GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI, Menimbang
: a. bahwa untuk melaksanakan melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup; b. bahwa Surat Rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali tanggal 15 Januari 2007 Nomor 640/131/DPRD perihal Rekomendasi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2604);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2604); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun Tahun 1997 tentang Pengelolaan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun Tahun 2004 tentang Sumber Sumber Daya Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Tambahan Lembaran Negara Negara Republik Republik Indonesia Nomor Nomor 4377); 6.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran Negara Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagiamana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
9.
Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor Nomor 41 41 Tahun 1999 1999 tentang tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
10.
Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 2000 tentang
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2604); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun Tahun 1997 tentang Pengelolaan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun Tahun 2004 tentang Sumber Sumber Daya Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Tambahan Lembaran Negara Negara Republik Republik Indonesia Nomor Nomor 4377); 6.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran Negara Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagiamana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
9.
Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor Nomor 41 41 Tahun 1999 1999 tentang tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
10.
Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 2000 tentang
9.
Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor Nomor 41 41 Tahun 1999 1999 tentang tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
10.
Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4068);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161 ); 12.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Bali Nomor Nomor 3 Tahun 2005 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2005 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 5) ;
13.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Bali Nomor Nomor 4 Tahun 2005 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2005 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 3); MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN GUBERNUR GUBERNUR TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN LINGKUNGAN HIDUP. Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Lingkungan Hidup adalah adalah kesatuan ruang ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.
2
Pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
2
Pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
3. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. 4. Status mutu lingkungan adalah keterangan kondisi mutu lingkungan yang menunjuk kondisi cemar atau baik pada suatu lingkungan dalam waktu tertentu bila dibandingkan dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan. 5. Air adalah semua air yang terdapat diatas dan dibawah permukaan tanah, kecuali laut dan air fosil. 6. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. 8. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan baku mutu air yang ditetapkan. 9. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. 10. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenngang keberadaannya dalam udara ambien.
11. Status mutu udara ambien adalah keadaan mutu udara di suatu tempat pada saat dilakukan inventarisasi. 12. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dalam suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai
11. Status mutu udara ambien adalah keadaan mutu udara di suatu tempat pada saat dilakukan inventarisasi. 12. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dalam suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. 13. Baku mutu emisi adalah batas kadar maksimal dan/atau beban emisi maksimum yang diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien. 14. Baku mutu tingkat kebauan adalah batas maksimal bau dalam udara yang diperbolehkan yang tidak mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. 15. Baku mutu tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. 16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. 17. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang. 18.
Kerusakan lingkungan penambangan adalah berubahnya karakteristik lingkungan penambangan sehingga tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
19. Kriteria baku kerusakan lingkungan penambangan adalah berubahnya karakterisrik lingkungan penambangan yang menunjukkan indikator –indikator terjadinya kerusakan lingkungan. 20. Status kerusakan lingkungan bagi kegiatan penambangan bahan Galian C adalah kondisi tanah ditempat dan waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan lingkungan bagi kegiatan penambangan Galian C.
21
Kriteria baku kerusakan terumbu karang adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan atau hayati terumbu karang yang dapat ditenggang.
22. Status kondisi terumbu karang adalah kondisi terumbu karang suatu lokasi dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan
21
Kriteria baku kerusakan terumbu karang adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan atau hayati terumbu karang yang dapat ditenggang.
22. Status kondisi terumbu karang adalah kondisi terumbu karang suatu lokasi dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria tertentu kerusakan terumbu karang dengan menggunakan prosentase luas tutupan terumbu karang yang hidup. 23. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. 24. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan. 25. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, selanjutnya disebut penanggung jawab usaha adalah orang yang melakukan kegiatan menghasilkan limbah yang berpotensi mecemari dan/atau merusak lingkungan hidup. Pasal 2 (1) Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup meliputi: a. Baku Mutu Air Berdasarkan Kelas I s/d IV; b. Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari; c. Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan; d. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut; e. Baku Mutu Air Limbah Domestik; f. Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Industri Tekstil; g. Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri Pelapisan Logam; h. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Minuman Ringan; i. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit; j. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel ; k. Baku Mutu Udara Ambien XI; l. Baku Mutu Emisi untuk Kegiatan Lain kecuali Industri Semen, Industri Pulp – Kertas dan Industri Besi – Baja; m. Baku Mutu Tingkat Kebauan; n. Baku Mutu Tingkat Kebisingan;
o.
p. q.
Baku Mutu Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi ( Current Production ); Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian C Jenis Lepas di Daratan; Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang .
o.
p. q.
Baku Mutu Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi ( Current Production ); Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian C Jenis Lepas di Daratan; Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang .
(2) Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Pasal 3 (1)
Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilarang dilampaui setiap saat.
(2)
Dalam hal Baku Mutu Lingkungan dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui karena keadaan tertentu atau kondisi cuaca tertentu, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan melaporkan dan menyampaikan kegiatan penanggulangan pencemaran atau perusakan lingkungan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur. Pasal 4
(1)
Baku Mutu Lingkungan Hidup sebagai menetapkan status mutu lingkungan.
ukuran
untuk
(2)
Status Mutu Lingkungan ditetapkan untuk menyatakan kondisi cemar dan/atau rusak serta kondisi baik.
(3)
Kondisi cemar dan/atau rusak serta kondisi baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibandingkan dengan Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Pasal 5 (1)
Setiap orang atau Penanggung Jawab Usaha yang membuang limbah ke lingkungan harus mentaati Baku Mutu Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 5 (1)
Setiap orang atau Penanggung Jawab Usaha yang membuang limbah ke lingkungan harus mentaati Baku Mutu Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
(2)
Setiap orang atau Penanggung jawab Usaha yang kegiatannya menimbulkan kerusakan lingkungan harus mentaati kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3)
Penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), mempunyai kewajiban: a. melakukan pengelolaan limbah sebelum dibuang ke lingkungan sehingga tidak melampaui Baku Mutu Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); b. mencegah terjadinya kerusakan lngkungan;
pencemaran
dan/atau
c. menyampaikan laporan hasil pemantauan paling lama 6 (enam) bulan sekali kepada Gubernur dan Instansi Teknis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan. Pasal 6 Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditinjau secara berkala paling singkat dalam 5 (lima) Tahun.
Pasal 7 Bupati/Walikota dapat menetapkan Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
Pasal 8 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Keputusan Gubernur Bali Nomor 515 Tahun 2000 tentang Standar Baku Mutu Lingkungan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Keputusan Gubernur Bali Nomor 515 Tahun 2000 tentang Standar Baku Mutu Lingkungan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 9 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Bali. Ditetapkan di pada tanggal
Denpasar 1 Pebruari 2007
GUBERNUR BALI,
DEWA BERATHA Diundangkan di Denpasar pada tanggal 1 Pebruari 2007 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,
I NYOMAN YASA BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2007 NOMOR 8
L A M P I R A N I
BAKU MUTU KUALITAS AIR BERDASARKAN KELAS PARAMETER
SATUAN
KELAS I
II
III
FISIKA Temperatur Residu terlarut Residu tersuspensi
ºC mg/L mg/L
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 400
pH
-
6-9
6-9
6-9
IV Deviasi 5 2000 400
KETERANGAN Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/L KIMIA ANORGANIK 5-9 Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
L A M P I R A N I
BAKU MUTU KUALITAS AIR BERDASARKAN KELAS SATUAN
PARAMETER
KELAS I
II
III
ºC mg/L mg/L
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 400
pH
-
6-9
6-9
6-9
BOD COD DO Total fosfat sbg P NO3 sebagai N NH3 - N
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
2 10 6 0,2 10 0,5
3 25 4 0,2 10 (-)
6 50 3 1 20 (-)
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,05 0,2 1 1 0,01 0,01 0,05 0,02 0,3 0,03
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05 0,02 (-) 0,03
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05 0,02 (-) 0,03
Arsen Kobalt Barium Boron Selenium Kadmium Kroom (VI) Tembaga Besi Timbal
SATUAN
PARAMETER
Deviasi 5 2000 400
Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/L KIMIA ANORGANIK 5-9 Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah 12 100 1 Angka batas minimum 5 20 (-) Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3 1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 1 0,02 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu ≤ 1 mg/L (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional Fe ≤ 5 mg/L 1 Bagi pengolahan air minum secara konvensional Pb ≤ 0,1 mg/L
KELAS I
FISIKA Mangan Air Raksa Seng Khlorida Sianida Fluorida Nitrit sebagai N Sulfat Khlorin bebas Belerang sebagai H2S
KETERANGAN
IV
FISIKA Temperatur Residu terlarut Residu tersuspensi
II
KETERANGAN III
IV
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,1 0,001 0,05 600 0,02 0,5 0,06 400 0,03 0,002
(-) 0,002 0,05 (-) 0,02 1,5 0,06 (-) 0,03 0,002
(-) 0,002 0,05 (-) 0,02 1,5 0,06 (-) 0,03 0,002
(-) 0,005 2 (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)
MIKROBIOLOGI - Fecal Coliform
Jml/100 ml
100
1000
2000
2000
- Total coliform
Jml/100 ml
1000
5000
- Gross - A - Gross - B
Bq/L Bq/L
0,1 1
0,1 1
ug/L ug/L ug/L
1000 200 1
1000 200 1
10000 10000 RADIO AKTIVIATAS 0,1 0,1 1 1 KIMIA ORGANIK 1000 (-) 200 (-) 1 (-)
ug/L ug/L ug/L ug/L
210 17 3 2
210 (-) (-) 2
210 (-) (-) 2
Minyak dan lemak Detergen sebagai MBAS Senyawa fenol sebagai fenol BHC Aldrin/Dieldrin Chlordane DDT Keterangan : - mg = miligram - ug = mikrogram - ml = mililiter - l = Liter
Bagi pengolahan air minum secara konvensional Zn ≤ 5 mg/L
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2 N ≤ 1 mg/L Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Bagi pengolahan air minum secara konvensional, S sebagai H2S < 0,1 mg/L Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤ 2000 jml/100 ml dan total coliform ≤ 10.000 jml/100 ml
(-) (-) (-) 2
GUBERNUR BALI , -
Bq = Bequerel MBAS = Methyne Blue Active Substance ABAM = Air Baku Mutu untuk Air Minum
DEWA BERATHA
LAMPIRAN II BAKU MUTU KUALITAS AIR LIMBAH DOMESTIK
NO.
PARAMETER
FISIKA 1. Temperatur 2. Zat padat terlarut 3. Zat padat tersuspensi KIMIA 1. pH 2. Besi terlarut (Fe)
SATUAN
C
KUALITAS AIR LIMBAH DOMESTIK
Mg/L Mg/L
38 2000 100
Mg/L
6-9 5
SATUAN
PARAMETER
KELAS I
FISIKA Mangan Air Raksa Seng Khlorida Sianida Fluorida Nitrit sebagai N Sulfat Khlorin bebas Belerang sebagai H2S
II
KETERANGAN III
IV
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,1 0,001 0,05 600 0,02 0,5 0,06 400 0,03 0,002
(-) 0,002 0,05 (-) 0,02 1,5 0,06 (-) 0,03 0,002
(-) 0,002 0,05 (-) 0,02 1,5 0,06 (-) 0,03 0,002
(-) 0,005 2 (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)
MIKROBIOLOGI - Fecal Coliform
Jml/100 ml
100
1000
2000
2000
- Total coliform
Jml/100 ml
1000
5000
- Gross - A - Gross - B
Bq/L Bq/L
0,1 1
0,1 1
ug/L ug/L ug/L
1000 200 1
1000 200 1
10000 10000 RADIO AKTIVIATAS 0,1 0,1 1 1 KIMIA ORGANIK 1000 (-) 200 (-) 1 (-)
ug/L ug/L ug/L ug/L
210 17 3 2
210 (-) (-) 2
210 (-) (-) 2
Minyak dan lemak Detergen sebagai MBAS Senyawa fenol sebagai fenol BHC Aldrin/Dieldrin Chlordane DDT Keterangan : - mg = miligram - ug = mikrogram - ml = mililiter - l = Liter
Bagi pengolahan air minum secara konvensional Zn ≤ 5 mg/L
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2 N ≤ 1 mg/L Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Bagi pengolahan air minum secara konvensional, S sebagai H2S < 0,1 mg/L Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤ 2000 jml/100 ml dan total coliform ≤ 10.000 jml/100 ml
(-) (-) (-) 2
GUBERNUR BALI , -
Bq = Bequerel MBAS = Methyne Blue Active Substance ABAM = Air Baku Mutu untuk Air Minum
DEWA BERATHA
LAMPIRAN II BAKU MUTU KUALITAS AIR LIMBAH DOMESTIK
NO.
PARAMETER
FISIKA 1. Temperatur 2. Zat padat terlarut 3. Zat padat tersuspensi KIMIA 1. pH 2. Besi terlarut (Fe) 3. Mangan terlarut (Mn) 4. Barium (Ba) 5. Tembaga (Cu) 6. Seng (Zn) 7. Krom Heksavalen (Cr) 8. Krom Total (Cr) 9. Cadmium (Cd) 10. Raksa (Hg) 11. Timbal (Pb) 12. Stanum (Sn) 13. Arsen (As) 14. Selenium (Se) 15. Nikel (Ni) 16. Cobalt (Co) 17. Sianida (CN) 18. Sulfida (H2S) 19. Flurida (F) 20. Klorin bebas (Cl2) 21. Amonia bebas (NH3N) 22. Nitrat (NO3-N) 23. Nitrit (NO2-N) 24. BOD 25. COD 26. Senyawa aktif biru meliten
SATUAN
C
KUALITAS AIR LIMBAH DOMESTIK
Mg/L Mg/L
38 2000 100
Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L
6-9 5 2 2 2 5 0,1 0,5 0,05 0,002 0,1 2 0,1 0,05 0,2 0,4 0,05 0,05 2 1 1 20 1 50 100 5
LAMPIRAN II BAKU MUTU KUALITAS AIR LIMBAH DOMESTIK
NO.
PARAMETER
FISIKA 1. Temperatur 2. Zat padat terlarut 3. Zat padat tersuspensi KIMIA 1. pH 2. Besi terlarut (Fe) 3. Mangan terlarut (Mn) 4. Barium (Ba) 5. Tembaga (Cu) 6. Seng (Zn) 7. Krom Heksavalen (Cr) 8. Krom Total (Cr) 9. Cadmium (Cd) 10. Raksa (Hg) 11. Timbal (Pb) 12. Stanum (Sn) 13. Arsen (As) 14. Selenium (Se) 15. Nikel (Ni) 16. Cobalt (Co) 17. Sianida (CN) 18. Sulfida (H2S) 19. Flurida (F) 20. Klorin bebas (Cl2) 21. Amonia bebas (NH3N) 22. Nitrat (NO3-N) 23. Nitrit (NO2-N) 24. BOD 25. COD 26. Senyawa aktif biru meliten 27. Fenol total 28. Minyak Nabati 29. Minyak Mineral 30. Radioaktivitas 31. Pestisida termasuk PCB
SATUAN
C
KUALITAS AIR LIMBAH DOMESTIK
Mg/L Mg/L
38 2000 100
Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L
6-9 5 2 2 2 5 0,1 0,5 0,05 0,002 0,1 2 0,1 0,05 0,2 0,4 0,05 0,05 2 1 1 20 1 50 100 5 0,5 10 10
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN III BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK PARIWISATA DAN REKREASI (MANDI, RENANG DAN SELAM
NO.
PARAMETER
SATUAN
KADAR MAKSIMUM
KETERANGAN
1
2
3
4
5
Cu
30
1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.
FISIKA Warna Bau Kecerahan Kekeruhan Padatan tersuspensi Benda Terapung Lapisan minyak Temperatur KIMIA pH Salinitas Oksigen terlarut (DO) BOD 5 COD Amonia bebas ( NH3-N) Nitrit (NO2-N) Sianida (CN) Sulfida (H2S) Minyak Bumi Senyawa Fenol Pestisida organoklorin (DDT) Polikhorina ted bifenil (PCB) Surfaktan (detergen) Logam semi logam - Raksa (Hg) - Krom heksavalen (Cr) - Arsen (As) - Selenium (Se) - Cadmium (Cd) - Tembaga (Cu) - Timbal (Pb) - Seng (Zn) - Nikel (Ni) - Perak (Ag) BIOLOGI Koli tinja Patogen Plankton RADIO NUKLIDA
Sr-90 Ra-226
m Turbidity unit Mg/L
C
0
/00 Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L MBAS Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L
Alami 30 10 20 Nihil Nihil 26-30 6,5-8,5 alami 5 10 20 Nihil Nihil 0,05 Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil 0,0001
0,00004 0,0026 0,00045 0,00002 0,00 0,00002 0,002 0,007 0,0004
Sel/100 ml Sel/100 ml Individu
Nihil Nihil Tidak blooming
PCi/L PCi/L PCi/L PCi/L
Nihil Nihil Nihil Nihil GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN IV BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK BIOTA LAUT (BUDIDAYA PERIKANAN)
NO.
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU DIPERBOLEHKAN
KETERANGAN
1
2
3
4
5
Cu = Color unit
50
1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
1. 2. 3.
FISIKA Warna Bau Kecerahan Kekeruhan Padatan tersuspensi Benda Terapung Lapisan minyak Temperatur KIMIA pH Salinitas Oksigen terlarut (DO) BOD 5 COD Amonia bebas ( NH3-N) Nitrit (NO2-N) Sianida (CN) Sulfida (H2S) Minyak Bumi Senyawa Fenol Pestisida organoklorin (DDT) Polikhorinated bifenil (PCB) Surfaktan (detergen) Logam semi logam - Raksa (Hg) - Krom heksavalen (Cr) - Arsen (As) - Selenium (Se) - Cadmium (Cd) - Tembaga (Cu) - Timbal (Pb) - Seng (Zn) - Nikel (Ni) - Perak (Ag) BIOLOGI Koli tinja Patogen Plankton
m Turbidity unit Mg/L
C
0
/00 Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L MBAS Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Jumlah/100 ml Jumlah/100 ml Individu
Alami 3 30 80 Nihil Nihil Alami 6,0-9,0 + 10 % alami 4 45 80 1 Nihil 0,20 0,03 5 0,002 0,02 0,001 0,001 1,0 0,003 0,01 0,01 0,005 0,01 0,06 0,01 0,1 0,002 0,05 1.000
Nihil Tidak blooming
RADIO NUKLIDA
1. 2. 3. 4.
Sr-90 Ra-226
PCi/L PCi/L PCi/L PCi/L
1 100 1 3
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN V BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TEKSTIL
NO.
PARAMETER
SATUAN
KADAR MAKSIMUM
1
2
3
4
BEBAN PENCEMAR MAKSIMUM (kg/ton) 5
C
38 2000 50
300 375
1. 2. *3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. *7. *8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. *16. 17. 18. *19. 20. 21. *22. *23. 24. *25. 26. *27.
FISIKA Temperatur Zat Padat larut Zat Padat tersuspensi (TSS) KIMIA pH Besi terlarut (Fe) Mangan terlarut (Mn) Barium (Ba) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Krom Heksavalen (Cr) Krom Total (Cr) Cadmium (Cd) Raksa (Hg) Timbal (Pb) Arsen (As) Selenium (Se) Nikel (Ni) Sianida (CN) Sulfida (H2S) Flourida (F) Klorin bebas (Cl2) Amonia bebas (NH3N) Nitrat (NO3-N) Nitrit (NO2-N) BOD5 COD Senyawa aktif biru meliten Fenol total Minyak Nabati Minyak Mineral
Debit limbah maksimum Keterangan : Tanda * = wajib uji
Mg/L Mg/L
6-9 Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L
5 2 2 2 5 0,1 1 0,05 0,002 0,1 0,1 0,05 0,05 0,05 0,3 2 1 8 20 1 60 250 5 0,5 3,0 3,0
0,75 0,30 0,30 0,30 0,75 0,015 0,075 0,0075 0,0030 0,015 0,015 0,0075 0,0075 0,0075 0,0075 0,30 0,15 0,15 3 0,15 12,75 37,50 0,75 0,075 0,75 1,50
150 m3 ton produk tekstil GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN VI BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PELAPISAN TEMBAGA
PELAPISAN NIKEL
NO.
PARAMETER
SATUAN
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMAR MAKSIMUM (kg/ton)
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMAR MAKSIMUM (kg/ton)
1
2
3
4
5
4
5
C
40 2000 60
4 200 6
40 2000 60
4 200 6
10 5 3 3 10 0,5 1 0,05 0,005 1 0,5 0,5 0,5 0,1 3 2 5 30 3 100 90 10
6 – 9 1 0,5 0,3 0,3 1 0,05 0,1 0,005 0,0005 0,1 0,05 0,05 0,05 0,01 0,3 0,2 0,5 3 0,3 10 9 1
10 5 3 3 10 0,5 1 0,05 0,005 1 0,5 0,5 0,5 0,1 3 2 5 30 3 100 90 10
1 0,5 0,3 0,3 1 0,05 0,1 0,005 0,0005 0,1 0,05 0,05 0,05 0,01 0,3 0,2 0,5 3 0,3 10 9 1
FISIKA 1. Temperatur *2. Zat Padat larut *3. Zat Padat tersuspensi KIMIA *1. pH 2. Besi terlarut (Fe) 3. Mangan terlarut (Mn) 4. Barium (Ba) *5. Tembaga (Cu) 6. Seng (Zn) 7. Krom Heksavalen (Cr) 8. Krom Total (Cr) *9. Cadmium (Cd) 10. Raksa (Hg) 11. Timbal (Pb) 12. Arsen (As) 13. Selenium (Se) *14. Nikel (Ni) *15. Sianida (CN) 16. Sulfida (H2S) 17. Flurida (F) 18. Klorin bebas (Cl2) 19. Amonia bebas (NH3N) 20. Nitrat (NO3-N) 21. Nitrit (NO2-N) 22. BOD5 23. COD 24. Senyawa aktif biru meliten 25. Fenol total 26. Minyak Nabati 27. Minyak Mineral *28. Logam Total Debit Limbah maksimum
Keterangan : Tanda * = wajib uji
Mg/L Mg/L
Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L
1 0,1 12 1,2 50 5 8 0,8 2 100 L per m produk pelapisan logam
1 0,1 12 1,2 50 5 8 0,8 2 100 L per m produk pelapisan logam GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN VII BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI MINUMAN RINGAN
BEBAN PENCEMARAN MAKS. (GRAM/M 3) NO
PARAMETER
SATUAN
KADAR MAKSIMUM
1
2
3
4
C
40 2000 30
FISIKA 1. Temperatur 2. Zat Padat larut *3. Zat Padat tersuspensi (TSS) KIMIA *1. pH 2. Besi terlarut (Fe) 3. Mangan terlarut (Mn) 4. Barium (Ba) 5. Tembaga (Cu) 6. Seng (Zn) 7. Krom Heksavalen (Cr) 8. Krom Total (Cr) 9. Cadmium (Cd) 10. Raksa (Hg) 11. Timbal (Pb) 12. Arsen (As) 13. Selenium (Se) 14. Nikel (Ni) 15. Sianida (CN) 16. Sulfida (H2S) 17. Flurida (F) 18. Klorin bebas (Cl2) 19. Amonia bebas (NH3N) 20. Nitrat (NO3-N) 21. Nitrit (NO2-N) *22. BOD5 23. COD 24. Senyawa aktif biru meliten 25. Fenol total 26. Minyak Nabati 27. Minyak Mineral *28. Minyak & Lemak *29. Debit limbah maksimum
Mg/L Mg/L
6-9 Mg/L 10 Mg/L 5 Mg/L 3 Mg/L 3 Mg/L 10 Mg/L 0,5 Mg/L 1 Mg/L 0,1 Mg/L 0,005 Mg/L 1 Mg/L 0,5 Mg/L 0,5 Mg/L 0,5 Mg/L 0,5 Mg/L 0,1 Mg/L 3 Mg/L 2 Mg/L 5 Mg/L 30 Mg/L 3 Mg/L 50 Mg/L 90 Mg/L 10 Mg/L 1 Mg/L 12 Mg/L 50 Mg/L 6 6 L per L produk minuman
DENGAN PENCUCIAN BOTOL & DENGAN PEMBUATAN SIROP
DENGAN PENCUCIAN BOTOL & TANPA PEMBUATAN SIROP
TANPA PENCUCIAN BOTOL & DENGAN PEMBUATAN SIROP
TANPA PENCUCIAN BOTOL & TANPA PEMBUATAN SIROP
105
84
51
36
6,0-9,0
6,0-9,0
6,0-9,0
6,0-9,0
175
140
85
60
21 3,5 L
17 2,8 L
10,2 1,7 L
7,2 1,2 L
Keterangan : Tanda * = wajib uji
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN VIII BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT
NO.
PARAMETER
SATUAN
KADAR MAKSIMUM
KETERANGAN
1
2
3
4
5
C
30
Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L
30 80 30 0.1 2
Jumlah/100mL
10
Bq/L Bq/L Bq/L Bq/L Bq/L Bq/L Bq/L Bq/L Bq/L Bq/L Bq/L Bq/L
7 x 102 2 x 103 3 x 102 7 x 104 1 x 103 4 x 103 7 x 103 3 x 103 1 x 104 7 x 104 1 x 104 1 x 105
1. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
FISIKA Temperatur KIMIA BOD5 COD TSS NH3 PO4 MIKROBIOLOGIK Total coliform RADIOAKTIVITAS 32 P 35 S 45 Ca 51 Cr 67 Ga 85 Sr 99 Mo 113 Sn 125 I 131 I 192 Ir 201 TI
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN IX BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL
NO.
PARAMETER
SATUAN
KADAR MAKSIMUM
KETERANGAN
1
2
3
4
5
C
35 1500 50
1. 2. *3. *1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. *22. *23. 24. 25. 26. 27.
FISIKA Temperatur Zat Padat larut Zat Padat tersuspensi KIMIA pH Besi terlarut (Fe) Mangan terlarut (Mn) Barium (Ba) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Krom Heksavalen (Cr) Krom Total (Cr) Cadmium (Cd) Raksa (Hg) Timbal (Pb) Arsen (As) Selenium (Se) Nikel (Ni) Sianida (CN) Sulfida (H2S) Flurida (F) Klorin bebas (Cl2) Amonia bebas (NH3N) Nitrat (NO3-N) Nitrit (NO2-N) BOD5 COD Senyawa aktif biru meliten Fenol total Minyak Nabati Minyak Mineral
Keterangan : Tanda * = wajib uji
Mg/L Mg/L
6-9 Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L
1 0,5 1 1 2 0,05 0,1 0,01 0,001 0,03 0,05 0,01 0,1 0,02 0,01 1,5 0,5 0,02 10 0,06 30 50 0,5 0,01 1 1
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN X BAKU MUTU UDARA AMBIEN
NO.
PARAMETER
1
2 1. SO2 (Sulfur Dioksida)
2. CO (Karbon Dioksida) 3. NO2 (Nitrogen Dioksida) 4. O3 (Oksidan) 5. HC (Hidro Karbon) 6. PM10 (Partikel < 10 μm) PM2,5 (Partikel < 2,5 μm) 7. TSP (Debu Total) 8. Pb (Timah Hitam) 9. Dustfail (Debu Jatuh)
WAKTU PENGUKURAN 3
KADAR MAKSIMUM 4
1 Jam 24 Jam 1 Tahun 1 Jam 24 Jam 1 Tahun 1 Jam 24 Jam 1 Tahun 1 Jam 1 Tahun 3 Jam
900 μg/Nm3 365 μg/Nm3 60 μg/Nm3 30.000 μg/Nm3 10.000 μg/Nm3
24 Jam
150 μg/Nm3
24Jam 1 Jam 24 Jam 1 Tahun 24 Jam 1 Tahun 30 Hari
65 μg/Nm3 15 μg/Nm3 230 μg/Nm3 90 μg/Nm3 2 μg/Nm3 1 μg/Nm3 10 ton/km2/bln (Pemukiman) 20 ton/km2/bln (Industri)
KETERANGAN 5
400 μg/Nm3 150 μg/Nm3 100 μg/Nm3 235 μg/Nm3 50 μg/Nm3 160 μg/Nm3
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XI BAKU MUTU EMISI UNTUK JENIS KEGIATAN LAIN KECUALI INDUSTRI SEMEN, INDUSTRI PULP-KERTAS, DAN INDUSTRI BESI-BAJA
WAKTU PENGUKURAN 3
KADAR MAKSIMUM 4
1. Amoniak (NH3)
μg/m3
0,5
2. Gas klorin (Cl2)
μg/m3
10
3. Hidrogen Klorida (HCl)
μg/m3
5
4. Hidrogen Fluorida (HF)
μg/m3
10
5. Nitrogen Dioksida (NO 2)
μg/m3
1000
6. Opasitas
μg/m3
30%
7. Partikel
μg/m3
350
8. Sulfur Dioksida (SO2)
μg/m3
800
9. Total Sulfur tereduksi (H2S)
μg/m3
35
μg/m3
5
11. Arsen (As)
μg/m3
8
12. Antimon (Sb)
μg/m3
8
13. Kadmium (Cd)
μg/m3
8
14. Seng (Zn)
μg/m3
50
15.
μg/m3
12
NO.
PARAMETER
1
2
KETERANGAN 5
BUKAN LOGAM
(Total Reduced Sulphur) LOGAM 10.
Air Raksa (Hg)
Timah Hitam (Pb)
Catatan : □
Volume gas dalam keadaan standar (25 oC dan tekanan 1 Atmosfir)
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XII BAKU MUTU TINGKAT KEBAUAN Bau dari Odoran Tunggal
WAKTU PENGUKURAN 3
KADAR MAKSIMUM 4
1. Aminiak (NH3)
ppm
2.0
2. Metil Merkaptan (CH3 SH)
ppm
0,002
3. Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
0,02
4. Metil Sulfida (CH3)2 - S
ppm
0,01
5. Stirena (C 5H5 CHCH2)
ppm
0,1
NO.
PARAMETER
1
2
Bau dari Odoran Campuran
Tingkat kebauan yang dihasilkan oleh campuran odoran dinyatakan sebagai amabang bau yang dapat diteksi secara sensorik oleh lebih dari 50% anggota penguji yang berjumlah minimal 8 (delapan) orang.
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XIII BAKU MUTU TINGKAT KEBISINGAN
A.
PERUNTUKAN KAWASAN/ LINGKUNGAN KEGIATAN Peruntukan Kawasan
1.
Perumahan dan Pemukiman
55
2.
Perdagangan dan Jasa
70
3.
Perkantoran dan Perdagangan
65
4.
Ruang Terbuka Hijau
50
5.
Industri
70
6.
Pemerintahan dan Fasilitas Umum
60
7.
Rekreasi
70
8.
Khusus :
TINGKAT KEBISINGAN dB (A)
-
Pelabuhan Laut
70
-
Cagar Budaya
60
-
Bandar udara *)
70 – 75 WECPNL
B.
Lingkungan Kegiatan
1.
Rumah Sakit atau Sejenisnya
55
2.
Sekolah atau sejenisnya
55
3.
Tempat ibadah dan sejenisnya
55
Keterangan : *) = disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan. dB(A) = Desibel
WECPNL = Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XIV I.
AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU DAN KENDARAAN BERMOTOR YANG SEDANG DI PRODUKSI ( CURRENT PRODUCTION )
KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI L
NO.
KATEGORI
1. a. L1 b. L2 c. L3 < 150 cm 2
d. L3 > 150 cm 3
e. L4 dan L5 motor bakar cetus api
f. L4 dan L5 motor bakar penyalaan kompresi
Keterangan : - L1 =
- L2
=
- L3
=
- L4
=
- L5
=
PARAMETER
CO HC + NOX CO HC + NOX CO HC NOX CO HC NOX CO HC NOX CO HC NOX
NILAI AMBANG BATAS (GRAM/KM) 1,0 1,2 3,6 1,2 5,5 1,2 0,3 5,5 3,0 0,3 7,0 1,5 0,4 2,0 1,0 0,65
METODE UJI ECE R 47 ECE R 47 ECE R 40
ECE R 40
ECE R 40
ECE R 40
Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm 3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya. Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda sembarang dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm 3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya. Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya. Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda asimetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm 3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya (sepeda motor dengan kereta). Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm 3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.
II. AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU DAN KENDARAAN BERMOTOR YANG SEDANG DI PRODUKSI ( CURRENT PRODUCTION ) DENGAN PENGGERAK MOTOR BELAKANG CETUS API BERBAHAN BAKAR BENSIN KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI M DAN N
NO.
CO HC + NOX
NILAI AMBANG BATAS (GRAM/KM) 2,2 0,5
A. KELAS I, RM(3) < 1250 KG
CO HC + NOX
2,2 0,5
ECE R 83-04
B. KELAS II, 1250 KG
CO HC + NOX
4,0 0,6
ECE R 83-04
C. KELAS III RM>1700 KG
CO HC + NOX
5,0 0,7
ECE R 83-04
KATEGORI(1)
1. M1, GVW(2) < 2,5 TON, TEMPAT DUDUK < 5 TIDAK TERMASUK TEMPAT DUDUK PENGEMUDI 2. M1, TEMPAT DUDUK 6 – 8 TIDAK TERMASUK TEMPAT DUDUK PENGEMUDI GVW > 2,5 TON ATAU N1, GVW < 3,5 TON
PARAMETER
METODE UJI
ECE R 83-04
Keterangan : - (1) = Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan pengkategorian tabel diatas maka nilai ambang batas mengacu kepada pengkategorian GVW (2) = GVW Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB). (3) = RM Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa 100 Kg. - M1 = Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai tidak lebih dari 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi. - N1 = Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 3,5 ton. Untuk kendaraan kategori O, O1, dan O2 metode uji dan nilai ambang batas mengikuti kategori N1 ; -O = Kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel. - O1 = Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton. - O2 = Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak lebih berat dari 3,5 ton.
III.
AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU DAN KENDARAAN BERMOTOR YANG SEDANG DI PRODUKSI ( CURRENT PRODUCTION ) DENGAN PENGGERAK MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI (DIESEL)
KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI BAHAN BAKAR DIESEL
CO HC + NOX PM
NILAI AMBANG BATAS (GRAM/KM) 1,0 0,7 (0,9)(4) 0,08 (0,1) (4)
A. KELAS I, RM(3) < 1250 KG
CO HC + NOX PM
1,0 0,7 (0,9)(4) 0,08 (0,1) (4)
ECE R 83-04
B. KELAS II, 1250 KG
CO HC + NOX PM
1,25 1,0 (1,3) (4) 0,12 (0,14)(4)
ECE R 83-04
C. KELAS III RM>1700 KG
CO HC + NOX PM
1,5 1,2 (1,6) (4) 0,17 (0,2) (4)
ECE R 83-04
CO HC NOX PM
4,0 1,1 7,0 0,15
ECE R 49-02
KATEGORI(1)
NO.
1. M1, GVW(2) < 2,5 TON, TEMPAT DUDUK < 5 TIDAK TERMASUK TEMPAT DUDUK PENGEMUDI 2. M1, TEMPAT DUDUK 6 – 8 TIDAK TERMASUK TEMPAT DUDUK PENGEMUDI GVW > 2,5 TON ATAU N1, GVW < 3,5 TON
3. M2, M3, N2, N3, O3 DAN O4, GVW(2) > 3,5 TON
- (1)
=
- (2) - (3) - (4)
= = =
- M2
=
- M3
=
- N2
=
PARAMETER
METODE UJI
ECE R 83-04
Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan pengkategorian tabel diatas maka nilai ambang batas mengacu kepada pengkategorian GVW GVW Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB). RM Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa 100 Kg. Nilai ambang batas (untuk Diesel Injeksi Langsung) dan setelah 3 tahun nilai ambang batasnya. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 5 ton. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 5 ton. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 5 ton.
- N3
=
- O3
=
- O4
=
Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 12 ton. Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 10 ton. Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 10 ton. GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XV BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK WISATA BAHARI
NO.
PARAMETER
FISIKA 1. Warna 2. Bau 3. Kecerahan a 4. Kekeruhana 5. Padatan tersuspensi totalb 6. Suhuc 7. Sampah 8. Lapisan Minyak5 KIMIA 1. pHd 2. Salinitase 3. Oksigen Terlarut (DO) 4. BOD5 5. Amoniak Bebas (NH 3-N) 6. Fospat (PO4-P) 7. Nitrat (NO3-N) 8. Sulfida (H2S) 9. Senyawa Fenol 10. PAH (Poliaromatik hidrokarbon) 11. PCB (Poliklor Bifenil) 12. Surfaktan (detergen) 13. Minyak dan Lemak 14. Pestisida f LOGAM TERLARUT 1. Raksa (Hg) 2. Kromium Heksavalen (Cr(VI)) 3. Arsen (As) 4. Cadmium (Cd) 5. Tembaga (Cu) 6. Timbal (Pb) 7. Seng (Zn) 8. Nikel (Ni) BIOLOGI 1. E.Coliform (inecal) 2. Coliform (total)g
SATUAN
BAKU MUTU
Pt.Co m ntu Mg/l o C -
30 Tidak berbau >6 5 20 Alami2© Nihil 1(4) Nihil 1(5)
%o Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L ug/L Mg/L(MBAS) Mg/L ug/L
7 – 8,5 (d) Alami 3(e) >5 10 Nihil 1 0,015 0,008 Nihil1 Nihil 1 0,003 Nihil1 0,001 1 Nihil1
Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L
0,002 0,002 0,025 0,002 0,050 0,005 0,095 0,075
MPN/100mL MPN/100mL
200 1000
RADIO NUKLIDA 1. Komposisi yang tidak diketahui
Bq/L
4
Keterangan : 1. Nilai adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan). 2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual). 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer ) dengan ketebalan 0,01 mm. a. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% kedalaman euophotic. b. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata musiman. c. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 2 oC dari suhu alami. d. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH. e. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 5% salinitas rata-rata musiman. f. Berbagai jenis pestisida seperti : DDT, endrin, endosulfan, dan heptachlor. g. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata musiman. GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XVI BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK PERAIRAN PELABUHAN
NO.
PARAMETER
FISIKA 1. Kecerahan a 2. Kebauana 3. Padatan tersuspensi totalb 4. Sampah 5. Suhuc 6. Lapisan Minyak5 KIMIA 1. pHd 2. Salinitase 3. Amonia total (NH3-N) 4. Sulfida (H2S) 5. Hidrokarbon total 6. Senyawa Fenol total 7. PCB (Poliklor Bifenil) 8. Surfaktan (detergen) 9. Minyak dan Lemak 10. TBT (tri butil tin)6 LOGAM TERLARUT 1. Raksa (Hg) 2. Cadmium (Cd) 3. Tembaga (Cu) 4. Timbal (Pb) 5. Seng (Zn) BIOLOGI 1. Coliform (total)
SATUAN
BAKU MUTU
m Mg/l o C -
>3 Tidak berbau 80 Nihil 1(4) Alami3© Nihil 1(5)
%o Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L ug/L Mg/L (MBAS) Mg/L ug/L
6,5 – 8,5 (d) Alami 3(e) 0,3 0,03 1 0,002 0,01 1 3 0,01
Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L
0,003 0,001 0,05 0,05 0,1
MPN/100mL
1000
Keterangan : 1. Nilai adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan). 2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual). 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer ) dengan ketebalan 0,01 mm. 6. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal. a. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% kedalaman euophotic. b. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata musiman. c. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 2 oC dari suhu alami. d. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH. e. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 5% salinitas rata-rata musiman. f. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata musiman. GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XVII BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK BIOTA LAUT
NO.
PARAMETER
FISIKA 1. Kecerahan a
2. Kebauan 3. Kekeruhana 4. Padatan tersuspensi totalb
5. Sampah 6. Suhud
7. Lapisan Minyak5 KIMIA 1. pHd 2. Salinitase
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Oksigen Terlarut (DO) BOD5 Amoniak Bebas (NH 3-N) Fospat (PO4-P) Nitrat (NO3-N) Sulfida (H2S) Senyawa Fenol PAH (Poliaromatik hidrokarbon) PCB (Poliklor Bifenil) Surfaktan (detergen) Minyak dan Lemak Pestisida f TBT (tri butil tin)6
LOGAM TERLARUT 1. Raksa (Hg) 2. Kromium Heksavalen (Cr(VI)) 3. Arsen (As)
SATUAN
BAKU MUTU
m
Coral >6 Mangrove Lamun >3 Alami 2© <5 Coral >20 Mangrove >80 Lamun >20 Nihil 1(4) Alami3© Coral : 28-30 © Mangrove : 33-34 © Lamun : 28 – 30 © Nihil 1(5)
ntu Mg/l
o
C
-
Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L Mg/L ug/L Mg/L(MBAS) Mg/L ug/L ug/L
7 – 8,5 (c) Alami3(e) Coral : 33-34 (e) Mangrove : 33-34 (e) Lamun : 33 – 34 (e) >5 20 0,3 0,015 0,008 0,5 0,01 0,003 0,002 0,01 1 0,01 0,01
Mg/L Mg/L Mg/L
0,001 0,005 0,012
%o
Keterangan : 1. Nilai adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan). 2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual). 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah la pisan tipis (thin layer ) dengan ketebalan 0,01 mm. 6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan euthrofikasi . 7. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri. 8. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal. a. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% kedalaman euophotic. b. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata musiman. c. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 2 oC dari suhu alami. d. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH. e. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 5% salinitas rata-rata musiman. f. Berbagai jenis pestisida seperti : DDT, endrin, endosulfan, dan heptachlor. g. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata musiman. GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XVIII KRITERIA KERUSAKAN LINGKUNGAN BAGI USAHA ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C JENIS LEPAS DI DARATAN
PERUNTUKAN NO.
ASPEK/SIFAT FISIK DAN HAYATI LINGKUNGAN
1
2
TANAMAN TAHUNAN
TANAMAN PANGAN LAHAN BASAH
TANAMAN PANGAN LAHAN KERING DAN PETERNAKAN
3
4
5
6
Lebih dalam 1 meter diatas muka air tanah pada musim hujan < 5 meter dari batas SIPD
Melebihi muka air tanah pada musim hujan < 5 meter
Lebih dari 10 cm di bawah muka air tanah pada musim hujan < 5 meter
< 5 meter
1 meter
1 meter
1 meter
1 meter
8 %
8 %
3 %
8 %
a. Tebing Teras
Tinggi 3 m
Tinggi 3 m
Tinggi 3 m
Tinggi 3 m
b. Dasar Teras
Lebar < 6 m
Lebar < 6 m
Lebar < 6 m
Lebar < 6 m
PEMUKIMAN DAN DAERAH INDUSTRI
1. TOPOGRAFI 1.1.
Lubang Galian
a. Kedalaman
b. Jarak 1.2.
Melebihi muka air tanah pada musim hujan
Dasar Galian
a. Perbedaan Relief dasar galian b. Kemiringan dasar galian 1.3. Dinding Galian
2. TANAH
Tanah yang dikembalikan sebagai Tanah penutup
< 25 cm
< 50 cm
< 25 cm
< 25 cm
3. VEGETASI 3.1
Tutupan Tanaman budi daya
3.2
Tutupan tanaman tahunan
3.3
Tutupan tanaman lahan basah
3.4
Tutupan tanaman lahan kering/rumput
< 20 % tanaman tumbuh di seluruh lahan penambangan < 50 % tanaman tumbuh di seluruh lahan penambangan < 50 % tanaman tumbuh di seluruh lahan penambangan < 50 % tanaman tumbuh di seluruh lahan penambangan
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA