https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
ACARA III EVALUASI KADAR PROTEIN TERLARUT PADA KEDELAI DAN PRODUK OLAHANNYA
A. Pendahuluan 1.
Latar Belakang Protein sangat esensial bagi kelangsungan hidup manusia karena penting dalam pembentukan biomolekul dan juga merupakan sumber energi. Bila seseorang kekurangan asupan karbohidrat dan lemak maka tubuh terpaksa merombak protein sebagai energi, itulah sebabnya seseorang yang kekurangan gizi disebut kwasiorkor atau penyakit Kurang Energi Protein (KEP). Dalam mengkonsumsi protein tentunya ada batas konsumsi yang harus dicapai (protein daily intake), sehingga dalam semua produk olahan sering dicantumkan prosentase kandungan protein dalam suatu produk. Penginformasian jumlah protein dalam suatu produk didapat dari analisa perhitungan kadar protein baik protein terlarut maupun protein yang tidak terlarut. Dalam Sudarmadji (2010) mengulas tentang pemikiran seorang peneliti asal Jerman yang menyatakan bahwa dalam pencernaan, protein akan melepaskan unit-unit penyusun protein tubuh dan unit-unit tersebut sudah ada dalam bahan makanan. Dengan pentingnya mengetahui analisa perhitungan protein pada bahan makanan tertentu dan mengetahui daya cerna protein dalam tubuh maka dalam praktikum ini dibahas korelasi antara jumlah protein suatu bahan makanan dengan nilai gizi kedelai dan produk olahannya sehingga penurunan protein dalam proses pengolahan produk kedelai dapat diminimalisasi. Uji kadar protein yang dilakukan adalah penentuan kadar protein terlarut metode Lowry (spektrofotometri). Sedangkan perlakuan kedelai adalah dibiarkan mentah, masih dalam kecambah, perebusan/pemanasan, dan fermentasi kapang menjadi produk tempe.
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
2.
Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum acara ”Evaluasi Kadar Protein Terlarut pada Kedelai dan Produk Olahannya” adalah menentukan kadar protein terlarut dari kedelai dan produk olahannya dengan menggunakan metode Lowry.
B. Tinjauan Pustaka Protein merupakan salah satu senyawa yang berupa makromolekul, yang terdapat dalam setiap organisme, dengan karasteristik yang berbeda-beda. Protein yang ditemukan kadang-kadang berkonjungasi dengan makromolekul atau mikromolekul seperti lipid, polisakarida dan mungkin fosfat. Protein terkonjugasi
yang
dikenal
antara
lain
nukleoprotein,
fosfoprotein,
metaloprotein, lipoprotein, flavoprotein dan glikoprotein. Protein yang diperlukan organisme dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan utama, ialah pertama; protein sederhana, yaitu protein yang apabila terhidrolisis hanya menghasilkan asam amino; dan kedua protein terkonjugasi, yaitu protein yang dalam hidrolisis tidak hanya menghasilkan asam amino, tetapi menghasilkan juga komponen organik ataupun komponen anorganik, yang disebut "gugus prosthetic". Di samping itu protein dapat dibedakan berdasarkan pada jenis ikatan peptida antar molekul asam amino, yaitu protein primer, protein sekunder, protein tertier dan protein kuaterner. Protein primer merupakan polimer asam amino yang berbentuk rantai panjang, terdapat dalam sel hewan antara lain sebagai collagen dan elastin. Protein sekunder adalah polimer asam amino rantai polipeptida yang membentuk struktur helix seperti keratin yang terdapat dalam rambut, tanduk dan wool. Protein tertier adalah polimer asam amino dalam bentuk globuler, seperti yang terdapat dalam enzim, muthormon dan protein pembawa oksigen (Sumarno, 2002). Menurut kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa grup yaitu albumin, globulin, glutelin, prolamin, histon dan protamin. a. Albumin : larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya albumin telur, albumin serum, dan laktalbumin dalam susu. b. Globulin : tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan garam encer, dan mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi. Contohnya legumin dalam kacang kacangan.
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
c. Glutelin : tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam/basa encer. Contohnya glutenin pada gandum. d. Prolamin/gliadin : larut dalam alkohol 70-80% dan tak larut dalam air maupun alcohol absolute. Contohnya gliadin dalam gandum. e. Histon : larut dalam air dan tidak larut dalam ammonia encer . histon yang terkoagulasi karena pemanasan dapat larut lagi dalam larutan asam encer. Contohnya gloin dalam hemoglobin. f. Protamin : protein yang paling sederhana dibandingkan protein lainnya, tetapi lebih kompleks daripada pepton dan peptide. Contohnya salmin dalam ikan salmon (Winarno, 2004). Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam- asam amino oleh enzim – enzim pencernaan (protease) dikenal dengan istilah daya cerna. Suatu protein yang mudah di cerna menunjukkan bahwa asam – asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh itu tinggi. Sebaliknya protein yang sukar dicerna berarti jumlah asam asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah. Karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses (Muchtadi, 1989). Kacang – kacangan termasuk dalam famili leguminosa atau disebut juga polongan. Berbagai kacang – kacangan yang telah bayak dikenal adalah lacing kedelai. Kacang merupaka sumber utama protein nabati dan mempunyai daya guna yang luas. Kacang kacangan memiliki struktur yang hampir sama dengan serealia. Analisis kimia pada kacang kacangan ada berbagai macam. Penetapan kadar protein dapat dilakukan dengan metode kjeldahl, sedangkan kadar lemaknya menggunakan metode sohxlet. Penetapan kadar air dan kadar abu kacang kacangan biasanya dilakukan masing masing dengan metode pengeringan dan pengabuan (Muchtadi, 2010).
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
Pada umumnya protein mengandung 16% nitrogen dan dengan fakta ini dapat ditentukan jumlah protein dalam makanan atau dalam tubuh setelah dengan cara kimia ditentukan jumlah nitrogennya. Dalam keadaan normal, pada orang dewasa biasanya terdapat keseimbangan nitrogen artinya terdapat kesamaan antara jumlah nitrogen yang dikonsumsi tubuh dengan yang diekskresikan. Cara lain untuk menentukan kualitas protein dalam makanan adalah dengan
menentukan nilai kimia atau skor protein dalam makanan
tertentu. Nilai ini dibandingkan dengan nilai kimia protein standar atau protein teoretik yang ditentukan memiliki susunan asam amino esensial ideal bagi tubuh manusia (Poedjiadi, 2009). Protein merupakan salah satu kelompok bahan mikronutrien. Protein berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energi. Keistimewaan dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N, disamping C, H, O, S, P, Fe, dan Cu. Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan. Salah satu analisa protein yaitu menggunakan metode lowry dimana protein dengan asam fosfotungstat–fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dulu dibuat
kurva
standar
yang
menghubungkan
konsentrasi
dengan
OD
(Sudarmadji, 2010). Protein, pati dan lipid setelah dirombak oleh enzim-enzim digunakan sebagai bahan penyusun pertumbuhan di daerah-daerah tumbuh dan sebagai bahan bakar respirasi. Protein terlarut mencapai minium pada lama perendaman mendekati 100 menit, lama perkecambahan 36 jam dan pH perendaman tetap 6. Hal ini kemungkinan disebabkan pada awal pertumbuhan biji wijen memerlukan energi yang sangat besar untuk proses pertumbuhan. Untuk memenuhi kebutuhan energi ini digunakan protein setelah cadangan karbohidrat menipis. Protein dirombak oleh enzim proteolitik menghasilkan campuran asam-asam amino bebas dan bersama dengan amida-amida dari asam glutamat dan aspartat, senyawa-senyawa ini terutama dalam bentuk amidanya
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
ditranslokasikan ke embrio. Disamping itu asam-asam amino triptofan yang merupakan hasil perombakan protein dari sel-sel penyimpanan dalam titik-titik tumbuh embrio diubah menjadi Indole Acetic Acid (IAA) yang menstimulir pertumbuhan (Sutopo, 2002 dalam Suhendra, 2012). Protein terbentuk kembali setelah kebutuhan energi untuk pertumbuhan terpenuhi sebagai cadangan makanan yang digunakan untuk membesarkan diri dan untuk proses respirasi selanjutnya pada saat diperlukan untuk berkembang. Hal ini kemungkinan yang menyebabkan protein terlarut meningkat kembali setelah lama perkecambahan 36 jam (Suhendra, 2012). Kekurangan air umumnya dikaitkan dengan situasi di mana kehilangan air melebihi intensitas penyerapan memadai yang menyebabkan penurunan kadar air tanaman, pengurangan turgor dan, akibatnya, penurunan ekspansi selular dan perubahan berbagai proses biokimia penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan atau produktivitas. Isi Rubisco per satuan luas daun adalah positif berkorelasi dengan kandungan protein terlarut. Selama kekeringan, kualitas protein kloroplas menurun dan spektrum elektroforesis protein diubah dalam tanaman pohon. Banyak peneliti telah melaporkan perubahan dalam fungsi dan kecepatan aktivitas enzimatik, seperti sintesis asam amino dan penurunan kadar protein, sebagai tanggapan metabolik pembatasan air. Nitrat reduktase (NRase) adalah tingkat membatasi enzim dalam asimilasi nitrogen dan merupakan titik kunci dari regulasi metabolisme pada tanaman. Kadar larut protein adalah kandungan protein larut dari sampel daun adalah ukuran penilaian langsung dari efisiensi fotosintesis tanaman. Kandungan protein terlarut diperkirakan dari sampel daun mengikuti metode Lowry dan dinyatakan sebagai mg berat g-1 segar (Ananthi, 2012). Ikan telah lama diakui sebagai sumber berharga protein berkualitas tinggi dalam diet manusia (Weber, 2008). Tingkat protein yang tinggi, dengan kecernaan baik dan kadar lemak juga rendah adalah keuntungan dari Seafood. Kelarutan protein dianggap sebagai faktor yang paling penting dan indeks sangat baik untuk fungsionalitas produk-produk kering. Selain ini merupakan faktor penting karena relevansinya dengan sifat-sifat lainnya seperti viskositas, gelatin, pembusaan dan emulsifikasi (Hall, 1992). Kelarutan protein mengacu
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
pada jumlah protein total otot yang masuk ke dalam larutan dalam kondisi tertentu (Zayas, 1997) dan tergantung pada struktur protein, pH, konsentrasi garam, suhu, lama ekstraksi dan banyak faktor intrinsik lainnya. Tanda-tanda denaturasi protein yang tercermin dalam perubahan kelarutan. Metode pengolahan mempengaruhi kelarutan protein terutama jika mereka terkena panas (Ghelicopur, 2011). Kedelai merupakan sumber protein yang lebih rendah daripada susu sapi, dengan daya cerna yang lebih rendah dan bioavailabilitas serta konten metionin yang rendah. Untuk protein kedelai formula bayi, hanya isolat protein yang dapat digunakan, dan kadar protein minimum yang diperlukan dalam undangundang Uni Eropa saat ini lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi protein formula (2,25 g/100 kkal dibanding 1,8 g/100 kkal). Protein kedelai formula dapat digunakan untuk memberi makan bayi, tetapi tidak memiliki keuntungan nutrisi selama formula protein pada susu sapi yang mengandung konsentrasi tinggi seperti fitat, aluminium, dan fitoestrogen (Agostoni, 2006). C. Metode Praktikum 1. Alat a.
Tabung reaksi
b.
Pipet volume dan propipet
c.
Erlenmeyer
d.
Alu dan mortal
e.
Kertas saring
f.
Corong
g.
Sentrifugator
h.
Spektrofotometer
2. Bahan a.
Sampel (kedelai mentah, kedelai rebus, kecambah kedelai, tempe kedelai)
b.
Larutan standar BSA 3,7 mg/5 ml
c.
Larutan Lowry A dan B
d.
Aquades
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
3. Cara Kerja a.
Pembuatan kurva standar 6 tabung reaksi Diisi larutan standar 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml Ditambah aquades hingga volume 1 ml Ditambah 8 ml larutan lowry B Dibiarkan 10 menit Ditambah 1 ml larutan lowry A Dikocok Dibiarkan 20 menit Ditera absorbsinya pada 600 nm dengan spktrofometer Dibuat kurva standar hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi Ditentukan persamaan kurva standar
b.
Penentuan kadar protein terlarut 1 ml larutan sampel Ditambah 8 ml larutan lowry B Dibiarkan 10 menit Ditambah 1 ml larutan lowry A Dikocok Dibiarkan 20 menit Ditera absorbansi pada 600 nm dengan spektrofometer Ditentukan kadar protein terlarut dengan persamaan larutan standar
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
D. Hasil dan Pembahasan Tabel 3.1 Kurva Standar Protein BSA ml larutan standar mg mol terlarut 0 0 0,2 0,148 0,4 0,296 0,6 0,444 0,8 0,592 1 0,740 Sumber : Laporan sementara Metode
Lowry merupakan
Ǻ 0,042 0,227 0,389 0,550 0,689 0,815 protein
dengan asam
fosfotungstat-
fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Larutan yang digunakan sebagai standar adalah Bovine Serum Albumin (BSA) karena dapat larut dalam pelarut air dan merupakan standar pembanding konsentrasi protein untuk uji protein. Larutan BSA yang digunakan sebanyak 3,7 mg/5 ml. Larutan standar dibuat dengan dengan memasukkan BSA dalam 6 tabung reaksi yang masing-masing berisi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml dan ditambahkan aquades sampai volume 1 ml. Kemudian ditambahkan 8 ml Lowry B yang terdiri dari campuran 100 ml larutan 2% Na2CO3 dalam NaOH 1N dengan 1 ml CuSO4.5H2O 1% dan 1 ml Na-K-tartrat 2% dan dibiarkan 10 menit. Adapun masing-masing penyusun larutan Lowry B mempunyai peran dan fungsi masingmasing. CuSO4 berfungsi untuk mereduksi fosfomolibdat-fosfotungstat. Na-Ktartrat berfungsi mencegah terjadinya pengendapan kuprooksida dalam reagen Lowry B, sehingga nantinya saat ditera oleh spektorfotometer tidak ada endapan kuprooksida
mengumpul
di
bawah
kuvet,
dan
harapannya
semua
molekul/partikel dapat tersebar merata saat diamati. NaCO 3 berfungsi sebagai garam yang mengkoordinasi reaksi dalam suasana basa bersama NaOH. NaOH berfungsi memberi suasana alkalis yang bila bergabung dengan asam fosfotungstat-fosfomolibdat akan memberikan warna larutan menjadi biru. Setelah penambahan Lowry B dan dibiarkan 10 menit, lalu ditambahkan 1 ml Lowry A yang terdiri dari larutan folin ciocalteau dan aquades (1:1) dan dibiarkan 20 menit. Kemudian dimasukkan dalam spektrofotometer, ditera
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
dengan panjang gelombang 600 nm hingga dapat terbaca absorbansinya. Menurut Sudarmadji (2010) cara Lowry 10-20 kali lebih sensitif daripada cara UV atau cara Biuret. Pada Tabel 3.1 hasil peneraan dengan spektrofotometer terhadap larutan standar protein BSA menunjukkan secara berturut-turut absorbansi pada konsentrasi 0; 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 dan 1 adalah sebesar 0,042 Ǻ, 0,227 Ǻ, 0,389 Ǻ, 0,550 Ǻ, 0,689 Ǻ dan 0,815 Ǻ. Nilai absorbansi yang menggunakan spektrometer sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai konsentrasi larutan yang sering pula dipengaruhi faktor pengenceran, partikel lain yang terikut dalam kuvet, kebersihan kuvet dan bentuk kuvet yang digunakan. Semakin encer larutan maka semakin rendah nilai absorbansinya. Sesuai pernyataan Lambert Beer jika wadah/kuvet yang digunakan berbentuk tabung sedemikian rupa sehingga yang dilewati sinar panjangnya 1 cm, maka absorbansi tidak akan terlalu tinggi. Sinar melalui tabung sepanjang 100 cm yang berisi larutan yang sama, maka sinar akan lebih banyak diserap karena sinar berinteraksi dengan lebih banyak molekul. Dengan adanya kurva standar dari larutan protein standar BSA didapat persamaan Y= 1,044787x + 0,065428 yang berguna untuk menentukan konsentrasi sampel kedelai yang akan diketahui nilai absorbansinya. Tabel 3.2 Kadar Protein Terlarut Berbagai Sampel Ǻ Kel Sampel % protein terlarut 1 1,038 18,618 5 Kedelai mentah 9 0,982 17,546 13 2 0,249 3,514 6 Kedelai rebus 10 0,145 1,523 14 3 0,554 9,353 7 Kecambah kedelai 11 0,704 12,224 15 4 0,145 1,523 8 Tempe kedelai 12 0,214 2,844 16
Rata-rata (%) 18,082
2,519
10,789
2,184
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
Sumber: Laporan Sementara Diketahui kelompok 1 mengerjakan sampel kedelai mentah. 5 gram kedelai mentah ditumbuk sampai halus kemudian dilarutkan dengan air dalam labu takar 100ml sampai tanda tera. Untuk mengambil filtrat kedelai mentah, larutan dari labu takar disaring menggunakan kertas saring. Dari larutan jernih hasil saringan tadi diambil 10 ml lalu dilarutkan lagi dalam 100 ml aquades sampai tanda tera. Setelah itu diambil 1 ml larutan dan direaksikan dengan reagen Lowry B sebanyak 8 ml dan biarkan 10 menit, diikuti penambahan reagen Lowry A, digojog dan biarkan 20 menit. Peneraan kadar protein dengan spektrofotometer dilakukan untuk dengan membaca nilai absorbansi. Nilai absorbansi larutan sampel, dalam persamaan regresi dinyatakan dengan variabel y sedangkan konsentrasi yang akan dicari dinyatakan dengan vaiabel x. Nilai absorbansi kemudian di masukkan dalam persamaan regresi kurva standar y = 1,044787x + 0,065428 maka didapat nilai x sebesar 0,93088. Persentase kadar protein dapat ditentukan berdasarkan dengan pengalian antara nilai x dengan faktor pengencerannya, dan dibagi dengan berat bahan dikalikan 1000, lalu dikalikan 100, persen kadar protein kedelai mentah 18,617%. Tabel 3.2 hasil praktikum uji Kadar Protein Terlarut kedelai dan produk olahannya menunjukkan urutan dari kadar protein tertinggi ke yang terendah adalah kedelai mentah, kecambah kedelai, kedelai rebus lalu tempe kedelai sebesar 18,082%; 10,789%; 2,519%; 2,184%. Jadi kadar protein terlarut tertinggi pada sampel kedelai mentah, sedangkan kadar protein terlarut yang terendah adalah sampel tempe kedelai. Detail hasil adalah sebagai berikut, kedelai mentah nilai Ǻ sebesar 1,038 dan 0,982 dengan % rata-rata protein terlarut sebesar 18,082%. Pada sampel kecambah kedelai nilai Ǻ sebesar 0,554 dan 0,704 dengan % rata-rata protein terlarut sebesar 10,789%. Pada sampel kedelai rebus nilai Ǻ sebesar 0,249 dan 0,145 dengan % rata-rata protein terlarut sebesar 2,519%. Pada sampel tempe kedelai nilai Ǻ sebesar 0,145 dan 0,214 dengan % rata-rata protein terlarut sebesar 2,184%. Kedelai mentah menjadi yang paling tinggi kadar protein terlarutnya akibat adanya penumbukan kedelai mentah. Berdasarkan penelitian Anam (2006), tempe kara benguk yang ditumbuk memiliki kadar protein terlarut yang
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
paling besar dibandingkan tempe kara benguk yang tidak ditumbuk halus. Pengecilan ukuran (penumbukan) akan membuat protein yang berupa untaian panjang polipeptida yang rumit menjadi untaian panjang yang sederhana. Dalam praktikum kedelai hasil tumbukan yang halus dicampur dengan aquades untuk dapat disaring dan didapatkan filtratnya. Penambahan aquades ini berfungsi mempermudah asam amino terlarut dalam aquades. Sehingga kadar protein terlarut kedelai mentah adalah yang paling besar dan hal ini berkorelasi positif dengan nilai gizi protein, sebab polipeptida menjadi mudah dicerna, dihidrolisis dan diserap oleh usus. Dapat disimpulkan juga hubungan kadar protein terlarut dengan nilai gizi berbanding lurus, semakin besar protein terlarut maka semakin besar pula nilai gizi suatu bahan pangan. Semakin terurai struktur protein suatu bahan semakin mudah dicerna dan semakin banyak persentase protein terlarutnya. Dalam Hidajah (2010) menyatakan salah satu zat gizi yang berubah oleh pemanasan adalah protein. Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60-900C) selama satu jam atau kurang. Selain pemanasan, fermentasi merupakan proses pengolahan yang dapat meningkatkan daya cerna. Hasil penelitian Hidajah menunjukkan asam amino tempe kedelai hitam pada kontrol lebih tinggi daripada setelah pengolahan panas. Kedelai yang mengalami pemanasan akan terurai proteinnya baik itu dinyatakan sebagai asam amino esensial maupun non esensial sehingga kadar protein yang dapat larut air semakin tinggi. Penurunan kadar protein ini dapat diminimalkan dengan proses pengolahan yang baik dan menghindari suhu yang terlalu tinggi, untuk mempertahankan kualitas protein penelitian Hidajah menganjurkan penggunaan suhu 700C. Proses pemanasan dapat menurunkan kadar protein dengan mekanisme denaturasi protein, menurut Lehninger, 1998 denaturasi adalah peristiwa terbukanya susunan tiga dimensi molekul protein menjadi struktur acak, dengan lipatan protein menyebabkan enzim pencernaan yang lebih mudah untuk menghidrolisis dan mudah memecah protein menjadi monomer-monomer. Teori lain juga diungkapkan Anglemier, 1976 penurunan kadar protein dalam perebusan disebabkan terlepasnya ikatan struktur protein karena panas yang menyebabkan terlarutnya komponen protein dalam air.
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
Astawan (2008) menyatakan bahwa proses fermentasi menyebabkan tempe memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan kacang kedelai. Pada tempe, terdapat enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang tempe sehingga protein menjadi lebih mudah dicerna. Kapang mampu menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas. Dari pernyataan tersebut dapat ditangkap tempe juga memiliki protein terlarut lebih tinggi dibanding kedelai mentah karena dampak hidrolisis protein oleh kapang tempe menguraikan dan menyederhanakan struktur protein sehingga lebih memudahkan protein larut air. Pada kecambah kedelai kadar protein terlarut tidak sebesar kedelai mentah karena protein kecambah belum sempurna maksimal terbentuk, kecambah sedang mengalami proses anabolisme dan protein yang dibentuk digunakan untuk mendukung pertumbuhan kecambah menjadi kedelai dewasa. Protein akan optimal terbentuk saat kedelai mulai mempersiapkan fase katabolisme dan pada fase itulah protein terlarut juga akan lebih tinggi dibanding saat masih dalam bentuk kecambah. Faktor penentu kadar protein
terlarut
adalah
jenis
dan
cara
pengolahannya. Semakin mengalami pengolahan yang kompleks, protein akan berkurang. Pemanasan seperti perebusan, penggorengan dan pemanggangan serta fermentasi dapat mengurangi kadar protein dan nilai gizi kedelai namun meningkatkan kemampuan protein untuk terlarut dalam air. Faktor lainnya adalah lama kedelai terdegradasi proteinnya oleh enzim protease/proteolitik, pengecilan ukuran juga dapat meningkatkan protein terlarut suatu bahan. Semakin tinggi protein terlarut dalam air maka semakin tinggi nilai gizi produk yang akan dicerna tubuh. Pengolahan kedelai dapat menyebabkan nilai gizi berkurang akibat degradasi protein oleh enzim maupun karena terdenaturasi suhu tinggi namun meningkatkan persen protein terlarutnya.
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
E. Kesimpulan Dari praktikum acara III “Evaluasi
Kadar
Protein
Terlarut
Pada
Kedelai Dan Produk Olahannya” ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil peneraan dengan spektrofotometer terhadap larutan standar protein BSA menunjukkan secara berturut-turut absorbansi pada konsentrasi 0; 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 dan 1 adalah sebesar 0,042 Ǻ, 0,227 Ǻ, 0,389 Ǻ, 0,550 Ǻ, 0,689 Ǻ dan 0,815 Ǻ. 2. Urutan kadar protein tertinggi ke yang terendah adalah kedelai mentah, kecambah kedelai, kedelai rebus lalu tempe kedelai sebesar 18,082%; 10,789%; 2,519%; 2,184%. 3. Kedelai mentah menjadi yang paling tinggi kadar protein terlarutnya akibat adanya penumbukan kedelai mentah. 4. Protein terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60-900C). 5. Asam amino pada kontrol lebih tinggi daripada setelah pengolahan panas. 6. Saat perebusan terjadi lepasnya ikatan struktur protein karena panas yang menyebabkan terlarutnya komponen protein dalam air. Semakin mudah larut air semakin mudah suatu protein untuk dicerna. 7. Pada tempe, terdapat enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang tempe sehingga protein menjadi lebih mudah dicerna. 8. Pada kecambah kedelai kadar protein terlarut tidak sebesar kedelai mentah karena protein kecambah belum sempurna maksimal terbentuk. Kedelai mentah sudah mulai mengalami katabolisme (perombakan makromolekul) sehingga struktur proteinnya lebih sederhana dan lebih dapat larut air. 9. Faktor penentu kadar protein terlarut adalah jenis dan cara pengolahannya, pemanasan, fermentasi, lama kedelai terdegradasi proteinnya oleh enzim protease/proteolitik, serta pengecilan ukuran. 10. Semakin mengalami pengolahan yang kompleks maka protein semakin mudah larut air, dan menandakan semakin mudah suatu bahan makanan untuk dicerna.
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
DAFTAR PUSTAKA Agostoni, Carlo. 2006. Soy Protein Infant Formulae and Follow on Formulae: A Commentary by the ESPGHAN Committee on Nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 42: 352-361. Ananthi, K and Vijayaraghavan,H. 2012. Rapid Determination of Soluble Protein Content, Nitrate Reductase Activity and Yields Studies In Cotton Genotypes Under Water Stress. International Journal of Food, Agriculture and Veterinary Sciences ISSN : 2277 – 209X. Gelichpour, M and Shabanpour, B. 2011. The Investigation Of Proximate Composition and Protein Solubility in Processed Mullet Fillet. International Food Research Journal 18(4): 1343 – 1347. Muchtadi, Tien R. 2010. Ilmu pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung. Muchtadi, Tien R. 1989. Evaluasi Gizi dalam Bahan Pangan. Poedjiadi, Anna dkk. 2009. Dasar – dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta. Sudarmadji, Slamet. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Suhendra, Lutfi. 2012. Studi Perubahan Protein Terlarut Selama Perkecambahan Biji Wijen ( Sesamun indicum L.) Menggunakan Pendekatan Respon Surface Methodology. Jurnal Penelitian Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Sumarno. 2002. Estimasi Kadar Protein dalam Bahan Pangan melalui Analisis Nitrogen Total dan Analisis Asam Amino. Majalah Farmasi Indonesia 13(1), 34-43. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
LAMPIRAN Larutan standar BSA = 3,7 mg/ 5 ml ml larutan standar mg mol terlarut 0 0 0,2 0,148 0,4 0,296 0,6 0,444 0,8 0,592 1 0,740 Sumber : Laporan Sementara a
= 0,065428
b
= 1,044787
r
= 0,9978
Ǻ 0,042 0,227 0,389 0,550 0,689 0,815
https://www.academia.edu/5946473/Acara_3-Protein_terlarut Kamis 14:51, 5 februari 2014
Anita Angga Dewi Sebelas Maret University, Food Science and Technology, Faculty Member
Perhitungan kelompok 5 (kedelai mentah) : Sampel = 5 gr/100 ml 10 ml/100 ml 1 ml
Å = 1,038
Y = a + bx Y = 0,065428 + 1,044787 x x = 0,93088
Kadar protein
=
x faktor pengali 100% sampel ( g ) x1000
=
0,93088 1000 100% 5 1000
= 18,617 %