Sejarah Perang Dunia I dan II
Sejarah Perang Dunia I Perang Dunia I atau Perang Dunia Pertama, disingkat PD I, dan istilah-istilah dalam bahasa Inggris lainnya : "Great War", "War of the Nations", dan "War to End All Wars" (Perang untuk Mengakhiri Semua Perang) adalah sebuah konflik dunia yang berlangsung dari 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918, yang berawal dari Semenanjung Balkan. Pihak Yang Terlibat : Blok Sekutu
Blok Sentral
Rusia Perancis Britania Raya Kanada Italia Amerika Serikat
Austrlia- Hungaria Jerman Kekaisaran Ottonam Bulgaria
Negara-negara yang bergabung : 1. Kerajaan Serbia 2. Kerajaan Rusia (sampai November 1917) 3. Perancis (termasuk pasukan dari negara koloni Perancis) 4. Kerajaan Inggris : 1. Negara Persemakmuran Inggris dan Irlandia 2. Australia 3. Kanada 4. Selandia Baru 5. Newfoundland 6. Afrika Selatan 7. Kerajaan India 8. Negara boneka dan koloni Inggris 5. Kerajaan Belgia (termasuk pasukan negara koloni Belgia) 6. Kerajaan Montenegro 7. Kekaisaran Jepang 8. Kerajaan Italia (April 1915 dan sesudahnya) 9. Portugal 10. Kerajaan Romania (Agustus 1916 dan sesudahnya) 11. Kerajaan Yunani (Mei 1917 dan sesudahnya) 12. Amerika Serikat (1917 dan sesudahnya) 13. San Marino
14. Andorra 15. Tiongkok 16. Brazil 17. Bolivia 18. Kosta Rika 19. Kuba 20. Guatemala 21. Haiti 22. Honduras 23. Ekuador 24. Nikaragua 25. Uruguay 26. Panama 27. Peru 28. Siam 29. Liberia 30. Republik Demokratik Armenia (1918) 31. Cekoslowakia (1918)
Latar Belakang Pada abad ke-19, kekuatan-kekuatan besar Eropa berupaya keras mempertahankan keseimbangan kekuatan di seluruh Eropa, sehingga pada tahun 1900 memunculkan jaringan aliansi politik dan militer yang kompleks di benua ini. Berawal tahun 1815 dengan Aliansi Suci antara Prusia, Rusia, dan Austria. Kemudian, pada Oktober 1873, Kanselir Jerman Otto von Bismarck menegosiasikan Liga Tiga Kaisar (Jerman: Dreikaiserbund) antara monarki AustriaHongaria, Rusia, dan Jerman. Perjanjian ini gagal karena Austria-Hongaria dan Rusia tidak sepakat mengenai kebijakan Balkan, sehingga meninggalkan Jerman dan Austria-Hongaria dalam satu aliansi yang dibentuk tahun 1879 bernama Aliansi Dua. Hal ini dipandang sebagai metode melawan pengaruh Rusia di Balkan saat Kesultanan Utsmaniyah terus melemah. Pada tahun 1882, aliansi ini meluas hingga Italia dan menjadi Aliansi Tiga. Setelah 1870, konflik Eropa terhindar melalui jaringan perjanjian yang direncanakan secara hati-hati antara Kekaisaran Jerman dan seluruh Eropa yang dirancang oleh Bismarck. Ia berupaya menahan Rusia agar tetap di pihak Jerman untuk menghindari perang dua front dengan Perancis dan Rusia. Ketika Wilhelm II naik tahta sebagai Kaisar Jerman (Kaiser), Bismarck terpaksa pensiun dan sistem aliansinya perlahan dihapus. Misalnya, Kaiser menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi dengan Rusia pada tahun 1890. Dua tahun kemudian, Aliansi Perancis-Rusia ditandatangani untuk melawan kekuatan Aliansi Tiga. Pada tahun 1904, Britania Raya menandatangani serangkaian perjanjian dengan Perancis, Entente Cordiale, dan
pada 1907, Britania Raya dan Rusia menandatangani Konvensi Inggris-Rusia. Meski perjanjian ini secara formal tidak menyekutukan Britania Raya dengan Perancis atau Rusia, mereka memungkinkan Britania masuk konflik manapun yang kelak melibatkan Perancis dan Rusia, dan sistem penguncian perjanjian bilateral ini kemudian dikenal sebagai Entente Tiga. Kekuatan industri dan ekonomi Jerman tumbuh pesat setelah penyatuan dan pendirian Kekaisaran pada tahun 1871. Sejak pertengahan 1890-an sampai seterusnya, pemerintahan Wilhelm II memakai basis industri ini untuk memanfaatkan sumber daya ekonomi dalam jumlah besar untuk membangun Kaiserliche Marine (Angkatan Laut Kekaisaran Jerman), yang dibentuk oleh Laksamana Alfred von Tirpitz, untuk menyaingi Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya untuk supremasi laut dunia. Hasilnya, setiap negara berusaha mengalahkan negara lain dalam hal kapal modal. Dengan peluncuran HMS Dreadnought tahun 1906, Imperium Britania memperluas keunggulannya terhadap pesaingnya, Jerman. Perlombaan senjata antara Britania dan Jerman akhirnya meluas ke seluruh Eropa, dengan semua kekuatan besar memanfaatkan basis industri mereka untuk memproduksi perlengkapan dan senjata yang diperlukan untuk konflik pan-Eropa. Antara 1908 dan 1913, belanja militer kekuatan-kekuatan Eropa meningkat sebesar 50 persen. Austria-Hongaria mengawali krisis Bosnia 1908–1909 dengan menganeksasi secara resmi bekas teritori Utsmaniyah di Bosnia dan Herzegovina, yang telah diduduki sejak 1878. Peristiwa ini membuat Kerajaan Serbia dan pelindungnya, Kekaisaran Rusia yang Pan-Slavik dan Ortodoks berang.[23] Manuver politik Rusia di kawasan ini mendestabilisasi perjanjian damai yang sudah memecah belah apa yang disebut sebagai "tong mesiu Eropa".[23] Tahun 1912 dan 1913, Perang Balkan Pertama pecah antara Liga Balkan dan Kesultanan Utsmaniyah yang sedang retak. Perjanjian London setelah itu mengurangi luas Kesultanan Utsmaniyah dan menciptakan negara merdeka Albania, tetapi memperbesar teritori Bulgaria, Serbia, Montenegro, dan Yunani. Ketika Bulgaria menyerbu Serbia dan Yunani pada tanggal 16 Juni 1913, negara ini kehilangan sebagian besar Makedonia ke Serbia dan Yunani dan Dobruja Selatan ke Rumania dalam Perang Balkan Kedua selama 33 hari, sehingga destabilisasi di wilayah ini semakin menjadi-jadi.
Peta etnolinguistik Austria-Hongaria, 1910 Pada tanggal 28 Juni 1914, Gavrilo Princip, seorang pelajar Serbia Bosnia dan anggota Pemuda Bosnia, membunuh pewaris tahta Austria-Hongaria, Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria di Sarajevo, Bosnia.[25] Peristiwa ini memulai satu bulan manuver diplomatik di antara Austria-Hongaria, Jerman, Rusia, Perancis, dan Britania, yang disebut Krisis Juli. Ingin mengakhiri intervensi Serbia
di Bosnia, Austria-Hongaria mengirimkan Ultimatum Juli ke Serbia, yaitu sepuluh permintaan yang sengaja dibuat tidak masuk akal dengan tujuan memulai perang dengan Serbia.[26] Ketika Serbia hanya menyetujui delapan dari sepuluh permintaan, Austria-Hongaria menyatakan perang pada tanggal 28 Juli 1914. Strachan berpendapat, "Tanggapan ragu dan awal oleh Serbia yang mampu membuat perubahan terhadap perilaku Austria-Hongaria bisa diragukan. Franz Ferdinand bukan sosok yang gila popularitas, dan kematiannya tidak membuat kekaisaran ini berduka sedalam-dalamnya". Kekaisaran Rusia, tidak ingin Austria-Hongaria menghapus pengaruhnya di Balkan dan mendukung protégé lamanya Serbia, memerintahkan mobilisasi parsial sehari kemudian. Kekaisaran Jerman melakukan mobilisasi tanggal 30 Juli 1914, siap menerapkan "Rencana Shlieffen" berupa invasi ke Perancis secara cepat dan massal untuk mengalahkan Angkatan Darat Perancis, kemudian pindah ke timur untuk melawan Rusia. Kabinet Perancis bergeming terhadap tekanan militer mengenai mobilisasi cepat, dan memerintahkan tentaranya mundur 10 km dari perbatasan untuk menghindari insiden apapun. Perancis baru melakukan mobilisasi pada malam tanggal 2 Agustus, ketika Jerman menyerbu Belgia dan menyerang tentara Perancis. Jerman menyatakan perang terhadap Rusia pada hari itu juga. Britania Raya menyatakan perang terhadap Jerman tanggal 4 Agustus 1914, setelah "balasan tidak memuaskan" terhadap ultimatum Britania bahwa Belgia harus dibiarkan netral.
Serangan pembuka Kebingungan Blok Sentral Strategi Blok Sentral mengalami miskomunikasi. Jerman telah berjanji mendukung invasi Austria-Hongaria ke Serbia, namun penafsiran maksudnya berbeda. Rencana penempatan pasukan yang sebelumnya diuji telah diganti pada awal 1914, namun penggantian tersebut tidak pernah diuji dalam latihan. Para pemimpin Austria-Hongaria yakin Jerman akan melindungi perbatasan utaranya dari serbuan Rusia. Meski begitu, Jerman mengharapkan Austria-Hongaria mengarahkan sebagian besar tentaranya ke Rusia, sementara Jerman menangani Perancis. Kebingungan ini mendorong Angkatan Darat Austria-Hongaria membagi pasukannya antara front Rusia dan Serbia. Pada tanggal 9 September 1914, Septemberprogramm, sebuah rencana memungkinkan yang menyebutkan tujuan perang tertentu Jerman dan persyaratan yang dipaksakan Jerman terhadap Blok Sekutu, dibuat oleh Kanselir Jerman Theobald von Bethmann-Hollweg. Rencana ini tidak pernah dilaksanakan secara resmi. Pasukan Jerman di Belgia dan Perancis Tentara Jerman di gerbong kereta menuju garis depan pada tahun 1914. Pesan di gerbong bertuliskan "Perjalanan ke Paris"; pada awal perang, semua sisi berharap konflik ini cepat selesai. Pada awal pecahnya Perang Dunia Pertama, angkatan darat Jerman (di sebelah barat terdiri dari tujuh pasukan lapangan) melaksanakan versi modifikasi Rencana Schlieffen, yang dirancang untuk menyerang Perancis secara cepat melalui Belgia yang netral sebelum berbelok
ke selatan untuk mengepung pasukan Perancis di perbatasan Jerman.[10]. Karena Perancis telah menyatakan bahwa mereka akan "bertindak sebebasnya andai terjadi perang antara Jerman dan Rusia", Jerman memperkirakan kemungkinan serangan di dua front. Jika terjadi hal seperti itu, Rencana Schlieffen menyatakan bahwa Jerman harus mencoba mengalahkan Perancis secara cepat (seperti yang terjadi pada Perang Perancis-Prusia 1870-71). Rencana ini menyarankan bahwa untuk mengulangi kemenangan cepat di barat, Jerman tidak usah menyerang melalui Alsace-Lorraine (yang memiliki perbatasan langsung di sebelah barat sungai Rhine), tetapi mencoba memutuskan Paris secara cepat dari Selat Inggris (terputus dengan Britania Raya). Kemudian pasukan Jerman dipindahkan ke timur untuk menyerbu Rusia. Rusia diyakini membutuhkan persiapan lama sebelum bisa menjadi ancaman besar bagi Blok Sentral. Jerman ingin bergerak bebas melintasi Belgia (dan Belanda juga, meski ditolak Kaiser Wilhelm II) untuk bertemu Perancis di perbatasannya. Jawaban dari Belgia netral tentu saja "tidak". Jerman kemudian merasa perlu menyerbu Belgia, karena inilah rencana satu-satunya yang ada andai terjadi perang dua front di Jerman. Perancis juga ingin menggerakkan tentara mereka melintasi Belgia, tetapi Belgia menolak untuk menghindari pecahnya perang apapun di tanah Belgia. Pada akhirnya, setelah serbuan Jerman, Belgia mencoba menggabungkan pasukan mereka dengan Perancis (namun sebagian besar pasukan Belgia mundur ke Antwerpen tempat mereka dipaksa menyerah ketika semua harapan bantuan pupus). Rencana ini meminta agar sisi kanan Jerman bergerak ke Paris, dan awalnya Jerman berhasil, terutama pada Pertempuran Frontiers (14–24 Agustus). Pada 12 September, Perancis, dengan bantuan dari pasukan Britania, menghambat pergerakan Jerman ke timur Paris pada Pertempuran Marne Pertama (5–12 September) dan mendorong pasukan Jerman 50 km ke belakang. Hari-hari terakhir pertempuran ini menandakan akhir dari peperangan bergerak di barat.[10] Serangan Perancis ke Alsace Selatan, dimulai tanggal 20 Agustus dengan Pertempuran Mulhouse, mengalami sedikit kesuksesan. Di sebelah timur, hanya satu pasukan lapangan, yaitu pasukan ke-8, yang bergerak cepat melalui kereta api melintasi Kekaisaran Jerman. Pasukan yang dulunya cadangan di barat ini dipimpin oleh Jenderal Paul von Hindenburg untuk mempertahankan Prusia Timur, setelah berhasil melakukan serbuan awal ke Rusia dengan dua unit pasukan. Jerman mengalahkan Rusia dalam serangkaian pertempuran yang secara kolektif disebut Pertempuran Tannenberg Pertama (17 Agustus – 2 September). Akan tetapi, invasi Rusia yang gagal lebih disebabkan oleh berhentinya serangan Jerman di barat dan kekalahan taktis oleh Angkatan Darat Perancis di Marne. Pasukan Jerman semakin lelah dan pasukan cadangannya dipindahkan untuk menangani invasi ke Rusia. Staf Jenderal Jerman di bawah Jenderal Helmuth von Moltke yang Muda juga telah memperhitungkan bahwa pemanfaatan transportasi tentara cepat melalui kereta api tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan di luar Kekaisaran Jerman. Blok Sentral gagal mendapatkan kemenangan cepat di Perancis dan terpaksa berperang di dua front. Pasukan Jerman mengambil posisi defensif yang baik di dalam Perancis dan berhasil melumpuhkan mobilisasi 230.000 tentara Perancis dan Britania secara permanen. Meski begitu, masalah komunikasi dan keputusan komando yang bisa dipertanyakan menggagalkan impian kemenangan awal Jerman. Awal peperangan parit (1914–1915)
Sir Winston Churchill bersama Royal Scots Fusiliers, 1916 Taktik militer sebelum Perang Dunia I gagal menyamai kemajuan teknologi. Kemajuan ini memungkinkan terciptanya sistem pertahanan canggih yang tidak mampu disamai taktik militer lama sepanjang perang. Kawat berduri merupakan penghalang efektif terhadap pergerakan infanteri massal. Artileri, jauh lebih mematikan daripada tahun 1870-an, ditambah senjata mesin, menjadikan pergerakan di daratan terbuka sangat sulit dilakukan. Jerman memperkenalkan gas beracun; teknik ini kelak dipakai oleh kedua pihak, meski tidak pernah terbukti menentukan dalam memenangkan suatu pertempuran. Dampaknya sangat sadis, menyebabkan kematian yang lama dan menyakitkan, dan gas beracun menjadi salah satu hal terburuk yang paling ditakuti dan diingat dalam perang ini. Komandan di kedua sisi gagal mengembangkan taktik mematahkan posisi parit dengan tanpa kerugian besar. Sementara itu, teknologi mulai menciptakan senjata-senjata ofensif baru, seperti tank. Setelah Pertempuran Marne Pertama (5–12 September 1914), baik pasukan Entente dan Jerman mengawali serangkaian manuver mengepung dalam peristiwa yang disebut "Perlombaan ke Laut". Britania dan Perancis kelak menyadari bahwa mereka menghadapi pasukan parit Jerman dari Lorraine sampai pesisir Belgia. Britania dan Perancis berupaya melakukan serangan, sementara Jerman mempertahankan teritori yang diduduki. Akibatnya, parit-parit Jerman lebih kokoh ketimbang milik musuhnya, parit Inggris-Perancis hanya bersifat "sementara" sebelum pasukan mereka mematahkan pertahanan Jerman. Kedua sisi tidak mampu memberi pukulan menentukan selama dua tahun berikutnya. Sekitar 1,1 sampai 1,2 juta tentara pasukan Britania dan jajahannya berada di Front Barat pada satu waktu. Seribu batalion, menempati sektor lini dari Laut Utara sampai Sungai Orne, melakukan sistem rotasi empat tahap selama satu bulan, kecuali sebuah serangan sedang terjadi. Front ini memiliki parit sepanjang 9.600 kilometer (5,965 mil). Setiap batalion menduduki sektornya selama seminggu sebelum kembali ke lini pendukung dan terus ke lini cadangan sebelum seminggu di luar lini, biasanya di wilayah Poperinge atau Amiens. Sepanjang 1915–17, Imperium Britania dan Perancis mengalami lebih banyak korban daripada Jerman, karena sikap strategi dan taktik yang dipilih oleh sisinya. Secara strategis, saat Jerman hanya melakukan satu serangan tunggal di Verdun, Sekutu melakukan banyak upaya untuk mematahkan lini Jerman. Pada tanggal 1 Juli 1916, Angkatan Darat Britania Raya mengalami hari paling mematikan dalam sejarahnya, dengan korban 57.470 jiwa, termasuk 19.240 gugur, pada hari pertama Pertempuran Somme. Kebanyakan korban jatuh pada satu jam pertama serangan. Seluruh serangan Somme melibatkan setengah juta prajurit Angkatan Darat Britania.
(gambar tentara Kanada bergerak dibelakang Tamk Mark II) Skadron kapal perang Hochseeflotte di laut. Serangan Jerman yang terus-menerus di Verdun sepanjang 1916, ditambah Somme (Juli dan Agustus 1916), membawa pasukan Perancis yang lelah di ambang perpecahan. Upaya sia-sia dalam serangan frontal memakan banyak korban bagi Britania dan poilu Perancis dan mendorong terjadinya mutini besar-besaran tahun 1917, setelah Serangan Nivelle (April dan Mei 1917) yang gagal. Secara taktis, doktrin komandan Jerman Erich Ludendorff berupa "pertahanan elastis" cocok dipakai untuk peperangan parit. Pertahanan ini terdiri dari posisi depan yang minim pertahanan dan posisi utama jauh di belakang jangkauan artileri yang lebih kuat, yang dari situlah serangan balasan cepat dan kuat bisa dilancarkan. Perang Laut Pada awal perang, Kekaisaran Jerman memiliki kapal jelajah yang tersebar di seluruh dunia, beberapa di antaranya dipakai untuk menyerang kapal dagang Sekutu. Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya secara sistematis memburu mereka, meski menanggun malu akibat ketidakmampuannya melindungi kapal Sekutu. Misalnya, kapal jelajah ringan Jerman SMS Emden, bagian dari skadron Asia Timur yang berpusat di Tsingtao, menangkap atau menghancurkan 15 kapal dagang, serta menenggelamkan sebuah kapal jelajah Rusia dan kapal penghancur Perancis. Namun sebagian besar Skadron Asia Timur Jerman—terdiri dari kapal jelajah lapis baja Scharnhorst dan Gneisenau, kapal jelajah ringan Nürnberg dan Leipzig dan dua kapal angkut—tidak diberi perintah mencegat jalur perkapalan dan malah diperintahkan kembali ke Jerman ketika bertemu kapal perang Britania. Armada Jerman dan Dresden menenggelamkan dua kapal jelajah lapis baja pada Pertempuran Coronel, namun hampir hancur pada Pertempuran Kepulauan Falkland bulan Desember 1914, dengan Dresden dan beberapa kapal pembantu berhasil kabur, tetapi pada Pertempuran Más a Tierra kapal-kapal tadi akhirnya hancur atau ditangkap. Sesaat setelah pecahnya pertempuran, Britania memulai blokade laut Jerman. Strategi ini terbukti efektif, memutuskan suplai militer dan sipil, meski blokade ini melanggar hukum internasional yang diatur oleh beberapa perjanjian internasional selama dua abad terakhir. Britania membuang ranjau di perairan internasional untuk mencegah kapal apapun memasuki seluruh wilayah samudra, sehingga membahayakan kapal yang netral sekalipun. Karena ada sedikit tanggapan terhadap taktik ni, Jerman mengharapkan taktik yang sama terhadap peperangan kapal selamnya yang tidak terhambat. Pertempuran Jutland (Jerman: Skagerrakschlacht, atau "Pertempuran Skagerrak") 1916 berubah menjadi pertempuran laut terbesar dalam perang ini, satu-satunya pertempuran kapal perang berskala besar dalam Perang Dunia I, dan salah satu yang terbesar dalam sejarah. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 1916 di Laut Utara lepas pantai Jutland.
Armada Laut Lepas Kaiserliche Marine, dipimpin Wakil Laksamana Reinhard Scheer, berperang melawan Armada Besar Angkatan Laut Kerajaan, dipimpin Laksamana Sir John Jellicoe. Pertempuran ini buntu, karena Jerman, yang kalah jumlah dengan armada Britania, berhasil kabur dan mengakibatkan kerusakan lebih banyak bagi armada Britania daripada yang mereka terima. Secara strategis, Britania menguasai lautan, dan sebagian besar armada permukaan Jerman masih tertahan di pelabuhan selama perang berlangsung. Kapal-U Jerman berusaha memotong jalur suplai antara Amerika Utara dan Britania. Sifat peperangan kapal selam berarti bawha serangan bisa datang tanpa peringatan, sehingga memberi kemungkinan selamat yang kecil bagi awak kapal dagang. Amerika Serikat mengeluarkan protes, dan Jerman mengganti aturan pertempuran. Setelah penenggelaman kapal penumpang RMS Lusitania tahun 1915, Jerman berjanji tidak lagi menyerang kapal penumpang, sementara Britania mempersenjatai kapal-kapal dagangnya dan menempatkan mereka di luar perlindungan "aturan kapal jelajah" yang meminta peringatan dan penempatan awak di "tempat aman" (standar yang tidak dimiliki sekoci). Akhirnya, pada awal 1917, Jerman menerapkan kebijakan peperangan kapal selam tak terbatas, menyadari bahwa Amerika Serikat akan ikut berperang. erman berupaya menghambat jalur laut Sekutu sebelum Amerika Serikat dapat memindahkan pasukan dalam jumlah besar ke luar negeri, tetapi hanya mampu mengerahkan lima kapal-U jarak jauh dengan dampak yang sedikit.
(U-155 dipamerkan dekat Tower Bridge di London setelah Perang Dunia Pertama.) Ancaman kapal-U berkurang pada tahun 1917, ketika kapal-kapal dagang mulai berlayar dalam bentuk konvoi dan dikawal kapal penghancur. Taktik ini terbukti sulit bagi kapal-U untuk mencari target, sehingga mengurangi kerugian; setelah hidrofon dan ranjau bawah air diperkenalkan, kapal penghancur pengawal bisa menyerang kapal selam dengan kemungkinan berhasil. Konvoi memperlambat aliran suplai, karena kapal harus menunggu saat konvoi dibentuk. Solusi terhadap penundaan ini adalah program pembangunan kapal angkut baru secara besar-besaran. Kapal tentara terlalu cepat untuk dikejar kapal selam dan tidak berlayar di Atlantik Utara dalam konvoi.[61] Kapal-U telah menenggelamkan lebih dari 5.000 kapal Sekutu dengan kerugian sebanyak 199 kapal selam.[62] Perang Dunia I juga menjadi peristiwa ketika kapal angkut pesawat pertama kali dipakai dalam pertempuran, dengan HMS Furious meluncurkan pesawat Sopwith Camels dalam serangan sukses terhadap hangar Zeppelin di Tondern pada bulan Juli
Rencana Blok Sentral untuk negosiasi damai
Dalam perjalanan menuju Verdun. "They shall not pass" adalah frasa yang sering dikaitkan dengan pertahanan Verdun. Pada bulan Desember 1916, setelah sepuluh bulan mematikan pada Pertempuran Verdun dan serangan sukses terhadap Rumania, Jerman berupaya menegosiasikan perdamaian dengan Sekutu. Presiden A.S. Woodrow Wilson segera berusaha mengintervensi selaku pencinta damai dan meminta kedua pihak diberi catatan untuk menyatakan permintaan mereka. Kabinet Perang Lloyd George menganggap tawaran Jerman sebagai jebakan untuk menciptakan perpecahan di kalangan Sekutu. Setelah kemarahan awal dan banyak pertimbangan, mereka menganggap catatan Wilson sebagai upaya terpisah yang menandakan bahwa A.S. berada di ambang pintu perang melawan Jerman pasca-"kekejaman kapal selam". Saat Sekutu mendiskusikan balasan terhadap tawaran Wilson, Jerman memilih untuk mengabaikannya demi "pertukaran pandangan langsung". Mengetahui tanggapan Jerman seperti itu, pemerintah Sekutu bebas membuat permintaan jelas dalam balasan mereka tanggal 14 Januari. Mereka menuntut perbaikan kerusakan, pengosongan teritori dudukan, biaya perbaikan untuk Perancis, Rusia, dan Rumania, dan pengakuan prinsip kebangsaan. Hal ini meliputi pembebasan bangsa Italia, Slavia, Rumania, Ceko-Slovak, dan pembentukan "Polandia bebas dan bersatu". Tentang keamanan, Sekutu menuntut jaminan yang dapat mencegah atau membatasi perang selanjutnya, lengkap dengan sanksi, sebagai persyaratan penyelesaian damai apapun. Negosiasi ini gagal dan negara-negara Entente menolak tawaran Jerman, karena Jerman tidak menyatakan permintaan spesifik apapun. Kepada Wilson, negara-negara Entente menyatakan bahwa mereka tidak akan memulai negosiasi damai sampai Blok Sentral mengosongkan seluruh teritori Sekutu yang diduduki dan memberikan ganti rugi atas semua kerusakan yang diperbuat. Keikutsertaan Amerika Serikat Saat pecah perang, Amerika Serikat mengambil kebijakan non-intervensi, yaitu menghindari konflik tetapi mencoba menciptakan perdamaian. Ketika sebuah kapal-U Jerman menenggelamkan kapal pesiar Britania RMS Lusitania tanggal 7 Mei 1915 yang juga menewaskan 128 warga negara Amerika Serikat, Presiden Woodrow Wilson menegaskan bahwa "Amerika Serikat terlalu bangga untuk berperang", tetapi menuntut berakhirnya serangan terhadap kapal penumpang. Jerman patuh. Wilson gagal mencoba memediasi penyelesaian. Akan tetapi, ia juga berkali-kali memperingatkan bahwa A.S. tidak akan menoleransi perang kapal selam tanpa batas karena melanggar hukum internasional. Mantan presiden Theodore Roosevelt menyebut aksi Jerman sebagai "pembajakan". Wilson menang tipis dalam pemilu presiden 1916 karena para pendukungnya menyatakan bahwa "ia menjauhkan kami dari perang".
Bulan Januari 1917, Jerman melanjutkan perang kapal selam tanpa batasnya, menyadari bahwa Amerika Serikat kelak ikut dalam perang. Menteri Luar Negeri Jerman, dalam Telegram Zimmermann, mengundang Meksiko bergabung sebagai sekutu Jerman melawan Amerika Serikat. Sebagai imbalannya, Jerman akan mendanai perang Meksiko dan membantu mereka mencaplok kembali teritori Texas, New Mexico, dan Arizona. Wilson merilis telegram Zimmerman ke publik, dan warga AS memandangnya sebagai casus belli—penyebab perang. Wilson meminta elemen-elemen antiperang untuk mengakhiri semua perang dengan memenangkan yang satu ini dan menghapus militerisme dari dunia. Ia berpendapat bahwa perang begitu penting sehingga A.S. harus punya suara dalam konferensi perdamaian.
Perjanjian damai dan batas negara Setelah perang, Konferensi Perdamaian Paris memberlakukan beberapa perjanjian damai terhadap Blok Sentral. Perjanjian Versailles 1919 secara resmi mengakhiri perang ini. Ditandatangani di Titik ke-14 Wilson, Perjanjian Versailles juga mencetuskan berdirinya Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 28 Juni 1919.[234][235] Dalam penandatanganan perjanjian, Jerman mengaku bertanggung jawab atas perang ini dan setuju membayar perbaikan perang dalam jumlah besar dan memberikan sejumlah teritori ke pihak pemenang. "Tesis Rasa Bersalah" menjadi penjelasan kontroversial mengenai peristiwaperistiwa terakhir di kalangan analis Britania dan Amerika Serikat Perjanjian Versailles menimblkan ketidakpuasan luar biasa di Jerman, yang dieksploitasi gerakan nasionalis, terutama Nazi, dengan teori konspirasi yang mereka sebut Dolchstosslegende (legenda pengkhianatan). Republik Weimar kehilangan jajahan kolonialnya dan dibebani tuduhan bersalah atas perang, serta membayar perbaikan akibat perang. Tidak mampu membayar dengan ekspor (akibat kehilangan teritori dan resesi pascaperang),[236] Jerman membayar dengan meminjam dari Amerika Serikat. Inflasi berkelanjutan tahun 1920-an berkontribusi pada keruntuhan ekonomi Republik Weimar, dan pembayaran perbaikan tertunda tahun 1931 setelah Kejatuhan Pasar Saham 1929 dan permulaan Depresi Besar di seluruh dunia.
Pengungsi Yunani dari Smyrna, Turki, 1922 Austria-Hongaria terbagi menjadi beberapa negara pengganti, termasuk Austria, Hongaria, Cekoslovakia, dan Yugoslavia, meski tidak sepenuhnya berada dalam perbatasan etnis. Transylvania dipindahkan dari Hongaria ke Rumania Raya. Rinciannya tercantum dalam Perjanjian Saint-Germain dan Perjanjian Trianon. Sebagai hasil dari Perjanjian Trianon, 3,3 juta warga Hongaria berada di bawah pemerintahan asing. Meski penduduk Hongaria membentuk
54% populasi Kerajaan Hongaria pra-perang, hanya 32% teritorinya yang disisakan untuk Hongaria. Antara 1920 dan 1924, 354.000 warga Hongaria keluar dari bekas teritori Hongaria yang dikuasai Rumania, Cekoslovakia, dan Yugoslavia. Kekaisaran Rusia, yang telah menarik diri dari Perang Dunia I pada tahun 1917 setelah Revolusi Oktober, kehilangan sebagian besar wilayah baratnya dan negara-negara merdeka Estonia, Finlandia, Latvia, Lithuania, dan Polandia berdiri di sana. Bessarabia kembali bergabung dengan Rumania Raya karena sudah menjadi teritori Rumania selama lebih dari seribu tahun.[237] Kesultanan Utsmaniyah pecah, dan sebagian besar teritori non-Anatolianya diberikan ke berbagai negara Sekutu dalam bentuk protektort. Turki sendiri disusun ulang menjadi Republik Turki. Kesultanan Utsmaniyah dipecah-pecah oleh Perjanjian Sèvres tahun 1920. Perjanjian ini tidak pernah diratifikasi oleh Sultan dan ditolak oleh gerakan republikan Turki, sehingga memunculkan Perang Kemerdekaan Turki dan berakhir dengan Perjanjian Lausanne tahun 1923.
Senjata senjata yang digunakan saat Perang Dunia I
Perang Dunia Ke II
Perang Dunia Kedua atau Perang Dunia II (PD2 atau PDII) ialah satu konfik sedunia yang memakan masa hampir selama enam tahun dan dianggarkan mengorbankan sejumlah 61 juta orang (tentera dan orang awam). Rusia mengalami jumlah kehilangan jiwa yang terbesar berbanding negara-negara lain dengan anggaran hampir 25 juta kematian, diikuti oleh China dengan 11 juta, dan Jerman seramai 7 juta. Perang Dunia Kedua adalah peperangan yang paling meluas dan mengakibatkan paling banyak kerosakan dalam sejarah dunia moden. Perang Dunia Kedua membabitkan kebanyakan negara dunia, dengan pertempuran di beberapa medan utama berlaku secara serentak, dan mengorbankan sekitar 50 juta nyawa. Peperangan Dunia II ini kebanyakan membabitkan Kuasa Bersekutu (perikatan negara-negara Komanwel, Perancis, Amerika Syarikat, Kesatuan Soviet, dan China) serta Kuasa Paksi (perikatan negara-negara Jerman, Itali, dan Jepun). Kebanyakan pertempuran berlaku di Medan Eropah Perang Dunia Kedua medan Atlantik dan di sekitar Eropah, dan dalam Peperangan Pasifik medan Pasifik di Pasifik dan Asia Timur. Perang Dunia Kedua mencatatkan sejarah penting apabila kuasa udara memainkan peranan utama buat pertama kalinya. Malah, operasi pertempuran pertama dalam Perang Dunia Kedua merupakan serangan bom Jerman terhadap Poland, sementara operasi pertempuran terakhir adalah serangan bom atom Amerika terhadap Nagasaki. Peperangan ini juga melihat Amerika Syarikat keluar daripada dasar mengasingkan diri, kemusnahan dan kebangkitan semula Jerman dan Jepun sebagai kuasa industri utama, dan kemunculan Amerika Syarikat dan Kesatuan Soviet sebagai kuasa besar dunia. Peperangan ini juga secara langsung membawa kepada penubuhan Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu, yang ditubuhkan oleh Kuasa Bersekutu yang menang agar pertelingkahan yang sebegitu besar dan menjahanamkan tidak akan berlaku lagi buat selama-lamanya.
Medan Eropa Peperangan di Eropah bermula pada 1 September 1939, apabila tentera Jerman menjajah Poland. Pakar sejarah yang lain pula menyebut pencerobohan Jepun ke negeri China pada tahun 1937 sebagai permulaan peperangan, atau pencerobohan Jepun ke Manchuria pada tahun 1931. Pada tahun 1939, Hitler menuntut sebahagian daripada wilayah Poland dan memeteraikan Perjanjian Molotov-Ribbentrop ( Molotov-Ribbentrop Pact ) dengan Kesatuan Soviet sebagai membalas kepada tindakan sokongan persekutuan pertahanan British dan Perancis dengan Poland pada bulan Mac 1939. Pihak Wehrmacht Jerman kemudiannya menjajah Poland dalam 'Kempen September Polish' pada 1 September. Pada 3 September 1939 pihak British dan Perancis mengisytiharkan perang ke atas Jerman. Kerajaan Poland tumbang, dan Presiden Ignacy Moscicki melarikan diri serta menubuhkan kerajaan Polish dalam pelarian pada 18 September 1939. Dalam tempoh beberapa minggu kemudian, Tentera Merah Soviet turut menjajah Poland, dan pertempuran merebut Poland berakhir tanpa sebarang bantuan ketenteraan daripada negara Perancis dan British.
Tempoh dari tamatnya penjajahan Poland pada Oktober 1939, sehingga penjajahan Jerman terhadap Benelux dan Perancis pada Mei 1940, dikenali sebagai Perang Olok-olok (Phony War). Pasukan Jerman dan Soviet dipindahkan dari menyerang Poland. Tentera Merah menumpukan ke Negara-negara Baltik dan kepada Finland, di mana Peperangan Musim Sejuk menjadi tumpuan dunia disebabkan ketiadaan pertempuran lain. Pasukan Wehrmacht bergerak ke barat, dan sementara itu Operasi Weserübung menjajah Denmark dan Norway. Perancis menggerakkan tenteranya dan mengendalikan pertahanan sempadannya yang kukuh dengan Rhine; dan pihak British pula menghantar pasukan expeditionary yang besar ke Perancis. Selain serangan ringkas oleh pasukan Perancis yang menyeberangi Rhine, tiada pertempuran lain sementara kedua pihak memperkukuhkan tentera mereka. Pada Mei 1940 pasukan Jerman menyerang Negara Rendah (Low Countries) (Belanda, Belgium dan Luxembourg). Ketiga-tiga negara diduduki dengan pantas dan kesemua kerajaan dan pemerintahnya berundur ke British, kecuali raja Belgium Leopold III yang kekal di negaranya. Pihak Jerman kemudiannya menyerang Perancis. Taktik Blitzkrieg Jerman berjaya mengalahkan tentera Perancis dan British di Perancis. Pasukan Ekspedisi British (BEF) terpaksa diundurkan dari Dunkirk dalam Operasi Dynamo, meninggalkan kelengkapan berat mereka, sementara kerajaan Perancis berdamai, dengan pihak Jerman menguasai kawasan di Utara dan kerajaan Vichy Perancis Vichy (Vichy France Vichy) pula berkuasa di selatan. Sementara itu, tentera udara Jerman, Luftwaffe gagal mengalahkan Pasukan Udara Diraja dalam Pertempuran Britain ( Battle of Britain ) untuk menguasai ruang udara British. Sebaliknya pihak Luftwaffe memulakan kempen pengeboman strategik yang dikenali oleh pihak British sebagai Blitz, dan mengepong British agar menyerah dalam Pertempuran Atlantik. Britain tetap utuh menghadapi kedua-duanya. Pada Jun 1941 Jerman menyerang Kesatuan Soviet, walaupun mereka mempunyai pakatan tidak agresif (non-aggression pact), dalam Operasi Barbarossa, memulakan apa yang dikenali di Kesatuan Soviet sebagai Peperangan Patriotik Agung (Great Patriotic War) (Великая Отечественная Война). Pihak Rusia dikejutkan dan Wehrmacht pada awalnya menakluk kawasan yang luas, dan menawan beratus ribu tentera. Pihak Soviet berundur, dan berjaya memindahkan kebanyakan industri berat mereka jauh daripada medan pertempuran dan membina semula dikawasan lebih terpencil. Pengorbanan pertahanan yang kental menghalang pihak Jerman menawan Moscow (Bandar Wira) sehingga musim sejuk melanda (lihat Pertempuran Moscow). Hitler, menjangkakan kempen itu tamat dalam tempoh beberapa bulan, tidak melengkapkan tentera mereka untuk peperangan musim sejuk. Lima hari selepas Soviet melancarkan serangan balas mereka, pada 11 Disember 1941, Jerman mengisytiharkan perang ke atas Amerika Syarikat selepas Serangan ke atas Pearl Harbor oleh Jepun - Untuk rencana lanjutan, lihat Perang Dunia Kedua Medan Asia.
Ketua Perikatan "Besar Tiga" Winston Churchill, Franklin Delano Roosevelt, dan Joseph Stalin
Pada musim bunga pihak Jerman melakukan serangan lanjut terhadap Kesatuan Soviet, tetapi tidak dapat menetapkan antara serangan langsung terhadap Moscow atau menawan padang minyak Caucasus. Moscow sekali lagi berjaya dipertahankan, dan pada akhir tahun 1942 tentera Soviet berjaya menembusi baris hadapan pihak Pusat di selatan, dan mengepong Tentera ke-6 Jerman dalam Pertempuran Stalingrad ( Bandar Wira ). Pada Februari 1943 saki-baki 300,000 tentera Jerman menyerah. Pada musim bunga, Wehrmacht berjaya memulihkan baris hadapan dan melakukan serangan balas dalam Pertempuran Kedua Kharkov (Second Battle of Kharkov), tetapi serangan mereka pada Pertempuran Kursk (Julai 1943) gagal mengakibatkan pihak Jerman tidak lagi mempunyai sumber untuk bertahan. Tentera Merah berjaya menyerang balas dan merampas kembali kawasan yang hilang. Semenjak itu, Kesatuan Soviet mempunyai kelebihan di Timur Eropah. Kekalahan pihak Jerman di Stalingrad diikuti pula dengan kekalahan pada skala yang sama di Tunisia (lihat Perang Dunia Kedua#Medan Afrika dan Timur Tengah Medan Afrika di bawah), mengakibatkan kehilangan tapak terakhir kuasa Paksi di Afrika Utara dan penawanan suku juta tahanan perang Jerman dan Itali pada Mei 1943. Selepas itu pihak Berikat menggunakan Afrika Utara sebagai papan loncatan untuk pelanggaran Sicily melalui Operasi Husky pada Julai 1943 dan pelanggaran tanah besar Itali oleh pihak Berikat Allied (September 1943), yang digambarkan oleh Sir Winston Churchill sebagai "bahagian lembut perut Eropah". Itali menyerah, tetapi tentera Jerman bertindak untuk melucutkan senjata tentera Itali dan bergegas mempertahankan Itali bersendirian. Pihak Jerman mendirikan baris pertahanan kukuh di negara bergunung yang sesuai untuk pertahanan, dan kemajuan pihak Berikat adalah perlahan. Pihak Berikat melanggar Normandy dalam Operasi Overlord pada Jun 1944 dan membebaskan kebanyakan Perancis dan Negara Rendah ( Low Countries ) pada penghujung tahun. Pihak Jerman yang terdesak telah menyerang balas dalam Pertempuran Bulge pada Disember 1944 tetapi dapat dipatahkan. Pihak Berikat kemudian berjaya memasuki Jerman pada 1945. Ketika ini pihak Soviet telahpun sampai ke sempadan Timur Empayar Jerman ( German Reich ), dan nasib Jerman telah ditentukan. Selepas Hitler membunuh diri ketika pihak Rusia memasuki Berlin, pihak tentera Jerman menyerah tanpa syarat pada 7 Mei 1945.
Peperangan di Eropah berakhir dengan penyerahan diri oleh Jerman pada 8 Mei 1945, tetapi berterusan di Asia dan Pasifik sehingga 2 September 1945, apabila Jepun menyerah kalah.
Perang Pasifik
Bendera 'Matahari Terbit' Tentera Imperialis Jepun sewaktu Perang Dunia Kedua.
Pihak Jepun telah berperang dengan negara China sebelum Perang Dunia Kedua bermula di Eropah. Ketika Amerika Syarikat dan negara-negara lain menghentikan eksport ke Jepun, mereka telah membuat keputusan untuk menyerang Pearl Harbor pada 7 Disember 1941 serentak dengan pengistiharan perang dalam tempoh yang singkat. Disebabkan masalah teknikal, pengistiharan tersebut tidak sempat disampaikan. Angkatan Pasifik Amerika mengalami kerosakan yang teruk, walaupun kapal induknya terselamat kerana ketika serangan berlaku ia sedang belayar. Tentera Jepun turut menyerang tanah-tanah jajahan milik British di Malaya, dan Borneo, serta Filipina yang berada di bawah penguasaan Amerika secara serentak, dengan tujuan untuk menguasai telaga minyak Belanda Hindia Timur. Pulau kota Singapura kepunyaan British tewas dalam apa yang disifatkan oleh Churchill sebagai kekalahan British yang paling memalukan sepanjang zaman. Pada Mei 1942, tentera laut Jepun menyerang Port Moresby, New Guinea. Seandainya serangan tersebut berjaya, ia akan mendekatkan jarak mereka untuk menyerang Australia. Bagaimanapun, serangan tersebut digagalkan oleh Tentera Laut Berikat dalam Pertempuran Laut Karang (Coral Sea), menjadikannya operasi menentang pelan Jepun yang pertama berjaya, dan pertempuran tentera laut pertama antara kapal induk sepenuhnya. Sebulan kemudian Tentera Laut AS sekali lagi berjaya menghalang pencerobohan Kepulauan Midway dalam Pertempuran Midway, kali ini memusnahkan empat kapal induk Tentera Laut Jepun, yang tidak mampu digantikan oleh industri persenjataan Jepun, sekali gus meletakkan pihak Imperialis Jepun dalam situasi bertahan. Bagaimanapun, pada Julai Tentera Imperialis Jepun telah melakukan serangan darat di Port Moresby, sepanjang Laluan Kokoda Kokoda Track. Pasukan simpanan Australia, ramai yang masih muda dan tidak terlatih, bertempur sebagai pengawal belakang, sehingga mereka digantikan oleh Tentera Australia biasa yang kembali daripada pertempuran di Timur Tengah. Pemimpin Pihak Berikat telah bersetuju walaupun sebelum kemasukan Amerika dalam peperangan bahawa keutamaan perlu diberikan untuk mengalahkan pihak Jerman. Bagaimanapun pasukan Australia dan Amerika dibawah pimpinan Jeneral Douglas MacArthur mula menyerang jajahan yang tertawan, bermula dengan Pulau Guadalcanal melawan tentera Jepun yang bertahan dengan gigih dan bersungguh-sungguh. Pada 7 Ogos 1942 Pulau
Guadalcanal diserang oleh Kor Marin Amerika Syarikat (United States Marine Corps; USMC). Pada akhir Ogos dan awal September, ketika pertempuran berlarutan di Guadalacanal, pasukan Australia dan Amerika Syarikat bertempur dengan serangan amphibious Jepun di hujung timur New Guinea dalam Milne Bay, kekalahan mutlak pertama tentera darat Jepun. Pasukan Amerika Syarikat mencapai kejayaan di Guadalcanal pada Februari 1943. Pasukan Australia dan Amerika Syarikat kemudiannya berusaha untuk menawan kembali kawasan yang ditawan Jepun di sesetengah bahagian di New Guinea dan Dutch East Indies. Pulau Solomon dirampas kembali sepenuhnya pada 1943, New Britain dan New Ireland pada tahun 1944. Filipina diserang pada akhir tahun 1944 selepas Pertempuran Teluk Leyte. Kapal selam AS dan pihak Berikat turut menyerang perkapalan perdagangan Jepun, dengan itu menafikan perindustrian Jepun dari mendapatkan bahan mentah, yang merupakan sebab utama Jepun berperang untuk mendapatkannya. Keberkesanan cerutan ini meningkat apabila Amerika menawan kawasan kepulauan yang berhampiran tanah besar Jepun. Tentera Kebangsaan Kuomintang (Nationalist Kuomintang Army) di bawah Chiang Kaishek dan Tentera Komunis China (Communist Chinese Army) di bawah Mao Zedong keduaduanya menentang penaklukan Jepun di China, tetapi tidak pernah bersatu menentang Jepun. Pertikaian antara kuasa Komunis dan Kebangsaan Nationalist berterusan walaupun perang sudah tamat. Pihak Berikat menawan kepulauan berhampiran Jepun seperti Iwo Jima dan Okinawa meletakkan Jepun dalam jarak serangan udara dan laut, Tokyo diserang dengan bom api dan kemudiannya bom nuklear menghancurkan Hiroshima. Pada 8 Ogos 1945, Kesatuan Soviet yang sekian lamanya menyimpan dendam atas kekalahannya di Pelabuhan Arthur dan Tsushima oleh Jepun pada tahun 1902 telah mengistiharkan serang balas ke atas Jepun, menyerang jajahannya di Manchuria. Pada 9 Ogos Nagasaki di bom dengan bom atom. Pihak Jepun menyerah kalah pada 14 Ogos 1945, dan menandatangani dokumen menyerah kalah pada 2 September 1945.
Senjata Perang Dunia II