REFERENSI GEODESI OLEH: PRAYUDHA HARTANTO 15108099
1. Pendahuluan
Dalam menentukan bentuk bumi, lazim dilakukan melalui pengukuran geodesi. Pengukuran geodesi sangat diperlukan terutama untuk penentuan sistem kerangka referensi terestrial yang unik. Pada penentuan posisi geodetik suatu titik di muka bumi, nilai parameter yang dicari utamanya adalah pada komponen horisontal dan komponen vertikal pada suatu datum atau ellipsoid referensi tertentu. Metode pengukuran, hitungan, dan alat yang digunakan selama ini dalam penentuan posisi horisontal dan vertikal berbeda satu sama lain, hal ini disebabkan diantaranya datum dan referensi yang digunakan masing-masing tidaklah sama. Oleh karena itu, sangatlah dibutuhkan pemahaman yanng baik mengenai referensi geodesi agar tidak terjadi kesulitan dalam transformasi atau konversi dari masing-masing sistem referensi yang berbeda tersebut ke dalam sistem referensi yang lain.
2. Pembahasan
Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan referensi geodesi yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu sebagai berikut :
2.1 Sistem referensi
Sistem referensi adalah sistem (termasuk teori, konsep,deskripsi fisis dan geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat.
2.2 Kerangka referensi
Kerangka referensi dimaksudkan sebagai realisasi praktis dari sistem referensi, sehingga sistem tersebut dapat digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan pergerakan titik-titik, baik di permukaan bumi (kerangka terestris) ataupun di luar bumi (kerangka selestia atau ekstra-terestris).
Kerangka referensi biasanya direalisasikan
dengan melakukan pengamatan-pengamatan geodetik, dan umumnya direpresentasikan dengan menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun obyek (seperti bintang dan quasar). Suatu sistem referensi 3D dinyatakan oleh lokasi suatu origin, skala dan orientasi 3 sumbu yang didefinisikam dengan vektor unit. Dengan demikian stasiun-stasiun dapat dikoordinasikam dalam suatu kerangka referensi tergantung pada lokasi stasiun-stasiun tersebut relatif terhadap origin dan ketiga sumbu. Dalam suatau kerangka referensi terrestris (terrestrial reference frame), koordinat stasiun-stasiun di muka bumi terikat terhadap pusat bumi, sedanngkan dalam suatu kerangka inersial (inertial frame) koordinat yang berhubungan dengan lokasi benda-benda langit diasumsikam tetap pada sistem koordinat langit.
2.3 Sistem Koordinat Posisi suatu titik dapat dinyatakan dengan koordinat, baik dalam satu, dua, tiga atau empat dimensi. Koordinat tidak hanya memberikan deskripsi tentang posisi, tetapi juga pergerakan suatu titik seandainya titik yang bersangkutan bergerak. Untuk menjamin adanya konsistensi dan standarisasi, perlu ada satu sistem dalam menyatakan koordinat. Sistem ini disebut sistem referensi koordinat (sistem koordinat), dan realisasinya di lapangan dinamakan kerangka referensi koordinat. Untuk mendefinisikan suatu sistem koordinat ada 3 parameter yang perlu ditetapkan, yaitu sebagai berikut :
•
Lokasi titik nol sistem koordinat
•
Orientasi dari sumbu-sumbu kordinat
•
Besaran (kartesian,curvilinier) yang digunakan untuk mendefinisikan posisi suatu titik dalam koordinat tersebut
Berdasarkan 3 parameter tersebut, sistem koordinat dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Berdasarkan lokasi titik nol, dapat dikategorikan menjadi sistem koordinat: •
Geosentrik (di pusat bumi)
•
Toposentrik (di permukaan bumi)
•
Heliosentrik (di pusat matahari)
b. Berdasarkan orientasi sumbunya, dapat dikategorikan menjadi sistem koordinat: •
Earth-fixed
•
Space-fixed
c. Berdasarkan besaran koordinat, dapat dikategorikan menjadi sistem koordinat: •
Jarak kartesian (X,Y,Z)
•
Sudut dan jarak geodetik (Φ,λ,h)
Gambar 2.3.1 Posisi titik dalam sistem koordinat geosentrik (sumber: Abidin, H.Z. 2000)
Gambar 2.3.2 Posisi suatu titik dalam sistem koordinat toposentrik (sumber: Abidin, H.Z. 2000)
2.4 Datum Geodetik Datum adalah suatu bidang referensi yang digunakan sebagai acuan untuk pengolahan data dan perepresentasian informasi. Pendefenisian datum secara lokal adalah dengan
membuat
suatu
titik
tertentu
pada
geoid
yang
garis
vertikalnya
ditetapkan/didefenisikan berimpit dengan garis normalnya pada ellipsoid referensi, dengan perkataan lain pada satu titik tertentu pada geoid penyimpangan garis vertical dan garis normal (defleksi vertikal) dianggap sama dengan nol. Sumbu pendek ellipsoid referensi didefenisikan sejajar dengan sumbu rotasi bumi. Datum-datum relatif yang digunakan di Indonesia seluruhnya geoid berimpit dengan ellipsoid di titik datum. Pendefinisian datum global jika pusat dari ellipsoid referensi sama dengan pusat massa bumi, sumbu pendeknya berimpit dengan sumbu putar bumi, dan potensial ellipsoid referensi sama dengan potensial geoid. Elipsoid referensi merupakan bentuk matematis dari bumi yang mendekati bentuk geoid. Datum yang digunakan untuk pemetaan laut di Indonesia pada umumnya mengikuti datum yang telah digunakan untuk pemetaan darat. Datum yang berasal dari pemetaan laut sampai sekarang setidaknya telah ada sekitar 11 jenis yaitu datum Gunung
Genuk, Bukit Rimpah, Gunung Serindung, Gunung Segara, Gunung Moncong Lowe, Lokal Astro, Pulau Pisang, ID-74, WGS-72, WGS-84 dan DGN-95. Datum-datum tersebut dibuat untuk menghubungkan pulau-pulau yang mempunyai jarak cukup jauh mengingat adanya keterbatsan teknologi di Indonesia pada waktu dulu. Namun dengan begitu banyaknya jenis datum yang ada dapat juga menyebabkan tidak konsisten dan tidak homogennya data dan informasi apabila dibuat dalam basis data tertentu. Pada zaman sekarang dimana telah adanya teknologi GPS untuk penentuan posisi untuk navigasi yang menggunakan datum WGS-84, berbeda cukup jauh dengan datum-datum yang telah dipakai sebelumnya. Artinya letak koordinat yang diberikan oleh GPS tidak sesuai jika diplot di peta dengan datum-datum lokal. Datum-datum yang pernah digunakan di Indonesia :
Pemetaan secara modern yang dilakukan di Indonesia telah dimulai sejak zaman Belanda. Datum yang dibuat oleh Belanda untuk pemetaan laut ada 6 jenis, yaitu Datum Gunung Genuk, Datum Bangka, Datum Gunung Serindung, Datum Gunung Segara, Datum Moncong Lowe, dan Lokal Astro. Datum-datum tersebut merupakan datum relatif, dimana pada titik datum dianggap elipsoid referensi berimpit dengan geoid. Datum di atas masih digunakan sampai sekarang sebagai datum pemetaan di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, telah didefenisikan 2 jenis datum relatif yaitu Datum Indonesia 1974 dan Datum Pulau Pisang. Datum Indonesia 1974 tidak dipakai lagi sejak dipublikasikannya Datum Geodetik Nasional 1995. Datum Pulau Pisang hanya digunakan untuk penentuan perbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Penggunaan datum absolut atau global dimulai sejak digunakannya teknologi Satelit Doppler mulai tahun 1970-an di Indonesia yaitu menggunakan datum WGS 1972. Setelah penggunaan teknologi GPS, maka penggunaan datum WGS 1984 juga mulai digunakan. Pada tahun 1996, Indonesia menetapkan Datum Geodetik Nasional 1995 (DGN
1995) sebagai datum resmi untuk keperluan pemetaan di Indonesia. DGN 1995 merupakan datum absolut yang diadopsi dari WGS 1984 dengan merealisasikannya pada Jaring Kontrol Horisontal Nasional Orde Nol. Beberapa penjelasan datum yang pernah digunakan di Indonesia: 1. Datum Gunung Genuk Datum Gunung Genuk disebut juga Datum Batavia atau Datum Jakarta yang merupakan datum untuk titik-titik triangulasi Sumatera, Jawa, Bali, Lombok sampai Nusatenggara. Penentuan posisi untuk jaringan triangulasi utama Pulau Jawa dimulai pada tahun 1862 dan selesai pada tahun 1880. Jaringan triangulasi utama tersebut terdiri dari 114 titik. Pada tahun 1883 dilakukan pengukuran triangulasi di Pulau Sumatera. Pengukuran dilakukan secara bertahap dan mempunyai jaring yang terpisah. Hingga tahun 1931, terdapat tiga jaringan triangulasi di Sumatera di luar Riau, Bangka dan Lingga yaitu Sumatera Barat, Sumatera Timur dan Sumatera Selatan. Masing-masing sistem mempunyai sistem orientasi sendiri walaupun sama-sama menggunakan elipsoid Bessel 1841. Pada tahun 1912-1918 jaring utama triangulasi Jawa diperluas lagi ke Bali dan Lombok. Sampai tahun 1919 ukuran sudut triangulasi telah sampai di Sumbawa Barat. Pada tahun 1931 dilakukan hitungan ulang untuk triangulasi Sumatera, Jawa, Bali, sampai Nusa Tenggara sehingga mengacu pada satu sistem dengan datum Gunung Genuk. Pada tahun 1955-1956 pengukuran triangulasi Nusa Tenggara dilanjutkan oleh Dinas Geodesi Direktorat Topografi Angkatan Darat sampai Sumbawa Timur. Pada tahun 1962 baru dilakukan perataan untuk mendapatkan posisi titik-titik triangulasi sampai ke Sumbawa Timur. Titik-titik triangulasi utama di atas selanjutnya diturunkan ke orde yang lebih rendah, yaitu sekunder, tersier dan quarter. Selanjutnya titik-titik dengan orde yang lebih rendah tersebut yang dekat ke pantai yang digunakan sebagai titik kontrol untuk pemetaan laut.
Wilayah laut yang menggunakan datum Gunung Genuk ini adalah Sumatera, Jawa, Bali sampai Nusatenggara. Namun masih ada datum lain yang dgunakan untuk wilayah-wilayah tertentu, seperti survey-survey yang dilakukan sebelum titik-titik triangulasi selesai. 2. Datum Bukit Rimpah (Bangka) Jaring triangulasi Bangka dimulai pengukurannya pada tahun 1917 dan pada tahun 1938 dilanjutkan ke Kepulauan Lingga, Riau sampai ke Malaya. Titik datum ditetapkan terletak di Bukit Rimpah Pulau Bangka. Pada titik tersebut ditetapkan hasil pengukuran lintang, bujur dan azimuth astronomis ke suatu titik ditetapkan sebagai lintang, bujur dan azimuth geodetik di titik tersebut. Dengan perkataan lain bahwa elipsoid referensi berimpit dengan geoid di titik datum tersebut. Elipsoid referensi yang digunakan adalah Bessel 1841. Wilayah laut yang menggunakan Bukit Rimpah ini adalah Pulau Bangka dan sekitarnya sampai ke Kepulauan Riau. 3. Datum Gunung Serindung Datum Gunung Serindung digunakan sebagai datum untuk pemetaan wilayah Kalimantan Barat. Pengukuran triangulasi dimulai pada sekitar tahun 1958-1959, walaupun sebelumnya telah ada proses pemetaan yang dilakukan oleh Belanda yaitu antara tahun 1886 sampai tahun 1895. Seperti halnya datum Genuk dan Datum Bukit Rimpah, pada Datum Gunung Serindung ini ditetapkan bahwa elipsoid referensi berimpit dengan geoid di titik datum. Pada tahun 1970 jaring triangulasi tersebut diperluas ke arah timur dan ke arah selatan oleh DITTOP AD. Rencananya jarring triangulasi tersebut dilanjutkan sampai bertemu dengan jaring triangulasi di Kalimantan Timur. Pengukuran triangulasi terhenti karena ada teknologi baru yang lebih praktis yaitu dengan Satelit Doppler. Elipsoid referensi yang digunakan adalah Bessel 1841. 4. Datum Gunung Segara.
Datum Gunung Segara digunakan sebagai datum untuk pemetaan wilayah Kalimantan Timur. Pengukuran Triangulasi dilaksanakan pada tahun 1937. Titik datum ditetapkan di Gunung Segara. Pada titik datum ditetapkan bahwa elipsoid referensi berimpit dengan geoid. Elipsoid referensi yang digunakan adalah Bessel 1841. 5. Datum Gunung Moncong Lowe. Pada tahun 1911 pengukuran jaring utama triangulasi di Sulawesi dimulai. Titik datum ditetapkan di Gunung Moncong Lowe. Pada titik datum ditetapkan bahwa lintang astronomis ke suatu titik sama dengan lintang dan azimuth geodetik di titik itu. Penentuan bujur ditetapkan di Makassar sebagai meridian nol. Elipsoid referensi yang digunakan adalah Bessel 1841. Wilayah laut yang menggunakan datum Moncong Lowe ini adalah laut di sekitar Pulau Sulawesi. Peta laut yang diterbitkan secara resmi dan terus direvisi sampai sekarang untuk wilayah Sulawesi telah ada sejak tahun 1901. 6. Datum Lokal Astro Yang dimaksud dengan datum Lokal Astro adalah menetapkan suatu titik yang diukur posisinya dan arah ke suatu titik secara astronomis dan ditetapkan sebagai titik datum dan hanya digunakan untuk pemetaan wilayah di sekitar titik datum Elipsoid yang digunakan adalah Bessel 1841. Dalam pemetaan laut biasanya titik datum yang dipergunakan ditetapkan satu titik yang ditentukan posisinya dari interpolasi peta yang ada, kemudian diukur kembali posisinya dan arah ke suatu titik secara astronomis. Apabila perbedaannya masih dalam batas toleransi yang ditetapkan, maka posisi dari datum tersebut ditetapkan dari hasil interpolasi peta dan azimuth ditetapkan dari pengukuran astronomis.Ada juga titik datum yang ditetapkan pada menara suar yang telah diketahui posisinya dengan pengukuran
astronomis. Azimuth ke suatu titik diukur dengan cara astronomis. Selanjutnya posisi titik datum tersebut dan azimuth suatu titik ditetapkan debagai awal hitungan dan pemetaan. 7. Datum Pulau Pisang (Common Datum) Pada tahun 1971 perbatsan Malaysia dan Indonesia disetujui. Berdasasrkan survey laut yang dilakukan bersama, terdapat perbedaan koordinat satu titik yang dihitung berdasarkan jaring triangulasi dengan datum Bangka dibandingkan dengan yang duijitung berdasarkan jaring triangulasi sistem Malaysia-Singapura. Perbedaan bujur kira-kira 13” dan lintang kira-kira 3”. Untuk mengatsi persoalan terrsebut, maka dibuatlah datum bersama yang ditetapkan di pulau Pisang. Pada titik datum dilakukan pengukuran lintang, bujur dan azimuth ke suatu titik tertentu secara teliti (+0,3 detik). Pada titik datum ditetapkan lintang, bujur dan azimuth astronomis identik dengan lintang, bujur dan azimuth geodetik. Elipsoid yang diusulkan adalah elipsoid internasional tahun 1924 (elipsoid Hayfor 1910) dan sistem proyeksinya adalah skew orthomorphic. Pada tahun 1973 barulah ditandatangani penggunaan common datum untuk penentuan perbatasan antara Malaysia dan Indonesia di Medan. Peta-peta laut yang menggunakan datum pulau Pisang adalah khusus untuk petapeta perbatasan Indonesia dan Malaysia saja. Sedangkan untuk peta-peta navigasi di wilayah tersebut yang diterbitkan oleh Indonesia masih tetap menggunakan datum Bangka. 8. Datum Indonesia tahun 1974 (DI 1974) ID-74 mengadopsi parameter ellipsoida GRS-67 (GeodeticReference System1967, dengan a : 6 378 160 m; f : 1/298,27) dan menamakannya ellipsoida nasional atau IndonesianNational Spheroid (INS). Datum ditentukan dengan memilih satu posisi di Padang, yaitu suatu titik darijaring kontrollama (triangulasi), sebagaiawalsistemposisibaru diIndonesia. Jadi kita pada waktu itu masih menganut sistem posisi relatif terhadap suatu titik di muka Bumi. Koordinat titik di Padang ini ditentukan dengan teknik posisi dengan pengamatan satelit Doppler dengan lintang dan bujurnya memakai ellipsoida sendiri yaitu
NWL-9D (Naval Weapons Laboratory, USA), dan dengan demikian datum sudah berorientasi terhadap sumbu kutub Bumi yang dinamakan CIO (Conventional International Origin), yaitu sumbu kutub baku yang ditetapkan melalui pengukuran kutub nyata sesaat (instan- taneous) selama periode 1900-1905. Semua pengamatan astronomis di Bumi yang mengacu pada kutub Bumi sesaat (instantaneous) harus dikoreksi ke kutub baku CIO, agar dapat diperbandingkan. Sebagaimana kita ketahui sumbu kutub nyata (sesaat) selalu berpindah-pindah posisinya seperti gasing, yang dinamakan “polar motion” Definisi datum ID-74 ditentukan dengan menadopsi GRS-67 sebagai ellipsoida nasional (INS), titik awal datum ditetapkan satu titik dalam jaringan triangulasi di Padang dengan koordinat (posisi) yang ditentukan dengan satelit Doppler dan ellipsoid NWL-9D untuk koordinat lintang dan bujur. Koordinat ini dan diadopsi sebagai koordinat pada ellipsoid nasional (INS). Koordinat lintang dan bujur terhadap NWL-9D diperoleh daritransformasi dari koordinat kartesian (X1, Y1, Z1) yang diperoleh dari satelit Doppler. Koordinat bujur dan lintang yang sama dalam INS diperoleh kembali koordinat kartesiannya (X2, Y2, Z2) dengan memakai parameter ellipsoida GRS-67. Pada awal tahun 1970-an, pemanfaatan satelit Doppler mulai berkembang di Indonesia. Pada tahun 1974 di Sumatera dilakukan penentuan posisi dengan satelit Doppler dengan menghubungkan 6 titik Laplace mulai dari Banda Aceh sampai gunung Dempo dan disatukan pula dengan sistem datum Bangka Riau yang sebelumnnya terpisah dengan Sumatera. Demikian pula sistem kontrol di Selat Malaka disatukan dengan menghubungkan 2 stasiun geodesi di Malaysia Barat dengan beberapa posisi titik kontrol di Sumatera Timur dengan satelit Doppler. Pengikatan ke beberapa datum yang terpisah memungkinkan untuk membuat datum baru sebagai rangka acuan geodesi. Maka BAKOSURTANAL menetapkan elipsoid referensi baru yang mempunyai parameter yang sama dengan parameter elipsoid GRS1967 dan diberi nama Sferoid Nasional Indonesia (SNI). Orientasi dari SNI ditetapkan bersinggungan dengan NWL-9D di titik datum dan sumbu kooordinat kedua elipsoid
didefinisikan sejajar. Dengan mengkonversi posisi titik datum ke sistem koordinat kartesian 3 dimensi pada kedua sistem SNI dan NWL-9D. Parameter translasi kedua sistem tersebut di atas perdefinisi ditetapkan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, sehingga hasil penentuan posisi dengan satelit Doppler dapat ditransforamsi langsung ke satu sistem datum yang diberi nama datum Indonesia 1974. Peta-peta laut yang memakai datum Indonesia 1974 ini adalah peta-peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Lingkungan Laut Nasional atau LLN. Peta-peta tersebut merupakan produksi bersama ISHIDROS dan BAKOSURTANAL. 9. WGS (World Geodetic System) 1972 Departemen Pertahahan Amerika atau Departemen of Defence (DoD) telah membangun sistem datum geosentrik untuk kerangkan geodesi global sejak tahun 1950-an. Sejak dikembangkan oleh DoD sampai saat ini telah dibuat empat datum WGS yaitu WGS 1960, 1966, 1972 dan 1984. WGS yang pernah digunakan adalah WGS 1972 dan WGS 1984. Datum WGS 1972 merupakan kumpulan koordinat titik-titik yang diadopsi dari stasiun semi permanen Doppler Tracking Network (TRANET). Pada dasarnya ephemeris precise dan broadcast dari satelit Doppler ada hubungannya dengan WGS 1972. Koordiant dari stasiun TRANET selalu diamati dan selanjutnya didefinisikan sistem kordinat geometrik yang baru. NWL-9D merupakan perdefinisian kembali dari WGS 1972 dan selanjutnya namanya dirubah menjadi NWSC9Z-2. Peta-peta laut yang mempunyai datum WGS 1972 adalah peta-peta laut hasil survey yang penentuan posisi titik kontrolnya menggunakan satelit Doppler. Peta laut navigasi yang memakai datum WGS 1972 adalah peta-peta laut di daerah selat Makasar, selat Malaka dan selat Sunda.
10. WGS 1984 Berdasarkan perkembangan data serta teknologi satelit, maka DoD melakukan evaluasi terhadap WGS 1972. Titik awal WGS 1984 adalah pusat massa bumi. Sumbu Z mengarah ke CTP (conventional terrestrial pole) yang didefinisikan BIH (Bureau International de l’Heure) pada epoch 1984 berdasarkan stasiun-stasiun BIH yang posisinya ditentukan menggunakan VLBI, SLR, LLR dan Doppler. Sumbu x sejajar bidang ekuator CTP mengarah ke meridian nol yang ditetapkan BIH berdasarkan pada epoch 1984. Sumbu Y tegak lurus sumbu Z dan sumbu X menurut sistem koordinat tangan kanan. WGS 84 merupakan hasil dari modifikasi dari kerangka koordinat Doppler (NSWC 9Z-2) adalah: •
Translasi pusat koordinat NSWC 9Z-2 sebesar 4.5 meter ke arah negatif
sumbu Z. •
Rotasi meridian referensi NSWC 9Z-2 pada sumbu Z sebesar 0.814“ untuk
mendapatkan meridian nol tahun 1984 yang didefinisikan BIH. •
Memberikan faktor skala pada NSWC 9Z-2 sebesar -0,6 x 10-6
Selanjutnya pusat koordinat dan sumbu-sumbu koordinat pada sistem koordinat WGS 1984 akan menjadi titik pusat dan sumbu-sumbu koordinat (X,Y,Z) pada elipsoid WGS 1984. Sumbu Z pada sistem koordinat WGS 84 menjadi sumbu rotasi dari elipsoid WGS 84. Dalam penentuan elipsoid WGS 84 dan parameter-parameternya, komite pengembangan WGS 1984 (DMA) mengadopsi pendekatan yang digunakan oleh International Union of Geodesy and Geophysics (IUGG) yaitu Geodetic Reference System (GRS) 1980. Parameter yang digunakan elipsoid WGS 1984 adalah a,GM,C20 dan ω. 11. Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 95)
DGN-95 adalah geosentrikdengan demikian bersifat global, sehingga dapat dipakaidalam
konteks
global
seperti
pengamatan
gerakan
teknonik
lempeng
(geodinamika), bidang kelautan, penentuan batas negara di darat dan laut, dan kedirgantaraan. GPS kini telah dipakai dalam navigasi dalam mobil, kapal, kapal-kapal nelayan, pesawat udara, bisnis dan hampir semua kegiatan manusia yang terkait dengan posisi di muka Bumi. Jumlah satelit yang berorbit adalah 24 buah dengan cadangan 3 buah. Jenis alat penerima GPS pun ada berbagaimacamketelitian tergantung pada kegunaan, mulai dari tipe yang dapat digenggam (handheld) yang umumnya dipakai untuk navigasidi lapangan, mobil, perahu atau rekonesen, sampai yang tipe geodetik yang sangat teliti untuk mengukur gerakan lempeng tektonik yang bergerak dalam tatanan millimeter. Pengukuran Jaring Kontrol Horizontal Nasional (JKHN) dilaksanakan sejak tahun 1992 dengan memanfaatkan teknologi GPS. Penyebaran titik ditempatkan secara merata di seluruh Indonesia berjumlah 60 titik. JKHN ini diklasifikasikan sebagai orde 0. JKHN orde 0 ini diperapat lagi dengan JKHN orde 1 dan diukur juga dengan GPS serta diikatkan dengan orde 0. Beberapa titik orde 0 dan orde 1 ditempatkan pada titik yang mempunyai koordinat pada Datum Indonesia 1974 dan merupakan titik sekutu sebanyak 38 titik. Dari 38 titik sekutu tersebut dihitung parameter transformasi koordinat dari DI74 ke DGN 95.
2.5 Ellipsoid referensi
Ellipsoid referensi adalah ellips yang diputar 3600 pada sumbu pendeknya yang digunakan untuk menyatakan koordinat suatu titik. Ellipsoid referensi memiliki 3 parameter bentuk dan dimensi, yaitu : 1. Sumbu panjang (a) 2. Sumbu pendek (b)
3. Penggepengan (f=(a-b)/a)
Ada beberapa ellipsoid referensi yang digunakan dalam pendefinisian koordinat, yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.5.1 Beberapa ellipsoid referensi (sumber: Prijatna, Kosasih. 2005)
3. Penutup Demikianlah beberapa hal yang perlu diketahui berkenaan dengan referensi geodesi. Tampak bahwa referensi geodesi memegang peranan yang sangat penting dalam keilmuan geodesi. Oleh karenanya, sudah selayaknya pengembangan pengetahuan tentang referensi geodesi terus diupayakan oleh para praktisi geodesi. Selain itu penelitian tentang referensi geodesi harus terus ditingkatkan, agar dapat diperoleh referensi geodesi yang semakin baik seiring dengan berkembangnya teknologi sehingga permukaan bumi dapat dimodelkan dengan lebih representatif dan memiliki ketepatan yang tinggi.
4. Referensi -
Abidin, H.Z. 2001. Geodesi Satelit. Pradnya Paramita : Jakarta
-
Subarya, Cecep. 2004. Jaring Kontrol Geodesi Nasional dengan Pengukuran GPS dalam ITRF 2000 Epoch 1998.0. Bakosurtanal: Cibinong
-
Kelompok Kerja Geodesi. 2007. Petunjuk Teknis Transformasi Datum dan Konversi Sistem Proyeksi Peta. Bakosurtanal : Cibinong
-
Prijatna, Kosasih. 2005. Slide perkuliahan Geodesi Geometrik. ITB