SISTEM DISPERSI I.
Tujuan
1. Mengamati sedimentasi sediaan uji berupa suspensi atau emulsi. 2. Menentukan redispersibilitas suspensi atau emulsi. 3. Menguji konsistensi sediaan gel.
II.
Prinsip
1. Suspensi Suspensi adalah suatu sistem dispersi kasar dimana partikel zat padat yang sukar larut terdispersi secara merata dalam suatu medium cair. 2.
Volume Sedimentasi’
Rasio volume sediaan akhir dengan volume sediaan awal sebelum terjadinya pengendapan pengendapan
3. Derajat Flokulasi Rasio volume sediaan suspensi flokulasi dengan volume akhir sediaan suspensi deflokulasi
4. Emulsi Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari butiran zat cair yang terdistribusi secara merata ke seluruh medium yang tidak bercampur
5. Redisperdibilitas Suatu kemampuan sediaan untuk mendispersi kembali endapan yang terjadi menjadi suatu sediaan yang homogen 6. Viskositas Suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositasnya maka makin besar tahannya.
III.
Teori Dasar A. Sistem Dispersi
Sistem terdispersi terdiri dari partikel-partikel kecil yang dikenal sebagai fase terdispersi yang terdistribusi secara merata keseluruh medium kontinu atau medium dispersi. Bahan-bahan yang terdispersi bisa saja memiliki ukuran partikel berdimensi atom atau molekul sampai partikel yang dapat diukur dengan satuan milimeter. Oleh karena itu, cara paling mudah untuk menggolongkan sistem dispersi adalah berdasarkan diameter dari partikel rata-rata dari bahan yang terdispersi. Umumnya, sistem dispersi digolongkan menjadi t iga, yaitu: 1. Dispersi Molekular atau biasa disebut larutan 2. Dispersi Koloidal 3. Dispersi Kasar (Martin, 2008.). Tabel berikut menjelaskan tentang perbedaan dispersi molekular, koloidal dan dispersi kasar.
Tabel perbandingan antara larutan, koloid, dan suspensi Larutan
Koloid
Suspensi
(Dispersi Molekuler) (Dispersi Koloid)
(Dispersi Kasar)
Contoh:
Contoh:
Contoh:
larutan gula dalam Campuran air
dengan air
susu Campuran
tepung
terigu dengan air
1. Secara makroskopis 1. Homogen, tak
dapat
bersifat
1. heterogen
homogen
2. Salah
satu
dibedakan
tetapi
atau
walaupun
heterogen jika
dimensi
menggunaka
diamati
partikelnya
n mikroskop
dengan
lebih
ultra
mikroskop
dari 100 nm
2. semua
ultra
semua
besar
3. dua fase
partikelnya
2. Partikelnya
berdimensi
berdimensi
(panjang,
antara 1 nm
disaring
lebar
sampai 100 nm
6. tidak jernih
atau
tebal) kurang
3. dua fase
dari 1 nm
4. Pada
jika
umumnya
4. Stabil
stabil
disaring
5. tidak
didiamkan
dapat
disaring
6. Jernih
kecuali dengan
7. tidak
penyaring
memisah jika didiamkan
5. dapat
7. memisah
3. Satu fase
5. Tidak dapat
4. tidak stabil
ultra 6. tidak jernih 7. tidak memisah jika didiamkan
(Aryani, 2007.) .
B. Suspensi
Suspensi
dapat
didefinisikan
sebagai
preparat
yang
mengandung partikel obat yang terbagi secara halus disebarkan secara
merata
dalam
pembawa
obat
dimana
obat
tersebut
menunjukkan kelarutan yang sangat minimum. Beberapa suspensi resmi diperdagangkan dalam bentuk siap pakai, ada juga yang tersedia dalam bentuk serbuk kering (dry syrup) untuk disuspensikan dalam cairan pembawa (umumnya berupa air), salah satu contohnya adalah suspensi antibiotika yang biasa ditemukan dalam bentuk dry syrup.
Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu suspensi farmasetik yang baik. Di samping khasiat terapeutik, stabilitas kimia dari komponen-komponen formulasi, kelanggengan sediaan dan bentuk estetik dari sediaan. Ada sifat lain yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi: 1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat mengendap secara lambat dan harus rata kembali bila dikocok. 2. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan. 3. Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen. (Ansel, 2005). Terdapat beberapa point yang dapat menjadi penilai kestabilan sediaan suspensi. Yaitu: 1. Volume sedimentasi Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap.
2. Derajat flokulasi. Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc).
3.Metode reologi Berhubungan
dengan
faktor
sedimentasi
dan
redispersibilitas,
membantumenemukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuktujuan perbandingan. 4.Perubahan ukuran partikel Digunakan cara Freeze-thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titikbeku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihatpertumbuhan kristal, yang pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran partikeldan sifat kristal. (Hoirul, 2010). C. Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Merupakan sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. yang berukuran 0,1-100 mm, yang distabilkan dengan emulgator/surfaktan yang cocok. Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu : 1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air). Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air fase eksternal. 2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minyak). Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal sedangkan fase minyak sebagai fase eksternal. (Ansel, 2005).
D. Monografi Zat yang digunakan:
1. Gom Arab Pemerian: Hampir tidak berbau, rasa tawar seperti lendir Kelarutan: Mudah larut dalam air menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya. Praktis tidak larut dalam etanol Khasiat: Zat Tambahan (Depkes RI, 1979). 2. Aluminium Hidroksida Pemerian: Serbuk amorf, putih, tidak berbau, tidak berasa Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dan etanol, larut dalam asam mineral dan larutan alkali hidroksida (Depkes RI, 1995) 3. Tween 80 Pemerian: Cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau asam lemak khas. Kelarutan: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%), dalam etil asetat P, dan dalam metanol. Sukar larut dalam parain cair dan minyak biji kapas Khasiat dan Penggunaan: Zat Tambahan (Depkes RI, 1979).
IV.
Alat dan Bahan a. Alat
1. Batang Pengaduk 2. Beaker Glass 3. Corong 4. Gelas Ukur 100 mL 5. Mortir dan Stamper 6. Rotator Tester 7. Viskometer Brookfield 8. Viskometer Rion
b. Bahan
1. Aluminium Hidroksida 2. Asam Salisilat 3. Aquadest
4. Gliserol 5. Magnesium Hidroksida 6. Minyak Jarak 7. Natrium CMC 8. Parafin cair 9. Tragakan 10. Tween 80
c. Gambar alat
Viskometer Brookfield
V.
Viskometer Rion
Prosedur
Dibuat sediaan suspensi yang bervolume 100 mL. Sediaan suspensi tersebut dibuat menjadi 5 dengan konsentrasi yang berbeda. Sediaan pertama dibuat suspensi dengan komposisi Gom Arab 0,5 gram, Aluminium Hidroksida 5 gram dan air sebanyak 100mL. Sediaan kedua dibuat dengan komposisi 1 gram Gom arab, Aluminium Hidroksida 5 gram dan air 100 mL. Sediaan ketiga dibuat dengan komposisi 0,5 gram Gom Arab, 5 gram Aluminium Hidroksida, 1 gram Tween 80 dan air 100 mL. Sediaan keempat dibuat dengan komposisi 1 gram Gom Arab, 5 gram Aluminium Hidroksida, 1 gram Tween 80 dan air 100 mL.
Sediaan kelima dibuat hanya dengan 5 gram Aluminium Hidroksida dan 100 mL air. Setelah sediaan tersebut dibuat, kemudian diendapkan dengan beberapa variasi waktu yaitu 15 menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 24 jam. Setelah didiamkan selama waktu tertentu, kemudian tinggi endapan yang dihasilkan oleh masing-masing sediaan. Setelah 24 jam diendapkan dan telah diukur tinggi endapannya,
masing
masing
sediaan
diukur
redispersibilitasnya
dengan
menggunakan rotator tester.
VI.
Data Pengamatan Tabel 1. Sediaan yang akan diujikan
No Sediaan
Bahan Uji
1
2
3
4
Konsentrasi
Jumlah
(%)
Sediaan
o
Gom Arab
0,5
o
Aluminium
5
Hidroksida
100
o
Air sampai
o
Gom Arab
1
o
Aluminium
5
Hidroksida
100
o
Air sampai
o
Gom Arab
0,5
o
Aluminium
5
Hidroksida
1
o
Tween 80
100
o
Air sampai
o
Gom Arab
1
o
Aluminium
5
Hidroksida
1
Tween 80
100
o
100 mL
o
5
Air sampai Aluminium
5
Hidroksida
100
Air Sampai
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sediaan Suspensi Aluminium Hidroksida Waktu
Sediaan 1
2
3
4
5
F
d
f
d
f
d
f
d
f
d
15 menit
8,75
0,25
8,95
0,35
8,7
0,3
9,1
0,4
8,3
0,4
30 menit
8,4
0,6
8,7
0,6
8,4
0,6
9
0,5
8,2
0,5
60 menit
8,3
0,7
8,7
0,6
8,3
0,7
8,9
0,6
8,1
0,6
90 menit
8,3
0,7
8,7
0,6
8,3
0,7
8,9
0,6
8
0,7
24 jam
8,3
0,7
8,5
0,8
8,1
0,8
8,7
0,8
7,8
0,9
Redispe
4:54
5:45
5:06
6:45
4:20
rsibilitas
VII.
Perhitungan
Derajat flokulasi.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Derajat Flokulasi Waktu
Sediaan 1
2
3
4
5
15 menit
35
25,7
29
22,75
20,75
30 menit
14
14,5
14
18
16,4
60 menit
11,85
14,5
11,85
14,83
13,5
90 menit
11,85
14,5
11,85
14,83
11,43
24 jam
11,85
10,625
9
10,875
8,66
Volume sedimentasi
atau
Keterangan: Jari-jari vial: 1,8 cm
= 3,14
Sediaan 1
0,8444088
Sediaan 2
0,864756
Sediaan 3
0,824061
Sediaan 4
0,8851032
Sediaan 5
0,7935408
VIII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini kita melakukan percobaan tentang sistem dispersi. Sistem dispersi adalah salah satu sistem yang salah satu zat (fase terdispersi) dalam sistem tersebar (terdispersi) dalam suatu zat (fase) lainnya. Pada tahapan pertama kita menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Alat alat pada praktikum kali ini adalah corong gelas, botol vial, gelas ukur 100ml, mortir, stemper dan beaker glass. Sementara bahan yang kelompok kami gunakan adalah Gom Arab, Alumunium Hidroksida, Tween 80 dan Aquadest panas. Percobaan kali ini membuat 5 larutan yang mempunyai konsentrasi dan campuran zat yang berbeda. Selanjutnya kami menimbang bahan yang akan di gunakan pada pembuatan larutan yang pertama. Larutan yang pertama yaitu campuran dari 0,5 gram Gom Arab, 5 gram Alumunium Hidroksida dan Aquadest panas sampai 100ml. Penggunaan Aquadest panas supaya larutan tersebut lebih cepat telarut dengan pelarutnya. Gom Arab dan Alumunium Hidroksida di masukan kedalam mortir dan di gerus sampai halus, lalu perlahan-lahan di tambahkan air panas sedikit demi sedikit sampai zat terlarut larut dalam pelarut. Setelah itu, larutan tersebut dimasukkan ke dalam botol vial dengan menggunakan corong pisah. Penggunaaan corong pisah untuk mengurangi kesalahan pada pemasukan larutan ke dalam botol
vial. Karena di khawatirkan larutan yang telah di buat akan tumpah pada saat proses pemasukan. Setelah itu, dicatat waktu pertama larutan tersebut dimasukan secara sempurna ke dalam botol vial, lalu di hitung lama waktu pengendapan dari berbagai variasi. Dimulai dari 15, 30, 60, 90 menit dan 24 jam. Dicatat berapa tinggi flokulasi dan deflokulasi pada setiap varian waktu. Flokulasi itu sendiri adalah larutan yang tidak mengalami pengendapan atau pembentukan cake. Sementara deflokulasi adalah larutan yang mengalami pengendapan atau pembentukan cake. Pengendapan larutan terjadi karena flokulat cenderung jatuh secara bersama sama menghasilkan suatu batas nyata antara endapan dan cairan supernatan. Cairan flokulasi cenderung jernih karena partikel partikel kecil akan bergabung dengan flokulat. Fase selanjutnya adalah pembuatan larutan yang ke dua. Dimana larutan tersebut terdiri dari campuran Gom Arab 1 gram, Alumunium Hidroksida 5 gram dan Aquadest panas sampai 100 ml. Perlakuan yang sama seperti pembuatan larutan yang pertama dilakukan juga untuk pembuatan larutan yang kedua ini. Variasi waktu yang digunakan juga masih sama. Setelah itu dibuat larutan yang ketiga dimana terdiri dari campuran Gom Arab 0,5 gram, Alumunium Hidroksida 5 gram, Tween 80 1 ml dan Aquadest panas sampai 100 ml. Pada pembuatan larutan yang ketiga ini ada perbedaan dimana ditambahan surfaktan Tween 80. Fungsi surfaktan itu sendiri adalah untuk mengurangi tegangan antarmuka antarpartikel-partikel zat padat dan suatu zat pembawa dalam pembuatan suspensi. Sebagai akibat dari tegangan
permukaan yang menjadi
rendah, perpanjangan sudut kontak diperendah, udara digantikan dari permukaan partikel, dan akan terjadi pembasahan dan deflokulasi. Perlakuan masih sama pada pembuatan larutan ini, dan varian waktu yang digunakan pun masih sama. Fase selanjutnya adalah pembuatan larutan yang ke empat. Larutan ini terdiri dari campuran 1 gram Gom Arab, 5 gram Alumunium Hidroksida, 1 ml
Tween 80 dan Aquadest panas sampai 100 ml. Pada larutan ini perlakuan dan varian waktupun masih sama dengan pembuatan larutan yang pertama. Selanjutnya adalah pembuatan larutan yang terakhir dimana larutan yang terakhir ini adalah campuran dari 5 gram Alumunium Hidroksida dan Aquadest panas sebanyak 100ml. Perlakuan dan varian waktu masih sama dengan pembuatan larutan yang pertama. Setelah dilakukan pengamatan pada setiap larutan dalam setiap variasi waktu kemudian setiap sampel diuji redispersibilitasnya dengan menggunakan rotator tester. Setiap sampel memiliki waktu redispersibilitas yang berbeda. Yaitu 4:54 menit, 5:45 menit, 5:06 menit, 6:45 menit, dan 4:20 menit. Hasil yang beragam tersebut dikarenakan komposisi tiap larutan berbeda bahkan ada larutan yang mengandung surfaktan, sehingga mempengaruhi nilai redispersibilitasnya. Selain dari nilai redispersibilitas diperoleh juga nilai derajat flokulasi. Dimana hasil derajat flokulasi adalah volume suspensi flokulasi dibagi dengan volume suspensi deflokulasi. Hasil dari derajat flokulasi pada setiap larutan berbeda, rata-rata mengalami kenaikan tetapi pada larutan yang mengandung Tween 80 (larutan 3 dan 4) mengalami penurunan hasil derajat flokulasi daripada larutan sebelumnya (larutan 1 dan 2). Seperti
yang
telah
di
uraikan,
bahwa
surfaktan
(Tween
80)
mempengaruhi nilai tegangan permukaannya, sehingga nilai dari derajat flokulasi mengalami penurunan. Hasil berbeda pun di peroleh dari larutan ke lima, karena pada larutan yang kelima tidak ada zat pengemulsi yang di tambahkan. Hasil perhitungan selanjutnya adalah volume sedsimentasi. Volume sedimentasi adalah ratio volume sediaan akhir (Vv) dengan volume sediaan awal (Vo) sebelum terjadi pengendapan. Hasil dari perhitungan mengalami penurunan volume sedimentasi pada setiap larutan yang dibuat kecuali pada hasil dari perhitungan larutan yang ke empat. Terjadi kesalahan pada larutan yang ke empat, bisa karena penggerusan bahan yang tidak halus ataupun faktor-faktor lainnya.
IX.
Kesimpulan
1. Sedimentasi dapat terjadi pada sediaan suspensi. Hal yang mempengaruhi terjadinya sedimentasi antara lain konsentrasi suspending agent , konsentrasi zat aktif serta ukuran partikel
tersebut. 2. Redispersibilitas dapat terjadi pada sediaan suspensi dan tiap sampel memiliki waktu suspensi yang berbeda. 3. Konsistensi sediaan gel dapat dihitung dengan menggunakan viskometer Brookfield.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Jakarta: UI Press. Aryani, Merliana. 2007. Perbandingan Larutan, Koloid, dan Suspensi. Available online at http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/Merliana%20 Aryani/perbandingan.html [diakses tanggal 24 Mei 2011]
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III . Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia edisi IV . Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hoirul.
2010.
Emulsi
dan
Suspensi.
Available
online
at
http://www.scribd.com/doc/25264308/EMULSI-Www-hoirulblog-coCc-a-Pengertian-Emulsi-Adalah-Sediaan
[diakses tanggal 30 Mei
2011] Martin, Alfred. Swarwick. Cammarata. 2008. Farmasi Fisik . Jakarta: UI Press
LAMPIRAN SUSPENSI A. Pengertian
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam b entuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjaminb stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah digojog dan dituang. Suspensi terdiri dari beberapa jenis yaitu : 1. Suspensi Oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukkan untuk penggunaan oral. 2. Suspensi Topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada kulit. 3. Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikelpartikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada mata. Suspensi obat mata harus steril dan zat yang terdisprsi harus sangat halus, bila untuk dosis ganda harus mengandung bakterisida. 4. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikelpartikel halus yang ditujukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar. 5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal. Suspensi harus steril, mudah disuntikkan dan tidak menyumbat jarum suntik. 6. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan
bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai. B. Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah : 1.Ukuran Partikel Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. A rtinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya. 2.Kekentalan / Viskositas Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat. 4.Sifat/Muatan Partikel Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid). C. Bahan Pensuspensi
Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: 1. Bahan pensuspensi dari alam. Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom/ hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, PH, dan proses fermentasi bakteri. a. Termasuk golongan gom, antara lain: Acasia ( Pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth , Algin b. Golongan bukan gom, antara lain: Bentonit, Hectorit dan Veegum. 2. bahan pensuspensi sintesis a. Derivat Selulosa, antara lain: Metil selulosa, karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa. b.Golongan organk polimer, antara lain: Carbaphol 934. D. Cara Mengerjakan Obat Dalam Suspensi
1. Metode pembuatan suspensi : Suspensi dapat dibuat dengan cara : Metode Dispersi Metode Precipitasi 2. Sistem pembentukan suspensi : Sistem flokulasi
Sistem deflokulasi Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah : a. Deflokulasi Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain. Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing patikel mengendap terpisah dan ukuran partikel adalah minimal. Sediaan terbentuk lambat. Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi. b.Flokulasi Partikel merupakan agregat yang basa Sedimentasi terjadi begitu cepat Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti semula. E.Penilaian Stabilitas Suspensi
1. Volume sedimentasi Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap. 2. Derajat flokulasi. Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc). 3.Metode reologi Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu menemukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuk tujuan perbandingan. 4.Perubahan ukuran partikel Digunakan cara Freeze-thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titik beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dili hat pertumbuhan kristal, yang pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran partikel dan sifat kristal. (http://www.scribd.com/doc/25264308/EMULSI-Wwwhoirulblog-co-Cc-a-Pengertian-Emulsi-Adalah-Sediaan )
Perbandingan Larutan, Koloid, dan Suspensi
Tabel perbandingan antara larutan, koloid, dan suspensi Larutan
Koloid
Suspensi
(Dispersi Molekuler)
(Dispersi Koloid)
(Dispersi Kasar)
Contoh:
Contoh:
Contoh:
larutan gula dalam
Campuran susu
Campuran tepung
air
dengan air
terigu dengan air
8. Homogen, tak
8. Secara
8. heterogen 9. Salah satu
dapat
makroskopis
dibedakan
bersifat
atau semua
walaupun
homogen tetapi
dimensi
menggunakan
heterogen jika
partikelnya
mikroskop
diamati dengan
lebih besar
ultra
mikroskop
dari 100 nm
9. semua
ultra
partikelnya
9. Partikelnya
berdimensi
berdimensi
(panjang,
antara 1 nm
lebar atau
sampai 100 nm
tebal) kurang
10. dua fase
dari 1 nm
11. Pada umumnya
10. Satu fase 11. Stabil 12. Tidak dapat disaring 13. Jernih 14. tidak memisah jika
stabil 12. tidak dapat disaring kecuali dengan penyaring ultra 13. tidak jernih 14. tidak memisah
10. dua fase 11. tidak stabil 12. dapat disaring 13. tidak jernih 14. memisah jika didiamkan
didiamkan
jika didiamkan
(http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/Merliana%20Aryani/perb andingan.html)