BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu simptom penyakit yang
memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan etiologinya.
Anemia adalah kekurangan sel darah merah, kuantitas hemoglobin,
volume pada sel darah merah (hematokrit) dalam jumlah tertentu per 100 ml
darah. Cara untuk menentukan anemia diuraikan oleh anamnesis, pemeriksaan
fisik yang teliti dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan biasanya dengan mengukur Hemoglobin (Hb) dan
Hematokrit (Ht). Hasil pemeriksaan tersebut hati-hati dikelirukan pada
pasien dehidrasi dan masa kehamilan.
Dalam keadaan normal jumlah sel darah merah pada rata-rata orang
dewasa kira-kira 5 juta permilimeter kubik. Eritropoesis pada orang dewasa
terutama terjadi di dalam sumsum tulang melalui stadium pematangan. Sel
eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial yang kemudian
berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial
dengan rangsangan hromon eritropoetin menjadi sel pronormoblas. Sel
pronormoblas ini akan membentuk deoxyribonucleic acid (DNA) yang diperlukan
untuk tiga sampai dengan empat kali fase mitosis. Dari tiap sel
pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Sel-sel yang sedang berada dalam
fase diferensiasi dari pronormoblas sampai dengan eritrosit dapat dikenal
dari morfologinya, sehingga dapat dikenal 5 stadium pematangan. Proses
diferensiasi dari pronormoblas sampai eritrosit memakan waktu + 72 jam. Sel
eritrosit normal berumur 120 hari.
Anemia dapat diklasifikasi menurut morfologi sel darah merah dan
indeks-indeksnya. Pada klasifikasi ini mikro dan makro menunjukkan ukuran
sel darah merah, sedangkan kromik menunjukkan warnanya.
1. Anemia normositik normokrom
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung
hemoglobin dalam jumlah normal.
MCV = 84-96 fL dan MCHC = 32-36%
Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada :
Perdarahan akut
Penyakit kronik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik
2. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal
tetapi normokrom karena konsentrasi Hb-nya normal.
MCV meningkat dan MCHC normal
Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam
nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam
folat.
Contoh anemia jenis ini :
Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat.
3. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal
dan hipokrom karena Hb dalam jumlah kurang dari normal.
MCV kurang dan MCHC kurang
Contoh anemia jenis ini yaitu :
Anemia defisiensi besi
Anemia penyakit kronik
Talasemia
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia
adalah pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah,
berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman O2
ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu
dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan
merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan
dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna
menilai kepucatan.
Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi
seperti defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12. Dalam referat ini
dibahas lebih lanjut mengenai anemia defisiensi Fe.
1.2 Batasan masalah
Referat ini membahas mengenai anemia defisiensi fe
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis anemia
defisiensi fe dan penatalaksanaannya sertasebagai syarat menjalani
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP.Dr.M.Djamil padang.
1.4 Metode penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk kepada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anemia defisiensi fe adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted
iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang. Ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer dan hasil
laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Menurut WHO dikatakan
anemia bila :Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya
kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 gram.
Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria dan 35 mg/Kgbb pada wanita.
2.2 Epidemiologi
Anemia defisiensi fe merupakan anemia yang paling sering dijumpai
baik diklinik maupun masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan,
didapatkan gambaran revalensi anemia defisiensi fe seperti pada tabel
" "afrika "Amerika latin "indonesia "
"Laki laki dewasa"6% "3% "16-50% "
"Wanita tidak "20% "17-21% "25-48% "
"hamil " " " "
"Wanita hamil "60% "39-46% "46-92% "
Tabel 1. Epidemiologi Anemia defisiensi besi
2.3 Etiologi
( Perdarahan kronik misalnya riwayat perdarahan saluran cerna
sebelumnya.
Di Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang
(ankilostomiasis). Gejala yang timbul biasanya ada kemerahan dan gatal
(ground itch) pada kulit tempat larva menembus. Migrasi larva yang banyak
melalui paru-paru dapat menimbulkan gangguan seperti di atas yang
dinamakan Loeffler's Syndrome. Pada fase akut cacing tambang dewasa dapat
menimbulkan nyeri kolik ulu hati, anoreksia, diare dan penurunan berat
badan. Infeksi yang kronis dapat menimbulkan anemia defisiensi besi dan
hiponatremia, sehingga menyebabkan pucat, sesak nafas dan lemas.
( Diet yang tidak mencukupi
( Pada wanita karena perdarahan menstruasi dan kehamilan
( Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan, laktasi
( Absorpsi yang menurun
( Hemoglobinuria
( Penyimpanan besi yang berkurang seperti pada hemosiderosis paru
2.4 Metabolisme Fe
Terdapatnya zat besi (Fe) dalam darah baru diketahui setelah penelitian
oleh Lemeryh dan Goeffy (1713). Akan tetapi, sebenarnya berabad-abad
sebelum Masehi, bangsa Yunani dan India telah menggunakan bahan-bahan yang
mengandung Fe untuk mendapatkan tentara yang kuat. Bangsa Yunani merendam
pedang-pedang tua meminum airnya.
Tubuh manusia sehat mengandung + 3,5 g Fe yang hampir seluruhnya
dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk
organik, yaitu sebagai ikatan nonion dan lebih lemah dalam bentuk
anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau
reduksi. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe
fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang non esensial.
Fe esensial ini terdapat pada :
1. Hemoglobin + 66%
2. Mioglobin 3%
3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya
sitokromoksidase, suksinil dehidrogenase dan zantin oksidase sebanyak
0,5%
4. Transferin 0,1%
5.
Fe non esensial terdapat sebagai :
1. cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%
2. pada parenkim jaringan kira-kira 5%.
Cadangan Fe
Pada wanita hanya 200-400 mg
Pada pria kira-kira 1 gram
Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum,
makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi
dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara
transport aktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion
feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma
dengan perantara transferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam
sel mukosa usus.
Secara umum :
Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah (
maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin
Bila cadangan dalam tubuh rendah atau kebutuhan akan zat besii
meningkat ( maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sell
mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis.
Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat
atau hipoksia.
Jumlah Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah
absolutnya serta adanya zat-zat lain.
Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000 kilokalori akan diabsorpsi 5-10%
pada orang normal.
Absorpsi dapat ditingkatkan oleh :
Kobal
Inosin
Metionin
Vitamin C
HCI
Suksinat
Senyawa asam lain
Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya
kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut.
Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat :
Fosfat
Antasida misalnya :
- kalsium karbonat
- aluminium hidroksida
- magnesium hidroksida
Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorpsi rata-rata dua
kali lebih banyak dibandingkan dengan makanan nabati.
Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe.
Absorpsi ini meningkat pada keadaan :
Defisiensi Fe
Berkurangnya depot Fe
Meningkatnya eritropoesis
Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan
jumlah serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.
Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin
(siderofilin), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut
ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa
kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total
transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan
kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-sel retikulum
dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis. Sel ini juga
berfungsi sebagai gudang Fe.
Kalau tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan sebagai
cadangan, dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat
dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa, dan sumsum tulang).
Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses
eritropoesis; 10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat
dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile
pool telah kosong. Besi yang terdapat di dalam parenkim jaringan tidak
dapat digunakan untuk eritropoesis.
Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein
yang membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati, sedangkan
setelah pemberi per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang.
Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan
limpa.
Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat :
Tranfusi darah yang berulang-ulang
Akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti
absorpsi yang berlebihan pula
Jumlah Fe yang dieksresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1
mg sehari.
Eksresi terutama berlangsung melalui :
Sel epitel kulit
Saluran cerna yang terkelupas
Selain itu juga melalui :
- keringat
- Urin
- Feses
- Kuku dan rambut yang dipotong
Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat
bersama dengan sel yang mengelupas
2.5 Patofisiologi Anemia
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga
diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang
terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom),
untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi
tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada
balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan
menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi
yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi.
Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi,
berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang
diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin
serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya
kadar Rb (Gutrie, 186:303) Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan
sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin
serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan
demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut
dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu
menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang
berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara
mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV),
konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95%
acuan (Dallman,1990)
2.6 Sumber Alami Fe
Makanan yang mengandung Fe :
1. Dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah :
( hati
( jantung
( kuning telur
( ragi
( kerang
( kacang-kacangan
( buah-buahan kering tertentu
2. Dalam jumlah sedang (1-5 mg/100 g) diantaranya :
( daging
( ikan
( unggas
( sayuran yang berwarna hijau
( biji-bijian
3. Dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g), antara lain :
( susu dan produknya
( sayuran yang kurang hijau
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala anemia defisiensi pada umumnya adalah :
( cepat lelah
( jantung berdebar-debar
( takikardi
( sakit kepala
( mata berkunang-kunang
( letih
( lesu
Manifestasi yang paling menonjol pada anemia defisiensi besi adalah :
pucat
glossitis (lidah tampak pucat, licin, mengkilap, atrofi papil lidah)
stomatitis dan keilitis angular
koilonikia (kuku menjadi cekung ke dalam seperti sendok), ditemukan pada
18% anemia defisiensi besi
perdarahan dan eksudat pada retina bisa terlihat pada anemia berat (Hb 5
gram% atau kurang)
Gejala Plummer-Vinson yaitu sukar menelan (disfagia) merupakan gejala
yang khas pada anemia defisiensi besi menahun.
2.8 Diagnosis
1. Anamnesis
1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan
yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronis
b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak
adekuat malabsorpsi besi
c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit
Crohn, colitis ulserativa)
2). Pucat, lemah, lesu, gejala pika
2. Pemeriksaan fisis
a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran
jantung
3. Pemeriksaan penunjang
a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP)
meningkat
e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
"Kelompok "Umur "Hemoglobin (gr/dl) "
"Anak-anak "6 – 59 bulan "11 "
" "5 – 11 tahun "11,5 "
" "12 – 14 tahun "12 "
"Dewasa "Wanita > 15 tahun "12 "
" "Wanita hamil "11 "
" "Laki-laki > 15 tahun "13 "
Tabel 2. Parameter untuk menentukan status besi
Pada defisiensi besi dini apusan biasanya normal. Sulit untuk mencari
perubahan dini yang samar-samar dalam ukuran sel pada defisiensi besi dini
dan pada stadium ini nilai MCV lebih mendorong daripada apusan darah tepi.
Pada anemia defisiensi besi berat terjadi poikilositasis yang nyata dan
hipokrom tanpa noda berupa titik-titik. Umum terdapat sel-sel elips
(berbentuk sigaret). Beberapa sel muda yang terlihat pada sediaan apus
seringkali muncul sebagai sel-sel target polikromatofilik.
Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb agar
hasil lebih tepat untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan
anemia gizi besi yaitu :
a. Serum Ferritin (SF)
Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF <
12 mg/dl maka orang tersebut menderita anemia gizi besi.
b. Transferin Saturation (ST)
Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum merupakan
salah satu menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar
besi menurun dan meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 %
maka orang tersebut defisiensi zat besi.
c. Free Erythocyte Protophorph
Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah
meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC. Secara ringkas untuk
menentukan keadaan anemia seseorang dapat dilihat pada tabel 2.
2.9 Pencegahan dan Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
Jika anemia defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus
dilakukan sambil mencari dan menghilangkan penyebabnya. Tetapi tidak perlu
menunda pengobatan sampai penyebabnya dihilangkan. Besi yang diberikan
terdapat dalam beberapa bentuk melalui oral, parenteral maupun tranfusi
darah dengan keuntungan dan kerugian masing-masing pemberian.
a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan
Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup
tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan
alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka
ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin
yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan
konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan
penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan
sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C
akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat
besi seperti : fitat, fosfat, tannin.
b. Suplementasi zat besi
Tabel 3. Persentase dan jumlah zat besi di dalam tablet FE yang lazim
digunakan
"Preparat "Senyawa "Fe elemental (mg)"% Fe "
" "(mg) per "per tablet " "
" "tablet " " "
"Fero Famarat "200 "66 "33 "
"Fero glukonat "300 "36 "12 "
"Fero sulfat (7H2O) "300 "60 "20 "
"Fero sulfat . "200 "74 "37 "
"anhidrosida " " " "
"Fero sulfat "200 "60 "30 "
"(dikeringan) " " " "
Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status
hemoglobin.
Efek samping dari pemberian besi feroral tergantung dosis yang diberikan
dan dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera
setelah makan atau bersamaan dengan makanan.
Gejala yang timbul dapat berupa :
mual dan nyeri lambung (+ 7-20%)
konsipasi (+ 10%)
diare (+ 5%)
kolik
Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi
dosis atau dengan pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini
absorpsi dapat berkurang. Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses
yang berwarna hitam kepada penderita.
Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan
terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak table FeSO4 yang mirip
gula-gula. Intoksikasi akut ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak
1 g.
Kelainan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi,
korosi, sampai terjadi nekrosis.
Gejala yang timbul pada Intoksikasi Fe seringkali berupa :
Mual
Muntah
Diare
Hematemesis
Feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna
Syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian
Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya
jaringan parut berlebihan di kemudian hari. Gejala keracunan tersebut di
atas dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum
obat.
c. Fortifikasi zat besi
Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan
untuk meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi
adalah sifat zat besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilanm
bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah
rasa, warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu pangan
yang difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti
tepung gandum untuk pembuatan roti.
d. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit
Penyakt infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi
besi. Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit
diharapkan bisa meningkatkan status besi tubuh.
e. Obat-obatan lain
Riboflavin
Riboflavin (vitamin B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan
falavin-adenin dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam
metabolisme flavo-protein dalam pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia,
ternyata riboflavin dapat memperbaiki anemia normokromik normositik (pure
red-cell aplasia). Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat pada
malnutirisi protein kalori, dimana ternyata faktor derisiensi Fe dan
penyakit infeksi memegang peranan pula.
Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.
Piridoksin
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang
pertumbuhan heme. Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia
mikrositik hipokromik. Pada sebagian besar penderita akan terjadi anemia
normoblastik sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin yang banyak
dalam prekursor eritrosit, dan pada beberapa penderita terdapat anemia
megaloblastik. Pada keadaan ini absorpsi Fe meningkat, Fe-binding protein
menjadi jenuh dan terjadi hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah
menurun. Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.
Kobal
Defisiensi kobal sebelum pernah dilaporkan pada manusia. Kobal dapat
meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan dapat meningkatkan jumlah
hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberapa penderita dengan
anemia refrakter, seperti yang terdapat pada penderita talasemia, infeksi
kronik atau penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui.
Kobal merangsag pembentukan eritropeoitin yang berguna untuk meningkatkan
ambilan Fe oleh sumsum tulang, tetapi ternyata pada penderita anemia
refrakter biasanya kadar eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain
mendapatkan bahwa kobal menyebabkan eritropoietin sudah tinggi.
Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal menyebabkan hipoksia intrasel
sehingga dapat merangsang pembentukan eritrosit. Kobal sering terdapat
dalam campuran sediaan Fe, karena ternyata kobal dapat menigkatkan
absorpsi Fe melalui usus.
Akan tetapi, harus diingat bahwa kobal dapat menimbulkan efek toksik
berupa :
- erupsi kulit
- struma
- angina
- tinnitus
- tuli
- payah jantung
- sianosis
- koma
- malaise
- anoreksia
- mual
- muntah
Tembaga
Seperti telah diketahui kedua unsur ini terdapat dalam sitokrom
oksidase, maka ada sangkut paut metabolisme tembaga (Cu) dan Fe. Hingga
sekarang belum ada kenyataan yang menunjukkan pentingnya penambahan Cu baik
dalam makanan ataupun sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat
jarang terjadi. Pada hewan percobaan, pengobatan anemia defisiensi Fe yang
disertai hipokupremia dengan sediaan Fe, bersama atau tanpa Cu, memberikan
hasil yang sama. Sebaliknya, pada anemia dengan defisiensi Cu (yang sukar
dibedakan dari defisiensi Fe) diperlukan kedua unsur tersebut karena pada
hewan dengan defisiensi Cu absorpsi Fe akan berkurang.
2. 10 Pemantauan Terapi
a. Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
b. Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
c.Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan
gastrointestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati,
nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang
bersifat sementara.
Tumbuh Kembang
a. Penimbangan berat badan setiap bulan
b. Perubahan tingkah laku
c. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan
konsultasi ke ahli psikologi
d. Aktifitas motorik
BAB III
PENUTUP
Anemia dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala
anemia pada umumnya seperti lemah, lesu, lelah, pusing, sakit kepala, sulit
tidur, gelisah, kurang konsentrasi dan ada riwayat perdarahan, trauma atau
penyakit kronik. Pada pemeriksaan fisik didpaat pucat pada konjungtiva
mata. Pemeriksaan laboratorium didapat nilai Hb dan Ht yang kurang dari
normal. Pemeriksaan penunjang dapat membantu kita untuk membedakan jenis
anemia. Gambaran darah tepi pada anemia defisiensi besi menunjukkan
mikrositik hipokrom.
Terapi anemia sebaiknya dilakukan dengan cepat dan tepat.
Secara umum kita mengobati penyebab anemianya. Tetapi pada keadaan tertentu
kita harus mengobati anemianya walapun penyebabnya belum diketahui. Tidak
setiap anemia harus ditransfusi, oleh karena bahaya tranfusi cukup banyak.
Tetapi pada pasien-pasien yang terancam jiwanya transfusi harus dilakukan
secepat mungkin untuk mencegah terjadinya gagal jantung yang mengancam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison's; Anemia; Principles of Internal Medicine, 16th edition;
International edition; 1998; page 335-339.
2. Soeparman, Sarwono Waspadji; Ilmu Penyakit Dlaam Jilid II, Balai
Penerbit FKUI Jakarta; 1990; hal. 393-441.
3. Prie S.A, dkk. Hematologi. Patofisiologi buku 2 Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit . jakarta : EGC 195. Cetakan I.
4. Masrizal; Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, II (1)