BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Tujuan Percobaan
1. Mempelajari fenomena aliran fluida termampatkan.
2. Menghitung pressure drop yang terjadi pada fluida termampatkan
melalui pipa lurus dan fixed bed.
I.2. Prinsip Percobaan
Udara kering dialirkan dalam suatu pipa lurus dan fixed bed, dimana kondisi
aliran dapat terukur.
I.3. Dasar Teori
Fluida adalah zat yang tidak dapat menahan perubahan bentuk/distorsi
secara permanen. Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu massa fluida, maka
di dalam fluida tersebut akan terbentuk lapisan-lapisan, dimana lapisan
yang satu akan mengalir di atas lapisan yang lain sehingga tercapai bentuk
baru. Selama perubahan bentuk tersebut, terdapat tegangan geser (shear
stress), yang besarnya bergantung pada viskositas fluida dan laju alir
fluida relatif terhadap arah tertentu. Bila fluida telah mendapatkan bentuk
akhirnya, semua tegangan geser tersebut akan hilang sehingga fluida berada
dalam keadaan kesetimbangan.
Fluida akan terus menerus berubah bentuk apabila mengalami tegangan
geser. Gaya geser adalah komponen gaya yang menyinggung permukaan dan bila
dibagi dengan luas permukaan menjadi tegangan geser rata-rata pada
permukaan tersebut. Sifat fluida ini berbeda dengan sifat zat padat yang
cenderung mempertahankan bentuknya saat mengalami tegangan geser atau
gangguan tertentu.
Fluida dapat dialirkan melalui pipa ataupun tabung. Untuk membuat
suatu fluida mengalir dari satu titik ke titik yang lain dalam pipa yang
tertutup membutuhkan adanya driving force yang dapat berupa perbedaan
ketinggian yang disebabkan oleh adanya gaya gravitasi atau dengan
menggunakan pompa.
Setiap fluida akan memiliki nilai densitas yang bergantung pada
kondisi suhu dan tekanan. Meskipun suhu dan tekanan berpengaruh terhadap
nilai densitas, perubahan densitas karena perubahan variabel tersebut dapat
bernilai besar maupun kecil. Apabila dalam suatu aliran, densitas fluida
hanya berubah sedikit pada perubahan suhu dan tekanan, maka fluida itu
disebut sebagai fluida dengan aliran tak termampatkan (incompressible
flow). Contoh dari aliran tak termampatkan adalah air, minyak, campuran
lemak dan larutan basa (emulsi), serta kebanyakan zat cair lainnya. Tetapi
bila densitas pada sepanjang aliran fluida peka terhadap perubahan suhu dan
tekanan, maka fluida itu disebut sebagai fluida dengan aliran termampatkan
(compressible flow). Contoh dari fluida termampatkan adalah gas.
Walaupun biasanya zat cair biasanya dianggap sebagai fluida
incompressible dan gas sebagai fluida compressible, densitas zat cair dapat
mengalami perubahan yang cukup berarti jika tekanan dan suhu diubah dalam
range yang cukup luas. Demikian pula pada gas yang mengalami perubahan
tekanan dan suhu yang kecil, maka dapat berlaku sebagai fluida
incompressible, perubahan densitas dalam kondisi seperti itu dapat
diabaikan. Perilaku aliran pada kedua jenis fluida ini berbeda, terutama
pada laju alir yang tinggi.
Aliran fluida adalah operasi yang paling sering dijumpai dalam
industri, terutama fluida incompressible. Osborne Reynolds
mengklasifikasikan secara garis besar tipe aliran fluida dalam saluran
tertutup menjadi 3, yaitu aliran laminar, turbulen serta transisi. Aliran
laminar terjadi pada laju alir rendah di mana tidak terjadi aliran sirkular
oleh fluida. Sedangkan aliran turbulen terjadi pada laju alir yang agak
tinggi. Laju alir saat fluida akan berubah tipe aliran disebut laju kritis
( critical velocity ). Meskipun demikian, yang mempengaruhi tipe – tipe
aliran bukan hanya laju alir saja tetapi juga densitas dan viskositas
fluida serta diameter tube. Variabel – variabel tersebut kemudian
dikombinasikan dalam bilangan Reynold yang tidak berdimensi dan ditulis
sebagai berikut :
NRe = D ρ v / µ .....................................
(1)
dimana :
D = diameter pipa ( m )
ρ = densitas fluida ( kg/m3 )
µ = viskositas fluida ( kg/m.s ) atau (N.s/m2)
v = kecepatan fluida ( m/s )
Dari persamaan di atas, terdapat variabel massa jenis, kecepatan,
diameter, dan viskositas. Nilai dari tiap variabel tersebut akan
mempengaruhi nilai bilangan Reynolds-nya. Sebagai contoh, semakin kecil
viskositasnya maka bilangan Reynolds akan semakin besar, begitu pula
sebaliknya. Selain itu, bila kecepatan aliran semakin kecil maka bilangan
Reynoldsnya akan semakin kecil pula.
Persamaan tersebut didapat dari ketidakstabilan aliran yang
mengganggu dan mengakibatkan aliran turbulen yang didefinisikan oleh
perbandingan antara gaya kinetik terhadap gaya viskos dalam aliran fluida.
Gaya kinetik setara dengan ρv2 dan gaya viscos µv/D, dan rationya adalah
ρv2/(µv/D) yaitu bilangan Reynold. Nilai bilangan Reynold ini berbeda-beda
dalam tiap tipe aliran fluida. Tipe aliran fluida dalam saluran tertutup
antara lain adalah :
1. Aliran laminar
Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan-lapisan, atau lamina-
lamina yang bergeser satu dengan yang lain secara teratur. Aliran
digolongkan dalam tipe aliran laminar jika NRe < 2100.
Gambar 1.3.1. Aliran laminar dalam saluran tertutup
2. Aliran turbulen
Aliran dengan pergerakan partikel-partikel fluida yang sangat tidak
menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar
lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida
ke bagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Akibatnya, aliran
berputar secara tidak teratur pada saat fluida mengalir. Suatu aliran
turbulen memiliki NRe > 4000.
Gambar 1.3.2. Aliran turbulen dalam saluran tertutup
3. Aliran transisi
Aliran yang memiliki nilai 2100 < NRe < 4000 merupakan aliran di daerah
transisi yang merupakan peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen,
sehingga aliran ini memiliki sifat aliran laminar maupun turbulen.
Fluida dapat dialirkan melalui pipa, valve, tee, dan elbow. Ukuran
pipa ditentukan oleh diameter dan tebal dindingnya. Tebal pipa ditunjukkan
dengan schedule number. Hal ini berkaitan dengan allowable stress dan
ultimate strength-nya. Ukuran pipa yang optimum ditentukan oleh biaya
relatif untuk investasi, daya, pemeliharaan, persediaan, dan fleksibilitas
sambungan. Untuk instalasi kecil, umumnya kecepatan rendah lebih
menguntungkan terutama dalam aliran gravitasi dari tekanan tinggi.
Sistem instalasi pipa biasanya terdiri dari banyak valve dengan
ukuran dan bentuk yang beragam. Beberapa jenis valve sangat cocok untuk
membuka dan menutup penuh aliran, ada valve yang cocok untuk mengurangi
tekanan dan laju aliran fluida, ada pula valve yang berfungsi mengatur agar
aliran fluida terjadi pada satu arah saja. Dua jenis valve yang paling
dikenal adalah gate valve dan globe valve.
Beberapa rule of thumb yang penting dalam penyusunan aliran pipa,
antara lain:
Pipa-pipa harus sejajar dengan belokan-belokan tegak lurus. Pipa-pipa
disusun sedemikian sehingga dapat dibuka bila perlu untuk mengganti
pipa yang rusak atau membersihkannya.
Dalam sistem aliran gravitasi, pipa harus dibuat lebih besar daripada
seharusnya dan belokan dirancang sesedikit mungkin. Pengotoran saluran
sangat mengganggu bila aliran berlangsung dengan gravitasi saja,
karena tinggi tekan fluida tidak dapat ditambah untuk meningkatkan
laju aliran saat pipa mengecil karena fouling.
Kebocoran valve harus selalu diperhitungkan. Valve harus dipasang
vertikal dengan batangnya ke atas. Valve juga harus mudah dicapai, dan
didukung tanpa mengalami regangan, dan diberi allowance untuk
menampung ekspansi termal pipa di sebelahnya.
Neraca massa
Neraca massa untuk suatu aliran fluida yang mengalir dari titik 1 ke
titik 2 adalah sebagai berikut:
Input = Output + Akumulasi (2)
Apabila aliran fluida tersebut berjalan secara tunak (steady), tidak ada
nilai akumulasi dalam persamaan di atas, sehingga persamaannya menjadi:
Pada fluida yang tak termampatkan, densitas fluida di semua titik dalam
pipa sama besar (ρ1=ρ2), maka persamaan (3) menjadi persamaan kontinuitas
sebagai berikut:
A1 A2
v1 v2
Gambar 1.3.3. Aliran horizontal
A1 v1 = A2 v2 ...................................(4)
Neraca Energi
Neraca energi untuk aliran fluida diturunkan dari persamaan neraca
energi umum, yaitu:
E = Q – W ..................... (5)
Persamaan di atas kemudian diturunkan, sehingga didapat neraca energi
secara keseluruhan, yaitu:
….(6)
Apabila suatu fluida mengalir dalam sistem yang memiliki keadaan tunak,
maka:
1. Tidak ada akumulasi energi
2. Perpindahan panas (Q) sangat kecil sehingga dapat diabaikan
3. Perubahan energi dalam (U) dapat diabaikan
Dari ketiga asumsi di atas, maka persamaan neraca energi untuk fluida yang
mengalir dari titik 1 ke titik 2 dalam suatu pipa adalah:
…(7)
Persamaan (7) disebut sebagai neraca energi mekanik. Energi mekanik adalah
bentuk lain dari kerja atau suatu bentuk energi yang secara langsung dapat
diubah menjadi kerja. Jika tidak ada kerja yang dilakukan pada sistem (Ws =
0) dan tidak ada friksi pada pipa (ΣF = 0) maka neraca energi mekanik
berubah menjadi persamaan Bernoulli:
…(8)
Hukum Bernoulli merupakan sebuah konsep dasar dalam mekanika fluida
yang menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran
tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran
yang sama. Dalam prinsip hukum Bernoulli dijelaskan bahwa peningkatan
kecepatan pada suatu aliran fluida akan mengakibatkan penurunan tekanan
pada fluida tersebut. Artinya, akan terdapat penurunan energi potensial
pada aliran fluida tersebut. Hukum Bernoulli tersebut adalah :
(9)
Dengan asumsi:
v1 = v2
Z1 = Z2
Q = 0
W = 0
maka persamaan Bernoulli tersebut menjadi :
(10)
Sedangkan didapat dari penurunan rumus di bawah ini :
untuk maka :
(11)
Gambar 1.3.4. Manometer
pada persamaan dapat dipakai pada pesamaan Fanning / Darcy
menjadi :
(12)
dimana :
p = tekanan ( Pa )
v = kecepatan linier ( m / detik )
Z = ketinggian ( m )
W = kerja ( Joule / kg )
F = energi yang hilang karena friksi ( Nm / kg )
Q = kalor ( Joule / kg )
ρ = densitas fluida ( kg / m3 )
Neraca Momentum
Sama halnya dengan akumulasi massa maupun energi, suatu fluida yang
mengalir melalui pipa lurus dalam keadaan steady juga tidak memiliki
akumulasi momentum dalam sistemnya. Tidak adanya akumulasi menyebabkan
neraca momentum untuk sistem fluida dalam pipa lurus dengan luas penampang
seragam A sepanjang dx saat keadaan steady akan melibatkan tiga komponen,
yaitu momentum masuk sistem, momentum keluar sistem, dan gaya-gaya pada
fluida. Berikut merupakan persamaan neraca momentum yang berlaku:
….(13)
Gambar 1.3.5. Aliran fluida satu dimensi
pada neraca momentum mengacu pada jumlah gaya yang bekerja pada aliran
fluida. Terdapat empat jenis gaya yang menjadi komponen , yaitu: gaya
gravitasi / body force (dFg), gaya tekanan aliran fluida / pressure force
(dFp), gaya gesek dinding / friction force (dFw), dan gaya luar (dFext).
Penjumlahan keempat komponen gaya ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
(14)
Substitusi persamaan (8) ke persamaan (7) akan menghasilkan persamaan
berikut:
..... (15)
Persamaan di atas identik dengan persamaan neraca energi.
Faktor Friksi
Faktor friksi merupakan kekasaran relatif dari dinding pipa bagian
dalam, yang tergantung dari jenis bahan pipa yang digunakan serta merupakan
fungsi turbulensi aliran yang dinyatakan sebagai bilangan Reynolds. Friksi
menyebabkan terjadinya kehilangan energi maupun momentum pada fluida akibat
gesekan dengan dinding pipa. Besarnya head loss akibat friksi (Δpf) dapat
diperoleh dengan menggunakan persamaan:
................ (16)
merupakan shear stress pada dinding yang besarnya dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
(17)
f pada persamaan (17) adalah faktor friksi. Faktor friksi merupakan besaran
yang tidak berdimensi. Terdapat dua jenis faktor friksi yang umum
digunakan, yaitu: faktor friksi Darcy dan faktor friksi Fanning. Faktor
friksi Darcy memiliki nilai empat kali lebih besar dari faktor friksi
Fanning.
Nilai faktor friksi Fanning pada aliran laminer dirumuskan sebagai
berikut:
...............
(18)
Faktor friksi pada aliran laminar ini hanya dipengaruhi oleh besarnya
bilangan Reynolds fluida. Sementara pada aliran turbulen, nilai faktor
friksi diperoleh dari hasil eksperimen. Selain dipengaruhi bilangan
Reynolds, nilai faktor friksi pada aliran turbulen juga dipengaruhi oleh
kekasaran relatif (relative roughness) dari pipa.
Udara melalui pipa lurus
Analisa fluida termampatkan yang mengalir melalui sebuah pipa
sebenarnya tidak berbeda dengan fluida tak mampat. Keduanya menggunakan
persamaan kontinuitas dan persamaan Bernoulli, karena persamaan ini
sebenarnya merupakan neraca massa dan neraca energi. Persamaan kontinuitas
untuk titik 1 dan 2 dapat ditulis sebagai berikut :
ρ1.v1.A1 = ρ2.v2.A2 (19)
dimana ρ, v, A berturut – turut adalah massa jenis fluida, kecepatan
linier aliran fluida, luas penampang pipa.
Persamaan Bernoulli untuk fluida termampatkan harus dituliskan pada elemen
kontrol volume setebal dL. Bila perubahan energi potensial dapat diabaikan,
persamaan Bernoulli untuk fluida termampatkan menjadi:
dP / ρ + dv2 / 2gc + a2.f.dL / 2gc. rH = 0 (20)
dimana:
P = tekanan fluida
f = faktor friksi
rH = hydraulic radius
Sebenarnya harga f tidak tetap di sepanjang pipa, tetapi untuk
menyelesaikan persamaan Bernoulli di atas harganya dianggap tetap dengan
menggunakan harga f rata – rata. Bila penurunan tekanan fluida kurang dari
10%, harga f rata – rata dicari berdasarkan grafik – grafik yang ada untuk
cairan. Dengan menggunakan persamaan (13) dan (14), pressure drop fluida
termampatkan melalui pipa lurus dapat dihitung.
Faktor Friksi Pipa Lurus Horizontal
Pada aliran fluida tak termampatkan, perubahan suhu dan densitas dari
zat cair maupun gas tersebut dapat diabaikan. Melalui perhitungan neraca
energi untuk pipa lurus adiabatik tanpa adanya kerja eksternal, maka:
...(21)
…(22)
Substitusi nilai pada persamaan (22) dengan persamaan (21):
…(23)
Nilai faktor friksi untuk suatu pipa lurus dapat diperoleh dari persamaan
di atas.
Nilai faktor friksi tergantung dari bilangan Reynolds. Dalam
menentukan pengaruh bilangan Reynolds pada faktor friksi aliran fluida tak
termampatkan, dapat dilakukan dengan cara menghitung nilai faktor friksi
pada bilangan Reynolds yang berbeda-beda. Dari persamaan (17) diperoleh
persamaan untuk mencari nilai faktor friksi, yaitu:
…(24)
Secara empiris, hubungan faktor friksi dengan bilangan Reynolds telah
dirumuskan dalam beberapa persamaan. Tiap persamaan hanya berlaku pada
rentang bilangan Reynolds tertentu.
Persamaan Blausius: f = 0.079 Re-1/4…(25)
Persamaan Blausius berlaku pada bilangan Reynolds sekitar 4000 – 100.000.
Persamaan Nikuradse-von Karman:
…(26)
Persamaan Nikuradse-von Karman berlaku hingga bilangan Reynolds 3.2 x 106.
Nilai viskositas aliran sangat penting untuk diketahui untuk
mengetahui nilai bilangan Reynolds aliran fluida. Nilai viskositas sangat
bergantung pada suhu. Nilai viskositas udara dapat diperoleh dengan
persamaan Sutherland dimana terdapat konstanta Sutherland (C), dimana untuk
udara C = 120.
Ns/m2
Pa.s …(27)
Untuk aliran termampatkan, pendekatan penentuan nilai faktor friksi
memiliki perbedaan dengan pendekatan yang dilakukan untuk aliran tak
termampatkan. Dari neraca momentum, dengan menghilangkan pengaruh gaya
berat dan kerja eksternal maka:
dengan mensubstitusikan neraca massa dan Pers. 17 maka:
Dengan luas penampang pipa yang konstan maka ρv = konstan = s
…(28)
Jika po dan ρo adalah nilai saat stagnasi, maka:
…(29)
Dengan mensubstitusi persamaan (23) ke (22), maka:
Dari neraca massa:
Dengan penyederhanaan maka diperoleh persamaan:
…(30)
Penurunan Tekanan di Pipa Siku
Friksi yang terjadi pada dinding pipa lurus dihitung dengan faktor
friksi Fanning. Namun, apabila kecepatan fluida berubah besar ataupun
arahnya, seperti pada pipa siku maka friksi akan bertambah besar
dibandingkan dengan dinding pada pipa lurus. Hal ini diakibatkan karena
adanya turbulensi tambahan yang ditimbulkan oleh vorteks ataupun faktor
lainnya. Friksi ini akan menyebabkan penurunan tekanan seperti pada pipa
lurus. Penurunan tekanan pada pipa siku lebih sering dinyatakan dalam head
loss yang dirumuskan:
…(31)
…(32)
Nilai klong terletak dalam rentang 0,2 – 0,5.
Specific Heat Ratio (γ)
Specific heat ratio merupakan besaran yang tidak berdimensi yang
hanya berlaku pada kondisi adiabatik, serta merupakan perbandingan antara
kapasitas panas spesifik pada tekanan tetap dibanding kapasitas panas
spesifik pada volume tetap yang dirumuskan sebagai berikut:
…(33)
Untuk gas ideal, cp = cv + R, sehingga:
…(34)
Pada proses isentropis sistem gas ideal berlaku:
…(35)
Proses isentropis merupakan proses adiabatik yang sifatnya
reversibel. Pada proses isentropis, tidak terdapat perubahan / generasi
entropi dalam sistem. Nilai γ bergantung pada jenis gas, sehingga untuk gas
yang berbeda nilainya juga berbeda.beberapa nilai γ yang ada, yaitu:
1,666 untuk gas monoatomik;
1,4 untuk udara dan gas diatomik untuk metana;
1,30-1,33 untuk gas triatomik.
Untuk penentuan nilai γ secara eksperimen dapat dilakukan dengan melewatkan
gas dengan laju alir yang cukup tinggi melalui sebuah nozzle. Pada nozzle
ideal, proses yang terjadi bersifat isentropis dan adiabatik (tidak ada
penambahan ataupun kehilangan panas selama melewati throat dari nozzle).
Penentuan nilai γ udara dapat dicari melalui pendekatan persamaan
neraca energi. Untuk nozzle ideal, adiabatik, dan dioperasikan secara
horizontal berlaku persamaan berikut:
Jika udara yang mengalir diasumsikan sebagai gas ideal, maka T = p/ρR
sehingga:
Dari persamaan di atas, neraca energi untuk inlet dan throat nozzle adalah:
…(36)
dengan r = pthroat / patm
Laju massa pada throat adalah:
Dengan menotasikan Δpthroat = patm - pthroat dan Δpinlet = patm – pinlet,
maka:
Atau
…(37)
Flowmeter
Alat ukur fluida adalah aplikasi penting dari neraca energi. Pada
dasarnya, flowmeter didesain untuk menghasilkan beda tekanan yang bisa
diukur dan dari nilai beda tekanan dapat dicari laju aliran. Beda tekanan
ini bisa terjadi karena adanya kinetik, friksi permukaan, atau friksi
bentuk.
Alat-alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan fluida misalnya
orificemeter, venturimeter, pitot tube, dan areameter. Prinsip kerja alat-
alat tersebut pada dasarnya sama, yaitu menggunakan prinsip manometer
dengan mengukur beda tekanan.
Alat ukur yang umum dipakai antara lain :
a. Venturimeter
Merupakan suatu alat yang memiliki kegunaan yang sama dengan
orificemeter. Venturimeter terdiri dari dua bagian yaitu upstream cone dan
downstream cone. Prinsip kerja dari venturimeter adalah aliran fluida masuk
venturimeter melalui upstream cone menuju ke downstream cone. Di upstream
cone kecepatan meningkat dan tekanan berkurang, kemudian di downstream cone
kecepatan berkurang dan tekanan meningkat. Untuk mendapatkan kembali
tekanan yang besar seperti semula, maka sudut downstream cone harus kecil,
jadi pemisahan boundary-layer dapat dicegah dan friksi dapat diminimumkan.
Gambar 1.3.6. Venturimeter
Kekurangan dari venturimeter adalah alat ini cukup mahal, membutuhkan
tempat yang cukup besar dalam pemasangannya, rasio diameter leher terhadap
diameter pipa tidak dapat diubah, dan penurunan tekanannya juga sangat
kecil karena penurunan tekanan pada venturimeter terjadi secara
differensial sehingga dapat menimbulkan error yang lebih tinggi dalam
pembacaan pressure drop pada manometernya ( terutama bila dilakukan
perubahan pengukuran flow rate yang sangat kecil ).
Pada venturimeter, dikenal adanya suatu konstanta yang merupakan
faktor koreksi dari friksi yang terjadi pada venturimeter (antara titik 1
dan 2), yang disebut Cv. Besarnya Cv tergantung pada sudut kontraksi
upstream cone dan ekpansi downstream cone. Untuk NRe > 104, nilai Cv
sebagai berikut :
D 2 m Cv = 0.99
D < 2 m Cv = 0.98
Tetapi nilai koefisien venturimeter (Cv) di atas dapat bervariasi.
Kecepatan fluida yang diukur dengan venturimeter dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
(38)
dimana :
Cv = koefisien venturimeter
Δp = beda tekanan ( Pa )
A1 = luas penampang pipa ( m2 )
Av = luas penampang venturimeter terkecil (m2)
ρ = densitas fluida ( kg/m3 )
Rumus di atas didapat dari penurunan rumus sebagai berikut :
dimana:
Z1 = Z2
ηWp = 0
v = m / ρA
hf = (F
diasumsikan / dimodelkan :
-Δp-ρΣF = Cv2(-Δp)
bila α1 = α2 = 1
b. Orificemeter
Merupakan suatu alat yang digunakan untuk menentukan kecepatan aliran
rata-rata di dalam suatu pipa. Orificemeter terdiri dari papan dengan
lubang di tengahnya dan diapit antara 2 buah flange yang tersambung pada
pipa.
Orificemeter dapat mengatasi kekurangan-kekurangan pada venturimeter,
tetapi konsumsi dayanya lebih tinggi. Kelebihan orificemeter adalah
diameternya dapat diubah-ubah, tidak membutuhkan tempat yang besar dalam
pemasangannya, lebih murah, dan pembacaan pressure drop lebih mudah karena
pressure drop yang dihasilkan cukup besar. Prinsip kerja dari orificemeter
hampir sama dengan venturimeter yaitu aliran fluida masuk lubang
orificemeter, karena sempitnya lubang tersebut maka aliran fluida setelah
melewatinya akan membentuk free-flowing jet. Dalam sistem orificemeter ini
penting sekali adanya bagian pipa lurus dibagian hulu dan di bagian hilir
orificemeter untuk menjamin agar pola aliran normal dan tidak terganggu
oleh perlengkapan sambungan pipa dan peralatan lain. Jika tidak ada pipa
lurus di bagian hulu dan di bagian hilir orificemeter, distribusi kecepatan
akan menjadi tidak normal, dan koefisien orificemeter akan terganggu.
Gambar 1.3.7. Orificemeter
Persamaan kecepatan untuk orificemeter identik dengan venturimeter :
(39)
dimana:
Co = koefisien orificemeter
Δp = beda tekanan ( Pa )
A1 = luas penampang pipa ( m2 )
Ao = luas penampang orifemeter ( m2 )
ρ = densitas fluida ( kg/m3 )
Nilai Co bervariasi. Pada NRe > 20000, nilai Co hampir konstan yaitu
sekitar 0,61. Pada NRe < 20000 nilai Co meningkat tajam.
Aplikasi
Compressible flow dapat diaplikasikan pada kompresor, yang merupakan
salah satu komponen penting yang terdapat pada AC mobil. Sistem kerja AC
mobil adalah dengan mensirkulasikan refrigerant atau freon pada komponen AC
mobil. Sistem kerja kompresor AC yaitu dengan berputar menghisap freon pada
sisi tekanan rendah dan memompa gas refrigerant menuju kondensor AC dalam
kondisi bertekanan dan bertemperatur tinggi, selanjutnya freon yang
bertekanan tinggi dan berupa gas diubah menjadi cair oleh kondensor AC.
Freon yang berbentuk cair melewati receiver drier untuk difilter jika
terdapat kotoran. Setelah melewati receiver drier, freon cair bertekanan
tinggi menuju expansi valve melewati saluran sempit pada expansi valve dan
dikabutkan pada evaporator atau diubah wujudnya dari cair menjadi gas.
Dari evaporator selanjutnya gas refrigerant atau freon kembali dihisap oleh
kompresor dan siklus berulang dari awal.
I.4. Hipotesa
1. Nilai faktor friksi pada compressible flow lebih besar daripada
incompressible flow.
2. Nilai faktor friksi pada fluida meningkat seiring dengan berkurangnya
nilai bilangan Reynolds.
3. Semakin besar kecepatan fluida maka penurunan tekanan fluida akan
semakin besar.
BAB II
PERCOBAAN
1. Variabel Percobaan
1. Friksi Pipa Sederhana : kecepatan putar kompresor
2. Variasi Faktor Friksi–Bilangan Reynolds : kecepatan putar kompresor
3. Faktor Friksi Aliran Termampatkan : kecepatan putar kompresor
4. Penentuan γ Udara : kecepatan putar kompresor
5. Penurunan Tekanan di Pipa Siku : P inlet
2. Alat yang Digunakan
Armfield C1-MkII Compressible Flow Bench
Pipa lurus
Nozzle
Fixed Bed
3. Bahan yang Digunakan
Udara
4. Prosedur Percobaan
a. Friksi Pipa Sederhana
1. Memasang pipa lurus ke kompresor.
2. Menghubungkan pengukur tekanan bagian bawah dengan pressure test
section di bagian inlet, mid, dan outlet menggunakan selang lentur.
3. Mengatur kecepatan putar kompresor sebanyak variasi yang diberikan.
4. Mengubah aplikasi software pada perangkat Armfield C1-MkII Compressible
Flow Bench dengan mode simple pipe.
5. Mendapat data P1,P2, P3.
6. Mengulangi langkah 1-5 dengan jumlah variasi kecepatan yang diberikan.
b. Variasi Faktor Friksi-Bilangan Reynolds
1. Memasang pipa lurus ke kompresor.
2. Menghubungkan pengukur tekanan bagian bawah dengan pressure test
section di bagian inlet, mid, dan outlet menggunakan selang lentur.
3. Mengatur kecepatan putar kompresor sebanyak variasi yang diberikan
4. Mengubah aplikasi software pada perangkat Armfield C1-MkII Compressible
Flow Bench dengan mode simple pipe.
5. Mendapatkan data P1,P2,P3, ρin, ρmid, ρout,k,,Tout
c. Faktor Friksi Aliran Termampatkan
1. Memasang pipa lurus ke kompresor.
2. Menghubungkan pengukur tekanan bagian bawah dengan pressure test
section di bagian inlet, mid, dan outlet menggunakan selang lentur.
3. Mengatur kecepatan putar kompresor sebanyak variasi yang diberikan.
4. Mengubah aplikasi software pada perangkat Armfield C1-MkII Compressible
Flow Bench dengan mode compressible flow.
5. Mendapatkan data P1,P2, P3,ρin, ρmid, ρout, , ,
d. Penentuan γ Udara
1. Memasang nozzle ke kompresor.
2. Menghubungkan pengukur tekanan bagian bawah dengan pressure test
section di bagian inlet, mid, dan outlet menggunakan selang lentur.
3. Mengatur kecepatan putar kompresor sebanyak variasi yang diberikan.
4. Mengubah aplikasi software pada perangkat Armfield C1-MkII Compressible
Flow Bench dengan mode compressible flow.
5. Mendapat data P1, P2, P3, k,.
e. Penurunan Tekanan di Pipa Siku
1. Memasang elbow ke kompresor.
2. Menghubungkan pengukur tekanan bagian bawah dengan pressure test
section di bagian inlet, mid, dan outlet menggunakan selang lentur.
3. Mengubah aplikasi software pada perangkat Armfield C1-MkII Compressible
Flow Bench dengan mode compressible flow.
4. Mengatur P3 (sebanyak variasi yang diberikan.
5. Mendapat data P4, V, hL, kLong.
5. Gambar Alat
Gambar 2.5.1. Armfield C1-MkII Compressible Flow Bench
Gambar 2.5.2. Pipa Lurus (Percobaan a, b dan c)
Gambar 2.5.3. Nozzle (Percobaan d)
Gambar 2.5.4. Pipa Siku (Percobaan e)
-----------------------
d1
Poutlet
Pinlet
Pmid
l (mid-outlet)
l (inlet – mid)
Patmos
d3
Poutlet
Pthroat
Pinlet
d2
d1
Patmos
Pexit
Pouter
Pinner
Pentry
Pinlet
Patmos
d1