Referat Resusitasi Neonatus
Disusun Oleh: Natasha Natalia Gunawan 112017191
Pembimbing: dr. Dewi Iriani, Sp.A
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Koja - Jakarta Periode 1 Mei 2018 – 7 7 Juli 2018 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
I.
Pendahuluan
Neonatus yang membutuhkan resusitasi biasanya mempunyai jantung yang sehat. Bila neonatus membutuhkan resusitasi, biasanya dikarenakan adanya masalah dalam pernapasan yang disebabkan karena pertukaran gas yang tidak adekuat. Kegagalan pernapasan dapat timbul sebelum dan setelah kelahiran. Sebelum kelahiran terjadi pada plasenta dimana fetus tidak mendapat suplai oksigen yang cukup untuk mendukung fungsi normal sel dan CO2 tidak dapat dikeluarkan. Asam dalam darah dapat meningkat dikarenakan sel yang berkompensasi untuk berfungsi tanpa oksigen dan akumulasi dari CO2. Hasilnya yaitu terdapat penurunan pada aktivitas fetus dan penurunan detak jantung serta iramanya tidak seimbang. Apabila keadaan ini berlanjut, fetus akan terjadi gasping , apnea dan bradikardi. Bila fetus lahir pada fase awal dari kegagalan napas, stimulasi taktil cukup untuk menstimulasi pernapasan spontan namun apabila fetus lahir pada fase lanjut maka diperlukan ventilasi, kompresi, dan medikasi epinefrin untuk memperbaiki keadaan napas bayi.
II.
1
Isi Proses Pernapasan Neonatus
Sebelum kelahiran, paru dari janin tidak berpartisipasi dalam pertukaran gas. Oksigen yang dimiliki oleh fetus didapatkan dari difusi yang melewati plasenta. CO2 diproduksi selama metabolisme fetus dan ditransportasikan melalui plasenta sehingga diekskresikan oleh paru ibu. Alveolus paru pada fetus terisi dengan cairan, pembuluh darah paru konstriksi. Dalam plasenta, oksigen didifusikan dari darah ibu ke pembuluh darah fetus. Pembuluh darah yang kaya akan oksigen akan meninggalkan plasenta menuju vena umbilicalis. Vena umbilicalis akan menuju hati dan bergabung dengan vena cava inferior dan memasuki atrium kanan jantung. Karena pembuluh darah paru berkonstriksi, hanya sedikit darah dari atrium kanan jantung yang menuju ke paru tetapi banyak darah yang melewati paru menuju atrium kiri jantung melalui dinding atrium yaitu foramen ovale atau darah dari arteri pulmonalis menuju aorta dari duktus arteriosus. Darah dalam aorta mensuplai oksigen dan nutrisi ke organ fetus. Darah yang paling banyak mengandung oksigen ditransportasikan ke otak dan jantung. Sebagian darah dari aorta dikembalikan ke plasenta melalui dua arteri umbilicalis untuk mentransportasikan CO2, menerima lebih
banyak O2, dan memulai sirkulasi. Ketika darah mengikuti sirkulasi fetus dan melewati paru, disebut sebagai right to left shunt .1 Pada saat kelahiran, pernapasan bayi berubah dari keadaan cairan dalam paru menjadi udara yang berasal dari napas bayi secara man diri. Adaptasi ini terjadi dengan peran kardiovaskular dan respirasi dalam menit-menit pertama kehidupan. Saat persalinan, hormone adrenalin menghentikan sekresi cairan ke dalam paru dan terjadi reabsorbsi. Bayi menghasilkan tekanan negatif (-60 cmH2O) yang mengisi paru dengan udara. Selama persalinan melalui vaginam, kompresi intermiten toraks mempermudah pengeluaran cairan dari paru. Surfaktan dalam cairan memperbesar pengisian dara pada paru dengan mengurangi tegangan permukaan sehingga dapat menurunkan tekanan untuk membuka alveolus. Dengan dua sampai tiga napas pertama, cairan paru ban yak dikeluarkan sementara sisanya diabsorbsi dalam limfatik dan kapiler, ditelan, dihembuskan, atau diaspirasi dari orofaring dalam 6-12 jam pertama. Stimulus pernapasan pertama yaitu udara dingin, sentuhan fisik, peningkatan karbon dioksida, dan penghentian adenosine plasenta Dengan beberapa napas pertama, tekanan oksigen arteri (PaO2) meningkat dari 12-25 mmHg menjadi 68-98 mmHg sehingga terjadi vasokonstriksi dari duktus arteriosus yang fungsinya akan berhenti dalam 10-15 jam dan menutup secara anatomi dalam 4-7 hari. Selain itu, terjadi penurunan resistensi vaskuler paru sehingga aliran darah ke paru meningkat, tekanan ventrikel kanan menurun, dan darah berhenti mengalir dari atrium kanan ke kiri melalui foramen ovale. Oklusi pada umbilicalis menurunkan aliran darah pada vena cava inferior sehingga duktus venosus menutup.2,3
Gambar 1. Sirkulasi Darah Fetus4
Persiapan Resusitasi
Proses evaluasi dan resusitasi neonatus dibagi menjadi lima bagian yaitu:1 1. Penilaian awal Untuk menilai apakah neonatus dapat dirawat gabung dengan ibu atau dipindahkan ke radiant warmer untuk evaluasi lebih lanjut. 2. Airway (A) Memulai inisiasi awal untuk membuka airway dan mendukung respirasi spontan. 3. Breathing (B) Positive-pressure ventilation (PPV) untuk mendukung pernapasan bayi yang apnea atau bradikardia. Intervensi lain seperti Continuous positive airway pressure atau oksigen mungkin diperlukan bila bayi sesak napas atau saturasi oksigennya rendah. 4. Circulation (C) Apabila bradikardi berat menetap meskipun telah diberikan ventilasi, sirkulasi dapat dibantu dengan kompresi dada dengan PPV. 5. Drug (D) Apabila bradikardi berat menetap meskipun telah diberikan ventilasi dan k ompresi, epineprin dapat diberikan selama PPV dan kompresi dada berlanjut.
Gambar 2. Algoritma Resusitasi Neonatus1
Penilaian Awal Neonatus
Bayi baru lahir yang tidak membutuhkan resusitasi diidentifikasi setelah persalinan dengan tiga pertanyaan yaitu:1 1. Apakah gestasinya cukup bulan? Apakah keadaan neonatus sesuai dengan perkiraan masa gestasi. Apabila keadaan neonatus cukup bulan, maka dilanjutkan ke pertanyaan selanjutnya. Apabila keadaan bayi kurang bulan (masa gestasi kurang dari 37 minggu), maka bayi dibawa ke radiant warmer untuk tahapan inisiasi. 2. Apakah tonusnya baik? Observasi tonus otot bayi. Bayi cukup bulan yang sehat akan terlihat aktif dengan ekstremitas fleksi. Neonatus yang membutuhkan intervensi mempun yai tonus flasid dan ekstensi. 3. Apakah bayi bernapas atau menangis? Tangisan yang kencang merupakan indicator bahwa bayi mempunyai usaha pernapasan yang kuat. Apabila bayi tidak menangis maka observasi pergerakan dada bayi untuk usaha pernapasannya. Apabila bayi terdapat gasping maka bayi memerlukan intervensi dan dibawa ke radiant warmer . Apabila semua pertanyaan di jawab “iya” maka bayi tersebut dapat bersama dengan ibunya untuk perawatan rutin seperti apabila neonatus kering maka diletakkan bersentuhan dengan ibu dan dilapisi dengan selimut kering untuk menjaga suhu normal. Observasi pernapasan, aktivitas, dan warna dari kulit bayi. Apabila dari pertanyaan di atas, ada yang “tidak” maka neonatus perlu dipindahkan ke radiant warmer untuk mendapatkan satu atau lebih tata laksana seperti tahap inisiasi stabilisasi, ventilasi dan oksigenasi, inisiasi kompresi dada, pemberian epineprin. 5
Tahap Inisiasi Perawatan Neonatus
Waktu untuk menyelesaikan tahapan inisiasi, reevaluasi, dan ventilasi awal diperlukan dalam waktu 60 detik. Keputusan untuk memulai tahapan inisiasi ditentukan oleh penilaian dari dua tanda vital yaitu respirasi (apnea, gasping, dan pernapasan) dan frekuensi jantung (kurang dari 100 kali per menit). Intervensi pada tahap inisiasi meliputi:1 1. Menghangatkan
Bayi diposisikan dibawah radiant warmer sehingga tim resusitasi dapat memberi
tatalaksana
dengan
mudah
tanpa
mengakibatkan
terjadinya
kehilangan panas. Bayi dibiarkan tanpa pembungkus sehingga tim dapat melihat kondisi bayi secara keseluruhan. Apabila bayi dibiarkan dalam radiant warmer untuk jangka waktu lebih dari beberapa menit, maka kontrol temperature menggunakan sensor pada kulit bayi. Hindari terjadinya hipotermia dan panas yang berlebihan. Selama resusitasi dan stabilisasi, jaga °
°
suhu bayi antara 36,5 C sampai 37,5 C. 2. Memposisikan kepala dan leher untuk membuka jalan napas Bayi diposisikan dengan kepala dan leher dalam posisi sedikit ekstensi seperti posisi “ sniffing ”. Posisi ini membuka jalan napas dan membuat udara masuk. Hindari hiperekstensi dan fleksi dari leher karena akan menghambat masuknya udara ke jalan napas. Apabila oksipital bayi besar dikarenakan molding , edema, dan prematur maka posisi tersebut dapat dibantu dengan menggunakan handuk kecil di bawah bahu bayi. 3. Bersihkan jalan napas dari lendir Apabila bayi tidak bernapas, tonus nya lemah, terdapat sekresi yang mengobstruksi jalan napas, cairan ketuban berisi meconium, dan apabila mengantisipasi penggunaan PPV, maka dapat dilakukan pembersihan jalan napas. Sekresi dikeluarkan dari jalan napas atas menggunakan suction dengan bulb syringe. Apabila terdapat sekresi pada mulut maka kepala dimiringkan ke satu sisi sehingga sekresi terkumpul dalam salah satu bagian pipi dan mempermudah untuk dikeluarkan. Suction mulut lebih dulu dibandingkan hidung untuk memastikan tidak ada sesuatu yang mengobstruksi aspirasi dari bayi apabila hidungnya di suction. Suction yang keras dapat melukai jaringan. Hindari suction pada posterior faring karena dapat mengakibatkan reflex vagal. 4. Mengeringkan Kulit yang basah dapat meningkatkan evaporasi sehingga panas dapat keluar dari tubuh. Bayi diletakkan pada selimut atau handuk hangat untuk mengeringkan dari cairan. Pengeringan tidak diperlukan untuk ba yi yang sangat premature yaitu kurang dari 32 minggu gestasi karena mereka perlu untuk
segera dilapisi dengan plastic polietilen untuk mengurangi keluarnya panas tubuh. 5. Stimulasi Memposisikan bayi, membersihkan jalan napas dan mengeringkan bayi dapat menstimulasi pernapasan. Apabila bayi tidak mempunyai pernapasan yang adekuat maka stimulasi taktil dapat dilakukan dengan menggosok punggung bayi, tenggorokan, dan ekstremitas bayi. Apabila bayi tetap apneu meskipun telah dilakukan stimulasi, maka dapat dilakukan PPV. Setelah dilakukan tahap inisiasi maka evaluasi pernapasan dan frekuensi jantung bayi untuk menentukan apakah bayi merespons tahap inisiasi. Evaluasi ini tidak boleh melebihi 30 detik. Apabila bayi tidak mempunyai pernapasan spontan yang adekuat dan frekuensi jantung melebihi 100 kali per menit dalam 1 menit kehidupan maka PPV dapat dilakukan. Frekuensi jantung dapat dilakukan dengan stetoskop yaitu auskultasi pada sisi kiri dada. Meskipun pulsasi dapat teraba pada umbilicus namun palpasi kurang akurat. Apabila frekuensi jantung tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan bayi tidak aktif maka pasang oksimetri atau EKG untuk memonitor frekuensi jantung.1 Sianosis adalah biru pada kulit dan membrane mukus dikarenakan darah kurang oksigen. Sianosis yang terbatas pada tangan dan kaki (akrosianosis) atau sianosis perifer sering didapat pada bayi baru lahir dan tidak mengindikasikan kekurangan o ksigenasi namun disebabkan oleh suhu yang dingin sehingga terjadi vasokonstriksi. Bayi yang sehat dapat mempunyai sianosis sentral selama beberapa menit setelah kelahiran. Sianosis sentral batang tubuh, membrane mukosa, dan lidah merupakan suatu manifestasi dari keadaan serius yang mendasari. Saturasi oksigen yang rendah dapat mengakibatkan biru pada bibir, lidah dan membrane mukus bayi yang disebut sebagai sianosis sentral. Untuk dapat menentukan oksigenasi bayi maka diperlukan evaluasi melalui oksigenasi. Bayi sehat akan mengalami transisi yang membutuhkan beberapa menit untuk meningkatkan saturasi oksigen dari 60% hingga 90%. Free flow oxygen dapat diberikan kepada bayi apabila saturasi oksigennya kurang dari target dan dapat diberi kepada bayi yang bernapas secara spontan dengan memegang tube mendekati mulut dan hidung bayi. Free flow oxygen tidak efektif bila bayi tidak dapat bernapas. Flow inflating bag T piece resuscitator dan self inflating bag dengan open reservoir dapat digunakan dengan jarak yang dekat dengan wajah bayi. Konsentrasi
oksigen yang diberikan disesuaikan dengan target saturasi untuk mencegah hipoksia tanpa menggunakan oksigen yang berlebihan sehingga tidak terjadi hiperoksia. Konsentrasi oksigen disesuaikan dengan menggunakan flowmeter . Untuk free flow oxygen, digunakan 10 L/menit. Apabila bayi sesak napas dan saturasi oksigen tidak dapat mencapai target meskipun telah diberikan 100% oksigen maka dapat digunakan continuous positive airway pressure (CPAP) atau PPV.1,3,6 Tabel 1. Saturasi Oksigen Preduktal Neonatus 1
CPAP
CPAP (continuous positive airway pressure) adalah metode pendukung respirasi yang menggunakan tekanan gas yang rendah secara terus menerus untuk memperbaiki dan meningkatkan kapasitas residu fungsional serta oksigenasi, mencegah kolaps alveolus, mengurangi usaha napas berlebihan, meningjatkan daya kembang paru, mempertahankan produksi surfaktan, dan mempertahankan jalan napas. CPAP dapat digunakan apabila jalan napas terbuka tetapi bayi sesak napas, terdapat retraksi dada atau saturasi oksigennya rendah (<93% preduktal). CPAP dapat dipertimbangkan apabila bayi bernapas dan frekuensi napasnya di atas atau sama dengan 100 kali per menit. CPAP dapat diberikan dengan menggunakan flow inflating bag atau T piece resuscitator yang disambungkan dengan mask yang ditempelkan pada wajah bayi. Penghentian penggunaan CPAP yaitu pada saat bayi bernapas dengan spontan, penurunan frekuensi napas dan retraksi dan FiO2 diturunkan secara bertahan 2-5% sampai 25%. Jika bayi sudah bernapas nyaman dengan CPAP dan FiO2 21%, dicoba melepas CPAP. 7
Gambar 3. Pemberian CPAP1
Cairan Ketuban dengan Mekonium
Cairan ketuban yang tercampur meconium ditemukan pada 10% persalinan cukup bulan, retardasi pertumbuhan dan lewat bulan. Aspirasi dapat terjadi dalam rahim pada janin yang distress dan sesak napas, meconium sering diaspirasi ke dalam paru segera setelah persalinan sehingga mempunyai indisden pneumonia dan pneumothorax yang tinggi sehingga membutuhkan ventilasi mekanik.1,3 1. Cairan ketuban dengan mekonium dan bayi aktif Apabila bayi aktif dengan pernapasan dan tonus otot yang baik, bayi dapat dirawat gabung dengan ibu untuk mendapat tahap inisiasi perawatan neonatus. Bulb syringe digunakan untuk membersihkan sekresi mekonium pada mulut dan hidung. 2. Cairan ketuban dengan mekonium dan bayi tidak aktif Apabila pernapasan bayi dan tonus otot tidak baik, bawa bayi ke radiant warmer dan melakukan tahapan inisiasi. Bulb syringe digunakan untuk membersihkan sekresi mekonium pada mulut dan hidung. Apabila bayi tidak bernapas atau frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit setelah tahapan inisiasi, lakukan PPV. Intubasi dengan suction trakea untuk mengurangi kemungkinan terjadinya sindrom aspirasi meconium namun tidak direkomendasikan karena tidak ada bukti yang cukup.
Positive-Pressure Ventilation PPV ( Positive-Pressure Ventilation) diindikasikan apabila bayi tidak bernapas (apneu) atau bayi gasping atau frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit. Apabila diindikasikan, PPV perlu diberikan dalam waktu 1 menit kelahiran. Percobaan PPV dapat
dipertimbangkan apabila bayi bernapas dan frekuensi jantung melebihi atau sama dengan 100 kali per menit namun saturasi oksigen bayi tidak dapat mencapai target sekalipun menggunakan free flow oxygen dan CPAP. Persiapan PPV yaitu:1 1. Bersihkan jalan napas Suction mulut dan hidung bayi sehingga tidak mengobstruksi PPV 2. Posisi resuscitator pada bagian kepala bayi Resusitator bertanggung jawab dalam memposisikan bayi untuk menjaga jalan napas dan memegang mask pada bayi. Anggota tim lainnya dapat berada di sisi ranjang untuk meletakkan oksimetri dan mengobservasi pergerakan dada dan suara pernapasan. 3. Posisikan kepala dan leher bayi Posisi bayi dengan sniffing position. Jalan napas dapat terobstruksi apabila leher difleksikan dan hiperekstensi. Resusitasi neonatus sama atau lebih dari masa gestasi 35 minggu, set 21% oksigen, resusitasi neonatus kurang dari 35 minggu, set 21%-30% oksigen, dan flow meter 10 L/menit. Sesuaikan konsentrasi oksigen sesuai dengan target. Pernapasan diberikan dengan frekuensi 40-60 napas per menit. Tekanan positif inspirasi dimulai dengan 20 sampai 25 cm H2O. Bayi cukup bulan membutuhkan tekanan positif inspirasi pada beberapa pernapasan pertama untuk mengembangkan paru (30 sampai 40 cm H20) kemudian turunkan tekanan inspirasi. PEEP ( peak end expiratory pressure) diberikan pada pernapasan pertama untuk menstabilkan pengembangan paru lebih cepat dan mengeluarkan cairan. Apabila PEEP digunakan, set 5 cm H2O. Apabila bayi bernapas dalam selama PPV, maka artinya tekanan yang digunakan terlalu tinggi dan paru menjadi mengembang terlalu banyak yang dapat mengakibatkan pneumothorax. Indikator kesuksesan PPV adalah frekuensi jantung yang meningkat yang diperiksa setelah 15 detik PPV dilakukan. Apabila frekuensi jantung meningkat, maka lanjutkan PPV dan periksa 15 detik kemudian. Apabila frekuensi jantung tidak meningkat, maka cek pergerakan dada. Bila terdapat pergerakan dada, lanjutkan PPV dan periksa 15 detik kemudian. Bila tidak terdapat pergerakan dada, maka ventilasi tidak mengembangkan paru, koreksi ventilasi hingga terlihat adanya pergerakan dada dan lanjutkan PPV yang dapat menggerakkan dada dan diperiksa 15 detik kemudian. Biasanya ventilasi tidak efektif karena ada kebocoran sekitar mask , obstruksi jalan napas, dan tekanan
ventilasi yang tidak cukup. PPV dilanjutkan apabila sudah terdapat pergerakan dada dan evaluasi kembali setelah 30 detik:1 1. Apabila frekuensi jantung lebih atau sama dengan 100 kali per menit Lanjutkan pemberian 40-60 napas per menit dan memonitor pergerakan dada, frekuensi jantung, dan usaha napas. Sesuaikan konsentrasi oksigen berdasarkan oksimetri. Ketika frekuensi janutng sudah di atas 100 kali per menit secara stabil, turunkan frekuensi dan tekanan PPV secara perlahan, observasi respirasi spontan, dan stimulasikan bayi untuk bernapas. PPV dapat tidak dilanjutkan apabila pernapasan bayi sudah spontan dan frekuensi jantung di atas 100 kali per menit. Apabila PPV dihentikan, monitor saturasi oksigen dan pernapasan bayi. 2. Apabila frekuensi jantung 60-100 kali per menit Lanjutkan pemberian PPV dengan 40-60 napas per menit selama bayi menunjukkan perubahan yang stabil. Monitor saturasi oksigen dan sesuaikan konsentrasi oksigen untuk mencapai target. Apabila tidak ada perubahan, pertimbangkan untuk evaluasi kembali tehnik ventilasi, sesuaikan konsentrasi oksigen sesuai target, menggunakan alternative airway dan 30 detik ventilasi melalui jalan napas. 3. Apabila frekuensi jantung di bawa 60 kali per menit Menggunakan alternative airway, meningkatkan konsentrasi oksigen menjadi 100% dan memulai kompresi dada.
Gambar 5. Pemberian PPV1
Alternative Airway ETT (endotracheal tube) adalah tabung kecil yang dimasukkan melalui glottis, di antara pita suara dan mencapai trakea. Penggunaan ETT memerlukan laringoskop untuk memvisualisasi laring dan menjaga tabung di antara pita suara. Laringeal mask adalah
masker mask kecil yang berlekatan dengan tabun g airwat yang dimasukkan ke dalam mulut menutuo glottis. ETT dapat melampaui glottis sedangkan laryngeal mask di atas glttis sehingga seringkali disebut sebagai supraglottic airway device. Penggunaan laryngeal mask tidak membutuhkan visualisasi dari laring. Apabila PPV dengan face mask tidak menunjukkan adanya perubahan klinis dan apabila PPV digunakan lebih dari beberapa menit, ETT dan laryngeal mask dapat meningkatkan ventilasi. ETT direkomendasikan apabila kompresi dada diperlukan maka ETT dapat memaksimalkan pernapasan tekanan positif dan kompresor dapat berada di bagian kepala bayi. Apabila intubasi tidak sukses, laryngeal mask dapat digunakan. ETT digunakan untuk akses jalan napas pada kondisi seperti stabilisasi neonatus dengan suspek hernia diafragmatika, pemberian surfaktan, dan untuk suction trakea apabila terdapat obstruksi sek ret yang tebal.1 ETT mempunyai ukuran tergantung dari diameter internal (mm ID) yang disesuaikan dengan berat badan bayi atau masa gestasi. Selang yang terlalu kecil dapat meningkatkan resistensi dari aliran udara dan kemungkinan terobstruksi oleh secret. Selang yang terlalu besar dapat mengakibatkan trauma pada jalan napas. ETT mempunyai tanda sentimeter di bagian sisinya untuk membantu mengetahui jarak tabung, Ketika selang dimaskkan, pita suara berada di antara dua garis, ujung dari ETT diharapkan berada di atas carina. Stylet dapat digunakan untuk membantuk kurvatur dari pemasukan ETT. Laringoskop yang digunakan untuk neonatus cukup bulan yaitu no 1, neonatus premature no 0, dan sangat premature yaitu no 00. Tahapan intubasi yaitu:1 1. Memposisikan bayi dengan sniffing position 2. Menggunakan jari telunjuk untuk membuka mulut bayi 3. Masukkan laringoskop melalui sisi kanan mulut bayi sampai sisi kanan lidah dan dorong lidah ke arah kiri mulut untuk mempermudah laringoskop masuk sampai ke dasar lidah pada vallecula. 4. Angkat laringoskop untuk dapat melihat glottis ke arah handle. Glottis dapat lebih terlihat dengan menekan ringan pada kartilago tiroid dan cricoid pada bagian atas dan bawah telinga kanan bayi. 5. Melihat epiglottis dan pita suara. 6. Apabila terdapat secret tebal, suction dengan catheter ukuran 10F atau 12F dengan set tekanan 80-100 mmHg
7. Masukkan selang ETT melalui sisi kanan bayi menuju hipofaring sampai mencapai pita suara, asisten dapat merasakan selang tersebut melalui jarinya, catat kedalaman selang 8. Bila pita suara tertutup, tunggu hingga terbuka. Bila tidak terbuka dalam 30 detik, hentikan dan kembali lakukan ventilasi dengan mask sampai percobaan pemasangan kembali. 9. Dengan tangan kanan, tahan selang ETT dan keluarkan laringoskop tanpa menggerakan selang ETT. Bila menggunakan stylet, keluarkan dari ETT. 10. Pasang detector CO2 seperti kolorimetrik dan kapnograf dan PPV pada ETT dan mulai ventilasi melalui selang. Tahapan intubasi dilakukan dengan waktu 30 detik karena selama pemasangan, ba yi tidak dilakukan ventilasi. Apabila tanda-tanda vital bayi memburuk maka hentikan dan lanjutkan dengan PPV menggunakan mask kemudian dicoba kembali namun percobaan intubasi berulang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan trauma jaringan lunak. Bila percobaan tidak berhasil maka evaluasi opsi lain seperti meminta bantuan yang lebih ahli, penggunaan laryngeal mask atau melanjutkan penggunaan mask ventilasi. ETT dikonfirmasi berada di trakea apabila terdapat CO2 ekshalasi sebesar 9-10 napas tekanan positif dan frekuensi jantung meningkat, selain itu juga suara napas terdengar dekat axilla selama PPV, pergerakan dada simetris tiap napas, tidak ada udara bocor dari PPV, dan tidak ada udara yang masuk ke lambung.
Gambar 6. Pemasangan ETT1
Laringeal mask terdiri dari selang napas yang terhubung dengan manset kecil yang dapat mengembang di dalam mulut bayi dengan pompa untuk menutup hipofaring. Ukuran laryngeal mask hanya satu ukuran untuk neonatus dengan berat 2000-5000 gram. Indikasi laringeal mask yaitu:1
1. Apabila masker ventilasi dan ETT tidak berhasil 2. Anomali kongenital termasuk bibir, lidah, palatum, dan leher sehingga seal dengan masker ventilasi tidak baik dan visualisasi dengan laringoskop sulit 3. Mandibulla yang kecil dan lidah yang besar Tahapan penggunaan laryngeal mask : 1. Menyedot udara dengan menggunakan syringe yang dipasang pada laryngeal mask sehingga manset menjadi kemps, lepaskan syringe 2. Sniffing position 3. Memegang laryngeal mask, bisa menggunakan tangan kanan atau kiri 4. Buka mulut bayi dan masukkan laryngeal mask dengan gerakan sirkular mengikuti kurva mulut dan rongga mulut 5. Memberikan udara dengan menggunakan syringe yang dipasang pada laryngeal mask untuk mengembangkan manset sesuai dengan rekomendasi 6. Pasangkan PPV dan CO2 detector dan mulai melakukan PPV 7. Fiksasi selang laryngeal mask
Chest Compressions Bayi yang tidak merespon terhadap ventilasi biasanya mempunyai kadar oksigen darah yang sangat rendah, asidosis yang signifikan, dan aliran darah yang kurang pada arteri koronaria. Akibatnya, otot jantung menjadi lemah sehingga diperlukan kompresi dada untuk meningkatkan aliran darah ke arteri koronaria. Indikasi kompresi dada yaitu apabila frekuensi jantung bayi kurang dari 60 kali per menit selama 30 detik dengan PPV yang dapat mengembangkan paru. Hindari memulai kompresi dada kecuali sudah terdapat pergerakan dada dengan ventilasi dan dilakukan bila sudah melakukan koreksi pada ventilasi. Kompresor berada di bagian kepala bayi sementara pemberi PPV di sisi bayi. Kompresi dilakukan pada di bawah garis imajiner di antara putting susu bayi dengan kedalaman satu per tiga dari anterior-posterior diameter dada. Kompresi diberikan 90 kompresi per menit sehingga dalam 2 detik diberikan 3 kompresi dan satu ventilasi. Konsentrasi oksigen yang diberikan 100% namun bila frekuensi jantung sudah 60 kali per menit maka sesuaikan konsentrasi oksigen dengan target. Frekuensi jantung dicek 60 detik setelah kompresi dada menggunakan EKG karena auskultasi akan sulit dilakukan dan
perfusi bayi yang rendah dapat mengakibatnya sinyal oksimetri tidak terdeteksi. Kompresi dada dihentikan bila frekuensi jantung 60 kali atau lebih per menit, PPV dilanjutkan dengan 40-60 kali per menit. Bila frekuensi jantung kurang dari 60 kali per menit maka koreksi apakah terdapat pergerakan dada pada tiap ventilasi, terdengar suara di bagian kedua paru, 100% oksigen sudah diberikan melalui PPV, kedalaman kompresi adekuat, frekuensi kompresi benar, dan apakah koordinasi kompresi dan ventilasi baik. Bila frekuensi jantung bayi tetap kurang dari 60 kali per menit meskipun kompresi dan ventilasi sudah baik, maka pemberian epineprin dapat dilakukan. Akses vascular melalui kateter vena umbilicus atau infus intraoseal.1,8
Gambar 7. Kompresi Dada1
Epineprin
Pada beberapa bayi meskipun paru telah mengembang dan kompresi serta ventilasi diberikan dengan baik, frekuensi jantung tetap di bawah 60 kali per menit. Hal ini terjadi karena aliran darah dari arteri koronaria menurun sehingga oksigen pada jantung bayi rendah. Neonatus tersebut perlu mendapat epineprin untuk meningkatkan perfusi arteri koronaria dan transport oksigen. Bayi yang kehilangan darah secara akut seperti pendarahan vasa previa, trauma, disrupsi umbilicus membutuhkan volume ekspansi. Epineprin adalah stimulant kardiak dan vascular yang mengakibatkan vasokonstriksi dari pembuluh darah di luar jantung yang meningkatkan aliran darah ke arteri koronaria yang membawa oksigen untuk meningkatkan fungsi jantung. Epineprin meningkatkan kontraksi kardiak. Indikasi dari epineprin yaitu bila frekeunsi jantung dibawah 60 kali per menit setelah paling sedikit 30 detik PPV yang mengembangkan paru dan 60 detik selanjutnya kompresi dada dengan PPV 100% oksigen. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0,1 mg/mL untuk resusitasi neonatus yang diberikan melalui intravena atau intraoseal dan dosisnya 0,1-0,3 mL/kg (= 0,01-0,03 mg/kg) dalam 0,5-1 mL cairan normal salin.1,8
Setelah pemberian epineprin selama 1 menit, cek frekuensi jantung. Kompresi dada dan ventilasi dengan PPV 100% oksigen seharusnya meningkatkan frekeunsi jantung 60 atau lebih kali per menit. Bila frekeunsi jantung di bawah 60 kali per menit, maka ulang pemberian dosis setiap 3-5 menit dan dosis dapat ditingkatkan namun tidak melebihi dosis maksimum. Bila tetap tidak ada respons perbaikan, maka pikirkan kemungkinan hypovolemia dan pneumothorax tension. Bayi dengan syok hipovolemik akan terlihat pucat, CRT lambat, dan pulsasi lemah. Indikasi pemberian volume expander yaitu bila bayi tidak merespons tahapan resusitasi, tanda syok, dan riwayat kehilangan darah secara akut. Volume expander yang dapat diberikan yaitu cairan kristaloid (normal salin/NaCl 0,9%) dengan dosis 10 mL/kg dan bila bayi tidak merespons maka dapat diberikan kembali tambahan 10 mL/kg melalui kateter vena umbilicalis atau infus intraoseal yang diberikan 5-10 menit, packed red cell diberikan bila anemia berat. Bila bayi tetap tidak merespons maka koreksi kembali tahapan resusitasi dan pikirkan kemungkinan pneumothorax. Bila dalam 10 menit resusitasi, tidak terdeteksi adanya frekuensi jantung dan bradikardi berkelanjutan tanpa adanya peningkatan maka usaha resusitasi dapat dihentikan. Adanya udara atau cairan dalam paru menghambat pengembangan paru pada neonatus sehingga mengakibatkan severe respiratory distress dan bradikardi persisten. Resiko pneumothorax yaitu bayi dengan PPV, bayi prematur, dan aspirasi mekonium. Bila pneumothorax besar maka tekanan akan mengakibatkan paru kolaps. Bila suara napas pada salah satu sisi paru menghilang maka pikirkan pneumothorax. Screening test dengan transilluminasi akan terlihat bersinar. Bila bayi stabil maka dapat dilakukan foto thorax. Pneumothorax berat dapat ditata laksana dengan kateter pada ruang pleura untuk mengevakuasi udara. Resiko pada efusi pleura yaitu edema, infeksi, dan kebocoran limfatik. Efusi pleura berat dapat dideteksi dengan USG sebelum lahir. Suara napas dapat menurun pada sisi paru yang terkena. Diagnosis definitif dengan foto thorax. Bila terdapat distress napas maka ditata laksana dengan kateter pada ruang pleura untuk drainase cairan. 1,8
Post-resusitation Care Bayi yang telah di resusitasi membutuhkan monitor dari kardiorespiratori dan tanda-tanda vital diukur secara berkala. Beberapa perlu dirawat di neonatal intensive care unit (NICU). Waktu post-resuscitation care tergantung pada kondisi bayi, progress bayi,
dan faktor resiko. Setelah resusitasi, dapat terjadi abnormalitas pada beberapa organ sehingga dibutuhkan manajemen yang sesuai.1
III.
Penutup
Bayi baru lahir akan dilakukan penilaian awal. Apabila bayi bernapas spontan dengan baik, tonus baik, maka bayi akan dilakukan perawatan rutin dengan rawat gabung tetapi apabila keadaan bayi tidak baik maka bayi akan dilakukan penatalaksanaan di radiant warmer. Penatalaksaan yang dilakukan terhadap bayi sesuai dengan algoritma resusitasi neonatus meliputi ventilasi, kompresi, dan medikasi epinefrin untuk memperbaiki keadaan napas bayi.
Daftar Pustaka
1. American Heart Association and American Academy of Ped iatrics. Neonatal resuscitation. 7th Ed. 2015 p. 152. Sinha S, Miall L, Jardine L. Essential neonatal me dicine. Sixth Ed. Oxford: Wiley Blackwell; 2018. p. 13. 3. Kliegman RM. Nelson essentials of pediatrics. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2018. p. 232, 245. 4. Children’s hospital of Philadelphia. Fetal circulation. Diakses dari http://www.chop.edu/conditions-diseases/fetal-circulation, 22 Mei 2018. 5. Wyckoff MH, Aziz K, Escobedo MB, Kapadia VS, Kattwinkel J, Perlman JM, et al. Part 13: Neonatal resuscitation 2015 american hea rt association guidelines update for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. American Academy of Pediatrics 2015. p. 196-7. 6. Marino BS, Fine KS. Blueprints pediatric. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins; 2009. p. 24 7. IDAI. Buku ajar respiratologi anak. Jakarta: IDAI; 2008. h. 421. 8. Fleisher GR, Ludwig S. Textbook of pediatric emergency medicine. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins; 2010. p. 40-1.