REFERAT
TONSILITIS AKUT Diajukan untuk memenuhi syarat kepanitraan klinik di bagian klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok di RSAL dr. Midiyato Suratani, Tanjung Pinang
Oleh : Sari Rezeki NPM. 611.11.019
Pembimbing : dr. Arief Tjatur Prasetyo, Sp.THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM RUMKITAL DR. MIDIYATO SURATANI TANJUNGPINANG TAHUN 2015 1
I. PENDAHULUAN Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. 1,2 Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien tonsilitis beserta keluarganya. 1,2 II. EPIDEMIOLOGI Tonsilitis akut dapat terjadi pada usia berapapun tetapi paling sering pada anak usia di bawah 9 tahun. Pada bayi di bawah usia 3 tahun dengan tonsilitis akut, 15% dari kasus yang ditemukan disebabkan oleh bakteri streptokokus, sisanya itu biasanya virus. Pada anak-anak yang lebih tua, sampai dengan 50% dari kasus disebabkan streptococus pyogenes. Tonsilitis akut juga dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan dengan jumlah insiden yang sama rata. 3,4 2
III. ANATOMI
Gambar anatomi faring . 5 Faring adalah suatu kantong fibromuskuler berbentuk pipa corong dengan panjang 5 inch yang menghubungkan hidung dan mulut menuju laring. Faring adalah tempat dari tonsil dan adenoid. Dimana terdapat jaringan limfe yang melawan infeksi dengan melepas sel darah putih ( limfosit T dan B). Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke-6. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring. 1 Ruang nasofaring yang relatif kecil terdiri dari atau mempunyai hubungan yang erat dengan beberapa struktur yang secara klinis mempunyai arti penting. 1.
Pada dinding posterior meluas ke arah kubah adalah jaringan adenoid.
2.
Terdapat jaringan limfoid pada dinding faringeal lateral dan pada resesus faringeus, yang dikenal sebagai fosa Rosenmuller.
3
3.
Torus tubarius – refleksi mukosa faringeal di atas bagian kartilago sarulan tuba eustachius yang berbentuk bulat dan menjulang tampak sebagai tonjolan seperti ibu jari ke dinding lateral nasofaring tepat di atas perlekatan palatum molle.
4.
Koana posterior rongga hidung.
5.
Foramina kranial, yang terletak berdekatan dan dapat tertekan akibat perluasan dari penyakit nasofaring, termasuk foramen jugularis yang dilalui oleh saraf kranial glosofaringeus, vagus, dan asesorius spinalis. 2 Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya palatum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra servikalis. struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. Orofaring termasuk cincin jaringan limfoid yang sirkum ferensial disebut cincin Waldeyer. Semua bagian cincin mempunyai struktur dasar yang sama : massa limfoid ditunjang oleh kerangka retinakulum jaringan penyambung. Adenoid (tonsila faringeal) mempunyai struktur limfoidnya tersusun dalam lipatan : tonsil palatina mempunyai susunan limfoidnya sekitar pembentukan seperti kripta. Sistem kripta yang kompleks dalam tonsil palatina mungkin bertanggung jawab pada kenyataan bahwa tonsil palatina lebih sering terkena penyakit daripada cincin limfoid lain. Kripta-kripta ini lebih berlekuklekuk pada kutub atas tonsila, menjadi mudah tersumbat oleh partikel makanan, mukus sel epitel yang terlepas, leukosit, dan bakteri, dan tempat utama pertumbuhan bakteri patogen. Selama peradangan akut, kripta dapat terisi dengan koagulum yang menyebabkan gambaran folikular yang khas pada permukaan tonsila. 1,2,4,6 Tonsila palatina merupakan dua massa jaringan limfoid yang terletak pada dinding lateral orofaring di dalam fossa tonsilaris. Setiap tonsil diliputi oleh membran mukosa, dan permukaan medialnya yang bebas menonjol ke dalam faring. Pada permukaannya banyak lubang kecil, yang membentuk kripta tonsillaris. Permukaan lateral tonsila palatina ini diliputi oleh selapis jaringan fibrosa, disebut kapsula. Tonsil 4
mendapat darah dari a. Palatina asendens, cabang tonsil a. maksila eksterna, a. faring asendens, dan a. lingualis dorsal. Tonsil mencapai ukuran terbesarnya pada masa kana-kanak, tapi sesudah masa pubertas akan mengecil dengan jelas. Batas-batas tonsilla palatina : a.
Anterior : arcus palatoglossus
b.
Posterior : arcus palatopharyngeus
c.
Superior : palatum molle. Disini, tonsilla palatina dilanjutkan oleh jaringan limfoid di bawah permukaan palatum molle.
d.
Inferior : sepertiga posterior lidah. Disini, tonsilla palatina dilanjutkan oleh tonsilla lingualis.
e.
Medial : ruang oropharynx.
f.
Lateral : kapsula dipisahkan dari m. constrictor pharyngis superior. 1,2,6 Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Pada garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual atau kista duktus tiroglossus.1
Anatomi Mulut.8
5
Tonsil dan adenoid, bersama-sama dengan lingual tonsil dan folikel lymphe merupakan bagian dari cincin Waldeyer, sebuah lingkaran yang berkesinambungan dari jaringan limfoid yang mengelilingi saluran pernapasan dan saluran pencernaan bagian atas. Fungsinya adalah untuk menghasilkan antibodi terhadap sejumlah besar antigen dan patogen yang dihirup saat bernapas dan ditelan saat makan setiap saat. Biasanya, jaringan limfoid mendapatkan episode peradangan dan hipertrofi yang kita sebut tonsilitis.9
Gambar Anatomi Tonsil 2 Aliran darah faring berasal dari beberapa cabang sistem karotis eksterna. Beberapa anastomosis tidak hanya dari satu sisi tetapi dari pembuluh darah sisi lainnya. Ujung cabang arteri maksillaris interna, cabang tonsilar arteri fasialis, cabang lingual arteri lingualis bagian dorsal, cabang arteri tiroidea superior, dan arteri faringeal yang naik semuanya menambah jaringan anastomosis yang luas. Persarafan sensorik nasofaring dan orofaring, seperti dasar lidah, terutama melalui pleksus faringeal dan saraf glosofaringeal. Pada bagian bawah faring terdapat persarafan 6
sensorik yang berasal dari saraf vagus melalui saraf laringeus superior. Aliran limfe faringeal meliputi rantai retrofaringeal dan faringeal lateral dengan jalan selanjutnya masuk nodus servikalis profunda. Keganasan nasofaring seringkali bermetastase ke rantai servikalis profunda. 2 IV.
PATOGENESIS Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal, tonsil palatina, dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan, dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. 1 Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris. 1,4,9 Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula. 1,4,8,9
7
V. ETIOLOGI Penyebab utamanya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis. 4 Penyebab tonsilitis antara lain : 1.
Pneumococcus
2.
Staphilococcus
3.
Streptokokus beta hemolitikus grup A
4.
Hemofilus Influenza
5.
Virus Epstein Barr
6.
Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens. 1,4,8,9
Faktor predisposisi dari tonsilitis akut, antara lain : 1.
Postnasal discharge karena sinusitis.
2.
Residual jaringan tonsil karena tonsilektomi.
3.
Mengkonsumsi minuman dingin atau makanan dingin dapat secara langsung menyebabkan infeksi atau menurunkan daya tahan dengan vasokonstriksi.
4.
Adanya benda asing yang bisa menyebabkan mudahnya terjadi infeksi. 4
VI. MANIFESTASI KLINIS Gejala dan tanda tonsilitis akut adalah : 1.
Sakit tenggorokan dan disfagia. Anak kecil mungkin tidak mengeluh sakit tenggorokan tapi akan menolak untuk makan.
2.
Otalgia – sebagai akibat dari nyeli alih melalui N.IX.
3.
Demam, hal ini bisa menyebabkan kejang demam pada bayi.
4.
Malaise, nyeri sendi, dan tanda-tanda dehidrasi.
5.
Tonsil membesar dan hiperemis serta dapat menunjukkan pus dari kriptus di tonsilitis folikularis (detritus).
6.
Durasi perlangsungan tonsilitis akut biasanya 4 sampai 6 hari. 1,3,4,9 8
Gambar tonsilitis akut pada tonsila palatina. 8
Gambar tonsilitis akut yang bisa menyebabkan distress pernapasan.8
VII. PEMERIKSAAN FISIK TONSIL
9
Teknik pemeriksaan adalah pasien diminta untuk membuka mulutnya dan kemudian pemeriksa menggunakan spatel menekan lidah ke bawah dan kemudian daerah faring dan tonsil dapat dievaluasi.
Grading pembesaran tonsil.11 Interpretasi pembesaran tonsil : (0)
Amandel sepenuhnya dalam fossa tonsil, atau tonsil tidak ada (posttonsilektomi.
(1 +)
Amandel menempati kurang dari 25 persen, dari dimensi lateral orofaring yang diukur antara pilar-pilar anterior tonsil.
(2 +)
Amandel menempati kurang dari 50 persen dari dimensi lateral orofaring.
(3 +)
Amandel menempati kurang dari 75 persen dari dimensi lateral orofaring.
(4 +)
Amandel menempati 75 persen atau lebih dari dimensi lateral orofaring. 11
10
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG a.
Inflammatory parameter : pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis, dan erhytrocyte sedimentation rate (ESR) dan C-reactive protein (CRP) meningkat.
b.
Pemeriksaan bakteri : sebuah kultur bakteri jarang diambil dari apus tenggorok karena biasanya membutuhkan 2-3 hari untuk mendapatkan hasil yang definitif, dimana waktu pengobatan sudah harus dimulai. Itu sbaiknya dilakukan sebuah rapid immunoassay, yang dapat mengidentifikasi organisme penyebab seperti Streptococcus grup A hanya dalam waktu 10 menit. 8
IX. DIAGNOSIS BANDING 1. Difteri Difteri memiliki onset yang berbahaya dan ditandai dengan membran abuabu (susah dihilangkan) di tonsil, tenggorokan, dan uvula. Diagnosis difteri melalui pemeriksaan dan kultur swab. 3
Tonsilitis Akut Riwayat Temperatur Takikardi
Difteri
(Ulseratif) Tonsilitis berulang Tinggi Sebanding dengan
Telah terpapar difter Rendah atau normal Tidak sebanding
demam
dengan demam, nadi
lemah Toxaemia Tidak ada Bisa ada Nyeri / sakit Berat Sedang atau tidak ada. Albuminuria Tidak ada Selalu ada Tabel perbandingan antara difteri dan tonsilitis akut.4
11
2. Scarlett fever Scarlett fever dapat menyerupai tonsilitis akut. Scarlett fever disebabkan oleh infeksi streptococcus dan menyebabkan ruam eritematosa berwarna abu-abu. Pasien didaptkan tanda berupa strawberry tongue.8
Gambar scarlett fever. 7 3. Abses peritonsil Abses peritonsilar adalah sekumpulan pus yang terletak diantara kapsul tonsil dan muskulus konstriktor faringeal superior. Gejala yang paling sering adalah sulit menelan, mengeluarkan air liur, trismus, dan demam. Asimetris peritonsiler dapat terjadi dan disertai deviasi uvula.10
Gambar Abses Peritonsiler 10 X. KOMPLIKASI 1.
Komplikasi dari tonsilitis akut dapat menyebabkan abses peritonsiler. Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi
12
beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A. 2.
Pada anak juga sering menimbulkan komplikasi otitis media akut. Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga. Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
3.
Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS). 1,3,8,10
XI. PENATALAKSANAAN 1.
Pasien diharuskan untuk tirah baring.
2.
Aspirin atau parasetamol diberikan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman. Ingat bahwa aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak umur dibawah 12 tahun karena risiko sindrom Reye.
3.
Mengedukasi pasien untuk selalu minum air supaya terhindar dari dehidrasi.
4.
Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin. 1,5,12
5.
Pengangkatan tonsil (tonsilektomi). Indikasi tonsilektomi dibagi menjadi dua, yaitu indikasi absolut dan indikasi relatif. Indikasi absolut 2: a.
Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronik.
b.
Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur.
c.
Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta. 13
d.
Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).
e.
Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.
Indikasi relatif : Seluruh indikasi lain untuk tonsilektomi dianggap relatif. Indikasi yang paling sering adalah episode berulang dari infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Sekarang ini, di samping indikasi-indikasi absolut, indikasi tonsilektomi yang paling dapat diterima adalah : a.
Serangan tonsilitis berulang yang tercatat (walaupun telah diberikan penatalaksanaan medis yang adekuat).
b.
Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus menetap dan patogenik.
c.
Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.
d.
Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis.
e.
Riwayat demam reumatik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotik yang buruk.
f.
Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respons terhadap penatalaksanaan medis.
g.
Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan napas bagian atas.
h.
Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikial persisten.2
14
Gambar Tonsilectomy. 10 Metode tonsilektomi ada lima, yaitu : a.
Dissection method
b.
Guillotine method
c.
Elektrokauter
d.
Cryosurgery
e.
Laser
Manajemen setelah operasi perlu diperhatikan. Pasien harus ada di daerah pemulihan yang berdekatan dengan ruang operasi sampai sepenuhnya sadar. Sangat penting untuk memastikan bahwa semua perdarahan telah berhenti. Perhatikan denyut nadi dan tekanan darah, harus sering diperiksa. Beberapa jam setelah operasi, sebagian besar pasien dapat minum cairan asalkan tidak berlebihan. Demam biasanya ada dikarenakan infeksi lokal, biasanya infeksi saluran kecing atau otitis media. Biasanya setelah tonsilektomi, akan muncul cairan eksudat berwarna kuning. Cairan ini normal dan akan hilang dengan sendirinya. Setelah tonsilektomi, sebisa mungkin pasien harus diinstruksikan untuk makan secara normal. Makan makanan yang normal biasanya menghasilkan pengurangan rasa sakit setelah itu. 5,7
15
Kontraindikasi tonsilektomi adalah : a. Umur : Tonsilektomi adalah kontraindikasi untuk usia dibawah 5 tahun, karena fungsi imunitas tonsil penting pada umur ini. Pada pasien umur sangat muda, tonsilektomi juga susah dilakukan karena keterbatasan ruang untuk anestesi, dan kehilangan darah yang sulit untuk dihadapi. b. Diabetes Mellitus. c. Hipertensi. d. Kelainan darah. e. Polio : Tonsilektomi membawa risiko dari bulbar poliomyelitis. f. Rinitis alergi dan asma.4
16
KESIMPULAN 1. Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatina yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. 2. Tonsilitis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A. 3. Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) dan juga nyeri alih yang seringkali dirasakan di telinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama). 4. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda infeksi, abses dan sumbatan jalan nafas. 5. Penatalaksanaan tonsilitis jika penyebabnya bakteri diberi antibiotik dan bisa juga tonsilektomi. 6. Komplikasinya adalah abses peritonsilitis, otitis media akut, dan OSAS.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Soepardi Arsyad, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 7. FKUI : Jakarta. Hal. 221-223. 2. Adams GL, Boies LR, Higler PA. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC : Jakarta. Hal. 320-322, 330, 339-340, 342. 3. Bull PD. 2002. Lectures Note on Disease of the Ear, Nose, and Throat. Ninth Edition. Blackwell Science : Sheffield. P. 111-113, 116-117. 4. Bhargava KB, Bhargava SK, Shah TM. 2005. A Short Textbook of ENT for Students and Practitioners. Seventh Edition. Usha : Mumbai. P. 226, 243-244, 249-250, 252. 5. Netter FH, et al. Atlas of Human Anatomy. Fifth Edition. P.57 6. Snell RS, et al. 2005. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. ECG : Jakarta. Hal. 796, 798. 7. Snow JB. 2002. Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Decker : London. P. 369-370. 8. Probst R, Grevers G, Iro H. 2006. Basic Otorhinolaringology. Thieme : Stuttgart. P. 113-115. 9. Borgstein J. The Basic Ear Nose Throat. London. P.149-153. 10. Graham JM, Scadding GK, Bull PD.. 2007. Pediatric ENT. Springer : New York. P.131-136. 11. Chan J, Edman JC, Koltai PJ. Obstructive Sleep Apnea in Children. [Cited on 1 March 2004]. Available from : http://www.aafp.org/afp/2004/0301/p1147.html. [Accessed on 13 February 2014]. 12. Shenoy PK. 2012. “Acute Tonsillitis”-if Left Untreated Could Cause Severe Fatal Complications. In : Journal of Current Clinical Care, Volume 2, Issue 4.
18