PERTUMBUHAN SEL
Dasa Haryuwibawa 110405057
Rizka Rinda 110405063
Tongam May A. Sinaga 110405067
Nuim Hayat 110405029
Alvian 110405031
Aulia Fitri 110405033
Rikki Alanta A. Barus 110405035
Aulia Bismar Paduana 110405037
Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara
Medan
2014
1. Pertumbuhan Sel
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai peningkatan komponen - komponen seluler. Terdapat dua macam pertumbuhan sel, yaitu pertumbuhan yang berakibat peningkatan ukuran sel tetapi tidak jumlah sel. Dan yang kedua adalah pertumbuhan yang diikuti dengan peningkatan jumlah sel. Dalam hal yang pertama, inti sel membelah tetapi tidak diikuti oleh pembelahan sel.
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Sel
(Hamdiyati, 2011)
Tahap-tahap pertumbuhan sel yaitu:
1. Fase Lag
Pada saat pertama kali organisme ditumbuhkan pada media kultur yang baru biasanya tidak segera didapati peningkatan jumlah atau massa sel. Walaupun demikian sel tetap mensintesis komponen seluller. Fase lag dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain karena sel yang sudah tua dan kekurangan ATP, essential cofactors serta ribosom. Substansi substansi ini harus terlebih dahulu disintesis sebelum pertumbuhan berlangsung. Kemungkinan yang lain adalah media pertumbuhan yang berbeda dengan media pertumbuhan sebelumnya. Dalam hal ini enzim- enzim baru akan diperlukan untuk penggunaan nutrisi yang berbeda. Selain itu lag fase dapat terjadi apabila sel mengalami kerusakan sehingga membutuhkan waktu untuk perbaikan kembali. Lamanya lag phase bervariasi tergantung pada kondisi sel dan sifat dari media. Sel yang sudah tua atau baru saja dikeluarkan dan tempat penyimpanan (refrigerated) atau dikultur dalam suatu media dengan kandungan nutrisi yang berbeda akan membutuhkan lag fase yang lebih panjang jika dibandingkan dengan sel yang masih muda dan dikulturkan pada media baru yang sama.
2. Fase Eksponensial
Fase ini disebut juga dengan fase log. Organisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum tergantung pada sifat genetik, medium dan kondisi pertumbuhan. kecepatan pertumbuhan konstant, sel membelah dan meningkat jumlahnya (doubling) dalam interval yang teratur. Pada fase ini sel mempunyai kesamaan sifat kimia dan fisiologi sehingga banyak digunakan dalam studi - studi biokimia dan fisiologi.
3. Fase Stationer
Pada fase ini kurva pertumbuhan berhenti dan kurva horisontal. Hal ini disebabkan ketidakseimbagan nutrient dan O2, keseimbangan jumlah sel yang membelah dan yang mati, tipe organisme serta akumulasi limbah toksik seperti asam laktat. Bakteri mampu tumbuh pada maksimum populasi sel (cell density) 1 x sel/ml sedangkan protozoa dan alga hanya mampu tumbuh pada tingkat populasi 1 x 106 sel/ml.
4. Fase Kematian
Pada fase kematian adanya perubahan lingkungan tumbuh seperti kehabisan nutrisi dan akumulasi limbah toksik menjadi faktor penyebab menurunnya jumlah sel hidup. Sel mengalami kernatian dalam pola logaritmik (Biyobe, 2012)
2. Kultur Curah
Kultur curah merupakan salah satu teknik perkembangan mikroorganisme dengan menggunakan sistem batch. Dasar mengenai kultur curah yaitu:
Kultur curah merupakan cara yang paling sederhana, sehingga menjadi titik awal untuk studi kinetika kultivasi
Resiko kontaminasi rendah
Konsentrasi produk akhir lebih tinggi
Tidak perlu mikroba dengan kestabilan tinggi karena waktu kultivasinya pendek
Dapat untuk fase fermentasi yang berbeda pada bioreaktor yang sama (Contoh : pertumbuhan sel pd fase eksponensial &pembentukan produk pd fase stasioner = metabolit sekunder
Pada industri farmasi, semua bahan-bahan yang digunakan harus diketahui dengan tepat, sehingga lebih praktis dengan proses curah
Dari aspek rekayasa bioproses, kultur curah lebih fleksibel dalam perencanaan produksi, terutama untuk memproduksi beragam produk dengan pasar kecil
Kelemahan : Terakumulasi produk yang dapat menghambat pertumbuhan
(Borowatzki, 1988)
3. Kondisi Lingungan yang Berpengaruh pada Pertumbuhan
Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor yang berasal dari lingkungannya. Mikroorganisme tersebut harus dapat beradaptasi terhadap lingkungannya guna kelangsungan hidupnya untuk jangka panjang. Adapun kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan sel yaitu:
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sel. Semua makhluk hidup membutuhkan suhu yang sesuai untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Adapun berdasarkan suhu pertumbuhannya, mikroorganisme dibedakan atas 3 kelompok, yaitu:
Psikrofil, yaitu mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang suhu antara 0 oC – 20 oC dengan suhu optimumnya sekitar 15 oC
Mesofil, yaitu mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang suhu antara 20 oC – 45 oC.
Termofil, yaitu mikroorganisme yang dapat tumbuh pada suhu 35 oC atau lebih.
Derajat Keasaman (pH)
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme dipengaruhi oleh pH habitat. Derajat keasaman dinyatakan dalam skala pH dengan rentang nilai 0 – 14. Derajat keasaman air murni yaitu 7 (netral). Nilai pH yang semakin menurun mendekati nol, maka keasamannya semakin meningkat, sedangkan nilai pH yang meningkat hingga mencapai 14 maka nilai kebasaan (alkalinitas) semakin meningkat. Selama proses pertumbuhan nilai pH dapat berubah. Adapun rentang pH bagi pertumbuhan bakteri antara 4 – 9 dengan pH optimum 6,5 – 7,5. Sedangkan jamur lebih menyukai pH asam, dengan rentang pH pertumbuhannya yaitu 1 – 9 dan pH optimumnya 4 – 6.
Oksigen
Gas atmosfer yang mempengaruhi pertumbuhan sel yaitu gas oksigen dan karbondioksida, tetapi yang terpenting adalah gas oksigen. Oksigen tidak mutlak dibutuhkan oleh mikroorganisme karena pada beberapa mikroorganisme, oksigen itu sendiri dapat menjadi racun bagi pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhan atas oksigen, mikroorganisme dapat dibagi atas 4 kelompok, yaitu:
Mikroorganisme aerob, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen
Mikroorganisme anaerob, yaitu mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen karena oksigen tersebut dapat membentuk hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat menjadi racun dan menyebabkan kematian
Mikroorganisme fakultatif anaerob, yaitu mikroorganisme yang tetap tumbuh dalam lingkungan fakultatif anaerob
Mikroorganisme aerofilik, yaitu mikroorganisme yang membutuhkan oksigen dalam jumlah yang terbatas karena jumlah oksigen yang berlebih dapat menghambat kinerjanya dan menyebabkan kematian
(Hamdiyati, 2011)
4. Model Kinetika Pertumbuhan
Kinetika pertumbuhan sel dapat ditunjukan menggunakan persamaan vmaks= k2eadari persamaan matematik didapat turunan persamaan baik pada enzim ataupun pada sel, semua metabolisme sel bergantung pada reaksi banyak enzim.
Pertumbuhan Batch
Beberapa persamaan pertumbuhan sel bisa dilihat dari kultur batch, jenis kurva pertumbuhan ditunjukan pada kurva
Perbedaan fasa pertumbuhan lebih jelas pada logaritma natural pada knsentrasi sel hidup yang diplotkan dengan waktu.
Tahap
Deskripsi
Laju pertumbuhan spesifik
Lag
Sel beradaptasi dengan lingkungan baru, dengan pertumbuhan amat sedikit bahkan tidak ada
μ 0
Percepatan
Pertumbuhan dimulai
μ <μmax
Pertumbuhan
Pertumbuhan menuju pada puncak pertumbuhan
μ μmax
Penurunan
Pertumbuhan melambat , sel kehabisan nutrisi bahkan membentuk produk inhibitor
μ <μmax
Tetap
Pertumbuhan tetap
μ=0
Kematian
Pertumbuhan kehilang kelangsungan hidup
μ <0
Selama fasa pertumbuhan dan tahap kemuduran,laju pertumbuhan dapat di gambarkan dengan persamaan:
rx= μ x
Dimana:
rx = laju volumetri biomasa kg m-3s-1
x = konsentrasi sel (kg m-3)
µ = laju spesifik pertumbuhan (dimensi dari T-1)
jika µ konstan dan pada kondisi x=x0 dan t = 0
x= x0eμt
Lalu persamaan di logaritma kan, menjadi:
lnx=lnx0+μt
Plot ln x vs waktu memberikan hubungan garis lurus dangan slope sebesar µ , persamaan tersebut berlaku jika nilai µ tidak di ganti.
(Doran, 1995)
5. Model Pertumbuhan Inhibitor
Bila dalam proses pertumbuahan sel dengan bantuan enzim, substrat berlebih dapat menjadi inhibitor pada medium pertumbuhan. Pola penghambatan yang disebabkan oleh inhibitor ini memiliki pola yang sama dengan reaksi katalis enzim.
Pola Hambatan Substrat
Bila bila reaksi enzim substrat tunggal merupakan lankah penentu dalam pertubuhan mikroba, maka hambatan aktifitas enzim dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah mempunyai pola yang sama.
Hambatan Produk
Bila konsentrasi produk tinggi dapat menjadi penghambat untuk pertumbuhan mikroba. Penghambat produk dapat kompetitif atau nonkompetitif, laju pertumbuhan terhambat didekati dinyatakan dengan persamaan ekponensial.
Hambatan Senyawa Toksik
Beberapa inhibitor bukan berasal dari subtract ataupun produknya tetapi berasal dari senyawa lain yang senyawa toksik. Senyawa tersebut dapat menyebabkan sel sel mati atau tidak aktif lagi (Lubis, dkk., 2006)
6. Pertumbuhan Sel dalam Kultur Sinambung
Kultur berkesinambungan adalah seperangkat teknik yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang dapat bereproduksi pada tingkat pertumbuhan submaksimal dengan keterbatasan pertumbuhan yang berbeda sedemikian rupa, sehingga kondisi kultur tetap hampir konstan (dalam keadaan tunak) selama jangka waktu yang panjang. Dalam keadaan tunak, pertumbuhan organisme dapat dipelajari dengan sangat rinci di bawah keadaan fisiokimia dengan kontrol yang tepat. Kondisi seperti itu bisa diterima banyak pemodelan matematika yang memungkinkan analisis kuantitatif yang kuat dari kegiatan mikroba. Prinsip kultur berkesinambungan pertama kali muncul dalam literatur dekat pertengahan abad kedua puluh, terutama dari pekerjaan yang dilakukan di laboratorium dari Herbert, Monod, dan Novick. Sejak saat itu, teknik kultur berkesinambungan telah menjadi alat yang umum dalam penelitian dan industri.
Penggunaan kultur berkesinambungan telah memungkinkan studi menjadi beberapa fenomena ekologi, termasuk hubungan antara tingkat pertumbuhan dan fluks metabolisme intraselular, respon transkripsional mikroorganisme ke berbagai keterbatasan nutrisi, strategi kompetitif antara mikroorganisme pada konsentrasi hara rendah, serta seleksi dan persaingan antara mutan secara spontan atau terancang untuk aplikasi bioteknologi. Sebagaimana alat sinergis terus menjadi lebih kuat dan tersedia secara luas, jumlah penggunaan dan nilai teknik kultur berkesinambungan klasik kemungkinan akan terus tumbuh pada tingkat yang sebanding (Kuenen dan Johnson, 2009).
Penerapan metode mikrobiologi dan pengalaman untuk membentuk bioteknologi baru yang muncul untuk kultur sel tanaman telah tampil dalam beberapa tahun terakhir. Teknik kultur berkesinambungan menggunakan prinsip chemostat awalnya dikembangkan dengan bakteri untuk tujuan memungkinkan kontrol pertumbuhan dalam kondisi ekuilibrium yang ditetapkan. Potensial metode, baik sebagai alat penelitian dan sebagai alat produksi mengarah ke penerapannya pada jamur, hewan, dan belakangan ini untuk menanam kultur sel. Kultur berkesinambungan pada sel tumbuhan telah difasilitasi oleh munculnya kemampuan suspensi sel relatif halus yang tersebar dan homogen pada pertumbuhan media komposisi kimia tertentu (Wilson, 1980)
Kultur Berkesinambungan adalah sistem kultur 'terbuka' di mana media segar (sterilisasi) diperkenalkan pada kecepatan aliran (Φ), dari cairan kultur secara terus menerus dikeluarkan pada kecepatan yang sama. Dalam kultur berkesinambungan, adalah mungkin untuk menjaga konsentrasi keadaan tunak dari nutrisi pertumbuhan berbatas dalam kultur, yang memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme pada tingkat submaksimal. Selain itu, dalam kultur berkesinambungan, parameter seperti pH, tekanan oksigen, konsentrasi produk pengeluaran, dan kerapatan populasi dapat dengan mudah dikendalikan. Beberapa jenis metode kultur berkesinambungan yang ada (yaitu, auxostat, turbidostat, dan chemostat), tapi sejauh ini yang paling umum adalah kultur berkesinambungan aliran terkontrol, chemostat. Chemostat adalah sistem kultur berkesinambungan di mana laju pengenceran (D), dan laju pertumbuhan spesifik (μ), diatur secara eksternal dan semua parameter pertumbuhan lainnya akan beradaptasi dengan sesuai (Kuenen dan Johnson, 2009).
Dalam kultur batch aktivitas biosintesis sel terkultur bervariasi dengan tingkat pertumbuhan dan ketersediaan substrat. Studi tentang faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme sel difasilitasi oleh tiga fitur khusus kultur chemostat.
a) Chemostat memungkinkan pengendalian dari laju pertumbuhan dengan tidak ada perubahan terhadap lingkungan selain konsentrasi substrat pertumbuhan berbatas.
b) Chemostat dapat digunakan untuk memperbaiki laju pertumbuhan keadaan tunak ketika lingkungan berubah. Misalnya laju pertumbuhan yang sama dapat dipertahankan di bawah pembatasan fosfat atau nitrat. Hal ini berguna untuk membedakan antara efek dari perubahan laju pertumbuhan dan perubahan nutrisi berbatas pada metabolisme sel.
c) Chemostat dapat digunakan untuk mempertahankan pertumbuhan substrat terbatas sementara pada saat yang sama menjaga lingkungan konstan. Hal ini berbeda dengan karakteristik kultur batch tertutup di mana substrat pertumbuhan berbatas dicapai hanya secara sementara dan disertai dengan perubahan laju pertumbuhan dan lingkungan.
Teknik chemostat dapat menawarkan dua keuntungan yang berbeda:
Dapat memperluas jangkauan kondisi yang mungkin dalam suatu kultur
Dapat digunakan untuk mengatasi beberapa kesulitan dalam menafsirkan pola kompleks pertumbuhan yang selalu terjadi dalam kultur batch.
Kedua fitur tersebut memungkinkan memberikan pemahaman yang lebih baik ditetapkan dari pengaturan metabolisme dalam sel tanaman terkultur (Wilson, 1980).
Mikroorganisme, diinokulasi ke dalam medium pertumbuhan yang sesuai, yang akan tumbuh pada tingkat yang maksimum yang mungkin di bawah kondisi yang diberikan. Selama pertumbuhannya, lingkungan akan terus berubah, tapi selama kondisi masih menguntungkan, pertumbuhan akan berlanjut sampai setidaknya satu dari substrat penting dalam medium menjadi pembatas. Jika semua nutrisi lainnya yang ada secara berlebih, ini disebut substrat pertumbuhan berbatas (Kuenen dan Johnson, 2009).
Kunci untuk pengoperasian chemostat terletak pada cara laju pembelahan sel (μ) terkait dengan konsentrasi substrat pertumbuhan terbatas dalam medium. Dalam media di mana semua komponen essefitial yang lebih kecuali satu (pertumbuhan substrat berbatas), laju pembelahan sel ditunjukkan oleh Monod berhubungan dengan konsentrasi substrat terbatas dengan cara ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Kurva Hubungan Laju Pertumbuhan Spesifik dengan Konsentrasi Substrat Berbatas
(Wilson, 1980)
Untuk beberapa mikroorganisme kurva eksperimen yang diperoleh dilengkapi dengan cukup baik oleh persamaan yang disarankan oleh Monod:
(Wilson, 1980)
Dimana:
μ : laju pertumbuhan spesifik
μmax : laju pertumbuhan spesifik maksimum
s : konsentrasi substrat pertumbuhan berbatas
Ks : Konstanta kejenuhan Monod
Dalam operasi, laju pengenceran yang tersedia diatur ke nilai laju pembelahan sel yang sesuai, sel itu sendiri diatur dengan keadaan tunak di mana kepadatan sel dan konsentrasi substrat berbatas tetap konstan tanpa batas. Jadi dengan penyesuaian laju pengenceran (D) laju pertumbuhan keadaan tunak yang berbeda dapat dipertahankan. Media segar (sterilisasi) dari media penampung diperkenalkan pada kecepatan aliran tunak Φ, dari cairan kultur muncul pada kecepatan yang sama, biasanya dengan sistem overflow sederhana. Dengan volume konstan V, dan kecepatan aliran masuk Φ, laju pengenceran D, didefinisikan sebagai:
(Kuenen dan Johnson, 2009)
Dimana laju pengenceran dinyatakan dalam h-1.
Jadi laju pengenceran D memiliki satuan yang sama (h-1) sebagai laju pertumbuhan μ dan dalam kondisi steady state:
D = μ (Wilson, 1980)
Dalam keadaan tunak kesetimbangan dinamis ditetapkan untuk nutrisi berbatas yang dapat disetarakan sebagai berikut:
Kesetimbangan Konsentrasi Substrat = Substrat Masukan – Substrat Keluaran – Substrat Terpakai
Dinyatakan secara aljabar:
Dimana:
SR = konsentrasi substrat berbatas dalam media masukan
s = kesetimbangan konsentrasi substrat berbatas dalam kultur chemostat
x = densitas sel kondisi tunak
y = koefisien yield sel yang terbentuksubstrat yang digunakan
Hubungan antara konsentrasi substrat berbatas SR dan densitas sel keadaan tunak (x) diperoleh pada awalnya diusulkan oleh Monod sebagai berikut:
Singkatnya, Model Monod tentang pertumbuhan mikroorganisme mempermudah definisi dalam kaitannya dengan lingkungan nutrien dalam hal tiga faktor; μmax, Ks dan Y.
Dalam bentuk yang paling sederhana chemostat terdiri dari bejana kultur di mana media segar ditambahkan secara terus menerus ke suatu volume tetap pada kultur yang sedang tumbuh. Komposisi media masukan disesuaikan sehingga nutrisi tunggal terbatas. Sel-sel tumbuh pada suatu laju ditentukan oleh laju media masukan dan kultur overflow. Setelah pertumbuhan keadaan tunak dicapai, laju pembelahan sel persis sama dengan tingkat pengenceran oleh media segar. Pada akhirnya laju pertumbuhan ditentukan oleh konsentrasi pertumbuhan nutrisi berbatas dalam bejana chemostat (Wilson, 1980).
Gambar 2. Diagram Alir untuk 4L Chemostat Sistem Kultur Berkesinambungan
(Wilson, 1980)
Kata Kunci:
A = aerator
AI = udara masukan
AO = udara keluaran
CL = sirkulasi putaran
CLD = perangkat tingkat konstan
CRV = wadah penerima kultur
CW = kapas filter
DD = pendeteksi densitas kultur
F = filter udara
FI = induksi aliran
GC = coil kaca (untuk kontrol suhu)
IMR = wadah medium perantara
MCL = garis pencucian merkuri klorida
MFU = unit filter medium
MS = motor penggerak magnetic stirrer
MSL = jalur suplai medium yang baru
OS = katup solenoida keluaran
PEL = putaran penyeimbang tekanan
SR = wadah sampel
SWL = garis air steril
ST = tabung sampel
TCW = air dengan suhu terkontrol
Gambar 3. Diagram Alir untuk 4L Chemostat Sistem Kultur Berkesinambungan
(Wilson, 1980)
Kata Kunci:
MR = wadah medium
MP = pompa medium
F = filter udara
M = meteran laju alir udara
H = humidifier/pelembab
AP = pompa udara
B = air bleed
KESIMPULAN
Tahap – tahap pertumbuhan sel yaitu fase lag, fase eksponensial, fase stationer dan fase kematian
Kultur curah merupakan salah satu teknik perkembangan mikroorganisme dengan menggunakan sistem batch.
Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sel yaitu suhu, derajat keasaman (pH) dan kebutuhan akan oksigen.
Pola hambatan inhibitor terdiri dari pola hambatan substrat, pola hambatan produk dan pola hambatan senyawa toksik.
Kultur berkesinambungan adalah seperangkat teknik yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang dapat bereproduksi pada tingkat pertumbuhan submaksimal dengan keterbatasan pertumbuhan yang berbeda sedemikian rupa.
DAFTAR PUSTAKA
Biyobe, 2012. Teknologi Bioproses 2012. Gramedia. Jakarta
Borowitzka, M.A., & Borowitzka, L.J. 1988. Microalgal Biotechnology. New York : Cambridge University Press
Doran, Pauline M. 1995. Bioprocess Engineering Principles. USA: Elsevier Science & Technology Books.
Hamdiyati, Yanti. 2011. Pertumbuhan dan Pengendalian Mikroorganisme. Universitas Pendidikan Indonesia
Kuenen, J. G., & Johnson, O. J. 2009. Continuous Cultures (Chemostats). Los Angeles, CA : Elsevier, Inc.
Wilson, G. 1980. Continuous Culture of Plant Cells Using the Chemostat Principle. Department of Botany University College Dublin Belfield, Dublin 4, Ireland : Springer, Inc.