PERAN PERENCANAAN & DESAIN ARSITEKTUR DALAM KEGIATAN PERENCANAAN KOTA KOMPREHENSIF Ir. Udjianto Pawitro, MSP., IAP.,IAI. Program Studi Teknik Arsitektur FTSP institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung Gedung 17 – Lantai 1 Jalan PH. Hasan Mustopha 23 Bandung 40124 E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan di kawasan perkotaan (urban area) peran dan manfaat dari ‘perencanaan kota’ menjadi hal penting dan menentukan terutama bagi acuan dan arahan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan. Melihat hal tersebut diatas, kondisi perkembangan ilmu dan profesi ‘perencanaan kota’ pada saat sekarang ini sudah banyak mengalami kemajuan. Sejak tahun 1980-an hingga saat ini kita diperkenalkan suatu pendekatan dalam kegiatan perencanaan kota yang disebut ‘perencanaan kota komprehensif’ (comprehensive urban planning). Dalam pendekatan tersebut para perencana kota secara team antar multi-disiplin membuat rencana kota yang komprehensif, yang bukan semata melibatkan aspek fisik semata, tetapi juga melibatkan aspek socialekonomi, social-budaya, social-ekologis hingga aspek hukum dan kepranataan masyarakat. Secara faktual kita dapat melhat bahwa kegiatan penyusunan rencana kota, tidak saja mempertimbangkan aspek ‘keruangan’ (spatial), tetapi juga memperhatikan aspek isi (substansi) yang dinilai mempunyai sifat ‘dinamik’. Peran dari ‘perencanaan dan desain arsitektur’ sebagai salah satu isi dalam kegiatan perencanaan kota komprehensif, akan dibahas dalam tulisan ini. Selain bahasan tentang peran dari ‘perencanaan dan desain arsitektur’ terhadap perencanaan kota komprehensif juga dibahas ruang-lingkup serta bidang yang terkait dengan kegiatan perencanaan arsitektur dalam ranah ‘perencanaan kota’. Setidaknya diperoleh manfaat yang berkaitan dengan: (a) tata-guna lahan (land-use), (b) penerapan ‘building codes’ dan ‘building regulation’ hingga (c) konservasi dan preservasi bangunan lama / bersejarah. Kata kunci : perencanaan arsitektur, desain arsitektur, perencanaan kota komprehensif.
ABSTRACT Development activities undertaken in the urban area (urban area) the role and benefits of 'town planning' becomes especially crucial for the implementation of development guidelines and directives are carried out. Seeing the above, the condition of the development of science and the professions 'town planning' at the present time has been much progress. Since the 1980's until today we introduced an approach to city planning activity called comprehensive urban planning. In this approach the city planners are among the multi-disciplinary team made a comprehensive city plan, which involves not only the physical aspect alone, but also involve aspects of social-economic, socio-cultural, social, ecological and legal aspects kepranataan to the public. In fact we can melhat that city planning activities, not just consider the aspect of 'spatial' (spatial), but also the aspect of the content which has assessed the nature of 'dynamic'. The role of 'planning and architectural design' as one of the content in a comprehensive urban planning, will be discussed in this paper. In addition to a discussion of the role of 'planning and architectural design' of a comprehensive urban planning also discussed the scope and areas related to planning activities in the realm of architecture 'town planning'. Benefits gained at least with respect to: (a) land use (land-use), (b) the application of 'building codes' and 'building regulation' to (c) conservation and preservation of old or historic buildings. Keywords: architecture planning, architectural design, a comprehensive urban planning.
(*) Makalah / Tulisan ini diterbitkan dalam Majalah Ilmiah TRI DHARMA Kopertis Wilayah IV Jabar dan Banten, Nomor: 05 / Tahun XXV/ Desember 2012.
LATAR-BELAKANG. Kegiatan pembangunan di kawasan perkotaan, pada dua decade belakangan ini mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal tersebut didorong oleh factor terjadinya pembentukan kawasan perkotaan (urban areas) yang semakin dominan dibandingkan dengan kawasan lainnya. Pembangunan kawasan kota pada dasarnya merupakan bentuk pemenuhan tuntutan akan kebutuhan hidup masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan dimaksud adalah masyarakat yang mendiami kawasan urban dengan berbagai cirri dan sifatnya yang khas. Kegiatan pembangunan di kawasan perkotaan pada saat sekarang ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, karena hal tersebut didorong oleh terjadinya proses pembentukan kawasan kota yang semakin menonjol. Latar-belakang terjadinya proses pembentukan kawasan kota ini setidaknya dipicu oleh dua hal penting, yaitu: (a) tingginya tingkat urbanisasi (yaitu pergerakan / perpindahan penduduk dari kawasan pedesaan menuju kawasan perkotaan), dan (b) tingginya laju proses ‘urbanisme’, yaitu perubahan tata-kehidupan masyarakat menuju masyarakat bercirikan urban (perkotaan). Menurut ‘Urban Agenda 21’, diberbagai beklahan kawasan dunia, tengah terjadi proses pembentukan kawasan perkotaan (urban areas) yang dedmikian pesat. Hal ini terjadi terutama pada kawasan-kawasan: Asia Timur, Asia Tenggara, Afrika Utara hingga Amerika Latin. Fenomena yang terjadi adalah: kota-kota kecil cenderung berkembang semakin membesar diiringi oleh bertambahnya luas areal kota. Namun pada saat yang bersamaan pada kawasan pinggiran (peri-peri) kota, terjadi pula proses urbanisme yang sangat pesat, hal ini yang menjadikan corak masyarakat kawasan peri-peri menjadi berubah membentuk masyarakat perkotaan (urban society). Di wilayah Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi yang teratas diantara Negara-negara di kawasan tersebut dalam hal pembentukan kawasan perkotaan. Setelah Indonesia, berturut-turut adalah: Thailand, Malaysia, Philipina dan Singapura. Untuk kawasan Asia Tenggara proses urbanisme yang tengah terjadi, adalah: kota-kota kecil berkembang menjadi kota besar dengan penduduk sekitar 3-5 juta jiwa. Sedang kota-kota besar terus tumbuh dan berkembang menjadi kota metropolitan dengan jumlah penduduk sekitar 6-8 juta jiwa. Khusus di Indonesia, kita dapat amati proses pembentukan kota-kota besar yang mempunyai radius pengaruh hingga 2025 km. Kegiatan perencanaan kota selain sebagai kegiatan atau proses juga dilihat sebagai produk atau hasil berupa ‘rencana kota’ (urban plan / city plan), yang akan memberi arahan serta sebagai acuan bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan di kawasan perkotaan. Untuk kondisi saat ini (2010) di Indonesia – berdasarkan pengamatan URDI (Urban Research and Development Institute), diperkirakan terdapat sekitar 50 kota-kota besar (metropolitan dan kotamadya) dan sekitar 300 kota yangsetara dengan ibukota kabupaten. Melihat perkiraan jumlah kota-kota besar dan kota-kota kabupaten / kotamadya yang ada, maka peranan dan manfaat dari ‘perencanaan kota’ dan ‘rencana kota’ menjadi semakin penting. ‘Rencana Kota’ (Urban plan / city plan) pada dasarnya merupakan arahan pengembangan serta acuan bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan yang dilakukan di kawasan perkotaan. Berdasarkan Undang-undang Tata Ruang (No.26 – Tahun 2007) dan PP. Perencanaan Kawasan Perkotaan, dinyatakan bahwa untuk suatu kawasan perkotaan (urban areas) dengan batas administrasi tertentu diberlakukan ketentuan tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan. Artinya kegiatan perencanaan kota (urban planning) merupakan suatu
keharusan yang mesti dilakukan oleh Pemerintah Kota guna mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan di kawasan tersebut. MAKSUD DAN TUJUAN SERTA PERMASALAHAN Maksud dan tujuan dari penulisan ini adalah : (a) mengenal dan memahami peran dari perencanaan dan desain Arsitektur dalam konteks perencanaan kota, dan (b) mengenal pendekatan perencanaan kota secara komprehensif.
Sedangkan permasalahan yang muncul sebagai masalah penelitian adalah : (a) pentingnya
melihat dan mengenal peran dari perencanaan Arsitektur dan perancangan (desain) Arsitektur serta kontribusinya terhadap kegiatan perencanaan kota secara komprehensif, dan (b) pendekatan perencanaan kota komprehensif sudah merupakan suatu pendekatan dalam kegiatan perencanaan kota pada era modern seperti sekarang ini. Karena itu memperkenalkan pendekatan perencanaan kota secara komprehensif sudah merupakan suatu keharusan pada saat sekarang ini. PERENCANAAN KOTA DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DI KAWASAN PERKOTAAN. Melihat perkembangan kegiatan pembangunan di kawasan perkotaan, pada saat sekarang ini, tengah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Dalam Urban Agenda 21, Hall-Ulrich (2000), menyatakan bahwa proses pembentukan kawasan perkotaan (urban areas) di berbagai belahan dunia mengalami peningkatan yang sangat besar. Kawasan-kawasan di belahan dunia yang mengalami hal tersebut adalah: Asia Timur dan Asia Tenggara, Afrika Utara dan Amerika Latin, dimana diperkirakan terjadi peningkatan areal perkotaan mendekati 53% di decade 2015-2025. Pembentukan area perkotaan seperti disebut diatas, pada dasarnya didorong oleh pertumbuhan urbanisasi yang tinggi ke kawasan kota dan juga terjadi proses urbanisme. Mengapa proses pembentukan kawasan perkotaan, menjadi hal yang sangat pesat terjadi? Salah satu penyebab yang cukup menarik untuk diperhatikan adalah fenomena terjadinya proses ‘urbanisme’. Apa itu ‘urbanisme’? ‘Urbanisme’ adalah gejala atau fenomena atau kejadian yang berkaitan atau berhubungan dengan pembentukan tata-kehidupan dari masyarakat perkotaan (urban society). Pada banyak kasus, gejala ‘urbanisasi’ ini banyak dialami oleh masyarakat di kawasan pedesaan (khususnya daerah peri-peri kota) yang secara cepat (dalam tempo singkat) berubah menjadi masyarakat dengan ciri ‘urban’. Masyarakat perkotaan (urban society) adalah masyarakat dimana tata-kehidupan serta bentuk masyarakatnya lebih bersifat atau ber-ciri-kan ‘urban’. Beberapa ciri / sifat dari masyarakat urban antara laia adalah: (a) pembentukan masyarakat dengan ikatan ‘formal’ (=patembayan), (b) mata pencaharian terbesarnya tidak bertumpu pada pertenian / perkebunan / peternakan yang mengolah SDA, (c) kegiatan industri dan jasa menjadi ciri dari kegiatan utama masyarakatnya, (d) terjadinya mobilitas yang tinggi diantara warga masyarakat (baik vertical maupun horizontal), hingga (e) pembentukan perilaku masyarakat ‘urban’ yang tertib dan teratur. Akibat terbesar dari terjadinya proses urbanisme dan pembentukan kawasan perkotaan, adalah terjadinya kegiatan pembangunan di kawasan perkotaan yang semakin dominan. Untuk memenuhi tuntutan dalam kehidupan ‘masyarakat urban’, pemerintah kota sejak awal berupaya untuk memenuhi berbagai bentuk kebutuhan yang muncul, seperti: (a) penyediaan lahan untuk kebutuhan perumahan dan permukiman, (b) penyediaan pra-sarana (infrastruktur) dan sarana (facility) di kawasan perkotaan, (c) penyediaan lapangan pekerjaan bagi warga kota, (d) peningkatan pertumbuhan ekonomi kota dan pencegahan kemiskinan, (e)
pembentukan lingkungan hidup kawasan perkotaan yang sehat, aman dan nyaman, (f) hingga pencegahan kriminalitas di kawasan perkotaan. Kegiatan pembangunan di kawasan perkotaan, seperti yang terjadi di negara-negara sedang berkembang, pembangunan kawasan perkotaan di Indonesia lebih banyak dilakukan atau terjadi di kota-kota besar. Hal ini dapat dipahami, mengingat untuk melakukan kegiatan pembangunan kawasan perkotaan diperlukan jumlah dana dan investasi yang besar. Jika kita melihat kota-kota besar di Indonesia, maka kota-kota Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Medan, Makassar, Palembang, dan kota-kota lainnya yang sering dikabarkan dalam media massa banyak melakukan kegiatan pembangunan perkotaan. Bukan hanya kota-kota metropolitan semata yang melakukan kegiatan pembangunan kawasan perkotaan, kota-kota besar (setingkat kotamadya) juga mulai pesat membenahi dan melakukan pembangunan kawasan perkotaan. Bagaimana trend-nya dalam memasuki abad 21? Kawasan perkotaan (urban areas) menjadi semakin dominan dalam kerangka proses pembentukan kawasan perkotaan yang tengah terjadi di belahan dunia ini. Menurut beberapa pakar perkotaan, dalam decade 2015-2025 yang akan dating, dominasi pembangunan kawasan perkotaan diperkirakan mencapai 53% dibandingkan yang (hanya) 47% untuk kawasan pedesaan. Seiring dengan hal tersebut diatas, dan juga seiring dengan kegiatan pembangunan kawasan perkotaan yang tengah terjadi, maka peran dan manfaat dari adanya ‘perencanaan kota’ (urban planning) – menjadi semakin penting dan menentukan. Perencanaan kota selain sebagai kegiatan atau proses juga dilihat sebagai produk atau hasil, yang akan banyak member arahan dan acuan bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan kawasan perkotaan di hampir banyak kota. Untuk kondisi saat ini (2010) di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 50 kota-kota besar (metropolitan dan kotamadya) dan sekitar 300 kota yangsetara dengan ibukota kabupaten. Melihat perkiraan jumlah kota-kota besar dan kota-kota yang ada, maka peran dan manfaat ‘perencanaan kota’ dan ‘rencana kota’ terlihat semakin penting. Kementerian Dalam Negeri cq. Direktorat Bina Perkotaan, Kementerian Pekerjaan Umum cq. Direktorat Jendral Tata Ruang dan Permukiman, Bappenas cq. Deputi Regional (Kewilayahan), merupakan lembaga atau instansi yang secara langsung mengadakan pembinaan dan merumuskan kebijakan tentang
kegiatan
‘perencanaan kota’ di Indonesia. Di tingkat pemerintah daerah dalam hal ini tingkat Propinsi, pelaksanaan pembuatan rencana kota dilakukan oleh Bappeda Propinsi dibantu Sub-Dinas Cipta Karya Dinas PU, sedang di tingkat kotamadya / kabupaten dilakukan oleh: Dinas Cipta Karya dan Bappeda setempat. Berdasarkan Undang-undang Tata Ruang dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI di wilayah Indonesia dikenal berbagai tingkatan atau jenis ‘rencana kota’ atau ‘urban plan’ yaitu rencana yang berkaitan dengan kawasan perkotaan. Tingkatan atau jenis rencana kota dimaksud adalah: (1) RUTRK = Rencana Umum Tata Ruang Kota, (2) TDTRK = Rencana Detail Tata Ruang Kota dan (3) RTRK = Rencana Teknis Tata Ruang Kota. Bersadarkan tingkatannya RUTRK lebih berisikan rencana kota yang bersifat ‘umum’ atau pokok-pokok rencana kota, RDTRK berisikan rencana kota yang lebih detail untuk kawasan atau wilayah tertentu kota sedangkan RTRK berisikan rencana-rencana hingga tingkatan teknis untuk suatu kawasan atau wilayah tertentu kota untuk diimplementasikan dalam kegiatan nyata pembangunan di lapangan. PENDEKATAN PERANCANGAN KOTA ‘KOMPREHENSIF’. Kegiatan pembuatan rencana kota atau proses ‘perencanaan kota’ dilihat dari sejarahnya, telah dikenal manusia sejak tahun 1284, yaitu dengan pembentukan bastide-bastide kota di Monpazier di Perancis Selatan
yang menggunakan bentuk geometri. Di zaman pertengahan kegiatan perencanaan kota juga telah dilakukan dengan menggunakan ‘rencana-kota’, seperti yang terjadi di kota: Milan – Italy, kota Nordlinger di Jerman dan kota Carcassonne di Perancis. Bentuk dan bats kota yang terjadi lebih dilator-belakangi oleh strategi pertahanan untuk membendung kemungkinan serangan dari daerah lain. Kegiatan perencanaan kota juga terus berkembang, terlihat pada zaman Renaisance dimana dalam kegiatan perencanaan kota dimasukan unsure ‘desain kota’ secara fisikal. Sebagai contoh daerah pusat kota Paris yang bersejarah dibangun kembali pada tahun 1853 dengan Place d’Etoile dangan 12 jalan avenue berbentuk radial yang menyebar keluar arah barat dari istana (yang saat ini dikenal sebagai Louvre). Bentukbentuk perencanaan fisik kota yang memasukan unsur ‘desain kota’ terus berkembang dan dapat dilihat di banyak kota di Eropa, seperti: Roma, Berlin, Bourdeaux, Santo Lenindrad hingga kota Washington DC di USA. (lihat Branch, Milville -1997). Dalam era modern, pada decade awall memasuki abad 20, banyak pendekatan (approach) yang dikembangkan para pakar dalam rangka kegiatan perencanaan kota. Khususnya sejak tahun 1980 hingga saat ini, masyarakat luas mulai mengenal apa yang disebut dengan pendekatan ‘komprehensif’ dalam perencanaan kota. Perencanaan kota dengan pendekatan komprehensif adalah kegiatan pembuatan rencana kota ataur rencana kawasan perkotaan yang mempertimbangkan berbagai aspek sehingga dihasilkan suatu produk ‘rencana kota yang komprehensif’. Dalam perencanaan kota yang komprehensif ini selain melihatkan aspek-aspek spatial atau kewilayahan, juga melibatkan aspek-aspek lain seperti: fisikal (bentuk, pola dan visual arsitektur), geologi, hidrologi, demografi / kependudukan, social-budaya, social-ekonomi, lingkungan hidup (ekologi) hingga hukum dan kepranataan dalam masyarakat. Dalam kegiatan perencanaan kota yang komprehensif ini, dalam kenyataannya di lapangan terutama dalam dunia profesi, kelompok perencana kota yang dibentuk biasanya terdiri dari banyak melibatkan sarjana bidang keilmuan yang relative banyak dan saling terkait. Dan sifat kerja dari kelompok perencana kota ini bersifat ‘multi-disiplin keilmuan’. Di negara-negara yang sudah maju, seperti misalnya: USA, Inggris, Perancis, Jerman, Jepang, Australia dan Singapura, para perencana kota sudah berhimpun dalam asosiasi perencana kota yang mempunyai kedudukan dan posisi yang terhormat dan berperan dalam merumuskan arahan kebijakan serta pembuatan rencana kota. Kelompok perencana kota yang dibentuk dalam team oleh Pemerintah Daerah / Kota, bukan saja melibatkan Planolog dan Arsitek semata, tetapi juga melibatkan: ahli ekonomi wilayah, ahli social-budaya, ahli ekologi (lingkungan hidup), ahli geologi, ahli kependudukan (demografi), ahli hidrologi, hingga ahli hokum dan pranata masyarakat. Apa yang melatar-belakangi munculnya pendekatan ‘komprehensif’ dalam kegiatan perencanaan kota? Dalam kenyataannya banyak hasil rencana kota (pada era modern ini), yang secara dominan menekankan aspek-aspek ‘tertentu’ lebih diatas aspek-aspek lainnya terutama aspek social-budaya, social-ekonomi dan lingkungan hidup (ekologi). Dan memandang kegiatan pembuatan rencana kota sebagai proses yang statis, akibatnya untuk kurun waktu tertentu dalam perencanaan yang dibuat, rencana kota yang ada kurang adaptif terhadap perkembangan zaman yang terjadi di lapangan. Dalam kegiatan perencanaan kota yang komprehensif dimungkinkan adanya proses yang bersifat ‘dinamik’.
PERAN PERENCANAAN DAN DESAIN ARSITEKTUR DALAM KEGIATAN PERENCANAAN KOTA KOMPREHENSIF. Dalam kegiatan perencanaan kota baik yang konvensional maupun yang menggunakan pendekatan ‘komprehensif’, salah satu aspek yang turut dipertimbangkan adalah aspek lingkungan fisik arsitektural yang berkaitan dengan rencana bangun-bangunan. Bidang ilmu arsitektur pada dasarnya memberikan sumbangan (kontribusi) dalam kegiatan perencanaan kota berkaitan dengan tata-atur dan tata-rencana bangunan atau ‘the order of building planning’. Dalam ilmu arsitektur setidaknya dikenal tiga pokok bahasan, yaitu: (a) perencanaan arsitektural, (b) pembuatan program arsitektural, dan (c) perancangan (desain) arsitektural. Berkaitan dengan kegiatan perencanaan kota, yang dilakukan oleh ‘team perencana kota’ yang dibentuk / ditunjuk oleh Pemerintah Kota, peran bidang arsitektur yang sangat berhubungan dengan hal diatas adalah (1) perencanaan arsitektural (architectural planning) dan (2) programming arsitektur serta (3) perancangan (desain) arsitektur, Dalam bahasan makalah ini akan difokuskan pada peran perencanaan dan dasain arsitektur bagi kegiatan perencanaan kota komprehensif. Disamping itu hal-hal apa saja yang dalam perencanaan dan desain arsitektur yang berkaitan dengan aspek kegiatan perencanaan kota.
(1) Demografi / Kependudukan (9) Bidang Lain. (2) Sosial-Budaya (8) Sistem Transportasi
7a) Perencanaan Arsitektur 7b) Program Arsitektur ----- 7) Arsitektur 7c) Desain Arsitektur
(6) Lingkungan Hidup (Ekologi)
(3) Sosial-Ekonomi
PERENCANAAN KOTA KOMPREHENSIF (4) Hukum
(5) Pranata Masyarakat
Diagram 1 : Bidang-bidang Terkait dalam Kegiatan Perencanaan Kota Komprehensif Termasuk Bidang Arsitektur Aspek perencanaan arsitektur atau ‘architectural planning’ diartikan sebagai kegiatan perencanaan tahap awal dalam bidang arsitektur yang akan menggiring atau mengantarkan tata-atur arsitektur yang dilanjutkan ke tahap pembuatan program arsitektur hingga kegiatan perancangan (desain) arsitektur. Beberapa hal penting yang termasuk dalam ‘perencanaan arsitektur’ yang memiliki kontribusi pada perencanaan kota, antara lain: (a) penetapan / penentuan fungsi / kegunaan dari kawasan atau site (lahan) – yang berhubungan dengan tata guna lahan (land use planning), (b) penetapan atau arahan-arahan dari tata-bangunan atau ‘building ordering’, dan (c) penetapan atau arahan-arahan berkaitan dengan peraturan bangunan atau ‘building regulation’.
Sedangkan hal-hal penting yang berkaitan dengan ‘desain’ arsitektur yang member kontribusi pada kegiatan perencanaan kota, antara lain: (a) penetapan ‘gaya arsitektur’ (architecture styles) pada kawasan tertentu, (b) penerapan komponen-komponen dari ‘desain perkotaan’ hingga (c) peran dari kegiatan konservasi dan preservasi pada bangunan lama / bersejarah. Khusus untuk peran ‘desain arsitektur’ akan terlihat lebih nyata jika kita membahas tentang apa itu ‘perancangan kota’ atau ‘urban design’. Untuk suatu kawasan di daerah perkotaan, pada rencana kota ditetapkan atau ditentukan fungsi dari kawasan, misalnya: fungsi perumahan, fungsi perkantoran, fungsi perdagangan, fungsi industry, fungsi militer, dsb. Penetapan fungsi kawasan dalam kegiatan perencanaan kota dikenal sebagai ‘tata-guna lahan’ atau ‘land use planning’. Penetapan tata guna lahan dalam perencanaan kota akan sangat berarti (power-full) jika diiringi oleh acuan-acuan tentang ‘tata bangunan’ (building code) dan peraturan tentang tata-bangunan (building regulation). Setelah ditetapkan fungsi kawasan, maka kemudian ditetapkan atau ditentukan pula tentang tatabangunan. Yang termasuk dalam tata-bangunan yang penting untuk diperhatikan antara lain: (a) BCR (Building Coverage Ratio) atau Koefisien Tutupan Bangunan, (b) FAR (Floor Area Ratio) atau Koefisien Lantai Bangunan, (c) ROW (Right of Way), dan (d) GSB (Garis Sempadan Bangunan) pada suatu kawasan. Untuk perencanaan kota komprehensif, dimana unit-unit kawasan yang dianalisis dalam kegiatan perencanaan kota bersifat ‘dinamik’, maka peran dari program arsitektural untuk mendukung proyeksi atau prediksi program kawasan – sangat diperlukan. Besar atau kapasitas dari beban (load) yang diakibatkan oleh pertambahan populasi penduduk, atau akibat perkiraan intensitas pengguna bangunan di suatu kawasan – banyak dibantu atau didukung oleh programming arsitektural. Sebagai contoh untuk suatu kecamatan atau kelurahan tertentu, diprediksikan junmlah penduduk (pada tahun X) akan berjumlah tertentu – hal diatas ini kemudian diturunkan atau dijabarkan kedalam gambaran tingkat intensitas penggunaan bangunan atau tingkat kepadatan bangunan yang terjadi di suatu kawasan. Ini yang dikenal dengan perencanaan (kota) yang bersifat ‘dinamik’. Yang berkaitan dengan ‘peraturan tata-bangunan’ (building regulation), sumbangsih bidang arsitektur dalam kegiatan perencanaan kota dapat dilihat nyata terutama pada RTRK (Rencana Teknis Tata Ruang Kota). Dalam rencana teknis ini dibahas antara lain: (a) jarak antar bangunan, (b) jumlah laitan atau ketinggian bangunan maksimum di suatu kawasan, (c) panduan bentuk umum bangunan (3D), (c) penempatan area parking pada bangunan, (d) rencana teknis dari basement pada bangunan, hingga (e) prinsip pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan dalam site. Sedangkan peran dari ‘desain arsitektur’ dalam kegiatan perencanaan kota, berkaitan dengan tiga hal penting yang berhubungan dengan ‘perancangan kota’ (urban design). Tigahal penting dimaksud, yaitu: (a) (a) penetapan ‘gaya arsitektur’ (architecture styles) pada kawasan tertentu yang telah ditentukan, (b) penerapan / penggunaan komponen-komponen dari ‘desain perkotaan’ serta (c) peran dari kegiatan konservasi dan preservasi pada bangunan lama / bangunan bersejarah. Kegiatan perencanaan kota pada dasarnya diperlukan dan ditujukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan di kawasan perkotaan. Sedangkan kegiatan perancangan kota (urban design), dilakukan pada kota-kota tertentu (terutana kota-kota besar) yang menaruh apresiasi besar terhadap aspek visual arsitektural kota. Salah satu hal penting dari peran desain arsitektur pada perencanaan kota, adalah penetapan atau penentuan kawasan yang mempunyai corak atau gaya arsitektural tertentu untuk dikembangkan. Sedangkan pada kawasan tertentu kota, misalnya kawasan pusat kota yang mempunyai nilai sejarah, perencana kota
menetapkan pula mana bangunan lama atau bangunan bersejarah yang patut untuk dikonservasi atau dipreservasi.
Kegiatan preservasi dan konservasi bangunan lama yang bersejarah ini ditujukan untuk
mengungkap kekayaan historis dari kota yang bersangkutan melalui bangunan-bangunan lama atau melalui bangunan ber-arsitektur tinggi. PENUTUP DAN KESIMPULAN. Pada dekade awal dalam memasuki abad 20, telah banyak pendekatan (approach) yang dikembangkan para pakar dalam rangka kegiatan perencanaan kota. Khususnya sejak tahun 1980 hingga saat ini, masyarakat luas mulai mengenal apa yang disebut dengan pendekatan ‘komprehensif’ dalam perencanaan kota. Perencanaan kota dengan pendekatan komprehensif adalah kegiatan pembuatan rencana kota atau rencana kawasan perkotaan yang mempertimbangkan berbagai aspek (multi disiplin) sehingga dihasilkan suatu produk ‘rencana kota yang komprehensif’. Aspek-aspek yang menjadi pertimbangan kegiatan perencanaan kota meliputi antara lain : aspek fisikal, arsitektur, geologi, hidrologi, demografi / kependudukan, social-budaya, socialekonomi, lingkungan hidup (ekologi) hingga hukum dan kepranataan masyarakat. Berkaitan dengan kegiatan perencanaan kota, maka peran dan kontribusi bidang arsitektur yang sangat berhubungan dengan hal diatas adalah (1) perencanaan arsitektural (architectural planning) dan (2) programming arsitektur serta (3) perancangan (desain) arsitektur. Beberapa hal penting yang termasuk dalam ‘perencanaan arsitektur’ yang memiliki kontribusi pada perencanaan kota, antara lain: (a) penetapan / penentuan fungsi / kegunaan dari kawasan atau site (lahan) – yang berhubungan dengan tata guna lahan (land use planning), (b) penetapan atau arahan-arahan dari tata-bangunan atau ‘building ordering’, dan (c) penetapan atau arahanarahan berkaitan dengan peraturan bangunan atau ‘building regulation’. Sedangkan hal-hal penting yang berkaitan dengan ‘desain’ arsitektur yang member kontribusi pada kegiatan perencanaan kota, antara lain: (a) penetapan ‘gaya arsitektur’ (architecture styles) pada kawasan tertentu yang akan dikembangkan atau dipertahankan, (b) penerapan komponen-komponen dari ‘desain perkotaan’ (urban design) hingga (c) kegiatan konservasi dan preservasi pada bangunan lama / bersejarah. Khusus untuk peran ‘desain arsitektur’ akan terlihat lebih nyata jika kita membahas tentang apa itu ‘perancangan kota’ atau ‘urban design’. Penetapan tata guna lahan dalam perencanaan kota akan sangat berarti (power-full) jika diiringi oleh acuan-acuan tentang ‘tata bangunan’ (building code) dan peraturan tentang tata-bangunan (building regulation). Setelah ditetapkan fungsi kawasan, maka kemudian ditetapkan atau ditentukan pula tentang tata-bangunan. Yang termasuk dalam tata-bangunan yang penting untuk diperhatikan antara lain: (a) BCR (Building Coverage Ratio) atau Koefisien Tutupan Bangunan, (b) FAR (Floor Area Ratio) atau Koefisien Lantai Bangunan, (c) ROW (Right of Way), dan (d) GSB (Garis Sempadan Bangunan) pada suatu kawasan. Peran dari ‘perencanaan arsitektur’ dan ‘desain arsitektur’ sebagai salah satu isi dalam kegiatan perencanaan kota komprehensif, berkaitan dengan tiga hal penting, yaitu : (a) tata-guna lahan (land-use), (b) penerapan ‘building codes’ dan ‘building regulation’ hingga (c) konservasi dan preservasi bangunan lama / bersejarah. Berkaitan dengan ‘peraturan tata-bangunan’ (building regulation), sumbangsih bidang arsitektur dalam kegiatan perencanaan kota dapat dilihat nyata terutama pada RTRK (Rencana Teknis Tata Ruang Kota). Dalam rencana teknis ini dibahas antara lain: (a) jarak antar bangunan, (b) jumlah lantai dan ketinggian bangunan maksimum di suatu kawasan, (c) panduan bentuk umum bangunan (3 dimensional), (c) penempatan
area parking pada bangunan, (d) rencana teknis basement pada bangunan, hingga (e) prinsip pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan dalam site. DAFTAR KEPUSTAKAAN. 1) Branch C. Malville, (1997) :Comprehencive City Planning: An Introduction and Explanation, APA Publishing, Chicago, USA. 2) Budihardjo, Eko & Sujarto, Djoko, (1999) : Kota Berkelanjutan, Penerbit Alumni, Bandung. 3) Jonnathan, Barnett, (1982) : An Introduction To Urban Design, Harper and Row Publisher, Co., New York. 4) Hall, Peter, (1991) : Cities Of Tomorrow, Basil – Blackwell, Pusblisher, Oxford, England. 5) Hall, Peter & Pieffer, Ulrich, (2000) : Urban Future 21: A Global Agenda For 21 Century Cities, E and FN Spoon, Company., New York. 6) Kusumo, Sunaryo, (1997) : Pengantar Arsitektur Kota (Resume Perkuliahan), Jurusan Teknik Arsitektur FTSP – ITB, Bandung. 7) Speiregen, Paul, (1965) : Urban Design : The Architecture of Towns and Cities, Mc Graw Hill Book, Co., New York. 8) Shirvani, Hamid, (1985) : The Urban Design Process, Van Norstrand-Reinhold, Publisher Company., New York.
MAKALAH KELOMPOK BIDANG KEAHLIAN (KBK)
PERAN PERENCANAAN & DESAIN ARSITEKTUR DALAM KEGIATAN PERENCANAAN KOTA KOMPREHENSIF
Oleh : Ir. Udjianto Pawitro, MSP. Program Studi Teknik Arsitektur FTSP Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung Gedung 17 – Lantai 1 Jalan PH. Hasan Mustopha 23 Bandung 40124 E-mail :
[email protected]
KBK : PERENCANAAN & PERANCANGAN KOTA JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR – FTSP - ITENAS BANDUNG 2011