BAB I PENDAHULUAN
Nervus glossofaringeus adalah saraf kranial kesembilan (IX) dari dua belas pasang saraf kranial. Nervus IX berasal dari medulla oblongata bersamaan dengan nervus kranialis X dan XI, melalui foramen jugularis juluran dari nervus glosofaringeus menginervasi daerah lidah/faring dan leher yaitu mempersarafi daerah faring, otot stilopharingeal, glandula dari faring (kelenjar parotis), tonsil, dan 1/3 posterior lidah. Saraf glosofaringeus merupakan saraf motorik dan sensorik, saraf ini juga berfungsi sebagai pengecap karena saraf ini menpersarafi papila sirkumvalata di bagian belakang lidah. (1) Nervus glossofaringeus terdiri dari serabut-serabut motorik dan sensorik. Serabut-serabut eferen nervus glosofaringeus adalah sebagian somatosensorik dan sebagian viscerosensorik, khusus yang menghantarkan impuls citarasa. Nervus glossofaringeus merupakan saraf motorik utama bagi farings yang memegang peranan penting dalam mekanisme menelan. Nervus ini menpersarafi otot Stilofaringeus yang merupakan levator farings. Di samping tugas motorik , nervus glossofaringeus menangani inervasi sensorik protopatik permukaan orofarings dan pengecapan 1/3 bagian belakang lidah.(2) Adapun gangguan dari nervus glosofaringeus ini akan menimbulkan gangguan menelan, gangguan pengecapan, dan gangguan perasaan protopatik di sekitar orofarings. (2)
1
BAB II DAFTAR PUSTAKA
2.1 ANATOMI NERVUS GLOSOFARINGEUS
Nervus glosofaringeus terdiri dari serabut sensorik dan motorik. Ganglion untuk bagian sensoriknya adalah ganglion petrosum. Serabut ganglion tersebut melintasi bagian dorsolateral medula oblongata dan berakhir di sepanjang nucleus traktus solitarius. Berkas serabut yang terkumpul di sekitar nukleus traktus solitaries ikut menyusun traktus solitarius. Sebagian dari serabut-serabut tersebut menuju ke nukleus dorsalis vagi. Serabut-serabut motorik nervus glosofaringeus berasal dari nukleus salivatorius inferior dan sebagian dari nukleus ambiguus. Kedua jenis serabut muncul pada permukaan medula oblongata di sulkus lateralis posterior.
Bersama-sama
dengan
nervus
vagus
dan
asesorius
nervus
glosofaringeus meninggalkan tengkorak melalui foramen jugulare. Di leher nervus glosofaringeus membelok ke depan. Dalam perjalanannya kebawah dan ke depan itu, ia melewati arteri karotis interna dan vena jugularis interna. Kemudian ia berjalan diapit oleh arteri karotis interna dan eksterna disamping larings. Di s itu ia bercabang-cabang dan mensarafi muskulus stilofaringeus dan selaput lendir farings. Cabang-cabang lainnya mensarafi tonsil, selaput lendir bagian belakang palatum molle dan1/3 bagian belakang lidah.
(3)
Apabila diberikan rangsangan berupa rasa asam pada daerah pengecapan. Maka serabut-serabut yang menyalurkan implus pengecapan ikut menyusun nervus fasialis (kordha timpani) dan nervus glosofaringeus serta nervus vagus.
2
Nervus-nervus ini menghantarkan implus itu ke nukleus traktus solitarii. Juluran inti tersebut menyalurkan implus ke Ventro Posterior Medialis di talamus. Dari situ implus pengecapan dipancarkan ke bagian media dari operkulum dan bagian bawah lobus parientalis. (2)
Gambar 1 : penjalaran nervus IX Nervus glossofaringeus terdiri dari serabut-serabut motorik dan sensorik. Serabut motoriknya sebagian bersifat somatomotorik dan sebagian lainnya bersifat sekretomotorik.Yang bersifat somatomotorik merupakan juluran perifer sel-sel yang menyusun inti ambigus. Inti ini terletak di formatio-retikularis medulla oblongata, dorsal daripada oliva inferior dan merupakan serabut preganglionar bagi ganglion otikum. Serabut-serabut eferen nervus glosofaringeus adalah sebagian somatosensorik dan sebagian viserosensorik khusus, yang
3
mengantarkan implus cita rasa. Ganglion kedua serabut eferen ini ialah ganglion petrosum dan ganglion jugulare. Implus sensorik eksteroseptif dari nervus glosofaringeus disampaikan oleh juluran sentral sel di ganglion petrosum ke nucleus ramus descendens nervus trigeminus dan selanjutnya mengikuti penghantaran implus susunan nervus trigeminus. Adapun kawasan sensorik eksteroseptif nervus glossofaringeus itu ialah bagian posterior membrana timpani dan liang telinga. Implus viserosensorik dari mukosa palatum molle, arkus faringeus, tuba eustachii, lidah sepertiga bagian belakang, tonsil, kavum timpani, dan dinding farings dihantarkan oleh juluran sel ganglion petrosum ke nucleus traktus solitarius (jadi tidak ke susunan sentral nervus trigeminus). implus cita rasa dari sepertiga bagian lidah dihantarkan ke nucleus traktus soliter juga. Serabut aferen dan eferen yang menyusun nervus glosofaringeus meninggalkan medulla oblongata dari permukaan lateralnya. Bersama-sama dengan nervus vagus dan nervus accesorius, nervus glosofaringeus ini meninggalkan tengkorak melalui foramen jugulare. Dalalm perjalanannya ke tepi melewati arteri karotis interna dan vena jugularis interna. Kemudian ia diapit oleh arteri karotis interna dan eksterna. Disini ia bercabang-cabang. Cabang somatomotoriknya mensarafi muskulus stilofaringeus, cabang viseromotoriknya yang dinamakan nervus Jacobsoni menuju ke kavum timpani dan tuba Eustachii. Cabang-cabang viseromotorik lainnya dinamakan rami atau pleksus faringeus, tonsilaris, linguaris dan karotikus, masing-masing merujuk kepada kawasan yang ditujunya. (4)
4
Gambar 2 : perjalanan nervus glosofaringeus 2.2 FISIOLOGI
Nervus glosofaringeus merupakan saraf motorik utama bagi farings, yang memegang peranan penting dalam mekanisme menelan. Nervus ini mempersarafi otot stilofaringeus yang merupakan levator dari farings. bersama-sama dengan kontraksi otot-otot arkus faringeus, muskulus stilofaringeus melaksanakan tugas memindahkan makanan dari mulut ke faring. Bagian lain dari farings dipersarafi oleh nervus vagus. Disamping tugas motorik, nervus glosofaringeus mengurus inervasi sensorik eksteroseptif permukaan orofarings, dan pengecapan 1/3 bagian belakang lidah. Adapun mekanisme dari menelan yaitu makanan disiapkan untuk
5
bisa ditelan, yaitu dikunyah (nervus trigeminus) pada mana makanan dipindah pindahkan (oleh lidah yang dipersarafi nervus hipoglosus) untuk dapat dipecah pecahkan dan digiling oleh gigi geligi kedua sisi. Kemudian makanan didorong oleh orofarings. Pemindahan ini dikerjakan oleh otot-otot lidah, arkus faringeus dan dibantu oleh otot stilofaringeus (nervus faringeus). Disamping itu tekanan di rongga mulut ditingkatkan oleh kontraksi otot-otot pipi (nervus fasialis). Agar tekanan meninggi ini bisa ikut mendorong makanan ke orofarings, palatum molle menutup hubungan antara naso dan orofarings (nervus vagus). Agar makanan yang dipindahkan dari ruang mulut ke orofarings tidak tiba di larings, maka pintu larings ditutup oleh epiglotis (nervus vagus). Setelah makanan tiba di orofarings, pasasi makanan melalui farings diurus oleh glosofringeus dan vagus. Melalui sfingter hipofarings makanan dimasukkan ke dalam esofagus. Karena mekanisme menelan merupakan karya integratif nervus fasialis, glosofaringeus dan vagus, maka sebaiknya gangguan menelan dibahas sebagai manisfestasi akibat gangguan gabungan nervus cranialis.(2) Nervus glosofaringeus juga mempunyai peranan untuk pengecapan dimana alat penangkap stimulus pengecapan pada manusia terletak pada lidah, sebagian kecil berada di palatum molle, arkus faringeus dan epiglotis. Dan juga, di lidah pun, hanya 2/3 bagian depannya saja paling banyak ditempati reseptor. Tepi dan ujung lidah paling peka terhadap rangsangan asam, dan permukaan lidah sisanya peka terhadap manis dan asin. Serabut-serabut yang menyalurkan implus pengecapan ikut menyusun nervus fasialis (kordha timpani) dan nervus glosofaringeus serta nervus vagus. Nervus-nervus ini menghantarkan implus itu
6
ke nukleus traktus solitarii. Juluran inti tersebut menyalurkan implus ke VPM di talamus. Dari situ implus pengecapan dipancarkan ke bagian media dari operkulum dan bagian bawah lobus parientalis. Serabut nukleus traktus solitarii yang menghantarkan implus ke talamus mungkin ikut menyusun traktus trigeminotalamikus ventralis.(2) 2.3 PENYEBAB GANGGUAN NERVUS GLOSOFARINGEUS
Keadaan patologis di sekitar foramen jugulare
Aneurisma arteri vertebralis
Idiopatis
Strok bilateral (hemiparese dupleks)
Amiotrofik Lateral Sklerosis (ALS)
Hal yang menyebabkan gangguan pada n. laringeus rekurens s eperti : a. Anerisma aorta b. Tumor di mediastinum c. Tumor di bronkhus. (5)
2.4 PEMERIKSAAN NERVUS GLOSOFARINGEUS
Pada pemeriksaan nervus glosofaringeaus biasanya nervus IX dan X diperiksa bersamaan, karena kedua saraf ini berhubungan erat satu sama lain, sehingga gangguan fungsinya jarang tersendiri, kecuali pada bagian yang perifer sekali. Banyak fungsi saraf ini yang tidak diperiksa secara rutin karena sukar
7
melakukannya dan juga tidak penting dalam menegakkan diagnosis, namun demikian, ada hal yang perlu diperiksa secara rutin. (5) Walaupun nervus glosofaringeus memiliki banyak fungsi, namun aspek klinis yang dinilai rutin pada pemeriksaan klinis adalah sensasi umum pada dinding posterior faring dan sepertiga posterior lidah. (6) Pemeriksaan nervus glossopharingeus mencakup reflex muntah.Pemeriksa dapat memakai spatula lidah atau batang pengoles.Dengan menyentuh sepertiga posterior lidah, palatum mole, atau dinding farings posterior, pemeriksa akan membangkitkan refleks muntah.Bagian sensorik lingkaran refleks ini adalah melalui nervus glosofaringeus, bagian motoriknya melalui nervus vagus.Dalam hal ini, terlihat faring terangkat dan lidah ditarik (refleks positif). Bila ada gangguan nervus IX dan X, refleks dapat negatif. Bila rangsang tersebut diatas dilakukan dengan cukup keras, kita membangkitkan refleks muntah, yang juga dapat hilang pada kerusakan nervus IX dan X. Sedangkan untuk pemeriksaan pengecapan sendiri yaitu pengecapan dari 1/3 bagian posterior lidah dipersarafi oleh nervus glosofaringeal, pengecapan ini tidak diperiksa secara rutin, karena sukar. Tempat pemeriksaan di bagian belakang lidah. Bila perlu dapat juga dilakukan dengan menggunakan arus galvanis lemah (0,2-0,4miliamper). Kita gunakan elektroda dari kawat tembaga yang ditempatkan sebagai anoda pada lidah bagian posterior. Pada orang normal akan terasa rasa asam.
(5)
Adapun pemeriksaan pada pasien-pasien yang mengalami disfagi yaitu penderita disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air.Perhatikan
8
apakah ada salah telan (keselek, disgafia).Kelumpuhan N IX dan X dapat menyebabkan disfagia.Hal ini sering dijumpai pada hemiparesis dupleks, yang disebut juga sebagai kelumpuhan pseudobulber. Persarafan N IX dan X adalah bilateral, karenanya kelumpuhan supranuklear baru terjadi bila ada lesi bilateral.(5) Pemeriksaan fungsi nervus glosofaringeus dan vagus tidak dapat mengungkapkan semua segi fungsionalnya. Lagi pula fungsi nervus cranial tersebut masing-masing tidak dapat diteliti secara tersendiri, kecuali mengenai bagian pemeriksaan oto-otot larings. Secara praktis dapat dikatakan bahwa disfungsi nervus glosofaringeus dan vagus dapat diungkapkan hanya secara anamnestik saja, walaupun manifestasinya disfungsi somatomotoriknya sebagian besar dapat dibuktikan dengan pemeriksaan klinis. (4) 2.5 ASPEK KLINIS GANGGUAN NERVUS GLOSOFARINGEUS 1. Disfagia
Gangguan menelan bisa disebabkan oleh paresis nervus fasialis atau nervus hipoglosus. Makanan sukar di pindah-pindahkan untuk dapat dimamah gigi geligi kedua sisi. Lagi pula tekanan di dalam mulut tidak bisa di tingkatkan sehingga bantuan mendorong makanan ke orofaring tidak ada. Kesukaran untuk menelan yang berat di sebabkan oleh gangguan nervus glossofaringeus dan vagus.Makanan sukar ditelan, karena palatum mole tidak bekerja, sehingga makanan tiba di larings dan menimbulkan reflex batuk.Yang sering di hadapkan sebagai keluhan gangguan menelan ialah ‘keselek ’ atau salah telan. Sukar menelan bukan hanya karena gangguan pada pasasi makanan di orofarings, juga dapat disebabkan oleh
9
gangguan mekanisme menelan akibat berbagai proses patologik. Pada infark serebri yang menimbulkan hemiparesis, sukar menelan menjadi gejala dini. Lambat laun penderita hemiparesis bisa belajar untuk menelan makanan tanpa kesulitan. Dalam hal tersebut, kelumpuhan UMN pada otot-otot yang diinervasi nervus glossofaringeus dan vagus mendasari gangguan menelan. Jika terdapat kerusakan UMN bilateral, seperti pada paralisis pseudobulbar, menelan makanan merupakan gangguan yang sangat sering, sehingga makanan harus diberikan melalui pipa hidung. Kelumpuhan LMN pada otot-otot yang diinervasi nervus glossofaringeus dan vagus dapat disebabkan oleh penekanan di foramen jugularis (sindroma varent) akibat thrombosis vena jugularis sebagai komplikasi mastoiditis. Infiltrasi dari karsinoma nasofaring atau miastenia gravis merupakan sebab yang sering dijumpai. Pada anak-anak keadaan pasca difteri bisa diperburuk karena adanya kelumpuhan pada otot-otot menelan. Sering disebut juga intoksikasi botulismus, yang menimbulkan kelumpuhan LMN pada otot-otot menelan. Segala macam gangguan menelan, baik mengenai sukar menelan karena kelumpuhan otot-otot menelan, maupun karena adanya nyeri atau perasaan tidak enak waktu menelan dikenal sebagai disfagia.Pada dermatomiositis, scleroderma, amilodosis dan sindroma Plumer-Vinson, disfagia merupakan bagian gejala dari gambaran penyakit lengkapnya. Disfagia yang jelas karena adanya penyakit lebih sering disebabkan oleh faringitis, tonsillitis, esofagitis, mediastinitis dan diverticulitis di esophagus.(4)
10
2. Hipogeusia dan ageusia
Daya pengecapan yang berkurang (hipogeusia) sering terjadi pada orangorang yang sudah tua. Lebih-lebih kalau mereka menggunakan banyak obat-obat. Ageusia mengakibatkan nafsu makan hilang. Pada anak-anak penyebabnya kebanyakan otitis media, dimana korda timpani mengalami gangguan. Jika nervus fasialis juga ikut terganggu, maka ageusia pada otitis media akan lebih mudah teringat. Pada sindrom Guillain-Barre, nervus glossofaringeus dan vagus adakalanya ikut terkena, karena itu hipogeusia dirasakan sehingga memperburuk keadaan umum penderita. Leukemia bisa melakukan infiltrasi ke dalam kanalis fasialis dan dengan demikian menimbulkan ageusia. Tumor di fossa kranii media dan posterior bisa mengganggu nervus fasialis, glossofaringeus dan vagus. Ageusia diperberat oleh adanya anosmia, kombinasi tersebut sering di jumpai pada keadaan post trauma kapitis dengan fraktur basis kranii. Halusinasi pengecapan dapat timbul jika ada lesi iritatif di unkus, yang sering dialami sebagai bagian dari sindrom epilepsy lobus temporalis. Lesi destruktif di unkus mengakibatkan parageusia atau pengecapan yang tidak sesuai dengan sifat stimulusnya. Pengecapan pada parageusia selalu bersifat tidak enak. (2) 3. Perasaan protopatik di kawasan sensorik nervus glossofaringeus
Persepsi rangsang nyeri, suhu dan raba di orofaring di perankan oleh nervus glossofaringeus. Daerah-daerah yang berdampingan, yaitu nasofaring dan rongga mulut merupakan kawasan perasaan protopatik nervus trigeminus. Bila ada lesi iritatif terhadap nervus glossofaringeus, kesulitan untuk mengenalnya terletak pada pembauran antara kawasan perasaan protopatik glossofaringeus dan
11
trigeminus. Yang umumnya timbul akibat proses iritatif ialah neuralgia. Nyeri tajam yang timbul bagaikan kilat, berlangsung beberapa detik saja. Tetapi ia timbul berkali-berkali dengan interval beberapa detik sampai menit. Nyeri tersebut terasa di kerongkongan dan menjalar ke telinga dan ke belakang mandibula. Adakalanya nyeri pertama timbul di dalam telinga. Menelan, bicara dan mengeluarkan lidah dapat memicu neuralgia tersebut. Faktor presipitasi itulah yang merupakan diagnosis banding antara neuralgia trigeminus dan neuralgia glossofaringeus.(2) Pada neuralgia glosofaringeus dapat dijumpai daerah pencetus (trigger zone); dalam hal ini biasanya di dinding faring, daerah tonsil atau di dasar lidah. Serangan nyeri dapat dicetuskan bila penderita berbicara, makan, menelan, atau batuk.(5) 2.6 PENATALAKSANAAN
Klasifikasi disfagia berdasarkan penyebabnya karena gangguan pada nervus glosofaringeus disebut dengan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan muscular yang berperan dalam proses menelan. Lesi bisa saja terdapat pada pusat menelan di batang otak ataupun kelainan nervus cranial n.V, n.VII, n.IX, n.X, dan n.XII. (7) Penanganan disfagi sendiri secara garis besar terbagi menjadi 2 metode : yaitu metode yang mengutamakan kompensasi (pengaturan diet, posisi saat makan) serta metode yang mengutamakan stimulasi (terapi listrik neuromuscular).
12
Hingga saat ini masih sedikit penelitian yang membandingkan kedua jenis metode terapi disfagia tersebut. (8) Dapat juga dilakukan dengan peran rahabilitasi medic dalam penanganan disfagi yaitu : menentukan disfagia orofaring, aspirasi dan penyebab aspirasi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi. Strategi kompensasi untuk meningkatkan efisiensi dari proses menelan dan mencegh terjadinya aspirasi dengan tujuan untuk mempertahankan asupan makanan yang adequate dan membuat makanan oral pada tingkat optimal (yang paling aman). Menentukan program latihan untuk meningkatkan area yang mengalami gangguan dengan tujuan agar dapat memperbaiki kontrol motorik pada masing-masing fase melalui normalisasi dan fasilitasi kualitas gerakan otot-otot menelan.(9) Obat anti epilepsi dan anti depresan trisiklik dapat digunakan untuk memperbaiki rasa sakit dari neuralgia glosopharingeal. Ketika pembuluh darah diidentifikasi
sebagai
menkompresi
nervus
glosopharingeus,
operasi
dapatdilakukan untuk memindahkan posisi antara pembuluh darah dan saraf, dalam rangka upaya untuk mengurangi tekanan yang diberikan pada s araf.
(10)
13
BAB III KESIMPULAN
Nervus glossofaringeus adalah saraf kranial kesembilan (IX) dari dua belas pasang saraf kranial. Nervus IX berasal dari medulla oblongata bersamaan dengan nervus kranialis X dan XI, menginervasi daerah lidah/faring dan leher yaitu mempersarafi daerah faring, otot stylopharingeal, glandula dari faring (kelenjar parotis), tonsil, dan 1/3 posterior lidah. Saraf glosofariangeus merupakan saraf motorik dan sensorik, saraf ini juga berfungsi sebagai pengecap dan proses menelan. Jika terjadi gangguan pada nervus ini maka akan mengakibatkan gangguan pengecapan, gangguan menelan, dan gangguan perasaan protopatik di sekitar orofarings. Penanganan disfagi sendiri secara garis besar terbagi menjadi 2 metode : yaitu metode yang mengutamakan kompensasi (pengaturan diet, posisi saat makan) serta metode yang mengutamakan stimulasi (terapi listrik neuromuscular). Hingga saat ini masih sedikit penelitian yang membandingkan kedua jenis metode terapi disfagia tersebut. Obat anti epilepsi dan anti depresan trisiklik dapat digunakan untuk memperbaiki rasa sakit dari neuralgia glosopharingeal. Ketika pembuluh darah diidentifikasi
sebagai
menkompresi
nervus
glosopharingeus,
operasi
dapatdilakukan untuk memindahkan posisi antara pembuluh darah dan saraf, dalam rangka upaya untuk mengurangi tekanan yang diberikan pada saraf.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. anatomyEXPERT.
Glossopharingeal
Nerve
(IX)
.www.anatomyexpert.com/structure_detail/6400/1483. Diakses tgl 23 maret 2013. 2.
Mardjono, M dan Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 2008
3. Daonibeatty. Saraf Otak atau Nervus Glosofaringeus. www.scribd.com. Online : 30 oktober 2012. Diakses tgl 23 maret 2013. 4.
Sidharta, P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Dian Rakyat. Jakarta. 2010.
5. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Klinik dan Mental. FKUI. Jakarta. 2012 6. Ginsberg, L. Lecture Notes Neurologi. Erlangga. Jakarta. 2008. 7. Aresto, N. Disfagia. www.scribd.com. Online : 07 januari 2012. Diakses tgl 23 maret 2013 8. Ina, E. Prognosis Disfagia. www.scribd.com. Online : 21 maret 2011. Diakses tgl 23 maret 2013 9. RS.
Husada
Utama.
Telinga,
Hidung,
dan
Tenggorokan.
www.husadautamahospital.com/tht.php. online : tahun 2012. Diakses 23 maret 2013. 10. Department of Anesthesiology. Glossopharingeal Neuralgia. http://painmedicine.med.nyu.edu/patient-care/conditions-we-treat/glossopharyngealneuralgia. online : tahun 2013. Diakses tgl 23 maret 2013.
15