambut, biasanya multipel dan sembuh setelah beberapa hari. Infeksi mungkin terjadi setelah gigitan serangga, tergores, atau akibat garukan dan trauma kulit lainnya. Penatalaksanaan Bersihkan daerah yang terkena dengan sabun antiseptik dan air 2 kali perhari, dan berikan salep antibiotik, misalnya mupirosin 5%. Kloksasilin / eritromycin peroral, diberikan terutama pada kasus rekurens atau sulit diobati. Cari dan hilangkan faktor predisposisi.
9. FURUNKEL, KARBUNKEL Furunkel atau bisul adalah penyakit infeksi akut pada folikel rambut dan perifolikuler, bulat, nyeri, berbatas tegas yang berakhir dengan supurasi ditengah. Jika lebih dari satu disebut dengan furunkulosis. Karbunkel adalah furunkel yang berkonfluensi dengan “ mata “ yang terpisah. Etiologi Biasanya staphylococcus aureus Faktor predisposisi
Alkoholisme, malnutrisi, gangguan fungsi neutrofil, faktor menurunnya daya tahan tubuh termasuk AIDS dan Diabetes Melitus. Histopatologi Adanya abses yang dalam dengan limfosit dan neutrofil dan pada kasus yang sudah lama terdapat sel plasma dan sel datia benda asing ( giant cell ). Manifestasi Klinis Keluhannya nyeri dengan nodus eritematosa berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat pustul. Kemudian melunak menjadi abses berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah. Tempat predileksi adalah yang banyak mengalami friksi, misal aksila, bokong, dan tengkuk / leher. Penatalaksanaan -
-
Jika hanya beberapa buah cukup dengan antibiotik topikal. Jika banyak diberikan antibiotik topikal dan sistemik. Untuk furunkel dini dapat diberikan kompres air hangat dan antibiotik, misal golongan beta laktam, eritromicyn atau sefalosporin per oral dengan dosis 1-2 gr/hr bergantung pada beratnya penyakit. Bila mengalami supurasi maka furunkel diinsisi. Cari dan hilangkan faktor predisposisi ( kalau berulang-ulang mendapat furunkulosis atau karbunkel ) misalnya Diabetes Melitus
10. EKTIMA Ektima adalah ulkus superfisial dengan krusta diatasnya, disebabkan oleh streptococcus beta hemolyticus, hampir selalu terjadi ditungkai bawah bagian anterior atau kaki bagian dorsal. Etiologi Stretococcuc beta hemolyticus Gejala Klinis Penyakit dimulai dengan vesikel atau vesiko-pustul yang membesar dan dalam beberapa hari menjadi krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi ditungkai bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus dangkal
dengan dasar kasar dan tepi meninggi. Lesi akan sembuh setelah beberapa minggu dengan sikatriks. Diagnosa banding Impetigo krustosa yang hanya terdapat pada anak, berlokasi dimuka, dan dasarnya adalah erosi. Penatalaksanaan Jika jumlahnya sedikit, krusta diangkat lalu dibersihkan dengan sabun dan air serta diolesi salep antibiotik, misalnya mupirosin 2 kali /hari. Jika banyak, juga diobati dengan antibiotik sistemik seperti penisilin,kloksasilin, atau eritromicyn secara oral atau parenteral. Cari dan hilangkan faktor predisposisi.
11. MOLUSKUM KONTAGIOSUM Moluskum kontagiosum adalah penyakit yang disebabkan virus poks dengan gambaran klinis berupa papul, pada permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan moluskum. Manifestasi Klinis Masa inkubasi satu sampai beberapa minggu. Kelainan kulit berupa papul miliar, kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang ditengahnya terdapat lekukan ( delle ). Jika dipijat, keluar massa putih seperti nasi. Tempat predileksi di muka, badan, dan ekstremitas. Pada orang dewasa didaerah pubis dan genitalia eksterna. Kadang timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi. Diagnosis Secara histopatologi dijumpai badan moluskum yang mengandung partikel virus. Penatalaksanaan Mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum dengan ekstraktor komedo, jarum suntik, kuret, elektrokauter, bedah beku. Pada orang dewasa, dilakukan terapi pada pasangan seksual.
12. ERITRASMA Definisi Eritrasma adalah penyakit bkteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh corynebacterium minitissismum ditandai dengan lesi berupa eritema dan skuama halus terutama didaerah ketiak dan lipat paha. Etiologi Bakteri corynebacterium minitissismum Gejala Klinis Gejala biasanya asimptomatis. Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa dan dianggap tidak begitu menular, eritrasma tidak menimbulkan keluhan obyektif, kecuali bila terjadi ekzematisasi oleh karena penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit. Manifestasi Klinis Eritrasma umumnya menyerang inguinal, ketiak, dan lipatan submammae ditandai oleh plak merah menyala pada awalnya dan akhirnya berngsur2 menjadi coklat, berbentuk tidak teratur, dan berbatas tegas. Lesi biasanya tanpa gejala meskipun beberapa pasien melapokan adanya pruritus ringan. Lesi diruang interdigital dari kaki ditandai dengan plak2 eritematosa, maserasi,scalling, melepuh, vesikel, dan bau busuk. Pada pemeriksaan dengan lampu wood, lesi terlihat berfluorosensi merah membara ( coral red ). Diagnosa banding Pityriasis versicolor, tinea cruris Penatalaksanaan -
-
-
Pencegahan atau profilaksis : mencuci dengan benzoil peroksida. Obat bubuk ( tidak menggunakan bubuk jagung pati ). Anti septik topikal gel : isopropil, etanol. Terapi topikal : lebih baik diberikan benzoil peroksida ( 2,5 % ) gel setiap hari, setelah mandi, selama 7 hari. Dapat juga diberikan eritromycin atau clindamicyun topikal 2 kali sehari selama 7 hari. Anti jamur spectrum luas yaitu : klotrimazole, miconazole atau econazole. Terapi oral : eritromicyn merupakan obat pilihan. 1 gr perhari ( 4x250mg ) untuk 2-3 minggu. Alternatif antibiotik juga dapat diberikan tetrasiklin selama 7 hari. Hasil yang baik juga telah dilaporkan dengan dosis tunggal 1 gr claritromicyn.
13. SKROFULODERMA Definisi Skrofuloderma merupakan bentuk dari tuberkulosis kutis yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis dan mikrobakteria atipikal. Skrofuloderma adalah tuberkulosis yang menyebabkan terbentuknya abses dingin ( cold abses ) dan kerusakan sekunder pada kulit, baik multibasiler atau pausibasiler. Etiologi Penyebabnya adalah mycobacterium tuberculosis Gambaran Klinis Skrofuloderma biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberculosis, berupa pembesaran kelenjar getah bening, tanpa tanda2 radang akut, selain tumor. Mula-mula hanya beberapa kgb yang diserang, lalu makin banyak dan sebagian berkonfluensi. Selain limfadenitis, juga terdapat periadenitis yang menyebabkan perlekatan kgb, tersebut dengan jaringan disekitarnya. Kemudian kelenjar2 tersebut mengalami perlunakan tidak serentak mengakibatkan onsistensinya menjadi bermacam2 yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang akan menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan dikeluarkan nanahnya ( abses dingin ). Abses dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan, melainkan berfluktuasi ( bergerak bila ditekan,menandakan bahwa isinya cair ). Abses dingin akan memecah dan membentuk fistel. Kemudian muara fistel meluas, hingga menjadi ulkus, yang mempunyai sifat khas, yakni bentuknya memanjang dan tidak teratur, disekitarnya berwarna kebiru2an ( vivid ), dinding bergaung; jaringan granulasinya tertutup oleh pus serospurulen, jika menjadi kering kusta berwarna kuning. Ulkus2 tersebut dapat sembuh spontan menjadi sikatrik2 yang juga memanjang dan tidak teratur. Kadang2 diatas sikatriks tersebut terdapat jembatan kulit ( skin bridge ), bentuknya seperti tali, yang kedua ujungnya melekat pada sikatriks tersebut, hingga sonde dapat dimasukkan. Diagnosis banding Pada skrofuloderma dileher biasanya gambaran klinisnya khas, sehingga tidak perlu diadakan diagnosa banding Pemeriksaan penunjang - Pemeriksaan bakteriologik : penting untuk menentukan etiologinya, tapi memerlukan waktu yang lama ( 8 minggu untuk kultur dan binatang percobaan ) selain itu pada pembiakan hanya 21,7% yang positif - Pemeriksaan histopatologik : lebih penting daripada pemeriksaan bakteriologik untuk menegakkan diagnosis karena hasilnya cepat yaitu dalam 1 minggu.
-
-
Tes Tuberculin ( Mantoux Test ) : mempunyai arti pada usia 5 tahun kebawah dan jika positif hanya berarti pernah atau sedang menderita penyakit tuberculosis. Hasil tes mantoux menunjukkan tanda positif pada keseluruhan 17 pasien ( 100 % ) dengan pnyakit tuberculosis verrucosa cutis, 18 pasien ( 81,8 % ) pada penyakit lupus vulgaris, dan 6 pasien ( 60% ) pada penyakit skrofuloderma. Reaksi berantai polimerase : spesimen berupa jaringan biopsi, keuntungannya hasil cepat diperoleh dan spesimen yang diambil hanya sedikit. LED : pada tuberkulosis kutis LED meninggi, tetapi peninggian LED ini lebih penting untuk pengamatan hasil pengobatan daripada untuk membantu penegakan diagnosis. Peninggian LED berarti terjadi kerusakan jaringan.
Penatalaksanaan Perbaiki keadaan umum, misalnya gizi dan anemia. Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai hasil yang baik,hendaknya diperhatikan sebagai berikut. Kriteria penyembuhan pada skrofuloderma ialah : semua ulkus dan fistel telah menutup, seluruh kelenjar getah bening mengecil ( kurang daripada 1 cm dan berkonsistensi keras ), dan sikatriks yang semula eritematosa menjadi tidak eritematosa lagi. LED dapat dipakai sebagai pegangan untuk menilai penyembuhan pada penyakit tuberkulosis. Jika terjadi penyembuhan LED akan menurun dan menjadi normal.
14. IMPETIGO Definisi Impetigo adalah penyakit kulit yang menular yang disebabkan bakteri dan biasanya menyerang anak2 atau pioderma superfisialis yang hanya terbatas pada epidermis. Etiologi Disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus B hemolitycus. Ada 3 bentuk impetigo : - Impetigo nonbulosa/krustosa/kontagiosa Ditandai dengan : lesi berupa krusta kuning kotor dengan daerah eritem disekitarnya. Lesi selalu berawal dari kulit wajah atau ekstremitas yang telah mengalami trauma. Awalnya terbentuk beruntus merah kecil yang kemudian menjadi beruntus bernanah yang cepat pecah dan berubah menjadi keropeng berwarna kuning atau awalnya berupa vesikel/pustula kecil dan dalam waktu singkat berubah menjadi plak berkrusta berwarna keemasan seperti madu, menebal dan mudah lepas. - Impetigo bulosa
-
Pengobatan -
-
-
Ditandai dengan : adanya vesikel berisi cairan jernih yang berkembang cepat menjadi bula berdinding tipis yang kemudian berisi pus. Bula berdinding tipis biasanya lembek kadang-kadang tegang mudah pecah dan berisi cairan berwarna jernih, kekuningan sampai putih atau pus yang berwarna kuning. Ciri-ciri berupa kemerahan dikulit dan terdapat gelembung-gelembungseperti kulit yang tersundut rokok. Predileksi pada daerah yang sering terkena gesekan. Paling sering terjadi pada wajah, pantat, ketiak, dada, punggung dan daerah yang tidak tertutup pakaian. Gejala konstitusi biasanya menyertai kelainan ini berupa demam dan malaise. Impetigo neonatorum Dapat terjadi pada daerah yang memakai popok. Serupa dengan impetigo bulosa tetapi lokasinya generalisata. Disertai gejala konstitusi yaitu demam.
Impetigo nonbulosa : jika jumlah lesi sedikit bersihkan lalu beri salep antibiotik. Bila lesi banyak dan luas berikan antibiotik sistemik seerti golongan penisilin, eritromicyn atau golongan sefalosporin dan injeksi benzatin penisillin. Untuk infeksi streptococcus pada anak2 dapat diberikan penisillin 4x250mg selama 5-7 hr, sedangkan untuk infeksi campuran staphylococcus diberikan eritromicyn, kloksasilin, atau sefalosporin dengan dosis yang sama dengan diatas selama 7-10 hr. Kompres 1-2x sehari untuk membersihkan krusta lalu diberi salep kombinasi basitrasin polimiksin B. Impetigo bulosa : memberikan salep antibiotik atau cairan antiseptik setelah vesikel / bula dipecahkan. Kompres dengan solutio acid salisilic 0,1%, dilanjutkan dengan antibiotika topikal seperti salep mupirocin 2%. Jika lesi lebih banyak atau lebih luas berikan antibiotik sistemik seperti golongan eritromicyn, penisillinresistant penisillin ( kloksasilin ),sefalosporin, klindamicin atau kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat. Yang terpenting memperbaiki higiene. Impetigo neonatorum : sama seperti impetigo bulosa jika lesi luas dan banyak maka berikan antibiotik sistemik, sedangkan untuk pengobatan antibiotik topikal dapat diberikan bedak salisil 2%.
TINEA KAPITIS Definisi
: infeksi jamur superfisialis yang menyerang kulit kepala dan rambut.
Penyebab
: Golongan dermatofita, terutama T. rubrum, T. Mentagrophytes dan M. gypseum.
Umur
: umumnya anak-anak sekolah dasar.
Jenis kelamin : anak pria lebih banyak dari anak wanita.
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit : kebersihan yang buruk dan kontak dengan binatang peliharaan seperti anjinng atau kucing berperan dalam penularan. Gejala singkat penyakit : perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : Jamur masuk ke dalam kulit kepala atau rambut, dan selanjutnya berkembang membentuk kelainan di kepala tergantung dari bentuknya. Biasanya memberi keluhan gatal atau nyeri. Pemeriksaan kulit Lokalisasi
: daerah kulit kepala dan rambut.
Efloresensi
: tergantung dari jenisnya :
1. Gray pacth ring worm : papel-papel miliar sekitar muara rambut, rambut mudah putus, meninggalkan alopesia yang berwarna coklat. 2. Black dot ring worm : infeksi jamur dalam rambut atau di luar rambut, rambut putus tepat pada permukaan kulit, meninggalkan makula coklat berbintik hitam, dan warna rambut sekitarnya suram. 3. Kerion : pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil dengan skuamasi akibat radang lokal, rambut putus dan mudah dicabut. 4. Tinea favosa : bintik-bintik berwarna merah kuning ditutupi oleh krusta yang berbentuk cawan (skutula). Berbau busuk, rambut di atasnya putus-putus dan mudah dicabut. Diagnosis banding : 1. Alopesia areata (dengan bentuk black dot), biasanya kulit tampak licin dan berwarna coklat. 2. Dermatitis seboroika (dengan bentuk tinea favosa), rambut tampak berminyak, kulit kepala ditutupi skuama yang berminyak. 3. Psoriasis (dengan bentuk tinea favosa), sisik (skuama) tebal, berwarna putih mengkilat dan bersifat kronik residif.
Penatalaksanaan : Sistemik : - Griseofulvin 10-25 mg/kg BB; dewasa 500 mg/hari. - Ketokonazole 5-10 mg/kg BB; dewasa 200 mg/hari selama 7-14 hari. Topikal : Mencuci kepala menggunakan shampoo desinfektan antimikotik seperti larutan asam salisilat, asam benzoat, dan sulfur presipitatum. TINEA BARBAE
Definisi
: bentuk infeksi jamur dermatofita pada daerah dagu/jenggot yang menyerang
kulit dan folikel rambut. Penyebab
: Biasanya oleh golongan Trichophyton dan Microsporum.
Umur
: Selalu pada orang dewasa, tidak pernah pada anak-anak.
Jenis kelamin : Biasanya pada pria dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit : higiene yang kurang baik, yang kotor dan biasanya didaerah yang tropis dan kelembaban tinggi. Gejala singkat penyakit : perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : penderita biasanya mengeluh gatal dan pedih pada daerah yang terkena disertai bintik-bintik kemerahan yang kadang bernanah. Pemeriksaan kulit Lokalisasi
: Biasanya pada daerah dagu/jenggot, tapi dapat menyebar ke wajah dan leher
Efloresensi
: Rambut daerah yang terkena menjadi rapuh dan tidak mengkilat, tampak reaksi
radang pada folikel berupa kemerahan, edema, kadang-kadang ada pustula. Diagnosis banding : 1. Dermatitis kontak alergika 2. Akne kistika 3. Dermatitis seboroika Penatalaksanaan: Umum : -
Rambut daerah jenggot dicukur bersih
-
Jaga kebersihan umum
Khusus
:
-
Sistemik : dapat diberikan griseofulvin 500 mg – 1 gram/hari selama 2-4 minggu.
-
Topikal : kompres sol kalium permanganas 1:4.000 atau sol asam asetat 0,025% 2-3 kali sehari. antifungi sol tinactin epilasi rambut yang terinfeksi antibiotik bila ada infeksi skunder
TINEA KORPORIS
Definisi
: penyakit kulit yang disebabkan jamur superfasialis golongan
dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan dan tungkai. Penyebab
: golongan jamur dermatofita, yang tersering adalah Epidermophyton floccosum
atau T. rubrum. Umur
: semua umur, tetapi lebih sering menyerang orang dewasa, pria dan wanita.
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia, terutama pada derah tropis, insiden meningkat pada kelembaban udara yang tinggi. Lingkungan yang kotor/kebersihan lingkungan mempengaruhi perorangan dalam perkembangan penyakit pada kulit manusia Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : Gejala subyektif : keluhan gatal, terutama bila berkeringat. Gejala Obyektif
: Makula hiperpigmentasi dengan tepi yang lebih aktif.
Oleh karena gatal dan digaruk, lesi akan meluas, terutama pada daerah kulit yang lembab. Lokalisasi
: Wajah, angota gerak atas dan bawah, dada, punggung.
Eflorosensi
: Lesi berbetuk makula/plak yang merah/ hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan
penyembuhan sentral. Pada tepi lesi ditemukan papel-papel eritematosa atau vesikel. Pada perjalanan penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran lesi dapat polisiklis, anular atau geografis. Diagnosis banding : 1. Morbus Hansen : makula eritematosa dengan tepi sedikit aktif, terutama MH tipe tuberkuloid. 2. Pitiriasis rosea : gambaran macula eritematosa dengan tepi sedikit meninggi, ada papula, skuama. Diameter panjang lesi menuruti garis kulit. 3. Neurodermatitis sirkumskripta : macula eritematosa berbatas tegas terutama pada daerah tengkuk, lipat paha dan lipat siku. Penatalaksanaan : Umum : meningkatkan kebersihan badan, menghindari pakaian yang tak menyerap keringat. Khusus : - Sistemik : antihistamin, griseofulvin untuk anak-anak : 15-20 mg/kg BB/hari, dewasa : 500-1000mg/hari. - Topikal : salep whietfiled, ketokonazol, imidazol. TINEA MANUS
Definisi Penyebab
: infeksi dermatofita pada tangan. : T. Mentagrophytes dan T. Rubrum
Dapat menyerang semua umur, pria dan wanita, semua bangsa, daerah tropis mempertinggi infeksi, panas dan lembab mempermudah jamur masuk ke kulit. Kebersihan yang kurang, dan keadaan basah merupakan predisposisi infeksi. Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : Ada 2 tipe : vesikuler meradang dan skuamosa tak meradang; gambaran penyakit dapat berupa vesikel-vesikel atau skuama dengan eritema yang berbatas tegas disertai rasa gatal. Lokalisasi
: mulai pergelangan tangan sampai ke ujung kaki.
Eflorosensi
: makula eritematosa dengan tepi aktif, berbatas tegas. Terdapat vesikel atau
skuama di atasnya. Diagnosis banding : 1. Dermatitis kontak alergika : ada riwayat kontak dengan sensitizer tertentu. 2. Dyshidrotic dermatitis : pada pemeriksaan dengan KOH, tidak ditemukan elemen-elemen jamur. 3. Dermatitis Numularis. Penatalaksanaan
: dapat diberikan preparat haloprogin, asam salisilat dan derivate imidazol.
TINEA UNGUINUM Definisi
: infeksi jamur pada lempeng kuku, yang dapat disebabkan oleh
dermatofita, kandida, dan jamur kapang lain. Dapat ditularkan langsung atau tak langsung. Penyebab
: T. Mentagrophytes dan T. Rubrum
Lebih sering menyerang pada orang dewasa, bersamaan dengan tinea pedis et manus, pria dan wanita, pada orang yang banyak bekerja dengan air kotor, lingkungan yang lembab atau basah yang sering kontak dengan air kotor. Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : keluhan utama berupa kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, lapuk dan rapuh dapat dimulai dari arah distal (perimarginal) atau proksimal. Bagian yang bebas tampak menebal. Lokalisasi
: semua kuku jari tangan dan kaki.
Eflorosensi
: kuku menjadi rusak dan rapuh serta suram warnanya, permukaan kuku menebal,
di bawah kuku tampak dendritus yang mengandung elemen-elemen jamur. Pada infeksi ringan hanya dijumpai bercak-bercak putih dan kasar di permukaan (leukonikia). Diagnosis banding
:
1. Onikodistrofi Candida Albicans : biasanya dimulai dari proksimal. 2. Onikodistrofi akibat trauma : jelas dimulai dengan trauma, disusul kerusakan kuku. 3. Psoriasis pada kuku : tampak tebal dan pada permukaan dapat terlihat pits. Penatalaksanaan
:
Umum
: meningkatkan kebersihan/higiene penderita.
Khusus
: -
Sistemik : Griseofulvin dosis anak 15-20 mg/kg/ BB/hari, dosis dewasa 500-
-
1.000 mg/hari selama 2-4 minggu. Topikal : salep whitfield I, II. Kompres asam salisilat 5%, asam benzoate 10% dan resorsinol 5% dalam spiritus, imidazole dan siklopiroksolamin dalam bentuk cairan.
TINEA KRURIS (ekzema marginatum) Definisi
: infeksi jamur dermatofita pada daerah kruris dan sekitarnya.
Penyebab
: seringkali oleh E. floccosum, namun dapat pula oleh T. rubrum dan T
mentagrophytes yang ditularkan secara langsung atau tak langsung. Kebanyakan menyerang pada orang dewasa dan pria lebih sering daripada wanita, paling banyak didaerah tropis, musim panas, banyak keringat, kebersihan yang kurang diperhatikan, lingkungan yang kotor dan lembab. Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : rasa gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan dapat sampai ke genitalia; ruam kelit berbatas tegas, eritematosa dan bersisik; semakin hebat bila berkeringat. Lokalisasi
: region ingunalis bilateral, simetris. Meluas ke perineum, sekitar anus,
intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke suprapubis dan abdomen bagian bawah. Eflorosensi
: macula eritematosa nummular sampai geografis, berbatas tegas dengan tepi lebih
aktif terdiri dari papula atau pustule. Bila kronik macula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama di atasnya. Diagnosis banding
:
1. Eritrasma
: batas lesi tidak tegas, jarang disertai infeksi, fluoresensi merah bata yang
khas dengan sinar wood. 2. Kandidiasis : lesi relative lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit. 3. Psoriasis intertriginosa : skuama lebih tebal dan berlapis-lapis. Penatalaksanaan -
: Seperti pengobatan jamurnya. Topikal : salep atau antimikotik. Lokasi ini snagat peka nyeri, jadi konsentrasi obat harus lebih rendah dibandingkan lokasi lain, misalnya asam salisilat,
-
asam benzoate, sulfur dsb. Sistemik : diberikan bila lesi luas dan kronik; griseofulvin 500-1.000 mg selama 2-3 minggu atau ketokonazol.
TINEA PEDIS (athlete’s foot) Definisi
: infeksi jamur superficial pada pergelangan kaki, telapak dan sela-sela jari.
Penyebab
: Ephidermophyton, Trichophyton, Microsporum dan C. Albicans, yang ditularkan
secara kontak langsung atau tak langsung. Dapat menyerang pria dan wanita, semua umur , iklim yang panas memperburuk penyakit, udara panas dan lembab serta sepatu sempit sering mempermudah infeksi. Gejala singkat penyakit
:
Bentuk klinik 1. Tipe papulo-skuamosa hiperkeratotik kronik : Jarang didapati vesikel dan pustule, sering pada tumit dan tepi kaki dan kadangkadang sampai ke punggung kaki. Eritema dan plak hiperkeratotik di atas daerah lesi yang mengalami likenifikasi. Biasanya simetris, jarang dikeluhkan dan kadangkadang tak begitu dihiraukan oleh penderita. 2. Tipe intertriginosa kronik : Manifestasi klinis berupa fisura pada jari-jari, tersering pada sela jari kaki ke-4 dan h, basah dan maserasi disertai bau yang tak enak. 3. Tipe suakut : Lesi intertriginosa berupa vesikel atau pustule. Dapat sampai ke punggung kaki dan tumit dengan eksudat yang jernih, kecuali bila mengalami infeksi skunder. Proses subakut dapat diikuti selulitis, limfangitis, limfadenitis dan erisepelas. 4. Tipe akut :
Gambaran lesi akut, eritema, edema, berbau. Lebih sering menyerang pria. Kondisi hiperhidrosis dan maserasi pada kaki, statis vascular, dan bentuk sepatu yang kurang baik terutama merupakan predisposisi untuk mengalami infeksi. Lokalisasi
: interdigitalis, antara jari-jari ke-3, 4 dan 5 serta telapak kaki.
Eflorosensi
:
Fisura pada sisi kaki, beberapa millimeter sampai 0,5 cm. Sisik halus putih kecoklatan. Vesikula miliar dan dalam Vesikulopustula miliar sampai lentikular pada telapak kaki dan sela-sela jari. Hiperkeratotik biasanya pada telapak kaki.
Diagnosis banding 1. Kandidiasis
: : biasanya terdapat skuama yang berwarna putih pada sela jari ke-4, 5 dan
ada lesi-lesi satelit. 2. Akrodermatitis pertans : terlihat radang, vesikel-vesikel yang dalam, steril. 3. Pustular-bacterid : secara klinis susah dibedakan, tapi dengan biakan dapat ditemukan agen penyebab. Penatalaksanaan : Profilaksis sangat penting, mengeringkan kaki dengan baik setiap habis mandi, kaus kaki yang selalu bersih dan bentuk sepatu yang baik. Griseofulvin 500 mg sehari selama 1-2 bulan. Salep whitfield I dan II, toltaftat dan toksilat berkhasiat baik. TINEA VERSIKOLOR Definisi
: infeksi jamur superficial yang ditandai oleh adanya macula di kulit, skuama
halus disertai rasa gatal. Penyebab
: Malassezia furfur/Pityrosporum orbiculare.
Dapat menyerang semua umur, pria dan wanita, kurangnya kebersihan memudahkan penyebaran tinea versikolor. Keadaan basah atau berkeringat banyak, menyebabkan stratum korneum melunak sehingga mudah dimasuki Malassezia furfur. Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : biasanya timbul macula dalam berbagai ukuran dan warna, ditutupi sisik halus rasa gatal, atau tanpa keluhan dan hanya gangguan kosmetik saja.
Lokalisasi
: dapat terjadi dimana saja di permukaan kulit, lipat paha, ketiak, leher, punggung,
dada, lengan, wajah dan tempat-tempat tak tertutup pakaian. Eflorosesnsi
: berupa macula yang dapat hipopigmentasi, kecoklatan, keabuan atau kehitam-
hitaman dalam berbagi ukuran, dengan skuama halus di atasnya. Diagnosis banding : 1. Eritrasma. Etiologi : Corynebacterium minutissima. 2. Pitiriasis rosea. Gambaran eflorosensi sejajar dengan garis-garis kulit, ada “medallion” atau herald patch. Penatalaksanaan : Umum : menjaga higiene perseorangan. Khusus : Bentuk macular : salep whitfield atau larutan natrium tiosulfat 20% dioleskan setiap hari. Bentuk folikular : dapat dipakai toisulfas natrikus 20-30%. Obat-obat anti jamur golongan imidazol (mikonazole, klotrimazol dan tolsiklat) dalam krim atau salep 12% juga berkhasiat. 141. VULNUS LASERATUM, PUNCTUM
1. Pengertian. Vulnus laceratum ( Luka Robek ) adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan. Vulnus Punctum ( Luka Tusuk ) Luka ini disebabkan oleh benda runcing memanjang. Dari luar luka tampak kecil, tetapi didalam mungkin rusak berat.Derajat bahaya tergantung atas benda yang menusuk ( besarnya, kotornya ) dan daerah yang tertusuk. Secara umum luka dapar dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Simple, bila hanya melibatkan kulit. 2) Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya. Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam ( 50 % ) misalnya karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan lalu lintas, trauma arteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera : 1) Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding. 2) Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat.
3) Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis menunjukan pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami vasokontriksi dan retraksi sehingga masuk ke jaringan karen elastisitasnya. 2. Etiologi. Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: 1) Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit. 2) Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir. 3) Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin. 4) Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan berbagai korosif lainnya. 3. Patofisiologi. Jenis-jenis luka dapat dibedakan dua bagian, yaitu luka tertutup dan luka terbuka, luka terbuka yaitu dimana terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya : luka lecet ( vulnus excoratiol ), luka sayat ( vulnus invissum ), luka robek ( vulnus laceratum ), luka potong ( vulnus caesum ), luka tusuk ( vulnus iktum ), luka tembak ( vulnus aclepetorum), luka gigit ( vulnus mossum ), luka tembus ( vulnus penetrosum ), sedangkan luka tertutup yaitu luka tidak terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya luka memar. 4. Tanda dan Gejala. Tanda-tanda umum adalah syok dan syndroma remuk ( cris syndroma ), dan tanda-tanda lokal adalah biasanya terjadi nyeri dan pendarahan. Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan darah menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otot-otot pada daerah yang luka, sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal yang mengakibatkan kelainan yang disebut “lower Nepron / Neprosis”, tandanya urine berwarna merah, disuria hingga anuria dan ureum darah meningkat. 5. Pemeriksaan Diagnostik. Pemeriksaan diagnostik yang dinilai adalah pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit, pada pendarahan Hb dan Ht akan menurun disertai leukositosis, sel darah merah yang banyak dalam sedimen urine menunjukan adanya trauma pada saluran kencing, jika kadar amilase 100 unit dalam 100 mll, cairan intra abdomen, memungkinkan trauma pada pankreas besar sekali. 6. Penanganan luka meliputi: 1. Wound Cleansing
Langkah membersihkan luka secara umum adalah: Lakukan tindakan a dan antiseptic Anestesi local (kecuali pada luka bakar kemungkinan memrlukan general anestesi) Mechanical Scrubbing, menggosok luka dengan kassa steril, memakai larutan antiseptik Dilusi dan irrigasi 500-2000 cc atau 50-100 cc/panjang luka, tergantung dari luas dan kotornya luka. o Larutan yang digunakan adalah NS o Dilanjutkan dengan klorheksidin atau betadin o Kembali irigasi dan dilusi sampai benar-banar bersih
2. Debridemen Pembersihan luka dan debridemen diawali pada lapisan superfisial jaringan sampai ke lapisan terdalam. Perhatikan tanda-tanda jaringan avital/mati, yaitu warna lebih pucat, lebih rapuh dan tidak berdarah Buang jaringan avital dengan pisau atau gunting, perhatikan anatomi daerah tersebut, jangan mencederai vascular atau nervus Lakukan debridement sampai jaringan yang normal terlihat, biasanya terlihat adanya perdarahan dari jaringan yang dipotong. 3. Penutupan Luka Jika luka bersih dan jaringan kulit dapat menutup, maka lakukan jahitan primer. Jika luka bersih namun diperkirakan produktif, misalnya kemungkinan seroma atau infeksi, maka pansanglah drain. Jika luka kotor, maka lakukan perawatan luka terbuka untuk selanjutnya dilakukan hekting sekunder. 4. Medikamentosa Antibiotik Tujuan pemberian atibiotik adalah untuk profilaksis
Topikal /larutan/Salep Mengurangi pembaentukan krusta yang dapat menghambat epitaelisasi Mencegah kassa melekat pada luka Mengurangi tingkat infeksi Sistemik berupa sediaan oral ataupun parenteral.
5. Pemberian Anti Tetanus Pemberian tetanus toksoid dilakukan jika belum atau lama tidak mendapatkan booster TT. Jika telah mendapat booster sebelumnya, cukup diberikan anti tetanus serum yang terlebih dahulu dilakukan skin test.
142. LUKA BAKAR DERAJAT 1 DAN 2 Kompetensi : 4 dan 3A Laporan Penyakit : 1901
ICD X : S02,T02
a. Definisi Luka Bakar adalah cedera pada jaringan tubuh akibat panas, bahan kimia maupun arus listrik. b. Penyebab Akibat panas, bahan kimia maupun arus listrik. c. Gambaran Klinis Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman luka: 1) Luka bakar derajat I Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah, nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau membengkak. Jika ditekan, daerah yang terbakar akan memutih; belum terbentuk lepuhan. 2) Luka bakar derajat II Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh, dasarnya tampak merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri. 1) Luka bakar derajat III Menyebabkan kerusakan yang paling dalam. Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar. Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan rambut/bulu di tempat tersebut mudah dicabut dari akarnya. Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah mengalami kerusakan. Jika jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka cairan akan merembes dari pembuluh darah dan menyebabkan pembengkakan. Kehilangan sejumlah besar cairan karena perembesan tersebut bisa menyebabkan terjadinya syok. Tekanan darah sangat rendah sehingga darah yang mengalir ke otak dan organ lainnya sangat sedikit.
d. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. e. Penatalaksanaan Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan pasiennya tidak perlu dirawat di rumah sakit. Untuk membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka lebih lanjut, sebaiknya lepaskan semua pakaian pasien. Kulit segera dibersihkan dari bahan kimia (termasuk asam, basa dan senyawa organik) dengan mengguyurnya dengan air. Luka Bakar Ringan Jika memungkinkan, luka bakar ringan harus segera dicelupkan ke dalam air dingin. Luka bakar kimia sebaiknya dicuci dengan air sebanyak dan selama mungkin. Di tempat praktek dokter atau di ruang emergensi, luka bakar dibersihkan secara hati-hati dengan sabun dan air untuk membuang semua kotoran yang melekat. Jika kotoran sukar dibersihkan, daerah yang terluka diberi obat bius dan digosok dengan sikat. Lepuhan yang telah pecah biasanya dibuang. Jika daerah yang terluka telah benar-benar bersih, maka dioleskan krim antibiotik (misalnya perak sulfadiazin). Untuk melindungi luka dari kotoran dan luka lebih lanjut, biasanya dipasang verban. Sangat penting untuk menjaga kebersihan di daerah yang terluka, karena jika lapisan kulit paling atas (epidermis) mengalami kerusakan maka bisa terjadi infeksi yang dengan mudah akan menyebar. Jika diperlukan, untuk mencegah infeksi bisa diberikan antibiotik, Untuk mengurangi pembengkakan, lengan atau tungkai yang mengalami luka bakar biasanya diletakkan/digantung dalam posisi yang lebih tinggi dari jantung. Pembidaian harus dilakukan pada persendian yang mengalami luka bakar derajat II atau III, karena pergerakan bisa memperburuk keadaan persendian. Mungkin perlu diberikan obat pereda nyeri selama beberapa hari. Pemberian booster tetanus disesuaikan dengan status imunisasi pasien. f.
KIE Pasien langsung dirujuk jika: 1) Luka bakar yang sedang, berat atau membahayakan nyawa pasien 2) Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki. 3) Terkena arus listrik dan sambaran petir. 4) Pasien akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik dan benar di rumah. 5) Pasien berumur < 2 tahun atau > 70 tahun. 6) Terjadi luka bakar pada organ dalam.
143. KEKERASAN TUMPUL Kekerasan dengan menggunakan benda tumpul. Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah: 1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam. 2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka yakni: 1. Abrasi
2. Laserasi 3. Kontusi/ruptur 4. Fraktur 5. Kompresi 6. Perdarahan Abrasi Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya. Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas. Kontusio Superfisial. Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya. Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.
Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa. Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren. Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel – sel lemak, cairan lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan. Kontusio pada organ dan jaringan dalam. Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian. Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh. Laserasi Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi. Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan. Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip. Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta.
Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain. Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan. Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.
Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi. Luka leceet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan. Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit atau terbuka. Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan. Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur. Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya. Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya. Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat
terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur. Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian. Kompresi Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi pertukaran udara. Perdarahan Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan ¼ volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan ½ volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena. Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh
perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan. Cedera Kepala Cedera Kepala pada Penutup Otak Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater, atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik. Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh, melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu penting dalam bidang forensik. Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid. Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural. Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural. Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri. Perdarahan Epidural (Hematoma) Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai “lucid interval” Perdarahan Subdural (Hematoma)
Perdarahan ini timbul apabila terjadi “bridging vein” yang pecah dan darah berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka “lucid interval” juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang fatal. Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak. Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri. Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan darah, dapat bersifat fatal. Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang subdural. Perdarahan Subarakhnoid
Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya antara lain: 1. Nontraumatik: a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak b. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid 2. Traumatik: a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan perdarahan subarakhnoid b. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang menyebabkan robeknya arteri vertebralis c. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala. Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian. Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut. Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk,
perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala. Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma. Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar otak.Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian. Kontusio otak Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan
dan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.
Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala, kranium, dan otak. Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup. Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi yang ada., diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail. Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar. Perdarahan kecil dinamakan ‘ball hemorrhages’ sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan. PENANGANAN
Tergantung dari akibat yang ditimbulkannya.Bila ringan, semacam :Vulnus contusum ( luka memar ), Abrasi ( lecet ), Vulnus laceratum ( luka robek ) maka bias dilakukan pengompresan, salep untuk memar dan bila robek bias dilakukan jahit luka dan pemberian antibiotika. Bila akibat yang ditimbulkannya berat lebih baik dirujuk.
144. KEKERASAN TAJAM Kekerasan yang disebabkan oleh benda tajam. Benda tajam seperti pisau, pemecah es, kapak, pemotong, dan bayonet menyebabkan luka yang dapa dikenali oleh pemeriksa. Tipe lukanya akan dibahas di bawah ini : Luka insisi Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet. Karena gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam. Panjang dan kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan jaringan yang terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya yang rata. Luka tusuk Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua sudutnya tajam. Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata. Jaringan elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan bentuk senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis lengkung pada seluruh area tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan panjang. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya
menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan : 1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih dalam maupun pada organ. 2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor. 3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan. 4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang digunakan. 5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan besar. Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang digunakan. Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai tulang rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau patah pada
ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau yang tertancap pada tulang dengan pasangannya. Luka Bacok Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan menggunakan instrument yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak kecil, atau parang. Terkadang bayonet dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan ini. Luka alami yang disebabkan oleh senjata jenis tersebut bervariasi tergantung pada ketajaman dan berat senjata. Makin tajam instrument makin tajam pula tepi luka. Sebagaimana luka lecet yang dibuat oleh instrument tajam yang lebih kecil, penipisan terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat. Abrasi lanjutan dapat ditemukan pada jenis luka tersebut pada sisi diseberang tempat penipisan, yang disebabkan oleh hapusan bilah yang pipih. Pada instrumen pembacok yang diarahkan pada kepala, sudut besatan bilah terkadang dapat dinilai dari bentuk patahan tulang tengkorak. Sisi pipih bilah bisa meninggalkan cekungan pada salah satu sisi patahan, sementara sisi yang lain dapat tajam atau menipis. Berat senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga tulang di bawah luka yang dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan menggunakan instrumen yang lebih berat. Pernah dilaporkan bahwa parang dapat membuat seluruh gigi lepas. Kerusakan tulang yang hebat tidak pernah disebabkan oleh pisau biasa. Juga perlu dicatat kemungkinan diakukannya pemelintiran setelah terjadi bacokan dan dalam upaya melepaskan senjata. Gerakan tersebut, jika dilakukan dengan tekanan, dapat mengakibatkan pergeseran tulang, umumnya didekat kaki-kaki luka bacok. Efek utama dari luka tusuk, luka lecet, dan luka bacok adalah perdarahan. Disfungsi karena kerusakan saraf di ekstremitas juga dapat dicatat. Luka tusuk yang dalam dapat mengenai organ-organ dalam. intrumen teramat kecil yang menyebabkan luka tipe tusuk dapat menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan normal dapat kembali tertutup setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang keluar setelahnya. Pemecah es, awls, dan hatpins diakui dapat menyebabkan luka jenis tersebut. Bentuk alami terpotongnya arteri besar dan jantung oleh karena luka tusuk menyebabkan perdarahan lebih lambat dibandingkan kerusakan yang sama yang disebabkan luka tembak. PENANGANAN
Tergantung akibat yang ditimbulkannya.Bila tidak begitu luas, tidak dalam dan lokasi kekerasan tajam tidak pada organ berbahaya bias dilakuakan perawatan luka kemudian dijahit dan pengobatan dengan antibiotika. Bila berat dan berbahaya maka dirujuk.
JENIS PELAYANAN DAN FORMULARIUM PELAYANAN GIGI PUSKESMAS KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 2014 I. PENGOBATAN A. ABSES GIGI Definisi : Abses gigi adalah pengumpulan nanah yang telah menyebar dari sebuah gigi ke jaringan di sekitarnya, biasanya berasal dari suatu infeksi. Abses gigi yang dimaksud adalah abses pada pulpa dan periapikal. Penatalaksanaan : - Pasien dianjurkan berkumur dengan air garam hangat atau obat kumur iodium povidon setiap 8 jam selama 3 hari. - Jika abses meluas dapat diberikan : Dewasa : amoksisilin 500 mg dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam selama 5 hari Anak : amoksisilin 10-15 mg/kgBB, setiap 6-8 jam selama 5 hari - Simtomatik : parasetamol atau ibuprofen atau asam mefenamat atau non steroid antiinflamasi yang lain Dewasa : 500 mg setiap 6-8 jam atau sesuai obat yang diberikan Anak : 10-15 mg/kgBB, setiap 6-8 jam - Bila tidak ada , maka dirujuk ke untuk penanganan selanjutnya sesuai indikasi. - Bila ada dengan fasilitas memadai, maka dapat dilakukan tindakan lebih lanjut sesuai kompetensi . B. PULPITIS AKUT Definisi : Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri, merupakan reaksi terhadap toksin bakteri pada karies gigi. Penatalaksanaan : - Bila tidak ada tenaga kesehatan gigi, lubang gigi dibersihkan ekskavator dan semprot air, lalu dikeringkan dengan kapas dan dimasukkan pellet kapas yang ditetesi eugenol. - Berikan analgetik bila diperlukan : Dewasa : parasetamol 500 mg 3 – 4 x sehari, atau analgesik lainnya seperti ibuprofen atau asam mefenamat atau non steroid antiinflamasi yang lain Anak : parasetamol 10 – 15 mg/kgBB 3 – 4 x sehari
-
Bila sudah ada peradangan jaringan periapikal, lihat Abses gigi. Dirujuk ke untuk penanganan selanjutnya sesuai dengan indikasi.
C. GINGIVITIS Definisi : Gingivitis adalah inflamasi gingiva marginal atau radang gusi.
Penatalaksanaan : - pasien dianjurkan untuk memperbaiki kebersihan mulut dan berkumur dengan 1 gelas air hangat ditambah 1 sendok teh garam, atau bila ada dengan obat kumur iodium povidon setiap 8 jam selama 3 hari. - Bila kebersihan mulut sudah diperbaiki dan tidak sembuh, rujuk ke Rumah Sakit untuk perawatan selanjutnya perlu dipikirkan kemungkinan sebab sistemik. - Di rujuk ke untuk penanganan selanjutnya yaitu membersihkan karang gigi, jika di Puskesmas belum bisa melakukan pembersihan karang gigi. D. PERIODONTITIS Definisi : Periodontitis adalah peradangan jaringan periodontium yang lebih dalam merupakan lanjutan dari peradangan gingiva. Penatalaksanaan : - Karang gigi, saku gigi, impaksi makanan dan penyebab lokal lainnya harus dibersihkan/diperbaiki. - Pemberian antibiotik amoksisilin 500 mg dan metronidazole 250 mg setiap 8 jam selama 5 hari. - Pasien dianjurkan berkumur ½ - 1 menit dengan larutan povidon 1 %, setiap 8 jam selama 3 hari. - Bila sudah sangat goyah, gigi harus sudah dicabut. - Analgesik jika diperlukan. - Di rujuk ke untuk penanganan selanjutnya yaitu membersihkan karang gigi, jika di Puskesmas belum bisa melakukan pembersihan karang gigi. E. PERIKORONITIS AKUT Definisi : Perikoronitis akaut adalah peradangan jaringan lunak sekitar mahkota gigi yang sedang erupsi, terjadi pada molar ketiga yang sedang erupsi. Penatalaksanaan : - Pemberian antibiotik amoksisilin 500 mg dan metronidazol 250 mg setiap 8 jam selama 5 hari. - Pasien dianjurkan berkumur selama ½ - 1 menit dengan larutan povidon iodin 1 %, setiap 8 jam selama 3 hari. - Pemberian parasetamol 500 mg 3 – 4 x sehari atau analgesik lain seperti ibuprofen atau asam mefenamat atau non steroid antiinflamasi yang lain.
-
Bila tidak ada , maka dirujuk ke untuk penanganan selanjutnya sesuai dengan indikasi. Bila ada dengan fasilitas memadai, maka dapat dilakukan tindakan lebih lanjut sesuai kompetensi .
F. TRAUMA GIGI DAN JARINGAN PENYANGGA Definisi : Trauma gigi adalah hilangnya kontinuitas jaringan karies gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis. Penatalaksanaan : - Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan mulut. Jaringan lunak harus dirawat dengan baik. - Pembersihan dan irigasi yang perlahan dengan saline akan membantu mengurangi jumlah jaringan yang mati dan resiko adanya keadaan anaerobik. Antiseptik permukaan juga digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri. - Pemberian antibiotik diperlukan hanya sebagai profilaksis bila terdapat luka pada jaringan lunak sekitar. Apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan kembali. - Simptomatik : pemberian parasetamol 500 mg 3 – 4 x sehari, atau analgetik lainnya ibuprofen atau asam mefenamat atau non steroid antiinflamasi yang lain. - Bila tidak ada , maka dirujuk ke untuk penanganan selanjutnya sesuai dengan indikasi. - Bila ada dengan fasilitas memadai, maka dapat dilakukan tindakan lebih lanjut sesuai kompetensi . G. STOMATITIS Definisi: Stomatitis adalah penyakit yang terjadi di rongga mulut berupa ulserasi pada mukosa, bisa tunggal atau multiple yang disertai rasa sakit Penatalaksanaan : Menentukan diagnosis ulkus yang terjadi : stomatitis akibat traumatik, kebersihan mulut yang jelek atau hormonal/stres Menghilangkan penyebab terjadinya ulkus Olesi luka (ulkus) dengan cotton pellet yang telah diberi cairan antiseptik yaitu povidon iodin Beri resep obat-obatan analgetik : : parasetamol 500 mg 3 – 4 x sehari atau ibuprofen atau asam mefenamat atau golongan non steroid antiinflamasi yang lain antibiotik: amoksisilin 500 mg, setiap 8 jam selama 5 hari. obat kumur povidon iodin atau klorhexidin obat topical : triamsinolon (kenalog)
-
vitamin C. Bila stomatitis setelah selesai pengobatan belum ada perubahan rujuk ke Rumah sakit
II. PENCABUTAN GIGI SUSU Definisi: Pencabutan gigi adalah suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Gigi susu adalah gigi sementara pada manusia yang nanti akan tanggal dan diganti oleh gigi tetap (di sebut gigi susu karena warnanya putih seperti susu). A. Pencabutan gigi susu dengan topikal anestesi Definisi : Pencabutan gigi susu dengan topikal anestesi adalah tindakan melepaskan gigi susu dari socketnya di rongga mulut dengan topikal anestesi. Anestesi adalah tindakan untuk menghilangkan seluruh sensasi rasa pada tempat yang dituju. Topikal anestesi adalah tindakan anestesi yang diaplikasikan secara topikal pada permukaan jaringan. Anestetikum dapat berbentuk pasta, cairan, atau semprotan. Penatalaksanaan : - melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrument dasar : Gigi susu goyang derajat 2 atau 3, Gigi susu yang kesundulan dengan goyang derajat 2 atau 3 Akar gigi yang tidak didukung oleh alveolus atau goyah derajat 3 atau resorbsi 2/3 panjang akar, - menegakkan diagnosa : Gigi luksasi Gigi persistensi dengan luksasi - melakukan desinfeksi sekitar gigi yang akan dicabut dan area yang akan dianestesi dengan Povidon Iodida 2%, - mengambil gulungan kapas yang telah diberi anestetikum topikal berupa semprotan chlor ethyl atau pasta topikal - menempelkan gulungan kapas pada gusi di lokasi gigi yang akan dicabut dan mengambil tang sesuai dengan gigi yang akan dicabut, - melakukan aplikasi tang, yaitu menempatkan paruh tang dengan baik, - melakukan adaptasi tang yang dilanjutkan dengan tekanan cengkeram, - melakukan gerakan luksasi sambil ditarik ke arah bukal/labial dan lingual/palatinal sampai gigi keluar dari soketnya, - melakukan penekanan alveolus dilakukan dengan menggunakan kapas di atas alveolus dan digigit oleh pasien, - memberikan instruksi setelah pencabutan, yaitu : Menggigit kapas selama 30 menit atau sampai darah berhenti keluar,
-
Mengompres dingin pada pipi, kalau perlu diulang beberapa kali (lamanya cukup 10 menit), Jangan sering meludah dan berkumur, Jangan makan di sisi yang baru dicabut, Menghindari makanan dan minuman hangat atau panas, hindari juga makanan dan minuman yang mengandung alkohol, Jangan memegang atau mengkorek bekas luka, Jangan melakukan gerakan menghisap atau menyedot (termasuk merokok), Minum obat yang diberikan sesuai aturan, Bila perdarahan atau rasa sakit berlanjut, segera kembali ke Puskesmas
memberikan analgetik (parasetamol 10 – 15 mg/kgBB) sesuai dengan indikasi dan diminum jika sakit.
B. Pencabutan gigi susu dengan anestesi infiltrasi Definisi : Pencabutan gigi susu dengan anestesi infiltrasi adalah tindakan melepaskan gigi susu dari socketnya di rongga mulut dengan anestesi injeksi. Anestesi adalah tindakan untuk menghilangkan seluruh sensasi rasa pada tempat yang dituju. Anestesi infiltrasi adalah cara anestesi dengan menginsersikan jarum/spuit berisi larutan anestetikum tertentu ke dalam jaringan yang dituju. Penatalaksanaan : - melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrument dasar : Gigi susu yang kesundulan, biasanya belum goyang - menegakkan diagnosa : Gigi persistensi, - melakukan desinfeksi sekitar gigi yang akan dicabut dan area yang akan dianestesi dengan Povidon Iodida 2%, - mengambil spuit dan mengisinya dengan zat anestetikum, - menginsersikan jarum pada bagian bukal/labial dan lingual/palatal dari gigi yang akan dicabut, - melakukan aspirasi - mendeponirkan zat anestetikum, - menginstruksikan pada pasien untuk menunggu reaksi anestetikum, - menanyakan pada pasien apakah pipi/bibir/lidah sudah terasa baal (teranestesi) atau belum, - melakukan sondasi di sekeliling servik, - memisahkan gigi dari gusi dengan bein, - mengambil tang sesuai dengan gigi yang akan dicabut,
-
-
-
-
melakukan aplikasi tang, yaitu menempatkan paruh tang dengan baik, melakukan adaptasi tang yang dilanjutkan dengan tekanan cengkeram, melakukan gerakan luksasi sambil ditarik ke arah bukal/labial dan lingual/palatinal sampai gigi keluar dari soketnya, memeriksa alveolus untuk mengetahui ada tidaknya jaringan patologis, fraktur, atau debris. Bila diperlukan, memberi obat atau bahan untuk menghentikan perdarahan (spon gelatin hemostatik) atau melakukan jahitan. melakukan kompresi alveolus dengan tekanan jari, penekanan alveolus menggunakan kapas dengan Povidon Iodida 2% di atas alveolus dan digigit oleh pasien, memberikan instruksi setelah pencabutan, yaitu : Menggigit kapas selama 30 menit atau sampai darah berhenti keluar, Mengompres dingin pada pipi, kalau perlu diulang beberapa kali (lamanya cukup 10 menit), Jangan sering meludah dan berkumur, Jangan makan di sisi yang baru dicabut, Menghindari makanan dan minuman hangat atau panas, hindari juga makanan dan minuman yang mengandung alkohol, Jangan memegang atau mengkorek bekas luka, Jangan melakukan gerakan menghisap atau menyedot (termasuk merokok), Minum obat yang diberikan sesuai aturan, Bila perdarahan atau rasa sakit berlanjut, segera kembali ke Puskesmas memberikan amoksisilin 10-15 mg/kgBB setiap 6-8 jam selama 5 hari dan parasetamol 10 – 15 mg/kgBB.
III. PENCABUTAN GIGI TETAP Definisi: Pencabutan gigi adalah suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Gigi tetap adalah gigi yang tumbuh tetap mulai usia 6 tahun. A. Pencabutan gigi tetap dengan topikal anestesi Definisi : Pencabutan gigi tetap dengan topikal anestesi adalah tindakan melepaskan gigi tetap dari socketnya di rongga mulut dengan topikal anestesi. Anestesi adalah tindakan untuk menghilangkan seluruh sensasi rasa pada tempat yang dituju. Topikal anestesi adalah tindakan anestesi yang diaplikasikan secara topikal pada permukaan jaringan. Anestetikum dapat berbentuk pasta, cairan, atau semprotan. Penatalaksanaan : - melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrument dasar :
-
-
Gigi tetap goyang derajat 2 atau 3, Akar gigi yang tidak didukung oleh alveolus atau goyah derajat 3 atau resorbsi 2/3 panjang akar, menegakkan diagnosa : Gigi luksasi melakukan desinfeksi sekitar gigi yang akan dicabut dan area yang akan dianestesi dengan Povidon Iodida 2%, mengambil gulungan kapas yang telah diberi anestetikum topikal berupa semprotan chlor ethyl atau pasta topikal menempelkan gulungan kapas pada gusi di lokasi gigi yang akan dicabut, mengambil tang sesuai dengan gigi yang akan dicabut, melakukan aplikasi tang, yaitu menempatkan paruh tang dengan baik, melakukan adaptasi tang yang dilanjutkan dengan tekanan cengkeram, melakukan gerakan luksasi sambil ditarik ke arah bukal/labial dan lingual/palatinal sampai gigi keluar dari soketnya, melakukan penekanan alveolus dilakukan dengan menggunakan kapas di atas alveolus dan digigit oleh pasien, memberikan instruksi setelah pencabutan, yaitu : Menggigit kapas selama 30 menit atau sampai darah berhenti keluar, Mengompres dingin pada pipi, kalau perlu diulang beberapa kali (lamanya cukup 10 menit), Jangan sering meludah dan berkumur, Jangan makan di sisi yang baru dicabut, Menghindari makanan dan minuman hangat atau panas, hindari juga makanan dan minuman yang mengandung alkohol, Jangan memegang atau mengkorek bekas luka, Jangan melakukan gerakan menghisap atau menyedot (termasuk merokok), Minum obat yang diberikan sesuai aturan, Bila perdarahan atau rasa sakit berlanjut, segera kembali ke Puskesmas memberikan analgetik (parasetamol 500 mg) sesuai dengan indikasi dan diminum jika sakit.
B. Pencabutan gigi tetap dengan anestesi infiltrasi Definisi : Pencabutan gigi tetap dengan anestesi infiltrasi adalah tindakan melepaskan gigi susu dari socketnya di rongga mulut dengan anestesi injeksi. Anestesi adalah tindakan untuk menghilangkan seluruh sensasi rasa pada tempat yang dituju. Anestesi infiltrasi adalah cara anestesi dengan menginsersikan jarum/spuit berisi larutan anestetikum tertentu ke dalam jaringan yang dituju
Penatalaksanaan : - melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrument dasar : Gigi mati dengan perkusi (-) palpasi (-) CE (-) Sisa akar dengan perkusi (-) palpasi (-) CE (-) Keadaan umum baik - menegakkan diagnosa : Nekrosis pulpa , Radices - Menentukan rencana perawatan yaitu pencabutan gigi dengan anestesi infiltrasi - melakukan desinfeksi sekitar gigi yang akan dicabut dan area yang akan dianestesi dengan Povidon Iodida 2%, - mengambil spuit dan mengisinya dengan zat anestetikum, - menginsersikan jarum pada bagian bukal/labial dan lingual/palatal dari gigi yang akan dicabut, - melakukan aspirasi - mendeponirkan zat anestetikum, - menginstruksikan pada pasien untuk menunggu reaksi anestetikum, - menanyakan pada pasien apakah pipi/bibir/lidah sudah terasa baal (teranestesi) atau belum, - melakukan sondasi di sekeliling servik, - memisahkan gigi dari gusi dengan bein, - mengambil tang sesuai dengan gigi yang akan dicabut, - melakukan aplikasi tang, yaitu menempatkan paruh tang dengan baik, - melakukan adaptasi tang yang dilanjutkan dengan tekanan cengkeram, - melakukan gerakan luksasi sambil ditarik ke arah bukal/labial dan lingual/palatinal sampai gigi keluar dari soketnya, - memeriksa alveolus untuk mengetahui ada tidaknya jaringan patologis, fraktur, atau debris. Bila diperlukan, memberi obat atau bahan untuk menghentikan perdarahan (spon gelatin hemostatik) atau melakukan jahitan. - melakukan kompresi alveolus dengan tekanan jari, penekanan alveolus menggunakan kapas dengan Povidon Iodida 2% di atas alveolus dan digigit oleh pasien, - memberikan instruksi setelah pencabutan, yaitu : Menggigit kapas selama 30 menit atau sampai darah berhenti keluar, Mengompres dingin pada pipi, kalau perlu diulang beberapa kali (lamanya cukup 10 menit), Jangan sering meludah dan berkumur, Jangan makan di sisi yang baru dicabut, Menghindari makanan dan minuman hangat atau panas, hindari juga makanan dan minuman yang mengandung alkohol,
-
Jangan memegang atau mengkorek bekas luka, Jangan melakukan gerakan menghisap atau menyedot (termasuk merokok), Minum obat yang diberikan sesuai aturan, Bila perdarahan atau rasa sakit berlanjut, segera kembali ke .
memberikan amoksisilin 500 mg setiap 6-8 jam selama 5 hari dan parasetamol 500 mg atau analgesik lainnya
C. Pencabutan gigi tetap dengan anestesi blok mandibula Definisi : Pencabutan gigi tetap dengan anestesi blok mandibula adalah tindakan melepaskan gigi susu dari socketnya di rongga mulut dengan anestesi injeksi. Anestesi adalah tindakan untuk menghilangkan seluruh sensasi rasa pada tempat yang dituju. Anestesi blok mandibula adalah tindakan menghilangkan rasa sakit pada suatu daerah tertentu karena pemberian anestesi pada pusat syaraf mandibula. Penatalaksanaan : - melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrument dasar : Gigi mati dengan perkusi (-), palpasi (-) dan CE (-) Sisa akar dengan perkusi (-) palpasi (-) Keadaan umum baik - menegakkan diagnosa : Nekrosis pulpa Radices - Menentukan rencana perawatan yaitu pencabutan gigi dengan anestesi blok mandibula - Melakukan desinfeksi sekitar gigi yang akan dicabut dan area yang akan dianestesi dengan Povidon Iodida 2%, - Meletakkan telunjuk pada permukaan oklusal gigi molar supaya menyentuh sudut oklusal - Melakukan palpasi untuk menemukan trigonum retromolar dengan kuku menghadap lidah, kemudian kuku menyandar pada linea oblique interna - mengambil spuit dan mengisinya dengan zat anestetikum, - menusukkan jarum dekat ujung jari , tabung suntik terletak antar P1 dan P2 pada sisi yang berlawanan. - Bila sudah menyentuh tulang, dokter gigi menarik jarum sedikit, mensejajarkan tabung dengan bidang oklusal sisi yang dianastesi, - mengaspirasi dan mengeluarkan anestetikum 0.5 cc, - mengembalikan tabung suntik ke posisi semula, antara gigi C dan P1, - mengarahkan ke bidang oklusal mencapai foramen mandibula sampai menyentuh tulang,
-
mengaspirasi lalu mengeluarkan anestetikum 1 cc, Untuk bagian bukal, petugas melakukan anestesi infiltrasi sebanyak 0,5 cc mengeluarkan jarum, menginstruksikan pada pasien untuk menunggu 5 – 15 menit untuk melihat reaksi anestetikum, - menanyakan pada pasien apakah pipi/bibir/lidah sudah terasa baal (teranestesi) atau belum, - melakukan sondasi di sekeliling servik, - memisahkan gigi dari gusi dengan bein, - mengambil tang sesuai dengan gigi yang akan dicabut, - melakukan aplikasi tang, yaitu menempatkan paruh tang dengan baik, - melakukan adaptasi tang yang dilanjutkan dengan tekanan cengkeram, - melakukan gerakan luksasi sambil ditarik ke arah bukal/labial dan lingual/palatinal sampai gigi keluar dari soketnya, - memeriksa alveolus untuk mengetahui ada tidaknya jaringan patologis, fraktur, atau debris. Bila diperlukan, memberi obat atau bahan untuk menghentikan perdarahan (spon gelatin hemostatik) atau melakukan jahitan. - melakukan kompresi alveolus dengan tekanan jari, penekanan alveolus menggunakan kapas dengan Povidon Iodida 2% di atas alveolus dan digigit oleh pasien, - memberikan instruksi setelah pencabutan, yaitu : Menggigit kapas selama 30 menit atau sampai darah berhenti keluar, Mengompres dingin pada pipi, kalau perlu diulang beberapa kali (lamanya cukup 10 menit), Jangan sering meludah dan berkumur, Jangan makan di sisi yang baru dicabut, Menghindari makanan dan minuman hangat atau panas, hindari juga makanan dan minuman yang mengandung alkohol, Jangan memegang atau mengkorek bekas luka, Jangan melakukan gerakan menghisap atau menyedot (termasuk merokok), Minum obat yang diberikan sesuai aturan, Bila perdarahan atau rasa sakit berlanjut, segera kembali ke Puskesmas - memberikan amoksisilin 500 mg setiap 6-8 jam selama 5 hari dan parasetamol 500 mg IV. Perawatan Kaping pulpa Definisi : Perawatan kaping pulpa adalah tahap-tahap cara melakukan perawatan kaping pulpa. Kaping pulpa adalah perlindungan terhadap pulpa sehat yang sedikit terbuka dengan cara memberikan bahan atau obat antiseptik dan sedatif. Penatalaksanaan :
-
-
-
melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrumen dasar, kavitas dengan kedalaman dentin, sondasi (+/-), perkusi (-), palpasi (-), CE (+) menegakkan diagnosis yaitu pulpitis reversibel menentukan rencana perawatan yaitu kaping pulpa membuka kavitas dengan bur bulat sambil diperdalam melebarkan kavitas dengan bur fisur sambil menghilangkan jaringan karies membersihkan kavitas dari sisa-sisa preparasi dan jaringan karies yang lunak dengan ekscavator membersihkan kavitas dengan kapas yang telah dibasahi klorhexidin 2% atau akuades steril mengeringkan kavitas dengan kapas steril mengisolasi gigi dengan cotton roll (daerah kerja dalam mulut harus tetap kering) mengaplikasikan bahan kaping pulpa yaitu kalsium hiroksida atau kalsium hidroksida + pasta iodoform (metapex), pada permukaan kavitas setebal 0,2 – 0,3 mm menggunakan plastis instrument menutup kavitas dengan bahan tambalan sementara (caviton) meminta pasien untuk kembali lagi 2 minggu kemudian. Jika pada kunjungan kedua tidak ada keluhan maka tambalan sementara dibongkar dan ditumpat dengan tambalan permanen (SIK ART) Jika perawatan kaping pulpa gagal (ada keluhan setelah 2 minggu) maka dilakukan perawatan mumifikasi (pulpotomi) meresepkan obat pereda nyeri (analgetik) parasetamol 500 mg (dewasa) dan diminum jika terasa sakit
V. Perawatan Mummifikasi pulpa (Pulpotomi) Definisi : Perawatan mumifikasi pulpa (pulpotomi) adalah tahap – tahap cara melakukan mumifikasi pulpa (pulpotomi) Mumifikasi pulpa (pulpotomi) adalah pengambilan jaringan pulpa pada bagian mahkota gigi sampai kamar pulpa, dan tetap mempertahankan jaringan pulpa pada saluran akar dalam keadaan mati, terfiksasi dan tetap steril Penatalaksanaan : A. Kunjungan pertama - melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrumen dasar, kavitas dengan kedalaman pulpa dengan sondasi (+), perkusi (-), palpasi (-) dan CE (+) - menegakkan diagnosis yaitu pulpitis irreversibel - menentukan rencana perawatan yaitu mumifikasi pulpa (pulpotomi) - membuka kavitas dengan bur bulat sambil diperdalam - melebarkan kavitas dengan bur fisur sambil menghilangkan jaringan karies - membersihkan kavitas dari sisa-sisa preparasi dan jaringan karies yang lunak dengan ekscavator - membersihkan kavitas dengan kapas yang telah dibasahi klorhexidin 2% atau akuades steril - mengeringkan kavitas dengan kapas steril
-
mengisolasi gigi dengan cotton roll (daerah kerja dalam mulut harus tetap kering) mengaplikasikan obat devitalisasi pulpa (septodont) secukupnya yang dibungkus kapas dan ditetesi sedikit eugenol - menutup kavitas dengan tambalan sementara (caviton) - menginstruksikan pasien untuk kembali lagi 3 atau 4 hari kemudian - meresepkan obat pereda nyeri (analgetik) parasetamol 500 mg (dewasa) dan diminum jika terasa sakit B. Kunjungan kedua - membuka tambalan sementara dan membuang obat devitalisasi (jika gigi masih vital yaitu CE (+) maka ulangi devitalisasi) - mempreparasi atap pulpa dengan memotong atap pulpa menggunakan ekscavator, kalau keras bisa menggunakan bur bulat - mengambil jaringan pulpa pada kamar pulpa dengan ekscavator sampai orifis terlihat semua - melakukan irigasi kamar pulpa menggunakan larutan natrium hipoklorit 2% dan H202 3% atau klorhexidin 2% atau , kemudian kavitas dikeringkan menggunakan kapas steril - memasukkan bahan dressing CHKM ke kamar pulpa (bahan dressing diteteskan pada butiran kapas kecil kemudian diperas dengan butiran kapas besar. - menutup kavitas dengan tambalan sementara - menginstruksikan pasien untuk kembali lagi 3 hari kemudian C. Kunjungan ketiga - membuka tambalan sementara dan mengeluarkan bahan dressing - melakukan irigasi kamar pulpa menggunakan larutan natrium hipoklorit 2% dan H202 atau klorhexidin 2%, kemudian kavitas dikeringkan menggunakan kapas steril - memasukkan bahan dressing TKF ke kamar pulpa (bahan dressing diteteskan pada butiran kapas kecil kemudian diperas dengan butiran kapas besar. - menutup kavitas dengan tambalan sementara - menginstruksikan pasien untuk kembali lagi 3 hari kemudian D. Kunjungan keempat - membuka tambalan sementara dan membuang bahan dressing - memasukkan bahan mumifikasi (metapex atau N2) ke dasar kamar pulpa - mengaplikasikan bahan tambalan permanen (SIK Fuji ART) VI. Tumpatan sementara Definisi : Tumpatan sementara adalah tumpatan yang dilakukan dalam jangka waktu yang tidak lama, biasanya karena proses penumpatan yang yang tertunda maupun proses perawatan pulpa gigi Penatalaksanaan : - membuka kavitas dengan bur bulat sambil diperdalam - melebarkan kavitas dengan bur fisur sambil menghilangkan jaringan karies - membersihkan kavitas dari sisa-sisa preparasi dan jaringan karies yang lunak dengan ekscavator
-
membersihkan kavitas dengan kapas yang telah dibasahi klorhexidin 2% atau akuades steril mengeringkan kavitas dengan kapas steril mengisolasi gigi dengan cotton roll (daerah kerja dalam mulut harus tetap kering) memasukkan tumpatan sementara
VII.Tumpatan SIK ART A. Fissure sealant dengan SIK ART (pencegahan) Definisi : Fissure sealant adalah tindakan pencegahan karies gigi secara dini dengan cara penutupan pada pit dan fissure yang dalam Semen Ionomer Kaca (SIK) adalah bahan tambal gigi yang bersifat adhesif (melekat secar kimia pada permukaan gigi) Teknik Atraumatic Restorative Treatment (ART) adalah metode penanganan karies dengan intervensi minimal tanpa menggunakan bur Penatalaksanaan : - melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrumen dasar, kavitas dengan kedalaman email, sondasi (-), perkusi (-), palpasi (-) dan CE (+) atau lesi dini (bercak putih atau coklat) - menegakkan diagnosis yaitu karies superfisial atau karies email - menentukan rencana perawatan yaitu fissure sealant dengan SIK ART - mengisolasi gigi menggunakan cotton roll (daerah kerja harus bebas dari saliva) - menghilangkan plak dan sisa makanan dengan menggunakan sonde dari bagian terdalam pit dan fissure gigi - membasahi pit dan fissure gigi dengan menggunakan cotton pellet basah - mengaplikasi kondisioner email pada pit dan fissure sesuai dengan petunjuk pabrik dalam waktu tertentu - membasahi pit dan fissure dengan cotton pellet basah untuk membersihkan kondisioner, basahi 2-3 kali - mengeringkan pit dan fissure dengan cotton pellet, jangan menggunakan semprotan angin dan permukaan email tidak boleh kering - mengaplikasikan SIK yang telah dicampur ke seluruh pit dan fissure menggunakan ujung membulat instrument applier/carver - mengoleskan petroleum jelly pada jari telunjuk - menekan SIK di permukaan pit dan fissure (prees finger technique) dan setelah 10-15 detik angkat jari ke arah samping - membuang kelebihan SIK menggunakan ekscavator ukuran besar - mengecek gigitan dengan kertas artikulasi sampai pasien merasa nyaman dengan gigitannya - membersihkan petroleum jelly dari permukaan pit dan fissure menggunakan ekscavator besar pada saat SIK mengeras sebagian - mengaplikasi petroleum jelly tipis-tipis - menginstruksikan pasien untuk tidak makan selama1 jam
B. Penumpatan gigi dengan SIK ART Definisi : Penumpatan gigi adalah tindakan konservasi gigi dimana pulpa masih vital dan tidak terbuka Semen Ionomer Kaca (SIK) adalah bahan tambal gigi yang bersifat adhesif (melekat secar kimia pada permukaan gigi) Teknik Atraumatic Restorative Treatment (ART) adalah metode penanganan karies dengan intervensi minimal tanpa menggunakan bur Penatalaksanaan : - melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrumen dasar, kavitas dengan kedalaman email, sondasi (-)/(+), perkusi (-), palpasi (-) dan CE (+) atau lesi dini (bercak putih atau coklat) - menegakkan diagnosis yaitu karies superfisial dan karies dentin (media) - menentukan rencana perawatan yaitu penumpatan gigi dengan SIK ART - mengisolasi gigi menggunakan cotton roll (daerah kerja harus bebas dari saliva) - menghilangkan plak dan sisa makanan dengan menggunakan sonde dari bagian terdalam pit dan fissure gigi - membasahi pit dan fissure gigi dengan menggunakan cotton pellet basah - mengekplorasi dengan sonde untuk memastika kedalaman karies - memperbesar jalan masuk kavitas dengan menggunakan enamel acces cauter jika kavitas terlalu kecil - mematahkan email menggunakan hatchet jika email terlalu tipis dan kemungkinan akan fraktur jika dimasukkan tumpatan - menggunakan ekscavator untuk membuang karies (dimulai dengan menggunakan ekscavator kecil) dengan gerakan menyerok, dimulai dari dentino-enamel junction sampai ke dasar kavitas. Sedikit jaringan dentin berkaries dapat ditinggalkan jika sulit dijangkau atau pasien sudah tidak sabar - menbersihkan kavitas dengan cotton pellet basah (dibasahi chlorheksidin gluconate) dan keringkan dengan cotton pellet kering - memastikan fissure bebas dari debrish dan kavitas bebas dari demineralisasi - melakukan konditioning menggunakan larutan SIK pada tetes pertama dengan cara cotton pellet lembab dicelupkan pada liquid kemudian dioleskan pada kavitas dan fissure di dekatnya. Pastikan pellet mengenai seluruh permukaan kavitas. Hal ini dilakukan untuk membersihkan kavitas dan memperkuat ikatan antara bahan tambal dengan email dan dentin. Gunakan cotton pellet sesuai ukuran kavitas atau bisa juga menggunakan microbrush sekali pakai - membersihkan kavitas dengan cotton pellet basah selama 5 detik, ulangi beberapa kali - mengeringkan kavitas dengan cotton pellet (jangan menggunakan semprotan air). Kavitas akan terlihat mengkilat. Pertahankan kondisi ini jangan terkontaminasi saliva dan darah - memastika isolasi masih baik, jika perlu cotton roll diganti dengan yang baru - mempersiapkan adonan SIK sesuai petunjuk pabrik
-
-
memasukkan sebagian adonan SIK ke dalam kavitas menggunakan applie atau instrumen carver. Dorong SIK ke sudut kavitas jika ada overhang email dengan menggunakan ujung ekscavator ukuran besar yang membulat. Isi pit dan fissure yang berdekatan tetapi jangan berlebihan karena kelebihan SIK harus dibuang menekan permukaan tumpatan dengan jari telunjuk yang dioles petroleum jelly selama 20 detik membuang tumpatan yang berlebihan dengan carver mengecek ketinggian tumpatan dengan kertas artikulasi membuang petroleu jelly yang menempel di permukaan tumpatan dengan ekscavator. Pastikan hubunga antara SIK dan email halus mengoleskan varish atau petroleum jelly tipis-tipis ke permukaan gigi agar melindungi SIK dari saliva sehingga waktu pengerasan sesuai dengan aturan menginstruksikan kepada pasien untuk tidak makan selama 1 jam
VIII. Incisi abses gingiva ringan Definisi: Insici abses gingiva ringan adalah tindakan bedah yg dilakukan untuk membuang pus dari abses didaerah gingiva yg mengalami infeksi. Bahan dan alat: a. Sarung tangan b. Masker wajah dengan pelindung c. Povidone iodine atau chlorhexidine d. Kasa steril e. Lidocain 1% atau Lidocain + epinefrin atau Bupivacaine f. Spuit 5-10 ml g. Jarum h. Pisau scalpel (nomor 11 atau 15) dengan gagangnya i. Klem bengkok j. Normal saline dengan bengkok steril k. Spuit besar tanpa jarum Penatalaksanaan : - Membersihkan daerah abses dengan chlorhexidine atau povidon iodine, dengan gerakan melingkar, mulai pada puncak abses - Menyuntikkan obat anestesi: Lidocain 1% atau Lidocain + epinefrin atau Bupivacaine ke dalam jaringan atau dengan menyemprotkan chlor ethyl jika sudah terjadi kepundan - Insici dg scalpel secara langsung diatas pusat abses sepanjang aksis panjang dari kumpulan cairan atau menggunakan sonde jika sudah terjadi kepundan - Bersihkan luka dengan normal saline, gunakan spuit tanpa jarum - Teruskan irigasi sampai cairan yang keluar dari abses jernih
Beri resep:- anti biotik: amoksisilin 500 mg dan metronidazol 250 mg setiap 8 jam selama 5 hari.dan analgetik : parasetamol 500 mg 3 – 4 x sehari atau ibuprofen atau asam mefenamat
Perawatan lanjutan: a. Jadwalkan kontrol 2 atau 3 hari sesudah prosedur dan kembali sebelum jadwal bila ada tanda-tanda perburukan, i. meliputi kemerahan, ii. pembengkakan, atau iii. adanya gejala sistemik seperti demam b. Beri antibiotik dan analgetik /antipiretik IX. Scalling (Pembersihan karang gigi karena gingivitis/periodontitis) Definisi : Scalling adalah tindakan pengambilan plak dan kalkulus dari permukaan gigi baik dengan menggunakan instrumen tangan maupun secara mekanik. Scaling yang dilakukan secara periodik dapat mencegah terjadinya penyakit jaringan penyangga gigi. Scalling dilakukan untuk kasus-kasus yang berhubungan dengan penyakit gusi dan periodontal. Penatalaksanaan : - melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrumen dasar untuk mengetahui adanya gingivitis maupun periodontitis yang disebabkan karang gigi - menegakkan diagnosis yaitu gingivitis atau periodontitis yang disebabkan karang gigi - menentukan rencana perawatan yaitu scalling (pembersihan karang gigi) - melakukan pembersihan karang gigi pada gigi atau regio yang terjadi gingivitis atau periodontitis, posisi operator menyesuaikan - menginstruksikan pasien untuk kumur-kumur menggunakan obat kumur - memastikan karang gigi sudah bersih - mengolesi gusi yang terluka dengan povidon iodin atau iod gliserin - meresepkan obat seperti pada kasus gingivitis dan periodontitis
DAFTAR BAHAN, OBAT DAN ALAT KESEHATAN UNTUK PERAWATAN GIGI DI PUSKESMAS NO NAMA PERAWATAN 1
PENGOBATAN
DAFTAR BAHAN DAN OBAT Bahan dan Obat : - Amoksisilin 500 mg - Amoksisilin 10-15 mg/kgbb - Metronidazole 500 mg - Metronidazole 250 mg - Eritromisin 500 mg - Klindamisin 300 mg - Sefadroksil 500 mg - Parasetamol 500 mg - Parasetamol 10-15 mg/kgbb - Ibuprofen 200 mg - Ibuprofen 400 mg - Asam mefenamat 500 mg - Kalium diklofenak 50 mg - Obat kumur povidon iodin - Obat kumur klorhexidin gluconat dan H202 - Eugenol - Triamsinolon (kenalog/) - Vitamin C Alat yang diperlukan yaitu instrumen dasar atau diagnosis set : - Pinset - Sonde - Ekscavator - Kaca mulut
KETERANGAN Antibiotik diberikan tiap 8 jam selama 5 hari
Analgesik diberikan tiap 8 jam selama 3 hari
Kumur selam 0,5-1 menit Tiap 8 jam selam 3 hari
2
PENCABUTAN GIGI SUSU DAN GIGI TETAP
Bahan : - Chlor etyl - Iod gliserin - Lidocain + adrenalin injeksi - Lidokain tanpa adrenalin - Spuit (jarum suntik) 3 ml dan 1 ml - Anestesi topikal - Sarung tangan - Masker - Kapas - Kassa steril - Povidon iodida 2 % - Sponge gelatin hemostatin Alat yang diperlukan : - Diagnostik set/instrumen dasar - Tang pencabutan gigi susu - Tang pencabutan gigi tetap - Bein - Cryer - Jarum jahit - Benang suturing
3
PENUMPATAN SIK ART
Bahan : - Aquades steril - Klorhexidin - Kapas - Paper pad - Dentin konditioner - SIK / Glass ionomer cement ART - Vernish atau petroleum jelly - Kertas artikulasi - Microbrush Alat ART yang harus disediakan DINKES :
-
-
Enamel acces cauter atau carver Hatchet Sonde Ekscavator kecil, sedang dan besar
4
PERAWATAN KAPING PULPA
Bahan : - Aquades steril - Klorhexidin - Kalsium hidroksida atau kalsium hidroksida plus iodoform pasta (metapex) - Tumpatan sementara (caviton) - Tumpatan SIK
5
PERAWATAN MUMIFIKASI
Bahan : - Aquades steril - Klorhexidin - Bahan devitalisasi pulpa (septodont) - Eugenol - Chkm - TKF - Natrium hipoklorit 2 % - H202 atau klorhexidin 2% - Kalsium hidroksida plus iodoform pasta (metapex) atau N2 - Tumpatan sementara (caviton) - Tumpatan SIK / Glas Ionomer cement (fuji 2 dan fuji 9 atau Fuji ART)
6
SCALLING (PEMBERSIHAN
Bahan : - Povidon iodin atau
KARANG GIGI) 7
INCISI ABSES GINGIVA NORMAL
iod gliserin - Obat kumur Bahan dan alat: - Sarung tangan - Masker wajah dengan pelindung - Povidone iodine atau chlorhexidine - Kasa steril - Lidocain 1% atau Lidocain + epinefrin atau Bupivacaine - Spuit 5-10 ml - Jarum - Pisau scalpel (nomor 11 atau 15) dengan gagangnya - Klem bengkok - Normal saline dengan bengkok steril - Spuit besar tanpa jarum