Perawatan luka post op SC 2.4.1 Defenisi post op SC Tak semu semuaa pers persal alin inan an dapa dapatt berl berlan angs gsun ung g mulu mulus, s, kadan kadang g terd terdapa apatt indi indika kasi si medi mediss yang yang menghar mengharusk uskan an seoran seorang g ibu melewa melewati ti proses proses persal persalina inan n dengan dengan operas operasi. i. Operas Operasii ini disebu disebutt dengan Sectio Caesarea. Sectio Caesarea Caesarea berasal berasal dari bahasa Latin, Caedere, Caedere, artinya artinya memotong. memotong. Sectio Caesarea Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding rahim. Pada pasien yang dilakukan operasi pembedahan untuk tindakan sectio cesarea ini memerlukan beberapa perhatian kare karena na ibu ibu nifa nifass yang yang mela melahi hirk rkan an deng dengan an oper operas asii caes caesar area ea agar agar dapa dapatt mele melewa wati ti fase fase penyembuhan pasca operasi tanpa komplikasi. Proses persalinan operasi caesar umumnya berlangsung sekitar satu jam. Pada pasien dengan pembiusan total, kesadaran akan berlangsung pulih secara bertahap seusai penjahitan luka oper operas asi. i. Sedan Sedangk gkan an pada pada pemb pembiu iusa san n regi region onal al,, denga dengan n anast anasthes hesii epid epidur ural al atau atau spin spinal al (memasukkan (memasukkan obat bius melalui suntikan suntikan pada punggung), ibu bersalin bersalin akan tetap sadar hingga operasi selesai dan hanya bagian perut ke bawah akan hilang sensasi rasa sementara. 2.4.2 Tujuan Perawatan Post Operasi. Tujuan Tujuan perawatan perawatan pasca operasi operasi adalah pemulihan pemulihan kesehatan kesehatan fisiologi fisiologi dan psikologi psikologi wanita kembali normal. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya. Secara klasik, klasik, kelanjutan kelanjutan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang tumpang tindih tindih pada status status fungsional pasien. Aturan dan perhatian para ginekolog secara gradual berkembang sejalan dengan pergerakan pasien dari satu fase ke fase lainnya. Fase pertama, stabilisasi perioperatif, menggambarkan perhatian para ahli bedah terhadap permulaan fungsi fisiologi normal, utamanya sistem respirasi, kardiovaskuler, dan saraf. Pada pasien yang berumur lanjut, akan memiliki komplikasi yang lebih banyak, dan prosedur pembedahan yang lebih kompleks, serta periode waktu pemulihan yang lebih panjang. Periode ini meliputi pemulihan dari anesthesia dan stabilisasi homeostasis, dengan permulaan intake intake oral. oral. Biasan Biasanya ya period periodee pemuli pemulihan han 24-28 24-28 jam. jam. Fase Fase kedua, kedua, pemuli pemulihan han postop postopera eratif tif,, biasanya berakhir 1-4 hari. ha ri. fase ini dapat dapa t terjadi di rumah sakit dan di rumah. Selama Se lama masa ini, pasien akan mendapatkan diet teratur, ambulasi, dan perpindahan pengobatan nyeri dari parenteral ke oral. Sebagian besar komplikasi tradisional postoperasi bersifat sementara pada masa ini. Fase terakhir terakhir dikenal dengan istilah istilah “kembali ke normal”, normal”, yang berlangsung berlangsung pada 1-6 minggu terakhir. Perawatan selama masa ini muncul secara primer dalam keadaan rawat jalan. Selama fase ini, pasien secara gradual meningkatkan kekuatan dan beralih dari masa sakit ke aktivitas normal. 2.4.3 Pedoman Perawatan Post Operasi Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai ia sadar. Harus dijaga supaya jalan napas tetap bebas. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operas operasii sampai sampai pasien pasien melanj melanjutk utkan an rutini rutinitas tas normal normal dan gaya gaya hidupny hidupnya. a. Pender Penderita ita yang menjalani menjalani operasi kecuali operasi kecil, kecil, keluar dari kamar operasi operasi dengan infus intravena yang terdiri terdiri atas larutan larutan NaCl 0,9% atau glukosa 5% yang diberikan berganti-gant berganti-gantii menurut rencana tertentu. Di kamar operasi (atau sesudah keluar dari situ) ia, jika perlu, diberi pula transfusi darah. Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan, sehingga ia meninggalkan kamar operasi dengan defisit cairan. Oleh karena itu, biasanya pascaoperasi minum air dibatasi, sehingga perlu pengawasan keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus, dan cairan yang keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi sebaliknya juga jangan terjadi
kelebihan dengan akibat edema paru-paru. Untuk diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dihitung dalam 24 jam berupa air kencing dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan evaporasi dari kulit dan pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24 jam sedikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk mengganti cairan yang keluar. Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek, kadang sampai muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang sama sekali; kemudian, ia boleh minum sedikit-sedikit, untuk lambat laun ditingkatkan. Dalam 24 sampai 48 jam pascaoperasi, hendaknya diberi makanan cair; sesudah itu, apalagi jika sudah keluar flatus, dapat diberi makanan lunak bergizi untuk lambat-laun menjadi makanan biasa. Pada pascaoperasi peristalik usus mengurang dan baru lambat laun pulih kembali. Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak lagi; dengan gejala mules, kadang-kadang disertai dengan perut kembung sedikit. Pengeluaran flatus dapat dibantu dengan pemberian dosis kecil prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan ke dalam rektum, dan kadang-kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150 cc. campuran minyak dan gliserin. Pemberian antibiotik pada pascaoperasi tergantung dari jenis operasi yang dilakukan. Misalnya, setelah kista ovarium kecil diangkat, tidak perlu diberi antibiotik; akan tetapi sesudah histerektomi total dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan. Pasien dengan masalah kesehatan membutuhkan perawatan postoperatif dalam ICU untuk mendapatkan ventilasi jangka panjang dan monitoring sentral. Ketika pasien diserahterimakan kepada perawat harus disertai dengan laporan verbal mengenai kondisi pasien tersebut berupa kesimpulan operasi dan intruksi pasca operatif. Intruksi pasca operatif harus sesuai dengan elemen berikut: 2.4.3.1 Tanda Tanda Vital Evaluasi tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan dilakukan setiap 15-30 menit sampai pasien stabil kemudian setiap jam setelah itu paling tidak untuk 4-6 jam. Beberapa perubahan signifikan harus dilaporkan sesegera mungkin. Pengukuran ini, termasuk temperatur oral, yang harus direkam 4 kali sehari untuk rangkaian sisa pasca operatif. Anjurkan pernapasan dalam setiap jam pada 12 jam pertama dan setiap 2-3 jam pada 12 jam berikutnya. Pemeriksaan spirometri dan pemeriksaan respirasi oleh terapis menjadi pilihan terbaik, utamanya pada pasien yang berumur tua, obesitas, atau sebaliknya pada pasien lainnya yang bersedia atau yang tidak bisa berjalan. 2.4.3.2 Perawatan Luka Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan meminimalkan komplikasi dan biaya perawatan. Fokus utama dalam penanganan luka adalah dengan evakuasi semua hematoma dan seroma dan mengobati infeksi yang menjadi penyebabnya. Perhatikan perdarahan yang terlalu banyak (inspeksi lapisan dinding abdomen atau perineal). Lakukan pemeriksaan hematokrit sehari setelah pembedahan mayor dan, jika perdarahan berlanjut, diindikasikan untuk pemeriksaan ulang. Luka abdomen harus diinspeksi setiap hari. Umumnya luka jahitan pada kulit dilepaskan 3-5 hari postoperasi dan digantikan dengan Steri-Strips.Idealnya, balutan luka diganti setiap hari dan diganti menggunakan bahan hidrasi yang baik. Pada luka yang nekrosis, digunakan balutan tipis untuk mengeringkan dan mengikat jaringan sekitarnya ke balutan dalam setiap penggantian balutan. Pembersihan yang sering harus dihindari karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu dan memperlambat penyembuhan luka a. Pengertian Suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka, mengangkat jahitan, menutup dan membalut luka sehinga dapat membantu proses penyembuhan luka. b. Tujuan
1. Mencegah terjadinya infeksi. 2. Mempercepat proses penyembuhan luka. 3. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis. c. Persiapan 1. Alat • Set perawatan luka dan angkat jahitan dalam bak instrumen steril : - Sarung tangan steril. - Pinset 4 (2 anatomis, 2 cirurgis) - Gunting hatting up. - Lidi waten. - Kom 2 buah. - Kasa steril. • Plester • Gunting perban • Bengkok 2 buah • Larutan NaCl • Perlak dan alas • Betadin • Korentang • Alkohol 70% • Kapas bulat dan sarung tangan bersih 2. Lingkungan - Menutup tirai / jendela. - Merapikan tempat tidur. 3. Pelaksanaan - Mengatur posisi sesuai dengan kenyamanan pasien. - Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan. - Inform Consent. d. Prosedur Pelaksanaan 1. Jelaskan prosedur pada klien dengan menggambarkan langkah-langkah perawatan luka. 2. Dekatkan semua peralatan yang diperlukan. 3. Letakkan bengkok dekat pasien. 4. Tutup ruangan / tirai di sekitar tempat tidur. 5. Bantu klien pada posisi nyaman. 6. Cuci tangan secara menyeluruh. 7. Pasang perlak dan alas. 8. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester. Angkat balutan dengan pinset. 9. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan. 10. Dengan sarung tangan/pinset, angkat balutan. 11. Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan NaCl. 12. Observasi karakter dan jumlah drainase. 13. Buang balutan kotor pada bengkok, lepaskan sarung tangan dan buang pada bengkok yang berisi Clorin 5%.
14. Buka bak instrumen, siapkan betadin dan larutan NaCl pada kom, siapkan plester, siapkan depres. 15. Kenakan sarung tangan steril. 16. Inspeksi luka, perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan dan karakter drainase serta palpasi luka (kalau perlu). 17. Bersihkan luka dengan larutan NaCl dan betadin dengan menggunkan pinset. Gunakan satu kasa untuk setiap kali usapan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang terkontaminasi. Gunakan dalam tekanan progresif menjauh d ari insisi/tepi luka. 18. Gunakan kasa baru untuk mengeringkan luka/insisi. Usap dengan cara seperti pada langkah 17. 19. Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara : menjepit simpul jahitan dengan pinset cirurgis dan ditarik sedikit ke atas kemudian menggunting benang tepat dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit/pada sisi lain yang tidak ada simpul. 20. Olesi luka dengan betadin. 21. Menutup luka dengan kasa steril dan di plester. 22. Merapikan pasien. 23. Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya. 24. Melepaskan sarung tangan. 25. Perawat mencuci tangan. e. Hal – hal yang perlu diperhatikan 26. Pengangkatan balutan dan pemasangan kembali balutan dapat menyebabkan pasien terasa nyeri. 27. Cermat dalam menjaga kesterilan. 28. Mengangkat jahitan sampai bersih tidak ada yang ketinggalan. 29. Teknik pengangkatan jahitan di sesuaikan dengan tipe jahitan. 30. Peka terhadap privasi klien. (dr. hakimi, 2010) Pengertian Perawatan Luka Perinium
Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat (Aziz, 2004). Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus (Danis, 2000). Post Partum adalah selang waktu antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar, 2002). Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil. Tujuan Perawatan Perineum
Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002), adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan. Sedangkan menurut Moorhouse et. al. (2001), adalah pencegahan terjadinya infeksi pada saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari setelah kelahiran anak atau aborsi. Bentuk Luka Perineum
Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu : 1. Rupture Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan. (Hamilton, 2002). 2. Episotomi Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A., 1996). Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan ini dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek teregang oleh kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan anestasi lokal, kecuali bila pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai keuntungan karena tidak banyak pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah diperbaiki (Jones Derek, 200 2). Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episotomi dan rupture yang sering dijumpai dalam proses persalinan yaitu : 1. Episiotomi medial 2. Episiotomi mediolateral Sedangkan rupture meliputi 1. Tuberositas ischii 2. Arteri pudenda interna 3. Arteri rektalis inferior
Gambar 1. Tipe-Tipe Episiotomi Lingkup Perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung lochea (pembalut) (Feerer, 2001). Sedangkan menurut Hamilton (2002), lingkup perawatan perineum adalah 1. Mencegah kontaminasi dari rektum 2. Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma 3. Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau. Waktu Perawatan
Menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah 1. Saat mandi Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum. 2. Setelah buang air kecil Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni padarektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum. 3. Setelah buang air besar. Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan. Penatalaksanaan
1. Persiapan a. Ibu Pos Partum Perawatan perineum sebaiknya dilakukan di kamar mandi dengan posisi ibu jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri dengan posisi kaki terbuka. b. Alat dan bahan Alat yang digunakan adalah botol, baskom dan gayung atau shower air hangat dan handuk bersih. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air hangat, pembalut nifas baru dan antiseptik (Fereer, 2001). 2. Penatalaksanaan Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan dengan prosedur pelaksanaan menurut Hamilton (2002) adalah sebagai berikut: a. Mencuci tangannya
b. Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat c. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarah ke rectum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam kantung plastik. d. Berkemih dan BAB ke toilet e. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air f. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke belakang. g. Pasang pembalut dari depan ke belakang. h. Cuci kembali tangan 3. Evaluasi Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan adalah: a. Perineum tidak lembab b. Posisi pembalut tepat c. Ibu merasa nyaman Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum
1. Gizi Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan protein. 2. Obat-obatan a. Steroid : Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan menggangu respon inflamasi normal. b. Antikoagulan : Dapat menyebabkan hemoragi. c. Antibiotik spektrum luas / spesifik : Efektif bila diberikan segera sebelum pembedahan untuk patolagi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak efektif karena koagulasi intrvaskular. 3. Keturunan Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori. 4. Sarana prasarana Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik. 5. Budaya dan Keyakinan Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan tarak telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
Dampak Dari Perawatan Luka Perinium
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini : 1. Infeksi Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum. 2. Komplikasi Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir. 3. Kematian ibu post partum Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah (Suwiyoga, 2004). http://creasoft.wordpress.com/2008/04/21/perawatan-luka-perineum-pada-postpartum/