REFERAT Gangguan Mental Organik
Disusun Oleh : Muhammad Reza Irzanto 1102011180 Pembimbing : Dr. H. Marsudi, SpKj
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN JIWA RSUD SOREANG UNIVERSITAS YARSI 2016
I.
PENDAHULUAN Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu
patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit cerebrovaskuler, intoksifikasi obat). Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia, Depresi). Dari sejarahnya, bidang neurologi telah dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan Psikiatri dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional. Didalam DSM IV diputuskan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM IV-TR sekarang disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain. Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak, disfungsi ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.4 PPDGJ II membedakan antara Sindroma Otak Organik dengan Gangguan Mental Organik. Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala) psikologik atau perilaku tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental Organik dipakai untuk Sindrom Otak Organik yang etiologinya (diduga) jelas, Sindrom Otak Organik dikatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak. Gejala utama Sindrom Otak Organik akut ialah kesadaran yang menurun (delirium) dan sesudahnya terdapat amnesia, pada SindromOtak Organik menahun (kronik) ialah demensia.
II.
KLASIFIKASI GANGGUAN MENTAL ORGANIK
Klasifikiasi PPDGJ III 1.
Demensia pada penyakit Alzheimer
1.1
Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
1.2
Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.
1.3
Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.
1.4
Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).
2.
Demensia Vaskular
2.1
Demensia Vaskular onset akut.
2.2
Demensia multi-infark
2.3
Demensia Vaskular subkortikal.
2.4
Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
2.5
Demensia Vaskular lainnya
2.6
Demensia Vaskular YTT
3.
Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)
3.1
Demensia pada penyakit Pick.
3.2
Demensia pada penyakit Creutzfeldt – Jakob.
3.3
Demensia pada penyakit huntington.
3.4
Demensia pada penyakit Parkinson.
3.5
Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).
3.6
Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK
4.
Demensia YTT.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4 sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 5.
Tanpa gejala tambahan. Gejala lain, terutama waham. Gejala lain, terutama halusinasi Gejala lain, terutama depresi Gejala campuran lain. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
6.
Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya
6.1
Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
6.2
Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
6.3
Delirium lainya.
6.4
DeliriumYTT.
7.
Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik.
7.1
Halusinosis organik.
7.2
Gangguan katatonik organik.
7.3
Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
7.4
Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.
7.4.1
Gangguan manik organik.
7.4.2
Gangguan bipolar organik.
7.4.3
Gangguan depresif organik.
7.4.4
Gangguan afektif organik campuran.
7.5
Gangguan anxietas organik
7.6
Gangguan disosiatif organik.
7.7
Gangguan astenik organik.
7.8
Gangguan kognitif ringan.
7.9
Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain YDT.
7.10
Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik YTT.
8.
Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak
8.1
Gangguan keperibadian organik
8.2
Sindrom pasca-ensefalitis
8.3
Sindrom pasca-kontusio
8.4 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak lainnya. 8.5 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak YTT.
9.
Gangguan mental organik atau simtomatik YTT
Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Demensia dan Delirium Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala. Aterosklerosis otak Demensia senilis Demensia presenilis. Demensia paralitika. Sindrom otak organik karena epilepsi. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan intoksikasi. 9) Sindrom otak organik karena tumor intra kranial.
Klasifikasi DSM IV 1.
Delirium
1.1
Delirium karena kondisi medis umum.
1.2
Delirium akibat zat.
1.3
Delirium yang tidak ditentukan (YTT)
2.
Demensia.
2.1
Demensia tipe Alzheimer.
2.2
Demensia vaskular.
2.3
Demensia karena kondisi umum.
2.3.1
Demensia karena penyakit HIV.
2.3.2
Demensia karena penyakit trauma kepala.
2.3.3
Demensia karena penyakit Parkinson.
2.3.4
Demensia karena penyakit Huntington.
2.3.5
Demensia karena penyakit Pick
2.3.6
Demensia karena penyakit Creutzfeldt – Jakob
2.4
Demensia menetap akibat zat
2.5
Demensia karena penyebab multipel
2.6
Demensia yang tidak ditentukan (YTT)
3.
Gangguan amnestik
3.1
Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.
3.2
Gangguan amnestik menetap akibat zat
3.3
Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )
4.
Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.
DELIRIUM I.
Definisi
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum. Tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urine merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya, delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masingmasing dari ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium diketahui mempunyai banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar penyebab delirium terletak di luar sistem saraf pusat- sebagian contoh, gagal ginjal atau hati. Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan kurang didiagnosis. Bagian dari masalah adalah bahwa sindrom disebut dengan berbagai nama lainsebagai contoh, keadaan konfusional akut, sindrom otak akut, ensefalopati metabolis, psikosis toksis, dan gagal otak akut. Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium. Komplikasi tersebut adalah cedera kecelakaan karena kesadaran pasien yang berkabut atau gangguan koordinasi atau penggunaan pengekangan yang tidak di perlukan. Kekacauan rutin bangsal adalah merupakan masalah yang terutama mengganggu pada unit nonpsikiatrik, seperti pada unit perawatan intensif dan bangsal medis dan bedah umum. II.
Epidemiologi
Delirium adalah gangguan yang umum. Usia lanjut adalah faktor risiko untuk perkembangan delirium. Kira-kira 30 sampai 40 persen pasien rawat di rumah sakit yang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor predisposisi lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia muda, cedera otak yang telah ada sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes, kanker, gangguan sensoris dan malnutrisi. Adanya delirium merupakan tanda prognostik yang buruk. III.
Penyebab
Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sistem saraf pusat dan intoksikasi maupun putus dari agen farmakologis atau toksik. Neurotransmitter utama yang dihipotesiskan berperan pada delirium adalah asetilkolin, dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis. Beberapa jenis penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium menyebabkan penurunan aktifitas asetilkolin di otak. Juga, satu penyebab delirium yang paling sering adalah toksisitas dari banyak sekali medikasi yang diresepkan yang mempunyai aktivitas kolinergik. Formasi retikularis batang otak adalah
daerah utama yang mengatur perhatian dan kesadaran, dan jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis, yang keluar dari formasi retikularis mesensefalik ke tektum dan thalamus. Mekanisme patologi lain telah diajukan untuk delirium. Khususnya, delirium yang berhubungan dengan putus alkohol telah dihubungkan dengan hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron nonadrenergiknya. Neurotransmiter lain yang berperan adalah serotonin dan glutamat. IV.
Penyebab
Intrakranial : 1. 2. 3. 4. 5.
Epilepsi atau keadaan pasca kejang Trauma otak (terutama gegar otak) Infeksi (meningitis.ensetalitis). Neoplasma. Gangguan vaskular
Ekstrakranial : 1.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Obat-obatan (di telan atau putus). Obat antikolinergik, Antikonvulsan, Obat antihipertensi, Obat antiparkinson. Obat antipsikotik, Cimetidine, Klonidine. Disulfiram, Insulin, Opiat, Fensiklidine, Fenitoin, Ranitidin, Sedatif(termasuk alkohol) dan hipnotik, Steroid. Racun Karbon monoksida, Logam berat dan racun industri lain. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi) Hipofisis, Pankreas, Adrenal, Paratiroid, tiroid Penyakit organ nonendokrin. Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik), Paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem kardiovaskular (gagal jantung, aritmia, hipotensi). Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asam folat) Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun Keadaan pasca operatif Trauma (kepala atau seluruh tubuh) Karbohidrat: hipoglikemi.
V.
Manifestasi Klinis
2. 3. 4.
Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, keadaan delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk, insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari, dan kegelisahan. Selain itu. Pasien yang pernah mengalami episode rekuren di bawah kondisi yang sama.
1.
Kesadaran (Arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat sering kali mempunyai delirium yang hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan, kulit pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual muntah dan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik, atau mengalami demensia. Pasien dengan pola gejala campuran hipoaktivitas dan hiperaktivitas juga ditemukan dalam klinis. 2.
Orientasi
Terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada pasien dengan delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada kasus yang berat. Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri. 3.
Bahasa dan kognisi
Pasien dengan delirium sering kali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa bicara yang ngelantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan untuk mengerti pembicaraan. Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Di samping penurunan kognitif yang dramatis, sebagai suatu gejala hipoaktif delirium yang karakteristik. Pasien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang paranoid. 4.
Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk membedakan stimulus sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka, akibatnya pasien sering kali tertarik oleh stimulus yang yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika dihadapkan denga informasi baru. Halusinasi juga relatif sering pada pasen delirium. Halusinansi yang paling sering adalah visual dan auditoris, walaupun halusinasi dapat juga taktil atau olfaktoris. Halusinasi visual dapat terentang dari gambar geometrik sederhana atau pola berwarna orang yang berbentuk lengkap dengan pemandangan. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium. 5.
Mood
Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood. Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah apati, depresi, dan euforia. Beberapa pasien dengan cepat berpindah di antara emosi tersebut dalam perjalanan sehari. 1
Gejala Penyerta
1. Gangguan bangun tidur. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu. Pasien sering kali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tertidur sekejap. Tetapi tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Sering kali keseluruhan siklus tidur bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien sering kali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning. Kadang pasien dengan delirium mendapat mimpi buruk yang terus berlangsung ke keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi. 2. Gejala neurologis. Pasien dengan delirium sering kali mempunyai gejala neurologis yang menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi dan inkontinensia urin. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan delirium.
VI.
Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk delirium karena kondisi medis umum : 1. Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan ) dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian. 2. Perubahan kognisi atau berkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang sedang timbul. 3. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung berfluktuasi selama perjalanan hari. 4. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum.
Kriteria Diagnostik untuk Delirium Putus Zat 1) Gangguan kesadaran (yaitum penurunan kejernihan kesadaran tehadap lingkungan) dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian. 2) Perubahan kognisis (seperti defisit daya ingat, disorientasi, gangguan bahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan atau yang sedang timbul. 3) Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung berfluktuasi selama perjalanan hari. 4) Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gejala dalam kriteria a dan b berkembang selama, atau segera setelah suatu sindrom putus.
Kriteria Diagnostik untuk Delirium yang Tidak Ditentukan
Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak memenuhi kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan dalam bagian ini. a.
Suatu gambaran klinis delirium yang dicurigai karena kondisi karena kondisi medis umum atau pemakaian zat tetapi di mana tidak terdapat cukup bukti untuk menegakkan suatu penyebab spesifik Delirium karena penyebab yang tidak dituliskan dalam bagian ini misal pemutusan sensorik
b.
VII.
Pemeriksaan fisik dan Laboratorium
Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur dan ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba. Penggunaan status pemeriksaan mental bedside seperti-Mini Mental State Examination (MMSE) pemeriksaan fisik sering kali mengungkapkan petunjuk adanya penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang diketahui atau riwayat trauma kepala atau ketergantungan alkohol atau zat lain meningkatkan kemungkinan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium untuk seorang pasien dengan delirium harus termasuk tes-tes standar dan pemeriksaan tambahan yang diindikasikan oleh situasi klinis. EEG pada delirium secara karakteristik menunjukkan perlambatan umum pada aktivitas dan dapat berguna dalam membedakan delirium dari depresi atau psikosis. EEG dari seorang pasien yang delirium sering kali menunjukkan daerah fokal hiperaktivitas. Pasa kasus yang jarang, mungkin sulit membedakan delirium yang berhubungan dengan epilepsi dari delirium yang berhubungan dengan penyebab lain. 1
VIII. 1.
Diagnosa Banding
Demensia
Penting untuk membedakan delirium dari demensia, dan sejumlah gambaran klinis membantu membedakannya. Berbeda dengan onset delirium yang tiba-tiba, onset demensia biasanya perlahan. Walaupun kedua kondisi melibatkan gangguan kognitif, perubahan demensia adalah lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi selama perjalanan sehari. Kadang-kadang delirium terjadi pada pesien yang menderita demensia, suatu keadaan yang dikenal sebagai pengaburan demensia (beclouded dementia). Suatu diagnosis delirium dapat dibuat jika terdapat riwayat definitif tentang demensia yang ada sebelumnya. 2.
Psikotik atau depresi
Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan depresif. Pasien dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk menstimulasi gejala delirium. Pasien dengan gejala hipoaktif dari delirium mungkin tampak agak mirip dengan pasien yang depresi berat tapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Diagnosis psikiatrik lain yang dapat dipertimbangkan dalam diagnosis banding delirium adalah gangguan psikotik singkat, gejala skizofreniform, dan gangguan disosiatif. IX.
Terapi
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Jika kondisinya dalah toksisitas antikolinergik, penggunaan physostigmine salicylate (Antrilirium) 1- 2 mg intravena (IV) atau intramuskular (IM) dengan dosis ulang dalam 15 sampai 30 menit, dapat diindikasikan. Tujuan pengobatan yang penting lainnya dalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan fisik adalah diperlukan sehingga pasien delirium tidak masuk ke dalam situasi dimana mereka mungkin mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium tidak boleh dalam lingkungan tanpa stimulasi sensorik atau dengan stimulasi yang berlebihan. Delirium kadang dapat terjadi pada pasien lanjut usia dengan penutup mata setelah pembedahan katarak (black-patch delirium). Medikamentosa Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih dari psikosis adalah haloperidol , suatu obat antipsikotik golongan butyrophenone. Tergantung pada usia, berat badan, dan kondisi fisik pasien, dosis awal dapat terentang antara 2 sampai 10 mg IM, dapat diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan dua pertiga dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dari dosis parenteral. Dosis harian efektif total dari haloperidol mungkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Golongan fenothiazin harus dihindari pada pasien delirium, karena obat tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna. Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau dengan hydroxyzine 25 sampai 100 mg. golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang dan barbiturat harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar. X.
Prognosis
Walaupun onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal dapat terjadi pada hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor penyebab yang relevan ditemukan, walaupun delirium biasanya berlangsung kurang dari satu mingggu. Setelah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium biasanya menhilang dalam periode tiga sampai tujuh hari, walaupun beberapa gejala mungkin memerlukan waktu sampai dua minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien, dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Apakah delirium berkembang menjadi demensia belum ditunjukkan dalam penelitian terkontrol yang cermat. Tetapi, suatu observasi klinis yang telah di sahkan oleh suatu penelitian, adalah bahwa periode delirium kadang-kadang diikuti oleh depresi atau gangguan stress pasca traumatik.
DEMENSIA
I.
Definisi
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. (Asosiasi AlzheimerIndonesia,2003) Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar, dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga terpengaruhi. Jika pasien memiliki suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan memenuhi kriteria diagnostik untuk delirium. Butir klinis dari demensia adalah identifikasi sindrom dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis, permanen atau reversibel. Kemungkinan pemulihan demensia adalah berhubungan dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif. Diperkirakan 15 persen orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit yang reversibel juga dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi kerusakan yang irreversibel. II.
Epidemiologi
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Kira-kira lima persen dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer, dibandingkan dengan 15 sampai 25% sari semua orang yang berusia 85 atau lebih. Faktor risiko untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut. Dan mempunyai riwayat cedera kepala. Sindrom down juga secara karakteristik berhubungan dengan perkembangan demensia tipe Alzheimer. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskular yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovakular. Demensia vaskular berjumlah 15 sampai 30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemukan pada orang berusia antara 60 sampai 70 tahun, dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit. Kira-kira 10 sampai 15 persen pasien menderita demensia vaskular dan demensia tipe Alzheimer yang terjadi bersama-sama. Penyebab demensia lainnya yang sering masing-masing mencerminkan satu sampai 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan. Contoh penyakit Huntington, dan penyakit Parkinson. III.
Etiologi dan Klasifikasi
Demensia berdasarkan klasifikasi dari ICD-10 5 dibedakan dalam tiga kelompok besar adalah : 1.
2.
3.
Demensia alzheimer, terdiri dari 2 tipe yaitu demensia presinilis (alzheimer tipe 2) yang menyerang orang dewasa sebelum berumur 65 tahun dan demensia sisnilis (alzheimer tipe 1)yang menyerangsetelah usia 65 tahun. Demensia vaskular, terdiri dari 4 macam yaitu demensia vaskular serangan akut, demensia multi-infark (kortikal), demensia subkortikal dan demensia gabungan kortikal dan subkortikal. Demensia yang disebabkan penyakit lainnya, seperti penyakit Pick, CreutzfeldJakob, Hutington, Parkinson.
4. Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi-anatomisnya 1. Anterior : Frontal premotor cortex. Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat. 2. Posterior: lobus parietal dan temporal. Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif baik. 3. Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak. 4. Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia. Demensia mempunyai banyak penyebab tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular secara bersama-sama berjumlah 75% dari semua kasus. 1.
Demensia tipe Alzheimer
Diagnosis akhir penyakit alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak, namun demikian, demensia tipe Alzheimer bisanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik. Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, beberapa penelitian menyatakan bahwa sebanyak 40% pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi faktor genetik dianggap berperan sebagian dalam perkembangan gangguan dalam sekurangnya beberapa kasus. Angka persesuaian untuk kembar monozigotik adalah lebih tinggi dari angka untuk kembar dizigotik. Dan dalam beberapa kasus yang telah tercatat baik, gangguan telah di transmisikan dalam keluarga melalui suatu gen autosomal dominan, walaupun transmisi tersebut adalah jarang. 1)
2) 3)
Neuropatologi. Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seorang pasien dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak-bercak senilis, kekusustan neurofibriler hilangnya neuronal dan degenerasi granovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur dengan elemen sitoskletal lainnya juga ditemukan. Protein prekusor amiloid. Gen untuk protein prekusor amyloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21. Kelainan neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling berperan yang paling berperan dalam patologis adalah asetilkolin dan norepinephrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Ditemukan juga penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetil transferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis kolinergik seperti physostigmin dan arecholin telah dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif. Penurunan aktivitas norepinephrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung norepinephrin di dalam lokus sereleus yang telah ditemukan pada pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmitter lain yang berperan adalah dua
4)
2.
peptida neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit Alzheimer. Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolism fosfolipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih kaku dibandingkan normal. Bebrapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik resonansi molekular untuk memeriksa hipotesis tersebut pada pasein dengan demensia Alzheimer. Toksisitas alumunium juga telah dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar alumunium yang tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan Alzheimer. Suatu gen E4 juga telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer.
Demensia Vaskular
Vaskular Dimensia merupakan penyebab kedua yang paling umum dari Dimensia, setelah penyakit Alzheimer. Penyakit ini menyerang 20% dari semua dementias dan disebabkan oleh kerusakan otak dari masalah serebrovaskular atau jantung - biasanya stroke. Hal ini juga dapat mengakibatkan penyakit genetik, endokarditis (infeksi katup jantung), atau angiopathy amiloid (suatu proses di mana protein amiloid menumpuk di pembuluh darah otak, kadang-kadang menyebabkan perdarahan atau "berdarah" stroke). Dalam banyak kasus, mungkin hidup berdampingan dengan penyakit Alzheimer. Tidak seperti orang-orang dengan penyakit Alzheimer, orang dengan Dimensia vaskuler sering mempertahankan kepribadian dan tingkat normal tanggapan emosi sampai stadium penyakit ini. Orang dengan Dimensia vaskuler sering berkeliaran di malam hari dan sering mengalami masalah lain yang umum ditemukan pada orang yang pernah stroke, termasuk depresi dan inkontinensia. Ada beberapa jenis Dimensia vaskular, yang sedikit berbeda dalam penyebab dan gejala. Salah satu jenis, yang disebut Dimensia multi-infark (MID), disebabkan oleh stroke kecil banyak terdapat di otak. Dimensia multi-infark biasanya termasuk beberapa kawasan yang rusak, yang disebut infarcts, bersama dengan bagian putih yang luas dari serat saraf otak. Meskipun tidak semua stroke menyebabkan Dimensia, dalam beberapa kasus stroke tunggal dapat merusak otak cukup untuk menyebabkan Dimensia. Kondisi ini disebut Dimensia infark tunggal. Dimensia lebih umum ketika stroke terjadi pada sisi kiri (belahan) otak dan / atau jika melibatkan hippocampus, struktur otak yang penting untuk memori. Jenis lain dari Dimensia vaskular termasuk penyakit Binswanger dan CADASIL (arteriopathy cerebral autosomal dominan dengan infark subkortikal dan leukoencephalopathy Klasifikasi demensia lain : 1. Penyakit Creutzfeldt-Jakob. Penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD) adalah penyakit langka, degeneratif, dan merupakan gangguan otak fatal yang menimpa sekitar satu di setiap satu juta orang per tahun di seluruh dunia. Penyakit Creutzfeldt-Jakob milik keluarga penyakit manusia dan hewan yang dikenal sebagai ensefalopati spongiform menular (TSEs). Ini termasuk bovine spongiform encephalopathy (BSE), yang ditemukan pada sapi dan sering disebut sebagai penyakit "sapi gila" . Gejala biasanya dimulai setelah umur
60 dan kebanyakan pasien meninggal dalam waktu 1 tahun. Banyak peneliti percaya Creutzfeldt-Jakob hasil dari bentuk sebuah abnormal dari protein yang disebut prion. Sebagian besar kasus penyakit Creutzfeldt-Jakob terjadi secara sporadis - yaitu, pada orang yang tidak memiliki faktor risiko untuk penyakit ini. Namun, sekitar 5% sampai 10% dari kasus penyakit Creutzfeldt-Jakob di Amerika Serikat yang turun-temurun, disebabkan oleh mutasi pada gen untuk protein prion. Pasien dengan penyakit Creutzfeldt-Jakob awalnya mungkin mengalami masalah dengan koordinasi otot, perubahan kepribadian, termasuk gangguan memori, penilaian, dan berpikir, dan kebutaan. Gejala lain mungkin termasuk insomnia dan depresi. Saat penyakit berlangsung, akan terjadi penurunan yang drastis. Pasien sering mengembangkan myoclonus dan mereka mungkin buta. Mereka akhirnya kehilangan kemampuan untuk bergerak dan berbicara, dan bahkan koma. Pneumonia dan infeksi lain yang sering terjadi pada pasien dan dapat menyebabkan kematian. 2. Penyakit Huntington. Penyakit Huntington merupakan kelainan turun temurun disebabkan oleh gen yang salah untuk protein yang disebut huntington. Anak-anak yang lahir dari orang yang memiliki kelainan tersebut memiliki kesempatan 50% mewarisi itu. Penyakit ini menyebabkan degenerasi di banyak daerah otak dan sumsum tulang belakang. Gejala penyakit Huntington biasanya dimulai ketika pasien berada dalam usia tiga puluhan atau empat puluhan, dan rata-rata harapan hidup setelah diagnosis adalah sekitar 15 tahun. Kognitif gejala penyakit Huntington biasanya dimulai dengan perubahan kepribadian ringan, seperti lekas marah, kecemasan, dan depresi, dan kemajuan untuk Dimensia parah. Banyak pasien juga menunjukkan perilaku psikotik. menyebabkan penyakit Huntington chorea, gerakan tidak sinergis tubuh - serta kelemahan otot, kejanggalan, dan gangguan gaya berjalan 3. Penyakit Parkinson. Seperti penyait Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit ganglia basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20-30% pasien dengan dengan penyakit parkinson menderita demensia. Pergerakan yang lambat pada penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yagn lambar pada beberapa pasien yang terkena., hal ini disebut juga bradiphenia. 4. Demensia yang berhubungan dengan penyakit HIV. Infeksi virus HIV seingkali menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI. HIV-associated Demensia (HAD) hasil dari infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) yang menyebabkan AIDS. HIV-associated Dimensia dapat menyebabkan kerusakan luas bagian putih otak. Hal ini menyebabkan jenis Dimensia yang umumnya termasuk gangguan memori, apatis, penarikan sosial, dan kesulitan berkonsentrasi. Orang dengan Dimensia terkait HIV sering mengalami masalah gerakan juga. Tidak ada pengobatan khusus untuk Dimensia terkait HIV, tetapi obat AIDS dapat menunda penyakit dan dapat membantu mengurangi gejala. 5. Demensia yang Berhubungan dengan Trauma Kepala. ( Demensia Pugilistica )
Pugilistica Dimensia, juga disebut ensefalopati traumatik kronis atau sindrom Boxer, disebabkan oleh trauma kepala, seperti yang dialami oleh orang-orang yang telah berkalikali terpukul di kepala selama tinju. Gejala yang paling umum adalah Dimensia kondisi dan parkinson, yang dapat muncul bertahun-tahun setelah trauma berakhir. Mempengaruhi individu juga dapat membuat koordinasi menjadi buruk dan bicara melantur. Sebuah cedera otak traumatis tunggal juga dapat menyebabkan gangguan yang disebut Dimensia pasca trauma (PTD). Dimensia Posttraumatic mirip pugilistica Dimensia tetapi biasanya juga mencakup masalah memori jangka panjang. Gejala lain bervariasi, tergantung pada bagian mana dari otak rusak oleh cedera. 6. Demensia Lewy Body. Lewy Body Dimensia (LBD) merupakan salah satu jenis yang paling umum dari Dimensia progresif. Dimensia Lewy biasanya terjadi secara sporadis, pada orang yang tidak memiliki riwayat keluarga penyakit yang dikenal. Namun, kasus-kasus keluarga yang jarang sekali-sekali dilaporkan. Dalam Dimensia Lewy, selsel mati di korteks otak (lapisan luar), dan di bagian otak pertengahan disebut nigra substantia. Banyak sel saraf yang tersisa di substantia yang nigra berisi struktur abnormal disebut Lewy Body yang merupakan ciri penyakit. Gejala-gejala Dimensia Lewy tumpang tindih dengan penyakit Alzheimer dengan berbagai cara, dan mungkin termasuk gangguan memori, penilaian buruk, dan kebingungan. Namun, Dimensia Lewy biasanya juga meliputi halusinasi visual, gejala parkinsonian seperti gaya berjalan menyeret (berjalan) dan postur tubuh tertekuk, dan fluktuasi sehari-hari di tingkat keparahan gejala. Pasien dengan Dimensia Lewy hidup rata-rata 7 tahun setelah gejala dimulai. Tidak ada obat bagi Dimensia Lewy, dan perawatan ditujukan untuk mengendalikan gejala parkinsonian dan psikiatris dari kekacauan. IV.
Manifestasi klinis
Pada stadium awal demensia, pasein menunjukkan kesulitan untuk kesulitan untuk mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecendrungan untuk gagal jika suatu tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi pemecahan masalah. Ketidak mampuan mengerjakan tugas menjadi semakin berat. Defek utama dalam demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi intelektual, dan pemikiran. Dan semua fungsi tersebut menjadi secara progresif terkena saat proses penyakit berlanjut . perubahan afektif dan perilaku, seperti kontrol impuls yang defektif dan labilitas emosional sering ditemukan., seperti juga penonjolan dan perubahan sifat kepribadian premorbid. 1. Gangguan Daya Ingat Gangguan daya ingat merupakan ciri yang awal dan menonjol pada demensia yang mengenai korteks, sperti demensia tipe Alzheimer, pada awal perjalanan demensia gangguan daya ingat adalah ringan dan biasanya paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Saat perjalanan demensia berkembang gangguan emosional menjadi parah dan hanya informasi yang dipelajari paling baik dipertahankan. 2. Orientasi Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif, selama perjalanan penyakit demensia.
3. Gangguan Bahasa Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer sdan demensia vaskular dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa mungkin ditandai oleh cara berkata yang samar, stereotipik, tidak tepat atau berputar-putar. Psien jugakesulitan untuk menyebutkan nama suatu benda. 4. Perubahan Kepribadian Perubahan kepribadian ini merupakan hal yang paling mengganggu. Sifat kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat Selama perkembangan demensia. Pssien dengan demenisa juga mungkin introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadap anggota keluarga dan orang lain. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemunginan mengalami perubahan kepribadian yangjelas dan mudah marah yang meledak-ledak. 5. Psikosis Diperkirakan 20-30% pasien demensia terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40% memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau presekutorik yang itdak sistematik, walaupunn waham yang kompleks menetap, tersistematik dengan baik juga dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk kekerasan lainnya adalah seringpad pasien demensia yang juga mempunyai gejala psikotik. 6. Gangguan lain a. Psikiatrik. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi, kecemasan adalh gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50% pasien demensia. Walaupun sindrom gangguan depresif yang mungin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 % psien demensia. Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat. b. Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia sering juga terjadi. Tanda neurologis lain adalah kejang dan presentasi neurologis yang atipikal seperti sindrom lobus parietalis non dominan. Refleks primitive seperti refleks menggenggam, moncong, mengisap, kaki tonik, dan palmomental mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis dan ditemukan juga jerks mioklonis. Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala tambahan seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal dan ganggua tidur yang mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Pasli serebrobulbar, disatria dan disfagia jugalebih sering pada demnsia vaksular daripada demensia lain. c. Reaksi katastropik. Pasein demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan dalam berprilaku abstrak, kesulitan dalam menbentuk konsep, mengambil perbedaan dan persamaandari konsep tersebut. Sulit memecahkan masalah danalasan yang logis. Ditemukan juga kontrol impuls yang buruk, khususnya pada demensia yang mempenaruhi lobus frontalis. d. Sindrom Sundowner.
Sindrom ini ditandai dengan mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak sengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia dengan yang mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindrom ini juga terjadi pada pasien demensia jika mendapatkan stimuli external.
V.
Diagnosis
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer : A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik 1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya). 2.
Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut : a) b) c) d)
Afasia (gangguan bahasa) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya. C. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat. D. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya suatu obat yang disalahgunakan).
Kondisi akibat zat Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya (misalnya, gangguan depresif berat, skizofrenia) Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol : 1.
Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang
2.
Dengan delirium : jika delirium menumpang pada demensia
3.
Dengan waham : jika waham merupakan ciri yang menonjol
4.
Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi
5. (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan. 6. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku. Catatan penulisan juga tuliskan penyakit Alzheimer pada aksis III.
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular : A.
Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik,
1. Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) 2.
Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut : a) b) c) d)
Afasia (gangguan bahasa) Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motorik ataupun fungsi motorik adalah utuh) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya. C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskular (misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan substansia putih di bawahnya) yang berhubungan secara etiologi dengan gangguan. D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang menonjol 5. 6. 7.
8.
Dengan delirium :jika delirium menumpang pada demensia Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang.Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku
Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.
Diagnosis Klinis Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang paling baik karena sampai saat ini belum ada pemeriksaan elektrofisiologis, neuro imaging dan pemeriksaan lain untuk menegakkan demensia secara pasti. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan antara lain : 1. Riwayat medik umum Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan medik yang dapat menyebabkan demensia seperti hipotiroidism, neoplasma, infeksi kronik. Penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan arteriosklerosis perifer mengarah ke demensia vaskular. Pada saat wawancara biasanya pada penderita demensia sering menoleh yang disebut head turning sign. 2. Riwayat neurologi umum Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk mengetahui kondisi-kondisi khusus penyebab demensia seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik, sensorik,gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia lebih mengindikasikan kelainan struktural dari pada sebab degeneratif. 3. Riwayat neurobehavioral Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk diagnosis demensia atau tidaknya seseorang. Ini meliputi komponen memori. (memori jangka pendek dan memori jangka panjang) orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa, fungsi eksekutif, kemampuan mengenal wajah orang, bepergian, mengurus uang dan membuat keputusan. 4. Riwayat psikiatrik Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah penyandang pernah mengalami gangguan psikiatrik sebelumnya. Perlu ditekankan ada tidaknya riwayat depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi,halusinasi, dan pikiran paranoid. Gangguan depresi juga dapat menurunkan fungsi kognitif, hal ini disebut pseudodemensia. 5. Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik dan gangguan kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi nutrisi, alkoholism kronik perlu menjadi pertimbangan walau tidak spesifik untuk demensia Alzheimer. Perlu diketahui bahwa anti depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik dapat menurunkan fungsi kognitif. 6. Riwayat keluarga Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden demensia di keluarga, terutama hubungan keluarga langsung, atau penyakit neurologik, psikiatrik. 7. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan status fungsional dan pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003) 1. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat 2. Imaging Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan. 3. Pemeriksaan EEG Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik. 4. Pemeriksaan cairan otak Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),penyengatan meningeal pada CT scan. 5. Pemeriksaan genetika Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
VI.
Diagnosis Banding
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan pada pasien dengan demensia. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi penyebab reversibel dari demensia dan untuk memberikan pasien dan kelaurga suatu diagnosis definitif. Pemeriksaan pencitraan
menggunakan MRI dan SPECT (Singel Photon Emission Computed Tomography) yang berguna unutk mendeteksi pola metabolism otak dalam berbagai demensia dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding.1 1. Demensia Tipe Alzheimer vs Demensia Vaskuler Demensia vaskuler dibedakan dengan demensia Alzheimer adalah dari adanya perburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskuler selama suatu periode waktu. Gejala fokal lebih sering ditemukan pada demensia vaskuler. 2. Demensia Vaskuler vs Serangan Iskemik Transien Serangan iskemik transien adalah episode singkat disfungsi neurologis fokal yang berlangsung kurang dari 24 jam. Keadaan ini seringkali disebabkan oleh mikroembolisasi dari suatu lesi intrakranial proksimal. Dan jika hal ini menghilang biasanya tanpa perubahan patologis yang bermakna pada jaringa parenkim.
3. Delirium Delirium dibedakan dari onsetnya yang cepat durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif selama perjalanan hari, eksaserbasi nokturnal dari gejala, gangguan jelas dari siklus bangun tidur, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol. 4. Depresi Pada suatu keadaan dimana gangguan kognitif dari demensia sulit dibedakan dari depresi, hal ini dikenal sebagai pseudodemensia. Pasien dengan disfungsi kognitif yangberhubungan dengan depresi mempunyai gejala deoresif yagn menonjol, dan mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibanding pasien demensia., dan sering kali mempunyai riwayat episode depresif dimasa lalu.
5. Skizofrenia Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan adanya suatu derajat gangguan intelektual di dapat gejalanya jauh kurang berat dibandingkan gejala yang berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada demensia. 6. Penuaan Normal Ketuaan tidak selalu disertai dengan adanya penurunan kognitif yang bermakna, tapi suatu derajat ringan masalah ingatan dapat terjadi sebagai bagian dari proses penuaan normal. Kejadian normal tersebut sering kali disebut sebagai benign senescent forgetfulness atau age associated memory impairment. Keadaan tersebut dapat dibedakan dari demensia oleh keparahannya yang ringan dan oleh kenyataan bahwa keadaan tersebut tidak mengganggu secara bermakna pada kehidupan sosial atau pekerjaan pasien.
VII.
Terapi
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Pendekatan pengobatan umumpada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan media suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik. 1 1. Medikamentosa Pengobatan yang tersedia saat ini untuk insomnia dan kecemasan, dokter meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk depresi, dan antipsikotik untuk waham dan halusinasi. Tapi perlu diperhatikan adanya efdek idiosinkrartik dari obat lanjut usia sperti perangsanganyang paradoksal, konfusi, dan peningkatan sedasi. Obat dengan aktivitas kolinergik tinggi dihindari. Benzodiazepine kerja singkat dalam dosis kecil adalah medikasi ansiolitik dan sedative lebih disukai untuk pasien demensia. Tetrahydroaminoacridine telah dianjurkan oleh FDA sebagai suatu pengobatan untuk penyakit Alzheimer. Obat ini merupakan inhibitor akitivitas antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang. Karena aktivitas kolinimimetik dari obat, dapat terjadi peningkatan kadar enzim hati. 2. Faktor psikodinamik Pemburukan kemampuan mental mempunyai arti pskiologis yang bermakna pada pasien dengan demensia. Pengalaman seseorang memiliki kontinuitas selama perjalanan waktu adalah tergantung pada ingatan. Dari segi psikodinamik, dapat tidak terdapat hal tertentu seperti suatu demensia yang tidak dapat diobati.
VIII.
Pencegahan
Penelitian telah mengungkapkan sejumlah faktor yang mungkin dapat mencegah atau menunda timbulnya Dimensia pada beberapa orang. Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa orang yang mempertahankan kontrol yang ketat terhadap kadar glukosa mereka cenderung memiliki skor lebih baik pada tes fungsi kognitif dibandingkan dengan orang yang diabetesnya tidak terkontrol. Beberapa studi juga telah menunjukkan bahwa orang-orang yang terlibat dalam kegiatan merangsang intelektual, seperti interaksi sosial,catur, teka-teki silang, dan memainkan alat musik, secara signifikan lebih rendah resiko mereka terserang penyakit Alzheimer dan bentuk lain dari Dimensia. tindakan preventif lainnya yg termasuk adalah menurunkan homocysteine (asam amino), menurunkan kadar kolesterol, menurunkan tekanan darah, olahraga, pendidikan, mengendalikan peradangan, dan penggunaan jangka panjang obat anti-inflammatory (NSAIDs) seperti ibuprofen, naproxen, dan obat-obatan serupa.
IX.
Prognosis
Perjalanan klasik dari dementia adalah onsetnya pada pasien yang berusia 50 an dan 60 an denga perburukan bertahap selama 5 sampai 10 tahun, yang akhirnya menyebabkan kematian. Usia saat onset dan kecepatan perburukannya adalah bervariasi diantara tipe demensia yang berbeda dan dalam kategori Diagnostik individual.
Perjalanan demensia yang paling sering dimulai dengan sejumlah tanda yang samarsamar yang pada awalnya mungkin diketahui oleh pasien dan orang yang paling dekat denga pasien. Onset gejala yang bertahap paling sering berhubungan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskular, endokrinopati, tumor otak dan gangguan metabolis. Sebaliknya onset demensia yang disebabkan oleh trauma kepala, henti jantung dan hipoksia serebral atau ensefalopati mungkin terjadi secara tiba-tiba. Walaupun gejala fase awal demensia adalah samar-samar, gejala menjadi jelas saat demensia berkembang. Pasien demensia mungkin peka terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol yang dapat mencetuskan perilaku yang teragitasi, agresif dan psikotik. Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat berkembang hanya lambat untuk suatu waktu atau bahkan mundur sesaat. Regresi gejala tersebut jelas merupakan suaatu kemungkinan pada demensia yang reversibel jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan yang tetap sampai pemburukan demensia yang bertambah sampai suatu demensia yang stabil. 1. Factor psikososial Keparahan dan perjalanan semensia dapat dipengaruhi oleh factor psikososial. Pasien yang mempunyai onset demensia yang cepat menggunakan lebih sedikit pertahanan dibandingkan denga pasien yang mengalami onset bertahap/ kecemasan dan depresi mungkin memperkuat dan memperburuk gejala, pseudodemensia terjadi pada pasien depresi yang mengeluh gangguan daya ingat, tetapi pada kenyataannya, menderita dari suatu gangguan depresif. Jika depresi diobati, defek kognitif menghilang. 2. Demensia Tipe Alzheimer Demensia ini dapat dimulai pada setiap usia. Kira-kira setengah dari pasien dengan demensia tipe Alzheimer mengalami gejala pertamanya pada usia kurang dari 65 dan 70 tahun. Perjalanan gangguan secara karakteristik adalah penurunan bertahap selama 8 sampai 10 tahun, walaupun perjalanan dapat jauh lebih cepat atau jauh lebih bertahap. Jika gejala demensia telah menjadi berat kematian sering kali terjadi setelah periode waktu yang singkat.
3. Demensia Vaskular Berbeda dengan onset demensia tipe Alzheimer, onset demensia vaskular kemungkinan mendadak. Juga berbeda denga demensia tipe Alzheimer terdapat penahanan kepribadian yang lebih besar pada pasiendengan demensia vaskular. Perjalanan demensia vaskular sebelumnya telah digambarkan sebagai bertahap dan setengah-setengah.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi dan Demensia.St.louis : Mosby year book
Stuart, Gw. And Sundeen S,J (1987). Petunjuk Komunikasi dengan Pasien Demensia .St. Louis Mosby year Book https://fightdementia.org.au/sites/default/files/helpsheets/HelpsheetAboutDementia01-WhatIsDementia_indonesian.pdf http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-siti%20saidah2.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29941/4/Chapter%20II.pdf http://psikiatri.forumid.net/t21-referat-gangguan-mental-organik-part-1