PRESENTASI KASUS
Para 3 Abortus 1 Usia 43 Tahun dengan Vaginitis
Pembimbing dr. Adityono, Sp. OG
Disusun oleh : Novia Mantari
G1A212102
Dera Fakhrunissa
G1A212103
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2014
PRESENTASI KASUS
Para 3 Abortus 1 Usia 43 Tahun dengan Vaginitis
Disusun oleh : Novia Mantari
G1A212102
Dera Fakhrunissa
G1A212103
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat di Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disetujui dan disahkan Pada tanggal,
September2014
Pembimbing,
dr. Adityono, Sp. OG
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan YME, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul “Para 3 Abortus 1 Usia 43 Tahun dengan Vaginitis” ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada dr. Adityono, Sp.OG selaku pembimbing penulis sehingga presentasi kasus ini dapat selesai dan tersusun paripurna. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan untuk segenap konsulen di bagian Ilmu kebidanan dan Kandungan yang telah memberikan
dukungan
moriil
dan
keilmuan
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan presentasi kasus ini. Penulis mengharapkan agar presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi para dokter, dokter muda, ataupun para medis lainnnya, khususnya di bidang kedokteran.
Purwokerto, September 2014
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Homeostasis dari alat genitalia wanita dihasilkan dari interaksi antara host dan mikroorganisme yang tumbuh pada mukosa vagina. Lingkungan pada alat genitalia dapat mengalami perubahan struktur maupun komposisi, tergantung dari usia, menarche, siklus menstruasi, kehamilan, infeksi, persalinan, aktivitas seksual, penggunaan obat-obatan serta hiegene (Srinivasan dan Fredricks, 2008). Pada wanita usia premenopause, vagina didominasi oleh Lactobacillus spp (Lamont et al., 2011). Mikroorganisme yang dapat menjadi patogen diantaranya adalah jamur Candida albicans, Candida tropicalis, Candida krusei, bakteri anaerob Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, Atopobium vaginae, uropatogen seperti Escherichia coli, Proteus spp, Klebsiella sp, dan virus yang dimediasi aktivitas seksual seperti HIV serta virus Herpes (Lamont et al., 2011). Lactobacillus tumbuh secara normal di vagina sebagai mikroflora yang mencegah tumbuhnya patogen secara berlebihan (Ronnqvist et al., 2006). Flora normal ini memiliki fungsi diantaranya adalah menstimulasi sistem
imun,
berkompetisi
dengan
mikroorganisme
lain
untuk
mendapatkan nutrisi dan menempel pada epitel vagina, mereduksi pH vagina dengan cara memproduksi asam laktat, serta menghasilkan substans antimikroba (bakteriosin dan hidrogen peroksida). Vaginitis merupakan kondisi ginekologi yang sangat sering terjadi, ditandai dengan pengeluaran cairan abnormal yang sering disertai rasa ketidaknyamanan di daerah vulvovagina. Pengeluaran cairan dari vagina merupakan kondisi yang normal. Setiap perubahan jumlah, warna, dan bau disertai dengan rasa terbakar serta iritasi merupakan akibat dari ketidakseimbangan flora normal vagina yang menyebabkan vaginitis. Penyebab vaginitis yang menimbulkan gejala diantaranya adalah bakterial vaginosis (40-45%), Candida (20-25%), dan Trichomonas (15-20%).
B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui infeksi pada saluran reproduksi wanita bagian bawah 2. Tujuan Khusus Mengetahui infeksi alat reproduksi wanita yang disebabkan oleh bakterial vagina, Candida albican, dan Trichomonas vaginalis.
BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Nama
: Ny. L
Usia
: 43 tahun
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Jawa
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: RT 3 RW 1 Wangon, Purwokerto
Nomor CM
: 760197
Tanggal/Jam Masuk
: 26 Agustus 2014 pukul 09.00 WIB
B. Anamnesis 1. Keluhan utama Keputihan 2. Keluhan tambahan Gatal pada kemaluan 3. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang di Poli Klinik Kebidanan RSMS dengan keluhan keputihan. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Keputihan berwarna putih keabuan, encer, jumlah banyak, dan barbau amis, tidak berbuih. Keputihan muncul setiap hari selama satu minggu dan keluar banyak
setelah
pasien
berhubungan
dengan
suaminya.
Selama
keputihannya muncul pasien belum minum obat apapun atau berobat untuk memperingan keluhannya. Selain keputihan, pasien juga mengeluh gatal dan agak panas pada kemaluannya. Pasien menyangkal merasakan nyeri dan perih di sekitar kemaluan. Pasien juga menyangkal adanya nyeri pada perut bagian bawah. Keluhan nyeri dan berdarah saat berhubungan seksual juga disangkal oleh pasien. Riwayat menstruasi
HPHT 6 agustus 2014, siklus teratur selama 7 hari, dismenore (-) Riwayat Obstetrik P3A1 : Anak 1 : Abortus/ usia 8 minggu/ curret Anak 2 : laki-laki/ UK aterm/ spontan/ bidan / 3000 gram/ sehat/ 19 th Anak 3 : perempuan / UK aterm/ spontan/ bidan/ 2300 gram/ sehat/ 16 th Anak 4: laki-laki/ UK aterm/ spontan/ bidan/ 3200 gram/ sehat/ / 11 th Riwayat Pernikahan Menikah 1 kali selama 20 tahun Riwayat KB Suntik tiap 3 bulan (2 tahun) dan IUD (10 tahun) Riwayat penyakit dahulu Riwayat hipertensi : Riwayat kencing manis : -
C. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum
: Sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tinggi badan
: 145 cm
Berat badan
: 65 kg
BMI
: 30,9
Vital sign Tekanan darah
: 120/90 mmHg
Nadi
: 80 kali/ menit, isi dan tegangan cukup
Respirasi Rate
: 20 kali/ menit, regular
Suhu
: 37,1o C
Mata
: Konjungtiva mata kanan dan kiri tidak anemis, tidak ada skela ikterik pada mata kanan dan kiri.
Telinga
: tidak ada ottorhea.
Hidung
: tidak keluar sekret
Mulut
: mukosa bibir tidak sianosis
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Thorax Paru Inspeksi
: Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada retraksi spatium intercostalis.
Palpasi
: Gerakan dada simetris, vocal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi
: Suara dasar nafas vesikuler, tidak terdapatronkhi basah kasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada kedua lapang paru, tidak ditemukan wheezing.
Jantung Inspeksi
: Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada sebelah kiri atas.
Palpasi
: Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 2 jari medial LMC sinistra
Perkusi
: Batas jantung kanan atas SIC II LPSD Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD Batas jantung kiri atas SIC II LPSS Batas jantung kiri bawah SIC V LMCS
Auskultasi
: S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan gallop.
Abdomen Inspeksi
: Cembung
Perkusi
: Timpani
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), massa (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Genitalia eksterna Inspeksi
Mons pubis, labia mayor dan minor, introitus, perineum: warna tidak hiperemis, tidak tampak ada benjolan maupun edema, ukuran normal, tidak ada darah, tampak adanya keputihan berwarna putih keabuan, encer, jumlah sedikit, dan berbau amis. Palpasi Tidak didapatkan nyeri tekan
Genitalia interna (inspekulo) -
Cairan vagina : tampak cairan yang berada di sisi-sisi lateral vagina, berwarna putih keabuan, encer dan jumlah banyak. Setelah dibersihkan dengan menggunakan tampon tang dan kassa steril, tidak tampak adanya cairan atau sekret yang keluar dari serviks.
-
Dinding vagina : warna tampak sedikit hiperemis, permukaan licin tidak berbenjol-benjol.
-
Portio/ cervix : warna tidak hiperemis, ukuran normal sejempol tangan, permukaan licin tidak ada benjolan.
-
OUE : tertutup
VT perlu ngga ya???
D. Diagnosa P3A1 usia 43 tahun dengan vaginitis
E. Plan 1. Po. Clindamicin 3 x 300 mg 2. Po. Metronodazol 3x 500 mg
BAB III DISKUSI MASALAH
Diagnosis masuk dari Poli Kebidanan dan Kandungan RSMS adalah Para 3 Abortus 1 Usia 43 Tahun dengan Vaginitis. Beberapa hal yang perlu dibahas mengenai kasus tersebut antara lain : 1.
Apakah diagnosis saat masuk sudah tepat ? Diagnosis adalah proses penentuan jenis masalah kesehatan atau penyakit dengan cara meneliti atau memeriksa. Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakan melalui serangkaian proses anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam penegakan diagnosis sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pasien, pelaku diagnosis, serta sarana dan prasarana penunjang diagnosis. Diagnosis pasien adalah para 3 abortus 1 usia 43 tahun dengan vaginitis. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan pasien mengalami keputihan yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Keputihan berwarna putih keabuan, encer, jumlah banyak, dan barbau amis, muncul setiap hari selama satu minggu dan keluar banyak setelah pasien berhubungan dengan suaminya. Selain keputihan, pasien juga mengeluh gatal dan agak panas pada kemaluannya. Pasien menyangkal merasakan nyeri dan perih di sekitar kemaluan. Keluhan nyeri saat berhubungan seksual disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan genitalia eksterna dan interna (inspekulo) dikonfirmasi adanya sekret pada vagina yang berada di sisi-sisi lateral vagina, berwarna putih keabuan, encer dan jumlah banyak. Setelah dibersihkan dengan menggunakan tampon tang dan kassa steril, tidak tampak adanya cairan atau sekret yang keluar dari serviks. Dinding vagina berwarna sedikit hiperemis, permukaan licin tidak berbenjol-benjol. Portio/ cervix tidak hiperemis, ukuran normal sejempol tangan, permukaan licin tidak ada benjolan, dan ostium uteri eksterna tertutup.
Pasien vaginitis hampir selalu datang dengan keluhan keluarnya cairan vagina yang abnormal, meliputi jumlah yang berlebihan, keputihan yang lama, perubahan warna dan konsistensi sekret vagina serta cairan vagina yang berbau tidak sedap. Kadang dapat disertai dengan adanya rasa gatal dan terbakar pada vagina. Anamnesis yang diungkapkan pasien sesuai dengan gejala pada vaginitis. Diagnosa vaginitis dikonfirmasi dengan adanya sekret vagina yang berwarna putih di dinding-dinding lateral vagina, berbau tidak sedap dan dinding vagina yang sedikit hiperemis. Pada pemeriksaan vulva, serviks, dan portio semua dalam batas normal. Diagnosis vaginitis sudah tepat karena sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien. Namun belum dapat dipastikan etiologi pasti dari vaginitis tersebut. Untuk mengetahui etiologi dari vaginitis, dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan preparat basah dengan NaCl 0,9%, whiif test, pewarnaan gram, serta pemeriksaan pH dengan kertas lakmus. Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kuman penyebab vaginitis dibutuhkan agar dapat diberikan terapi yang sesuai dengan penyebab penyakit tersebut. Dera kalo misal ada tambahan 2.
Apakah tindakan dan terapi yang diberikan sudah tepat ? Terapi yang diberikan pada pasien adalah clindamycin 3 x 300 mg dan metronidazol 3x 500 mg, masing-masing diberikan selama 7 hari. ?????????????????????????????????
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA
A. Mekanisme pertahanan organ reproduksi wanita Vulva lebih jarang mengalami infeksi karena sifatnya yang lebih resisten terhadap infeksi serta letaknya yang ditutup oleh labia mayor dan minor menghambat kuman patogen melakukan invasi. Pada vagina wanita usia reproduktif, adanya epitel yang cukup tebal, glikogen, serta flora normal memungkinkan produksi asam laktat yang memicu terjadinya reaksi asam dalam vagina sehingga memperkuat daya tahan vagina. Pada masa sebelum menarche dan postmenopause epitel vagina menjadi lebih tipis, glikogen dan flora normal berkurang sehingga lebih rentan terjadinya infeksi.
Pada serviks uteri terdapat
kelenjar-kelenjar yang berfungsi mensekresi lendir alkalis serta mengental di bagian bawah dari kanalis servikalis sehingga menghambat masuknya kuman patogen ke organ reproduksi atas. Flora normal pada vagina wanita usia reproduktif bersifat asimptomatis, terdiri dari bakteri aerob maupun anaerob. Pertumbuhan bakteri
pada
vagina
dapat
berubah-ubah
sesuai
dengan
lingkungannya.Flora normal pada vagina didominasi oleh Lactobacillus yang memproduksi hidrogen peroksida untuk menghambat bakteri lain dalam sintesis katalase. Hidrogen peroksida juga dihasilkan oleh L. crispatus, L. acidophilus, L. rhamnosus dan lainnya.Lactobacillus juga dapat memproduksi asam organik yang berasal dari sintesis glukosa pada epitel vagina, yang berfungsi untuk mempertahankan keasaman vagina pada pH <4,7. Selain itu, flora normal ini dapat mensintesis bakteriocin yaitu suatu protein yang dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri lain. Hidrogen peroksida dihasilkan oleh Lactobacillus sekitar 96% pada vagina normal, sedangkan pada vaginitis bakterial hanya didapatkan 6%.
Tabel 1. Flora normal yang terdapat pada saluran reproduksi bawah.
Perubahan lingkungan pada vagina menyebabkan gangguan pertumbuhan bakteri. Sebagai contoh, wanita muda dan posmenopause yang tidak mendapat terapi esterogen memiliki jumlah flora normal yang lebih sedikit dibandingkan wanita usia reproduktif. Perubahan lain terjadi pada saat siklus menstruasi, dimana pertumbuhan bakteri meningkat di awal siklus menstruasi. Hal ini berhubungan dengan perubahan hormonal. Histerektomi sampai bagian serviks juga diketahui dapat menurunkan jumlah flora normal. Infeksi yang terjadi setelah histerektomi paling sering disebabkan oleh Escherichia coli dan kuman Enterococcus. Traktus genitalia manusia memiliki sistem pertahanan terhadap invasi mikroorganisme dari lingkungan luar terutama pathogen menular seksual. Pertahanan pertama terdiri dari kulit dan mukosa, kedua oleh system imun bawaan (innateimmunity) dan ketiga oleh sistem imun adaptif (adaptiveimmunity).
1. Barier epitelial traktus genitalia Saluran reproduksi wanita dilapisi oleh epitel yang berbeda-beda sesuai dengan letaknya. Labia, vulva, introitus terdiri dari epitel skuamus komplek berkeratin, sedangkan fosa navikularis, vagina dan ektoserviks dilapisi epitel skuamus komplek non-keratin. Ostium servikalis dan bagian dalam fosa navikularis terdiri dari epitel transisional. Permukaan lumen vagina dilapisi oleh epitel skuamosa non-keratin yang memproduksi suatu glikoprotein hidrofilik yang disebut glikokaliks. Proliferasi dan maturasi sel epitel tersebut diatur secara hormonal. Pada saat kadar esterogen mencapai puncak, ketebalan sel epitelial juga akan meningkat dan sel-selnya akan mensekresi glikogen yang selanjutnya dimetabolisme oleh Lactobacillus menjadi asam laktat. Asam laktat yang diproduksi menyebabkan pH vagina dalam kondisi asam
(pH
3,5-5)
sehingga
dapat
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme patogen. Sel-sel epitel juga memproduksi sejumlah faktor imun bawaan seperti kemokin dan sitokin yang memicu reaksi imun bawaan dan adaptif. Trauma fisik (pasca koitus), kimiawi, serta infeksi ulseratif dapat menyebabkan kerusakan epitel dan menjadi ported’entree mikroorganisme patogen. Mekanisme pertahanan pada endoserviks diperankan oleh sel epitel kolumnar simpleks yang dapat memproduksi mukus. Mukus tersebut akan membasahi dan melindungi serviks dari gesekan trauma fisik. Mukus serviks terdiri atas air (90-98%), bahan organic, ioninorganik, protein plasma, immunoglobulin sekretori, enzim, molekul bakterisidal dan bakteriostatik (lisosim,laktoferin,zinc,dandefensin). Mukus terbentuk dari musin,sejumlah glikoprotein yang mengandung domain serine dan threonine. Lebih dari 80% massa molekul musin terbentuk
dari
kompleks
oligosakarida
dan
berdasarkan
data
sequencing, musin terdiri atas dua kelas yaitu membrane-associated mucins (MUC) 1, 3A, 3B, 4, 11, 12, 13, 15, 16, 17, dan20) dan secreted mucins yang terdiri atas largegel-forming (MUC2, 5AC, 5B,
6, 19) dan small soluble mucins (MUC 7 dan 9). Secreted mucin dihasilkan oleh sel goblet yang berada pada endoserviks. Ekspresi MUC 5 Boleh endoserviks dibawah kontrol hormonal, berfungsi merubah kekentalan dan jumlah mukus selama siklus menstruasi. 2. Sistem imunitas bawaan Imunitas
bawaan
(innateimmunity)
terjadi
setelah
invasi
dari
mikroorganisme. Pengenalan imunitas bawaan dimediasi oleh reseptor selular yang dikenal sebagai pattern- recognition receptor (PRR), molekul
tersebut
mendeteksi
mikroorganisme
virulen
melalui
pengenalan protein pemicu yang dimiliki oleh mikroorganisme yang disebut pathogen-associated molecular pattern (PAMP). PRR yang berperan pada pertahanan alami terhadap
infeksi menular seksual
antara lain C.type lectins, Toll-like receptors (TLR), NOD-like receptors (NOD), dan RNA helicases. Sedangkan PAMP yang berperan antara lain: RNA rantai ganda yang dimilki oleh virus, unmethylated CpGDNA yang ditemukan pada bakteri, lipopolisakarida yang diproduksi bakteri gram negatif, asam teikoat pada bakteri gram positif, dan manoserik oligosakarida yang ditemukan pada
bakteri, mannose, fucose,N-
acetylglucosamine,β-glucans, dan flagelin. Berbagai mediator seluler yang berperan dalam imunitas bawaan diantaranya adalah sel-sel epithelial, sel dendritik, makrofag, granulosit, sel NK, dan limfosit. Molekul-molekul yang diproduksi selama reaksi berfungsi sebagai signal kedua untuk
imun bawaan
aktivasi limfosit termasuk,
kostimulator, sitokin, dan produk-produk komplemen. Sel Dendritik berfungsi sebagai penghubung antara imunitas bawaan dan adaptif. Jika sel dendritik terpapar suatu patogen, akan mengalami deferensiasi dan meregulasi MHC klas II dan molekul kostimulator seperti CD80 dan CD86 yang mampu mempresentasikan
antigen ke limfosit. Sel
dendritik juga akan melepaskan sitokin signaling seperti IL-12 dan interferon tipe 1, yang akan mengaktivasi dan mengekspansi populasi limfosit dan mempromotore imunitas tipe T-H1. Sel-sel epitelial pada daerah yang terinfeksi akan melepaskan kemokin seperti IL-8 yang
akan merekrut netrofil ;RANTES dan MIP-1 beta yang akan merekrut makrofag dan sel T menuju lesi. Sel epithelial juga mensekresi sitokin seperti IL-1 yang akan mengaktivasi mediator limfosit pada imunitas adaptif. Signal imunitas bawaan untuk aktivasi sel B adalah produk komponen komplemen C3 yang disebut C3d. Ketika limfosit B betemu dengan antigen mikrobamelalui ikatanreseptor antigen, dan secara bersamaan/simultan
terikat juga dengan C3d melalui reseptor
permukaan komplemen, maka akan teraktivasi dan memproduksi antibodi yang melawan antigen.
Gambar 1. Mekanisme Imunitas Organ Reproduksi Wanita 3. Mekanisme imun adaptif Mekanisme imun adaptif pada daerah mukosa terdiri dari imunitas humoral dan seluler. a. Imunitas humoral Imunitas humoral dimediasi oleh antibodiyangdiproduksi oleh terminally differentiated antibody-secreting cells (ASCs) yang dikenal sebagai sel plasma. Setelah terstimulasi antigen,sel B yang berada di limfonodi dan lien mengalami ekspansi klonal dan diferensiasi menjadi sel B memori atau ASCs. IgA terutama muncul pada jaringan mukosa limfoid dan lebih menyukai kembalikedaerah efektormukosa dimana IgG bergerak ke sumsum tulang atau daerah inflamasi. IgA berperan penting pada proteksi permukaan mukosa karena IgA resisten terhadap proteolitik. Antibodi IgA mampu mengaglutinasi
bakteri,
tetapi
tidak
memiliki
kemampuan
bakterisidal. Antibodi IgA mengaktivasi komplemen jalur alternatif sehingga terjadi transformasi menjadi komplekslitik. Lisosim,IgA, dan komplemen secara sinergi meningkatkan kemampuan sebagai anti bakteri. b. Imunitas seluler Imunitas selular merupakan kunci pertahanan melawan patogen intra selular seperti C. trachomatis dan virus yang menginfeksi traktus genitalis. Sejumlah sel penyaji antigen dan sel efektor dijumpai pada mukosa genital wanita. Setelah teraktivasi,sel-sel tersebut akan bermigrasi ke limfonodi regional dan mempresentasikan antigen pada sel T naïf untuk menghasilkan respon imun selular. Pada subepitelial lamina propria traktus genitalis juga ditemukan sejumlah makrofag dan mampu mempresentasikan antigen pada sel T-CD8 dan CD4+ yang berada di dalam atau dibawah epitelium. Interferon gama menginduksi ekspresi MHC klas II dan meningkatkan ekspresi molekul MHC klas I.
B. Definisi Vaginitis adalah peradangan pada mukosa vagina yang dapat disebabkan oleh mekanisme infeksi maupun noninfeksi. Vaginitis ditandai dengan
pengeluaran
cairan
abnormal
yang
sering
disertai
rasa
ketidaknyamanan pada vulvovagina.
C. Epidemiologi Vaginitis merupakan masalah ginekologis yang paling sering terjadi pada 90% wanita remaja di dunia, kondisi ini disebabkan oleh vaginosis bakterial (50%), kandidiasis vulvovaginal (75%), trikomoniasis (25%) (KESPRO INFO, 2009). Penelitian-penelitian sebelumnya telah melaporkan angka kejadian vaginitis di beberapa negara, diantaranya Thailand 33 %, Afrika-Amerika 22,7 %, London 21 %, Indonesia 17 %, Jepang 14 %, Swedia 14 %, dan Helsinki 12 %. Vaginosis bakterial menyerang lebih dari 30% populasi. Dari penelitian pada wanita berusia 14-49 tahun, 29% diantaranya didiagnosis mengalami vaginosis bakterial. Wanita dengan riwayat aktivitas seksual beresiko lebih besar mengalami penyakit ini. Douching diketahui juga dapat meningkatkan resiko vaginosis bakterial. Prevalensi meningkat pada wanita perokok, karena diketahui bahwa kandungan rokok dapat menghambat produksi hidrogen peroksida oleh Lactobacillus.
D. Faktor resiko 1. Ras 2. Promiskuitas 3. Stabilitas marital 4. Penggunaan kontrasepsi IUD 5. Riwayat kehamilan
E. Etiologi 1. Bakterial vaginosis
a. Definisi Bakterial vaginosis merupakan penyebab tersering dari vaginitis (40-45%). Penyakit ini ditandai dengan perubahan secara kompleks baik jumlah dan fungsi dari flora normal. Jumlah dan konsentrasi hidrogen peroksida akan menurun sedangkan pertumbuhan dari mikroorganisme patogen (Gardnerella vaginalis, Mobiluncus sp, Mycoplasma hominis, Atopobium vaginae, dll) meningkat (Lamont et al., 2011). Vaginitis bakterial juga merupakan penyakit yang berhubungan dengan infeksi seksual seperti infeksi oleh karena Neisseria gonorrhoeae, Clamydia trachomatis, HIV dan virus herpes simplex tipe 2 (Sessa et al., 2013). b. Epidemiologi Bakterial vaginosis merupakan penyebab tersering dari vaginitis. Frekuensi tergantung pada tingkatan sosial ekonomi dan aktivitas seksual. Penelitian-penelitian sebelumnya telah melaporkan angka kejadian BV di beberapa negara, diantaranya Thailand 33 %, Afrika-Amerika 22,7 %, London 21 %, Indonesia 17 %, Jepang 14 %, Swedia 14 %, dan Helsinki 12 %. Beberapa penelitian juga menunjukkan banyaknya penderita BV yang tidak menunjukkan gejala (asimptomatis). Pada umumnya BV ditemukan pada wanita usia reproduktif dengan aktifitas seksual yang tinggi dan promiskuitas. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim,usia menopause,vaginal douching, sosial ekonomi rendah, dan wanita hamil juga merupakan faktor resiko terjadinya c. Faktor resiko Tabel 2. Faktor resiko bakterial vaginosis
d. Etilogi Mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya bakterial vaginosis adalah: 1) Gardnerella vaginalis Bakteri yang tidak memilki kapsul, tidak bergerak, dan berbentuk batang gram negatif. Kuman bersifat anaerob fakultatif, memproduksi asam asetat dari hasil fermentasi. 2) Mobilincus spp dan Bacteriodes spp Merupakan bakteri anaerob berbentuk batang lengkung. Perannya dalam menimbulkan bakterial vaginosis lebih jarang dibandingkan dengan Gardnerella vaginalis. 3) Mycoplasma hominis e. Penegakan diagnosis 1) Anamnesis - RPS Dapat asimptomatis Rasa tidak nyaman sekitar vulvavagina (rasa terbakar, gatal), biasanya lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan Candida albicans. Dispareunia Keputihan berbau amis “fishy odor” yang semakin parah setelah berhubungan seksual dan menstruasi (vagina dalam keadaan basa). Cairan vagina yang basa menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap tersebut menimbulkan bau amis.
Tidak ditemukan inflamasi pada vulva dan vagina. - RPSos Perlu ditanyakan kebiasaan douching, aktivitas seksual, 2) Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan genitalia eksterna: tidak didapatkan tanda iritasi pada vulva dan vagina Pada pemeriksaan inspekulo : didapatkan sekret vagina berwarna putih-abu abu, tipis, viskositas rendah.
Gambar 2. Sekret vagina pada bakterial vaginosis 3) Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan preparat basah Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutup dengan coverglass. Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x untuk melihat Clue cells yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri sehingga tepinya tidak terlihat jelas. Pemeriksaan ini memilki sensivitas 60% dan spesifitas 98%. b) Whiff test Dinyatakan positif jika bau amis timbul setelah penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau amis muncul
sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil dari bakteri anaerob. c) Tes lakmus Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Ditemukan kadar pH > 4,5. d) Pewarnaan gram Ditemukan penurunan jumlah Lactobacillus dan peningkatan jumlah bakteri anaerob. e) Kultur vagina Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial vaginosis karena bakteri ini ditemukan hampir 50% pada perempuan normal. f) Tes proline aminopeptidase yang dihasilkan oleh bakteri anaerob, karena Lactobacillus tidak menghasilkan zat tersebut.
Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis bakterial vaginosis, diantaranya adalah: a) Kriteria Amsel Kriteria ini memiliki tingkat spresifitas yang lebih tinggi daripada pewarnaan gram. Kriteria ini paling sering digunakan untuk mendiagnosis vaginitis bakterial. Diagnosis dapat ditegakkan jika didapatkan minimal tiga dari empat kriteria.
Secret vagina yang homogen, putih, dan tipis melekat pada vagina
pH vagina > 4,5 Peningkatan pH dapat menyebabkan terlepasnya amin (trimetilamin).
Secret vagina yang berbau amis setelah penambahan KOH 10 % (tes whiff). Tes trimetilamin atau tes whiff positif jika didapatkan bau amis setelah menambahkan satu tetes 10-20% KOH (potasium hidroxide) pada sekret vagina.
Ditemukannya sel Clue pada pemeriksaan mikroskopis menggunakan preparat salin basah. Pada pemeriksaan sampel pasien vaginitis bakterial didapatkan adanya peningkatan jumlah kuman Gardnerella. Sel squamosa normal memiliki ciri selnya runcing diujungnya, jernih, tepi yang lurus, sedangkan sel Clue memiliki ciri granular, tidak jernih, dan pinggir yang kasar. Sel Clue adalah sel epitel vagina yang batas tepinya sudah tidak terlihat jelas karena terdapat banyak bakteri yang menempel pada permukaan sel tersebut. Ditemukannya sel Clue pada pemeriksaan mikroskopis memiliki sensivitas 98% dan spesifitas 94,3%.
Gambar 3. Sel Clue pada larutan salin dengan perbesaran 400x. Batas yang kasar, warna yang suram, dan tepi yang ireguler adalah sel Clue (sel ketiga dan keempat dari kiri)
Gambar 4. Pemeriksaan mikroskopis dengan larutan saline. A. Single clue cell (tanda panah) B. Sel-sel
squamosa yang dikelilingi oleh bakteri. Batas sel tidak jelas.
b) Skor dari pewarnaan Gram (kriteria Nugent) : Pemeriksaan ini memiliki sensivitas yang lebih tinggi dari kriteria Amsel. Pewarnaan Gram merupakan metode klasik yang digunakan untuk mendiagnosis vaginitis bakterial dengan mendeteksi morfologi bakteri. Sekret vagina dibuat apusan kemudian difiksasi menggunakan penangas atau dengan metanol. Gram positif atau negatif dapat dibedakan berdasarkan kandungan lipopolisakarida di dinding sel.
Gambar 5. Pewarnaan gram c) normal d) vaginitis bakterial dengan perbesaran 1000x
Kriteria yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah morfologi dan perubahan warna. Lactobacillus ditandai dengan batang gram positif berukuran besar, G vaginalis atau Bacteroides sp ditandai dengan batang gram positif berukuran kecil, sedangkan Mobiluncus spp ditandai dengan batang gram positif dengan bentuk yang melengkung. Tabel 2. Kriteria Nugent
f. Patofisiologi Bakterial vaginosis disebabkan oleh faktor-faktor yang mengubah lingkungan asam normal di vagina menjadi keadaan basa sehingga terjadi pertumbuhan dari bakteri anaerob secara berlebihan. Faktor-faktor yang dapat mengubah pH vagina diantaranya adalah mukus serviks, semen, darah menstruasi, douching, pemakaian antibiotik, dan perubahan hormonal saat kehamilan dan menopause. Metabolisme bakteri anaerob yang meningkat menyebabkan lingkungan asam di vagina berubah menjadi basa dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang oportunistik. Pada bakterial vaginosis terjadi simbiosis antara Gardnerella vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob yang mengubah asam amino menjadi amin, sehingga pH vagina meningkat (basa) optimal untuk pertumbuhan bakteri anaerob. beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit, mempercepat pelepasan sel epitel, dan menimbulkan bau busuk pada sekret vagina.
Gardnerella vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina, menimbulkan deskuamasi sel epitel sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasif dan respon inflamasi lokal yang terbatas, hal ini dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina atau dengan pemeriksaan histopatologis. Bakterial vaginosis yang berulang dapat disebabkan oleh halhal berikut ini: 1) Infeksi berulang dari pasangan yang menderita bakterial vaginosis. Seorang wanita yang terinfeksi G. vaginalis akan menyebarkan bakteri tersebut pada suaminya, namun tidak menimbulkan
uretritis
(asimptomatis).
Saat
berhubungan
seksual, wanita yang sudah menjalani pengobatan akan terinfeksi kembali jika tidak menggunakan pelindung. 2) Kekambuhan dapat desebabkan oleh mikroorganisme yang hanya dihambat pertumbuhannya namun tidak dibunuh. 3) Kegagalan pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora normal. 4) Menetapnya mikroorganisme lain yang bersifat patogen.
Gambar 6. Patofisiologi Bakterial Vaginosis
g. Penatalaksanaan 1) Terapi sistemik a) Metronidazol Wanita normal : 2x500 mg selama 7 hari Wanita hamil : 3x200-250 mg selama 7 hari b) Clindamycin Wanita normal : 2x300 mg selama 7 hari 2) Terapi topikal a) Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 2 kali sehari selama 5 hari b) Clindamycin krim (2%) 5 gram intravagina, malam hari selama 7 hari
2. Candidiasis a. Definisi b. Epidemiologi c. Faktor Resiko d. Etiologi e. Patofisiologi f. Penatalaksanaan 3. Trikomoniasis a. Definisi Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan parasit uniselluler Trichomonas vaginalis (T.vaginalis).
Penyakit
ini
mempunyai
hubungan
dengan
peningkatan serokonversi virus HIV pada wanita. T.vaginalis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah, baik pada wanita maupun laki-laki. Parasit ini dapat ditemukan pada vagina, urethra, kantong kemih atau saluran parauretral (Van der Pol, 2007). b. Epidemiologi
Prevalensi trikomoniasis di seluuh dunia setiap tahunnya berkisar antara 170 juta hingga 180 juta. Menurut WHO, insidemsi trikomoniasis di seluruh dunia mencapai 170 juta setiap tahunnya (WHO, 2001). Hasil penelitian yang dilakukan pada populasi beresiko tinggi di Inggris menunjukan prevalensi trikomoniasis di klinik penyakit menular seksual berisar antara 15%-54% (Sobel, 2005). Trikomoniasis sering ditemukan pada usia remaja dan dewasa yang aktif secara seksual. Pada remaja perempuan, trikomoniasis lebih sering ditemukan dibandingkan dengan gonore (Hupert, 2009). Menurut National Longitudinal Study of Adolescent Health Study prevalensi trikomoniasis pada usia 18-24 tahun adalah 2,3%, usia 25 tahun keatas adalah 4% (Danesh, 1995). Trikomoniasis simptomatik lebih sering terjadi pada wanita diabandingkan pria. Namun, wanita juga dapat menjadi pembawa trikomoniasis asimptomatik. Menurut penelitian NHANES 20012004 yang dilakukan pada perempuan usia 14-49 tahun menemukan bahwa 85% wanita yang mengalami trikomoniasis melaporkan tidak memimiliki gejala (Sutton et al., 2007). Transmisi vertikal saat persalinan mungkin terjadi dan dapat bertahan hingga 1 tahun. Sebanyak 2-17% anak yang dilahirkan dari perempuan yang terinfeksi trikomoniasis mengalami infeksi serupa (Danesh, 1995). c. Faktor Resiko Faktor resiko trikomoniasis meliputi: 1) Wanita beresiko lebih tinggi dibandingkan pria 2) Berganti-ganti pasangan 3) Riwayat dan atau sedang mengalami penyakit menular seksual 4) Tidak menggunakan barier kontrasepsi d. Etiologi Penyebab trikomoniasis ialah Trichomonas vaginalis yang merupakan satu-satunya spesies Trichomonas yang bersifat
patogen pada manusia dan dapat dijumpai pada traktus urogenital (Djajakusumah, 2009). T. vaginalis merupakan flagelata berbentuk filiformis, berukuran 15-18 mikron, mempunyai 4 flagela, dan bergerak seperti gelombang (Djuanda, 2009).
Gambar 6. Tropozoit Trichomonas vaginalis
e. Patofisiologi T. vaginalis mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan subepitel. T. vaginalis ditemukan pada lumen dan mukosa traktur urinarius, flagellanya menyebabkan tropozoit berpindah ke vagina dan jaringan uretra. T. vaginalis akan lebih lekat pada mukosa epitel vagina atau urethra dan menyebabkan lesi superficial dan sering menginfeksi epital skuamous. Parasit ini akan menyebabkan degenerasi dan deskuamasi epitel vagina. T. vaginalis merusakkan sel epitel dengan kontak langsung dan produksi bahan sitotoksik. Parasit ini juga akan berkombinasi dengan protein plasma hostnya maka ia akan terlepas dari reaksi lytik pathway complemen dan proteinase host (Parija, 2004). T. vaginalis adalah organisme anaerobik maka energi diproduksi melalui fermentasi gula dalam strukturnya yang dikenal sebagai hydrogenosome. T. vaginalis memperoleh makanan melalui osmosis dan fagositosis. Perkembangbiakannya adalah
melalui pembelahan diri (binary fision) dan intinya membelah secara mitosis yang dilakukan dalam 8 hingga 12 jam pada kondisi yang optimum. Trichomanas ini cepat mati pada suhu 50°C dan jika pada 0°C dapat bertahan sampai 5 hari. Masa inkubasi 4 – 28 hari serta pertumbuhannya baik pada pH 4,9 – 7,5. Parasit ini bersifat obligat maka sukar untuk hidup di luar kondisi yang optimalnya dan perlu jaringan vagina, urethra atau prostat untuk berkembangbiak (Parija, 2004). Trikomoniasis mempunyai beberapa faktor virulensi yaitu: 1) Cairan protein dan protease yang membantu trofozoi adhere pada sel epital traktus genitourinaria 2) Asam laktat dan asetat di mana akan menurunkan pH vagina lebih rendah dan sekresi vagina dengan pH rendah adalah sitotoksik terhadap sel epital 3) Enzim cysteine proteases yang menyebabkan aktivitas haemolitik parasit
Gambar 7. Siklus hidup T. vaginalis
f. Penegakan Diagnosis 1) Anamnesis Pada wanita yang simptomatik sering ditemukan gejala sebagai berikut (Adriyani, 2006): a) Discharge vagina berwarna kuning kehijauan berbuih, berbau busuk berjumlah banyak b) Gatal-gatal atau rasa panas pada vagina c) Rasa sakit dan perdarahan sewaktu berhubungan seksual d) Jika terjadi urethritis maka gejala yang timbul adalah disuria dan frekuensi berkemih meningkat e) Sakit perut bagian bawah 2) Pemeriksaan Fisik (Swygard et al., 2004). Pada pemeriksaan dengan menggunakan speculum ditemukan: a) Colpitis macularis atau strawberry cervix, yaitu merupakan lesi berupa bintik makula eritematosa yang difus pada serviks. Namun, lesi ini hanya terlihat pada 1-2% kasus tanpa menggunakan kolposkopi. Dengan menggunakan kolposkopi lesi ini terdeteksi sampai dengan 45% kasus. b) Discharge purulen berwarna kuning kehijauan berbuih, berbau busuk berjumlah banyak. Colpitis macularis dan keputihan yang berbusa bersama-sama memiliki spesifisitas 99% dan secara sendiri-sendiri memiliki nilai prediksi positif (positive predictive value) 90% dan 62%. c) Erithema pada vagina, dan serviks. Serviks terkadang rapuh.
Gambar 8. Colpitis macularis
3) Pemeriksaan Penunjang a) pH vagina Penentuan pH vagina dengan cara menempelkan swab dengan sekresi vagina pada kertas pH. pH vagina normal secara
praktis
menunjukkan
diagnosis
trikomoniasis
negatif. pH lebih dari 4.5 ditemukan pada trikomoniasis dan vaginosis bacterial. b) Tes Whiff Tes ini berguna untuk menyingkirkan kemungkinan vaginosis bakterial. c) Sediaan Basah (Wet mount) Pemeriksaan
dengan
sediaan
garam
basah
melalui
mikrokoskop terhadap secret vagina yang diusapkan pada objek glass dapat mengidentifikasi protozoa yang berbentuk seperti tetesan air, berflagela, dan bergerak. Pemeriksaan ini juga dapat menemukan clue cells (tanda adanya penyakit vaginosis bacterial). Sensitivitas pemeriksaan ini mencapai 40-60%. Sedangkan spesifisitas dapat mencapai 100% jika sediaan garam basah segera dilihat di bawah mikroskop. d) Pap smear e) Pemeriksaan lain Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya trikomoniasis yaitu pemeriksaan biakan (kultur) secret vagina, direct immunofluorescence assay, dan Polymerase chain reaction (PCR)
g. Penatalaksanaan
Terapi
definitif
menggunakan ornidazole,
untuk
nitroimidazole carnidazole,
dan
trikomoniasis
adalah
(metronidazole, nimorazol).
dengan
tinidazole,
Pada
penelitian
metaanalisis dengan menggunakan nitroimidazole (mayoritas menggunakan
metronidazole
atau
tinidazole)
untuk
terapi
trikomoniasis jangka pendek atau panjang, tingkat kesembuhan secara parasitologis mencapai 90% kasus (Swygard et al., 2004)
Gambar 9. Algoritma terapi nitroimidazole untuk trikomoniasis
F. Komplikasi 1. Ketuban pecah dini 2. Korioamniositis 3. Postpartum endometritis 4. Pelvic inflamatory disease 5. Cervical intraepitelial neoplasia
G. Prognosis Prognosis vaginitis oleh bakterial vaginosis baik, dilaporkan mengalami
perbaikan
spontan
setelah
pengobatan
menggunakan
metronidazol dan clindamycin. Angka kesembuhan spontan mencapai 8496%. Prognosis candida dan trikomonas
BAB V KESIMPULAN
1. Vaginitis adalah peradangan pada mukosa vagina yang dapat disebabkan oleh mekanisme infeksi maupun noninfeksi, ditandai dengan pengeluaran cairan abnormal yang sering disertai rasa ketidaknyamanan pada vulvovagina. 2. Faktor resiko terjadinya vaginitis diantaranya adalah ras, promiskuitas, stabilitas marital, penggunaan kontrasepsi IUD, dan riwayat kehamilan 3. Etiologi vaginitis adalah infeksi (bakterial vaginosis, Candida albicans, Trichomonas vaginalis) dan noninfeksi (vaginitis alergika). 4. Terapi bakterial vaginosis meliputi: terapi menggunakan metronidazol dan clindamycin baik oral maupun topikal ; candidiasis meliputi: ; trichomonas meliputi: 5. Prognosis vaginitis baik, dilaporkan mengalami perbaikan spontan setelah diberikan terapi medikamentosa.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, D J. Genitourinary Immune Defense. Dalam: Holmes K K, Sparling P F, StammW E,Piot P, Wasserheit J N, Corey L, Cohen M S, Watts D H, editor: Sexually Transmitted Diseases, 4rded. New York; McGraw-Hill, 2008.Hal: 271-286. Kaushic C. The Role of theLocal Microenvironmentin Regulating Susceptibility and Immune Responses to Sexually Transmitted Viruses in the Female Genital Tract. J Reprod Immunol.2009; 83: 168-172 Lamont, R.F., Akins, J.D., Hassan, S.S., Chaiworapongsat., Romero. 2011. The vaginal microbiome : new information about genital tract flora using molecular based technique. BJOG. 118: 533-549. (Srinivasan dan Fredricks, 2008). Ronnovist, P.D., Forsgren, U.B., Grahn, E.E. 2006. Lactobacilli in the female genital tract in relation to other genital microbes and vaginal pH. Acta Obstetry Gynecology. 85: 726-735. Russel M W, Bobek L A, Brock J H, Hajishengallis G, Tenovuo J. Innate Humoral Defense Factors. Dalam: Mesteckyj, Lamm M F, Strober W, rd
Bienenstock J, McGhee JR, Mayer L. Mucosal Immunology, 3 ed. USA; Elsevier Academic Press, 2005.Hal: 73-93. Sessa, R., Sciavoni, G., Galdiero, M., Cipriani, P., Romano, S., Zagaglia, C. 2006. Chlamidia pneumoniae in asymptomatic carotid atherosclerosis. Int J Immunopathology Pharmacology. 19 : 111-118. Srinivasan, S., Fredricks, D.N. 2008. The human vaginal bacterial biota and bacterial vaginosis. Interdiscip. Perspect. Infect. Dis. 750. Dapus dera Van der Pol B. Trichomonas vaginalis infection: the most prevalent nonviral sexually transmitted infection receives the least public health attention. Clin Infect Dis. Jan 1 2007;44(1):23-5
1. Huppert JS. Trichomoniasis in teens: an update. Curr Opin Obstet Gynecol. Oct 2009;21(5):371-8. [Medline].
2. Danesh IS, Stephen JM, Gorbach J. Neonatal Trichomonas vaginalis infection. J Emerg Med. Jan-Feb 1995;13(1):51-4. [Medline]. 3. Sutton M, Sternberg M, Koumans EH, McQuillan G, Berman S, Markowitz L. The prevalence of Trichomonas vaginalis infection among reproductive-age women in the United States, 2001-2004. Clin Infect Dis. Nov 15 2007;45(10):1319-26. [Medline]. 4. World Health Organization. Global Prevalence and Incidence of Selected Curable Sexually
Transmitted
Infections:
Overviews
and
Estimates.
WHO/HIV_AIDS/2001.02. Geneva: World Health Organization. 2001 5. Sobel JD. What's new in bacterial vaginosis and trichomoniasis?. Infect Dis Clin North Am. Jun 2005;19(2):387-406. [Medline].
6. Parija, Subash C., 2004. Textbook of Medical Parasitology: Protozoology and Helminthology. 2nd ed. Intestinal, Oral and Genital Flagellates. India: All India Publishers and Distributors, 73 – 78.