Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam
HIPERTIROID
Oleh : Nanda Amelia 1102008172
Pembimbing : dr. Jussi Susilawati, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO PERIODE 4 FEBRUARI – 13 APRIL 2013BAB I 1
PENDAHULUAN Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga saya dapat melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Pusat. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Jussi Susilawati, Sp.PD yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar lebih banyak tentang Hipertiroid sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Banyak orang yang tidak menyadari datangnya gangguan tiroid. Inilah yang membuat jumlah penderita tiroid terus meningkat. Tanpa penanganan yang tepat, tiroid bisa berakibat fatal terhadap kesehatan.Bentuk organ tubuh yang satu inimemang kecil. Menyerupai kupu-kupu, kelenjar tiroid terletak di pangkal leher,tepatnya berada di depan saluran udara atau tenggorokan dan di bawah jakun.Meski bentuknya kecil dan cenderung tidak diperhatikan, namun kelenjar tiroidmerupakan salah satu dari kelenjar endokrin yang berpengaruh besar pada tubuh. Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidism yang paling berat dan mengancam jiwa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau struma multinodular toksik dan berhubungan dengan faktor pencetus seperti infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres emosi, penghentian obat anti-tiroid, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.
Jakarta, Februari 2013
Penulis
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI MAKROSKOPIK KELENJAR TIROID Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertana dan kedua. Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang digunakan klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berkuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan masukan yodium. Pada orang dewas beratnyab berkisar antara 10-20 gram. Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A tiroidea superior berasal dari a.karotis komunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a.subklavia dan a.tiroid ima berasal dari a.brakiosefalik salah satu cabang dari arkus aorta. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang manyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit, dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar1,2.
ANATOMI MIKROSKOPIK KELENJAR TIROID Sel padA kebanyakan organ endokrin menimbun produk sekresinya di dalam sitoplasmanya. Kelenjar tiroid adalah organ endokrin unik karena sel-selnya tersusun membentuk struktur bulat yang disebut folikel, bukan berupa kelompok atau deretan seperti biasanya. Sel-sel yang mengelilingi folikel, yaitu sel folikel, menyekresi dan menimbun produknya di luar sel, di dalam lumen folikel sebagai substansi mirip gelatin yang disebut koloid. Koloid terdiri atas tiroglobulin, yaitu suatu glikoprotein yang mengandung sejumlah asam amino teriodinasi. 3
Hormon kelenjar tiroid disimpan di dalam folikel sebagai koloid terikat pada tiroglobulin. Oleh karena itu, folikel adalah satuan struktural dan fungsional kelenjar tiroid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau dicelah anatar folikel. Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel memudahkan pencurahan hormon ke dalam aliran darah3.
METABOLISME HORMON TIROID Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam amino, disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan kebutuhan esensial dalam mekanan. Dipihak lain, iodium diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan. Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut4 : 1. Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks Golgi/retikulum endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam koloid melalui eksositosis (langkah 1) 2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui suatu pompa iodium yang sangat aktif atau iodine-trapping mechanism, suatu protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang terletak di membran luar sel folikel (langkah 2). Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensisntesis hormon tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid, iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh. 3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT) (langkah 3a). Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT) (langkah 3b). 4. Kemudian, terjadi proses penggaabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT (masing-masing mengandung dua atom iodiumir) menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat iodium (langkah 4a). Penggabungan satu 4
MIT (dengan satu iodium) dan sati DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium) (langkah 4b). Penggabungan tidak terjadi antara dua molekul MIT. Pengaluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon ini disimpan di tempat ekstrasel pedalaman, lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di ruang interstisium, mereka harus diangkut menembus folikel. Proses sekresi hormon tiroid pada dasarnya melibatkan “penggigitan” sepotong koloid oleh sel folikel sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya dan “peludahan” T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang sesuai untuk mengeluarkan hormon tiroid, sel-sel folikel memasukan sebagian dari kompleks hormon tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid (langkah 5). Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid aktif secara biologid, T4 dan T3 serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT (langkah 6). Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati membran luar sel folikel dan masuk ke dalam darah (langkah 7a). MIT dan DIT tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang sangat cepat mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT, sehingga iodium yang dibebaskan dengan didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon (langkah 7b) enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari MIT dan DIT, yang tidak berguna, bukan dari T4 dan T34. Sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau diaktfkan, melalui proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran iodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara bilogis aktif ditingkat sel, walaupun tiroid mengeluarkan lebih banyak T44. Setelah dikeluarkan di dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang daro 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikar (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek. Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikat hormon tiroid : globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang secra selektif mengikat hormon tiroid (55%) dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi, walaupun namanya hanya menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4) ; albumin yang secara non selektif mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T44.
5
EFEK METABOLIK HORMON TIROID Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara alin seperti di bawah ini2,4 : 1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan temperatur suboptimal) dan kalorigenik 2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik 3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis dan degradasi insulin meningkat. 4. Metabolisme lipid. Meski t4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidsm kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat. 5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidsme dapat dijumpai karotenemia, kulit kekuningan. 6. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatinin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipertiroidsm.
6
EFEK FISIOLOGIK HORMON TIROID Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi otak dan susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta adrenergik yang bertambah. Tetapi ada juga efek yang nongenomik misalnya meningkatnya transpor asam amino dan glukosa, menurunnya enzim tipe-2 5’-deyodinasi di hipofisis. Efek fisilogi dapat berupa2,4 : 1. Pertumbuhan Fetus. Sebelum mi 11 tiroid fetus belum bekerja, juga TSHnya. Dalam keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon tiroid bebas yang masuk fetus amat sedikit, karena di inaktivasi di plasenta. Meski amat sedikit krusial, tidak adanya hormon yang cukup menyebabkan lahirnya bayi kretin (retardasi mental dan cebol). 2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas. Kedua peristiwa diatas dirangsang oleh T3 lewat Na+K+ATPase disemua jaringan kecuali otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid menurunkan kadar superoksida dismutase hingga radikal bebas anion superoksida meningkat. 3. Efek Kardiovaskular. T3 menstimulasi a). Transkripsi miosin hc-B dan menghambat miosin hcB, akibatnya kontraksu otot miokard menguat. b). Transkripsi Ca2+ ATPase di retikulum sarkoplasma meningkatkan tonus diatolik. c). Mengubah konsentrasi protein G,b reseptor adrenergik, sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek yonotropik positif. Secara klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardi. 4. Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard, otot skelet, lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya reseptor adrenergik alfa miokard, maka sensitivitas terhadap katekolamin amat tinggi pada hipertiroidsme dan sebaliknya pada hipotiroidsme. 5. Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidsme menyebabkan eritopoesis dan produksi eritopoetin meningkat. Volume darah tetap namun red cell turn over meningkat. 6. Efek Gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat. Kadang ada diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung melambat. Hal ini dapat menyebabkan bertambah kurusnya seseorang. 7. Efek pada skelet. Turn over tulang meningkat resprbsi tulang lebih terpengaruh dari pada pembentukannya. Hipertiroidisme dapat menyebabkan osteopenia. Dalam keadaan berat mampu menghasilkan hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan penanda hidroksiprolin dan cross-link piridium. 8. Efefk neuromuskular. Turn over meningkat juga menyebabkan miopati disamping hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi serta relaksasi otot meningkat (hiperfleksia). 9. Efek Endokrin. Hormon tiroid meningkatkan metabolik turn-over banyak hormon serta bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah 100 menit pada orang normal tetapi menurun jadi 50 menit pada pada hipertiroidsme dan 150 menit pada hipotiroidsme. Untuk ini perlu diingat bahwa hipertiroidsme dapat menutupi (masking) atau memudahkan unmusking kelainan adrenal.
7
PENGATURAN FAAL KELENJAR TIROID Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu oleh4 : 1. Autoregulasi Seperti disebutkan di atas, hal ini lewat terbentuknya yodolipid pada pemberian yodium banyak dan akut, dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Efek ini bersifat selflimiting. Dalam beberapa keadaan mekanisme escape ini dapat gagal dan terjadilah hipotiroidisme 2. TSH TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Efek pada tiroid akan terjadi dengan ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membran folikel. Sinyal selanjutnya terjadi lewat protein G (khusus Gsa). Dari sinilah terjadi perangsangan protein kinase oleh cAMP untuk ekspresi gen yang penting untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPO, serta faktor transkripsi TTF1, TTF2 dan PAX8. Efek klinisnya terlihat sebagai perubahan morfologi sel, naiknya produksi hormon, folikel dan vaskularisasinya bertambah oleh pembentukan gondok dan peningkatan metabolisme. T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan keluarnya (mekanisme umpan balik) sedang TRH mengontrol glikosilasi, aktivitas dan keluarnya TSH. Beberapa obat bersifat menghambat sekresi TSH : somatostatin, glukokortikoid, dopamin, agonis dopamin (misalnya bromokriptin), juga berbagai penyakit kronik dan akut. Pada morbus Graves, salah satu penyakit autoimun, TSHr ditempati dan dirangsang oleh imunoglobulin, antibodi-anti-TSH (TSAb = thyroid stimulating antibody, TSI = thyroid stimulat-ing immunoglobulin), yang secara fungsional tidak dapat dibedakan oleh TSHr dengan TSH endogen. Rentetan peristiwa selanjutnya juga tidak dapat dibedakan dengan rangsangan akibat TSH endogen 3. TRH TRH melewati median eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH meningkat. Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya growth hormone dan ACTH, tetapi TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kaddang-FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid mengalami hiperplasi dan hiperfungsi. Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme umpan balik), TSH, dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta stres dan sakit berat (non thtoidal illness). Kompensasi penyesuaian terhadap proses umpan balik ini banyak memberi informasi klinis, sebagai contoh, naiknya TSH serum sering menggambarkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid yang kurang memadai, sebaliknya respon yang rata (blunted response) TSH terhadap stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi kronik ditingkat TSH karena kebanyak hormon, dan sering merupakan tanda dini bagi hipertiroidisme ringan atau subklinis. 8
HIPERTIROID Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut juga tirotoksikosis. 1 persen populasi di Amerika memiliki resiko untuk menderita hipertiroid. Wanita lebih banyak mengalami kejadian ini dibandingkan dengan pria5. Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang makin penuh6. ETIOLOGI HIPERTIROID Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah7,8 : 1. Penyakit Grave Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir sama dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih banyak dalam tubuh. 2. Nodul Tiroid Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang terdapat pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7% populasi memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi hipereaktif dan menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter multinodular toksik. Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular toksik dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid. 3. Tiroiditis Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis tidak menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar dari kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam darah. a. Tiroiditis subakut Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yang dapat diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri. b. Tiroiditis postpartum Tiroiditis post partum diyakini kondisi autoimun dan menyebabkan hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai2 bulan. Kondisi ini akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya. c. Tiroiditis “silent”
9
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit, seperti tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti tiroiditis post partum, tiroiditis “silent” mungkin suatukondisi autoimun. 4. Penggunaan Yodium Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid, sehingga jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah hormon tiroid yang dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi sejumlah besar yodium dapat menyebabkan tiroid untuk membuat hormon tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah yodiumyang berlebihan terkandung dalam obat - seperti amiodarone, yang digunakan untuk mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung banyak yodium. 5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon tiroid dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan sekresi hormon tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.
MANIFESTASI KLINIS Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves2 Sistem Gejala dan Tanda Sistem Gejala dan Tanda Tak tahan hawa Psikis dan saraf Labil. Iritabel, Umum panas, hiperkinesis, tremor, psikosis, capek, BB turun, nervositas, paralisis tumbuh cepat, periodik dispneu toleransi obat, youth fullness Hiferdefekasi, lapar, Jantung hipertensi, aritmia, Gastrointestinal makan banyak, haus, palpitasi, gagal muntah, disfagia, jantung splenomegali Rasa lemah Darah dan limfatik Limfositosis, anemia, Muskular splenomegali, leher membesar Oligomenorea, Skelet Osteoporosis, epifisis Genitourinaria amenorea, libido cepat menutup dan turun, infertil, nyeri tulang ginekomastia Rambut rontok, Kulit berkeringat, kulit basah, silky hair dan onikolisis 10
Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan5 : Optalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus korne Dermopati (0,5-4%) Akropaki (1%) PEMERIKSAAN PENUNJANG5 - Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid) - Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa - EKG - Foto torak Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini :
DIAGNOSIS Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk ini telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi6.
11
12
Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T-total) (dalam keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3 dan TSH, ekskresi yodium urin, kadar tiroglobulin, uji tangkap, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine needle aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua diperlukan6,8. Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid sehingga lamban putih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksoftalmeter Herthl. Karena hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada semua organ kita. Pada kelompok usia lanjut dan tanda tanda tidak sejelas pada usia muda, malahan dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal : a). Berat bedan menurun mencolok (usia muda 20% justru naik) b). Nafsu makan menurun, mual, muntah dan sakit perut c). Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism, takiartmia d). Lebih jarang dijumpai takikardia (40%) e). Eye signs tidak nyata atau tidak ada f) bukannya gelisah justru apatis (memberi gambaran masked hyperthyroidsm dan apathetic form)10. DIAGNOSIS BANDING - Hipertiroidsme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma oavarii, mutasi reseptor TSH, obat : kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)6 - Tiroroksikosis tanpa hipertiroidsme : tiroiditis subakut, tiroiditis silent, destruksi tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)6 - Hipertiroidsime sekunder : adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom reisistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksigosis gestasional6 PENATALAKSANAAN Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.2,6 Obat – obatan a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol. Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi 13
T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal. Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan. Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari). Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari. Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves. Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari. (2) Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis. Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping, yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika. Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi. 14
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya. Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan keadaankeadaan sebagai berikut : 1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal. 2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid dosis rendah. 3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum. Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3 toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata. b. Obat Golongan Penyekat Beta Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikitmenurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4 Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol. Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat monoamin oksidase.
15
c. Obat-obatan Lain Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast, potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi iodium radioaktif. Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan, kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT. Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau respons terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH. Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan cara kombinasi OAT dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan bahwa angka kekambuhan renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok penderita yang mendapat terapi kombinasi methimazole dan tiroksin., dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang hanya mendapatkan terapi methimazole. Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut : Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan, selanjutnya 10 mg perhari ditambah tiroksin 100 μg perhari selama 1 tahun, dan kemudian hanya diberi tiroksin saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi methimazole dengan dosis dan cara yang sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada kelompok yang mendapat terapi kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini mengisyaratkan bahwa TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan molekul antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan mengistirahatkan kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen (yang menekan produksi TSH), maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan, yaitu dengan mengurangi presentasi antigen. Pertimbangan lain untuk memberikan kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian dosis OAT untuk menghindari hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama bila digunakan OAT dosis tinggi. Pembedahan Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT 16
(biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat. Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan , dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi pada penyakit Graves. Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus. Terapi Yodium Radioaktif Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun. Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata cara pengobatan ini aman , tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah mendapat pengobatan yodium radioaktif. Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau menyusui. Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang berpendapat bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih untuk pasien hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini seringkali kambuh dengan OAT. Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh. Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium dalam dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram. Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 – 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat penyekat beta dan / atau OAT. Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium dalam makanan sehari-hari. 17
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme. Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis; makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian hipotiroidisme. Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 μCi/g berat jaringan tiroid, didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya. Efek samping lain yang perlu diwaspadai adalah : - memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya antigen tiroid dan peningkatan kadar antibody terhadap reseptor TSH), dapat dicegah dengan pemberian kortikosteroid sebelum pemberian I131 - hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat jarang terjadi) - gastritis radiasi (jarang terjadi) - eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak (leakage) pasca pengobatan yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka sebelum minum yodium radioaktif diberikan OAT terutama pada pasien tua dengan kemungkinan gangguan fungsi jantung. Setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3 sampai 6 bulan pertama; setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid cukup dipantau setiap 6 sampai 12 bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya hipotiroidisme.
Pengobatan oftalmopati Graves Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis dalam menangani oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada mata dapat diatasi dengan larutan tetes mata atau lubricating ointments, untuk mencegah dan mengobati keratitis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan menghentikan merokok, menghindari cahaya yang sangat terang dan debu, penggunaan kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala ditinggikan untuk mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan adekuat. Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan seperti kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid. Tindakan lainnya adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan operasi kelopak mata. Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada pasien yang eutiroid; pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau antibody antireseptor TSH dalam serum dapat membantu memastikan diagnosis. Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab kelainan orbita lainnya. 18
Pengobatan krisis tiroid Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme (menghambat produksi hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat konversi T4 menjadi T3, pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan plasmafaresis), normalisasi dekompensasi homeostatic (koreksi cairan, elektrolit dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu. Penyakit Graves Dengan Kehamilan Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai keadaan hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin pada hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan status eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid dengan dosis terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka normal tinggi atau tepat di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding metimazol pada wanita hamil dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke janin melalui plasenta lebih sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi terapi dengan tiroksin tidak dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat antitiroid lebih tinggi, di samping karena sebagian tiroksin akan masuk ke janin, yang dapat menyebabkan hipotiroidisme. Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada trimester ketiga. Pada periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme yang belum diketahui- terdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan kadar thyrotropin receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi spontan, dan dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita melahirkan yang masih memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya dengan aman.
19
DAFTAR PUSTAKA 1. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006 2. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid, Hipitiroidisme dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006 3. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta . 2003. 4. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.2001 5. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service. Hyperthyroidsme. 2007; 573-582 6. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2009 7. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938 8. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4 9. Brand, Frans. A Critical Review and Meta-Analysis of The Association Between Overt Hyperthyroidsm and Mortality. 2011; 491-497 10. David S. Cooper, M.D. Antithyroid Drugs, N Engl J Med 2005;352:905-17 11. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 1. Media Aesculapius : Jakarta
20