PELURUHAN ALFA (
A. Pendahuluan
Radioaktivtas alfa telah diseidiki dalam kurun waktu yang lama. Pada tahun 1896, Bacuerel telah enemukan gejala radioaktivitas pada bahan adioaktiv alam. Cure dan Rutherford menemukan bahan pemancar radiasi alfa. Struktur nuklir pada peluruhan alfa mempresentasikan peluruhan zarah pada keadaan inti maya (virtual ). ). Sebagian besar nulida dengan nomor massa A>150 adalah tidak stabil dan meluruh dengan pemancaran alfa. Untuk nuklida-nuklida yang lebih ringan, terjadinya peluruhan alfa sangat tidak memungkinkan. Konstanta peluruhan menurun
secara
eksponensial dengan penurunan energi peluruhan, untuk nomor massa A = 150 secara praktis energi peluruhannya peluruhann ya nol. n ol. Nuklida-nuklida Nuklida-nuk lida dengan jumlah neutron mendekati N= 82 merupakan perkecualian, sebab dengan adanya efek kulit menyediakan tambahan energi peluruhan. Informasi
eksperimen
tentang
peluruhan
alfa
memperlihatkan
beberapa
kecendrungan yang muncul pada peluruhan ini, yakni: 1.
Pada umumnya pada peluruhan alfa terjadi kebergantungan energi peluruhan pada nomor massa A, atau nomor atom Z, atau nmor neutron N; terkecuali pada bilangan bilangan ajaib (magig number ), ), kecendrungan ini bersesuaian dengan rumus massa semiempiris.
2.
Untuk nuklida-nuklida dengan nomor atom Z tertentu memiliki umur paruh sebagai fungsi energi peluruhan, khususny untuk inti genap-genap. Hubungan ini mencerminkan mekanisme peluruhan.
3.
Spetrum energi peluruhan alfa memberikan informasi tentang skema tingkat-tingkat energi dari inti induk dan inti anak.
B. Energetika Peluruhan Alfa (
Proses peluruhan alfa memenuhi:
Contoh peluruhan alfa
Ditinjau inti induk dengan massa
, inti anak (turunan) dengan massa dan
Inti meluruh dengan peluruhan alfa. Seteah peluruhan inti turun bergerak dengan nergi kinetik , dan zarah alfa terpncar dari inti dengan energi kinetik . Pada Gambar 8.1 berikut disajikan skema peluruhan alfa. zarah alfa dengan massa
Energi Total
a. Diagram Energi
b. Diagram Momentum
Gambar. 8.1. Skema Peluruhan Alfa
Berdasarkan Hukum kekekalan energi:
Energi desintegrasi Q adalah energi yang dilepaskan pada saat terjadi peluruhan. Q berupa energi kinetik.
Untuk peluruhan spontan harus dipenuhi
(8.1)
(8.2)
Persamaan (8.2) merupakan syarat terjadinya peluruhan alfa. Biasanya hanya intiinti berat saja
yang memenuhi syarat tersebut.
Jika inti atom induk dalam keadaan diam, maka menurut hukum kekekalan momentum:
(8.3)
Kedua ruas persamaan (8.3) dikuadratkan dan dikalikan diperoleh:
Dalam satuan massa atom u, =A-4 dan = 4, maka:
(8.4)
(8.5)
Besar energi disintegrasi:
atau
(8.6)
Inti atom yang meluruh dengan pemancaran zarah alfa adalah inti berat
,
sehingga:
untuk
(8.7)
Dengan mengabaikan energi kinetik recoil inti atom turunan, dapat ditafsirkan bahwa seluruh energi disintegrasi Q digunakan sebagai energi kinetik zarah alfa. Hubungan antara energi peluruhan alfa dengan energi pemisahan zarah alfa dari inti atom memenuhi:
(8.8)
Energi disintegrasi (peluruhan) zarah alfa berhubungan dengan energi ikat total inti, yakni:
(8.9)
Berdasarkan persamaan energi ikat semiempiris dapat diperoleh daerah-daerah instabilitas alfa yang ditunjukan pada Gambar 8.2 sebagai berikut:
N/Z
Q=0
1,5
2
4
6 Garis Ketidakstabilan
1,0
Ketidakstabilan-
d
Ketidakstabilan-p 0,5 100
200
300
Gambar 8.2. Batas-Batas Daerah Kestabilan Inti Berdasarkan Rumus Massa Semiempiris
Batas-batas kesatabilan inti bervariasi terhadap perubahan nilai energi disintegrasi Q. Daerah kestabilan inti genap-genap ditunjukan oleh daerah yang diarsir. Batas-batas kestabilan pancaran neutron n, proton p, deuteron d (secara berurutan untuk inti N ganjil, Z ganjil, dan inti ganjil-ganjil). Berdasarkan pada grafik kestabilan tersebut untuk energi disintegrasi Q>0 untuk A>150. Pada kurva tidak tercakup pengaruh efek kulit. Ketika inti turunan (A-4, Z-2) misalnya inti-inti dengan bilangan aaib memiliki energi ikat yang tinggi, maka energi peluruhan alfa bisanya juga tinggi. Sebaliknya pada inti bilangan induk dengan bilangan ajaib, maka energi peluruhan alfanya bisa rendah. Untuk inti turunan dengan jumlah neutron N=126 memiliki energi peluruhan alfa yang cukup tinggi, sebaliknya untuk inti induk dengan jumlah neutron N=126 memiliki energi peuruhan alfa rendah. Hal yang sama terjadi pada inti anak dengan nomor atom Z=82 memiliki energi peuruhan alfa tinggi, sedangkan innti induk dengan Z=82, energi peluruhannya negatif dan tidak terjdi peluruhan alfa. Peluruhan alfa juga dijumpai pada nuklida-nuklidaturunan dengan jumlah neutron N≥82, yang disebsbkan oleh efek kulit.
Pada Gambar 8.2 kurva bervariasi bergantung pada keadaan dasar inti. Inti-inti dengan keadaan energi eksitasi yang cukup tinggi dapat memancarkan zarah alfa pada setiap daerah A dan Z, karna massa inti induk yang cukup besar selalu menjadikan energi disintegrasi
alfa positif. Gambar 8.2 juga menunjukan daerah-daerah ketidakstabilan
untuk neutron, proton, dan deuteron yang diprediksikan oleh rumus massa semiempiris. Keadaan dasar inti berada pada daerah didekat garis kestabilan adalah merupakan intiinti stabil. Peluruhan alfa juga dapat terjadi didaerah dekat garis kestabilan, dengan alasan untuk N dan Z tertentu didekat garis kestabilan dan energi ikat alfa yang tinggi 28,3 MeV, memungkinkan andanya nilai energi peluruhan alfa yang positif.
C. Konstanta Peluruhan Alfa
Kecendrungan-kecendrungan sistematis tentang konstanta peluruhan alfa pertama kali diperkenalkan oleh Geiger dan Nuttall pada tahu 1911. Mereka menemukan hubungan antara logaritma konstanta peluruhan dengan logaritma jangkauan zarah alfa dari sebuah rantai peluruhan radioaktif alam. Hubungan tersebut didasarkan pada energi peluruhan dan umur paruh yang sistematis hanya valid pada jangkauan yang terbatas dari nuklida-nuklida. Eksperimen akhir-akhir ini menunjukan bahwa untuk peluruhan peluruhan keadaan dasar diantara nuklida genap-genap, memiliki hubungan:
√
(8.10)
dengan a dan b merupan fungsi nomor atom Z. Jika energi peluruhan Q dinyatakan dalam MeVdan waktu paruh T1/2 dalam sekon, menurut Segre nilai a dan b memenuhi hubungan :
(8.11)
Untuk peluruhan-peluruhan alfa yang terjadi pada inti dalam keadaa eksitasi atau peluruhan-peluruhan dengan inti A ganjil (atau inti ganjil-ganjil), umur paruhnya basanya lebih lama dibandingkan dengan inti genap-genap dengan energi peluruhan yang sama. Faktor penggali yang diberikan pada umur paruh tersebut dikenali sebagai faktor perintang (hindrance)
Fisikawan-fisikawan yang mencoba menghitung emisi alfa sebelum penemuan mekanika kuantum menjumpai berbagai dilemma. Sebagai contoh ditemukan adanya pertentangan hokum hamburan zarah alfa Rutherford yang terjadi pada nuklida
yang memancarkan zarah alfa dengan energy 8,6 MeV. Oleh karena itu pada jarak tertentu dari inti , potensial yang bekerja pada zarah merupakan potensial Coulumb
murni, sebagaimana ditunjuk pada Gambar 8.3. segera setelah memancarkan zarah
. Karena potensial potensial Coulumb tidak mengalami perubahan yang terlalu besar di antara dan , bagaimanakah dengan energy 4,2 MeV maka terbentuklah
dapat menerangkan zarah alfa dapat terpancar keluar dari inti, melampaui potensial perintang yang besarnya melebihi 8,6 MeV.
Energi
r
Gambar 8.3. Potensial Coulumb Untuk Z=90 atau 92
Berdasarkan mekanika klasik, tidak dapat dipahami zarah alfa yang berenergi 4,2 MeV dapat terpancar dari inti dengan potensial coulomb lebih dari 8,6 MeV.
D. Mekanisme Peluruhan Alfa Menurut Teori Gamow, Gurney, dan C ondon
Gamow, Gurney, dan Condon (1928), secara terpisah berhasil menjelaskan peristiwa peluruhan alfa dengan menggunakan perhitungan mekanika kuantum. mereka mengasumsikan bahwa zarah alfa berada di dalam inti yang bentuknya seperti disajikan pada Gambar 8.4. Potiensial didalam inti diasumsikan sama dengan nol untuk mensimulasikan efek coulomb di dalam inti.Kedalaman yang pasti dari sumur potensial yang terdapat dlam inti tidak berpengaruh pada hasil akhir dari perhitungan mekanika kuantum. Meskupun saat ini dipercaya bahwa zarah alfa sebelumnya tidak berada
didalam inti dengan kebolehjadian yang tinggi, tetapi zarah alfa terbentuk didaerah permukaan inti, namun teori mekanika kuantum memberikan perhitungan yang baik. Tinjauan mekanika gelombang memberikan deskripsi yang lebih akurat tentang peluruhan alfa. Jika dua buah proton dan neutron bergabung membentuk zarah alfa dalam sebuah inti. Zarah ini terikat oleh gaya inti, akan tetapi ia bebas bergerak di dalamnya secara bolak-balik menumbuk dinding inti, seolah-olah seperti zarah yang terperangkap dalam sumur potensial yang tinggi, yang secara klasik zarah tersebut tidak mungkin dapat keluar dari sumur. Satu-satunya cara untuk lolos adalah dengan jalan menerobos jalan dinding sumur. Lolos disini ditafsirkan sebagai terjadinya peluruhan alfa dari inti induk. Diprediksikan bahwa semakin besar energi kinetik alfa dan semakin sering menumbuk dinding maka semakin besar peluang alfa untuk lolos. Hal ini berarti bahwa peluang terjadinya peluruhan alfa tergantung pada tenaga kinetik alfa. Peluang terjadinya peluruhan tiap satuan waktu tak lain adalah peluang terobosan dikalikan banyaknya tumbukan per satuan waktu. Peluang ini diperoleh dari penyelesaian persamaan Schodinger
untuk persoalan potensial seperti tampak pada
Gambar 8.4. Energi
Potensial tolak-menolak Gaya Coulomb V=2eZte/r
B Fungsi Gelombang
Energi Zarah
Q Potensial tarik-menarik Gaya Nuklir R
b
r
Gambar 8.4. Mekanisme Peluruhan Alfa Menurut Teori Gamow, Gurney, dan Condon
Zarah alfa berada di dalam sumur potensial yang dibentuk oleh gaya-gaya nuklir dan gaya coulomb. Amplitudo fungsi gelombang di dalam sumur potensial adlaah besar, namun demikian terdapat kebolehjadian zarah alfa untuk menerobos dinding potensial meskipun nilai probabilitasnya kecil.
Secara semiklasik, probabilitas peluruhan per satuan waktu
sama
dengan
jumlah tumbukan per detik dimana zarah alfa menumbuk dinding dikalikan dengan probabilitas P zarah untuk menerobos potensial perintang.
(8.12)
dengan v menyatakan kecepatan zarah alfa di dalam inti. Pendekatan yang lain yakni dengan menggunakan probabilitas P secara semiklasik:
dengan diberikan P
(8.13) oleh persamaan (8.14). Dalam persamaan tersebut Ze
menyatakan muatan zarah alfa.
∫ * +
(8.14)
Jarak b ditunjukan oleh Gambar 8.4. Karena adanya efek pantalan (recoil ) dari inti turunan pada saat peluruhan maka terjadi reduksi massa zarah alfa yakni:
(8.15)
Integral persamaan (8.14) dapat ditentukan secara langsung dengan cara sebagi berikut :
[( √ ) √ ]
(8.16)
dengan v menyatakan kecepatan relatif zarah alfa terhadap inti turunan.
y = =
(8.17)
Selanjutnya persamaan (8.18) berikut memperesentasikan tinggi perintang coulumb B.
(8.18)
Energi peluruhan zarah alfa:
(8.19)$
dengan b menyatakan titik balik. Untuk perintang potensial yang tebal, misalnya b>>R atau
<< B, kita dapat
mengekspansikan suku-suku yang ada didalam tanda kurung persamaan (8.16) sebagai berikut:
( √ ) √ √ Selanjutnya diperoleh:
(8.20)
(8.21)
Akhirnya dapat diperoleh konstanta peluruhan alfa dalam potensi perintang yang tebal adalah:
* +
(8.22)
Peningkatan nomor atom inti turunan akan mempertebal potensial perintang dam memperkecil konstanta peluruhan alfa. Peningkatan nilai R akan memperkecil ketebalan perintang dan memperbesar konstanta peluruhan alfa.
E. Faktor Hidrance
Teori peluruhan alfa yang telah dikemukakan didepan dapat diterapkan hanya pada peluruhan-peluruhan keadaan dasar dintara inti genap-genap, sebab tidak ada momentum sudut yang dibawa oleh zarah alfa. Jika peluruhan terjadi pada keadaan eksitasi inti induk ke keadaan eksitasi inti turunan dan biasanya juga akan terjadi perubahan momentum sistem. Hal ini mempengaruhi nilai konstanta peluruhan. Secara klasik, kita dapat membayangkan bahwa zarah alfa meninggalkan inti dengan cara inti turunan mendapatkan momentum sudut. Pada Gambar 8.5 berikut di ilustrasikan zarah alfa meninggalkan inti dengan kecepatan v, dan memiliki komponen kecepatan tangensial.
r Energi
vr
vt
v
r 0
a. Interpretasi Klasik
R
b. Modofikasi Ketebalan Perintang Efektif
Gambar 8.5. Efek Perubahan Momentum Sudut Pada Peluruhan Alfa
Hukum kekekalan momentum mensyaratkan bahwa inti turunan menerima momentum sebesar: L=
(8.23)
Energi zarah alfa dalam bagian radial:
(8.24)
Energi zarah alfa dalam bagian tangensial:
(8.25)
Dengan mengabaikan efek recoil inti turunan, berdasarkan kekekalan energi dapat diperoleh:
(8.26)
Suku dua ruas kiri persamaan (8.26) dapat dianggap sebagai energi potensial sentrifugal dan dapat di kombinasi dengan energi potensial V(r). Perubahan momentum sudut pada peluruhan alfa naik dengan bertambahnya ketebalan efektif perintang dan bertambahnya umur paruh peluruhan. Kenaikan tersebut selanjutnya bergantung pada rasio antara tinggi perintang sentrifugal terhadap tinggi potensial coulomb.
(8.27)
Dengan mengalikan nilai eksponensial persamaan (8.22) dengan faktor
⁄ maka dapat ditentukan besar faktor hindrancenya. untuk adalah:
Misalnya faktor hindrance
Dalam hal ini tentu saja efeknya sangat kecil dibandingkan dengan efek dari
. Untuk inti dengan A ganjil atau inti ganjil-ganjil, model kulit memprediksikan penurunan kebolehjadian menemukan konfigurasi zarah alfa dalam inti. Peluruhan alfa dlam inti menunjukan bahwa inti-inti yang jauh dari konfigurasi kulit tertutup mengalami deformasi sebagimana yang disarankan pada model kolektif. Pada inti-inti ini, potensial inti mengambil bentuk ellipsoid dari distribusi massa. Daerah dengan potensial perintang tertipis merupakan daerah yang memungkinkan terjadinya peluruhan alfa dengan probabilitas terbesar.
F. Spektrum Energi Zarah Alfa
Spektrum zarah alfa bersifat diskrit, terdiri dari grup energi yang diskrit. hal ini disebabkan oleh energi yang disentegrasi peluruhan alfa memiliki nilai tertentu. Pada Gambar 8.6 berikut disajikan spektrum zarah alfa yang dipancarkan oleh inti
4,18 MeV 4,13 MeV
E
Gambar 8.6. Spektrum Energi Zarah Alfa oleh inti
Apabila pemancaran zarah alfa diikuti dengan pemancaran sinar gamma maka transisinya melalui dua tahap, yakni dari inti induk memancarkan alfa menghasilkan inti turunan yang tereksitasi, selanjutnya inti turunan tereksitasi ini memancarkan sinar gamma menuju keadaan inti mantap seperti disajikan pada Gambar 8.7.
Gambar 8.7. Peluruhan Alfa yang Diikuti Pancaran Sinar Gamma