6. Penginderaan Jauh
2013
6P
enginderaan Jauh
6.1 Pendahuluan Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) berkembang dengan pesat sejak eksplorasi antariksa berlangsung sekitar tahun 1960-an dengan mengorbitnya satelit-satelit Gemini, Apollo, Sputnik, Solyus. Kamera yang mengambil gambar permukaan bumi dari satelit memberikan informasi berbagai gejala dipermukaan bumi seperti seperti geologi, kehutanan, kelautan dan sebagainya. sebagainya. Teknologi pemotretan udara yang berkembang bersamaan dengan era eksplorasi antariksa seperti sistim kamera majemuk, multispectral scanner, vidicon, radiometer, spectrometer diikut sertakan dalam misi antariksa tersebut pada tahap berikutnya. Pada tahun 1972 satelit ERTS-1 (sekarang dikenal dengan Landsat) untuk pertama kali diorbitkan Amerika Serikat. Satelit ini dikenal dengan satelit sumber alam karena fungsinya adalah untuk memetakan potensi sumber alam dan memantau kondisi lingkungan. Para praktisi dari berbagai bidang ilmu mencoba memanfaatkan data Landsat untuk menunjang program pemetaan, dalam waktu singkat disimpulkan bahwa data satelit tersebut potensial untuk menunjang program pemetaan dalam lingkup sangat luas. Sejak itu berbagai satelit sejenis diorbitkan oleh negaranegara maju lain, seperti SPOT oleh Perancis, IRS oleh India, MOSS dan Adeos oleh Jepang, ERS-1 oleh MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dan Radarsat o leh Kanada. Pada sekitar tahun 2000 sensor berketelitian tinggi yang semula merupakan jenis sensor untuk mata-mata/intellegence telah pula dipakai untuk keperluan sipil dan diorbitkan melalui satelit-satelit Quickbird, Ikonos, Orbimage-3, sehingga obyek kecil di permukaan bumi dapat pula direkam. Penggunaan data satelit penginderaan jauh di bidang kebumian telah banyak dilakukan di negara maju untuk keperluan pemetaan geologi, eksplorasi mineral dan energi, bencana alam dan sebagainya. Di Indonesia penggunaan dalam bidang kebumian belum sebanyak di luar negeri karena berbagai kendala, diantaranya diantaranya data satelit cukup mahal, memerlukan software khusus khusus dan paling utama adalah ketersediaan sumberdaya manusia yang terampil sangat terbatas. Dalam pembahasan ini akan lebih ditekankan pada pengenalan informasi geologi dan kondisi lingkungan geologi yang dalam beberapa hal berkaitan dengan penggunaan data satelit penginderaan jauh.
6.2 Prinsip Dasar Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengenal dan menentukan obyek dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek tersebut. Banyak pakar memberi batasan, penginderaan jauh hanya mencakup pemanfaatan gelombang elektromaknetik saja, sedangkan penginderaan yang memanfaatkan sifat fisik bumi seperti kemaknitan, gaya berat dan seismik tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Namun sebagian pakar memasukkan pengukuran sifat fisik bumi ke dalam lingkup penginderaan jauh. Di bawah ini akan disinggung secara singkat
252
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
mengenai gelombang elektromaknit, pembagian dalam selang panjang gelombang (spectral range), mengapa dipakai dalam sistim perekaman citra dan bagaimana responnya terhadap benda di permukaan bumi.
6.2.1 Komponen Dasar Empat komponen dasar dari sistem Penginderaan Jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor (gambar 6-1). Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan computer dan perangkat lunak pengolah citra.
Gambar 6-1. 6-1. Komponen Penginderaan Jauh: (1). Sumber Energi (matahari); (2). Target (obyek di permukaan bumi); (3). Atmosfir (media transmisi); dan (4). Sensor (alat perekam).
6.2.2 Teknologi Penginderaan Jauh Sebuah platform Penginderaan Jauh dirancang sesuai dengan beberapa tujuan khusus. Tipe sensor dan kemampuannya, platform, penerima data, pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang sesuai dengan tujuan tersebut dan beberapa faktor lain seperti biaya, waktu dan sebagainya.
1. Resolusi sensor Rancangan dan penempatan sebuah sensor terutama ditentukan oleh karakteristik khusus dari obyek yang ingin dipelajari dan informasi yang diinginkan dari obyek tersebut. Setiap aplikasi Penginderaan Jauh mempunyai kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area, frekuensi pengukuran dam tipe energi yang akan dideteksi. Oleh karena itu, sebuah sensor harus mampu memberikan resolusi spasial, spectral dan temporal yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi.
253
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
mengenai gelombang elektromaknit, pembagian dalam selang panjang gelombang (spectral range), mengapa dipakai dalam sistim perekaman citra dan bagaimana responnya terhadap benda di permukaan bumi.
6.2.1 Komponen Dasar Empat komponen dasar dari sistem Penginderaan Jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor (gambar 6-1). Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan computer dan perangkat lunak pengolah citra.
Gambar 6-1. 6-1. Komponen Penginderaan Jauh: (1). Sumber Energi (matahari); (2). Target (obyek di permukaan bumi); (3). Atmosfir (media transmisi); dan (4). Sensor (alat perekam).
6.2.2 Teknologi Penginderaan Jauh Sebuah platform Penginderaan Jauh dirancang sesuai dengan beberapa tujuan khusus. Tipe sensor dan kemampuannya, platform, penerima data, pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang sesuai dengan tujuan tersebut dan beberapa faktor lain seperti biaya, waktu dan sebagainya.
1. Resolusi sensor Rancangan dan penempatan sebuah sensor terutama ditentukan oleh karakteristik khusus dari obyek yang ingin dipelajari dan informasi yang diinginkan dari obyek tersebut. Setiap aplikasi Penginderaan Jauh mempunyai kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area, frekuensi pengukuran dam tipe energi yang akan dideteksi. Oleh karena itu, sebuah sensor harus mampu memberikan resolusi spasial, spectral dan temporal yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi.
253
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Resolusi spasial menunjukkan tingkat kerincian/ketelitian suatu obyek yang ditangkap oleh sensor. Semakin rinci suatu obyek maka akan semakin tinggi pula resolusi spasial yang diperlukan. Sebagai contoh, pemetaan penggunaan lahan memerlukan resolusi spasial lebih tinggi daripada sistem pengamatan cuaca berskala besar.
Resolusi spektral menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band spektral yang diukur oleh sensor. Untuk mendeteksi kerusakan tanaman dibutuhkan sensor dengan kisaran band yang sempit pada bagian merah.
Resolusi temporal menunjukkan interval waktu antar dua pengukuran yang berurutan. Untuk memonitor perkembangan kebakaran hutan maka diperlukan pengukuran setiap jam, sedangkan untuk memonitor produksi tanaman membutuhkan pengukuran setiap musim, sedangkan pemetaan geologi hanya membutuhkan sekali pengukuran.
2. Platform
Ground-Based Platforms: sensor diletakkan di atas permukaan bumi dan tidak berpindahpindah. Sensornya biasanya sudah baku seperti pengukur suhu, angin, pH air, intensitas gempa dll. Biasanya sensor ini diletakkan di atas bangunan tinggi seperti menara.
Aerial platforms: biasanya diletakkan pada pesawat terbang, meskipun platform airborne lain seperti balon udara, helikopter dan roket juga bisa digunakan. Digunakan untuk mengumpulkan citra yang sangat detail dari permukaan bumi dan hanya ditargetkan ke lokasi tertentu. Dimulai sejak awal 1900-an.
Satellite Platforms : sejak awal 1960 an sensor mulai diletakkan pada satelit yang diposisikan pada orbit bumi dan teknologinya berkembang pesat sampai sekarang. Banyak studi yang dulunya tidak mungkin menjadi mungkin.
3. Komunikasi dan dan pengumpulan pengumpulan data Pengiriman data yang dikumpulkan dari sebuah sistem Penginderaan Jauh kepada pemakai kadang-kadang harus dilakukan dengan sangat cepat. Oleh karena itu, pengiriman, penerimaan, pemrosesan dan penyebaran data dari sebuah sensor satelit harus dirancang dengan teliti untuk memenuhi kebutuhan pemakai. Pada ground-based platforms, pengiriman menggunakan sistem komunikasi ground-based seperti radio, transmisi microwave atau computer network. Bisa juga data disimpan pada platform untuk kemudian diambil secara manual. Pada aerial Platforms, data biasanya disimpan on board dan diambil setelah pesawat mendarat. Dalam hal satellite Platforms, data dikirim ke bumi yaitu kepada sebuah stasiun penerima. Berbagai cara transmisi yang dilakukan: (1). langsung kepada stasiun penerima yang ada dalam jangkauan; (2). disimpan on board dan dikirimkan pada saat stasiun penerima ada dalam jangkauan, terus menerus, yaitu pengiriman ke stasiun penerima melalui komunikasi satelit berantai pada orbit bumi, atau (3). kombinasi dari cara-cara tersebut. Data diterima oleh stasiun penerima dalam bentuk format digital mentah. Kemudian data tersebut akan diproses untuk pengkoreksian sistematik, geometrik dan atmosferik dan dikonversi menjadi format standard. Data kemudian disimpan dalam tape, disk atau CD. Data biasanya
254
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
disimpan di stasiun penerima dan pemproses, sedangkan perpustakaan lengkap dari data biasanya dikelola oleh pemerintah ataupun perusahaan komersial yang berkepentingan.
4. Radiasi Elektromagnetik Berangkat dari bahasan kita di atas mengenai komponen sistem Penginderaan Jauh, energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan sistem Penginderaan Jauh untuk lingkungan hidup, yaitu sebagai medium untuk pengiriman informasi dari target kepada sensor. Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur, yaitu: panjang gelombang/wavelength, frekuensi, amplitudo, kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak. Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melalui suatu titik dalam satu satuan waktu. Frekuensi tergantung dari kecepatan merambatnya gelombang. Karena kecepatan energi elektromagnetik adalah konstan (kecepatan cahaya), panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik. Semakin panjang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin pendek suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya. Energi elektromagnetik dipancarkan, atau dilepaskan, oleh semua masa di alam semesta pada level yang berbedabeda. Semakin tinggi level energi dalam suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan karakteristik energi gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi elektromagnetik.
5. Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromaknit adalah gelombang yang merambat secara kontinyu dalam gerak yang harmonis. Sumber dari gelombang ini secara alami adalah sinar matahari, selain dapat pula dibuat secara artifisial seperti pada penginderaan dengan gelombang radar (gelombang mikro). Selang panjang gelombang elektromaknit mulai dari sekitar 0.3 nm sampai orde meter yang meliputi gelombang ultra ungu sampai radio (gambar 6-2).
Gambar 6-2. Selang panjang gelombang elektromaknit, Jendela Atmosfir dan Sistem Penginderaan Jauh (Film berwarna, Film Infra Merah, Landsat MSS, Landsat TM, SPOT, NOAA AVHRR, ERS SAR)
255
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Tidak semua gelombang elektromaknit dapat dipakai dalam sistim perekaman data karena sebagian dari selang panjang gelombang tersebut tidak dapat diteruskan (ditrasmit) ke permukaan bumi. Penghalang yang membendung jalannya gelombang tersebut di antaranya adalah massa gas yang terdapat di atmosfir seperti O2, H2O, CO2. Oleh karena itu ada celah-celah dimana transmisi gelombang berjalan penuh. Celah tersebut dikenal sebagai jendela atmosfir (atmospheric window) seperti dapat dilihat pada gambar 6-2. dan gambar 6-3.
Gambar 6-3. Jendela atmosfir dimana transmisi gelombang berjalan penuh
Berdasarkan distribusi jendela atmosfir tersebut sistim penginderaan jauh dipilih dan ditentukan secara operasional. Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik. Gambar spektrum elektroagetik di aah disusu erdasarka pajag geloag diukur dala satua ų
mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray.
Radio : Radio energi adalah bentuk level energi elektromagnetik terendah, dengan kisaran panjang gelombang dari ribuan kilometer sampai kurang dari satu meter. Penggunaan paling banyak adalah komunikasi, untuk meneliti luar angkasa dan sistem radar. Radar berguna untuk mempelajari pola cuaca, badai, membuat peta 3D permukaan bumi, mengukur curah hujan, pergerakan es di daerah kutub dan memonitor lingkungan. Panjang gelombang radar berkisar antara 0.8 – 100 cm. Microwave : Panjang gelombang radiasi microwave berkisar antara 0.3 – 300 cm. Penggunaannya terutama dalam bidang komunikasi dan pengiriman informasi melalui ruang terbuka, memasak, dan sistem Penginderaan Jauh aktif. Pada sistem Penginderaan Jauh aktif, pulsa microwave ditembakkan kepada sebuah target dan refleksinya diukur untuk mempelajari karakteristik target. Sebagai contoh aplikasi adalah Tropical Rainfall Measurig Missios T‘MM Miroae Iager TMI, yag egukur radiasi iroae yang dipancarkan dari atmosfer bumi untuk mengukur penguapan, kandungan air di awan dan intensitas hujan. Infrared : Radiasi infrared (IR) bisa dipancarkan dari sebuah obyek ataupun dipantulkan dari sebuah permukaan. Pancaran infrared dideteksi sebagai energi panas dan disebut thermal infrared. Energi yang dipantulkan hampir sama dengan energi sinar nampak dan disebut dengan reflected IR atau near IR karena posisinya pada spektrum elektromagnetik berada di dekat sinar nampak. Panjang gelombang radiasi infrared berkisar antara 0.7 – ų, dega spesifikasi: ear I‘ atau refleted I‘: .7 – ų, da theral I‘: – ų Untuk aplikasi Penginderaan Jauh untuk lingkungan hidup menggunakan citra Landsat,
256
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Reflected IR pada band 4 (near IR), band 5, 7 (Mid IR) dan thermal IR pada band 6, merupakan karakteristik utama untuk interpretasi citra.
Visible : Posisi sinar nampak pada spektrum elektromagnetik adalah di tengah. Tipe energi ini bisa dideteksi oleh mata manusia, film dan detektor elektronik. Panjang gelombang erkisar atara . to .7 ų. Peredaa pajag geloag dala kisara ii did eteksi oleh mata manusia dan oleh otak diterjemahkan menjadi warna. Ultraviolet, X-Ray, Gamma Ray: Radiasi ultraviolet, X-Ray dan Gamma Ray berada dalam urutan paling kiri pada spektrum elektromagnetik. Tipe radiasinya berasosiasi dengan energi tinggi, seperti pembentukan bintang, reaksi nuklir, ledakan bintang. Radiasi UV bisa dideteksi oleh film dan detektor elektronik, sedangkan X-ray dan Gamma-ray diserap sepenuhnya oleh atmosfer, sehingga tidak bisa diukur dengan P enginderaan Jauh.
6.2.3 Sistim Penginderaan Jauh Sistim penginderaan jauh mencakup beberapa komponen utama yaitu: (1). Sumber energi; (2). Sensor sebagai alat perekam data; (3). Stasiun bumi sebagai pengendali dan penyimpan data; (4). Fasilitas pemrosesan data; (5). Pengguna data. Secara diagramatik diperlihatkan pada gambar 6-5. Sumber energi yang umum dipergunakan dalam sistim penginderaan jauh yang operasional saat ii adalah dari atahari yag dikeal seagai passie sesig sealikya sisti atie sesig dipakai dala sisti iagig radar.
Sensor yang dapat digunakan untuk perekam data dapat berupa multispectral scanner, vidicon atau multispectral camera. Rekaman data pada umumnya disimpan sementara di dalam alat perekam yang ditempatkan di satelit kemudian dikirimkan secara telemetri ke stasiun penerima bumi sebagai data mentah (raw data). Di stasiun bumi data mengalami pemrosesan awal (pre-processing) seperti proses kalibrasi radiometri, koreksi geometri sebelum dikemas dalam bentuk format baku yang siap untuk dipakai pengguna (users). Pengguna data pada umumnya adalah masyarakat umum dengan tidak ada pengecualian apakah militer, sipil, instansi pemerintah atau swasta. Pemesanan dapat dilakukan langsung kepada stasiun penerima (user services) atau melalui agen/distributor lain.
Gambar 6-4. Diagram sistim penginderaan jauh pada umumnya
257
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
6.2.4 Data Penginderaan Jauh Data penginderaan jauh pada umumnya berbentuk data digital yang merekam unit terkecil di dalam sistim perekam data. Unit terkecil ini dikenal dangan nama pixel (picture element) yang berupa koordinat 3 dimensi (x,y,z). Koordinat x,y menunjukkan lokasi unit tersebut dalam koordinat geografi dan y menunjukkan nilai intensitas pantul dari unit dalam tiap selang panjang gelombang yang dipakai. Nilai intensitas pantul berkisar antara 0 – 255 dimana 0 merupakan intensitas terrendah (hitam) dan 255 intensitas tertinggi (putih). Ukuran pixel berbeda tergantung pada sistim yang dipakai, menunjukkan ketajaman/ketelitian dari data penginderaan jauh, atau yang dikenal dengan resolusi spasial. Makin besar nilai resolusi spasial suatu data makin kurang detail data tersebut dihasilkan, sebaliknya makin kecil nilai resolusi spasial makin detail data tersebut dihasilkan seperti dapat dilihat pada gambar 6 -5.
Gambar 6-5. Gambaran perbedaan nilai resolusi spasial d ata penginderaan jauh.
Selain resolusi spasial data penginderaan jauh mengenal suatu istilah lain yaitu resolusi spektral. Data pegideraa jauh yag egguaka satu ad pada sesorya haya aka eerika
satu data intensitas pantul pada tiap pixel. Apabila sensor menggunakan 5 band maka data pada tiap pixel akan menghasilkan 5 nilai intensitas yang berbeda. Dengan menggunakan banyak band (multiband) maka pemisahan suatu obyek dapat dilakukan lebih akurat berdasarkan nilai intensitas yang khas dari masing-masing band yang dipakai. Sebagai ilustrasi resolusi spektral diperlihatkan pada gambar 6-6.
Gambar 6-6. Diagram yang menunjukkan resolusi spektral dari data penginderaan jauh multispectral.
258
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
6.2.5 Pemrosesan Data Karena data penginderaan jauh berupa data digital maka penggunaan data memerlukan suatu perangkat keras dan lunak khusus untuk pemrosesannya. Komputer PC dan berbagai software seperti ERMapper, ILWIS, IDRISI, ERDAS, PCI, ENVI dsb dapat dipergunakan sebagai pilihan. Untuk keperluan analisis dan interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara: (1). Pemrosesan dan analisis digital dan (2). Analisis dan interpretasi visual. Kedua metoda ini mempunyai keunggulan dan kekurangan, seyogyanya kedua metoda dipergunakan bersama-sama untuk saling melengkapi. Pemrosesan digital berfungsi untuk membaca data, menampilkan data, memodifikasi dan memproses, ekstraksi data secara otomatik, menyimpan, mendesain format peta dan mencetak. Sedangkan analisis dan interpretasi visual dipergunakan apabila pemrosesan data secara digital tidak dapat dilakukan dan kurang berfungsi baik. Pemrosesan secara digital lain sangat bervariasi seperti misalnya deteksi tepi (edge enhancements), filtering, histogram transformations, band ratioing, Principle Component Analysis (PCA), Classifications, penggunaan formula dan sebagainya. Disamping pemrosesan digital suatu metoda lain yang tidak dapat dikesampingkan adalah pemrosesan, interpretasi dan analisis secara visual. Cara seperti ini dilakukan seperti halnya diterapkan dalam interpretasi potret udara konvensional yang telah lama dilakukan sebelum era citra satelit diperkenalkan. Parameter interpretasi seperti pengenalan obyek berdasarkan bentuk, ukuran, pola dan tekstur topografi, struktur, rona warna dan sebagainya dipergunakan dalam mengenal dan membedakan obyek / benda antara satu dengan yang lain. Dalam bidang geologi interpretasi visual memegang peran sangat penting karena obyek-oyek geologi sukar sekali dipisahkan melalui pemrosesan secara digital.
6.2.6 Interaksi Energi Gelombang elektromagnetik (EM) yang dihasilkan matahari dipancarkan ( radiated ) dan masuk ke dalam atmosfer bumi. Interaksi antara radiasi dengan partikel atmosfer bisa berupa penyerapan (absorption), pemencaran ( scattering) atau pemantulan kembali ( reflectance). Sebagian besar radiasi dengan energi tinggi diserap oleh atmosfer dan tidak pernah mencapai perukaa ui. Bagia eergi yag isa eeus atosfer adalah yag transmitted . “eua
masa dengan suhu lebih tinggi dari 0 Kelvin (-273º C) mengeluarkan ( emit ) radiasi EM. Radiometer adalah alat pengukur level energi dalam kisaran panjang gelombang tertentu, yang disebut channel. Penginderaan Jauh multispectral menggunakan sebuah radiometer yang berupa deretan dari banyak sensor, yang masing masing peka terhadap sebuah channel atau band dari panjang gelombang tertentu. Data spektral yang dihasilkan dari suatu target berada dalam kisaran level energi yang ditentukan. Radiometer yang dibawa oleh pesawat terbang atau satelit mengamati bumi dan mengukur level radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan dari benda-benda yang ada di permukaan bumi atau pada atmosfer. Karena masing masing jenis permukaan bumi dan tipe partikel pada atmosfer mempunyai karakteristik spectral yang khusus (atau spectral signature) maka data ini bisa dipakai untuk menyediakan informasi mengenai sifat target.
259
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Pada permukaan yang rata, hampir semua energi dipantulkan dari permukaan pada suatu arah, sedangkan pada permukaan kasar, energi dipantulkan hampir merata ke semua arah. Pada umumnya permukaan bumi berkisar diantara ke dua ekstrim tersebut, tergantung pada kekasaran permukaan. Contoh yang lebih spesifik adalah pemantulan radiasi EM dari daun dan air. Sifat klorofil adalah menyerap sebagian besar radiasi dengan panjang gelombang merah dan biru dan memantulkan panjang gelombang hijau dan near IR. Sedangkan air menyerap radiasi dengan panjang gelombang nampak tinggi dan near IR lebih banyak daripada radiasi nampak dengan panjang gelombang pendek (biru). Pengetahuan mengenai perbedaan spectral signature dari berbagai bentuk di permukaan bumi memungkinkan kita untuk menginterpretasi citra. Ada dua tipe deteksi yang dilakukan oleh sensor: deteksi pasif dan aktif. Banyak bentuk Penginderaan Jauh yang menggunakan deteksi pasif, dimana sensor mengukur level energi yang secara alami dipancarkan, dipantulkan, atau dikirimkan oleh target. Sensor ini hanya bisa bekerja apabila terdapat sumber energi yang alami, pada umumnya sumber radiasi adalah matahari, sedangkan pada malam hari atau apabila permukaan bumi tertutup awan, debu, asap dan partikel atmosfer lain, pengambilan data dengan cara deteksi pasif tidak bisa dilakukan dengan baik. Contoh sensor pasif yang paling dikenal adalah sensor utama pada satelit Landsat, Thematic Mapper, yang mempunyai 7 band atau 7 channel. Sedangkan pada deteksi aktif, Penginderaan Jauh menyediakan sendiri sumber energi untuk menyinari target dan menggunakan sensor untuk mengukur refleksi energi oleh target dengan menghitung sudut refleksi atau waktu yang diperlukan untuk mengembalikan energi. Keuntungan menggunakan deteksi pasif adalah pengukuran bisa dilakukan kapan saja. Akan tetapi sistem aktif ini memerlukan energi yang cukup besar untuk menyinari target. Sebagai contoh adalah radar Dopler, sebuah sistem ground-based, radar presipitasi pada satellite Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), yang merupakan spaceborne pertama yang menghasilkan peta 3-D dari str uktur badai.
6.3 Penafsiran Geologi Dari Citra Penginderaan Jauh Penggunaan data penginderaan jauh dalam bidang kebumian pada dasarnya adalah mengenal dan memetakan obyek dan parameter kebumian yang spesifik, menafsirkan proses pembentukannya dan menafsirkan kaitannya dengan aspek lain. Data penginderaan jauh dicirikan oleh data yang dikumpulkan dari suatu daerah yang sangat luas dalam waktu yang sangat singkat. Data yang diperoleh adalah data hasil radiasi dan emisi energi elektromagnetik yang berasal dari semua obyek yang ada dipermukaan bumi dan direkam diatas pita magnetik. Penafsiran geologi melalui citra satelit merupakan suatu pekerjaan analisa yang didasarkan kepada gambar permukaan bumi yang terekam oleh citra satelit, sedangkan informasi geologi dapat diketahui berdasarkan hubungan antara geologi dengan obyek gambar yang tidak lain adalah hasil radiasi dan emisi energi elektromagnetik. Penafsiran citra adalah suatu teknik membaca sejumlah informasi serta melakukan analisa geologi diatas selembar citra. Hal yang terpenting dalam mengenal obyek-obyek geologi sebagai kunci adalah menentukan mana informasi yang bersifat pasti dan mana yang diperkirakan. Hal ini diperlukan karena setiap permasalahan yang timbul dari hasil analisa, maka prosedur yang harus ditempuh adalah kembali lagi ke sumber data
260
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
aslinya sehingga dapat dilakukan analisa ulang. Unsur unsur dasar penafsiran citra secara visual dapat dilihat pada Tabel 6-1. Proses identifikasi, pemetaan, korelasi dan penafsiran geologi dari citra adalah suatu pekerjaan yang sangat rumit dan komplek. Dan pekerjaan ini membutuhkan kesabaran dalam membuat keputusan, dan kemampuan melakukan evaluasi yang bermakna dari berbagai jenis informasi yang berbeda beda. Dengan demikian, penafsiran geologi dari citra harus didekati secara integral dimana penafsiran geologi hanya dapat dicapai jika seluruh perhatian dicurahkan pada kenampakan dan penyebaran singkapan, struktur geologi detail, bentangalam, drainase, vegetasi, soil, dan kadangkala mempertimbangkan juga kenampakan areal pemukiman, tataguna lahan maupun sebaran dari populasi penduduk. Dan seorang ahli geologi bidang penginderaan jauh minimal harus mempunyai pengetahuan mengenai ilmu pedologi, botani maupun geografi. Tabel 6-1 Unsur Unsur Dasar Penafsiran Citra Secara Visual
Unsur unsur dasar
Sebaran spasial tona dan warna
Berdasarkan analisa unsur-unsur utama Unsur-unsur kontekstual Data geologi sekunder
Tona Hitam dan Putih (Black and White Tone) Warna (Color) Stereoscopic Parallax Ukuran (Size) Bentuk (Shape) Tekstur (Texture) Pola (Pattern) Tinggi (Height) Bayangan (Shadow) Lokasi (Location) Asosiasi (Association) Peta Geologi Data Geologi
Pada umumnya dalam sebuah foto/citra terdapat beberapa inter-relasi yang sangat erat antara sejumlah faktor dan unsur-unsurnya. Hal ini mengharuskan seorang ahli geologi bidang penginderaan jauh dapat memilah-milah unsur-unsur yang cukup banyak, meng-identifikasi masing-masing unsur, dan mengetahui hubungan diantara unsur tersebut, mengkompilasi seluruh data yang terkumpul untuk membuat peta, dan penafsirkannya kedalam geologi. Selama proses mengenal dan menafsir unsur-unsur kenampakan geologi sudah tentu akan melibatkan kelompok subyek yang berbeda. Sedapat mungkin pertimbangan harus dilakukan sebelum pemisahan ditentukan dan setiap waktu akan menjadi satu catatan tersendiri bahwa akan terjadi beberapa unsur yang berasosiasi sangat erat dan saling tumpang tindih (overlap). Hal ini juga menjadi jalan keluar bahwa kehadiran dari kenampakan unsur-unsur geologi secara relatif tidak mengindikasikan sesuatu yang penting pada setiap unsur geologi yang teramati pada citra. Dalam beberapa kasus, struktur geologi direfleksikan oleh penyesuaian topografi terhadap jenis batuan dan struktur. Beberapa contoh yang sering dijumpai adalah antara lain: punggungan bukit dari jurus perlapisan batuan, perbukitan antiklin dan kubah, sinklin dan cekungan depresi (low lands) atau lembah, gawir sesar, dataran pantai, bukit intrusi dike, cinder cone (kerucut gunungapi), plateau lava. Secara umum untuk mengenali dan menafsirkan kenampakan tersebut pada citra tidak begitu sulit. Analisa dan identifikasi detail dan satuan pemetaan geomorfologi, berdasarkan pada bentuk alam darat, litologi, st ruktur dan proses.
261
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Perbedaan citra dari peta topografi tentu terletak pada kualitas dan kejelasa feature ala yang diamati. Kelurusan akan tampak lebih jelas dan lebih detail bahkan pada daerah yang kelihatan mulus pada peta topografi. Begitu pula sungai-sungai lebih tampak jelas, mana yang berair mana yang berupa lembah kering. Selain itu pola kontur pada peta topografi akan tampak lebih bervariasi dan lebih detail pada citra, yang selain akan berupa variasi litologi juga berupa tutupan vegetasi, lingkungan binaan manusia, dan lainnya. Dalam interpretasi citra (dalam bentuk cetakan/paper print), hal yang paling penting adalah mengamati karakter-karakter citra yang muncul pada hasil cetakan (fotomorfik), yaitu rona warna, pola, tekstur, bentuk, ukuran, bayangan, dan situasi geografi. a.
Rona Warna (Tone) adalah suatu ukuran dari jumlah relatif sinar yang dipantulkan oleh suatu obyek dan direkam oleh citra. Umumnya berupa warna palsu (false colo r composite); misalnya daerah hutan yang seharusnya berwarna hijau, pada citra warna akan tampak berwarna merah atau lainnya (tergantung pada band gelombang yang dipilih). Warna adalah suatu pengenalan unsur yang mungkin dapat sangat bermanfaat, jika tidak bermanfaat, untuk keperluan dalam kriteria penafsiran Cetakan foto/citra yang berbeda kemungkinan dapat juga memberikan warna atau rona yang berbeda wa lau pada objek yang sama.
b.
Bentuk (Shape) adalah salah satu unsur/elemen didalam penafsiran geologi, terutama dalam arti yang lebih luas sangat berarti, karena ekspresi topografi atau relief topografi akan memberikan pandangan yang lebih luas dalam hubungan masing-masing bentuk dalam kontek ilmu geologi. Dalam hal ini bentuk sangat penting untuk mengenal bentuk bentangalam konstruksional seperti kerucut gunungapi, kubah, teras sungai, meander sungai. Bentuk juga sangat penting untuk membedakan satuan batuan seperti misalnya formasi batuan yang berbentuk pungggung yang terjal dengan f ormasi batuan yang berbentuk bukit yang landai. Pada umumnya banyak kenampakan geologi dapat diidentifikasi terutama dari bentuknya saja. Beberapa contoh seperti struktur kubah yang tererosi, Cinder cones, sand dunes, kipas aluvial, dan lipatan yang menunjam. Bentuk kipas aluvial yang tersusun dari endapan yang tidak terkonsolidasi relatif mudah dikenal dari bentuknya yang menyerupai kipas. Pada umumnya bentuk asli dari endapan kipas aluvial masih belum lapuk dan belum mengalami kerusakan oleh proses tererosi atau ditutupi oleh endapan lainnya. Perbedaan erosi dapat dipertimbangkan sebagai kunci dalam mengenal dan mengidentifikasi lapisan batuan. Secara umum batuan yang resisten terhadap erosi akan membentuk bentangalam yang lebih menonjol atau topografi yang lebih tinggi dibandingkan dengan batuan yang kurang resisten terhadap erosi dan biasanya membentuk lembah (topografi yang lebih rendah). Contoh batupasir yang berbentuk bukit dan serpih yang berbentuk lembah. Apabila korelasi antara litologi dan topografi tidak mencerminkan kondisi resistensi batuan, seperti misalnya pergeseran yang disebabkan oleh suatu patahan dimana batuan yang kurang resisten membentuk topografi yang tinggi (bukit) dan batuan yang resisten disebelahnya membentuk topografi yang lebih rendah. Jika batuan dapat diidetifikasi dengan kriteria lain, maka hubungan antara keberadaan topografi terbalik ( reverse topography ) dan litologi dapat diidentifikasi.
262
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Suatu lipatan yang menunjam yang melibatkan beberapa perlapisan yang resistensi batuannya berbeda seringkali diperlihatkan oleh bukit dan lembah yang berbentuk zig zag. Apabila lipatan tidak menunjukkan menunjaman maka lembah dan bukit akan berbentuk sejajar atau paralel. Jenjang gunungapi ( volcanic neck ) adalah satu contoh batuan yang sangat resisten yang berada pada bagian inti (pipa gunungapi) yang tersisa karena badan gunungapinya telah sepenuhnya tererosi. Di beberapa tempat dibumi sering dijumpai kenampakan suatu bukit yang terisolasi yang berdiri sendiri dan disekelilingnya terdapat endapan material hasil peneplenisasi. Bentuk sisa bukit yang terisolasi seperti ini disebut dengan monadnocks. Intrusi batuan beku dapat berbentuk seperti dinding tembok yang berbentuk bukit dan biasanya melintang dan memotong daerah sekitarnya. Zona patahan seringkali diekspresikan dalam bentuk topografi positif sehingga seringkali membingungkan dengan kenampakan dyke. Topografi yang relatif lebih tinggi pada suatu zona patahan seringkali dapat dijelaskan oleh bukti bahwa disepanjang zona patahan mengalami silisifikasi karena adanya pengendapan air bawah tanah dimana konsentrasi silika lebih resisten terhadap erosi dibandingkan dengan batuan yang ada diselilingnya. Bentangalam juga sangat penting di dalam mengenal dan memetakan sejumlah struktur geologi. Sebagai contoh adalah serangkaian perbukitan dan lembah yang terbentuk oleh perselingan antara satuan batuan yang resisten dan yang tidak resisten mungkin akan berakhir secara tiba-tiba disepanjang suatu garis linear. Garis semacam ini seringkali ditafsirkan sebagai jejak dari suatu patahan. c.
Pola (Pattern) adalah susunan ruang beberapa objek alam dalam urutan dan susunan tertentu, misalnya pola belang-belang selang-seling antara punggungan pasir di pantai dengan rawa belakang, pola perkebunan karet yang lurus dan teratur, pola aliran sungai, pola lingkungan binaan manusia, dan sebagainya.
d. Texture (Tekstur) didefinisikan oleh Colwell (1952, p.358) sebagai frekuensi perubahan rona warna di dalam gambar / citra dan dihasilkan dari satu agregat dari satu satuan kenampakan obyek yang masing-masing individunya sulit untuk dipisahkan di atas foto. Tekstur (Textures) adalah kekasaran suatu objek pada hasil cetakan. Misalnya daerah padang rumput akan tampak halus dibandingkan dengan hutan heterogen, atau daerah batu lempung akan tampak lebih halus dibandingkan dengan daerah endapan volkanik, walaupun mungkin mempunyai rona yang sama. e. Ukuran (Size) adalah dimensi volume objek yang diamati dalam tiga dimensional. Secara praktis dapat diperkirakan dengan membandingkan terhadap objek yang telah dikenal; atau dengan membandingkan terhadap peta topografi daerah yang sama (jika tersedia).
6.3.1
Mengenal dan menafsir obyek obyek geologi pada citra Kondisi geologi suatu daerah biasanya sangat komplek, oleh karena itu untuk memperoleh
hasil penafsiran yang maksimal diperlukan suatu penafsiran yang sifatnya analisis. Berikut ini beberapa obyek geologi yang yang bisa dikenal dan ditafsirkan diatas selembar citra.
263
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
A.
2013
Struktur patahan (sesar) Seringkali suatu patahan dicirikan oleh suatu kelurusan yang dikenal sebagai lineament. Pada
dasarnya lineament itu sendiri tidak selalu berbentuk garis lurus (linear). Suatu patahan yang besar dapat memberikan bentuk yang linear dan sangat tipis, terutama apabila patahan itu terjadi di daerah yang morfologinya berbukit bukit atau berupa dataran aluvial. Kelurusan itu sendiri tidak selalu berkaitan dengan patahan dan tidak dapat dipakai sebagai bukti adanya patahan. Jadi hanya kelurusan-kelurusan yang diakibatkan oleh pergerakan tektonik saja yang dapat menunjukan suatu kenampakan tertentu yang bisa dipakai sebagai indikator suatu patahan atau sesar.
1.
Penafsiran patahan berdasarkan jejak-jejak lapisan. Adanya perbedaan jejak-jejak lapisan dapat dikembangkan untuk mengenal suatu patahan,
yaitu: a. Pergeseran suatu jejak lapisan ( displaced structural pattern of bedding trace). Bergesernya suatu lapisan dapat membentuk beberapa lipatan kecil yang terputus pada suatu zona. Adanya bentuk bentuk pola yang tidak harmonis ini dipakai sebagai dasar untuk menentukan suatu patahan. b. Jejak perlapisan yang terputus ( bedding trace off set ). Jejak perlapisan yang terputus. Hilangnya atau terputusnya suatu jejak perlapisan disuatu tempat oleh suatu kelurusan (lineament) atau oleh suatu zona yang linear. c.
Jejak perlapisan yang membentuk sudut lancip ( acute angel of bedding trace). Jejak lapisan membentuk sudut Lancip. Pertemuan jejak lapisan yang membentuk sudut lancip dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menentukan suatu sesar naik atau lipatan rebah.
d. Pola jejak perlapisan yang berbeda ( different pattern of bedding trace). Jejak lapisan membentuk sudut Lancip. Pertemuan jejak lapisan yang membentuk sudut lancip dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menentukan suatu sesar naik atau lipatan rebah. e. Jejak perlapapisan yang menghilang pada satu sisi ( no pattern on one side of bedding trace).
Pola jejak-jejak lapisan yang berbeda.Pola perlapisan yang berbeda kenampakannya pada salah satu sisi lineament. Adanya perbedaan pola lapisan juga dapat sebagai petunjuk adanya suatu ketidak selarasan (unconformity).
264
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
Gambar 6-7
265
2013
Penafsiran patahan berdasarkan pola jejak-jejak perlapisan (bedding trace pattern)
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Contoh mengenal dan menafsir patahan pada citraberdasarkan po la jejak jejak perlapisan:
Gambar 6-8. Patahan / sesar (F) yang ditafsirkan atas dasar tidak menerusnya jejak-jejak lapisan dan adanya pergeseran jejak-jejak lapisan (succession of break and displaced of structural pattern).
Gambar 6-9. Penafsiran patahan/sesar F1 didasarkan oleh jejak-jejak lapisan yang hilang pada salah satu sisi lineament (no pattern on one side); patahan F2 dan F3 ditafsirkan oleh adanya pergeseran jejak-jejak lapisan (displeced structural pattern).
266
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Gambar 6-10. Patahan (F2) ditafsirkan atas dasar jejak-jejak lapisan yang terputus atau tidak menerusnya jejak lapisan oleh suatu kelurusan (succession of breaks of bedding trace).
2.
Penafsiran patahan berdasarkan arah kemiringan dan inklinasi Perbedaan arah kemiringan dan inklinasi pada daerah yang berdampingan dapat dipakai
petunjuk adanya suatu patahan (sesar) diantara kedua daerah tersebut.
Gambar 6-11. Penafsiran patahan (sesar) berdasarkan arah kemiringan sama, inklinasi berbeda.
267
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Gambar 6-12. Penafsiran patahan (sesar) berdasarkan arah kemiringan yang berbeda.
Inklinasi besar
Inklinasi kecil
Gambar 6-13.
3.
Penafsiran patahan berdasarkan kemiringan lapisan (inklinasi) yang berbeda.
Penafsiran patahan berdasarkan perbedaan warna Untuk mendeliniasi jenis batuan adalah dengan cara melihat penyebaran warna yang ada
pada citra, akan tetapi umumnya citra mempunya probalitasnya warna yang sangat bervariasi. Adanya pergeseran yang terjadi pada batuan dasar dapat juga dipakai sebagai pengenal perkembangan dari suatu patahan / sesar.
268
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Napal
Batupasir
Batugamping Konglomerat
Lempung
A.
Pergeseran warna yang seragam pada kedua sisi lineament
B. Perbedaan warna dikedua sisi lineament
Gambar 6-14. Penafsiran patahan didasarkan informasi spektral. (Gambar 6-14A. Pergeseran dari zona warna yang homogen; Gambar 6-14B. Perbedaan warna pada kedua sisi lineament).
B.
Struktur Perlipatan Kenampakan suatu lapisan batuan pada citra merupakan informasi kunci yang sangat
penting untuk mengetahui suatu bentuk lipatan. Analisa jenis lipatan akan menjadi lebih akurat lagi, terutama pada satuan batuan yang homogen sudut kemiringan lapisannya tampak jelas di kedua sayapnya.
1.
Penafsiran struktur lipatan berdasarkan suksesi dan kemiringan lapisan Ada 2 pola perlapisan, yaitu pola perlapisan yang berbentuk oval dan yang berbentuk
paralel, seperti yang diperlihatkan pada gambar 6-15. Pola perlapisan yang berbentuk cekung dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa lipatannya berbentuk asimetri. Metoda superimpose dari peta topografi dan citra satelit dapat juga dipakai untuk menentukan jurus dan kemiringan lapisan, metoda ini adalah metoda yang konvensional.
2.
Penafsiraan struktur perlipatan berdasarkan suksesi lapisan Kasus ini seringkali dijumpai pada ci tra, penelusuran perlapisan tidak melibatkan gawir-gawir
lapisan tertentu. Pada daerah yang relatif agak datar, seperti perbukitan dengan daerah dataran aluvial umumnya sering dijumpai. Kedua lipatan baik sinklin maupun antiklin dapat diketahui dari citra (gambar 6-16).
269
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
Gambar 6-15. Kenampakan pola perlapisan yang berbentuk oval atau berbentuk sepatu (shoeshape) menjadi ciri dari struktur lipatan.
Gambar 6-16. Kenampakan pola perlapisan yang berbentuk oval yang mencirikan pola struktur antiklin disertai dengan kubah garam /saltdome (bagian kiri citra) dan bagian tengah adalah struktur sinklin berdasarkan suksesi lapisan dimana punggungan bukit dengan daerah dataran aluvial, bagian kanan struktur antiklin dengan pola punggungan punggungan bukit paralel.
270
Copyright@2013 by Djauhari Noor
2013
6. Penginderaan Jauh
C.
2013
Identifikasi Litologi dan Deliniasi Sebaran Batuan Identifikasi obyek dan parameter jenis-jenis batuan (kelompok batuan) dan penyebaran
satuan batuan pada citra dilakukan secara fotomorfik artinya mengandalkan apa yang nampak pada citra, dengan menggunakan unsur-unsur dasar penafsiran citra yaitu rona warna, tekstur, bentuk, pola, ukuran, dan asosiasi. Warna/rona merupakan unsur yang paling dominan digunakan untuk mengenali persebaran batuan atau mendeliniasi dalam penafsiran visual ini. Tampilan citra yang komposit akan lebih mempermudah untuk mengenali satuan batuan. Citra komposit merupakan citra yang mampu memperlihatkan perbedaan informasi geologi maupun geografi yang sangat jelas dan citra komposit ini telah dibuktikan sebagai citra yang paling baik untuk pemetaan fenomena geologi. Penarikan (deliniasi) batas sebaran batuan (litologi) atau satuan batuan pada citra dapat dilakukan dengan mendasarkan sifat-sifat dari fotomorfik citra, yaitu antara lain mendasarkan pada kenampakan rona warna yang sama, tekstur yang sama, pola atau bentuk yang sama, atau berdasarkan hubungan diantara asosiasi rona warna, tekstur dan bentuk obyek geologi di dalam citra. Berikut ini beberapa contoh penarikan (deliniasi) batas persebaran batuan atau satuan batuan yang tampak pada suatu citra, yaitu :
1.
Penarikan batas litologi (batuan) berdasarkan rona warna dan tekstur
Gambar 6-17. Penarikan batas dan sebaran batuan berdasar kepada rona warna dan tekstur.
271
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Litologi
Identifikasi Citra Rona warna coklat bertekstur sedang – agak kasar dengan pola yang tidak teratur.
A = Breksi B = Batugamping C = Batupasir
D = Lanau s/s Lempung
Rona warna coklat tua, bertekstur kasar dan topografi kasar yang memperlihatkan bentuk morfologi karst. Rona warna coklat muda – merah bata, setempat setempat berwarna kehijauan, bertekstur kasar dan topografi berupa punggungan punggungan bukit. Rona warna coklat muda, bertekstur halus – sedang dan relief topografi relatif datar.
2. Penarikan batas dan penyebaran batuan berdasarkan rona warna dan tekstur
Gambar 6-18. Penarikan batas dan sebaran batuan berdasar pada rona warna dan tekstur.
Litologi
A = Aluvium
B = Batugamping
C = Batupasir ssp Lempung
D = Batupasir s/s Lempung
272
Identifikasi Citra Rona warna biru tua dan warna merah tersebar secara acah (spotted), tekstur halus, meyebar dari barat – timur. Rona warna pada citra dipengaruhi oleh lahan buatan (landuse) berupa ladang. sawah, dan pemukiman. Rona warna didominasi oleh warna biru muda dan warna merah tersebar secara acak (spotted), tekstur kasar dengan topografi yang memperlihatkan bentuk morfologi karst. Rona warna merah diselingi oleh warna abu-abu kebiruan, bertekstur sedang – kasar, dicirikan oleh jejak-jejak lapisan yang berarah barat – timur. Rona warna abu-abu kebiru-biruan diselingi oleh warna merah, bertekstur sedang dan dicirikan oleh jejak jejak lapisan yang berarah barat – timur.
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh 3.
2013
Penarikan batas dan penyebaran satuan batuan berdasarkan rona warna, tekstur, dan jejak-jejak lapisan.
Gambar 6-19. Penarikan batas dan sebaran batuan berdasar kepada rona warna dan tekstur.
Litologi A = Batupasir
B = Batulanau C = Batulempung D = Batugamping
E = Napal s/s Lanau
273
Identifikasi Citra Rona warna coklat – coklat tua, bertekstur kasar dan dicirikan oleh jejak-jejak perlapisan berbentuk segitiga-segitiga (flat iron) yang merupakan ciri khas dari batupasir, relief berupa punggungan punggungan bukit. Rona warna coklat muda kemerahan, tekstur halus – sedang relief topografi landai. Rona warna coklat kemerah-merahan, tekstur halus, dengan relief topografi datar. Rona warna biru kehijauan, tekstur sedang – kasar, dan relief topografi yang khas dari morfologi karst. Rona warna coklat kemerahan, tekstur halus – sedang, relief topografi datar dan dicirikan oleh adanya jejak-jejak lapisan yang ditafsirkan sebagai perselingan lanau, gamping, dan napal.
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Gambar 6-20. Penarikan (deliniasi) batas dan sebaran batuan berdasar kepada tekstur yang tampak pada citra SRTM. Satuan batuan A berbeda dengan satuan batuan B dan C. Perbedaan ini didasarkan pada kenampakan citra dimana batuan A bertekstur kasar, batuan B tampak bertekstur sedang, sedangkan batuan C memperlihatkan tekstur citra yang sangat kasar. Batas A , B dan C juga dapat ditafsir sebagai batas sesar dengan indikasi kemiringan (inklinasi) lapisan yang berbeda.
Gambar 6-21. Penarikan batas dan sebaran batuan berdasar kepada tekstur dan rona warna. Pada citra hanya ada 2 rona warna yang dapat kita identifikasi, yaitu warna hijau daun dan hijau tosca, sedangkan berdasarkan kenampakan teksturnya dapat dibagi menjadi 3 satuan batuan. yaitu batuan A memperlihatkan tekstur yang halus, batuan B bertekstur sedang dan batuan C bertekstur kasar.
274
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
6.3.2
2013
Metoda Penafsiran Citra Metoda penafsiran dapat dibagi menjadi beberapa tahap atau tingkatan dari suatu proses
pekerjaan. Ada beberapa perbedaan teknis yang terdapat dalam penafsiran citra, misalnya dalam mengidentifikasi bentuk topografi atau mengenal struktur patahan atau sumbu lipatan di atas selembar citra. Untuk yang pertama dapat dilakukan oleh orang yang dilatih dalam kurun waktu tertentu, sedangkan untuk yang kedua, hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai latar belakang geologi. Gambar 6-22 adalah diagram alir proses penafsiran citra untuk pemetaan geologi secara visual, yang diawali dengan tahap penafsiran awal yang didukung oleh data geologi sekunder dan pengecekan lapangan untuk beberapa lokasi terpilih. Tahap analisis dilakukan setelah tahap awal selesai yang didukung oleh data lapangan. Validasi data lapangan dilakukan dari hasil analisa laboratorium.
Citra Satelit
Tahap Penafsiran Awal
Tahap Pengecekan Lapangan
Data Geologi Sekunder Tahap Analisis
Validasi Data
Analisa Laboratorium
Peta Geologi
Gambar 6-22. Diagram alir proses penafsiran citra satelit untuk pemetaan geologi
Proses penafsiran dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian pertama adalah tahap dasar dan kedua adalah tahap analisis. Pada tahap pertama diperlukan kesepakatan terlebih dahulu oleh semua penafsir mengenai informasi kunci yang ada di dalam citra sebagai suatu fakta yang dibuktikan di lapangan dan dipakai sebagai bukti untuk analisa geologi pada tahap analisis. Pada tahap analisis, kemampuan penafsir sangat besar dibandingkan pada tahap pertama. Sebagai contoh, sumbu lipatan biasanya tidak terlihat di dalam citra, namun demikian seorang penafsir harus mengetahui keberadaan dari sumbu lipatan tersebut dan dapat menentukan dimana lokasi sumbu lipatan tersebut berada, yaitu dengan melihat sejumlah tanda dari perlapisan batuan secara sintetik.
275
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Pengetahuan yang memadai serta pengalaman geologi lapangan sangat membantu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Sebagai contoh hasil dari setiap penafsiran dapat dilihat pada gambar 6-23, 6-24, 6-25, 6-26 dan 6-27. Gambar tersebut merupakan gambar hasil penafsiran citra SPOT di daerah Pamekasan Madura. Tabel 6-2 Prosedur Penafsiran Citra TAHAP AWAL (DASAR) Step Pertama
Mencari bukti-bukti dan fakta-fakta geologi
Step Kedua
Mencari bentuk-bentuk kenampakan geologi sebagai informasi kunci
TAHAP ANALISA Step Pertama Step Kedua
Mencari penyebaran batuan dan struktur geologi (peta struktur hasil penafsiran dan peta penyebaran batuan hasil penafsiran) Menyiapkan peta penyebaran batuan dan penampang geologi
Tahap Awal / Tahap Dasar
Step Pertama : Pada tahap ini hanya fakta-fakta yang berhubungan dengan geologi saja yang dipilih dan diambil sebagai bukti yang terlihat pada citra, sebagai contoh adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar 6-23. Bukti-bukti inilah yang kemudian oleh penafsir dipakai untuk menganalisa struktur geologi serta penyebaran batuan. Titik-titik kunci ini harus terlebih dahulu di cek di lapangan untuk lebih meyakinkan dalam melakukan penafsiran.
Step Kedua : Semua kenampakan pada citra yang mempunyai hubungan dengan geologi harus diambil dan data datanya boleh dimasukan meskipun kenampakan geologinya kurang baik. Hal yang terpenting pada tahap ini adalah menghubungkan bidang-bidang perlapisan yang sama yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu gambaran dari bentuk-bentuk struktur geologi maupun penyebaran batuan dalam citra (gambar 6-24)
Tahap Analisis
Step Pertama : Pada tahap ini penyebaran batuan dan struktur geologi di analisa. Data yang dipakai adalah data yang berasal dari hasil penafsiran tahap awal, sedangkan yang menjadi pokok permasalahan adalah struktur geologi dan batuan (stratigrafi). Proses penafsiran struktur geologi diperlihatkan pada gambar 6-25 dimana patahan dapat diketahui dari bentuk pola penyebaran lapisan batuan yang tidak menerus. Adanya kelurusan ( lineament ) dapat juga dipakai sebagai indikator suatu patahan yaitu apabila jejak-jejak perlapisan ( bedding trace) pada kedua sisi lineament tersebut membentuk suatu anomali. Perlipatan dapat dikenali dari bentuk-bentuk pola perlapisannya, misalnya pola perlapisan yang berbentuk oval ( shoe shape) biasanya merupakan ciri dari suatu struktur lipatan yang menunjam. Arah kemiringan lapisan pada salah satu sayap lipatan dapat dipakai sebagai bukti untuk mengetahui apakah lipatan tersebut berupa sinklin atau antiklin. Informasi mengenai jenis atau macam batuan dapat diketahui berdasarkan warna yang terlihat pada citra. Sebagaimana diketahui bahwa gambar spektral yang ada pada citra satelit sangat dipengaruhi oleh kondisi permukaan bumi sehingga ada hubungan antara kondisi permukaan bumi
276
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
dengan jenis batuan. Dengan demikian batuan dapat dikenali dan ditelusuri berdasarkan penyebaran warna yang terlihat di dalam citra dan hal ini dikenal sebagai salah satu metoda analisa dalam penginderaan jauh. Gambar 6-27 memperlihatkan proses penafsiran batuan. Pada citra, tanah yang tidak bervegetasi (bare soil) akan terlihat berwarna kuning keputihan dan batuan berwarna hijau sedangkan hutan berwarna merah. Susunan warna yang ada pada citra umumnya dipengaruhi oleh warna yang berasal dari penggunaan lahan buatan (landuse), sehingga dalam melakukan penafsiran harus diperhatikan dengan seksama unsur unsur geologi yang dapat diamati pada citra.
Step Kedua : Pada tahap ini akan dihasilkan suatu peta geologi sementara. Informasi tatanan batuan (stratigrafi) yang bisa di dapat dari citra sangat terbatas sekali, sehingga data yang berasal dari peta geologi atau data hasil studi geologi regional dapat dipakai sebagai acuan. Batas batuan yang terlihat dalam citra harus dibandingkan dengan stratigrafi yang ada pada peta geologi. Nama Formasi atau kelompok batuan yang berasal dari lokasi tipe sangat dibutuhkan pada proses penafsiran. Tujuan utama pada tahap analisa adalah melakukan suatu analisa yang baru atau meningkatkan arti data yang berasal dari citra. Survei lapangan pada daerah yang belum diteliti akan memakan waktu yang lebih lama, namun demikian metoda pemetaan yang menggunakan teknik penginderaan jauh akan lebih cepat dan keakuratan hasil penafsiran tetap terjaga.
Gambar 6-23. Citra SPOT HRV, Band 3,2,1 (R,G,B) Daerah Pamekasan Madura, Jawa Timur
277
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Gambar 6-24. Unsur-unsur yang ditafsirkan disini adalah unsur-unsur yang terlihat dalam citra dan yang dipakai sebagai dasar dalam geologi. Dari data citra SPOT HRV Band 1,2,3 = B, R, G terlihat dengan jelas bentuk dan pola penyebaran batuan, sehingga dapat dideliniasi penyebaran. Gambar 6-25. Unsur-unsur geologi yang terpilih pada step pertama sedapat mungkin dihubungkan dengan bentuk-bentuk yang mempunyai pola yang sama. Pola pola yang terbentuk dari hasil korelasi jejak lapisan ini sangat penting untuk analisa struktur geologi Gambar 6-26. Patahan / sesar dianalisa berdasarkan perbedaan jejak lapisan. Adanya beberapa jenis batuan dapat diketahui berdasarkan kenampakan spektral yang berbeda. Penentuan adanya patahan didasarkan atas warna yang berbeda atau jejak lapisan yang tidak menerus. Struktur lipatan diketahui berdasarkan pola dari jejak-jejak lapisan dan besarnya arah penunjaman ditentukan oleh bentuk struktur antiklin dan struktur sinklin. Gambar 6-27. Satuan batuan yang homogen ditentukan berdasarkan kenampakan rona warna (spektral) yang ada dalam citra. Informasi struktur geologi secara sintetik dapat untuk menentukan batas batuan.
Gambar 6-24. Penafsiran Tahap Dasar / Awal.
278
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Gambar 6-25. Penafsiran Tahap Dasar / Awal.
Gambar 6-26. Tahap Analisis (Permasalahan Struktur Geologi).
279
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
Gambar 6-27. Tahap Analisis (Permasalahan Litologi/Sebaran Batuan).
Gambar 6-28. Citra SRTM Daerah Pamekasan Madura, Jawa Timur
280
Copyright@2013 by Djauhari Noor
2013
6. Penginderaan Jauh
2013
6.3.3 Daerah Tektonik (Tectonic Landforms) Morfologi yang dibentuk oleh tumbukan lempeng pada citra satelit dapat dilihat melalui bentuk(shape), tekstur, dan polanya yang secara visual terekspresikan pada citra. Pada gambar 624 sampai dengan gambar 6-29 disajikan ekspresi dari pola dan bentuk yang mewakili batuanbatuannya, sedangkan lineament-lineament (kelurusan-kelurusan) pada citra mewakili strukturstruktur sesar dan umumnya merupakan batas antar batuan.
Gambar 6-29 Peta Geologi Daerah Tumbukan Lempeng (Subduction Zone)
Gambar 6-30. Citra wilayah pegunungan Alpen, Itali yang memperlihatkan kenampakan bentangalam tektonik (relief orde-2) yang diekspresikan oleh bentuk, tekstur dan rona warna dari pegunungan Alpine.
281
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Gambar 6-31. Citra wilayah Jazirah Arab yang memperlihatkan kenampakan bentangalam tektonik (relief orde-2) yang diekspresikan oleh bentuk, tekstur, rona warna dan lineament produk Tumbukan Lempeng.
Pada gambar 6-29 hingga gambar 6-31 memperlihatkan bentangalam tektonik (morfologi perlipatan dan patahan) yang merupakan tipe yang umum dari deformasi tektonik. Pada umumnya bentangalam tektonik diekpresikan oleh adanya perbedaan relief yang cukup signifikan sehingga memungkinkan adanya perbedaan ekosistem. Sebagai contoh, pegunungan yang berada pada iklim semi-arid akan tampak pada citra vegetasi yang lebat (bertona gelap pada citra band sinar tampak) dan pada cekungan yang berdekatan memperlihatkan tona yang terang. Dengan demikian kekontrasan akan tampak jelas pada citra hitam-putih. Terrain pegunungan terlihat dengan jelas pada Landsat, HCMM, dan citra Radar melalui bayangannya yang disebabkan oleh variasi tona yang berhubungan dengan kelerengan / posisi matahari. Gambar 6-32 (kiri) adalah orfologi hogag yag erupaka agia dari etagala tektonik yang terdapat di pegunungan Rocky Colorado, USA. Gambar tersebut diambil dari udara melaui kockpit pesawat. Pada gambar tampak orfologi hogag diirika oleh perukita berbentuk linear dengan kemiringan lapisan batuannya yang curam. Pada gambar tampak juga adanya pergeseran bukit (offset) yang menandai adanya patahan/sesar. Gambar 10-32 (kanan) adalah kenampakan morfologi tektonik yang diambil dari satelit diaa orfologi hogag erupaka agia dari jalur peguuga lipata ‘oky Moutais.
282
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Gambar 6-32 Kenampakan morfologi perlipatan dan patahan yang terbentuk oleh tumbukan lempeng
Gambar 6-33 adalah morfologi tektonik yang terdapat di pegunungan Zagros, Iran yang tersusun dari perlipatan batuan sedimen berupa sinklin-antiklin. Pola perlipatan tampak dengan jelas melalui bentuk dan pol a lipata sikli da atikliya yag eretuk shoe shape. Keiriga lapisa atuaya dapat dikeali elalui etuk flat iro etuk-bentuk segitriga).
Gambar 6-33 Kenampakan morfologi tektonik yang terdapat di pegunungan Zagros, Iran, yang tersusun dari perbukitan lipatan sinklin antiklin.
Adapun tipe perlipatannya berbentuk lipatan sungkup, dengan pola sebaran berbentuk ellipsoide. Gambar 6-34 adalah citra yang memperlihatkan jalur pegunungan Appalachian dengan segmen yang cukup luas. Pada citra tampak beberapa bentuk perbukitan lipatan yang saling menutup dengan skala yang lebih kecil. Sebagaimana diketahui bahwa pegunungan Appalachian merupakan pegunungan yang terkenal dan terbentuk sebagai hasil orogenesa.
283
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Gambar 6-34. Citra yang memperlihatkan suatu jalur pegunungan Appalachian dengan segmen yang cukup luas, pada citra tampak beberapa bentuk perbukitan lipatan yang saling menutup dengan skala yang lebih kecil. Sebagaimana diketahui bahwa pegunungan Appalachian merupakan pegunungan yang terkenal dan terbentuk sebagai hasil orogenesa.
Gambar 6-35 Citra Landsat yang memperlihatkan sebagian dari sayap pegunungan di bagian barat Pakistan yang merupakan pegunungan lipatan hasil tumbukan yang kuat antara sub-kontinen India dan Asia Selatan. Pada citra diperlihatkan jalur pegunungan lipatan Sulaiman yang berupa offset antiklin (beberapa tertutup), menghasilkan perbukitan (lembah mendatar ditempati perulangan sinklin). Sesar Kingri memotong pada bagian tengah citra (terlihat dengan adanya garis yang tidak kontinu). Blok kearah barat (kiri) bergerak relative ke arah utara terhadap blok dibagian timur.
284
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Gambar 6-35. Citra Landsat yang memperlihatkan sebagian dari sayap pegunungan di bagian barat Pakistan yang merupakan pegunungan lipatan hasil tumbukan yang kuat antara sub-kontinen India dan Asia Selatan. Pada citra diperlihatkan jalur pegunungan lipatan Sulaiman yang berupa offset antiklin (beberapa tertutup), menghasilkan perbukitan (lembah mendatar ditempati perulangan sinklin). Sesar Kingri memotong pada bagian tengah citra (terlihat dengan adanya garis yang tidak kontinu). Blok kearah barat (kiri) bergerak relative ke arah utara terhadap blok dibagian timur.
6.3.4. Daerah Pantai dan Pesisir Pemetaan pada daerah pantai dan pesisir sulit dilakukan karena sukarnya diperoleh singkapan batuan, asesibilitas sukar (rawa pantai) dan mahal karena sebagian besar harus dilakukan melalui survei bawah permukaan (geofisika dan pemboran). Sebaliknya daerah pantai dan pesisir merupakan wilayah ekonomi yang potensial sebagai lahan pemukiman, prasarana perhubungan, jasa industri dan sebagainya. Kepincangan dari kedua masalah tersebut perlu dipecahkan secara cermat. Dengan bantuan citra satelit maka pemetaan pada daerah pantai dan pesisir akan menjadi mudah, dikarenakan citra satelit dapat meliput area yang cukup luas, sehingga kenampakan bentangalam dapat dipetakan dengan baik. Dengan menggunakan berbagai kombinasi band yang ada, kita dapat juga memetakan batas pesisir maupun kedalaman (batimetri) air laut disekitar
285
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
pesisir. Secara umum wilayah pantai dan pesisir dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok dalam kaitannya dengan proses pembentukannya. Pengelompokan secara garis besar dapat dilakukan sebagai berikut: a. Proses endogenik: pantai gunungapi, pantai terangkat (uplifted) dan tilted (miring); b. Proses eksogenik: aktivitas laut (oseanografi), proses sedimentasi dari darat dan laut dan gabungan keduanya; c.
Proses biogenik: pembentukan terumbu karang dan hutan bakau. Kenampakan pada citra Landsat seperti terlihat pada gambar 6-40 dan 6-41.
terraces
Gambar 6-36. Morfologi undak pantai (beach terraces) di Pulau Larat, Maluku
Old river channels
Gambar
6-37.
Morfologi endapan kipas aluvial S.Jeneberang, Makassar dan alur sungai purba
Beach ridges caused by alternating currents
Beach ridge and swale
Gambar 6-38. Morfologi punggung pematang pantai (beach ridges) pantai selatan Jawa Tengah
286
Copyright@2013 by Djauhari Noor
Gambar 6-39 Morfologi perselingan pematang pantai (beach ridge) di Lokseumawe, Nangroe Aceh Darussalam.
6. Penginderaan Jauh
Gambar 6-40 Morfologi rawa pantai di Utara Jawa
2013
Gambar 6-41 Morfologi hutan bakau di Timor
6.3.5 Pola Pengaliran Sungai dan Sumberdaya air Pola pengaliran sungai dan sumberdaya air yang menyangkut bentuk tubuh air di permukaan bumi (air permukaan) dan air bawah tanah merupakan aspek geologi yang sangat rawan akibat perubahan kondisi lingkungan, khususnya dalam bentuk pencemaran kimia dan fisika. Pencemaran fisika air, khususnya pengaruh sedimentasi paling nyata teridentifikasi pada citra inderaja pada kombinasi band visible (pada citra Landsat band 1, 2 dan 3). Pencemaran kimia sampai saat ini masih belum dapat ditentukan dari band y ang tersedia. Penggunaan sensor hiperspektral (misalnya pada CASI) pencemaran kimia dilaporkan telah dapat diketahui, meskipun sistim ini masih belum meluas penggunaannya. Informasi sumberdaya air yang dapat dipetakan dari citra inderaja secara umum di antaranya: a. Pola aliran sungai dengan bentuk dan sebaran DAS dan subDAS; b. Jenis sungai dalam kelangsungan kandungan air (intermitten d an perenial streams); c.
Bentuk dan jenis massa air genangan (danau, bendungan, rawa, rawa pantai, kelembanan tanah permanen);
d. Sedimentasi di dalam massa air (danau, bendungan, pantai); e. Banjir; f.
Sebaran mataair dan airtanah bebas/dangkal;
g.
Kemungkinan airtanah dalam. Pada citra inderaja kesemua bentuk hidrologi tersebut di atas hanya dapat terlihat pada
kombinasi band tertentu. Sebagai contoh, sedimentasi di dalam massa air misalnya hanya dapat diidentifikasi pada kombinasi band visible sedangkan pada kombinasi band infra merah tidak terlihat. Kelembaban tanah tampak jelas pada kombinasi band infra merah, tidak pada visible. Air di dalam lembah sungai umumnya tidak dapat dilihat karena ukurannya yang lebih kecil dari nilai resolusi spasialnya, kecuali air pada sungai-sungai utama yang besar. Meskipun demikian
287
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
keberadaan air dapat ditafsirkan diri kenampakan lembah sungainya. Beberapa kenampakan bentuk hidrologi pada citra inderja diperlihatkan pada gambar 6-42 sampai dengan 6-46.
Gambar 6-42. Pola aliran sungai yang mengikuti pola Sesar Sumatera. Tampak lineament lineament (kelurusan kelurus an) dari sesar yang juga merupakan saluran-saluran sungai.
Gambar 6-43. Pola aliran sungai Luwuk, Sulawesi Tengah.
Gambar 6-44 Genangan banjir (rona warna: hijau muda – biru), disepanjang aliran sungai. Terletak di Pantai Barat Nangroe Aceh Darussalam.
288
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
Gambar 6-45. Pencemaran waduk Saguling oleh enceng gondok (rona warna : merah) dibagian hulu dari reservoir bendungan Saguling, Jawa Barat. Bagian selatan (kiri bawah, rona warna merah kecoklatan) merupakan morfologi berbukitan, bertekstur kasar dengan ekspresi topografi berupa bukit berelief tinggi yang ditempati oleh batu breksi. Rona warna coklat kekuningan, tersebar secara spoted, ditafsirkan sebagai morfolog intrusi. Rona warna biru kehijauan dengan ekspresi topografi landai- datar, merupakan batuan sedimen lunak (lempung?).
Gambar 6-46. Kenampakan pola aliran sungai dendritik pada citra Landsat daerah Dirty Bend, Utah.
Gambar 6-47. Kenampakan pola aliran sungai dendritik pada citra Landsat daerah Peru.
289
Copyright@2013 by Djauhari Noor
6. Penginderaan Jauh
2013
6.3.6 Morfologi Karst Bentangalam yang berasal dari hasil pelarutan batuan karbonat banyak kita jumpai diberbagai tempat di dunia. Berbagai bentuk bentangalam topografi karst, seperti lembah lembah hasil pelarutan, sinkhole, gua-gua karbonat dan tower tower batuan karbonat yang terbentuk akibat reaksi kimiawi pada batugamping. Pelarutan seringkali dimulai dari bagian rekahan yang ada pada batugamping. Pelarutan yang terjadi pada rekahan rekahan batugamping kemudian akan meluas hingga membentuk lembah lembah yang semakin lama semakin bertambah luas. Gambar 6-48 adalah contoh kenampakan bentangalam karst yang terdapat di pegunungan Alpen di Croatia (Dinaric Alps of Croatia), merupakan batugamping berumur Mesozoik yang terbentuk akibat pelarutan batugamping.
Gambar 6-48 Kenampakan bentangalam karst yang terdapat di pegunungan Alpen di Croatia (Dinaric Alps of Croatia), merupakan batugamping berumur Mesozoik yang terbentuk akibat pelarutan batugamping.
290
Copyright@2013 by Djauhari Noor