Laporan praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara II PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI AEROB
Disusun oleh: Nama Kelompok
: Sekar Nur Insani
NIM
: 12788
Golongan
: B3
Asisten koreksi
: Fitriyana Sholihatun
LABORATORIUM ILMU TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014
PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI AEROB
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Respirasi pada tumbuhan, seperti pada organisme hidup lainnya sangat penting sebagai sumber energi metabolisme dan sumber karbon untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, respirasi merupakan peristiwa yang penting dalam tubuh tumbuhan sebagai pabrik penghasil
karbon.
Menurut
Dwidjoseputro
(1980),
respirasi
merupakan
proses
pembongkaran (katabolisme), dimana energi yang tersimpan tadi ditimbulkan kembali untuk menyelenggarakan proses-proses kehidupan. Reaksi keseluruhan respirasi dapat dituliskan sebagai berikut : C6H12O6 + 6 O2 6CO2 + 6H2O + 675 kal. Respirasi di dalam sel dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak ada atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997). Pada tingkat ekosistem, respirasi tanaman memberikan kontribusi 30-65% dari total CO2 yang dilepaskan ke atmosfer dengan pelepasan CO2 yang berasal dari sisa respirasi tanah heterotrofik. Secara global, respirasi tanaman terestrial melepaskan, 60 gigaton karbon per tahun ke atmosfer (Atkin & Tjoelker, 2003). Menurut Ryan (1991), perubahan global pada CO2, suhu, curah hujan, ozon, polusi udara, dan masukan gizi akan mempengaruhi respirasi. Laju proses enzimatik respirasi, seperti reaksi kimia, meningkat seiring meningkatnya suhu. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan persamaan Arrhenius. Untuk berbagai macam tanaman pertanian memiliki kisaran Q10 (perubahan proporsional dalam respirasi per 100C peningkatan suhu) antara 1,3 – 3, tetapi pusatnya sekitar 2. Bagi spesies yang tidak bisa beradaptasi dengan suhu dingin, Q 10 dapat meningkat secara dramatis di bawah 100. Karena Ea (energi aktivasi Arrhenius untuk reaksi yang diberikan) bervariasi berbeda dengan suhu untuk sistem enzim yang berbeda, metabolisme pada suhu rendah menciptakan ketidakseimbangan antara Glikolisis dan siklus-krab, akhirnya akan membunuh tanaman. Namun, banyak tanaman yang dapat beradaptasi dengan suhu dingin telah meningkatkan laju respirasi pada suhu rendah. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan tanaman dikenal sebagai suhu kardinal yaitu meliputi suhu optimum (pada kondisi ini tanaman dapat tumbuh baik), suhu minimum (pada suhu di bawahnya tanaman tidak dapat tumbuh), serta suhu maksimum (pada suhu yang lebih tinggi tanaman tidak dapat tumbuh). Suhu kardinal untuk setiap jenis tanaman bervariasi satu dengan lainnya. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibedakan sebagai berikut : (1) Batas suhu yang membantu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, dan (2) Batas suhu yang tidak membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Sunu dan Wartoyo, 2006). Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan agar kita dapat mengetahui pengaruh suhu terhadap respirasi.
B. Tujuan Mengetahui pengaruh suhu lingkungan terhadap laju respirasi aerob kecambah kacang hijau.
II.
METODELOGI
Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara II “Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Aerob” dilaksanakan pada 14 Mei 2014 di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan yaitu larutan NaOH 0,2 N, larutan BaCl2, larutan HCl 0,1 N, larutan indikator phenolptalein, kecambah kacang hijau, dan kain kelambu, serta tali. Alat yang dibutuhkan yaitu 8 botol volume 250 ml dengan tutup karet, 4 termometer, erlenmeyer 125 ml, buret, dan lemari es. Pada praktikum ini suhu yang digunakan terdiri dari 4 aras yaitu suhu 50C, 15 0C, suhu kamar (lab), dan suhu rumah kaca. Masing-masing perlakuan suhu terdiri dari 2 botol yang berisi 50 ml larutan NaOH 0,2 N. Satu botol diberi kecambah dan satu botol lagi tanpa kecambah. Adapun cara kerja yang dilakukan yaitu, pertama kecambah ditimbang seberat 5 gram, kemudian kecambah dibungkus dengan kain kelambu dan diikat dengan tali. Kedua, kecambah dimasukan kedalam botol dan diatur agar kecambah tersebut tidak menyentuh NaOH, kemudian semua botol ditutup dan diberi selotip agar kedp udara atau udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam botol. Ketiga, pasangan botol (botol dengan kecambah dan botol tanpa kecambah) diletakkan pada masing-masing kondisi suhu perlakuan. Suhu awal pada kondisi tersebut diukur menggunakan termometer. Keempat, setelah 20 jam kecambah dikeluarkan dari masing-masing botol dan ditutup kembali dengan cepat. Kelima, jumlah CO2 yang dibebaskan dari respirasi dengan cara titrasi. Keenam, dari tiap botol dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian ditambah 5 ml BaCl2 dan 3 tetes phenolptalein, sehingga larutan akan berwarna merah jambu. Ketujuh, larutan tersebut dititer dengan HCl 0,1 N sampai warnanya hilang. Semua perlakuan dititrasi dengan cara yang sama termasuk kontrol. Rancangan disusun menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan untuk masing-masing perlakuan suhu. Pengulangan titrasi digunakan sebagai ulangan. Langkah terakhir, dilakukan analisis data untuk melihat apakah ada perbedaan laju respirasi pada masing-masing perlakuan.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Respirasi adalah proses penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Secara umum respirasi dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6 + 6 O2 6CO2 + 6H2O + 675 kal Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah ketersediaan substrat, ketersediaan oksigen, suhu, jenis dan umur tanaman. Menurut Salisbury & Ross (1995), Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang kahat gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai pengaruh suhu terhadap laju respirasi aerob. Obyek yang digunakan dalam percobaan ini adalah kecambah kacang hijau. Kecambah tersebut dibungkus dengan kain kasa yang memiliki pori-pori cukup besar sehingga dapat digunakan untuk memberi ruang atau celah yang dapat dilewati oleh oksigen dan karbon dioksida pada saat proses respirasi. Selanjutnya kecambah dimasukkan kedalam botol yang ditutup rapat agar tidak ada oksigen dari luar yang masuk kedalam botol dan tidak ada karbon dioksida yang keluar dari botol. Larutan didalam botol merupakan larutan NaOH yang berfungsi sebagai larutan yang dapat berikatan dengan karbon dioksida hasil dari respirasi kecambah. NaOH yang mengikat karbon dioksida akan membentuk natrium bikarbonat yang merupakan karbondioksida terlarut. Persamaan reaksinya sebagai berikut : 2NaOH + CO2 Na2CO3 + H2O Rangkaian praktikum ini disimpan selama ± 20 jam pada suhu tertentu sesuai perlakuan hingga akhinya dititrasi. Titrasi yang dilakukan adalah titrasi asidimetri yaitu titrasi penetralan basa menggunakan senyawa asam, senyawa asam yang digunakan adalah HCl. Fungsi titrasi ini untuk mengetahui jumlah CO2 yang terikat NaOH. Sebelum dititrasi dengan HCL, larutan diambil sebanyak 10 ml dan ditambahan BaCl sebanyak 5 ml, penambahan BaCl berfungsi untuk mengendapkan karbon dioksida yang telah diikat oleh NaOH. Persamaan reaksinya sebagai berikut : BaCl2 + Na2CO3 BaCO3 + 2 NaCl Selanjutnya larutan tersebut ditetesi indikator phenolptalein (indikator pp) sehingga larutan berubah warna menjadi merah jambu. Indikator pp berfungsi untuk memudahkan mengamati perubahan warna ketika larutan dititrasi. Kemudian larutan dititrasi dengan HCl hingga larutan berubah warna menjadi bening kembali. Warna dapat kembali bening menunjukkan bahwa larutan basa telah bereaksi sempurna dengan asam sehingga larutan menjadi netral. Persamaan reaksinya sebagai berikut : NaOH + HCl NaCl + H2O
Jumlah karbon dioksida yang dilepaskan oleh kecambah pada proses repirasi aerob berbanding terbalik dengan jumlah HCl yang digunakan untuk titrasi, dengan kata lain semakin banyak HCl yang diperlukan saat titrasi maka semakin sedikit karbon dioksida yang dilepaskan. Begitu juga sebaliknya. Jumlah CO2 yag dihasilkan dapat dihitung dengan rumus : 11 (X-Y) / jam, dengan X=volume HCl tanpa kecambah dan Y=volume HCl dengan kecambah. Berikut adalah hasil dari percobaan:
laju respirasi CO2 yang dihasilkan
0.800 y = 0.0256x - 0.1821 R² = 0.9197
0.600 0.400 0.200 0.000 -0.200
0
10
20 perlakuan suhu
30
40
(0C)
Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa antara suhu dengan laju respirasi aerob terdapat hubungan positif, yang artinya kenaikan suhu diikuti dengan kenaikan laju respirasinya. Sehingga dapat dikatakan suhu memberikan pengaruh terhadap laju respirasi pada kecambah kacang hijau. Dari hasil percobaan ini dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu maka laju respirasi semakin cepat. Dari garfik tersebut juga dapat diketahui bahwa laju respirasi aerob kecambah kacang hijau minimum terjadi pada suhu 50C dan laju respirasi maksimumnya terjadi pada perlakuan di rumah kaca dengan suhu 360C. Menurut Salisbury & Ross (1995), Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100 C, namun hal tersebut tergantung pada masingmasing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 - 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi tersebut adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40°C atau lebih, laju respirasi justru menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka
waktu yang lama. Hal tersebut dikarenakan enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, dan mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Suhu memberikan pengaruh terhadap laju respirasi aerob kecambah kacang hijau. Suhu dapat meningkatkan laju fotosintesis namun sampai batas tertentu yaitu pada suhu optimum.
B. SARAN Usahakan agar kecambah tidak menyentuh NaOH dan pastikan bahwa botol tertutup rapat agar kedap udara atau udara dari luar tidak masuk kedalam botol.
DAFTAR PUSTAKA Atkin, O. K. Dan M. G. Tjoelker. 2003. Thermal aclimation and the dynamic response of plant respiration to temperature. Trends in Plant Science. 8(7):343. Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta. Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. Gramedia, Jakarta. Ryan, M. G. 1991. Effect of climate change on plant respiration. Ecological applications. 1(2):157-158. Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB, Bandung. Sunu, P dan Wartoyo. 2006. Buku Ajar Dasar Hartikultura. Fakultas Pertanian, UNS.
LAMPIRAN Tabel pengamatan HCL Untuk Titrasi Kecambah Perlakuan
ulangan 1
ulangan 2
5 °C
12
11,5
15 °C
12,2
Suhu Lab Suhu Rumah Kaca
Tanpa Kecambah
CO₂ yang dihsilka n
ulangan 1
ulangan 2
x bar
11,5
12,5
13,3
12
12 12,6 5
0,025
11,9
y bar 11,7 5 12,0 5
5,2
5
5,1
12,1
11,5
11,8
0,67
6
5,7
5,85
13,2
12,8
13
0,715
0,06
Analisis regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,964946094 R Square 0,931120965 Adjusted R Square 0,597787632 Standard Error 0,148799079 Observations 4
ANOVA df Regression Residual Total
Significance SS MS F F 1 0,897926502 0,897926502 40,55461707 0,023782005 3 0,066423498 0,022141166 4 0,96435
Standard Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Intercept 0 #N/A #N/A #N/A #N/A #N/A #N/A suhu 0,019159853 0,003008652 6,368250707 0,007836852 0,009584978 0,028734728 0,009584978
LAMPIRAN Tabel pengamatan HCL Untuk Titrasi Kecambah Perlakuan
ulangan 1
ulangan 2
5 °C
12
11,5
15 °C
12,2
Suhu Lab Suhu Rumah Kaca
Tanpa Kecambah ulangan 1
ulangan 2
x bar
11,5
12,5
13,3
12
12 12,6 5
0,025
11,9
y bar 11,7 5 12,0 5
5,2
5
5,1
12,1
11,5
11,8
0,67
6
5,7
5,85
13,2
12,8
13
0,715
Analisis Regresi > a=read.table("clipboard",header=T) >a suhu laju 1
5 0.025
2 15 0.060 3 30 0.670 4 36 0.715 > reg1=lm(laju~-1+suhu,data=a) > summary(reg1) Call: lm(formula = laju ~ -1 + suhu, data = a) Residuals: 1
2
3
4
-0.07080 -0.22740 0.09520 0.02525 Coefficients: Estimate Std. Error t value Pr(>|t|) suhu 0.019160 0.003009 6.368 0.00784 ** --Signif. codes: 0 „***‟ 0.001 „**‟ 0.01 „*‟ 0.05 „.‟ 0.1 „ ‟ 1 Residual standard error: 0.1488 on 3 degrees of freedom Multiple R-squared: 0.9311,
Adjusted R-squared: 0.9082
F-statistic: 40.55 on 1 and 3 DF, p-value: 0.007837 >
CO₂ yang dihsilka n
0,06
0.8
Laju Respiras (ml CO2 gramˉˡ jamˉˡ
0.7
y = 0.0192x R² = 0.9311
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
-0.1 0
10
20
suhu (°C)
30
40