1
Diterbitkan oleh PT Tempo Inti Media yang telah menerbitkan majalah berita mingguan Tempo sejak 1971.
disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia
RSUP Sanglah Denpasar adalah rumah sakit negeri kelas A di Propinsi Bali.
CNNIndonesia.com, sebuah situs internet yang menyajikan berita domestik dan seluruh dunia.
"Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak"
Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ("KUHAP") disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: barang bukti, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Seorang pakar di bidang kriminologi dan kepolisian, serta tercatat sebagai dosen di Departemen Kriminologi Universitas Indonesia (UI).
Sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak Disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Perkap No. 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi Dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri
Pertimbangan pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004 halaman 130
Layanan jejaring sosial dan mikroblog daring yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks hingga 140 karakter.
Portal berita Solo Pos Rabu 17 Juni 2015 bertajuk BOCAH BALI HILANG Muncul Spekulasi Angeline Dibunuh karena Warisan, Disamakan Arie Hanggara
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, (Pasal 109 ayat (1) KUHAP)
Adalah Sosiologis serta aktifis asal Amerika Serikat, yang menemukan konsep teori Strain Theory of Criminal Behavior dan teori konsep Anomie dalam dunia kejahatan
Terminologi dalam bahasa hukum yang berarti perbuatan jahat dari pelaku kejahatan.
Teori Pilihan Rasional, 2013, Criminological Theories : Introduction and Evaluation, Ronald L. Akers (hal. 78)
Kejahatan adalah "pilihan", kebebasan bagi calon pelaku untuk dilakukan atau tidak atas dasar pertimbangan untung-rugi. (Prof. Adrianus Meliala, 2015)
Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Strategi Polmas adalah implementasi pemolisian proaktif yang menekankan kemitraan sejajar antara polisi dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penangkalan kejahatan, pemecahan masalah sosial yang berpotensi menimbulkan gangguan Kamtibmas dalam rangka meningkatkan kepatuhan hukum dan kualitas hidup masyarakat
(Perkap No. 7 Tahun 2008 Tentang Dasar Strategi Implementasi Polmas)
PERAN MASYARAKAT DALAM MEMBANTU UPAYA PENCEGAHAN
TERHADAP KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK
(STUDI KASUS PEMBUNUHAN ANGELINE)
BAB I
PENDAHULUAN
Kematian Angeline, Seharusnya Guru Peka Sejak Awal
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Ronny Sompie menyesalkan kematian Angeline yang tewas dikubur di rumahnya sendiri. Menurut Sompie, para tetangga dan guru Angeline seharusnya melaporkan setiap kejanggalan yang dialami bocah delapan tahun itu.
"Sewaktu masih hidup, tetangga dan guru kan sering menyaksikan Angeline memar, ada sulutan rokok, dan sebagainya. Seharusnya langsung diinformasikan ke polisi," kata dia saat dihubungi Tempo, Kamis, 11 Juni 2015. "Kita semua menyesal, tapi semua sudah terjadi."
Meski demikian, Ronny tak mau menyalahkan para guru dan tetangga yang tak melaporkan kondisi Angeline yang diduga dianiaya ibu angkatnya, Margriet Megawe. Dia berpendapat semua guru Angeline telah berkontribusi dengan baik. Ronny mengimbau masyarakat untuk selalu melaporkan tindak penganiayaan, terutama terhadap anak kecil, kepada kepolisian setempat.
"Tidak perlu takut melaporkan. Polri juga akan melindungi saksi supaya tidak berisiko terhadap keamanan pribadi," ujarnya.
Margriet melaporkan kehilangan anak angkatnya itu sejak 16 Mei lalu. Angeline hilang saat bermain di depan rumahnya, di Jalan Sedap Malam No 26, Sanur, Denpasar, Bali. Polisi, kata Ronnie, sebenarnya telah mencurigai laporan Margriet tersebut. "Karena berdasarkan keterangan tetangga, guru, dan teman-temannya, ada perlakuan yang kurang wajar terhadap Angeline," ujarnya.
Jasad Angeline ditemukan terkubur dan membusuk di bawah pohon pisang pekarangan rumah Margriet, ibu angkatnya. Jasadnya dibalut kain seperti seprei berwarna terang yang telah bercampur dengan warna tanah. Polisi juga menemukan tali dan boneka yang dikubur bersama dengan Angeline.
Kemarin, Kepolisian Resor Kota Denpasar telah menetapkan mantan pembantu rumah tangga Margriet, Agustinus, sebagai tersangka. Agustinus mengaku telah memperkosa Angeline dan membunuhnya. Sedangkan Margriet masih menjalani pemeriksaan intensif di Polresta Denpasar, Bali.
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/06/11/078674153/kematian-angeline-seharusnya-guru-peka-sejak-awal
Portal pemberitaan tersebut dikutip oleh penulis dari Tempo, menerangkan bahwa Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Polisi Ronny F. Sompie menyayangkan kurangnya peran aktif masyarakat dengan tidak melaporkan adanya dugaan tindak kekerasan terhadap Angeline saat korban masih hidup kepada Polisi. Belakangan masyarakat Indonesia memang digemparkan oleh kasus pembunuhan Angeline, seorang bocah berumur 8 (delapan) tahun yang ditemukan tewas terkubur di halaman belakang rumahnya. Jasad Angeline ditemukan terbungkus dalam kain sprei warna cerah dan seutas tali sembari memeluk sebuah boneka.
Angeline, 8 tahun, yang awalnya dikabarkan hilang akhirnya ditemukan meninggal beberapa pekan kemudian pada medio Mei 2015. Jenazahnya ditemukan di dekat kandang ayam di belakang rumah ibu angkatnya, Margriet Megawe, 60 tahun. Polisi telah menetapkan tersangka Agus dalam kasus pembunuhan ini. Kasus pun dikembangkan oleh Polisi setempat, dan telah ditetapkan tersangka baru Margriet Megawe, ibu angkat korban yang turut menganiaya dan menyuruh pelaku utama untuk membunuh serta mengubur jasad korban di pekarangan belakang rumah Jalan Sedap Malam Nomor 26 Sanur, Bali milik Margriet.
Apa yang menimpa Engeline Margriet Megawe (nama lengkap Angeline), seorang bocah berumur 8 (delapan) tahun jelas merupakan pelanggaran terhadap hak asasi yang diberikan Negara Indonesia kepada tiap anak Indonesia untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Menurut hasil awal pemeriksaan Visum et Repertum terhadap Angeline, diketahui ada jeratan di leher korban serta 24 tanda-tanda kekerasan di beberapa bagian tubuh seperti memar, lebam, luka bekas pukulan, serta sundutan api rokok, dan sebagainya. Senada dengan keterangan yang disampaikan oleh Agustinus Tai Hamdamai, 26 tahun saat pemeriksaan oleh penyidik, bahwa korban pun menerima perlakuan kekerasan dari sang ibu angkat Margriet. Disamping itu, kekerasan seksual juga di derita korban oleh pelaku Agustinus. Dari pengembangan hasil pemeriksaan terhadap tersangka, Agustinus yang sedari awal mengubah-ubah keterangannya kepada penyidik Polri menuturkan, bahwa sebelum meninggal, dirinya melihat Angeline terkapar sekarat dikamar Margriet akibat menerima pukulan di sekujur tubuhnya. Agustinus menyatakan, bahwa ibu angkatnya sering kali menganiaya korban ketika masih hidup. Bahkan tak jarang akibat dari penganiayaan tersebut menyebabkan Angeline sekarat.
…"Dengan keponakan saya sendiri yang pernah memandikan dia (Angeline) di rumah. Karena melihat badannya banyak yang lebam-lebam, dia bertanya siapa yang mukul. Katanya mama," kata Kepala SDN 12 Sanur, Denpasar, Ketut Rute…
http://tv.liputan6.com/read/2239680/cerita-sedih-bocah-angeline-yang-hilang-di-bali
Ketut Sukerni, seorang guru Sekolah Dasar 12 Sanur tempat Angeline bersekolah memaparkan, semasa hidupnya Angeline dikenal sebagai bocah tak terurus di sekolahnya. Bahkan, Angeline kerap dicemooh teman sekolahnya lantaran bau dan membuat guru-guru bersimpati untuk memandikannya di sekolah. Ketika dimandikan, dirinya terkejut melihat sekujur tubuh Angeline terdapat luka lebam, ditanyakan pada Angeline dirinya menjawab ibu angkatnya lah yang memukul dirinya.
Ironinya, selain menerima perlakuan kasar dari sang ibu angkat, Agustinus Tai Hamdamai beberapa kali melampiaskan nafsu bejat nya pada sang korban Angeline. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan terhadap Agustinus oleh penyidik serta temuan bercak darah di kamar Margriet, pun didukung dari hasil otopsi serta Visum et Repertum jasad Angeline yang dilakukan tim forensik RS. Sanglah.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Bali Komisaris Besar Pol. Hery Wiyanto kepada CNN Indonesiamenyatakan bahwa penyidikan terhadap kasus Angeline masih terus dilanjutkan oleh Polisi. Dirinya pun mengungkapkan tak menutup kemungkinan bahwa ditetapkannya nama baru sebagai tersangka kasus pembunuhan tersebut. Sementara Polisi telah menetapkan Agustinus Tai Hamdamai sebagai pelaku pembunuhan dan menjeratnya dengan pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Negara Republik Indonesia dalam hal ini memberikan perlindungan terhadap hak-hak serta kesejahteraan anak melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Klausa yang tertera dalam pasal 4 Undang-Undang No. 23 RI tentang Perlindungan Anak dijelaskan setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Kematian dan ratap tangis Angeline ini terlebih merupakan tamparan keras terhadap keberadaan Undang-Undang Perlindungan Anak (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak). Apalah artinya sebuah UU jika tidak diimplementasikan dengan baik, padahal UU No 35 Tahun 2014, secara tegas menuliskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjamin kesejahteraan tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia.
Jika dikupas lebih jauh, Pasal 20 UU tersebut menyatakan,"Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak." Selanjutnya Pasal 21 (1) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental. (3) Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Mudah saja bagi penegak hukum untuk melakukan penyidikan terkait kasus pembunuhan yang menimpa Angeline. Dengan didukung alat bukti yang kuat, sejumlah pakar hukum meyakini bahwa kasus tersebut segera mendapatkan kepastian. Namun, lebih jauh bila ingin mendalami kasus Angeline, sejatinya kasus tersebut dapat dicegah bilamana kepedulian dan peran serta masyarakat setempat yang sedari awal mengetahui dugaan kasus kekerasan terhadap Angeline, melaporkannya kepada aparat kepolisian.
Pencegahan kejahatan menurut pakar kriminologi dan viktimologi Profesor Adrianus Meliala melalui kuliah Kriminologi di kelas STIK-PTIK, Jakarta, tidak hanya dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum semata. Melainkan diperlukan juga peran serta masyarakat secara aktif melaporkan kejanggalan terhadap dugaan adanya kasus-kasus kejahatan, dalam hal ini terkait kekerasan terhadap anak. Peran dan fungsi Polri dalam memelihara kemanan dan ketertiban ditengah-tengah masyarakat, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta dalam rangka menegakkan hukum akan terasa semakin optimal bila didukung oleh peran serta masyarakat tadi. Wujud kepedulian antar sesama anggota masyarakat dapat mempercepat tercapainya keamanan serta ketertiban ditengah-tengah masyarakat.
Angeline sudah tenang di sisi Tuhan Yang Maha Esa, namun kepergiannya meninggalkan pekerjaan rumah bagi masyarakat Indonesia serta aparat penegak hukum, agar saling merenung dan koreksi diri untuk lebih bersinergis dalam mencegah kemungkinan terjadinya tindak kejahatan ditengah-tengah masyarakat. Tentu saja dengan cara membangun komunikasi yang baik, serta berani melaporkan segala bentuk tindak kejahatan baik yang dialamii maupun diketahui masyarakat kepada petugas.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Berbagai opini muncul pasca tragedi Angeline, membuat rakyat Indonesia tersadar bahwa anak merupakan aset berharga demi masa depan bangsa. Kekerasan terhadap anak jelas merupakan kejahatan luar biasa menurut dunia internasional dan sudah barang tentu harus ditindak tegas bagi sang pelaku. Demi menghormati hak-hak asasi kepada anak, sedianya bangsa ini telah melegitimasi aturan dimana tersebut dalam bentuk Undang-Undang. Namun, tidak tepat rasanya bila aturan tersebut hanya berlaku searah, artinya tanpa adanya timbal balik dari masyarakat sebagai objek Undang-Undang, aturan hukum hanya lah sebatas aturan hukum. Dimana setiap ada kejahatan terhadap anak selalu yang dikedepankan adalah upaya penegakkan hukum dari para petugas, bukan tentang upaya pencegahan terhadap aksi kejahatan tersebut dapat terjadi.
Angeline, anak kecil yang masih berusia 8 (delapan) tahun sejatinya tidak perlu menjadi korban kekerasan serta pembunuhan bilamana daya tangkal masyarakat terhadap dugaan kasus tersebut sedari awal dilaporkan kepada pihak kepolisian. Namun, hal tersebut pastinya bukan serta-merta merupakan kesalahan dari warga setempat yang (mungkin) mengetahui tindakan kekerasan yang diterima oleh sang anak. Sejatinya, guna menghindari kejadian menonjol ditengah-tengah masyarakat (contoh : tragedi Angeline) Polri telah menyusun strategi bernama Strategi Polmas, yaitu Implementasi pemolisian proaktif yang menekankan kemitraan sejajar antara polisi dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penangkalan kejahatan, pemecahan masalah sosial yang berpotensi menimbulkan gangguan Kamtibmas dalam rangka meningkatkan kepatuhan hukum dan kualitas hidup masyarakat.
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keikutsertaan masyarakat yang berperan aktif memberikan informasi atas dugaan terjadinya kejahatan dilingkungan setempat menjadi cukup penting dalam rangka mendukung tugas-tugas Polri untuk tetap menjaga stabilitas keamanan ditengah-tengah masyarakat. Namun hal dimaksud tidak terealisasi pada kasus kekerasan serta pembunuhan Angeline di Denpasar, Bali.
BAB III
PEMBAHASAN
Legitimasi Hukum Perlindungan Terhadap Hak-Hak Anak
Negara Kesatuan Republik Indonesia berkewajiban untuk menjamin kesejahteraan tiap warganya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang juga merupakan hak asasi manusia. Anak merupakan aset negara yang kelak akan meneruskan cita-cita perjuangan serta dalam melanjutkan keberadaan Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara. Sejalan dengan pemahaman tersebut, seluruh masyarakat dunia bahkan sepakat bahwa perlindungan terhadap anak adalah mutlak merupakan tanggungjawab negara. Penulis mencoba menjabarkan legitimasi dan legalitas hukum perlindungan terhadap hak-hak anak baik atas konsensus masyarakat dunia internasional serta masyarakat Indonesia.
Konvensi Hak-Hak Anak Disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989
Pertimbangan atas azas-azas yang diproklamasikan dalam Piagam PBB, pengakuan atas martabat yang melekat serta persamaan hak yang dimiliki oleh setiap manusia dan tidak dapat dibantahkan, merupakah hakikat dari kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia.
Di masa silam, negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki keyakinan dan penghargaan tinggi terhadap Hak Asasi Manusia serta memiliki tekad demi kemajuan sosial. Demi tekad kemajuan sosial tadi, seluruh pimpinan negara anggota PBB berkeyakinan bahwa anak merupakan aset negara demi mewujudkan cita-cita luhur tersebut. Namun demikian, ketidakmatangan secara fisik dan mental pada anak, diperlukan perawatan dan pendampingan oleh keluarga. Negara mempercayakan keluarga untuk merawat dan mendampingi sang anak demi kesiapannya menjalani kehidupan pribadi ditengah-tengah masyarakat. Kelak setelah dewasa, harapan para petinggi negara-negara PBB tersebut, sang anak telah siap berbuat untuk kemanusiaan dan kemajuan sosial dalam masyarakat.
Sejarah konsensus negara-negara PBB terhadap perlindungan anak dimulai saat Deklarasi Jenewa tentang hak-hak anak tahun 1924. Hasil kesepakatan bersama tersebut kemudian ditindaklanjuti dalam bentuk Konvensi Hak-Hak Anak Disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989.
1.2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Negara Indonesia meyakini bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Anak Indonesia sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Berdasarkan pertimbangan diatas dan atas alasan legalitas hukum terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia terkhusus pada anak dibawah umur, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Undang-Undang tersebut adalah garansi dari negara atas perlindungan anak dengan maksud mempersiapkan anak-anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa kelak sebagai aktor dalam kemajuan sosial bangsa Indonesia. Pemerintah meyakini bahwa anak merupakan aset berharga demi kelangsungan bangsa Indonesia.
Kabar24.com, JAKARTA - … Pengacara tersangka pembunuh Angeline Agustae Hamdai, Haposan Sihombing, mengatakan kliennya akan dijerat pasal berlapis dengan total tuntutan hukuman 30 tahun penjara. "Dia dituntut pasal berlapis," kata pengacara yang ditunjuk oleh kepolisian di Polresta Denpasar, Jumat 12 Juni 2015.
Menurut Haposan, Agus telah mengaku melakukan pembunuhan dan pemerkosaan. Pembantu Margriet, ibu angkat Angeline, yang bekerja sejak 23 April 2015 ini dijerat Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukumnan maksimal 15 tahun dan UU Perlindungan Anak Pasal 80 dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. …
http://kabar24.bisnis.com/read/20150612/367/442929/kena-pasal-berlapis-pembunuh-angeline-terancam-dipenjara-puluhan-tahun
Penulis mengutip pemberitaan barusan lewat portal kabar.24.com, menjelaskan ancaman hukuman atas pelanggaran terhadap hak-hak anak Indonesia sesuai aturan Undang-Undang yang berlaku. Klausa dalam pasal 80 ayat (3) berbunyi ; " Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Jelas dalam perkara kasus pembunuhan Angeline, ketentuan hukum dalam Undang-Undang ini dapat diberlakukan bagi sang pelaku. Komitmen negara Indonesia menindak tegas pelaku pelanggaran terhadap hak-hak anak dibuktikan oleh aparat penegak hukum yang menjerat pelaku pembunuhan Angeline dengan Undang-Undang tersebut.
Kekerasan Terhadap Anak Dibawah Umur
Anak merupakan aset serta simbol sebuah keluarga yang kelak akan meneruskan kelangsungan hidup dari generasi ke generasi. Anak Indonesia adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa Indonesia demi kemajuan sosial masyarakat. Kekerasan yang diderita oleh anak akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik serta psikis korban. Semua tindakan kekerasan kepada anak-anak direkam dalam bawah sadar mereka dan dibawa sampai kepada masa dewasa, dan terus sepanjang hidupnya. Tindakan-tindakan di atas dapat dikategorikan sebagai child abuse atau perlakuan kejam terhadap anak-anak. Child abuse itu sendiri berkisar sejak pengabaian anak sampai kepada perkosaan dan pembunuhan.
Keterbatasan secara fisik, psikis, serta pengalaman yang dimiliki anak, dibutuhkan pendampingan dalam tumbuh kembangnya. Hingga kelak, ketika anak tumbuh dewasa, telah siap terjun di masyarakat untuk dapat berkarya serta membawa segenap kebaikan demi kemanusiaan. Sudah barang tentu merupakan kewajiban orang tua anak-anak Indonesia dalam memelihara dan membesarkan. Disamping itu, negara memiliki peran serta tanggungjawab atas garansi rasa aman, memenuhi hak-hak anak untuk hidup sehat, serta memberi pendidikan untuk mencerdaskan bangsa.
Studi Kasus Pembunuhan Terhadap Angeline
Pembunuhan terhadap seorang anak berusia 8 (delapan) tahun Engeline Margriet Megawe (nama lengkap Angeline) yang baru-baru ini terjadi di Denpasar, Bali, sangat menyita perhatian publik. Berhari-hari, pemberitaan itu menjadi headline berbagai media. Tak hanya menjadi pemberitaan berbagai media tanah air, bahkan media internasional pun turut memberitakan kisah tragis gadis manis tersebut. Salah satu yang turut mengangkat pemberitaan bocah malang itu adalah Coconut.co. Portal berita dari Bangkok itu memuat artikel berjudul 'Angeline's body found dead and buried in backyard'.
Selain itu, aksi damai demi mengenang bocah yang ditemukan tewas di Sanur, Bali itu juga diangkat oleh media besutan Byron Perry."Last night, people here in Jakarta gathered at the Hotel Indonesia Roundabout to hold a candlelight vigil to remember Angeline through poetry and and prayer," tulis media itu diikuti beberapa postingan dari Twitter yang dikutip Liputan6.com, Jumat (12/6/2015).
Awalnya, penyidik kepolisian menetapkan tersangka Agustinus Tai Hamdamai, 26 tahun sebagai pelaku pembunuhan Angeline. Namun, berdasarkan hasil pengembangan penyidikan, Kepolisian Daerah Bali melalui Kepala Kepolisan Daerah mengungkapkan bahwa Margriet, ibu angkat korban, turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan itu. Hal ini disampaikan melalui wawancara via telepon saat wartawan Tempo menghubungi Jenderal bintang dua tersebut pada hari Minggu 28 Juni 2015, "Kami menetapkan tersangka baru atas kasus pembunuhan Angeline yang berinisial MM," tutur Kapolda Bali, Irjen Pol. Ronny F. Sompie.
Namun untuk sementara waktu, Polisi masih mendalami motif Margriet membunuh Angeline. Beberapa kicauan di twitter bahkan menuduh Magriet membunuh Angeline karena ingin menguasai harta warisan Alm. Ayah kandung Angeline. "Angeline itu mempunyai warisan yg besar dr bapak angkatnya makanya motif di bunuh sangat besar," kicau @wirawiriw, Rabu. Hal senada juga diungkapkan akun @sissysaraswati. "Pelaku pengen warisan alm ortunya yah kl gak salah ", @suryadelalu: "Baca berita Angeline ini ingat ke film Glass House.."
Akun Rudi Valinka yang dikenal dengan @kurawa membuat analisis yang mengarah pada dugaan pembunuhan. Akun ini bahkan membandingkan kasus ini dengan kematian Arie Hanggara yang pernah mengguncang Indonesia pada 1984. "Setelah 30 thn berlalu di kasus Arie Hanggara, maka skr kita akan mendebat lagi apakah Ibu tiri lebih kejam daripada Ibu kota?" kicau @kurawa, Rabu.
Rudi Valinka memang tidak secara eksplisit spekulasi motif pembunuhan karena masalah warisan. Namun dia mengingatkan dugaan motif kasus Arie Hanggara. "Lebih sadis dari kasus tewasnya Arie Hanggara thn 1984.. motifnya duit.. niat awalnya buat cacat mental kelepasan nyiksa akhirnya tewas."
Meskipun Angeline ditemukan tewas, Polisi masih belum memberikan kesimpulan saat pertama kali menemukan jasad Angeline terkubur dibelakang rumahnya, termasuk kemungkinan bocah tersebut dibunuh atau tidak. Kapolda Bali, Irjen Pol. Ronny F. Sompie, di lokasi kejadian, Rabu (10/6/2015), menjelaskan polisi masih menunggu hasil otopsi agar dapat mengetahui secara rinci. "Jangan berandai-andai, lebih baik tunggu prosedur. Yang penting kawan-kawan media sudah tahu, Angeline ditemukan, tetapi dalam keadaan meninggal," jelasnya.
Kapolda Bali menambahkan bahwa pihaknya akan terus mendalami kasus pembunuhan Angeline, termasuk motifasi Margriet ibu angkat korban melakukan pembunuhan serta kemungkinan para tersangka lainnya yang memiliki andil atas kematian korban. Sementara Polisi telah menetapkan 2 (dua) nama berstatus tersangka, adalah Agustinus dan Margriet yang keduanya dalam keseharian, memiliki hubungan yang dekat dengan korban.
Akbar: Agus Mengaku Bunuh Angeline karena Iming-iming
Rp 2 Miliar dari Margareith
Sabtu, 13 Juni 2015 " 15:09 WIB
DENPASAR, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR, Akbar Faizal, mengatakan bahwa Agus, tersangka pembunuh Angeline (8), mengaku melakukan pembunuhan karena mendapat imbalan uang Rp 2 miliar dari ibu angkat Angeline, Margareith.
Akbar mengaku menerima informasi itu langsung dari Agus saat bertemu di Polresta Denpasar, Sabtu (13/6/2015). Akbar datang ke Polresta Denpasar didampingi Wakapolresta dan para penyidik lainnya.
"Saya kaget mendengar dia (Agus) melakukan itu (membunuh Angeline) karena diiming-imingi uang Rp 2 miliar oleh Ibu Margareith (ibu angkat Angeline), dan akan dibayarkan pada tanggal 25 ini (25 Juni 2015)," kata Akbar di Denpasar, Bali, Sabtu.
Menurut Akbar, dalam pertemuan tersebut, Agus mengaku menyesal atas perbuatannya. Namun, menurut polisi, kata Akbar, keterangan Agus saat diperiksa berubah-ubah.
"Ini merupakan keterangan baru dan mereka (penyidik) berjanji akan menindaklanjuti keterangan ini. Saya tanya kepada dia (Agus) apakah Anda (Agus) menyesal? Dia menyatakan menyesal. Tersangka ini cool sekali tampaknya, dia tahu apa yang dia katakan. Cuma, menurut polisi, keterangannya berubah-ubah," ujar politisi Partai Nasdem itu.
Akbar menyampaikan informasi yang diterimanya bahwa kepolisian membentuk dua tim, yaitu tim dari Polresta Denpasar yang menyelesaikan kasus pembunuhannya, dan tim dari Polda Bali yang menangani hal-hal terkait keluarga korban.
"Kedatangan saya ke Bali karena saya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengikuti langsung karena informasi yang beredar sudah ke mana-mana. Saya sudah koordinasi dengan Komnas Perlindungan Anak juga," pungkasnya.
Kepolisian Resor Kota Denpasar baru menetapkan Agus (25), mantan pembantu rumah tangga di kediaman korban, sebagai tersangka.
Namun, kepolisian tengah mengembangkan penyelidikan. Polisi memeriksa keluarga angkat Angeline, termasuk Margareith. (Baca: Polisi Telusuri Percikan Darah di Kamar Ibu Angkat Angeline)
http://regional.kompas.com/read/2015/06/13/15091801/Akbar.Agus.Mengaku.Bunuh.Angeline.karena.Iming-iming.Rp.2.Miliar.dari.Margareith
Pemberitaan tadi dikutip oleh penulis dari portal kompas.com, menggambarkan motifasi Agustinus Tai Hamdamai, 26 tahun dalam melakukan pembunuhan terhadap korban Angeline. Dorongan serta janji upah uang oleh Margriet sebanyak Rp. 2 Miliar, membuat pelaku termotifasi melakukan pembunuhan. Sumber dari penyidik Polri bahkan menuturkan bahwa pelaku mengaku membunuh korban demi menutupi dosa lain yang ia lakukan kepada korban selama masih hidup. Diketahui dalam beberapa kesempatan, pelaku memperkosa anak berumur 8 (delapan) tahun itu semasa masih hidup.
Syahrir Sagir, seorang Kasi Intel Kejaksaan Dalam Negeri Denpasar menuturkan bahwa berkas SPDP telah diterima pihak Kejaksaan dari penyidik Polri, sementara pihaknya menunggu hasil pemeriksaan Polri untuk kemudian meneliti persangkaannya. Sedangkan untuk pasal yang disangkakan ada dua yakni pasal 338 KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa atau menghilangkan nyawa seseorang dan atau pasal 80 UU perlindungan anak. Ancaman hukuman bagi Agustinus pelaku pembunuhan Angeline mencapai 30 tahun penjara, hal ini dikarenakan ancaman pemberatan terhadap masing-masing pasal yang disangkakan.
Teori Differential Opportunity Structure
Teori yang dikembangkan oleh Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin ini mengetengahkan beberapa postulat, dimana satu diantaranya adalah delikuensimerupakan suatu aktivitas dengan tujuan yang pasti : meraih kekayaan cara-cara yang tidak sah.
Berangkat dari asumsi bahwa ibu angkat Angeline, Margriet Megawe, yang melakukan tindak kekerasan bahkan berujung pada kematian Angeline, sebuah spekulasi tentang Margriet berupaya untuk menguasai harta warisan ayah kandung Angeline yang telah diwariskan pada korban pun muncul. Angeline, bocah cantik yang ditemukan tewas terkubur di dekat kandang ayam di halaman belakang rumah ibu angkatnya, seharusnya memperoleh warisan dari ayah angkatnya yakni sekitar Rp 11,7 miliar. Namun sejauh ini polisi masih mencari surat wasiat tersebut, dengan tetap melakukan pendalaman kasus.
Warisan sejumlah itu adalah 60 persen dari jumlah kekayaan mendiang ayah angkatnya yakni Rp 19,5 miliar. Menurut penelusuran Warta Kota (Red.) dari sejumlah sumber, jumlah itu terdiri dari dua bidang rumah semi permanen di tanah seluas 1000 meter persegi di daerah Denpasar, Bali. Harga tanah warisan ini sebesar Rp 2,5 juta permeter sehingga jumlahnya Rp 2,5 miliar. Selain itu, ayah angkat Angeline juga memiliki harta lain yang tersebar di Jawa dan Kalimantan yang kalau dijumlahkan seluruhnya mencapai Rp 17 miliar sehingga kalau total keseluruhan menjadi Rp 19,5 miliar.
Memang bahasan tadi hanyalah merupakan sebuah spekulasi yang belum dapat dibuktikan kebenarannya. Namun masuk akal, bila melihat jumlah kekayaan yang kelak akan diterima oleh Angeline dari Alm. Ayah kandungnya, tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat niatan dari pelaku Margriet Megawe untuk menguasai sluruh harta warisan korban. Polisi masih terus mendalami motifasi pelaku membunuh korban. Bilama terbukti, pelaku pun dapat dikenakan pasal berlapis berupa pembunuhan berencana serta pelanggaran terhadap perlindungan anak. 30 tahun adalah ancaman hukuman yang dapat dijerat hukum terhadap pelaku Margriet Megawe selaku ibu angkat korban.
Teori Pilihan Rasional
Pembahasan akan Teori Pilihan Rasional adalah bahwa pengambilan keputusan untuk berbuat jahat atau tidak berbuat jahat oleh calon pelaku kejahatan adalah atas pertimbangan-pertimbangan rasional akan manfaat dan resiko yang kelak akan diterima, (James Q. Willson (1970) : "…Crime pays!").
Profesor Adrianus Meliala pada kesempatan mengajar mata kuliah Kriminologi dan viktimologi di kelas STIK-PTIK, Jakarta silam menuturkan bahwa semua pertimbangan melanggar hukum adalah atas pertimbangan rasional setelah menimbang-nimbang keuntungan yang didapat berbanding dengan resiko yang kelak diterima (tertangkap).
…Agus, tersangka pembunuh Angeline (8), mengaku melakukan pembunuhan karena mendapat imbalan uang Rp 2 miliar dari ibu angkat Angeline, Margareith. …
http://regional.kompas.com
Berkaca dari motifasi pelaku lain Agustinus Tai Hamdamai berdasarkan hasil pemeriksaan oleh penyidik Polri, dirinya melakukan kejahatan pada korban Angeline adalah atas iming-iming hadiah uang sejumlah Rp. 2 miliar yang dijanjikan oleh Margriet Megawe kepada pelaku. Dan hadiah tersebut makan dibayarkan pada tanggal 25 Juni 2015.
Artinya disini adalah, dalam kondisi normal, secara rasional pelaku memilih untuk memperkosa serta membunuh Angeline berdasarkan pemikiran keuntungan yang diperoleh dari Margriet Megawe berupa uang tunai, sehingga mengenyampingkan pertimbangkan akan hukuman yang kelak akan diterimanya bilamana tertangkap.
Kekerasan merupakan salah satu contoh kejahatan yang dilakukan atas dasar pilihan. Dimana pelaku memiliki kewenangan sepenuhnya dalam keadaan normal dan secara rasional untuk memilih apakah akan berbuat jahat atau tidak (Free Choice). Pada kasus Angeline, jelas keputusan kedua pelaku untuk membunuh Angeline adalah atas berbagai pertimbangan untung dan rugi, dimana Margriet Megawe memutuskan untuk berbuat jahat demi menguasai seluruh harta warisan Angeline. Sedangkan bagi Agustinus Tai Hamdamai, dirinya berbuat jahat terhadap korban adalah demi mendapatkan uang sebanyak Rp. 2 miliar seperti apa yang dijanjikan oleh oleh Margriet Megawe. Tentu saja kedua pelaku juga dapat dikenakan pasal pembunuhan berencana atas sangkaan pembunuhan Angeline selain melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
Peranan Masyarakat Dalam Mencegah Aksi Kejahatan Terhadap Anak
Anak yang merupakan aset bangsa, harus selalu dijaga, dirawat, serta dipelihara dengan baik. Dengan harapan ketika dewasa kelak, dapat berbuat banyak dalam lingkungan sosial demi kemajuan bersama masyarakat Indonesia. Kenyataannya, masih banyak anak Indonesia yang belum memperoleh jaminan terpenuhi hak-haknya, antara lain banyak yang menjadi korban kekerasan, penelantaran, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi, dan perlakuan tidak manusiawi.
Berdasarkan data yang didapat dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia melalui Center for Tourism Research & Development Universitas Gadjah Mada, mengenai berita tentang child abuse yang terjadi dari tahun 1992–2002 di 7 kota besar yaitu, Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang dan Kupang, ditemukan bahwa ada 3969 kasus, dengan rincian sexual abuse 65.8%, physical abuse 19.6%, emotional abuse 6.3%, dan child neglect 8.3%.
Tindakan kekerasan adalah salah satu problem sosial yang besar pada masyarakat modern. Problem sosial adalah pola perilaku masyarakat atau sejumlah besar anggota masyarakat yang secara meluas tidak dikehendaki masyarakat tetapi disebabkan oleh faktor-faktor sosial dan diperlukan tindakan sosial untuk menghadapinya. Benarkah kekerasan pada anak-anak sekarang sudah menjadi problem sosial? Tanpa kita sadari, child abuse sering terjadi di sekitar kita, seperti anak-anak kecil yang bekerja di jalan raya, pantai, pabrik atau tempat berbahaya lainnya juga perkelahian antar pelajar, atau mungkin hal tersebut terjadi pada salah seorang anggota keluarga kita. Ada satu jawaban atas semua pertanyaan di atas yaitu bahwa kekerasan pada anak-anak memang sudah menjadi problem sosial di negri ini.
Upaya pencegahan kekerasan terhadap anak bukan hanya menjadi tanggung jawab negara (dalam hal ini Polri sebagai aparat negara penegak hukum). Terlebih dari itu, peran serta masyarakat yang melaporkan setiap kejadian pidana baik yang dialami oleh orang dewasa maupun anak-anak yang terjadi dilingkungannya dapat menjadi earlier problem solving tanpa harus menimbulkan jatuhnya korban terlebih dahulu.
…"Sewaktu masih hidup, tetangga dan guru kan sering menyaksikan Angeline memar, ada sulutan rokok, dan sebagainya. Seharusnya langsung diinformasikan ke polisi,"…
http://nasional.tempo.co/read/news
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak . Namun, melihat kutipan pemberitaan diatas dimana adalah merupakan statement dari Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Polisi Ronny F. Sompie, terlihat bahwa amat disayangkan bahwa warga setempat kurang kontributif melaporkan kepada pihak kepolisian dugaan penganiayaan terhadap Angeline. Ketut Sukerni, seorang guru Sekolah Dasar 12 Sanur tempat Angeline bersekolah sebenarnya telah mengetahui sedari awal tentang tindak kekerasan yang dialami oleh Angeline. Namun, dirinya tidak melaporkan kasus kekerasan tersebut pada pihak kepolisian. Hasil wawancara media dengan Ketut Sukerni, bahwa dirinya takut melaporkan kekerasan tersebut pada pihak kepolisian. Amat disayangkan memang, peran aktif Ketut Sukerni yang tidak melaporkan kekerasan tersebut berujung pada kematian Angeline. Mungkin, bila Ketut Sukerni lebih pro-aktif melaporkan hal tersebut pada pihak kepolisian, Angeline masih dapat diselamatkan.
Dalam kesempatan lain, Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Polisi Ronny F. Sompie menghimbau pada segenap warga di Bali, untuk partisipatif melaporkan kepada pihak yang berwenang terhadap setiap dugaan kekerasan yang terjadi, dialami, atau bahkan diketahui oleh warga Bali. Tentu saja hal ini dimaksud untuk mencegah jatuhnya korban atas aksi kekerasan tersebut.
Sinergisasi yang dibangun antara Polri dan masyarakat sejatinya telah dimulai ketika Polri mencanagkan strategi Polmas. Harapannya adalah kerjasama antara Polri dan masyarakat untuk mencegah serta menyelesaikan permasalahan yang timbul ditengah-tengah masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Anak merupakan aset suatu bangsa demi melanjutkan identitas serta keberadaan suatu negara. Dunia internasional pun sejalan dengan anggapan tadi dengan merealisasikannya lewat Konvensi Hak-Hak Anak Disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989. Pemerintah Indonesia menjujung tinggi hak serta kewajiban anak-anak Indonesia lewat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Sudah barang tentu pelanggaran terhadap hak-hak anak merupakan kejahatan atas kemanusiaan serta dapat dikatakan juga dengan pelanggaran HAM.
Namun, penyelesaian perkara dan penjatuhan hukuman bagi terdakwa tidak semata-mata menjadi solusi utama atas perlindungan anak. Upaya pencegahan diharapkan menjadi solusi terbaik guna menghindari anak menjadi korban jiwa. Peran masyarakat dalam upaya pencegahan tadi dinilai sangat penting, karena dianggap masyarakat adalah unsur elemen yang pertama kali mengetahui adanya pelanggaran terhadap perlindungan anak tadi.
Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Denpasar Bali, yang menewaskan Angeline Megawe adalah tamparan keras bagi legitimasi hukum Indonesia atas perlindungan terhadap anak. Dapat disimpulkan bahwa warga setempat kuran reaktif terhadap tindakan kekerasan terhadap Angeline hingga mengakibatkan korban meninggal dunia.
4.2 Saran
Peran serta masyarakat yang pro-aktif dengan melaporkan kepada aparat penegak hukum terhadap tindakan kekerasan serta pelanggaran hak-hak lainnya yang terjadi kepada anak dibawah umur dapat menjadi kunci sukses mencegah kejahatan tadi. Karena masyarakat adalah unsur elemen yang pertama kali mengetahui kejadian itu, diharapkan dapat bertindak reaktif guna mencegah jatuhnya anak-anak sebagai korban jiwa. Sinergitas Polri dan masyarakat yang telah terwujud dengan Polmas diharapkan untuk lebih ditingkatkan. Selain dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pada Polri, hal tersebut juga dapat digunakan sebagai ujung tombak dalam menciptakan kemanan ditengah-tengah masyarakat.