BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan
Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat Riau, Selat Singapura dan Laut Natuna, secara geografis terletak antara 2°00’ Lintang Utara sampai dengan 1°20’ Lintang Selatan dan 104°23’ Bujur Timur sampai dengan 108°30’ Bujur Timur (Bappeda Kabupaten Bintan 2007) yang berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Natuna, Selat Singapura, dan Malaysia Timur 2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Lingga dan Selat Sendara 3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Karimun, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kabupaten Indragiri Hilir 4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat Luas daratan yang mencapai 1,776,59 km 2 dengan luas laut 34,410.02 km 2 dan panjang garis pantai 318,06 km tergolong besar sehingga pulau ini memiliki banyak objek wisata, baik lokasinya yang terletak di antara jalur pelayaran internasional sehingga pulau ini menjadi tempat persinggahan kapal baik kapal lokal maupun kapal asing. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pranowo dan Husrin (2003), kondisi perairan Pulau Bintan secara umumnya laju sedimentasi di Bintan Timur sangat kecil dibandingkan di perairan Bintan Timur sebelah Selatan. Hal ini terjadi karena substrat dasar di perairan Bintan Timur sebelah Utara rata-rata adalah pasir dan pecahan kerang dan coral, sedikit lumpur sedangkan di perairan Bintan Timur sebelah Selatan substrat dasarnya rata-rata berupa pasir berlumpur, dan lumpur, yang disebabkan oleh pengadukan lokal dari aktivitas masyarakat pesisir, dan atau hasil endapan TSS (Total Suspended Solid) yaitu bahan tersuspensi dan tidak larut dalam air yang tertranspor dari lokasi lain. Berdasarkan hasil survei dan simulasi model hidrodinamika kondisi arus permukaan pada bulan Juni sampai bulan Agustus di perairan Bintan Timur
5
6
sebelah Utara lebih dibangkitkan oleh tiupan Angin Utara dan Barat laut sedangkan kondisi arus permukaan perairan Bintan Timur sebelah Selatan lebih dibangkitkan oleh pasang surut.
Gambar 1. Lokasi penelitian perairan Bintan Timur 2.2 Arus
Arus laut terjadi karena adanya perbedaan densitas air laut yang dipengaruhi oleh perubahan massa air. Arus laut merupakan arus permukaan yang terdiri dari lapisan-lapisan yang setiap lapisannya memiliki massa air dan densitas yang berbeda-beda. Hal ini membuat biota yang hidup di dasar laut mengalami perubahan mekanisme dalam memperoleh makanan. Makanan ini akan terangkat ke permukaan oleh arus dan dibawa oleh gelombang menyebabkan terjadinya transpor sedimen sehingga mempengaruhi hewan bentik yang hidup di dasar laut. Arus adalah massa air permukaan yang selalu bergerak, gerakan ini terutama ditimbulkan oleh angin yang tertiup di atas permukaan air (Nybakken 1988). Gerakan tersebut merupakan resultan dari beberapa gaya yang bekerja dan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Contoh gerakan ini seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang membelok arah arus dari tenaga rotasi bumi. Pembelokan ini akan mengarah ke kanan di belahan bumi utara dan mengarah ke kiri di belahan bumi selatan (Nontji 2002).
7
Hasil dari gerakan massa air adalah vektor yang mempunyai besaran dan kecepatan arah. Faktor pembangkit arus permukaan disebabkan oleh adanya angin yang bertiup diatasnya sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Besaran arus biasanya dinyatakan dengan kecepatan dan arah. Untuk kecepatan arus dapat dihitung volume transpor, yaitu suatu besaran yang menyatakan besarnya volume air yang dipindahkan setiap satuan waktu. Kecepatan arus akan berkurang sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan hingga angin tidak berpengaruh pada kedalaman 200 meter (Bernawis 2000). Secara tidak langsung arah arus mengikuti arah angin yang ada di perairan tersebut.
(i) (ii) Gambar 2. Pola arus dan elevasi muka air Perairan Bintan Timur bagian tenggara pada: (i) Menjelang surut dan (ii) Menjelang pasang (Pranowo dkk 2003) Sawyer dkk (2008) menyatakan bahwa kecepatan arus akan menentukan tipe sedimen suatu perairan. Arus yang kuat akan menghasilkan perairan dengan dasar pasir dan arus yang lemah akan menghasilkan perairan dengan dasar lumpur. Pengaruh arus terhadap pergerakan partikel sedimen dapat dilihat pada Tabel 1.
8
Tabel 1. Hubungan kecepatan arus dan diameter partikel sedimen
Kecepatan Arus (cm/detik)
Diameter Partikel (cm)
< 25
0.2
25
1.3
50
5.0
75
11.0
100
20.0
150
45.0
200
80.0
300
180.0
(Sumber : Nielsen (1950) dalam Emiyarti (2004))
Kecepatan arus berpengaruh pada terhadap distribusi biota yang relatif menetap di perairan, yaitu bentos (Siegel 2003). Menurut Welch (1992), arus mempengaruhi perpindahan sedimen dan mengikis substrat dasar perairan sehingga dapat dibedakan menjadi substrat batu, pasir, liat memerlukan kecepatan arus untuk membawa makanan, oksigen dan lain-lain. Hal ini berdampak secara tidak langsung pada makrozoobenthos karena semakin besar kecepatan arus maka akan terjadi kekeruhan (Nybakken 1992).
Faktor utama yang mengendalikan
gerakan massa air laut di kedalaman samudera adalah densitas air laut. Perbedaan densitas diantara dua massa air laut yang berdampingan menyebabkan gerakan vertikal air laut dan menciptakan gerakan massa air laut dalam yang bergerak melintasi samudera secara perlahan. Faktor internal terjadinya arus seperti perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air (Gross 1990). Gerakan massa air laut dalam tersebut kadang mempengaruhi sirkulasi permukaan. Perbedaan densitas massa air laut terutama disebabkan oleh perbedaan temperatur dan salinitas air laut antara massa air yang densitasnya tinggi akan tenggelam dan menyebar dibawah permukaan air sebagai arus dalam. Oleh karena itu, gerakan massa air laut dalam tersebut juga disebut sebagai sirkulasi termohalin. Hal inilah yang mempengaruhi pola sebaran arus menyebar ke
9
perairan Indonesia. Menurut Sudarto (1993) beberapa jenis arus yang umum dikenal antara lain: 1. Arus pasang surut adalah arus yang terjadi karena perubahan tinggi permukaan air laut akibat pasang surut. Karakteristik arus pasang surut adalah mempunyai periode yang tetap, mengikuti pola pasang surut. Oleh karena itu kita kenal arus pasang surut diurnal, semi-diurnal dan campuran. Kecepatan maksimum arus umumnya tercapai pada waktu menjelang pasang dan menjelang surut, sedangkan arah arus pasang surut ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau topografi setempat. Di daerah pantai, arus pasang surut terbesar umumnya sejajar dengan garis pantai. 2. Arus yang diakibatkan oleh angin merupakan arus dominan yang terjadi di lapisan permukaan perairan laut lepas. Pengaruh tiupan angin musim misalnya di perairan dari Laut Cina Selatan hingga Laut Ambon, menyebabkan terjadinya pembalikan pola sirkulasi air laut mengikuti pola tiupan angin. Selama musim angin barat, aliran air bergerak menuju timur, dan berubah ke arah barat pada saat musim timur. Jenis arus ini mempunyai arah dan kecepatan yang berbeda sesuai dengan pertambahan kedalaman air, dan umumnya menjadi sangat lemah pada kedalaman lebih spiral yang dikenal dengan nama 'Spiral Ekman'. Di perairan lintang utara arah putaran searah dengan putaran jarum jam, sedangkan di perairan lintang selatan arah putarannya berlawanan dengan putaran jarum jam. Arus akibat angin ini juga terjadi di perairan pantai akibat tiupan angin setempat. 3. Arus akibat perbedaan densitas air adalah arus yang terjadi karena adanya perbedaan ketinggian permukaan laut secara mendatar akibat dari beda densitas air. Jenis arus ini umumnya terjadi di daerah muara. Perairan yang didominasi oleh arus jenis ini mempunyai pola sirkulasi dua arah dengan arah arus di lapisan permukaan yang berdensitas lebih rendah berlawanan dengan arah arus di lapisan dekat dasar perairan. Kondisi arus demikian inilah yang menyebabkan terjadinya intrusi air laut ke sungai. Nybakken (1988) menyatakan bahwa organisme yang menetap pada suatu substrat membutuhkan arus yang dapat membawa makanan, oksigen dan lain
10
sebagainya. Menurut Siegel (2003) bahwa kecepatan arus dan jenis sedimen yang bergerak sangat terkait, dinyatakan untuk kecepatan arus 10 cm/detik, berarti diameter partikel yang bergerak adalah 0.2 cm. Sel ain mempengaruhi keadaan dan stabilitas substrat, kecepatan arus juga berpengaruh terhadap jenis dan sifat organisme makrozoobenthos. Kecepatan arus yang terlalu tinggi mengakibatkan sebagian organisme makrozoobenthos tertentu saja yang dapat hidup pada kondisi seperti ini. Oleh karena itu, biasanya pada daerah yang memiliki kecepatan arus yang tinggi jumlah jenis makrozoobenthos yang hidup didalamnya sedikit. Sebaliknya pada daerah berarus lemah jumlah jenis makrozoobenthos lebih banyak.
2.3 Makrozoobenthos
Makrozoobenthos merupakan organisme bentik yang menempati substrat dasar perairan, bersifat relatif menetap pada dasar perairan (Hutabarat 2002). Kehidupan makrozoobenthos dipengaruhi oleh faktor biotik berupa produsen dan abiotik berupa substrat dasar, kecepatan arus, kandungan kimia dan fisika air sehingga penyebarannya erat sekali dengan kondisi perairan dimana organisme tersebut ditemukan. Peranan makrozoobenthos dalam perairan sangat penting dalam struktur rantai makanan dan rantai aliran energi. Faktor alami yang mempengaruhi keberadaan dan penyebaran makrozoobenthos adalah kecepatan arus, substrat dasar, suhu, oksigen terlarut, pH, kekeruhan, padatan tersuspensi, makanan, kompetisi, hubungan pemangsaan dan penyakit (Hawkes 1976 dalam Emiyarti 2004). Berdasarkan ukurannya, Barnes dan Mann (1980) dalam Prayoga (2012) mengklasifikasikan zoobenthos sebagai berikut: 1. Mikrozoobenthos, yaitu bentos yang berukuran < 0,1 mm biasanya di dominasi oleh bakteri, fungi dan protozoa 2. Meiobenthos yaitu bentos yang berukuran antara 0,1 – 1,0 mm biasanya di dominasi oleh cacing nematode dan crustacean kecil. 3. Makrozoobenthos yaitu bentos yang berukuran > 1 mm biasanya didominasi oleh chrinomous, cacing oligochaeta dan moluska.
11
Menurut Kinne (1971) menyatakan bahwa suhu air yang berkisar antara 33-400C merupakan suhu kritis bagi kehidupan makrozoobenthos dan dapat menyebabkan kematian. Selanjutnya menurut Setiobudianti (1997), suhu yang baik untuk kehidupan organisme atau biota laut daerah tropis berkisar antara 25320C. Colin dan Arneson (1995) menyatakan bahwa distribusi dan kelimpahan zoobenthos laut berhubungan dengan salinitas, kandungan bahan organik dan fraksi liat serta lumpur dari sedimen. Salinitas di daerah muara sungai merupakan faktor penentu yang membatasi penyebaran makrozoobenthos yang hidup di air tawar, air payau dan air laut. Perairan yang kekeruhannya tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air, sehingga membatasi proses fotosintesis yang kurang disukai oleh hewan bentik (Dudgeon 2006). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pengendapan partikel tersuspensi yang berlebihan menyebabkan penurunan populasi hewan benthos di sungai Rogue sebesar 25-50 % (Knox 1986 dalam Emiyarti, 2004). Pada umumnya beberapa jenis makrozoobenthos dapat ditemukan pada kedalaman yang berbeda (Odum 1993). Makrozoobenthos yang hidup di daerah dangkal memiliki karakteristik habitat yang lebih besar, sehingga cenderung beranekaragam jenisnya, karena penetrasi cahaya matahari mencapai dasar pada perairan yang dangkal. Kedalaman suatu perairan merupakan salah satu faktor yang membatasi kecerahan perairan. Menurut Setiobudiandi (1997) kedalaman perairan akan mempengaruhi jumlah jenis, jumlah individu dan biomassa organisme makrozoobenthos, selain itu dapat juga mempengaruhi pola distribusi atau penyebaran makrozoobenthos. Begitu juga dengan Barnes dan Mann (1980) dalam Prayoga (2012) menyatakan bahwa makrozoobenthos yang hidup pada kedalaman yang tinggi mengandalkan makanannya pada benda-benda yang tenggelam dari daerah eufotik yang berada di atasnya.
2.4 Sedimen
Seluruh permukaan laut ditutupi oleh partikel sedimen yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun. Karakter dasar suatu perairan sangat menentukan penyebaran makrozoobenthos
12
(Odum 1993). Sedimen terutama terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari hasil pecahan batuan dan potongan kulit serta sisa rangka dari organisme laut. Sebagian besar laut dalam ditutupi oleh jenis partikel yang berukuran besar. Contohnya adalah sedimentasi di delta sungai dan daerah sekitar gunung berapi. Hal ini berkaitan erat dengan pembentukan bahan galian seperti batubara, minyak bumi, emas, perak dsb. Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan energi pembentuknya. Pembentukannya dapat terjadi pada waktu pengendapan maupun segera setelah proses pengendapan (Lain 1996). Pembagian struktur sedimen ada beberapa macam dan versi dari peneliti yang menganalisa dan mempelajari struktur sedimen, pembagian struktur sedimen menurut Lain (1996) : 1. Sedimen Primer: Struktur pada batuan sedimen yang terjadi pada saat proses sedimentasi sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi mekanisme pengendapan. 2. Sedimen Sekunder : Struktur sedimen yang terjadi pada batuan sedimen pada saat sebelum dan sesudah proses sedimentasi yang juga dapat merefleksikan lingkungan pengendapan, keadaan dasar permukaan, lereng, dan kondisi permukaan. 3. Sedimen organik: Struktur
sedimen yang
terbentuk
akibat
dari
proses
organisme pada saat dan sesudah terjadi proses sedimentasi. Karakteristik sedimen akan mempengaruhi morfologi fungsional dan tingkah laku hewan bentik. Hewan bentik beradaptasi sesuai dengan tipe substratnya. Tipe substrat adalah faktor utama yang mengendalikan distribusi bentos. Adaptasi organisme bentik terhadap masing-masing tipe substrat berbeda beda. Adaptasi substrat ini yang menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologi organisme terhadap suhu, salinitas serta faktor kimia lainnya. Selain tipe substrat, ukuran partikel sedimen juga berperan penting dalam menentukan jenis bentik laut (Levinton 1982). Peningkatan kekeruhan air oleh jenis sedimen meningkatkan kekeruhan air yang akan menghalangi penetrasi cahaya, selain itu
13
sedimen juga mengikat unsur hara yang merupakan makanan bagi hewan bentik (Nybakken 1992). Odum (1993) menyatakan faktor utama yang menentukan penyebaran makrozoobenthos adalah substrat perairan berupa lumpur, tanah liat, berpasir, kerikil, batu, dan masing-masing menentukan komposisi jenis makrozoobenthos. Tipe substrat mempengaruhi kandungan bahan organik dalam substrat tersebut. Hidayah (2003) menyatakan substrat pasir memiliki rongga udara, sehingga pasokan oksigen dari kolom perairan menjadi lancar dan ketersediaan oksigen cukup tinggi. Substrat jenis ini sulit untuk mengakumulasi masukan bahan organik. Setiawan (2008) menyatakan substrat lumpur biasanya terdapat di daerah yang kecepatan arus dan gelombangnya lemah, seperti di muara sungai, teluk atau pantai terbuka dengan kelandaian rendah. Hal ini juga dinyatakan oleh Ramli (1989) dalam Prayoga (2012), substrat berupa lumpur biasanya mengandung sedikit oksigen dan karena itu organisme yang hidup didalamnya harus dapat beradaptasi pada keadaan seperti ini. Begitu juga dengan Fuller (1979) melaporkan bahwa mayoritas makrozoobenthos lebih suka hidup pada sedimen lumpur hingga pasir. Menurut Welch (1992), arus mempengaruhi perpindahan sedimen dan mengikis substrat dasar perairan sehingga dapat dibedakan menjadi substrat batu, pasir, liat maupun debu. Kecepatan arus akan menentukan tipe sedimen suatu perairan. Arus yang kuat mengakibatkan sedimen terdiri dari batu atau kerikil dan pasir, sedangkan arus yang lemah menunjukkan dasar berlumpur atau tanah-organik. Gaya ini akan mengakibatkan adanya aliran gyre yang searah jarum jam pada belahan bumi utara dan berlawanan dengan arah jarum jam pada belahan bumi selatan. Gerakan yang terjadi merupakan hasil resultan dari berbagai macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom dan dasar perairan (Nontji 2002).
2.5 Pengaruh Arus Terhadap Makrozoobenthos
Arus maupun makrozoobenthos merupakan dua komponen berbeda yang saling berhubungan. Arus merupakan parameter oseanografi yang membawa
14
massa air laut untuk mengisi kekosongan massa air di permukaan maupun dasar laut sedangkan makrozoobenthos merupakan hewan sesil yang seringkali digunakan sebagai indikator kondisi perairan (Set yobudiandi 1997). Kecepatan arus akan menentukan tipe sedimen suatu perairan. Arus yang kuat mengakibatkan sedimen terdiri dari batu atau kerikil dan pasir, sedangkan arus yang lemah menunjukkan dasar berlumpur atau tanah-organik. Kecepatan arus berpengaruh pada terhadap distribusi biota yang relatif menetap di perairan, yaitu benthos (Siegel dkk 2003). Hal ini berdampak secara tidak langsung pada makrozoobenthos karena semakin besar kecepatan arus maka akan terjadi kekeruhan (Nybakken 1992). Makanan hewan benthos yang berupa unsur hara banyak terdapat di sedimen dasar laut. Pertukaran massa air berpengaruh terhadap keberadaan unsur hara di suatu perairan, arus akan membawa unsur hara ini sehingga kelimpahan hewan benthos akan berkurang seiring dengan bertambahnya kecepatan arus (Nybakken 1988). Menurut Siegel dkk (2003) bahwa kecepatan arus dan jenis sedimen yang bergerak sangat terkait, dinyatakan untuk kecepatan arus 10 cm/detik, berarti diameter partikel yang bergerak adalah 0.2 cm. Selain mempengaruhi keadaan dan stabilitas substrat, kecepatan arus juga berpengaruh terhadap jenis dan sifat organisme makrozoobenthos. Kecepatan arus yang terlalu tinggi mengakibatkan sebagian organisme makrozoobenthos tertentu saja yang dapat hidup pada kondisi seperti ini. Oleh karena itu, biasanya pada daerah yang memiliki kecepatan arus yang tinggi jumlah jenis makrozoobenthos yang hidup di dalamnya sedikit. Sebaliknya pada daerah berarus lemah jumlah jenis makrozoobenthos lebih banyak (Siegel 2003).