BAB I I.1 PENDAHULUAN
Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat ± obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing ±masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing. Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal. Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting. Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan secara langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi intravena berhasil b erhasil ditemukan.
I.2 SEJARAH
illiam W illiam
Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi dietil eter untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun 1909, Ludwig Burkhardt, melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform dan ether melalui intravena, tujuh tahun kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss melaporkan penggunaan morfin dan skopolamin secara intravena. Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi ³Gold Standard´ dari
obat ± obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat obat -obat hipnotik tersedia dalam bentuk intavena, namun obat anestesi intravena intr avena yang ideal belum belum bisa ditemukan.
BAB II TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA)
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat obat -obat anestesi yang dimasukkan dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inha lasi termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut W oodbridge oodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu 1. Amnesia 2. Arefleksia otonomik 3. Analgesik 4. +/- relaksasi otot Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling lengkap. len gkap. Kelebihan TIVA: 1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan. 2.
Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.
3.
Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat alat -alat atau mesin yang khusus.
obat ± obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat obat -obat hipnotik tersedia dalam bentuk intavena, namun obat anestesi intravena intr avena yang ideal belum belum bisa ditemukan.
BAB II TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA)
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat obat -obat anestesi yang dimasukkan dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inha lasi termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut W oodbridge oodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu 1. Amnesia 2. Arefleksia otonomik 3. Analgesik 4. +/- relaksasi otot Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling lengkap. len gkap. Kelebihan TIVA: 1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan. 2.
Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.
3.
Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat alat -alat atau mesin yang khusus.
BAB III III.1 DEFINISI ANESTESI INTRAVENA
Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh pembuluh darah secara parenteral, obat -obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.10 r egional.10 Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat ± obat anestesi dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.
III.2 INDIKASI ANESTESI INTRAVENA 1.
Obat induksi anesthesia umum
2.
Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
3.
Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4.
Obat tambahan anestesi regional re gional
5.
Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi) III.3 CARA PEMBERIAN
1.
Sebagai obat tunggal :
· ·
Induksi anestesi Operasi singkat: cabut gigi
2.
Suntikan berulang :
·
Sesuai kebutuhan : curetase
3.
Diteteskan lewat infus :
·
Menambah kekuatan anestesi III.4 JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA
4.1 Propofol ( 2,6 ± diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai s ebagai obat induksi. induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak ± anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut ters ebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8 Obat ini juga kompatibel dengan D5 W . 4.1.1 Mekanisme kerja Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA ± A (Gamma Amino Butired Acid). 4.1.2 Farmakokinetik Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 ± 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata ± rata 30 ± 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
4.1.3 Farmakodinamik Pada sistem saraf pusat Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis i nduksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood tapi tidak sehebat thiopental. Dapat menurunkan menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan t ekanan intraokular sebanyak 35%.
Cp50
- respon terhadap perintah hilang (verbal ) = 2.3 - 3.5 mcg/ml
Pemeliharaan : 1.5-6 mcg/ml Pasien bangun: < 1.6 mcg/ml Pasien terorientasi: < 1.2 mcg/ml Pada sistem kardiovaskuler Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari : ·
Pernafasan spontan ± mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali
·
Pemberian drip lewat infus ± mengurangi depresi jantung berbanding pemberian secara bolus
·
Umur ± makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung
Pada sistem pernafasan Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan. Secara lebih detail konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan adalah seperti berikut: ·
Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih d ari 30 saat. y
Pemberian 2,4 mg/kg:
ü Memperlambat frekuensi pernafasan selama 2 menit ü Volume tidal (VT) menurun selama 4 menit y
Pemberian 100 µg/kg/min:
ü Respons CO2 sedikit menurun ü V T berkurang 40% ,frekuensi pernafasan meningkat 20% y
Pemberian 200 µg/kg/min:
ü Hanya sedikit mendepresi VT
ü paCO2 menurun
4.1.4 Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV. b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to effect). d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain. e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2% f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. 4.1.5 Efek Samping Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati ± hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.
4.2 Tiopenton Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 ± 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.1 Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2thiobarbituric acid], methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Ada juga turunan barbiturat yang dipakai sebagai induksi seperti secobarbi tal dan pentobarbital tetepi penggunaannya sangat jarang. Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates, sedangan methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.11 W alaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak dipergunakan untuk induksi anestesi.8 4.2.1 Mekanisme kerja Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps saraf dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap). 4.2.2 Farmakokinetik Absorbsi Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak ± anak. Perkecualian pada tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital untuk induksi pada anak ± anak. Sedangkan phenobarbital atau sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.
Distribusi Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak. Metabolisme Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif. Ekskresi Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3 ml/kg/menit dan pada anak ± anak terjadi 6 ml/kg/menit. 4.2.3 Farmakodinamik Pada Sistem saraf pusat Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan
pada
dosis
yang
tinggi
akan
menghasilkan
isoelektrik
elektroensepalogram.Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis tinggi.
Mata Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi thiopental atau methohexital. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi thiopental supaya tekanan intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.
Sistem kardiovaskuler Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi
CO2
atau
hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam
beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard. Sistem pernafasan Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap
CO2
menurun
terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks laringeal
yang
lebih
aktif
berbanding
propofol
sehingga
menyebabkan
laringospasme. Jarang menyebabkan bronkospasme.
4.2.4 Dosis Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien. 4.2.5 Efek samping Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis. 4.3 Ketamin Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan ³rapid acting non barbiturate general anesthesia´. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum. Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah ± muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk. Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
4.3.1 Mekanisme kerja Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.
4.3.2 Farmakokinetik Absorbsi Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular Distribusi Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 ± 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 ± 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit. Metabolisme Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang masih aktif.
Ekskresi Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
4.3.4 Farmakodinamik Susunan saraf pusat Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia ketika operasi kurang lebih antara 0,7 sampai 2,2 µg/ml (sampai 4,0 µg/ml buat anak -anak). Pasien dapat terbangun jika Cp dibawah 0,5µg/ml.
Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA) yang non ·
kompetitif yang menyebabkan : Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat
·
Mengurangi pembebasan presinaps glutamat
·
Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA) Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:
· ·
Mimpi buruk Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)
·
Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi
·
Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan
· ·
20%-30% terjadi pada orang dewasa Dewasa > anak-anak
·
Perempuan > laki-laki
Mata Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis. Sistem kardiovaskuler Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Sistem pernafasan Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien asma. 4.3.5 Dosis dan pemberian Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak ± anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. Dosis induksi adalah 1 ± 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 ± 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 ± 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 ± 0,8 mg/kg IV atau 2 ± 4 mg/kg IM atau 5 ± 10 µg/kg/min IV drip infus.
Bioavailabilitas Route
% bioavailabilitas
Nasal
50
Oral
20
IM
90
Rektal
25
Epidural 77
4.3.6 Efek samping Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia. 4.3.7 Kontra indikasi Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat ± obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll. 4.4 Opioid Opioid telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata ³opium ³ berasal dari bahasa yunani yang berarti getah. Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, m eperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping. 4.4.1 Mekanisme kerja Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,. W alaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotrans mitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.
4.4.2 Farmakokinetik Absorbsi Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g). Distribusi W aktu
paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan
morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus. Metabolisme Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif. Ekskresi Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung pada aliran darah hepar. 5 ± 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase. 4.4.3 Farmakodinamik Sistem kardiovaskuler System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.
Sistem pernafasan Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .Pa CO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. Sistem gastrointestinal Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat. Endokrin Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.
4.4.4 Dosis dan pemberian Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intr avena 0,5 mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.
4.5 Benzodiazepin Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasn ya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.
4.5.1 Mekanisme kerja Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral. Benzodiazepine bekerja di reseptor ikatan GABAA. Afinitas pada reseptor GABAA berurutan seperti berikut lorazepam > midazolam > diazepam. Reseptor spesifik benzodiazepine akan berikatan pada komponen gamma yang terdapat pada reseptor GABA .
4.5.2 Farmakokinetik Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terja dinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.
Clearance
in ml/kg/min
Short
midazolam
6-11
Intermediate
lorazepam
0.8-1.8
Long
diazepam
0.2-0.5
4.5.3 Farmakodinamik Sistem saraf pusat Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.
Sistem Kardiovaskuler Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid.
Sistem Pernafasan Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental. Sistem saraf otot Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.
4.5.4 Dosis Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri. ·
Untuk preoperatif digunakan 0,5 ± 2,5mg/kgbb
·
Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 ± 5 mg
·
Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena. ·
Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.
4.5.5 Efek samping Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai sedasi. Lorazepam dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan trombophlebitis. Benzodiazepine turut memperpanjang waktu sedasi dan amnesia pada pasien. Efek Benzodiazepines dapat di reverse dengan flumazenil (Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn to 1 mg, dan 0.5 - 1 mcg/kg/menit berikutnya.
4.6 Etomidat Etomidat (Amidat) merupakan obat induksi intravena yang bekerja cepat dengan efek gangguan hemodinamik yang minimal beserta efek depresi pernafasan yang sedikit. Selain efek hemodinamik yang stabil dan kurang mendepresi pernafasan obat ini juga bahkan memproteksi fungsi serebral serta lebih aman dibandingkan dengan tiopenton. Etomidat bersifat tidak stabil dan tidak larut dalam air maka
dengan itu etomidat biasanya tersedia 2 mg/ml dalam propylene glycol (35% dalam vol) dengan pH 6,9 dan osmomalitas s4,640 mOsm/l. 4.6.1 Farmakokinetik Metabolisme di dalam hepar :
---> ester hydrolysis (MAJOR) carboxylic acid of etomidate ---> etomidate
Ndealkylation (minor)
ethyl-imidazole-5carbolylate
The major metabolite, the carboxylic acid of etomidate, is inactive.
Ekskresi Metabolit etomidat diekskresi ke urin sebanyak 85% manakala sisa 15% diekskresikan lewat empedu.
y
t1/2 (distribusi) = 3 menit t1/2 (redistribusi) = 30 menit
y
t1/2 (eliminasi) = 4 jam
y
clearance (oleh hepar), Cl = 20 ml/kg/menit
y
4.6.2 Farmakodinamik Sistem saraf pusat
Bersifat hipnotik dengan dosis 0,2-0,3 mg/kgIV dengan onse 5-15 menit. Efek hipnotik kemungkinan berasal dari efek sistem GABA-Adrenergik. Etomidat tidak mempunyai efek analgesik sama sekali. Etomidat menurunkan tekanan intracranial dan aliran darah serebral. Selain itu dapat menurunkan kadar metabolit oksigen pada otak (CMRO2). Tekanan mean arteri (MAP) tidak banyak berubah jadi perfusi serebral akan meningkat dan ratio oksigen suplai pada serebral : demand turut meningkat. Etomidat memberikan gambaran EEG yang mirip dengan barbiturate. Obat ini juga bisa menyebabkan gerakan mioklonik. Mata Menurunkan tekanan intraocular dalam waktu 5 menit Sistem Kardiovaskuler Etomidat mempunyai efek yang minimal pada sistem kardiovaskular. Hanya 10% efek dari etomidat yang meningkatkan nadi. Induksi etomidat dengan dosis 0.3 mg/kg hanya menyebabkan perubahan yang minimal (<10%) pada MAP (Mean arterial pressure), Stroke volume (SV) dan C VP (central venous pressure). Suplai O2 miokard : demand tetap stabil. Sistem pernafasan Depresi pada respon CO2 lebih sedikit berbanding barbiturat. Bolus induksi dapat menyebabkan hiperventilasi pada permulaan pemberian, bisa juga terjadi apnoe pada awal pemberian, sedikit peningkatan pada PaCO2, bisa timbul hiccup dan kadang-kadang menyebabkan batuk. Tidak ada penglepasan histamin. Sistem endokrin Ciri
khas dari etomidat adalah dapat menginhibisi sintesis steroid adrenal. Etomidat
memblokir secara reversibel pada 11-beta-hydroxylase (sedikit pada 17-alphahydroxylase) yang menyebabkan penurunan produksi dari kortisol, kortikosteron dan aldosteron. Mekanisme tersebut berasal dari ikatan imidazole bebas pada sitokrom-P450 yang menghambat sintesis asam askorbat. Asam askorbat diperlukan dalam memproduksi steroid dalam tubuh. Biasanya Vitamin
C
pasien selesai operasi jika pasien telah diinduksi dengan etomidat.
diberikan setelah
4.6.3 Dosis y
Induksi 0.2 - 0.4 mg/kg IV
y
Rektal induksi (peds) 6.5 mg/kg -> hipnotik dalam 4 menit (hemodinamik stabil, recovery cepat)
y
Maintenance:
ü Diperlukan 300 - 500 ng/ml plasma level ü "TECHNIC OF TENS": 10x10 = 100 ug/kg/mnt untuk 10 menit berikutnya 10 ug/kg/mnt dan D/C 10 menit sebelum dibangunkan
4.6.4
Efek samping Menyebabkan nyeri pada injeksi tetapi dapat dikurangi dengan
·
Menggunakan sediaan dalam propylene glycol
· Volume yang lebih besar ·
Premedikasi
·
Pemberian Lidokain 1-2 menit sebelumnya Dapat menyebabkan gerakan mioklonik dan dapat dikurangi dengan premedikasi benzodiazepine atau obat narkotika lainnya. Bisa menyebabkan mual dan muntah tapi jarang. Setelah pemberian etomidat dapat terjadi hiccup. B isa juga menyebabkan trombophlebitis kebanyakannya pada pemberian sediaan dalam propylene glycol. 4.6.5 Kontraindikasi Jangan diberikan dalam jangka panjang selama beberapa jam atau hari kar ena dapat menginhibisi sintesis adrenal steroid sehingga terjadi penurunan kortisol dan aldosteron.
REFERENSI
1.
Said A. Latif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002. ³Intravenous Anesthetics´ didapat dari 2. http://www.metrohealthanesthesia.com/edu.htm 3.
³Intravenous anesthesic´ http://anesthesiologyinfo.com/intravenousanesthetic
didapat
dari
4.
³Hipnotika dan Sedativa´ didapat dari http://www.medicastore.com
5.
³Anestesi Intravena´ didapat dari http://ryan-mul.blogspot.com/2009/04/anestesi intravena.html
6.
³Opioid´ didapat dari http://en.wikipedia.org/wiki/ W ikipedia: Opioid
7.
³Anestesi Umum´ didapat dari http://www.scribd.com/anestesiumum
Propofol - 4 Pharmacokinetics 2 and/or 3 compartment models 3 compartment model (2 distribution phases) y
y
y
y
y
y
y
T 1 /2(distrib)
= 2-8 minutes T 1 /2(redistrib) = 30-60 minutes T 1 /2(elim) = 4-7 hours ("deep" compartment allows accumulation with prolonged infusion) V dss = 2- 10 L/kg V d(peak effect) = 300 ml/kg Cl = 20-30 ml/kg/min older age: decreased Cl (so reduce dose)
Pharmacodynamics CNS y
NO T an
analgesic (but not antanalgesic as thiopental)
y
y
y
y
y
y
y
y
y
y
in fact, causes local pain on injection hypnosis in 1 arm-brain time (2.5 mg/kg) Mechanism of Action: Probably related to action at or near the GABA receptor that enhances the inhibitory effect of GABA on neurotransmission. lower doses -> slower onset (but less bad side effects) duration 5-10 minutes (2-2.5 mg/kg) subhypnotic doses -> sedation and amnesia and antemesis alter mood less than thiopental general sense of well being; 'amorous' ideation reported hallucination and opisthotonus have been reported EEG: 2.5 mg/kg + infusion -> log blood concentration proportional to %delta/%beta seizure effect unclear has been used effectively to treat seizures briefer seizure activity after ECT compared to Brevital lowers ICP (normal and patients with high ICP) + fentanyll -> less ICP response to ETT normal CO 2 response patients with high ICP: MAP may drop more than ICP -> decreasing CPP lowers IOP 35% acutely (> thiopental) relevant Cp's (depends also on age and concurrent medications) Cp 50 for loss of response to verbal commands = 2.3 - 3.5 mcg/ml maintenance: 1.5-6 mcg/ml awakening: < 1.6 mcg/ml orientation: < 1.2 mcg/ml o
o
y
o
o
o
y
y
o
o
o
o
Respiratory y
y
qualitatively similar to barbiturates apnea after induction dose: 25 -40% more likely to last longer than 30 seconds function of dose, speed of injection, other medications 2.4 mg/kg -> slower respiratory rate for 2 minutes smaller VT for 4 minutes 100 mcg/kg/min -> slightly less CO 2 response (compared to 3 mg/kg thiopental) VT 40% less, respiratory rate 20% greater 200 mcg/kg/min -> only slightly more depression of V T expect p aCO2 low 50's o
o
y
o
o
y
o
o
y
o
o
Cardiovascular System y
Induction bolus 2 -2.5 mg/kg: BP DOWN: systolic, diastolic, and mean: 24-40% CI, SV DOWN 15-20% LVSWI down 30% HR little changed or significant bradycardia * vasodilation + myocardial depression Less depression of CI with spontaneous ventilation (compared to controlled ventilation) More CV depression in the elderly and debilitated Less CV depression with an induction infusion (avoid boluses) Maintenance systolic BP 25% less than preop 100 mcg/kg/min + spontaneous ventilation on room air: CI and S V unchanged HR relatively unchanged MVO 2 and myocardial blood flow lower M yocardial O 2 supply:demand ratio probably preserved ETT : returns BP to baseline o
o
o
o
o
y
y
y
y
o
o
o
o
o
Other -- some nice negatives:
Does NO T :
y
y
y
y
y
y
potentiate NM blockers trigger MH cause nausea or vomiting affect steroid synthesis or ACT H response alter hepatic or fibrinolytic function cause histamine release
Uses,
Doses
Induction and Maintenance of General Anesthesia y
y
y
y
y
y
Induction: 1 -2.5 mg/kg Maintenance: 50 -200 mcg/kg/min +/- N2O or opioid or ketamine ED95 2.25-2.5 mg/kg Onset 1 arm-brain time Duration: 3-6 minutes Pediatrics: not much change maybe 3 mg/kg induction dose in healthy young children slightly higher maintenance doses may be expected Fast recovery and return of psychomotor function within 8-10 minutes after up to 2 hours infusion almost as fast as desflurane and with less nausea and vomiting Cardiac surgery not associated with hypotension if boluses are avoided no change in coronary sinus flow, MVO 2, or myocardial lactate extraction Cp re quired: 2.5-6 mcg/ml T IVA: propofol + ketamine propofol:ketamine = 4: 1 (or even 8:1 for less painful procedures) stable hemodynamics no negative dreaming or abnormal behavior o
o
y
o
o
y
o
o
y
y
o
o
o
Sedation y
y
Readily titratable, rapid recovery, by infusion ICU: 4 days sedation -> 10 minutes to recover Cp for sedation stable 96 hours (no tolerance) 25-60 mcg/kg/min amnesia - yes compared to midazolam equal or better control o
o
y
y
y
o
more rapid recovery (and extubation) PCS, patient controlled sedation, has been reported effective o
y
Precautions Side effects y
Pain on injection less than or equal to etomidate pain but greater than usually painless thiopental minimize by mixing with lidocaine or pre -administering lidocaine (0.5-1 mg/kg) Significantly increased risk of bradycardia compared with other anesthetics (T ramer et al, 1997) o
o
y
Overall NN H
(number-needed-to-harm) = 11.3 Pediatric strabismus surgery: NN H = 4.1 y
y
y
y
y
y
y
M yoclonus (thiopental < propofol < etomidate or methohexital) Apnea (less with infusion; avoid boluses) H ypotension (especially with narcotics; less with infusion) Phlebitis (rare) Reported to cause tissue necrosis on subcutaneous extravasation in small children *
Ketamine - 3 Metabolism Ketamine
is metabolized by the hepatic microsomal system.
Major pathway:
N-demethylation
ketamine
->
norketamine (metabolite I)
Norketamine,
with 20-30% of the activity of ketamine, is hydroxlyated to hydoxynorketamine, conjugated with glucuronate and excreted in the urine. Norketamine, with t 1/2(elimination) = 6 hours, probably contributes significantly to analgesia.
Pharmacokinetics y
y
y
y
y
plasma disappearance fits a 2 -compartment model t1/2(distribution) = 11 - 16 minutes V dss = 3 L/kg (very lipid soluble) clearance (Cl) = 12 - 17 ml/kg/min t1/2(elimination) = 2 - 3 hours
y
Plasma levels needed for hypnosis and amnesia during surgery are approximately 0.7 to 2.2 mcg/ml (perhaps up to 4.0 mcg/ml in children). Awakening occurs below 0.5 mcg/ml.
Pharmacodynamics Central Nervous System y
y
unconsciousness and analgesia "dissociative anesthesia" cataleptic appearance o
profound analgesia eyes may be open reflexes may be intact (corneal, cough and swallow) amnesia (but not as profound as with benzodiazepines) onset < 30 seconds max effect: 1 minute (after IV injection) pupils dilate nystagmus lacrimation, salivation common skeletal muscle tone may increase may be purposeless but coordinated movements good correlation between blood concentration and CNS effects need plasma level 0.6-2 mcg/ml for general anesthesia in adults may need 0.8-4 mcg/ml in children o
o
o
o
y
y
y
y
y
y
y
y
o
o
y
y
2 mg/kg -> 10-15 minutes of anesthesia with full orientation in 15-30 minutes (dose-related duration) S enantiomer: slightly lower dose adequate 10% faster hepatic biotransformation slightly faster recovery analgesia occurs at concentrations above approximately 0.1 mcg/ml (ketamine provides built-in post-op analgesia !) cerebral functional disorganization thalamoneocortical projection system: decreased function of cortical association areas and thalamus increased func ti on of par t s of li mb ic s ys te m, inc ludin g hi ppoca mpus (me mor y) o
o
o
y
y
o
o
y
y
decreased transmission in medial medullary reticular formation (affective-emotional component of nociception from cord -> brain) a noncompetitive N-methyl-D-aspartate (NMDA) receptor antagonist inhibits activation of NMDA receptor by glutamate (excitatory CN S neurotransmitter) reduces presynaptic release of glutamate potentiates effects of gamma-aminobutyric acid (GABA, inhibitory neurotransmitter) may mediate general anesthetic effect may explain part of the analgesic effect may be responsible for elements of the "near death experience" (NDE) sometimes described opiate receptors ketamine probably occupies mu and kappa opiate receptors in brain and spinal cord S-(+)-ketamine has been reported to have mu opioid receptor activity may explain some of analgesic effect increases cerebral metabolism generalized EE G theta activity (signals analgesic activity) petit mal seizure-like activity - hippocampus increased CMRO2 increased CBF thiopental or diazepam block the increases in CBF and CMRO 2 questionably may increase ICP - clinical significance controversial In the clinical setting, level II evidence indicates that ketamine does not increase intracranial pressure when used under conditions of controlled ventilation, coadministration of a gamma-aminobutyric acid (GABA) receptor agonist, and without nitrous oxide. Ketamine may thus safely be used in neurologically impaired patients. Compared with other anesthetics or sedatives, level II and III evidence indicates that hemodynamic stimulation induced by ketamine may improve cerebral perfusion; this could make the drug a preferred choice in sedative regimes after brain injury. Himmelseher 2005 Ketamine has generally beneficial effects on the respiratory system with no more than minimal respiratory depression. Ketamine does not trigger seizure activity; in fact, it much more likely prevents seizure activity by NMDA receptor antagonism. o
o
o
o
o
o
y
o
o
o
y
o
o
o
o
o
o
T he
preponderance of evidence favors a neuroprotective action of ketamine. It seems confirmed that ketamine does not increase I CP when blood pressure is controlled and mild hypocapnea is achieved. Kohrs 1998 Eight patients with traumatic brain injury were studied. In all patients, ICP monitoring was instituted before the study. Ketamine, in all three doses studied (1.5, 3, and 5 mg/kg) was associated with a significant decrease in ICP (mean +/- SD: 2 +/- 0.5 mm Hg [P < 0.05], 4 +/- 1 mm Hg [P < 0.05], and 5 +/2 mm Hg [P < 0.05]) among the study patients regardless of the ketamine dose used. Albanese 1997 Anterior fontanel pressure decreased 11 % during isoflurane administration, 9% during halothane administration, 10% after fentanyl, and 10% after ketamine . T hese changes were statistically significant, but clinically mild, and AFP remained within the normal range. Friesen 1987 cerebrovascular CO2 response intact (reducing PaCO 2 attenuates rise in ICP) psychological effects ("emergence reactions") vivid dreaming extracorporeal (floating "out -of-body") experience misperceptions, misinterpretations, illusions may be associated with euphoria, excitement, confusion, fear occur from 1 to several hours post-op 10-30% of adults adults > children women > men more with more drug (dose-related) increased susceptibility: psychosis best attenuated or eliminated with benzodiazepines and, probably, propofol may be ameliorated by prior "preemptive" positive suggestion
y
y
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Respiratory y
ventilatory response to CO 2 unaltered 2 mg/kg may lead to brief (1 -3 minutes) decrease in V E apnea rare and only at high doses no significant change in ABG's bronchodilation : bronchial smooth muscle relaxation (even in isolated bronchial muscle studies) o
o
y
y
System
y
y
increased salivation airway reflexes relatively intact : swallow cough sneeze gag o
o
o
o
Cardiovascular System y
Ketamine
stimulates the cardiovascular system blood pressure increases heart rate increases cardiac output increases increased MVO 2 and work (associated with appropriately increased coronary artery dilation and flow) relativley unrelated to dose (0.5 mg/kg = 1.5 mg/kg) increases central sympathetic outflow increases sympathoneuronal norepinephrine release (may block this effect with barbiturates, benzodiazepines, droperidol) inhibits catecholamine reuptake in vitro: direct negative inotropic effect on isolated myocardium tachycardia and hypertension reduced by prior benzodiazepines delivering ketamine by continuous infusion rather than by boluses using other general anesthetic agents concomitantly beta-blockers congenital heart disease: usually no significant change in shunt usually no significant change in SPO 2 some increase in pulmonary artery pressure pulmonary vascular resistance may increase more than systemic vascular resistance o
o
o
o
o
y
y
y
y
y
o
o
o
o
y
o
o
o
o
Other y
y
y
y
ketamine suppresses neutrophil production of inflammatory mediators, improving blood flow * reduces migration of leukocytes through endothelial cells * suppresses proinflammatory cytokine production in whole blood * inhibits activity of hepatic microsomal enzymes, CYP 2D 1 and CYP 3A, by 10-20% *
Uses
of Ketamine
Induction and Maintenance of General Anesthesia 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
Poor risk ASA IV (or V) patients with respiratory or cardiovascular disease ( not CAD), especially reactive airway disease or hemodynamic compromise based on hypovolemia or intrinsic myocardial disease (not CAD) Reactive airway disease, asthma Rapid-sequence induction in otherwise healthy trauma victims after significant hemorrhage Patients with septic shock * Cardiac tamponade and restrictive percarditis (ketamine maintains heart rate and filling pressures) Congenital heart disease , especially with propensity for R -> L shunt Malignant hyperthermia suscepti ble patient with large anterior mediastinal mass when spontaneous ventilation was re quired during induction and intubation * Cardiac anesthesia for correction of valvular or ischemic heart disease: ketamine, plus diazepam or midazolam * (maybe plus sufentanil*), by continuous infusion minimal hemodynamic pertubations profound analgesia dependable amnesia uneventful convalescence Continuous infusion of ketamine plus propofol allows total intravenous anesthesia ( T IVA) with profound analgesia and spontaneous ventilation o
o
o
o
9.
Sedation and Analgesia 1.
2.
Preoperative sedation/analgesia Sedation (especially pediatric) away from the OR: Cardiac catheterization Radiation treatment Radiologic studies Dressing changes (e.g. post burn injury) Dental procedures During primary propofol sedation/anesthesia with spontaneous ventilation, ketamine boluses provide good analgesia (without respiratory depression) during injection of local anesthetics. * Supplement to regional anesthesia, prior to or after block Postoperative analgesia * o
o
o
o
o
3.
4. 5.
Other 1.
Bronchodilation, treatment of status asthmaticus * 2. Inhibition of reflex hypertensive response to urinary bladder distension (rats) * 3. T reatment of restless leg syndrome * (ketamine 30-40 mg PO BID) 4. It has been suggested that ketamine may be useful as an adjunct to psychotherapy ; e.g. it has been investigated as an aid in treatment of heroin addiction.
Doses, Routes of Administration Ketamine
may be administered by the intravenous, intramuscular, oral, rectal, or nasal routes. (Ketamine has also been administered in the epidural and intrathecal spaces to achieve analgesia.)
General Anesthesia y
y
y
y
y
Intravenous induction : 0.5 - 2 mg/kg -> peak effect in 30-60 seconds Intramuscular induction : 4 - 10 mg/kg -> onset 5 minutes, peak 20 minutes Maintenance : 0.5 - 1 mg/kg IV prn Or, better: 20 - 90 mcg/kg/min IV infusion For T IVA may also be conveniently infused continuously I V in propofol:ketamine (4:1) mixture (e.g. propofol 200 mg + ketamine 50 mg) may be wise to reduce dose in elderly patients
Sedation/analgesia y
y
y
0.2 - 0.8 mg/kg IV 2 - 4 mg/kg I M 5 - 10 mcg/kg/min I V infusion
Pediatric sedation-anesthesia:
Bioavailability
* Route
% bioavailability
Nasal
50
Oral
20
IM
90
Rectal
25
Epidural
77
Precautions y
y
Emergence reactions Relative contraindications patient with intracranial mass lesion and elevated I CP open eye injury (or whenever increased intraocular pressure would be harmful) sole agent in ischemic heart disease patient with vascular aneurysm psychotic disease o
o
o
o
o
Other notes y
ketamine has been reported to potentiate nondepolarizing neuromuscular blockade
y
ketamine's preservative may be neurotoxic, so epidural or subarachnoid administration may be unwise
Etomidate
- 3
Metabolism In the liver:
---> ester hydrolysis (MAJOR)
carboxylic acid of etomidate
etomidate
---> Ndealkylation (minor) ethyl-imidazole-5-carbolylate
T he
major metabolite, the carboxylic acid of etomidate, is inactive. Etomidate metabolites are excreted in the urine (85%) and bile (15%). Etomidate
-4
Pharmacokinetics y
y
y
y
y
T hree-compartment
model is probably most accurate t1/2(distribution) = 3 minutes t1/2(redistribution) = 30 minutes t1/2(elimination) = 4 hours clearance (by the liver), Cl = 20 ml/kg/min
y
y
y
75% protein bound V dss = 3 - 4 L/kg patients with hepatic ci rrhosis: V dss doubled Cl normal so, t1/2(elimination) is doubled elderly patients: V dss less Cl less o
o
o
y
o
o
Pharmacodynamics Central Nervous System y
y
hypnosis 0.2 - 0.3 mg/kg IV --> onset in one "arm-to-brain" time; duration 5 - 15 minutes no analgesia Effect
vs
Concentration, ng/ml:
anesthesia
300-500
sedation
150-300
awake
150-250
y
y
y
y
y
hypnosis may be in part related to GABA-adrenergic system decreases intracranial pressure (I CP) decreases cerebral blood flow ( CBF) decreases cerebral metabolic rate for O 2 (CMR O2) mean arterial pressure essentially unchanged so cerebral perfusion pressure increased and cerebral oxygen supply:demand ratio increased animal model: less brain injury after cerebral ischemic insult intraocular pressure (IOP) decreased for 5 minutes EEG effects similar to those associated with the barbiturates associated with grand mal seizures and seizure activity during surgery to remove seizure foci myoclonic movements (not seizure activity on EE G) o
o
y
y
y
o
o
y
Respiratory y
y
CO2
response less depressed compared to barbiturates Induction bolus may lead to Brief hyperventilation With or without brief apnea Slight increase in P aCO2 Occasionally hiccup or cough No histamine release o
o
o
o
y
Cardiovascular System y
y
Etomidate
has minimal effect on CV function Etomidate induction with 0.3 mg/kg results in Less than 10% change in MAP PAOP PAP CVP SV CI SVR Generally about 10% HR increase except Perhaps up to 20% increase in HR in patients with aortic or mitra l valve disease (but myocardial O 2 supply:demand ratio appears to be maintained favorably) Coadministration of fentanyl leads to greater drop in MAP and CI Endotracheal intubation is likely to result in signs of sympathetic response unless an opioid and/or inhalational agent has also been given o
o
o
o
o
Endocrine
System
Etomidate
inhi bits adrenal steroid synthesis In 1983 increased morbidity and mortality was observed in I CU patients sedated with etomidate. Eventually, it was disovered that etomidate causes a reversible, concentration -dependent block of 11- betahydroxylase (plus some minor 17-alpha- hydroxylase block) leading to decreased production of cortisol, corticosterone and aldosterone. T he mechanism involved may via free imidazole binding of cytochrome P450 leading to inhibition of ascorbic acid synthesis. Ascorbic acid is required for steroid production in humans. Vitamin C has been reported to restore cortisol levels to normal after use of etomidate. (Should we serve orange juice in the recovery room!?) It appears that an induction dose of etomidate followed by a short maintenance period of up to a small number of hours does NO T result in a clinical problem involving steroid production. However, many hours to days of sedation should be avoided as it may be expected to lead to increased morbidity and mortality due to inhibition of steroid synthesis. y
Effect of etomidate infusion on steroid synthesis:
Other y
y
Etomidate enhances to some degree the action of nondepolarizing muscle relaxants Despite in vitro inhibition of aminolevulinic acid synthetase, etomidate has been used safely in porphyria without resulting in an acute attack
Uses,
Doses
Induction and maintenance of general anesthesia
GOO D choice for R APID induction in patient in pre carious hemodynamic balance; perhaps especially one with ischemic heart disease, with or without intracranial pathology; or perhaps whenever hemodynamic sta bility is most important . Examples: y
y
Doses
Rapid-sequence induction-intubation for intracranial bleed in p atient with angina (will need some narcotic or other agent to blunt response to intubation). IV sedation vs general anesthesia for short peripheral procedure on patient with mod-severe cardiomyopathy (e.g. cardioversion)
y
y
y
Induction 0.2 - 0.4 mg/kg (less after pre-med) IV Rectal induction (peds) 6.5 mg/kg -> hypnosis in 4 min (stable hemodynamics, rapid recovery) Maintenance: Need 300 - 500 ng/ml plasma level Note: " T ECHNIC OF T E N S": o
o
10x1 0
= 100 ug/kg/min for 10 mins then 10 ug/kg/min and D/ C 1 0 mins before awake (LOC usually occurs in 10x10 = 100 secs) Expect: hemodynamic stability, adequate spontaneous ventilation, less pain, myoclonus, phlebitis y
Precautions AVOID longterm IV sedation with etomidate for many hours to days (CONTR AINDICA TED) Longterm infusion is likely to result in inhibition of adrenal steroid synthesis with decreased levels of cortisol and aldosterone:
RE : "Nuisance" side effects y
y
y
y
y
Pain on injection (less with propylene glycol formulation, less wit h larger volume, pre-med, lidocaine 1 -2 min prior) 10-50% M yoclonic movements - variable (10-70%), less after benzodiazepine or narcotic premed or perhaps if injected more slowly hiccuping - variable Nausea and vomiting 30-40% (more with fentanyl; patient's #1 complaint) T hrombophlebitis (more likely with proylene glycol formulation, 23%) (Note: Intra-arterial injection leads to no local or vascular pathology!) Benzodiazepines
Historical Points
Chlordiazepoxide
(Librium) was synthesized in 1955 by Sternbach. In 1957 it was discovered to have hypnotic properties. Amnesic effects were noted sometime after its release for oral use in 1960. Sternbach synthesized diazepam ( Valium) in 1959. In 1966 diazepa m became the first benzodiazepine to be used to produce anesthesia. Oxazepam (Serax) was synthesized by Bell in 1961. Lorazepam (Ativan), 2'-chloro substituted oxazepam, was synthesized in 1971. In 1976 Fryer and Walker synthesized the first clinically u sed water-soluble benzodiazepine, midazolam ( Versed). T he benzodiazepine receptor was characterized in the 1 970's. Physicochemical Properties T he
three benzodiazepines in common anesthetic use today are diazepam, lorazepam and, especially, midazolam. Mid azolam is the most lipid soluble of the three in vivo, but is water-soluble at p H < 4. At pH > 4, midazolam becomes lipid soluble. Midazolam's imidazole ring helps provide stability in solution as well as allow for rapid metabolism. Metabolism
Benzodiazepines are metabolized in the liver by hepatic microsomal oxidation and glucuronide conjugation. Hepatic microsomal oxidation ( N -dealkylation or aliphatic hydroxylation) is impaired by age, hepatic cirrhosis and by the coadministration of certain drugs (e.g.: cimetidine). Habitual alcohol consumption leads to increased clearance of midazolam. Diazepam is metabolized to two active metabolites that help prolong the benzodiazepine effect. Midazolam, on the other hand, is metabolized to hydroxymidazola m which has very little activity. Pharmacokinetics T he
three benzodiazepines may be grouped according to elimination clearance: Clearance in ml/kg/min short
midazolam
6-11
intermediate
lorazepam
0.8-1.8
long diazepam 0.2-0.5 It should be noted that termination of anesthetic effect is due primarily to redistribution (not elimination clearance). Pharmacology
Properties: y
y
y
y
y
hypnotic, sedative anxiolytic amnestic anticonvulsant centrally acting muscle relaxant
Mechanism of action: GABA A receptor binding GABAA receptor affinity: lorazepam > midazolam > diazepam Binding is stereospecific and saturable. GABAA receptor occupancy and clinical effect: y
y
y
>20%: anxiolysis >30-50%: sedation >50%: unconsciousness
GABAA receptor complex is reported to be a pentameric complex consisting of 2 alpha 1, 2 beta 1, and one gamma 2 components surrounding and controlling a central chloride ion channel. T he specific benzodiazepine receptor is part of the gamma2 component. GABA, the physiologic inhibitory transmitter, triggers gating ('opening') of the chloride channel which leads to hyperpolarization (hence inhibition) of the postsynaptic neuron. Another mechanism, alteration in calcium ion flux, may play a role in the benzodiazepine hypnotic effect. Uses
IV sedation Midazolam, 0.5-1 mg IV prn, produces its peak effect in 2 -3 minutes. Midazolam may be administered IM: 0.07 mg IM. A continous IV infusion of midazolam 0.5-1 mcg/kg/min provides reliable amnesia. Lorazepam, 0.25 mg I V prn provides seda tion and an unpredictable duration of amnesia.
Induction and maintenance of anesthesia Midazolam 0.1 - 0.2 mg/kg IV induces general anesthesia in about 30 seconds. It is slower than thiopental, but produces more reliable anmesia. T he dose should be reduced for patients > 55 years old, ASA III and I V patients, and when used with other drugs (coinduction). Emergence is slower than after
thiopental or propofol for short operations. Maintenance may be provided with midazolam 0.25-1 mcg/kg/min to maintain a plasma level of 50 ng/ml. It may be used concomittantly with fentanyl and perhaps an inhalational agent. Side
Effects
and
Reversal
Benzodiazepines are relatively free of allergenic side effects. Midazolam may cause respiratory depression when used for sedation. Lorazepam and diazepam may cause venous irritation and thrombophlebitis. Benzodiazepines may produce a prolonged period of sedation and amnesia. Benzodiazepines are reversible with flumazenil (Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn to 1 mg, and then 0.5 - 1 mcg/kg/min. Residents
IV Anesthesia - Barbiturates T hiopental ,
the flagship of the barbiturate anesthetic group, has been for more than 60 years a standard anesthetic induction agent to which all others are compared. Barbiturate
Development
In 1864 von Baeyer synthesized the first barbiturate, barbituric acid . T he first hypnotic barbiturate, diethyl bar bituric acid , was synthesized by Fischer and Mering in 1903. A number of other hypnotic-sedative barbiturates were developed and tested, but all had too slow onset and too long duration of action. In 1932 Weese and Schapff synthesized the first rapid onset, short duration barbiturate, the methylated oxybarbiturate hexo bar bital. Unfortunately, hexobarbital caused undesirable excitatory side effects. T hiopental was first administered by Waters (Wisconsin) and Lundy ( Mayo Clinic) in 1934. T hiopental proved to be fast and brief acting and devoid of excitatory side effects. When hexobarbital and thiopental were used to anesthetize the wounded at Pearl Harbor in 1941, there were so many deaths that intravenous anesthesia with these agents was later described as "an ideal method of euthanasia." (probably Halford FJ, 1943) A responding anonymous editorial correctly suggested that the cause of death might be the method of administration rather than any inherent barbiturate toxicity. In 1950 Brodie et al demonstrated that barbiturate hypnotic-sedative activity was terminated not by met abolism, but by redistribution from central neural sites of action to other body tissues. It
was later shown (Price, 1960) that during prolonged infusions, redistribution becomes less effective because redistribution sites approach equilibrium. Basic Barb iturate
Pharmacology
Chemistry and Formulation
Barbiturates are derivatives of barbituric acid (2,4,6trioxyhexahydropyrimidine):
<--> keto-enol tautomerism of barbituric acid, devoid of hypnotic activity Clinically
important hypnotic-sedative barbiturates have substitutions at sites 1, 2 and, especially, 5 of barbituric acid. Barbituric acid may be described as a "cyclic ureide of malonic acid:"
+ -> urea + malonic acid -> barbituric acid Keto-enol
+
tautomerization allows formation of water -soluble barbiturate salts:
->
H ypnotically active barbiturates:
+
secobarbital
thiamylal
pentobarbital
thiopental
methohexital Na
salts + 6% by weight NaCO 3 + H2O or NS = 2.5% thiopental, 2% thiamylal, 1 % methohexital Buffering action of NaCO 3 plus atmospheric CO 2 maintains p H at 10 to 11. In less alkaline solutions, these barbiturates may precipitate as the free acids; so do not reconstitute with NS or LR; and do not mix with acidic solutions of other drugs. Properly reconstituted, refrigerated solutions of thiobarbiturates are stable for 1 week, while similar solutions of methohexital are stable for 6 weeks. Structure-Activity
Relationships
H ypnotic activity: side chains at position 5 (especially if one of them is branched) Potency and duration of action: length of side chain at position 5 (so, secobarbital and thiamylal are slightly more potent than pentobarbital and thiopental, respectively) More rapid onset and shorter duration of action: sulfur instead of oxygen atom at position 2 (so thiamylal and thiopental have more rapid onset and shorter duration of action than secobarbital and pentobarbital, respectively) Increased incidence of excitatory side effects: methylation at position 1 (methohexital) Increased potency, rate of onset and short action: increased lipophilicity Stereoisomerism T hough their l-isomers are nearly twice as potent as their d isomers, barbiturates are marketed as racemic mixtures. Methohexital has two
asymmetric carbon atoms, so exists as 4 stereoisomers (alpha,beta -d,lmethohexital). T he beta isomers are associated with extensive motor activity, so methohexital is marketed as racemic alpha-d,l-methohexital . Different activities among different stereoisomers (enantiomers or enantiomorphs) is consistent with a site of action at a chiral center of a receptor or enzyme. Mechanism of Action Most likely site of action: gamma-aminobutyric acid (GABA) receptor complex, GABAA. Effects on GABAA occur at clinical drug concentrations, correlate with anesthetic potency and are stereospecific. GABA is the principal inhibitory neurotransmitter in the mammalian CNS GABAA complex: - oligomeric complex of 4 to 6 glycoprotein subunits assembled to form a ligand gated chloride ion channel - activation (e.g. by GABA) leads to increased chloride conductance causing hyperpolarization, hence inhibition or decreased excitability, of the postsynaptic neuron Barbiturates enhance and mimic the action of GABA at the GABA A receptor complex. Barbiturate binding to this receptor decreases the rate of GABA dissociation and increases the duration of GABA -activated chloride channel opening. At slightly higher concentrations, barbiturates directly activate chloride channel opening even in the absence of GABA, leading to "barbiturate anesthesia."
Pharmacokinetics
An intravenous barbiturate bolus distributes first into a "central blood pool" chiefly perfusing relatively low-volume, high blood flow organs such as the brain. (Despite high affinity, adipose tissue takes up drug slowly due to relatively low perfusion.) Elimination clearance contributes almost nothing to termination of induction effect. Drug effect is terminated in large part by uptake into lean tissues such as muscle. First-pass pulmonary uptake of thiopental is about 14%. Mean data from compartmental models VC (L/kg) Vdss(L) ClE(ml/min/kg)
thiopental
0.38
2.5
3.4
t1/2beta(hrs) Hepatic ER 11.6
0.15
methohexital 10.9 0.35 2.3 3.9 0.50 Where, in the above table, V C is the central volume of distribution (that includes the brain), V dss is the volume of distribution at steady state, Cl E is elimination clearance, t 1/2beta is elimination half-time, and Hepatic ER is the
hepatic extraction ratio. Note that the slower elimination clearance of thiopental may relflect it's lower hepatic extraction ratio. Cl E becomes the dominant factor controlling drug concentration only after the rapid decline during initial drug redistribution. After large or multiple doses or a continuous infusion of barbiturate, termination of drug activity depends increasingly on adipose tissue uptake and Cl E. After about 3 days of thiopental administration for cerebral resuscitation, recovery took almost 4 days! Pharmacodynamics
Pharmacodynamics may be most easily elucidated by studying a continuous noninvasive measure of drug effect: for thipental, the electroencephalogram (EE G). T hiopental causes a bipha sic EEG response with activation at low concentrations followed by inhibition at higher concentrations. However, a unique relationship between thiopental's EE G effect and anesthetic depth (measured by response to noxious stimuli) could not be established.
Clinical Pharmacology and
Uses
Altered responses to induction doses of barbiturates are due altered pharmacodynamics or early distribution pharmacokinetics. T he classic example is the markedly reduced dose required in the presence of hypovolemic shock. In this situation, the brain receives a higher fraction of the induction dose and removal is quite slow because of decreased blood flow to other organs. T he decreasing dose requirement with age is probably related to the relative decrease in lean body mass with age and the relative increase in adipose tissue. For similar reasons, induction dose is decreased in females and in the obese. It has been suggested that thiopental dose(mg) = 350 + wt - 2(age) - 50(if female) Induction of General Anesthesia
Barbiturates induce general anesthesia rapidly and pleasantly (painlessly). T hey act in one arm-to-brain circulation time with maximum effect in about 1 minute and duration about 5-8 minutes. Induction doses produce the highest blood concentration, the greatest effects on body systems and the most side effects. Usual, recommended induction doses of thiopental: adults 2.5-4.5 mg/kg children 5-6 mg/kg infants
7-8 mg/kg
Since, some individuals seem "particularly sensitive" to thiopental, a conservative technic might be to inject 1/4 of the calculated (above) dose and observe patient response. If this smaller dose has great effect, reduce calculated subsequent dose. Premedication and ASA Physical Status influence induction dose (mg/kg): Premed ASA I ASA II ASA III & IV none
4.0
3.7
3.2
benzodiazepine
3.4
3.3
3.1
light opioid
3.4
3.1
3.0
heavy opioid 3.1 2.8 2.7 Premedicated geriatric patients require a 30 -40% reduction in dose. Concomittant midazolam administration shifts dose response curve to the left. In hypothermia and circulatory failure a much lower dose is needed and the effect is greater. In acute EtOH intoxication a lower barbiturate dose will suffice; but increased doses may be needed in chronic alcohol drinkers. Methohexital is about 2.7 times more potent than thiopental. Methohexital 1.5 mg/kg is approximately equivalent to 4.0 mg/kg thiopental. T hiamylal is not significantly different from thiopental in potency, incidence of laryngospasm, respiratory depression, cardiotoxicity or recovery time. Injection complications y
urticarial rash upper chest, neck, face fades in a few minutes probably due to histamine anaphylactoid reactions are occasionally seen hives, facial edema, bronchospasm, shock absence of reaction to oral barbiturates does NOT ensure lack of sensitivity to IV barbiturates treatment symptomatic: may include epinephrine in 100 mcg increments, IV fluids, bronchodilators pain on intravenous injection - uncommon: thiopental 1 -2% and methohexital <5% when injected into small veins intra-arterial injection or subcutaneous extrav asation methohexital -> mild discomfort, no sequelae thiopental extravasation pain edema, erythema -> sequelae ranging from slight soreness to extensive tissue necrosis depending on concentration and total amount injected o
o
o
y
o
o
o
y
y
o
o
o
thiopental intra-arterial may cause intense arterial spasm with possibly severe pain at and distal to the injection site which may persist for hours and be associated with anesthesia or hyperesthesia of the distal extremity, edema or motor weakness sequelae range from mild discomfort to gangrene and loss of distal tissue T reatment is aimed at preventing permanent sequelae and consists of diluting the drug and relieving spasm: papaverine 40-80 mg in 10-20 ml NS intra-arterial or lidocaine 1% 5-10 ml intra-arterial , and consider sympathetic block ( stellate ganglion block or brachial plexus block) to relieve spasm, and heparin IV to prevent thrombosis
Specific Organ Function Effects CNS y
y
y
y
y
y
y
Effects
Barbiturates may be hyperalgesic in subanesthetic doses. T hiopental produces dose -related depression of the EE G: 1. delta and theta waves (increasing amplitude and decreasing frequency) 2. burst supression 3. flat line T hiopental 4 mg/kg/hr maintains flat EE G (as may pentobarbital infusion that maintains a plasma concentration of 3-6 mg%). T hiopental causes a dose-related decrease in CMR O 2 to 55% with flat EEG reflecting a decrease in neuronal but not metabolic need for O 2. (H ypothermia is the only way to decrease the metabolic O 2 requirement.) T hiopental decreases CBF and ICP. CPP is maintained because I CP decreases more than arterial pressure. Methohexital is associated with seizures after high doses; and 33% incidence of postoperative seizures when given by continuous infusion. SSEP's remain even after doses of thiopental that flatten the EE G, but median nerve SSEP and BSAEP responses change in a dose -dependent fashion. Intraocular Pressure