BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Disiplin Kerja Dalam sebuah organisasi, keberhasilan pencapaian tujuan sangat
bergantung kepada kinerja individu-individu yang berada dalam organisasi tersebut. Disiplin kerja merupakan salah satu komponen yang turut menentukan baik buruknya kinerja seseorang. Seorang pegawai yang disiplin dalam bekerja akan cenderung untuk melakukan segala aktivitasnya sesuai dengan tata aturan, standar maupun tugas dan tanggungjawab
yang
menjadi
kewajibannya.
Kepatuhan
terhadap
peraturan maupun standar kerja yang telah ditetapkan oleh manajemen merupakan jaminan keberhasilan pencapaian tujuan oleh individu dalam organisasi yang bersangkutan yang pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja organisasi tersebut. Contoh yang sederhana dalam hal ini adalah, jika seorang pegawai sering datang terlambat maka secara otomotis hal tersebut akan merugikan
organisasi dimana
dia
bekerja.
Kerugian
yang
nyata
diantaranya adalah: 1) berkurangnya jam kerja bagi pegawai yang
bersangkutan sehingga kemungkinan “target molor” atau tidak tercapainya target yang ditetapkan pada waktu tersebut akan sangat besar; 2) pengaruhnya negatif kepada pegawai lainnya terutama jika perilaku indisipliner tersebut dibiarkan berlarut-larut oleh pimpinan atau atasan langsung dari pegawai tersebut; 3) munculnya sikap malas dan tak acuh jika sikap “pembiaran” oleh pimpinan berkelanjutan.
2.2.1 Pengertian Disiplin Kerja Disiplin dapat diartikan sebagai “ketaatan terhadap peraturan, atau tata tertib yang berlaku pada suatu organisasi, instansi atau lingkungan tempat di mana seseorang berada atau menjadi anggota dalam lingkungan tersebut.” Sementara itu “kerja” dapat diartikan sebagai “melakukan suatu kegiatan atau aktivitas”. Berdasarkan makna tersebut, “disiplin kerja” dapat didefinisikan sebagai “ketaatan terhadap peraturan atau tata tertib yang berlaku di tempat dimana seseorang melakukan kegiatan atau pekerjaannya yang biasanya bersifat mengikat.” Dalam Pasal 1 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “disiplin Pegawai Negeri Sipil” adalah “kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan
dalam
peraturan
perundang-undangan
dan/atau
peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.”
Dalam kamus Merriam-Webster Collegiate Dictionary (2005) dijelaskan pengertian disiplin yang berasal dari bahasa Inggeris discipline sebagai a rule or system of rules governing conduct or activity (peraturan atau tata aturan yang mengarahkan perilaku atau kegiatan). Menurut Soegeng Prijodarminto, (1993, hlm. 15 | penulisan referensi agar mengacu ini) mengemukakan “Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan ketertiban”. Karena sudah menyatu dengan dirinya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bilamana ia tidak berbuat sebagaimana lazimnya. Nilai-nilai kepatuhan telah menjadi bagian dari perilaku dalam kehidupannya. Davis (2002) menjelaskan bahwa “disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi,
ini
adalah
pelatihan
yang
mengarah
pada
upaya
membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik”.
2.2.2 Tujuan Penegakkan Disiplin Kerja Penegakkan disiplin kerja pada intinya dimaksudkan agar terjadi keselarasan antara tata aturan atau standar yang telah ditetapkan oleh
pihak manajemen dengan perilaku para pegawai dalam lingkungan kerja mereka. Handoko (2002) menjelaskan bahwa terdapat 2 (dua) macam penegakkan disipilin kerja yaitu: a. disiplin preventif (preventive discipline), yaitu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai
standar
atau
aturan,
sehingga
penyelewengan-
penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong munculnya disiplin diri diantara para karyawan sehingga para karyawan menjaga disiplin diri mereka dengan sukarela dan bukan karena dipaksa oleh pihak manajemen; b. disiplin korektif (corrective discipline), yaitu kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan yang telah
ditetapkan
dan
mengeliminir
kemungkinan
terjadinya
pelanggaran-pelanggaran selanjutnya. Kegiatan korektif seringkali berupa pemberian hukuman atau sanksi. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang bukan menghukum kegiatan di masa lalu; c.
Disiplin
progresif
(progressive
discipline),
yaitu
suatu
kebijaksanaan yang berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih
berat
terhadap
pelanggaranpelanggaran
yang
berulang.
Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksanakan.
Secara lebih tegas Handoko (ibid) menjelaskan bahwa penegakkan disiplin bertujuan untuk: 1) memperbaiki pelanggaran; 2) menghalangi karyawan yang lain untuk melakukan pelanggaran yang serupa; dan 3) untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi karena tanpa dukungan disiplin personil yang baik, maka organisasi akan sulit dalam mewujudkan tujuannya. Kedisiplinan para anggota organisasi atau pegawai dalam suatu instansi merupakan kunci keberhasilan bagi organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dari sekian banyak kewajiban yang harus dipenuhi, dalam setiap pelaksanaannya tidak selalu berjalan seperti apa yang di harapkan. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan disiplin selalu dibarengi dengan adanya pelanggaran
terhadap
peraturan
dan
ketentuan
yang
berlaku.
Pelanggaran terhadap disiplin ini dapat berupa perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan norma yang telah ada. Dalam Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran disiplin adalah “setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.” Untuk menghindari adanya pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ada, maka perlu adanya hukuman
atau
sanksi.
Hukuman
dalam
peningkatan
kedisiplinan
merupakan alat untuk menindak pegawai agar mau dan dapat mentaati peraturan yang ada. Tingkat dan jenis hukuman disiplin jika seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) melakukan pelanggaran dijelaskan pada Pasal 7 peraturan tersebut yaitu: (1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari: a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat. (2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan c. pernyataan tidak puas secara tertulis. (3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari: a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. (4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari: a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; c. pembebasan dari jabatan; d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Jika
seorang
pegawai
melakukan
tindakan
tidak
displin
(indiscipline), selain perlu adanya penegakkan disiplin secara tegas dalam bentuk hukuman perlu juga dilakukan tindakan persuasif untuk mencari tahu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku indisipliner tersebut. Dengan diketahuinya faktor-faktor penyebab tersebut diharapkan pelanggaran yang sama tidak akan terjadi lagi dimasa depan.
As’ad (2003:79 – lihat contoh di atas) menjelaskan bahwa terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seorang pegawai melakukan tindakan indisipliner diantaranya: a. Masalah dengan kepandaian dan pengetahuan tentang pekerjaan. b. Masalah emosional. c. Masalah motivasi. d. Masalah fisik. e. Masalah keluarga. f. Masalah yang disebabkan oleh grup kerja. g. Masalah dengan kebijakan pengakuan hasil kerja dalam perusahaan. h. Masalah dengan lingkungan masyarakat dan nilai-nilainya. i. Masalah dengan suasana kerja dan pekerjaan itu sendiri.
Sementara itu, Ivancevich (2001: 582) menjelaskan bahwa perilaku indisipliner pegawai dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu: a. Mereka yang kualitas atau kuantitas kerjanya tidak memuaskan karena kurangnyakemampuan, pelatihan dan motivasi. b. Mereka yang bermasalah dengan masalah pribadi di luar kerja sehingga mulai mempengaruhi produktivitas kerja. Masalah ini termasuk mabuk-mabukan penggunaanobat terlarang atau masalah yang berhubungan dengan rumah tangga mereka. c. Mereka yang melanggar hokum ketika dalam pekerjaan seperti melakukan pencurian terhadap perusahaan atau rekan kerja, melakukan penganiayaan terhadap rekan kerja serta pengrusakan terhadap property perusahaan. d. Mereka yang sering kali melanggar peraturan dan tidak menghiraukan peringatan supervisor.
Untuk mengeliminir perilaku tidak disiplin maka menurut Handoko (2002:278) perlu dilakukan pembinaan disiplin kerja dengan tujuan: a. Agar semua pegawai yang ada didalam kantor berperilaku bijaksana di tempat kerja dalam arti taat kepada peraturan dan keputusan. Melayani tujuan yang sama seperti yang dilakukan undang-undang dimasyarakat.
b. Untuk menjamin adanya kesesamaan antara tujuan kantor dengan tujuan masing-masing para pegawai sehingga adanya potensi kepentingan diantara keduanya. c. Untuk menciptakan situasi yang bagus dalam mencapai tujuan dari pekerjaan sehingga kinerja pegawai meningkatkan dan pada akhirnya kinerja kantor pun akan meningkat.
Pembinaan dan penegakkan disiplin kerja dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain adalah : a. Reward and Punishment. Pihak manajemen menetapkan kebijakan bahwa
para
mendapatkan
pegawai punishment
yang
melakukan
(hukuman)
pelanggaran
sesuai
dengan
akan tingkat
pelanggaran yang dilakukan. Demikian juga jika pegawai memperoleh prestasi kerja yang baik maka pihak manajemen juga akan memberikan reward (hadiah) sehingga tercipta keseimbangan dalam sistem yang diterapkan. b. Adil dan tegas, penegakkan disiplin hendaknya dilakukan secara adil dan tegas dalam artian tidak berat sebelah dan dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan berlaku kepada semua orang yang melakukan kesalahan atau pelanggaran. c.
Sosialisasi manfaat mematuhi peraturan, hal ini perlu dilakukan oleh pihak manajemen melalui penjelasan dan pemberian informasi yang jelas dan gamblang mengenai manfaat yang akan diperoleh organisasi oleh pegawai yang bersangkutan apa yang akan diperoleh organisasi atau perusahaan bila seseorang disiplin dalam bekerja.
d. Keteladanan. Hal ini merupakan faktor penting dalam penegakkan disiplin yaitu berupa contoh dan keteladanan yang baik terutama dari pada petinggi atau pimpinan dalam organisasi sehingga dapat diikuti oleh para pegawai. Jika pimpinan memiliki sikap dan perilaku yang disiplin maka akan menjadi rujukan atau panutan bawahan. e. Lingkungan yang kondusif. Penciptaan lingkungan kerja yang kondusif memiliki peranan penting agar pegawai yang bekerja di dalamnya dapat bekerja dengan nyaman sehingga dapat tercipta kepuasan kerja dan mengeliminir kemungkinan terjadinya pelanggaran.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Setiap ahli sumber daya manusia mempunyai pendapat yang berbeda mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi “disiplin tidaknya seseorang” bergantung kepada situasi dan kondisi yang dihadapi. Nitisemito (1996:214) mengemukakan setidaknya terdapat 5 (lima) faktor yang mempengaruhi kedisiplinan pegawai yaitu: a. Tujuan dan Kemampuan. Faktor ini turut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang ingin dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti bahwa tujuan yang dibebankan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan pegawai yang bersangkutan sehingga pegawai tersebut melakukannya dengan segenap kemampuannya. b. Teladan pimpinan. Faktor keteladan seorang pemimpin sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahan. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, dan sesuai kata perbuatan. c. Kesejahteraan. Faktor kesejahteraan pegawai memiliki besar terhadap kedisiplinan pegawai. Hal ini disebabkan karena hal
tersebut akan menimbulkan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap kerjanya. Jika kecintaan itu semakin baik maka kedisiplinan mereka akan baik. d. Ancaman. Faktor ancaman (punishment) perlu ditegakkan dalam batas-batas yang tidak melanggar peraturan yang berlaku baik internal (instansi atau perusahaan) maupun eksternal (peraturan pemerintah atau perundang-undangan) untuk memelihara kedisiplinan pegawai karena dengan hukuman yang semakin berat maka pegawai semakin takut untuk melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku yang indisipliner. e. Ketegasan. Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang tidak disiplin sesuai dengan sanksi hukuman yang ditetapkan.
Sementara itu, Melayu Hasibuan (2003:214) mengemukakan bahwa setidaknya terdapat 8 faktor yang mempengaruhi disiplin kerja seorang pegawai yaitu: a. Tujuan dan kemampuan; b. Teladan pimpinan; c.
Balas jasa;
d. Keadilan; e. Pengawasan melekat; f.
Sanksi hukuman;
g. Ketegasan; dan h. Hubungan kemanusiaan. Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa
tujuan (pekerjaan) yang di bebankan kepada seorang karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang bersangkutan, agar ia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin
dalam mengerjakanya. Tetapi jika
pekerjaan itu di luar kemampuanya atau pekerjaan itu dibawah kemampuanya, maka kesungguhan kedisiplinan karyawan ini rendah. Selain faktor-faktor tersebut, faktor kepemimpinan, gaji dan kesejahteraan serta sistem penghargaan (reward and punishment) juga turut berpengaruh terhadap kedisiplinan seorang pegawai. Gaji dan kesejahteraan dan sistem penghargaan akan memberikan motivasi kerja yang tinggi pada karyawan sehingga akan berdampak pada perilaku disiplin kerja karyawan.
2.3
Motivasi Kerja
2.3.1 Pengertian Motivasi Istilah motivasi, dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan dengan perilaku individu maupun perilaku organisasi.Namun, apapun pengertiannya motivasi merupakan unsur
penting
keberhasilan
dalam
dalam
diri
usaha
manusia, atau
yang
pekerjaan
berperan
mewujudkan
manusia.Dasar
utama
pelaksanaan motivasi oleh seorang pimpinan adalah pengetahuan dan perhatian terhadap perilaku manusia yang dipimpinnya sebagai suatu faktor penentu keberhasilan organisasi.
Motivasi menurut Hasibuan (2003: 219) adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Pengertian motivasi menurut Handoko (2002) yaitu suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah-lakunya. Berbagai hal yang terkandung dalam definisi motivasi menurut Siagian (2004) memiliki tiga komponen utama, yaitu: a. Kebutuhan Kebutuhan timbul
dalam diri
seseorang apabila orang tersebut
merasa ada kekurangan dari dalam
dirinya.
Menurut pengertian
homeostatic, kebutuhan timbul atau diciptakan apabila dirasakan adanya ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki, baik dalam arti fisiologis maupun psikologis. b. Dorongan Usaha untuk mengatasi ketidakseimbangan biasanya menimbulkan dorongan. Hal tersebut merupakan usaha pemenuhan kekurangan secara terarah yang berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh seseorang yang dapat bersumber dari dalam maupun dari luar diri orang tersebut. c. Tujuan Tujuan, adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan
mengurangi dorongan. Mencapai tujuan, berarti mengembalikan keseimbangan dalam diri seseorang, baik bersifat fisiologis maupun bersifat psikologis. Tercapainya tujuan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu. Beberapa pengertian motivasi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa motivasi kerja terbentuk dari adanya kebutuhan, sikap (attitude) yang mendorong pegawai agar lebih bersemangat dan bergairah dalam menghadapi situasi kerja di organisasi. Motivasi kerja merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi.
2.3.2. Teori-teori tentang Motivasi Secara kepemimpinan
psikologis, kerja
aspek
adalah
yang
sejauh
sangat mana
penting
pimpinan
dalam mampu
mempengaruhi motivasi kerja sumber daya manusia yang dimiliki agar mampu bekerja produktif dengan penuh tanggung jawab. Hal ini karena beberapa alasan antara lain: a. Pegawai harus senantiasa didorong untuk bekerja sama dalam organisasi b. Pegawai harus senantiasa didorong untuk bekerja dan berusaha sesuai dengan tuntutan kerja.
c.
Motivasi pegawai merupakan aspek yang sangat penting dalam memelihara dan mengembangkan sumber daya manusia dalam organisasi. Teori motivasi dipahami agar pimpinan mampu mengidentifikasi
apa yang memotivasi pegawai bekerja, hubungan perilaku kerja dengan motivasinya, dan mengapa pegawai berprestasi tinggi. Teori motivasi dalam penelitian ini didasarkan pada Teori Berprestasi (Achievement Theory) McClelland
(Mangkunegara,
2005)
mengatakan
bahwa
produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu: a. Kebutuhan untuk berprestasi (Need for achievement), merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempatan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu. b. Kebutuhan berafiliasi (Need for affiliation), merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan
ini
mengarahkan
tingkah
hubungan secara akrab dengan orang lain.
laku
untuk
mengadakan
c. Kebutuhan kekuatan (Need for power), merupakan kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi situasi dan orang lain agar menjadi dominan dan pengontrol. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan kurang memperdulikan perasaan orang lain. Berdasarkan teori McClelland tersebut, adalah sangat penting untuk menanamkan “virus mental” untuk meningkatkan produktivitas atau kinerja
pegawai
Cara
yang
dapat
dilakukan
adalah
dengan
mengembangkan potensi pegawai melalui sehingga dapat meningkatkan kinerja mereka dan pada giliranya tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai. Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor atau dimensi dari motivasi yaitu: 1) motif; 2) harapan; dan 3) insentif. Ketiga dimensi dari motivasi tersebut diuraikan secara singkat pada bahasan berikut: a. Motif Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Suatu dorongan di dalam diri setiap orang, tingkatan alasan atau motif-motif yang menggerakkan tersebut menggambarkan tingkat untuk menempuh sesuatu. b. Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. Seorang pegawai dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya tinggi bila pegawai meyakini upaya tersebut akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; suatu penilaian yang baik akan
mendorong ganjaran-ganjaran organisasional (memberikan harapan kepada pegawai) seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi; dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi pegawai. c.
Insentif. Insentif yang diberikan kepada pegawai sangat berpengaruh terhadap motivasi dan produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan Edwin Locke (Mangkunegara 2005, hlm. 74) yang menyimpulkan bahwa insentif berupa uang jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja pegawai.Pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian insentif dalam bentuk uang yang memadai agar pegawai terpecut motivasi kerjanya dan mampu mencapai produktivitas kerja maksimal.
2.3.3 Tujuan dan Manfaat Pemberian Motivasi Kerja a. Tujuan Pemberian Motivasi Menurut Gouzali Sayda (2005, hlm. 328) tujuan pemberian motivasi adalah sebagai berikut: 1) mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan; 2) meningkatkan gairah dan semangat kerja; 3) meningkatkan disiplin kerja; 4) meningkatkan disiplin kerja; 5) mempertinggi moral kerja karyawan; 6) meningkatkan rasa tanggung jawab;
7) menitikberatkan produktivitas dan efisiensi; 8) menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan; Sementara itu, Melayu Hasibuan (2003, hlm. 97-98) menjelaskan bahwa tujuan pemberian motivasi adalah untuk: 1) mendorong gairah dan semangat kerja karyawan; 2) meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan; 3) meningkatkan produktivitas kerja karyawan; 4) mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan; 5) meningkatkan
kedisiplinan
dan
menurunkan
tingkat
absensi
karyawan; 6) mengefektifkan pengadaan karyawan; 7) menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 8) meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan 9) meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan 10) mempertinggi rasa tanggungjawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 11) meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku Berdasarkan definisi-definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan maupun manajer agar bawahan atau karyawan dapat bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pemberian motivasi yakni agar
bawahan mau bekerja dan
mengeluarkan kemampuan merek atau memberikan kinerja yang maksimal.
b. Manfaat Pemberian Motivasi Menurut Ishak Arep (2003:16) manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orangorang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat. Artinya, pekerjaan diselesaikan sesuai standard yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang akan senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang mengerjakan.
3.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, karena motivasi itu melibatkan faktor-faktor individual da organisasional. Menurut Faustino Cardoso Gomes (2003, hlm. 181), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dibagi menjadi 2 (Dua) bagian yaitu 1) faktor individual; dan 2) faktor eksternal / organisasi. Faktor individual yang mempengaruhi motivasi seseorang adalah: a. kebutuhan-kebutuhan (needs); dan b. kemampuan-kemampuan (abilities). Adapun faktor-faktor ekternal / organisasi yang mempengaruhi motivasi adalah: a. pembayaran atau gaji (salary); b. keamanan pekerjaan (job security);
c.
hubungan sesama pekerja (co-workers);
d. pengawasan (supervision); dan e. pekerjaan itu sendiri (job itself). Sedangkan A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2006, hlm. 74) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan, yaitu: a. Perbedaan karekteristik individu meliputi kebutuhan,minat,sikap dan nilai. b. Pebedaan karakteristik pekerjaan.Hal ini berhubungan dengan persyaratan
jabatan
untuk
setiap,
pekerjaan,
yang
menurut
penempatan pekerjaan ssesuai dengan bidang keahliannya. c.
Perbedaan karakteristik organisasi (lingkungan kerja) yang meliputi peraturan kerja,iklim kerja,dan budaya kerja yang disepakati. Sedangkan menurut Veithzzal Rivai (2004, hlm. 456) beberapa
aspek yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan, yakni: rasa aman dalam bekerja, mendapatka gaji yang adil dan kompotitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja, dan perlakuan yang adil dari manajemen. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi rendah tidak hanya disebabkan oleh faktor internal karyawan itu sendiri namun
juga
dipengaruhi
oleh
lingkungan
kerja
sebagai
faktor
eksternalnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sondang P. Siagian (2006:294) bahwa “Motivasi sesorang karyawan dpengaruhi oleh berbagai
faktor, baik yang internal maupun eksternal.”
2.4.
Kinerja
2.4.1 Pengertian Kinerja Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia tersebut tidak hanya berupa material, tetapi juga bersifat non material, seperti kebanggaan dan kepuasan kerja. Tiap individu cenderung akan dihadapkan pada hal-hal yang mungkin tidak diduga sebelumnya di dalam proses mencapai kebutuhan yang diinginkan sehingga melalui bekerja dan pertumbuhan pengalaman, seseorang akan memperoleh kemajuan dalam hidupnya. Seseorang dapat dilihat bagaimana kinerjanya adalah dalam proses bekerja tersebut. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhanselama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagaikemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telahditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai & Basri, 2005, hlm. 14). Menurut Hersey and Blanchard, kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan.Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. (Rivai dan Basri,
2005: 15) Ada tiga alasan pokok perlunya mengadakan penilaian terhadap kinerja pegawai: a. Untuk mendorong perilaku yang baik atau memperbaiki serta mengikis kinerja(prestasi) di bawah standar. Orang-orang yang berkinerja baik mengharapkan imbalan, walau sekedar pujian. b. Untuk memuaskan rasa ingin tahu pegawai tentang seberapa baik kerja pegawai. Setiap orang memiliki dorongan ilmiah untuk ingin mengetahui seberapa cocok seseorang dengan organisasi tempat orang tersebut bekerja. Seorang pegawai mungkin tidak suka dinilai, tetapi dorongan untuk mengetahui hasil penilaian ternyata sangat kuat. c.
Untuk memberikan landasan yang kuat bagi pengambilan keputusan selanjutnya sehubungan dengan karir seorang pegawai. Hal-hal seperti kenaikan gaji, promosi, pemindahan atau pemberhentian dapat ditangani
dengan
lebih
baik
bila
pegawai
telah
mengetahui
kemungkinan itu sebelumnya.
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja Mangkunegara
(2005:
14)
menjelaskan
bahwa
kinerja
(performance) dipengaruhi oleh setidaknya 3 (tiga) faktor yaitu: a. Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang, dan demografi.
b. Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude (sikap), personality (kepribadian), pembelajaran, dan motivasi. c.
Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job design. Menurut A. Dale Timple sebagaimana dikutip oleh Mangkunegara
(2005, hlm. 15) bahwa faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional), yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.Faktor eksternal, yaitu faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang yang berasal dari
lingkungan, seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.Faktor-faktor internal
dan
eksternal
ini
merupakan
jenis-jenis
atribusi
yang
mempengaruhi kinerja seseorang. a. Faktor Individu Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisiknya. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi. b. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang
dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
2.4.3 Penilaian Kinerja Untuk mendapatkan informasi atas kinerja pegawai, maka ada beberapa pihak baik itu perorangan ataupun kelompok yang biasanya melakukan penilaian atas kinerja pegawai/pegawai. Menurut Robbins (2001: 260), ada lima pihak yang dapat melakukan penilaian kinerja pegawai, yaitu: a. Atasan langsung Dalam penilaian evaluasi kinerja pada tingkat bawah dan menengah dari organisasi dijalankan oleh atasan langsung pegawai itu karena atasan langsung yang memberikan pekerjaan dan paling tahu kinerja pegawainya. a. Rekan sekerja Penilaian kinerja yang dilakukan oleh rekan sekerja dilaksanakan dengan pertimbangan, pertama, rekan sekerja dekat dengan tindakan. Interaksi
sehari-hari
memberikan
kepada
pegawai
pandangan
menyeluruh terhadap kinerja seseorang pegawai dalam pekerjaan. Kedua,
dengan
menggunakan
rekan
sekerja
menghasilkan sejumlah penilaian yang independen.
sebagai
penilai
c.
Evaluasi diri Evaluasi ini cenderung mengurangi kedefensifan para pegawai mengenai proses penilaian, dan evaluasi ini merupakan sarana yang unggul untuk merangsang pembahasan kinerja pegawai dan atasan pegawai.
d. Bawahan langsung Penilaian kinerja pegawai oleh bawahan langsung dapat memberikan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang atasan karena lazimnya penilai mempunyai kontak yang sering dengan yang dinilai. e. Pendekatan menyeluruh: 360 - derajat Penilaian kinerja pegawai dilakukan oleh atasan, pelanggan, rekan sekerja, dan bawahan. Penilaian kinerja ini cocok di dalam organisasi yang memperkenalkan tim. Berdasarkan uraian mengenai siapa yang biasanya menilai kinerja pegawai dalam organisasi dan dengan mempertimbangkan berbagai hal, maka dalam penelitian ini, penilaian kinerja pegawai dilakukan oleh atasan pegawai (supervisory appraisal).
2.4.4. Dimensi Kinerja Untuk mengetahui kinerja pegawai dalam melaksanakan tugastugas yang menjadi tanggung jawab pegawai, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja pegawai. Penilaian kinerja bertujuan untuk
menilai seberapa baik pegawai telah melaksanakan pekerjaannya dan apa yang harus mereka lakukan untuk menjadi lebih baik di masa mendatang. Ini dilaksanakan dengan merujuk pada isi pekerjaan yang mereka lakukan dan apa yang mereka harapkan untuk mencapai setiap aspek dari pekerjaan mereka. Isi dari suatu pekerjaan merupakan dasar tetap untuk perumusan sasaran yang akan dicapai dari suatu tugas utama yang dapat dirumuskan sebagai target kuantitas, standar kinerja suatu tugas atau proyek tertentu untuk diselesaikan (Rivai dan Basri, 2005: 77). Dimensi yang dipergunakan di dalam melakukan penilaian kinerja pegawai menurut Prawirosentono (1999, hlm. 236) sebagai berikut: 1. Pengetahuan atas pekerjaan, kejelasan pengetahuan atas tanggung jawab pekerjaan yang menjadi tugas pegawai. 2. Perencanaan dan organisasi, kemampuan membuat rencana pekerjaan meliputi jadwal dan urutan pekerjaan, sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas. 3. Mutu pekerjaan, ketelitian dan ketepatan pekerjaan. 4. Produktivitas, jumlah pekerjaan yang dihasilkan dibandingkan dengan waktu yang digunakan. 5. Pengetahuan teknis, dasar teknis dan kepraktisan sehingga pekerjaannya mendekati standar kinerja. 6. Judgement, kebijakan naluriah dan kemampuan menyimpulkan tugas sehingga tujuan organisasi tercapai. 7. Komunikasi, kemampuan berhubungan secara lisan dengan orang lain. 8. Kerjasama, kemampuan bekerja sama dengan orang lain dan sikap yang konstruktif dalam tim. 9. Kehadiran dalam rapat, kemampuan dan keikutsertaan (partisipasi) dalam rapat berupa pendapat atau ide. 10. Manajemen proyek, kemampuan mengelola proyek, baik membina tim, membuat jadwal kerja, anggaran dan menciptakan hubungan baik antar pegawai. 11. Kepemimpinan, kemampuan mengarahkan dan membimbing bawahan, sehingga tercipta efisiensi dan efektivitas.
12. Kemampuan memperbaiki diri sendiri, kemampuan memperbaiki diri dengan studi lanjutan atau kursus-kursus.
Berdasarkan teori tentang kinerja tersebut, maka dalam penelitian ini dimensi kinerja yang akan dipakai adalah dimensi kuantitas kerja, kualitas kerja, kerja sama, pemahaman terhadap tugas, inisiatif, disiplin, tanggung jawab dan kehandalan.