BAB I PENDAHULUAN
Trauma merupakan suatu kondisi dimana tubuh manusia akan mengalami kerusakan yang akan diakibatkan oleh gaya dari luar tubuh. Pada keadaan normal bila tubuh menghadapi trauma akan timbul mekanisme pertahanan melalui tiga mekanisme yaitu respons kardiovaskular, respons imunologi, dan respons resp ons met metabo abolik. lik. Ket Ketiga iga mek mekani anisme sme ini bek bekerja erja seca secara ra sim simult ultan an unt untuk uk menjaga homeostasis tubuh sehingga bila stres ini dapat dilewati maka pasien akan dapat bertahan hidup. 1 Pada pasien sakit kritis yang ditandai dengan fungsi organ yang labil atau organ mudah mengalami perubahan yang akan mempengaruhi fungsi organ lain sehingga timbul sindrom gangguan organ multipel yang bisa menjadi gagal organ multipel dengan mortalitas yang sangat tinggi. Pada pasien ini respons terhadap obat ataupun peralatan sulit diduga dan berbeda untuk tiap indivi ind ividu du sert sertaa ter tergan gantun tung g resp respons ons pasi pasien en dan per perjala jalanan nan pen penya yakit kit.. Ole Oleh h karena itu prinsip penanganan pasien sakit kritis di unit perawatan intensif dikenal istilah terapi berdasarkan respons dan titrasi. Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang respon metabolik tubuh terhadap trauma secara lebih mendalam.
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Respon Metabolik Tubuh Teha!ap Tau"a
espons tubuh terhadap trauma terjadi melalui beberapa fase. fase tersebut dikenal sebagai fase ebb dan fase flow. Pada fase flow terdapat ! jenis respon yaitu respons akut dan respons adaptif. "ase ebb terjadi segera setelah terjadi trauma yang berlangsung selama !#$% jam yang ditandai dengan periode syok berupa hipovolemia dan penurunan oksigen jaringan, penurunan volume darah yang menyebabkan penurunan curah jantung dan produksi urin, bila pasien dapat melewati fase ini maka akan memasuki awal fase flow & flow akut' yang ditandai dengan respons metabolik berupa hipermetabolisme, katabolisme dan perubahan respons imun serta respon hormonal1. Pada respon katabolisme terjadi perubahan dari penggunaan energi dalam tubuh manusia. Pada keadaan sehat, pria dewasa () kg total energi yang dibutuhkan adalah 1%)) kkal*hari. +aju metabolisme basal %- untuk kebutuhan enim dan pompa ion sedangkan 1- untuk kerja jantung dan paru. /ebaliknya !$ jam setelah trauma atau pembedahan sedang kebutuhan energi meningkat 1)#0)-, aktivitas fisik menurun, produksi panas meningkat dan laju metabolisme basal juga meningkat baik enimatik maupun kerja kardiorespirasi !.
!
ambar 1. espon Katabolisme yang terjadi pada pasien trauma 1 /edangkan pada respon hipermetabolisme akan terjadi beberapa perubahan metabolisme dalam tubuh meliputi 2 A. METAB#LISME $ARB#HIDRAT2%&
Pada keadaan normal sumber energi utama adalah glukosa yang masuk ke dalam sirkulasi, bisa dari dalam &glikogenolisis dan glukoneogenesis' atau dari luar &saluran cerna atau intravena'. lukosa akan dimetabolisme menjadi 3O!, air dan energi &4TP' atau dikonversi dan disimpan dalam bentuk glikogen atau menjadi lemak. 5nsulin memudahkan serapan glukosa pada sel, merangsang sintesis glikogen dan menekan glukoneogenesis sebaliknya katekolamin, glukagon dan kortisol
merangsang
glikogenolisis
dan
glukoneogenesis
hepatik
sehingga ketiganya disebut hormon kontra insulin. 6iperglikemia
merupakan
respons
metabolik
yang
paling
menonjol setelah terjadi stres atau trauma. 4walnya hiperglikemia terjadi karena mobilisasi cadangan glikogen hati. 6iperglikemia ini menetap karena
terjadi
peningkatan
produksi
glukosa
tanpa
diimbangi
pembersihan glukosa. Produksi meningkat selain dari pemecahan glikogen juga terjadi pembentukan glukosa dari asam amino, laktat, gliserol dan piruvat. 4sam amino berasal dari pemecahan protein otot,
0
laktat dan piruvat berasal dari glikogenolisis dan glikolisis di otot sedangkan gliserol berasal dari metabolisme trigliserida. Produksi glukosa hepatik meningkat pada orang normal sekitar !)) g*hari menjadi 0!) g*hari pada pasien luka bakar tanpa infeksi dan menjadi $)) g* hari pada luka bakar dengan infeksi. 5nsulin sebenarnya juga meningkat akan tetapi terjadi resistensi di perifer sehingga kadar glukosa tetap tinggi, selain itu diduga terjadi sekresi hormon kontra insulin yang lebih tinggi daripada sekresi insulin. 7adi sebenarnya mekanisme hiperglikemia yang terjadi pada saat stres adalah produksi yang meningkat disertai timbulnya resistensi insulin.
B. METAB#LISME LEMA$ 2%&
+emak dapat dipakai sebagai sumber energi atau disimpan. Trigliserida rantai panjang &long chain trygliserde*+3T' yang dimakan akan dicerna menjadi asam lemak bebas dan gliserol. 4sam lemak bebas bisa dipakai sebagai energi atau diesterifikasi menjadi trigliserida kembali. Pada kondisi makan &insulin tinggi' esterifikasi lebih dominan daripada lipolisis sebaliknya pada kondisi kelaparan &rasio insulin 2 glukagon rendah' lemak dipecah menjadi asam lemak bebas &lipolisis' dan dioksidasi menjadi energi yang diikuti dengan pembentukan benda keton oleh mitokondria hati yang selanjutnya dipakai sebagai sumber energi oleh organ. Oksidasi lemak dari makanan menghambat lipolisis lemak endogen. 8obilisasi lemak yang meningkatkan asam lemak bebas akan menghambat ambilan dan oksidasi glukosa oleh sel otot. lukagon dan epinefrin akan meningkatkan kecepatan dan beratnya lipolisis yang diperkuat dengan adanya kortisol karena aktivasi hormon sensitif lipase yang mengendalikan lipolisis adipose. 9nim ini dipacu oleh b1 agonis adrenergik dan dihambat oleh a!. Penelitian
menunjukan
lipolisis
pada
sepsis*trauma
karena
meningkatnya aktivitas b1 dan menurunnya a!. /etelah trauma liplolisis meningkat dan lemak dipakai sebagai sumber energi. +ipoprotein lipase yang melekat di endotel kapiler
$
akan merubah trigliserda menjadi gliserol dan asam lemak bebas. 6eparin akan melepaskan enim lipoprotein lipase ini ke dalam sirkulasi sehingga terjadi hidrolisis intravaskular. Pada trauma aktivitas lipoprotein lipase otot meningkat tapi di jaringan adiposa menurun sebaliknya pada sepsis aktivitas lipase ini pada otot menurun.
'. METAB#LISME PR#TEIN2%&%(
Pada stres baik karena pembedahan, trauma atau luka bakar dan sepsis akan terjadi peningkatan pemecahan protein otot yang ditandai dengan peningkatan kehilangan nitrogen lewat urin, pelepasan asam amino dan hambatan serapan asam amino oleh otot. 4sam amino berasal dari otot yang sehat atau yang cedera akan dibawa ke hati untuk pembentukan glukosa dan sintesis protein. Keseimbangan protein negatif mencerminkan ada kesetidak seimbangan antara pembentukan dan pemecahan otot dimana pemecahan lebih dominan. 4sam amino yang ditransfer ke hati akan digunakan untuk sintesis glukosa dan protein fase akut seperti fibrinogen, komplemen, 3 reaktif protein, haptoglobin feritin dan lain#lain. :anyaknya sintesis protein fase akut seimbang dengan beratnya kerusakan jaringan. /intesis protein lain seperti albumin, transferin, retinol dan prealbumin akan menurun. /intesis fase akut protein
dipacu
oleh
5+;1,
5+;<,
dan T=". lukokortikoid dan
lipopolisakarid bakteri.
/edangkan untuk respon imunologi yang terjadi meliputi pelepasan beberapa interleukin, diantaranya 2 A. Inteleukin)1 *IL)1+ 2
/itokin ini dilepaskan oleh monosit atau makrofag yang teraktivasi oleh berbagai antigen stimuli. /itokin ini juga disebut sebagai pirogen endogen atau faktor endogen lekosit yang berperan besar dalam inflamasi jaringan. /itokin ini merangsang sel hati untuk mensintesis dan melepaskan protein fase akut & seperti makroglobulin, komplemen, immunoglobulin, 3 reaktif protein', membuat endotel mudah menangkap
monosit, merangsang pertumbuhan fibroblas, menyebabkan demam dan terlibat
dalam
pemecahan
otot.
5nterleukin;1
juga
mengaktifkan
granulocyte macrophage colony stimulating &;3/"' dan 5+;< di sel endotel, T cell helper , fibroblas dan sumsum tulang untuk menghasilkan lekosit.
B.
Tumor Necrosis Factor
*TN,+2%-
Protein ini disekresi sebagai respons makrofag terhadap paparan endotoksin dan Candida albicans. Pemberian T=" pada binatang menyebabkan timbulnya manifestasi syok septik seperti hipotensi, asidosis metabolik, hemokonsentrasi, hiperglikemia, hiperkalemia, lesi hemoragik pada saluran cerna dan nekrosis tubular akut. Penelitian menunjukkan ada korelasi antara kadar T=" dan derajat syok serta mortalitas pada pasien dengan meninggosemia. Tumor necrosis factor menyebabkan demam melalui aksi langsung pada hipotalamus dan sekresi 5+;1.
'. Inteleukin *IL)+ &%-
/itokin ini kadarnya rendah di dalam darah dan berhubungan dengan beratnya trauma jaringan, makin berat trauma jaringan semakin banyak sitokin ini beredar. /itokin ini bertanggung jawab terhadap produksi protein fase akut.
/edangkan respon hormonal yang terjadi didominasi oleh 4ksis hipotalamus#hifofisis#adrenal &6P4'. 4ksis hipotalamus#hifofisis#adrenal &6P4' ikut berperan dalam mekanisme timbulnya respons metabolik. 8ekanisme yang memulai, mengatur dan mempertahankan respons ini belum sepenuhnya dipahami. /udah sejak lama diketahui bahwa pasien yang mengalami trauma akan ditemukan hormon kontra insulin seperti kortisol, glukagon dan katekolamin yang meningkat. Kadar insulin juga meningkat tapi tidak mampu mengatasi hiperglikemia yang terjadi, selain hormon kontra insulin yang ada hormon pertumbuhan, aldosteron dan vasopresin juga meningkat. 8ekanisme peningkatan hormon ini diduga sebagian melalui
<
impuls saraf. 5mpuls dari saraf aferen akan merangsang sekresi corticotropin releasing factor &3"' dan vasoactive intestinal peptide &>5P' yang akan merangsang pertumbuhan
hipofisis dan
mengeluarkan
prolaktin,
propoiomelanocortin
yang
vasopressin, akan
diubah
hormon menjadi
adrenocorticotropic hormone &43T6'0. Kadar vasopresin akan meningkat pada berbagai kondisi stres seperti tindakan pembedahan, pneumonia, infark miokard dengan atau tanpa gagal jantung dan terapi elektrokonversi. /etelah tindakan pembedahan vasopresin akan meningkat dan menetap sampai beberapa hari kemudian, lama dan kadar
dalam
darah
sesuai
dengan beratnya
tindakan pembedahan.
Corticotropin releasing factor bekerja sinergistik dengan vasopresin merangsang
sekresi
propiomelanocortin
kelenjar
hipofisis.
Propiomelanocortin kemudian dimetabolisme menjadi 43T6 dan b; endorphin, yang menandakan ada hubungan antara opiod endogen dengan 6P4 aksis. /elain itu 43T6 juga merangsang kelenjar adrenal mengeluarkan katekolamin dan enkefalin. Peran prolaktin dalam stres tidaklah begitu jelas. /ekresinya diduga melalui rangsangan >5P. 6ormon lain seperti thyroid stimulating hormon &T/6', f ollicle stimulating hormon &"/6' dan luteinizing hormone &+6' tidaklah terpengaruh akan tetapi +6 dan "/6 biasanya menurun pada hari pertama operasi 0. Kadar katekolamin baik itu norepinefrin, epinefrin maupun dopamin meningkat pada berbagai keadaan stres antara lain kecemasan, hipotensi, hipotermia, hiperkarbia dan trauma. Katekolamin yang beredar bisa berupa kadar bebas atau terikat dalam bentuk konjugasi sulfat yang mencapai <); ?)- dari total katekolamin. Pada sakit kritis proporsi antara kadar bebas terhadap kadar total tetap $. 9pinefrin dilepas ke dalam sirkulasi dari kelenjar adrenal akibat rangsangan saraf simpatis sedangkan norepinefrin masuk ke dalam plasma setelah lepas dari ujung saraf simpatis. /istem saraf simpatis diatur oleh hipotalamus yang juga mengatur aksis 6P4 sehingga terjadi juga pelepasan 3" yang mengatur pelepasan hormon. Kenaikan kadar epinefrin dan norepinefrin tidaklah selalu sebanding. Pada trauma berat kadar epinefrin
(
plasma meningkat hanya sampai $% jam pertama sedangkan norepinefrin bertahan sampai %#1) hari. Tergantung juga pada lokasi pembedahan, pada operasi abdomen dan jantung kedua katekolamin meningkat sebanding tetapi operasi pelvis yang meningkat hanya epinefrin. Kadar plasma epinefrin mencerminkan intensitas rangsangan pada korteks adrenal sedangkan kadar plasma norepinefrin mencerminkan aktivitas rangsangan simpatis$. Pada
dosis
fisiologis
epinefrin
menyebabkan
glikogenolisis,
meningkatnya glukoneogenesis di hati, penghambatan pelepasan insulin, resistensi insulin di perifer, dan lipolisis. 9pinefrin merupakan stimulator glukoneogenesis yang poten. :eberapa peran kortisol antara lain merangsang glukoneogenesis, meningkatkan proteolisis dan sintesis alanin, meningkatkan sensitivitas jaringan lemak terhadap rangsangan hormon lipolitik &6 dan katekolamin' dan anti;inflamasi. /elain itu juga menyebabkan resistensi insulin dengan menurunkan laju uptake glucose di jaringan melalui aktivitas penghambatan reseptor post;insulin. /ekresi 43T6 meningkatkan kortisol dalam darah yang berdampak umpan balik negatif terhadap sekresi 43T6 . Pada keadaan stres sekresi kortisol meningkat, pada pasien dengan pemberian etomidate yang menghambat sekresi adrenal menunjukkan angka kematian yang tinggi demikian pula pada hewan coba yang dibuang kelenjar adrenalnya atau pada pasien dengan penyakit 4ddison menunjukkan angka mortalitas yang tinggi. 6al ini menunjukkan kortisol merupakan hormon vital karena
mampu mensuplai penggunaan glukosa
dari otot
ke
otak,
memudahkan aktivitas katekolamin dan mencegah reaksi imun yang berlebihan saat terjadi trauma. Konsentrasi kortisol berbanding lurus dengan lama dan beratnya operasi. 6ormon androgen juga terpengaruh saat terjadinya trauma. Penelitian menunjukkan hormon ini menurun saat pembedahan dan serangan jantung. Pada penelitian menunjukkan hormon androgen dan estradiol menurun pada pasien sakit kritis 0. lukagon dihasilkan oleh sel alfa pankreas dan insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas kemudian masuk ke vena portal sehingga sel hati sangat terpapar oleh kedua hormon ini dengan konsentrasi tinggi. lukagon meningkatkan siklik 48P sel hati dan meningkatkan glukoneogenesis, pada
%
keadaan kelaparan dan ketoasidosis diabetik glukagon juga meningkatkan glikogenolisis, lipolisis dan pembentukan benda keton. Pelepasan glukagon dirangsang oleh hipoglikemia, asupan protein, pemberian infus asam amino, endorfin,
olahraga,
penghambatan
6,
sekresi
epinefrin
glukagon
dan
melalui
glukokortikoid. intake
dan
/edangkan
infus
glukosa,
somatostatin dan insulin!. 5nsulin mempunyai efek sebaliknya dari glukagon yaitu menurunkan siklik 48P dan mencegah glukoneogenesis. 5nsulin mempunyai efek anabolik, meningkatkan transpor glukosa melalui membran ke sel otot dan sel lemak, merangsang pembentukan glikogen, menghambat liposisis di jaringan lemak, menghambat ketogenesis di hati, meningkatkan laju transport asam amino dan sintesis protein di otot, hati dan jaringan lemak. asio glukagon dengan insulin inilah yang menentukan laju glukoneogenis. Pada keadaan
kelaparan
rasio
ini
meningkat
&glukagon@insulin'
dan
glukoneogenesis meningkat dan sebaliknya pada keadaan maka rasio ini terbalik !,0. Pada kebanyakan tindakan pembedahan, glukagon pasien meningkat 1%# $% jam setelah pembedahan walaupun kadar puncaknya lebih lambat dibanding kortisol, rasio glukagon 2 insulin juga meningkat. Kadar insulin menurun karena meningkatnya katekolamin dan hilangnya lewat urin, keadaan dengan meningkatnya hormon kontra insulin dan rendahnya kadar insulin merangsang glukoneogenesis. Pada keadaan sepsis kondisi ini tidak terjadi sehingga timbul hipoglikemia. Pasca;operasi biasanya insulin meningkat baik akibat peningkatan kadar glukosa maupun rangsangan epinefrin walaupun kadarnya tetap lebih rendah dibandingkan kadar glikemia saat itu. Growth Hormon disekresi di kelenjar hipofisis anterior. 6ormon ini mempunyai kerja yang unik, !#0 jam pertama setelah sekresi bekerja seperti insulin tapi setelah 0 jam bekerja seperti kontra insulin dan efek anabolik. 6ormon ini menyebabkan intoleransi glukosa, resistensi insulin melalui efek post reseptor , menurunkan uptake glukosa di hati atau meningkatkan
?
absorbsi di usus. Pada keadaan trauma, luka bakar atau pembedahan kadar 6 meningkat !.
ambar !. 8anifestasi respon hormonal tubuh saat trauma 1
/etelah pasien dapat melewati fase flow akut, selanjutnya memasuki fase flow adaptasi berupa fase anabolik yang ditandai dengan pemulihan respons terhadap stres dan timbul proses anabolik serta laju metabolisme kembali normal
1)
BAB III $ESIMPULAN
Trauma merupakan suatu kondisi dimana tubuh manusia akan mengalami kerusakan yang akan diakibatkan oleh gaya dari luar tubuh. Pada keadaan normal bila tubuh menghadapi trauma akan timbul mekanisme pertahanan melalui tiga mekanisme yaitu respons kardiovaskular, respons imunologi, dan respons metabolik. Ketiga mekanisme ini bekerja secara simultan untuk menjaga homeostasis tubuh sehingga bila stres ini dapat dilewati maka pasien akan dapat bertahan hidup. 8anifestasi klinis respons tubuh terhadap trauma beberapa fase. fase tersebut dikenal sebagai fase ebb dan fase flow. Pada fase flow terdapat ! jenis respon
yaitu respons akut dan respons adaptif. "ase ebb terjadi segera
setelah terjadi trauma yang berlangsung selama !#$% jam yang ditandai dengan periode syok berupa hipovolemia dan penurunan oksigen jaringan, penurunan volume darah yang menyebabkan penurunan curah jantung dan produksi urin, bila pasien dapat melewati fase ini maka akan memasuki awal fase flow & flow akut' yang ditandai dengan respons metabolik berupa hipermetabolisme, katabolisme dan perubahan respons imun serta respon hormonal. /etelah pasien dapat melewati fase flow akut, selanjutnya memasuki fase flow adaptasi berupa fase anabolik yang ditandai dengan pemulihan respons terhadap stres dan timbul proses anabolik serta laju metabolisme kembali normal
11
DA,TAR PUSTA$A
1. "oeA :4. /ystemic responses to trauma. :rit 8ed :ulletin. 1???B2(!<;$0. !. Ceissmann 3. The metabolic response to stressB an overview and update. 4nesthesiology. 1??)B(020)%!(. 0. /chmeling D7, 3oran 4. The hormonal and metabolic response to stress in neonate. Pediatr /urg 5nt. 1??)B20)(;!1. $. riffiths D, 6inds 37, +ittle 4. 8anipulating the metabolic response to injury. :rit 8ed :ull. 1???B21%1;?. .
Calsh T/. The metabolic response to injury Principles of surgical cares. !)))21;1!.
1!