Perubahan Kulit pada Lansia oleh Anita Maria Ulfa, 1406544532
Perubahan kondisi kulit biasa terjadi selama penuaan seperti peningkatan kejadian penyakit kulit karena penuaan dan penumpukan paparan lingkungan, terutama ultraviolet (UV). Prevalensi penyakit kulit timbul terus-menerus selama kehidupan (Andrew, 2008). Perubahan biologi dan fisiologi pada kulit lansia merupakan akibat prevalensi lebih tinggi penyakit sistemik, seperti diabetes, ketidakcukupan vaskuler dalam mensuplai jaringan, dan kondisi neurologi, yang berakibat pada kulit. Secara fisiologis, kulit akan mempengaruhi proses termoregulasi, pembuangan sisa metabolisme, perlindungan struktur pokok, sintetis vitamin D, keseimbangan cairan dan elektrolit, dan sensasi nyeri, sentuhan, tekanan, suhu, dan getaran. Kulit merupakan indikator yang paling terlihat pada lansia dan efek kombinasi dari penuaan biologi, gaya hidup, dan lingkungan. Perawatan kulit lansia memerlukan kesadaran akan perubahan kutaneous seiring penuaan dan paparan sinar UVR. Secara struktural, kulit terdiri dari tiga lapis: epidermis, dermis, dan jaringan subkutaneus. Rambut, kuku, dan kelenjar keringat juga merupakan bagian dari sistem integumen. Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang impermeable, mencegah cairan keluar dari tubuh dan partikel luar masuk ke tubuh (Miller, 2012). Epidermis terdiri dari sel yang selalu regenerasi, kornifikasi, dan shedding. Sel epidermal berkembang dari lapisan dalam epidermis dan bermigrasi kepinggir kulit. Seiring bertambahnya usia, tingkat pergantian sel semakin menurun. Melanosit sel epidermal adalah sel yang memberikan warna kulit dan penyediakan perlindungan melawan radiasi UV. Mulai usia 25 tahun, sejumlah melanosit menurun sekitar 10% sampai 20% setiap dekade. Meskipun terjadi penurunan perlindungan kulit, kepadatan sel melanosit yang terkena kulit dua kali atau tiga kali dari yang tidak terkena kulit. Seiring penuaan, sel Langerhans yang menyediakan makrofag juga mengalami penurunan sekitar 50%-70%. Papilla memberikan tekstur pada kulit dan menghubungkannya dengan dermis. Pada lansia, papilla retraksi akibat dari perataan sambungan dermal-epidermal dan mengurangi permukaan antara dermis dan epidermis. Hal ini berhubungan dengan lambatnya transfer nutrisi dermis dan epidermis. Perubahan terjadi pada beberapa derajat pada semua permukaan kulit (Miller, 2012). Dermis terdiri dari 80% kolagen yang memberikan elastisitas dan tarikan kuat, 5% elastin mempertahankan tekanan dan peregangan, dan substansi sekitar dermis untuk menarik air. Pembuluh darah di pleksus dalam untuk termoregulasi, di pleksus superfisial untuk suplai nutrisi ke epidermal. Saraf kutaneous pada dermis berguna untuk menerima rangsangan dari luar seperti nyeri, tekanan, suhu, dan sentuhan (Miller, 2012). Penuaan menjadikan ketebalan dermis secara bertahap berkurang dengan penipisan kolagen sekitar 1% per tahun. Elastin meningkat dalam jumlah namun kualitas menurun karena bertambahnya usia dan lingkungan mempercepat perubahan. Pembuluh darah menurun sekitar 1/3 seiring bertambahnya usia. Hal tersebut
menjadikan atropi dan fibrosis pada rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaceous (Miller, 2012). Kemudian bertambahnya usia menjadikan jumlah fibroblast dan sel mast di dermis mengalami penurunan. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Yolanda (1990) penuaan usia akan mengganggu lapisan dermal untuk absorpsi obat kulit yang mengandung Tetrachlorodibenzo-p-dioxine dan Pentachlorodibenzofuran Jaringan subkutis merupakan lapisan terdalam yang terdiri dari jaringan yang melidungi jaringan dibawahnya dari trauma dan berperan dalam termoregulasi dengan mengkonduksi kehilangan panas (Reichels, 2009). Selama penuaan, jaringan subkutan menurun pada bagian wajah dan tangan dan cukup banyak di bagian paha dan perut (Gilchrest (2000) dalam Reichel (2009)). Namun keseluruhan jaringan subkutan akan menurun sehingga meningkatkan tekanan pada permukaan dan meningkatkan resiko hipotermia (Balin, 2000). Menurunnya produksi keringat menandakan jika terjadi penurunan fungsi kelenjar keringat seiring dengan bertambahnya usia. Gangguan penguapan panas karena menurunnya kelenjar keringat dan melemahnya pembuluh darah menyebabkan peningkatan resiko stroke selama cuaca panas. Terjadi penurunan ukuran kelenjar apokrin dan penurunan produksi sebum yang akan mengakibatkan kulit kering pada lansia (Reichels, 2009). Jumlah pertumbuhan rambut kepala juga menurun. Uban terjadi karena folikel bulb rambut kehilangan melanosit secara progresif. Uban pada lansia sekitar 50% pada usia 50 tahun. Tidak semua rambut mengalami penurunan selama penuaan. Pada wanita, terdapat peningkatan rambut pada bibir dan dagu, sedangkan pada pria, mungkin akan kehilangan rambut kepala dan jenggot, namun terjadi peningkatan pada telinga, alis dan lubang hidung (Reichels, 2009). Selain itu, pertumbuhan kuku juga mengalami penurunan sekitar 35% antara usia 20-80 tahun (Balin, 2000). Kuku dapat menebal dan terdistorsi yang mana menunjukan infeksi jamur (onikomikosis). Kuku lansia akan lebih kering, kusam, dan rapuh.
Referensi: Andrew, M.M. 2008. Cultural Competence in The Health History and Physical Examination. Philadelphia: Lippincott, William. & Wilkins. Arenson, Christine. Et al. 2009. Reichels Care of The Elderly Clinical Aspects of Aging 6th. UK: Cambridge University Press. Balin, AK. 2000. Skin Disease: Oxford Textbook of Geriatric Medicine 2nd ed. Oxford: Oxford University Press. Miller, Carol A. 2012. Nursing for Wellness in Older Adults 6 th ed. Philadelphia: Lippincott, William. & Wilkins. Tabloski, Patricia A. 2014. Gerontologi Nursing 3rd Ed. USA: Pearson Inc. Yolanda A. Banks, D. W. Brewster, L. S. Birnbahum; Age-Related Changes in Dermal Absorption
of
2,3,7,8-Tetrachlorodibenzo-p-dioxin
and
2,3,4,7,8-
Pentachlorodibenzofuran. Toxicol Sci 1990; 15 (1): 163-173. doi: 10.1093/toxsci/15.1.163