21
BAB 1
PENDAHULUAN
Luka merupakan masalah kesehatan yang cukup besar dewasa ini, Banyaknya komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan luka dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas tinggi. Dalam upaya untuk mengurangi beban luka, telah banyak upaya yang dilakukan untuk memahami fisiologi penyembuhan luka dan perawatan luka.1
Pengaruh luka terhadap keadaan sosial dan ekonomi adalah akibat tingginya kejadiannya terutama pada populasi lanjut usia. Sebagai tambahan terhadap seringnya kasus luka akut, juga terdapat banyak luka kronik, luka yang sulit menyembuh akibat penyakit sistemik, seperti ulkus venosus, ulkus arterial, ulkus diabetikum, maupun pressure sore. Prevalensi luka ini semakin meningkat. Contohnya, telah diperkirakan bahwa luka kronik mengenai 120 per 100.000 orang berusia antara 45 hingga 65 tahun dan meningkat hingga 800 per 100.000 orang berusia >75 tahun.1
Perawatan luka semakin berkembang seiring dengan perkembangan dunia kedokteran. Penelitian tentang bahan dressing yang ideal sudah banyak bermunculan. Terdapat banyak jenis perawatan luka yang tersedia baik untuk luka akut maupun luka kronik. Setiap metode memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, sehingga sangatlah penting bagi seorang dokter untuk mempelajari tentang perawatan luka.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
LUKA
Luka merupakan keadaan di mana terjadinya gangguan terhadap struktur anatomi dan fungsi pada kulit. Luka dihasilkan oleh proses patologi yang diawali pada bagian dalam ataupun bagian luar suatu organ. Pada luka dapat terjadi robekan pada integritas epitelial dari kulit atau dapat pula lebih dalam sampai ke jaringan subkutaneus dengan kerusakan struktur lain seperti tendon, otot, saraf, organ parenkim dan tulang. Definisi lain mengatakan bahwa luka merupakan robeknya kulit yang disebabkan fisikal, mekanikal, atau kerusakan yang diakibatkan oleh panas, atau yang terjadi karena perkembangan dari keadaan pada gangguan fisiologis.1,2
Luka dapat muncul melalui proses patologis yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun internal di dalam organ yang terlibat. Luka akan mengakibatkan kerusakan dan mengganggu lingkungan sekitar maupun di dalamnya. Akibat kerusakan yang terjadi, dapat mengakibatkan perdarahan, vasokontriksi dengan koagulasi, aktivasi komplemen dan respon inflamasi.2
TIPE LUKA
Terdapat beberapa tipe luka berdasarkan waktu dan sifatnya dalam fase penyembuhan luka :1,2,3
TIPE
DESKRIPSI
Akut
Proses penyembuhannya terjadi dalam beberapa waktu di mana secara garis besar tidak memiliki etiologi yang mendasari untuk mengganggu respon peradangan normal. Luka akut yang tidak sembuh dalam 4 sampai 6 minggu makan akan berkembang sebagai luka kronik.
Kronik
Luka yang masa penyembuhannya lebih dari waktu yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh terdapatnya penyakit dasar yang menyebabkan luka sulit sembuh seperti tekanan, diabetes, sirkulasi yang rendah, status nutrisi yang buruk, keadaan immunodefisiensi akibat infeksi.
Tidak Sembuh
Untuk beberapa pasien, penyembuhan luka tidak tercapai, sebagai contoh ulserasi luka keganasan. Oleh karena itu, pencapaian pada keadaan tersebut adalah untuk memaksimalkan kenyamanan pasien dan mengintrol gejala pasien sepeti eksudat, bau, dan nyeri.
Complicated Wounds
Merupakan kasus yang khusus di mana terdapat kombinasi antara infeksi dan defek pada jaringan luka.
Klasifikasi Luka Berdasarkan Penyebab
Kerusakan fisikal : pressure ulcers
Kerusakan mekanikal : Abrasi, laserasi, luka yang diakibatkan pisau, luka tembak, luka gigitan, dll
Thermal Damage : luka bakar akibat api, luka akibat bahan
kimia, luka akibat radiasi, luka gesekan, luka akibat listrik, dll
Gangguan fisiologis : Ulserasi pada arteri atau vena,
autoimun, endokrin, gangguan kulit dan gangguan hematologi, luka yang berkaitan dengan infeksi sistemik, penyakit keganasan atau neuropati.3
Klasifikasi Luka Berdasarkan Penyebab Kerusakan Jaringan Menurut Basic Principles of Wound Healiing:
Trauma
Luka bakar (thermal dan chemical )
Gigitan binatang
Tekanan
Keterlibatan vaskular (arteri, vena, limfatik, atau gabungan)
Immunodefisiensi
Malignancy
Connective tissue disorders
Penyakit metabolik, termasuk diabetes
Defisiensi nutrisi
Gangguan psikologi
Efek sampping terapi4
Klasifikasi Luka Berdasarkan Mekanisme Cidera
Untuk mempermudah mengenal tipe luka dan mekanisme cidera, Federal Bureau of Prisons Clinical Practice Guidelines fo Prevention and Management of Acute and Chronic Wounds 2014 mengklasifiaksikannya sebagai berikut :8
Tipe Luka
Mekanisme Cidera
Dasar Intervensi
Pressure Ulceration
Tekanan pada ulserasi. Cidera terlokalisasi pada kulit dan atau dibawah jaringan. Biasanya pada bony prominence tekanan
Mengurangi tekanan pada area sekitar ulser.
Insufisiensi Arteri
Penurunan aliran darah arteri pada tungkai dan lengan
Mengurangi konstriksi dan elevasi pada area. Menjaga agar tetap hangat dan melindungi dari cidera. Memberi lapisan pada ulser.
Insufisiensi Vena
Kongesti atau edema pada vena
Gunakan elastik verban ukuran F.
Penyakit Neuropati (kaki diabetik)
Perubahan sensasi pada kaki dan atau struktur.
Mempertahankan kontrol glukosa darah. Melindungi kaki dengan menggunakan sepatu penyembuhan luka (tidak sama dengan sepatu diabetik) untuk mengurangi luka. Lakukan Debridement kalus jika dibutuhkan. Direkomendasikan juga untuk menggunakan sepatu dan foot care.
Infeksi Kulit
MRSA atau infeksi lainnta
Mengetahui penyebab dan memberikan penanganan sesuai penyebab.
Klasifikasi Luka Berdasarkan Tingkat Kontaminasi
Clean wound.
Luka operasi yang bersih dimana tidak didapatkan adanya tanda inflamasi. Biasanya tidak menyebar ke organ lain seperti saluran gastrointestinal, saluran kemih, genital, dan saluran pernapasan. Luka bersih biasanya tertutup.
Clean contaminated.
Luka operasi yang melewati saluran gastrointestinal, saluran kemih, genital, dan saluran pernapasan yang terkontrol dan tanpa kontaminasi.
Contaminated.
Luka akibat trauma yang baru dan terbuka, operasi besar dengan teknik steril (cth pemijatan jantung terbuka) atau kontaminasi yang nyata dari saluran gastrointestinal, dan insisi dimana terdapat inflamasi akut nonpurulen.
Dirty.
Luka traumatik lama dengan jaringan yang sudah mati dan melibatkan infeksi atau perforasi visera. 5
PENYEMBUHAN LUKA2,6,7
Penyembuhan luka merupakan hal pyang berkaitan dengan proses memperbaiki dan menghilangkan jaringan kulit yang rusak. Penyembuhan luka dimulai dari saat cidera terjadi dan melibatkan daerah sekitarnya serta aktifasi dari matriks ekstraseluler. Mekanisme yang mendasari penyembuhan luka adalah teraktifasinya mediator inflamasi dan growth factor, interaksi matriks ekstraseluler yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel, migrasi, dan differensiasi. Selanjutnya akan terjadi epitelisasi, fibrobplasia, dan angiogenesis. Setelah itu berlanjut pada kontraksi luka dan remodeling. Terdapat beberapa fase dalam penyembuhan luka yaitu koagulasi dan hemostasis yang dimulai setelah cidera terjadi, inflamasi, proliferasi, dan remodeling.5
Fase Penyembuhan
Waktu setelah Cidera
Sel yang berperan
Fungsi
Hemostasis
Segera
Platelet
Clotting
Inflamasi
Hari ke 1-4
Netrofil
Makrofag
Fagositosis
Proliferasi (granulasi dan kontraksi)
Hari ke 4-21
Makrofag
Limfosit
Angiosit
Neurosit
Fibroblas
Keratinosit
Penutupan defek dan perbaikan fungsi kulit
Remodeling
Hari ke 21-2 Tahun
Peregangan
Fase akhir
Sumber : Basic Principles of Wound Healing, Canadian Association of Wound Care 2011
Fase penyembuhan luka tersebut penting untuk melakukan pemantauan terhadap perawatan luka yang kita lakukan. Dengan memahami fase penyembuhan luka, maka kita memahami indikator dari keberhasilan perawatan luka yang dilakukan.
Fase inflamasi
Fase inflamasi terjadi segera setelah terjadinya kerusakan jaringan. Tahapan yang terjadi pada fase ini adalah pencapaian hemostasis, pembersihan jaringan mati, dan pencegahan kolonisasi dan infeksi oleh patogen.
Pada awalnya, bagian dari jaringan yang luka, termasuk kolagen dan unsur jaringan yang lainnya akan mengaktifkan kaskade pembekuan darah dan mencegah proses perdarahan yang terjadi. Kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan elemen darah keluar dan platelet menggumpal kemudian beragregasi untuk menutup pembuluh darah yang rusak. Selama proses ini, trombosit berdegranulasi, mengeluarkan growth factor seperti platelet-derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor-β (TGF-β). Hasil akhir dari kaskade koagulasi ekstrinsik dan intrinsik yaitu perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Setelah itu, sel inflamasi akan menuju daerah luka. Pada fase awal penyembuhan luka, sel-sel inflamasi ditarik oleh pengaktifan kaskade komplemen (C5a), TGF-β yang dikeluarkan oleh trombosit dan produk degradasi bakteri seperti lipopolisakarida (LPS). Selama 2 hari setelah luka, terdapat infiltrasi neurofil ke dalam matriks untuk mengisi lubang luka. Peran sel ini adalah untuk membuang jaringan mati dengan fagositosis dan untuk mencegah infeksi.
Gambar. Fase inflamasi
Makrofag mengikuti neutrofil ke dalam luka dan muncul 48 hingga 72 jam setelah terjadinya luka. Makrofag dibawa untuk penyembuhan luka dengan adanya monocyte chemoatractant protein 1 (MPC-1). Setelah 3 hari dari terjadinya luka makrofag merupakan sel dominan yang ditemukan pada luka yang menyembuh. Makrofag memfagositosis bakteri dan berperan dalam produksi matriks ekstraseluler oleh fibroblas dan pembentukan pembuluh darah baru di luka yang sedang dalam fase penyembuhan.
Limfosit merupakan sel terakhir yang masuk ke luka dan masuk setelah 5 hingga 7 hari setelah luka. Sel mast muncul selama akhir fase inflamasi, tetapi fungsinya masih belum jelas diketahui.
Fase Proliferasi
Fase proliferasi dari penyembuhan luka terjadi pada 4 hingga 21 hari setelah terjadinya luka. Suatu tahap dalam fase proliferasi, seperti epitelisasi, dapat terjadi segera setelah terjadinya luka. Regresi hubungan desmosom antara keratinosit ke dasar membran melepaskan sel dan membuatnya mampu berpindah secara lateral. Pembentukan filamen aktin di sitoplasma keratinosit terjadi yang bersamaan dengan hal ini dan memberi daya penggerak untuk berpindah secara aktif ke dalam luka. Keratinosit lalu berpindah melalui hubungan dengan protein matriks ekstraseluler seperti fibronektin, vitronektin, dan kolagen tipe I melalui mediator integrin seiring dengan terjadinya eskar kering dan matriks fibrin.
Matriks fibrin sementara digantikan secara bertahap dengan jaringan granulasi. Jaringan granulasi terdiri dari tiga tipe sel, yaitu fibroblas, makrofag, dan sel endotel. Sel-sel tersebut membentuk matriks ekstraseluler dan pembuluh darah baru yang secara histologis merupakan bagian dari jaringan granulasi. Jaringan granulasi muncul pada luka sekitar 4 hari setelah terjadinya luka. Pada fase ini fibroblas memproduksi matriks ekstraseluler yang mengisi luka. Makrofag terus memproduksi growth factor seperti PDGF dan TGF-β1 yang merangsang fibroblas untuk untuk berproliferasi, bermigrasi, , dan menyimpan matriks ekstraseluler, juga merangsang sel endotel untuk membentuk pembuluh darah baru. Setelah beberapa waktu matriks fibrin sementara akan digantikan oleh kolagen tipe III, yang kemudian akan digantikan oleh kolagen tipe I selama fase remodelling.
Sel endotel merupakan komponen penting dari jaringan granulasi dan pembentukan pembuluh darah baru melalui angiogenesis.
Pada tahap tertentu proses ini akan berhenti dan pembentukan jaringan granulasi/matriks ekstraseluler berhenti. Ketika matriks kolagen telah mengisi kavitas luka, fibroblas akan menghilang secara cepat dan darah yang baru terbentuk akan surut.
Gambar. Fase proliferatif penyembuhan luka terjadi sejak hari 4 hingga 21 setelah terjadinya luka. Selama fase ini, jaringan granulasi mengisi luka dan keratinosit berpindah untuk mengembalikan kontinuitas epitel.Gambar. Fase proliferatif penyembuhan luka terjadi sejak hari 4 hingga 21 setelah terjadinya luka. Selama fase ini, jaringan granulasi mengisi luka dan keratinosit berpindah untuk mengembalikan kontinuitas epitel.
Gambar. Fase proliferatif penyembuhan luka terjadi sejak hari 4 hingga 21 setelah terjadinya luka. Selama fase ini, jaringan granulasi mengisi luka dan keratinosit berpindah untuk mengembalikan kontinuitas epitel.
Gambar. Fase proliferatif penyembuhan luka terjadi sejak hari 4 hingga 21 setelah terjadinya luka. Selama fase ini, jaringan granulasi mengisi luka dan keratinosit berpindah untuk mengembalikan kontinuitas epitel.
Fase Remodelling
Fase remodelling merupakan fase terlama dari penyembuhan luka yang terjadi dalam 21 hari hingga 1 tahun. Fase ini terjadi ketika luka telah terisi oleh jaringan granulasi dan terjadinya epitelisasi.
Fase remodelling ditandai dengan terjadinya proses kontraksi dan remodelling kolagen. Proses kontraksi luka dihasilkan oleh miofibroblas luka yakni fibroblas dengan mikrofilamen aktin intraseluler yang mampu memaksa pembentukan dan kontraksi matriks.
Remodelling kolagen juga merupakan salah satu ciri fase ini. Kolagen tipe III pada awalnya diletakkan oleh fibroblas selama fase proliferatif, tetapi setelah beberapa bulan akan digantikan oleh kolagen tipe I. Penurunan kolagen tipe III ini diperantarai oleh matriks metalloproteinase yang disekresi oleh makrofag, fibroblas, dan sel endotel. Kekuatan luka yang menyembuh berkembang selama proses ini, menunjukkan pergantian subtipe kolagen dan peningkatan persilangan kolagen. Pada 3 minggu, saat awal fase remodelling, luka hanya memiliki 20% dari kekuatan kulit sehat, dan nantinya hanya akan memiliki 70% dari kekuatan kulit sehat.
Gambar. Fase remodelling
PENANGANAN LUKA DAN PERAWATAN LUKA
Sebagai penanganan awal, dilakukan evaluasi terhadap luka dan perjalanan penyakit untuk menentukan jenis luka dan penyebab serta memikirkan tatalaksana perawatan luka yang tepat.
Beberapa hal berikut ini dapat dipahami untuk mendiagnosis luka : 8
Riwayat Luka
Onset
Kapan luka tinbul? Apakah berulang? Bagaimana cerita pasien mengenai penyebab luka?
Tatalaksana diagnosis kerja awal
Sudah dilakukan dressings? Sudah menggunakan anibiotik? Strategi pencegahan untuk mencegah mekanisme injuri? Pemeriksaan penunjang? Sudah konsultasi ke tempat lain sebelumnya?
Nyeri sebelumnya
Riwayat nyeri sebelumnya dan vas nyeri pada luka? Sudah melakukan intervensi untuk menghilangkan nyeri? Bagaimana efek yang ditimbulkan setelah itervensi?
Penegakan luka
Lokasi
Berdasarkan anatomi
Ukuran/volume
LxWxD( :x W untuk luka tanpa depth)
Selalu tuliskan dalam bentuk cm untuk aksis :
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Kedalaman (cm)
Jika tidak dalam maka tuliskan tidak dalam
Jika luka disertai dengan jaringan nekrotik yang basah, digolongkan pada intermediet
Note any turnrling or undermaining
Wound Bed
Estimati mengenai warna (hitam, coklat, kuning, hijau, merah, abu-abu)
Kulit yang mengelilingi
Intak atau tidak intak, warna? Adakah perubahan suhu?
Palpasi : Supple (normal), lembut, atau keras? Apakah memutih?
Nyeri yang sekarang
Lokasi, skala, kualitas, onset, durasi, eksaserbasi
Batasan untuk penyembuhan
Intrinsik
Kemampuan memahami dan mematuhi instruksi
Keadaan yang membatasi yang mungkin mempengaruhi penyembuhan
Kemauan untuk aktif berpartisipasi dalam melaukan perawatan
Pemeriksaan Dasar Vaskular Untuk Luka Pada Ekstremitas Bawah
Penampakkan kulit
Warna/perubahan warna
Edema
Distribusi rambut
Diagnosis Vaskular
Suhu Kulit
Capillary refill test
Palpasi dari pulsasi a. Dorsalis pedis dan tibialis posterior
Rubor
Tes palor elevasi
Setelah menegakkan diagnosis luka serta penanganan awal pada pasien dengan luka. Dengan melakukan pencatatan dan penegakan diagnosis yang baik, maka akan memepermudah kita melakukan evaluasi dalam perawatan luka yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan dari perawatan luka yang dilakukakan serta kaitannya dengan proses penyembuhan luka. Ada beberapa dasar perawatan pada sebagian besar luka, yaitu sebagai berikut :
Mengoptimalkan parameter sistemik
Debride nonviable tissue
Mengurangi kontaminasi mikroorganisme pada luka
Mengoptimalkan aliran darah
Kehangatan
Hidrasi
Bedah revaskularisasi
Mengurangi edema
Elevasi
Kompresi
Menggunakan dressings yang sesuai, dan selektif dalam menggunakan biologic dressings, dengan memperhatikan cost-effectiveness dari semua perawatan, termasuk :
Penyembuhan luka yang basah
Mengangkat eksudat
Menghindari trauma pada luka atau nyeri pada pasien dengan perubahan dressing
Gunakan terapi farmakologi yang tepat
Menutup luka secara pembedahan dengan grafts atau indikasi untuk menutup.2
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam melakukan perawatan luka. Beberapa hal tersebut adalah :
Debridement 2,10
Debridement yaitu tindakkan mempersiapkan penyembuhan luka dengan mengurangi bioburden. Tanpa debridement yang baik, luka akan terus terpapar dengan stressor sitotoksik dan akan bersaing dengan bakteri untuk mendapatkan oksigen serta nutrisi. Oksigen dan nutrisi sangat penting dalam penyembuhan luka. Akan tetapi, masih banyak yang menganggap remeh pentingnya debridement dan membiarkan luka sembuh dengan dressing biologis atau eskar. Skar dimulai sebagai pseudoeskar atau slough, yang merupakan matriks yang dibentuk dari eksudat. Jika dibiarkan kering, susunan gelatin pada pseudoeskar akan mengering untuk membentuk skar yang sebenarnya, atau keropeng (scab). Komponen protein pseudoeskar merupakan makanan bagi bakteri; sehingga pseudoeskar sebaiknya dibuang begitu terkumpul. Lapisan ini sulit untuk dilepaskan karena protein akan menjadi lengket dan biofilm yang dihasilkan oleh bakteri juga tidak didegradasi oleh protease.
Debridement biasanya dianggap sebagai tindakan pembedahan, namun dapat juga berupa enzimatik, mekanik, atau autolitik. Agen proautolitik dan enzimatik mencegah ikatan komponen eksudat dan menghalangi pembentukan pseudoeskar dan biofilm. Beberapa dressing (terutama dressing hidrokoloid) memiliki kemampuan untuk merehidrasi keropeng yang telah mengeras, yang lalu difagosit oleh leukosit. Salah satu debrider mekanik adalah pressurized water jet, yang memiliki kemampuan memasuki celah di dasar luka untuk mengeluarkan zat tertentu yang terperangkap, termasuk bakteri.
Gambar. Kaskade normal penyembuhan luka fase inflamasi (A) pada pasien sehat.
Pada anggota gerak atau area tubuh dengan perfusi normal terdapat ROS yang membatu membersihkan bakteri. Karena jumlah bakteri berkurang, ledakan oksidatif akan self-limited atau sembuh sendiri dengan meminimalkan kerusakan sel sekitarnya. Luka keluar dari fase inflamasi, membiarkan terjadinya angiogenesis dengan resolusi hipoksia luka, dan luka menuju tahap penyembuhan selanjutnya. Pada iskemia regional(B), bakteri tidak dibersihkan dengan baik, sebagian karena tidak efektifnya ledakan oksidatif. Bakteri berkembang biak hingga ambang batas kolonisasi tercapai. Tanpa adanya debridement yang adekuat, bakteri terus berakumulasi dalam biofilm, menyebakan berlipatgandanya dan/atau memanjangnya respon inflamasi.
Negative-Pressure Wound Therapy
Negative-Pressure Wound Therapy (NPWT), atau penutupan luka dengan vakum, merupakan perkembangan pesat untuk perawatan luka. NPWT terdiri dari spons penyerap di dalam luka yang ditutup dengan dressing kedap udara, dimana vakum diterapkan. Metode ini dapat digunakan untuk menutup luka dengan sempurna, akan tetapi penggunaannya relatif mahal, butuh waktu lama, dan tidak selalu efektif.
NPWT bekerja dengan beberapa mekanisme. Salah satunya adalah mengurangi edema. Proses inflamasi penyembuhan luka dan dari mekanisme yang diperantarai oleh imunologis mengeluarkan beberapa mediator iflamasi yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan membuka junction di antara sel endotel sehingga menyebabkan keluarnya cairan ke ruang perivaskular. Pembuluh darah yang terganggu serta pembuluh limfe juga cenderung untuk menyebabkan kebocoran darah dan cairan. NPWT membuang transudat periseluler dan eksudat luka yang kemudian meningkatkan difusi oksigen interstitial ke sel.
NPWT juga membuang enzim yang tidak baik dari luka. Banyak luka kronik yang ditandai dengan adanya kolagenase dan matrix metalloproteinase (MMP) dan protease lain yang berhubungan dengan sel inflamasi, yang dapat menurunkan protein matriks dan growth factor. Dengan membuang cairan luka dan bakteri yang menghambat penyembuhan luka, NPWT mengubah lingkungan luka agar lebih kondusif untuk penyembuhan luka.
NPWT harus digunakan dengan hati-hati. Spons tidak boleh diletakkan pada kulit normal, atau area yang sensitif terhadap tekanan maupun daerah yang mengalami iskemi. Sisi untuk suction sebaiknya menembus menjauhi luka dan dihubungkan dengan busa pada luka yang memiliki perfusi baik. Tekanan sangat penting. Meskipun kebanyakan luka akan sembuh dengan tekanan 125 mmHg, luka yang lain mungkin hanya dapat menahan tekanan 75 mmHg sebelum aliran kapiler
Terdapat beberapa kontraindikasi penggunaan NPWT, yaitu adanya keganasan, penggunaan pada luka dengan iskemia, luka terinfeksi, dan luka yang tidak didebridement secara adekuat. Telah ada laporan perluasan daerah nekrosis pada pasien dengan iskemia.
Oksigen Hiperbarik
Penggunaan oksigen hiperbarik (biasanya saturasi oksigen 100% pada ATA 2 atau 3) meningkatkan saturasi okigen terlarut dalam plasma dari 0,3% menjadi hampir 7%. Peningkatan oksigen ini juga meningkatkan difusi interstitial oksigen empat hingga lima kali lipat.
Growth factor
Growth factor pertama yang disetujui oleh FDA di US adalah platelet-derived growth factor (PDGF), yang dipasarkan dengan nama becaplermin (Regranex). Produk ini direkomendasikan untuk ulkus diabetikum.
Enzim
Penggunaan agen enzimatik diberikan karena enzim akan mencerna nekrotik secara selektif.
Dressing
Tipe dressing dapat dibagi menjadi dressing film, campuran, hidrogel, hidrokoloid, alginate, busa, dan dressing absorptif lainnya, termasuk NPWT. Pemilihan tipe dressing yang digunakan adalah dengan pertimbangan jenis luka dan tujuan terapi. Tujuan terapi pada luka bersih adalah agar luka dapat tertutup atau bergranulasi dengan baik untuk menciptakan lingkungan penyembuhan yang lembab dan memfasilitasi migrasi sel serta mencegah pengeringan luka. Film dapat digunakan untuk luka insisi, sedangkan hidrogel dan hidrokoloid dapat digunakan pada luka terbuka. Jumlah dan tipe eksudat yang terdapat pada luka akan menentukan tipe dressing yang digunakan. Pada umumnya, hidrogel, film, dan dressing campuran paling baik digunakan pada luka dengan eksudat sedikit; sedangkan alginate, busa, dan NPWT paling baik digunakan pada luka dengan eksudat yang lebih banyak. NPWT juga berguna pada luka dengan kebocoran limfe yang banyak, dan juga fistula. Luka dengan daerah nekrotik sebaiknya tidak diterapi dengan dressing sampai debridement telah dilakukan.
Karakteristik dressing yang baik adalah permeabilitas uap tinggi, tidak lengket, kemampuan absorbsi tinggi, mampu menjadi barrier untuk kontaminan dari luar, bisa disterilisasi, mampu menempel dengan baik pada kulit sekitar luka, hipoalergenik, nyaman digunakan. Cost effective.
Dressing semioklusif
Menggunakan lembaran yang tidak dapat ditembus oleh cairan namun dapat dilewati oleh gas dengan molekul rendah. Biasanya digunakan untuk menjaga kelembaban luka bersih. Dressing semioklusif biasanya digunakan untuk menutupi, melindungi insisi yang baru dan daerah donor skin graft, serta akan meningkatkan epitelisasi ketika digunakan seperti ini. Dressing semioklusif sebaiknya tidak digunakan pada luka yang terkontaminasi.
Dressing hidrogel
Dressing hidrogel terutama berguna untuk menjaga kelembaban dasar luka dan merehidrasi luka untuk mempermudah penyembuhan luka dan juga debridement autolisis. Sehingga, dressing jenis ini berguna untuk luka dengan eskar yang sedikit. Manfaatnya dicapai dengan kandungan lembab dan keadaan hidrofiliknya. Biasanya terdiri dari kompleks polisakarida. Tidak seperti alginate dan hidrokoloid, jenis dressing ini tidak bergantung pada sekresi luka untuk mempertahankan kelembaban lingkungan luka. Sifatnya tidak lengket, sehingga meminimalkan rasa nyeri saat Ganti Verban. Karena tidak menelpel dengan baik ke kulit, biasanya membutuhkan dressing sekunder.
Hidrokoloid
Biasanya hidrokoloid berupa pasta, bedak, atau lembaran yang ditaruh di dalam luka dan ditutupi dengan dressing untuk membentuk barrier oklusif yang dapat menyerap eksudat sedang. Dapat dibiarkan pada luka selama 3 hingga 5 hari; selama waktu ini, mereka akan menyediakan lingkungan lembab untuk migrasi sel dan debridement luka lewat aotulisis. Bagaimanapun, karena sifatnya yang oklusif, hidrokoloid sebaiknya tidak digunakan pada luka yang terkontaminasi banyak bakteri, terutama bakteri anaerob. Jenis dressing ini tidak terlalu menyerap, sehingga sebaiknya tidak digunakan untuk luka dengan eksudat banyak.
Dressing busa
Dressing busa terbuat dari polyurethane yang tidak melekat, yang bersifat hidrofobik. Polyurethane bersifat sangat menyerap dan bekerja sebagai sumbu untuk cairan luka, sehingga jenis ini berguna pada luka dengan banyak eksudat. Akan tetapi, karena sifatnya sebagai sumbu, jenis ini tidak digunakan pada luka tanpa eksudat atau eksudat minimal.
Alginate
Alginate (diperoleh dari gangang cokelat) terutama berguna pada luka dengan jumlah eksudat banyak. Penggunaannya dapat membuang cairan eksudat dari lingkungan luka sehingga dressing tidak perlu untuk mengganti dressing setiap hari. Dressing ini sebaiknya tidak digunakan untuk luka tanpa eksudat, karena dapat mengeringkan dasar luka. Dressing ini dapat menyerap cairan sekitar 20 kali berat keringnya.
Antimikroba
Dressing antimikroba adalah istilah yang digunanakan untuk menyebut dressing yang mengandung zat antimikroba. Bahan yang digunakan adalah perak. Perak akan terionisasi pada lingkungan lembab luka, ion perak inilah yang memiliki efek biologik. Zat ini memiliki efek antimikroba spektru luas dengan toksisitas rendah pada sel manusia. Dengan tiga efeknya (mampu melewati membran sel, inhibitor respirasi, dan pendenaturasi asam nukleat) itu berarti bahwa zat ini aktif melawan mikroorganisme spektrum luas, dan juga dapat melawan vancomysin-resistant Enterococcus (VRE) dan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Contohnya adalah silver sulfadiazine, mupirocin, dan antibiotik topikal seperti neomycin, gentamicin, metronidazole, dan salep dan krim bacitracin.
Gambar. Tipe, karakteristik, dan penggunaan berbagai dressing
Dalam melakukan perawatan luka, ada beberapa hal yang harus difikirkan. Yaitu mengenai kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan kemungkinan kerusakan dalam proses penyembuhan luka. Beberapa hal tersebut adalah :
Usia
Iskemia
Reperfusi cidera
Infeksi atau kontaminasi bakteri
Malnutrisi
Global
Nutrisi spesifik
Foreign bodies
Diabetes
Steroid
Uremia
Ikterik
Kanker
Penyebab genetik ( Ehlers-Danlos, Werner syndromes)
Penyinaran
Kemoterapi
Merokok
Konsumsi alkohol
Edema
Tekanan.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Velnar T, T Baileey,V Smrkolj. The Wound Healing Process: an Overview of the Cellular and Molecular Mechanism. The Journal of International Medical Research. 2009
2. Thorne, Charles H et al. Grabb & Smith's Plastic Surgery. 6th edition. Lippincott William & Wilkins. 2007
3. Wound Management Clinical Practice Guideline.September 2012
4. Orsted, L Heather et al. Basic Principles of Wound Healing. An Understanding of Basic Physiology of Wound Healing Provides The Clinicial With The Framework Necessary To Implement The Basic Principles of Chronic Wound Care. 2011
5. Mangram, Alicia J. et al. Guideline for Prevention of Surgical Site Infection. The Hospital Infection Control Practises Advisory Committee. available from http://www.cdc.gov/hicpac/pdf/guidelines/SSI_1999.pdf
6. Andersen, Dana K et al. Schwartz's Principles Of Surgery. 10th edition. Mc Graw Hill. 2015
7. Sjamsuhidajat & De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. ed 3. EGC. Jakarta. 2010
8. Federal Bureau of Prisons Clinical Practice Guidelines. Prevention and Management of Acute and Chronic Wounds. 2014
10. Sarabahi, Sujata. Recent Advanced in Topical Wound Care. Indian Joournal of Plastic Surgery. 2012