ANALISIS PERBANDINGAN KETAHANAN KOROSIFITAS DAN KEKERASAN ANTARA BAHAN TEMBAGA, PERUNGGU, DAN KUNINGAN PADA IMPELER POMPA SISTEM PENDINGIN DI PLTA
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Diploma IV Program Studi Pembangkit Tenaga Listrik Di Jurusan Teknik Mesin
Oleh: Muhammad Ikhsan Ramadhan
NIM. 4213020015
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2017 1
HALAMAN SAMPUL
ANALISIS PERBANDINGAN KETAHANAN KOROSIFITAS DAN KEKERASAN ANTARA BAHAN TEMBAGA, PERUNGGU DAN KUNINGAN PADA IMPELER POMPA SISTEM PENDINGIN DI PLTA
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Diploma IV Program Studi Pembangkit Tenaga Listrik Di Jurusan Teknik Mesin
Oleh: Muhammad Ikhsan Ramadhan
NIM. 4213020015
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2017 i
HALAMAN PERSETUJUAN
ANALISIS PERBANDINGAN KETAHANAN KOROSIFITAS DAN KEKERASAN ANTARA BAHAN TEMBAGA, PERUNGGU DAN KUNINGAN PADA IMPELER POMPA SISTEM PENDINGIN DI PLTA
Oleh: Muhammad Ikhsan Ramadhan
NIM. 4213020015
Naskah TA ini dinyatakan siap untuk melaksanakan ujian Tugas Akhir
Pembimbing
Dr. Vika Rizkia, M.T. NIP. 198608 30 200912 2 001
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2017 ii
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS PERBANDINGAN KETAHANAN KOROSIFITAS DAN KEKERASAN ANTARA BAHAN TEMBAGA, PERUNGGU, DAN KUNINGAN PADA IMPELER POMPA SISTEM PENDINGIN DI PLTA Oleh: Muhammad Ikhsan Ramadhan
NIM. 4213020015
Tugas Akhir ini telah disidangkan pada tanggal 14 Agustus 2017, dan telah sesuai dengan ketentuan. Dewan Penguji:
Tanda Tangan:
Dr. Vika Rizkia, M.T. …………………………….
NIP. 198608 30 200912 2 001 Cecep Slamet Abadi, S.T., M.T
…………………………….
NIP. 196605 19 199003 1 002 Agus Sukandi, Ir., MT.
…………………………….
NIP. 19600604 199802 1 001
Disahkan oleh, Ketua Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta
Dr. Belyamin, M.Sc, Eng., B.Eng. NIP. 196301 16 199303 1 001 iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Muhammad Ikhsan Ramadhan
NIM. 4213020015
Menyatakan bahwa judul dan isi Laporan Tugas Akhir ini bebas dari Plagiasi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Depok, 14 Agustus 2017
Muhammad Ikhsan Ramadhan NIM. 4213020015 iv
ANALISIS PERBANDINGAN KETAHANAN KOROSIFITAS DAN KEKERASAN ANTARA BAHAN TEMBAGA, PERUNGGU DAN KUNINGAN PADA IMPELER POMPA SISTEM PENDINGIN DI PLTA Muhammad Ikhsan Ramadhan1, Vika Rizkia2 1Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta, Jalan. Prof. Dr. G.A Siwabessy, Kampus Baru UI Depok, 16425. Indonesia, Telp: (62-21) 7270036, Fax: (62-21) 7270034
[email protected] 2,3Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta
Abstrak Salah satu komponen utama di PLTA ini adalah pompa sistem pendingin (CWP). Pada sistem pendingin, air merupakan suatu lingkungan korosif bagi material pompa, jika terjadi serangan korosi, hal ini mengakibatkan rusaknya komponen aliran sistem pendingin karena kurangnya tekanan untuk menekan air ke sistem pendingin. Penelitian bertujuan untuk menganalisis perbandingan material dalam ketahanan korosi dan kekerasanya diinvestigasimenggunakan metode Mikro Vickers, sedangkan ketahanan korosi spesimen diinvestigasi menggunakan pengujian Salt Spray dan weight loss. Pengujian salt spray dan weight loss dilakukan dalam larutan NaCl dengan parameter waktu pengujian yang berbeda yaitu 72 jam untuk salt spray sedangkan untuk pengujian weight loss adalah 92 jam, 144 jam dan 192 jam. Pengujian kekerasan material dengan metode mikro Vickers menggunakan identor berupa berlian dengan beban 25 gf. Pada pengujian salt spray dan weight loss menghasilkan spesimen kuningan yang lebih tahan korosi karena memiliki paduan seng (Zn). Pada parameter waktu yang sama yaitu 72 jam, sifat Zn sendiri menyelimuti diri sendiri dengan lapisan oksid kelabu buram yang kemudian menjadi keputih-putihan dan melindungi logam yang berada di bawanya terhadap pengoksidasian lebih lanjut. Kandungan Zn mengandung persenyawaan baik dari larutan garam (NaCl) dan juga melindungi logam tembaga melalui mekanisme kontrol katodik dan lapisan bertindak sebagai penghalang antara tembaga dan NaCl. Logam Zn juga memiliki nilai potensial sel yang lebih negatif dibanding kedua logam perbandingan penelitian ini yaitu tembaga dan perunggu. Kata kunci: kuningan, korosif, kekerasan, pompa sistem pendingin, NaCl
v
Abstract
One of the main components in this hydro plant is the cooling system pump (CWP). In cooling systems, water is a corrosive environment for pump material, in the event of a corrosion attack, this results in the breakdown of the coolant system flow component due to the lack of pressure to press water into the cooling system. The objective of the study was to analyze the comparison of the material in corrosion resistance and its hardness was investigated using Micro Vickers method, while the corrosion resistance of the specimens was investigated using Salt Spray and weight loss testing. Test of salt spray and weight loss was done in NaCl solution with different test time parameter that is 72 hours for salt spray while for weight loss test is 92 hours, 144 hours and 192 hours. The material hardness test using Vickers micro method uses identical diamond with 25 gf load. On salt spray and weight loss testing yielded a more corrosion-resistant brass specimen as it has zinc alloy (Zn). At the same time parameter of 72 hours, Zn's own properties enveloped itself with an opaque gray oxid layer which then became whitish and protects the metal in its limb against further oxidization. Zn content contains good compounds of salt solution (NaCl) and also protects copper metal through cathodic control mechanism and the coating acts as a barrier between copper and NaCl. Zn metal also has a negative cell potential value compared to the two metals of this study comprising copper and bronze.
Keywords: bronze, corrosive, hardness, cooling system pump, NaCl
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu yang penulis beri judul “Analisis Perbandingan Ketahanan Korosifitas Dan Kekerasan Bahan Tembaga, Perunggu Dan Kuningan Pada Impeler Pompa Sistem Pendingin Di PLTA”. Tujuan dari penyusunan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk bisa menempuh ujian sarjana pendidikan pada Jurusan Teknik Mesin Program Studi Pembangkit Tenaga Listrik di Politeknik Negeri Jakarta. Dalam pengerjaan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Orang tua saya yang telah memberi begitu banyak dukungan dan restunya demi kelancaran dalam pelaksanaan pengerjaan dan penyelesaian Tugas Akhir. 2. Kakak saya dan keluarga saya yang selalu mendukung dalam penyelesaian Tugas Akhir. 3. Bapak Abdillah selaku Direktur Politeknik Negeri Jakarta. 4. Bapak Belyamin selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta. 5. Bapak Adi Syuriadi selaku Kepala Program Studi Pembangkit Tenaga Listrik Politeknik Negeri Jakarta. 6. Ibu Vika Rizkia selaku Dosen Pembimbing yang begitu baik dan sabar dan telah memberikan begitu banyak pengarahan dan saran selama proses pengerjaan Tugas Akhir 7. Bapak Hijrah selaku Supervisor Pemeliharaan Mesin dan Pembimbing utama saat Kerja Praktik di PT. PJB UP Cirata
vii
8. Mas Kresna Nurhadewa, Mas Hasan Ashari dan seluruh Staff Pemeliharaan Mesin serta MKP PT. PJB UP Cirata yang telah membantu dan membimbing proses pengerjaan Tugas Akhir 9. Zulfa Karimah selaku Admin Program Studi Pembangkit Tenaga Listrik yang selalu memberi bantuan dan dukungan selama proses pengerjaan Tugas Akhir. 10. Irfa Rizqiany sebagai kekasih, motivator pribadi dan calon pendamping wisuda yang tanpa henti berkorban, memberikan dukungan dan semangat selama proses pengerjaan Tugas Akhir. 11. Windu, Aljan, Ikhsan, Raihan, Fathu selaku basis kontrakan yang telah berjuang bersama dan tiada hentinya memberi dukungan dan semangat selama proses pengerjaan Tugas Akhir. 12. Seluruh teman-teman Program Studi Pembangkit Tenaga Listrik yang telah berjuang bersama selama masa perkuliahan. 13. Kepada seluruh orang-orang dan seluruh pihak yang telah membantu pengerjaan Tugas Akhir. Akhir kata, saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam substansi tugas akhir ini sehingga kritik dan saran yang membangun akan menjadi sangat berharga sebagai pembelajaran bagi saya selanjutnya. Saya harap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Depok, 14 Agustus 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN..................................... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN..................................... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ........................ Error! Bookmark not defined. ABSTRAK .................................................................. Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ................................................ Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ................................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1.Latar Belakang .................................................................................................... 1 1.2 Permasalahan ...................................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 2 1.4 Manfaat Penelitian ............................................ Error! Bookmark not defined. 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ................................................................. 3 1.6 Lokasi Objek Skripsi ........................................................................................... 3 1.7 Metode Penyelesaian Masalah ............................................................................ 4 1.8.
Sistematika Penulisan Tugas Akhir ................................................................ 5
BAB II STUDI PUSTAKA........................................................................................... 6 2.1.
Pompa Sistem Pendingin ................................................................................ 6
2.2.
Tembaga ......................................................................................................... 7
2.3.
Kuningan ........................................................................................................ 7
2.4.
Perunggu ......................................................................................................... 8
2.5.
Korosi ............................................................................................................. 8
2.5.1
Anoda ...................................................................................................... 9
2.5.2
Katoda ................................................................................................... 10
2.5.3
Elektrolit................................................................................................ 10
2.5.4
Anoda dan Katoda harus terhubung secara elektris .............................. 10
2.6.
Jenis Korosi .................................................................................................. 10 ix
2.6.1
Korosi Erosi .......................................................................................... 10
2.6.2
Korosi Galvanik .................................................................................... 11
2.6.3
Korosi Celah ......................................................................................... 12
2.6.4
Korosi Sumuran .................................................................................... 13
2.6.5
Korosi Tegangan ................................................................................... 13
2.6.6
Korosi Lelah .......................................................................................... 14
2.6.7
Korosi Aliran......................................................................................... 15
2.7.
Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya korosi ............................................ 15
2.8.
Korosifitas Air .............................................................................................. 16
2.9.
Uji Kekerasan Mikro .................................................................................... 17
2.10.
Perhitungan Laju Korosi ........................................................................... 18
BAB III METODOLOGI ............................................................................................ 19 3.1.
Metode Penelitian ......................................................................................... 19
3.2.
Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 20
3.3.
Material sampel ............................................ Error! Bookmark not defined.
3.4.
Uji Salt Spray ............................................................................................... 21
3.4.1. Peralatan untuk pengujian ......................................................................... 23 3.5.
Uji Micro Vickers ......................................................................................... 24
3.5.1 3.6.
Peralatan Pengujian ............................................................................... 24
Uji Weight Loss............................................................................................ 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 28 4.1.
Pengujian Salt Spray .................................................................................... 28
4.1.1. 4.2.
Pengujian Weight Loss ................................................................................. 31
4.2.1. 4.3.
Analisa Pengukuran Tingkat Korosi Hasil Uji Salt Spray .................... 30 Analisa Grafik Laju Korosi ................................................................... 32
Pengujian micro Vickers .............................................................................. 35
4.3.1.
Analisa Grafik Micro Vickers ............................................................... 37
BAB V KESIMPULAN .............................................................................................. 39 5.1.
KESIMPULAN ............................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 41 LAMPIRAN ................................................................................................................ 43
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu komponen utama di PLTA adalah cooling water pump (CWP) yaitu pompa sistem pendingin yang berfungsi menyuplai fluida air ke penukar kalor untuk dialirkan ke 4 sistem pendingin. Pada sistem pendingin, air merupakan suatu lingkungan korosif bagi material pompa, jika terjadi serangan korosi, hal ini mengakibatkan merusak komponen aliran sistem pendingin karena kurangnya tekanan untuk menekan air ke sistem pendingin. Unsur-unsur yang terkandung dalam air, seperti oksigen terlarut, sodium klorida (NaCl), kalium sulfat (CaSO4), dan kalsium karbonat (CaCO3) akan ikut mempengaruhi proses korosi pada material [1], [2]. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mengurangi laju korosi pada pompa sistem pendingin dengan cara pemilihan material tahan korisifitas yaitu diantaranya; tembaga, perunggu, dan kuningan sehingga nilai lifetime dan tekanan keluar pompa bisa maksimal. Pemilihan material tersebut berdasarkan suatu masalah di PT. X bagian pompa sistem pendingin yang menggunakan material perunggu (CuZn) untuk impeler yang dimana telah terjadi serangan korosi akibat kandungan air dan tekanan masuk. Penelitian ini memilih material dari ikatan logam tembaga dan pemaduan dari logam tembaga dengan logam seng menghasilkan kuningan (CuZn) dan perpaduan antara logam tembaga dengan timah mengahasilkan perunggu (CuSn). Unsur-unsur yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan laju korosi ikatan Cu adalah NaCl dan CaSO4. Karena hadirnya kedua ion Cl dan SO4 yang termasuk jenis ion agresif, memiliki kemampuan untuk menembus lapisan pelingdung pada logam [2].
1
Berdasarkan hal diatas, diketahui bahwa korosifitas yang terjadi, material impeler pompa sistem pendingin yang digunakan dan kandungan air yang mengalir akan mempengaruhi sistem aliran pendingin pada PLTA. Semakin tinggi nilai korosifitas dan kecepatan aliran air, maka akan memicu semakin tingginya nilai penipisan ketebalan impeler, hal ini menyebabkan nilai sisa umur impeler semakin berkurang. Hal ini menyebabkan kegagalan pada instalasi pompa sistem pendingin. Oleh sebab itu, maka diperlukanlah suatu analisis mengenai laju korosi dan ketahanan kekerasan pada material impeler yang digunakan untuk mencegah kegagalan lebih lanjut pada pompa sistem pendingin dan pencegahan lebih dini dalam melakukan pemeliharaan, menentukan material yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan ketahanan korosifitas material tembaga, kuningan dan perunggu melalui pengujian salt spray dan weight loss dan perbandingan nilai kekerasan material tersebut dengan pengujian micro vickers.
1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka dapat diidentifikasikan beberapa hal sebagai berikut : a.
Perbandingan ketahanan korosifitas material perunggu, tembaga, dan kuningan.
b.
Perbandingan kekerasan material perunggu, tembaga, dan kuningan.
c.
Menentukan ikatan tembaga (copper alloy) yang paling tahan terhadap korosifitas untuk material impeler pompa CWP.
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Menganalisis perbandingan ketahanan korosifitas material perunggu, tembaga, dan kuningan.
b.
Menganalisis perbandingan kekerasan material perunggu, tembaga, dan kuningan. 2
c.
Menentukan ikatan tembaga (copper alloy) yang paling tahan korosifitas untuk material impeler pompa CWP.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
pemahaman
tentang
perbandingan ketahanan korosifitas material perunggu, tembaga, dan kuningan. b.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur dalam menjaga performa pompa sistem pendingin agar tetap optimal dan andal.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Ruang lingkup dan batasan masalah dalam penelitian ini meliputi : 1.
Material yang digunakan untuk penelitian adalah tembaga, perunggu dan kuningan berupa plat dengan dimensi masing-masing 0,8mm untuk ketebalan dan 3x5cm untuk panjang x lebar.
2.
Pengujian ketahanan korosifitas material dengan metode salt spray dan weight loss mengacu pada ASTM D601-01.
3.
Pengujian ketahanan kekerasan material dengan metode Micro Vickers mengacu pada ASTM E384.
4.
Pengujian kehilangan berat (weight loss) untuk menentukan laju korosi dari material penelitian.
1.6 Lokasi Objek Skripsi Tugas skripsi ini diselesaikan di dua tempat yaitu: a.
Politeknik Negeri Jakarta, Jalan Prof. Dr. G. A Siwabessy, Kampus Baru UI Depok 16424
b.
Universitas Indonesia
3
1.7 Metode Penyelesaian Masalah Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1.
Metode Kepustakaan Metode ini dilakukan dengan cara mempelajari dan membandingkan di antara referensi-referensi tertulis seperti: buku dari perpustakaan yang menunjang terhadap judul yang sedang dibahas, serta jurnal nasional maupun internasional.
2.
Metode Studi Lapangan Metode ini dilakukan dengan cara pengamatan dan pengumpulan data secara langsung di lapangan untuk mendapatkan kebenaran data yang berasal dari objek penelitian berupa dokumen-dokumen, catatan-catatan, dan laporanlaporan dari objek yang akan diteliti, serta sumber lain yang relevan dengan pokok bahasan yang dikemukakan dalam penelitian ini. Metode ini melalui beberapa cara, yaitu: a) Observasi Lapangan Metode ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung di lapangan yaitu tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pokok pembahasan penelitian. Data-data yang diperoleh dari hasil metode ini kemudian dibandingkan dengan teori-teori dan pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan untuk dianalisa sesuai dengan pokok bahasan penelitian ini. b) Uji Lapangan Metode ini dilakukan dengan cara melakukan uji lab secara berkala. Data-data yang diperoleh dari hasil metode observasi lapangan kemudian di lebur untuk dilakukan pengembangan uji lab tentang perbandingan material.
4
1.8. Sistematika Penulisan Tugas Akhir Penulisan laporan Skripsi ini dibagi kedalam beberapa bab yang tersusun sebagai berikut: a.
Bab I Pendahuluan Merupakan bagian utama dari pembahasan skripsi, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan, Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Masalah, Lokasi Objek Skripsi, Garis Besar Metode Penyelesaian Masalah, Manfaat, Sistematika Penulisan.
b.
Bab II Tinjauan Pustaka Bab
ini
berisi
rangkuman
kritis
atas
pustaka
yang
menunjang
penyusunan/penelitian, meliputi pembahasan tentang topik yang akan dikaji lebih lanjut dalam Skripsi c.
Bab III Metodologi Menguraikan
metode
yang
digunakan
untuk
menyelesaikan
masalah/penelitian meliputi prosedur, pengambilan sampel dan pengumpulan data, pengujian material, teknik analisis data atau teknik perbaikan. d.
Bab IV Hasil dan Pembahasan Menguraikan hasil analisis dan pengujian data dalam penyelesaian permasalahan serta membahas secara terperinci tujuan dari skripsi.
5
BAB II STUDI PUSTAKA STUDI PUSTAKA
2.1 Pompa Sistem Pendingin PLTA umumnya menggunakan sistem pendingin untuk menjaga peralatan utama agar kelangsungan proses produksi bisa terjaga. Peralatan pendingin menggunakan fluida air sebagai medianya. Air tersebut kemudian dialirkan ke masing-masing alat penukar kalor, berikut skema sistem pendingin PLTA
Gambar 2.1 Skema Sistem Pendingin PLTA
Air pada sistem pendingin bersumber dari draft tube yang dipompa menggunakan pompa sistem pendingin. Dua buah pompa sistem pendingin dipasang pada setiap unit dan bekerja dengan redundant yaitu satu bekerja dan lainnya dalam keadaan siaga. Dari bagian instalasi pompa sistem pendingin, komponen yang paling utama adalah impeler. Bagian tersebut rentan terkena serangan korosi karena terkena air
6
terus menerus. Kerusakan pada impeler dapat mengurangi efisiensi kerja pompa. Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan analisa pemilihan material impeler pompa sistem pendingin agar kinerja pompa dapat optimal dan maksimal[3]. Pemilihan material yang digunakan pada pompa sistem pendingin adalah tembaga, perunggu dan kuningan yang mempunyai karakteristik konduktor panas yang tinggi dan tahan terhadap korosi. 2.2 Tembaga Tembaga telah lama digunakan sebagai bahan bangunan untuk membangun patung dan monumen karena sifat mekanisnya yang bagus dan tahan terhadap korosi. Karena konduktifitas tembaga yang tinggi, tembaga adalah penghantar listrik yang baik. Namun, korosi atmosfer tembaga biasa terjadi. Warna produk korosi tembaga yang terbentuk selama rentang paparan di luar dari pink salmon sampai coklat tua dan hijau (patina). Patina adalah hasil dari interaksi kimia antara unsur pencemar jejak di atmosfer, terutama sulfat dan klorida (Cl)[4]. Untuk mecegah oksidasi dan korosi, perawatan asam pembersih sering digunakan. Namun permukaan tembaga yang dibersihkan ini telah terkorosi selama cleaning treatment. Oleh karena itu banyak senyawa organik yang mengandung beberapa heteroatom yaitu Nitrogen, Oksigen, dan Sulfur, gugus fungsi polar dan ikatan lainnya digunakan sebagai penghambat korosi [5].
2.3 Kuningan Kuningan (CuZn) adalah perpaduan logam tembaga (Cu) dengan logam seng (Zn). Kuningan mempunyai kondukfitas listrik dan panas yang sangat baik, juga memiliki ketahan korosi yang baik dan kemudahan pembuatan. Paduan kuningan memiliki aplikasi industry yang luas seperti kondensor, pompa dan sistem penukar panas (heat exchanger) [6]. Warna kuningan bervariasi dari coklat kemerahan gelap hingga ke cahaya kuning keperakan tergantung pada jumlah kadar seng. Kuningan lebih kuat dan lebih keras daripada tembaga, tetapi tidak sekuat atau 7
sekeras baja[7]. Seng merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik. Seng adalah unsur kimia dengan lambing kimia Zn, bernomor atom 30 dan masa atom relatif 65, 39. Seng merupakan unsur paling melimpah ke-24 dikerak bumi dan memiliki lima isotop stabil [8].
2.4 Perunggu Perunggu (CuSn) merupakan suatu paduan dari logam yang berbasis tembaga (Cu) dengan timah (Sn) sebagai aiditif utama. Perunggu biasanya kuat, tangguh, dan tahan terhadap korosi dengan konduktifitas listrik dan termal yang tinggi. Beberapa paduan perunggu memiliki fosfor, mangan, alumunium atau silicon sebagai bahan paduan utama. Perunggu hanya mengoksidasi dangkal, lapisan oksidas yang tipis melindungi logam dari korosi. Perunggu umumnya lebih berat dari baja sekitar 10%. Perunggu tahan korosi dan penghantar lebih baik dari kebanyakan baja [9].
2.5 Korosi Logam terkorosi dalam lingkungan berupa cairan dengan suatu mekanisme elektrokimia yang mencakup pelarutan logam sebagai ion Fe Fe2+ + 2e. Kelebihan electron yang terbentuk dalam elektrolit akan mereduksi ion hydrogen (khususnya dalam larutan asam) sesuai dengan reaksi 2H+ + 2e H2 Sehingga gas yang keluar meninggalka logam, atau terbentuk ion hidroksil oleh reduksi oksigen yang larut sesuai dengan O2 + 4e + 2H2O 4OHOleh karena itu laju korosi berkaitan dengan aliran electron atau suatu arus listrik. Kedua reaksi yang meliputi oksidasi dan reduksi terjadi pada lokasi anodic dan katodik di permukaan logam.
8
Adanya materi pencemar yang berasal dari gas buangan industri seperti SO2, NO2, H2S, ion klorida, debu dan lain – lain membuat korosifitas bertambah agresif.[10]. Korosi adalah bentuk kerusakan material akibat adanya reaksi kimia antara logam atau alloy dengan lingkungannya. Korosi merupakan proses eletrokimia dimana proses ini terjadi apabila adanya daerah anoda, katoda elektrolit dan hubungan tertutup. Bila udara mempunyai kelembapan yang cukup tinggi (>60%), maka akan terjad lapisan air pada permukaan logam yang bertindak sebagai elektrolit [10].
Gambar 2.2 Contoh Serangan Korosi
Korosif merupakan penurunan kualitas yang disebabkan oleh reaksi kimia bahan logam dengan unsur-unsur lain yang terdapat di alam. Korosi yang di berdasarkan proses elektro kimia terdiri dari 4 komponen utama yaitu : [11] 2.5.1 Anoda Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan electron-elektron dari atomatom logam netral untuk membentuk ion-ion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut. Reaksi pada anodadapat dituliskan dengan persamaan: M Mz+ + zeDengan z adalah valensi logam dan umumnya z = 1, 2, atau 3 [11].
9
2.5.2 Katoda Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin menderita kerusakan dalam kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaski reduksi. Reaksi pada katoda tergantung pada pH larutan yang bersangkutan, seperti : [11] pH < 7
: H+ + e- H (atom) H2 (gas)
2H pH ≥7
: 2H2O+O2+4e- 4OH-
2.5.3 Elektrolit Elektrolit adalah larutan yang mempunyai sifat menghantarkan listrik. Elektrolit dapat berupa larutan asam, basa dan larutan garam. Larutan elektrolit mempunyai peranan penting dalam korosi logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak listrik antara anoda dan katoda [11].
2.5.4 Anoda dan Katoda harus terhubung secara elektris Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrikagar arus dalam sel korosi dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika anoda dan katoda merupakan bagian dari logam yang sama [11].
2.6 Jenis Korosi Kebanyakan logam ada secara alami sebagai bijih-bijih yang stabil dari oksidaoksida. Diperlukan energi untuk mengubah bijih logam menjadi sesuatu yang bermanfaat. Korosi hanyalah perjalanan sifat pembalikan satu proses yang tidak wajar kembali pada suatu keadaan tenaga yang lebih rendah. Berikut adalah jenis korosi yang sesuai dengan penelitian ini [1]. 2.6.1 Korosi Erosi Korosi erosi disebabkan oleh kombinasi fluida korosif dan kecepatan aliran yang tinggi. Bagian fluida yang kecepatann alirannya rendah akan 10
mengalami laju korosi renda, sedangkan fluida kecepatan tinggi menyebabkan terjadinya erosi dan dapat menggerus lapisan pelindung sehingga mempercepat korosi. Korosi erosi merupakan jenis korosi yang menggunakan proses mekanik melalui pergerakan relative antara aliran gas atau cairan korosif dengan logam. Dalam hal ini perusakan karena erosi dan korosi saling mendukung. Logam yang telah terkena erosi akibat terjad keausan dan menimbulkan bagian-bagian yang tajam dan kasar. Bagianbagian inilah yang mudah terserang korosi dan bila ada gesekan akan menimbulkan abrasi lebih berat lagi dan seterusnya. Korosi erosi dapat juga disebabkan karena impigment corrosion, yaitu akibat fluida sangat deras dan dapat mengikis film pelindung pada logam yang mengakibatkan korosi pada logam.[1]
Gambar 2.3 Contoh Korosi Erosi
Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara pilih bahan yang homogen, diberi coating (pelindung) dari zat agresif, diberikan inhibitor, dan hindari aliran fluida yang terlalu deras.
2.6.2 Korosi Galvanik Korosi galvanik terjadi jika dua logam yang berbeda tersambung melalui elektrolit sehingga salah satu dari logam tersebut akan terserang korosi
11
sedang lainnya terlindungi dari korosi. Untuk memprediksi logam yang terkorosi pada korosi galvanic dapat dilihat pada deret galvanic [11]. Korosi ini dapat dicegah dengan cara diberi isolator yang cukup tebal hingga tidak ada aliran elektrolit, lalu memasang proteksi katodik, dan penambahan anti korosi inhibitor pada cairan [12].
Gambar 2.4 Contoh Korosi Galvanik
2.6.3 Korosi Celah Mirip dengan korosi galvanik, dengan pengecualian pada perbedaan konsentrasi media korosifnya. Celah atau ketidakteraturan permukaan lainnya seperti celah paku keeling, baut, washer, gasket, deposit dan sebagainya, yang bersentuhan dengan media korosif dapat menyebabkan korosi terlokalisasi [1].
Gambar 2.5 Contoh Korosi Celah
12
Korosi yang terjadi pada logam lain diantaranya ada celah yang dapat menahan kotoran dan air sehingga bagian dalam lebih anodik dan bagian mulut jadi katodik. Korosi jenis dapat dicegah dengan cara menambahkan isolator pada persimpangan kutub, dikeringkan bagian yang basah, dibersihkan kotoran yang ada, dll [12]. 2.6.4 Korosi Sumuran Korosi sumuran terjadi karena adanya serangan korosi local pada permukaan logam sehingga membentuk cekungan atau lubang pada permukaan logam. Korosi logam pada baja tahan karat terjadi karena rusaknya lapisan pelindung (passive film) [1]. Korosi ini juga disebabkan karena komposisi logam yang tidak homogeny yang dimana pada daerah batas timbul korosi yang berbentuk sumur. Korosi ini adapat dicegah dengan cara memilih bahan yang homogeny, diberikan inhibitor dan diberikan coating dari zat agresif.[12].
Gambar 2.6 Contoh Korosi Sumuran
2.6.5 Korosi Tegangan Terjadi karena butiran logam yang berubah bentuk yang diakibatkan karena logam mengalami perlakuan khusus (seperti diregang, ditekuk dll) sehingga 13
butiran menjadi tegang dan butiran ini sangat mudah bereaksi dengan lingkungan. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara diberi inhibitor kemudian apabila ada logam yang mengalami stress maka logam harus direlaksasi [12].
Gambar 2.7 Contoh Korosi Tegangan
2.6.6 Korosi Lelah Korosi yang terjadi karena logam mendapatkan beban siklus yang terus berulang sehingga semakin lama logam akan mengalami patah karena terjadi kelelahan logam. Korosi ini terjadi biasanya pada turbin uap, pengeboran minyan, dan propeller kapal. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara menggunakan inhibitor lalu memilih bahan yang tepat atau memilih bahan yang tahan korosi [12].
14
Gambar 2.8 Contoh Korosi Lelah (Fatigue)
2.6.7 Korosi Aliran Korosi aliran digambarkan sebagai efek dari aliran terhadap terjadinya korosi. Meskipun mirip, antara korosi aliran dan korosi erosi adalah dua hal yang berbeda. korosi aliran adalah peningkatan laju korosi yang disebabkan oleh turbulensi fluida dan perpindahan massa akibat dari aliran fluida diatas permukaan logam. Korosi erosi adalahnya naiknya korosi dikarenakan benturan secara fisik pada permukaan oleh partikel yang terbawa fluida[1].
Gambar 2.9 Aliran Fluida Dalam Pipa Yang Dapat Menyebabkan Korosi Aliran
2.7 Hal-Hal Yang Mempengaruhi Terjadinya Korosi Hal –hal yang mempengaruhi terjadinya korosi adalah semakin tinggi temperature maka reaksi kimia akan semakin cepat maka korosi akan semakin cepat terjadi. Kemudian jika kecepatan aliran semakin cepat maka akan merusak lapisan film
15
pada logam maka akan mempercepat korosi karena logam akan kehilangan lapisan. Pada pH yang optimal maka korosi akan semakin cepat. Lalu kadar oksigen, semakin tinggi kadar oksigen pada suatu tempat maka reaksi oksidasi akan mudah terjadi sehingga akan mempengaruhi laju reaksi korosi. Yang terakhir adalah kelembapan udara sebagai pengaruh terjadinya korosi [12].
2.8 Korosifitas Air Merupakan kemampuan suatu lingkungan dalam kondisi tertentu menjadi penyebab proses korosi dengan laju tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi korosifitas lingkungan air terbagi menjadi 3 karakteristik, yaitu:
Karakteristik fisik meliputi kecepatan aliran dan temperature air.
Karakteristik kimia meliputi pH, konsentrasi karbon dioksida dan alkalnitas air.
Karakteristik biologi meliputi jumlah microorganism aerob maupun anaerob dalam lingkungan air.
Laju kimia termasuk reaksi korosi akan semakin besar dengan naiknya temperatur sehingaa mendorong terjadinya oksidasi pada logam atau meningkatkan kemampuan lingkungan untuk mengoksidasi logam. Derajat kesamaan mempengaruhi proses korosi karena pH menunjukan konsentrasi ion H+ dalam air dan menghasilkan pelepasan electron oleh logam pada reaksi anodic. Pada saat air mempunyai pH < 5, tembaga terkorosi cepat dan merata, sedangkan saat pH > 9 tembaga terproteksi. Antara 5 < pH < 9, korosi lubang akan terjadi jika tidak terdapat lapisan film pelindung pada permukaan tembaga. CO2 sangat mudah larut dalam air bertemperatur rendah dan membentuk asam karbonat, dengan pH 5, 5 hingga 6. Kelarutan kalsium karbonat dalam rendah, karena itu lapisan kerak mengendap dari bikarbonat yang dihasilkan melalui reaksi dengan CO2. Ketika temperature larutan tinggi atau mengalami kekurangan karbon
16
dioksida dalam larutan maka reaksi akan bergeser ke kiri dan kalsium karbonat akan mengendap. CaCO3 + H2O + CO2 Ca (HCO3)2 (Kalsium karbonat)
(Kalsium bikabornat)
Seandainya karbon dioksida yang terlarut terlalu sedikit, kerak tidak akan terbentuk. Akan tetapi bila berlebihan, kerak yang sudah terbentuk terlarut kembali dalam asam sehingga logam tidak terlindung lagi [13].
2.9 Uji Kekerasan Mikro Kekerasan suatu logam yang didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, memberikan
indikasi
sifat-sifat
deformasinya.
Alat
penguji
kekerasan
menggunakan identor berbentuk bola kecil, pyramid atau tirus untuk membuat jejak pada logam dengan pembebanan tertentu, nilai kekerasan diperoleh setelah diameter jejak diukur. Nilai kekerasan berkaitan dengan kekuatan luluh atau tarik logam, karena selama penjejakan logam mengalami deformasi plastis sehingga terjadi regangan dengan persentase tertentu [14]. Hal ini sesuai dengan ASTM E384, standard tes method for microidentation hardness of materials. Kekerasan mikro Vickers adalah dimana semakin kecil diameter yang terukur pada permukaan material, maka semakin keras material tersebut, demikian pula sebaliknya. Penjejakan dilakukan dengan beban yang besarnya dapat diatur sesuai dengan kekerasan material yang diuji, dimana rentang beban ini dari 10 gram hingga 1 kilogram. Alat uji kekerasan mikro dilengkapi dengan mikroskop dengan lensa objektif yang memiliki perbesaran 400 kali untuk mengukur jejak yang dihasilkan setelah pembebanan. Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai kekerasan mikro material yang diuji adalah melalui persamaan dibawah ini : [7]
17
HV=
1,854 𝑥 𝑃
(persamaan 2.1)
𝑑𝑥𝑑
Dimana: HV = Kekerasan Mikro Vickers (HV) P
= Besar beban saat pengujian (gf)
d
= Diagonal rata-rata hasil penjejakan (HV)
2.10Perhitungan Laju Korosi Terdapat beberapa macam metode untuk menghitung laju korosi. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode kehilangan (weight loss). Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kekurangan berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian hingga mendaptkan jumlah kehilangan akbat korosi yang terjadi. Untuk mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus sebagai berikut : 𝐾.𝑊
Laju korosi (mmpy) = 𝐷.𝐴.𝑇
(persamaan 2.2)
Dimana: K = konstanta (8,76 x 104) W= Berat benda yang hilang selama percobaan (gr) D=Densitas material (gr/cm3) A=Luas permukaan yang terkorosi (cm2) T=Waktu ekspos (jam) Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek yang ingin diketahui laju korosi yang terjadi padanya), kekurangan berat dari pada berat awal merupakan nilai kehilangan berat. Kekurangan berat dikembalikan ke dalam rumus untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya. Metode ini bila dijalankan dengan waktu yang lama dan suistinable dapat dijadikan acuan terhadap kondisi tempat objek diletakkan juga dapat dijadikan refrensi untuk treatment yang harus diterapkan pada daerah dan kondisi tempat objek [15]. 18
BAB III METODOLOGI METODOLOGI
3.1 Metode Penelitian Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis perbandingan korosivitas antara bahan perunggu, tembaga dan kuningan melalui pengujian salt spray, weight loss, dan micro Vickers untuk mendapatkan kesesuain sampel mengacu ASTM. Berikut ini diagram alir proses penelitian yang akan dilakukan pada Gambar 3.1.
19
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan yaitu dari bulan mei sampai agustus 2017. Dengan mempertimbangkan ketersediaan data yang ada, perangkat keras,
20
perangkat lunak dan waktu yang tersedia. Pengujiannya dilakukan di kampus Politeknik Negeri Jakarta, Universitas Indonesia, dan PLTA Cirata untuk pengambilan data.
3.3 Material Sampel Material sampel penelitian ini adalah plat perunggu, tembaga dan kuningan (murni). Masing-masing mempunyai ketebalan 0,8mm dan ukurannya 3 x 5 cm.
Gambar 3.2 Sampel Uji Tembaga, Kuningan dan Perunggu
Pada gambar 3.2 merupakan sampel uji yang diteliti analisa kelayakan pakai. Pada penelitian ini dituntut untuk mengetahui itu semua dengan mengacu standar ASTM. Sehingga dilakukan serangkaian pengujian guna mendukung hubunganhubungan terhadap standar yang ada diantaranya dilakukan pengujian korosifitas, pengujian kekerasan dan pengujian kehilangan berat.
3.4 Uji Salt Spray Pada pengujian ketahan korosif dengan metode salt spray ini dilakukan terhadap spesimen plat kuningan, tembaga, dan perunggu dan sudah melalui proses pengamplasan dan bersih dari kotoran. Pengujian salt spray ini dilakukan di laboraturium Metalurgi Universitas Indonesia. Acuan untuk pengujian ini memakai ASTM D610-01.
21
Tabel 3.1 Tabel Skala dan Deskripsi Dari Rating ASTM D610-01
Visual examples
Rust
Percent Of Surface Rusted
Grade 10
Less than or equal to 0,01 percent
9
Greater than 0,01 percent and up to 0,1
Spot
General
Pinpoint
(S)
(G)
(P)
none 9-S
9-G
9-P
8-S
8-G
8-P
7-S
7-G
7-P
6-S
6-G
6-P
5-S
5-G
5-P
4-S
4-G
4-P
3-S
3-G
3-P
2-S
2-G
2-P
1-S
1-G
1-P
percent 8
Greater than 0,03 percent and up to 0,1 percent
7
Greater than 0,1 percent and up to 0,3 percent
6
Greater than 0,3 percent and up to 1,0 percent
5
Greater than 1,0 percent and up to 3,0 percent
4
Greater than 3,0 percent and up to 10,0 percent
3
Greater than 10,0 percent and up to 16,0 percent
2
Greater than 16,0 percent and up to 33,0 percent
1
Greater than 33,0 percent and up to 50,0 percent
0
Greater than 50 percent
Setelah itu difoto dari masing – masing sampel sebelum pengujian. Setelah melakukan preparasi sampel, akan dilakukan proses uji salt spray dengan menggunakan perangkat salt spray chamber. Chamber yang didalamnya terdapat sprayer untuk menyemprotkan larutan NaCl dengan konsentrasi 3,5 hingga 20%. 22
Sebelum dimasukan ke dalam chamber sampel disusun didalam chamber dengan sudut kemiringan 15-300. Setelah itu dilakukan penyemprotan, sampel-sampel tersebut ditempatkan pada kondisi yang sama dengan suhu dan pH tetap. Suhu ditahan pada 38 ± 20C (980F), pH diatur sampai berkisar antara 6, 5 hingga 7, 2 dengan waktu ekspos berkisar 72 jam [16].
Gambar 3.3 Chamber Pengujian Salt Spray
3.4.1 Peralatan untuk pengujian Peralatan yang digunakan untuk pengujian adalah sebagai berikut; a. Fog chamber
g. Breaker glass 1000ml
b. Bejana larutan garam
h. Spatula
c.
i. Cawan petri
Pen-supply
d. Nozzle atomisasi
j. pH meter
e. Alat pemanas untuk chamber
k. thermometer
f. Salt spray chamber
23
3.5 Uji Micro Vickers Spesimen diuji kekerasannya dengan metode mikro Vickers dengan standar ASTM E384. Pengujian mengunakan mesin uji Buehler Micro Hardness TesterMMT-1. Alat pengujian kekerasan memakai identor yang berbentuk pyramid ini dapat membuat jejakan pada material dengan sejumlah pembebanan tertentu. Masa penjejakan berlangsung 30 detik dan dapat menghasilkan ketelitian antara 2-3mm. panjang diagonal jejakan yang diukur pada arah horizontal ditandai sebagai d-1 dan panjang diagonal jejakan pada arah vertical ditandai sebagai d-2, lalu dihitung d-rata-rata sebagaipanjang diagonal jejakan. Nilai kekerasan material uji dicari pada tabel yang tersedia dengan memproyeksikan drata-rata serta bobot beban yang digunakan, adapun satuan kekerasan Vickers dinyatakan sebagai HVN (hardness Vickers number) [17]. Pada pengujian metode mikro Vickers ini dilakukan terhadap spesimen plat tembaga, kuningan, dan perunggu murni. dan sudah melalui proses pengamplasan dan bersih dari kotoran [14]. Pengujian kekerasan ini dilakukan di laboraturium Metallurgi Universitas Indonesia. Acuan untuk pengujian ini memakai ASTM E384.
3.5.1 Peralatan Pengujian Benda uji diatas dibersihkan dari kotoran (lemak dan debu) dan karat-karat permukaan logam dengan amplas CC200 – CC800 CW. Setelah itu difoto dan ditimbang berat awal dari masing masing sampel sebelum diuji. 1. Peralatan Pengujian : a. jangka sorong (alat ukur panjang) b. bevel protector (alat ukur sudut) c. tang d. mesin poles e. alat uji kekerasan mikro Vickers
24
f. alat pengamatan struktur mikro
2. Sistematis Pengujian a. persiapkan alat uji kekerasan mikro Vickers
Gambar 3.4 Alat Uji Kekerasan Mikro Vickers
b. letakkan spesimen pada alat uji c. atur daerah specimen yang akan diuji d. lihat pada lensa kamera dan aturlah sampai terlihat focus e. kemudian klik pada tombol load (pembebanan) yang dapat dilihat
Gambar 3.5 Panel Alat Uji Kekerasan Mikro Vickers
f. kemudian lihat bekas injakan pada lensa kamera g. ukur berapa panjang diagonal-diagonalnya h. lakukan cara yang sama untuk specimen lainnya
25
3. Proses Pengamatan Struktur Mikro a. persiapkan alat foto mikro
Gambar 3.6 Alat pengamatan foto mikro
b. celupkan lagi specimen yang telah dilapisi resin dengan cairan campuran antara 97,5% alcohol dan 2,5% NHO3 agar terlihat mengkilap, setelah selesai cucilah dengan menggunakan air sabun dan bilas sampai bersih c. lakukan pengeringan d. kemudian nyalakan dan setting alat foto mikro dengan pembesaran 160 x 13,7 mikron e. kemudian letaka specimen pada alat foto mikro f. lakukan pengamatan pada derah carbuzing , daerah batas logam induk dengan daerah carbuzing dan daerah logam induk tengah
3.6 Uji Weight Loss Laju korosi dari material tembag dan paduannya dilakukan dengan metode Weight Loss. Pengujian dilakukan dengan metode ini dengan berbagai parameter operasi yang disesuaikan untuk mendekati kondisi nyata di lapangan. Larutan korosif yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan NaCl. Parameter yang
26
digunakan selama penelitian ini adalah waktu pengujian. Kondisi awal larutan memiliki pH sekitar 7-8 kemudian dilakukan penjenuhan oleh gas CO2. Pengujian diawali dengan pemotongan sampel menjad pelat dengan ukuran 3 x 5 cm. sebelum dan setelah diuji sampel dibersihkan dengan menggunakan acetone untuk menghilangkan debu, lemak dan kotoran lain yang nemempel pada permukaan dan dilakukan penimbangan berat awal dan berat akhir. Penimbangan berat sampel menggunakan neraca analitis dengan tingkat ketelitian tinggi. Pengujian ini dilakukan dengan merendam sampel tembaga, perunggu dan kuningan kedalam larutan NaCl yang telah ditentukan konsentrasinya dan dilakukan dengan interval waktu 4 hari, 6 hari dan 8 hari [18]. Setelah pengujian selesai dilakukan, kemudian sampel dibersihkan agar dapat dilakukan pengamatan pada material uji. Proses preparasi dan pembersihan bertujuan untuk menghilangkan produk korosi yang terbentuk selama pengujian berlangsung. Material uji adalah tembaga dan paduannya, maka untuk membersihkan produk korosi pada material uji, zat pickling yang digunakan adalah hydrochlorid acid (HCL). Proses pickling dilakukan dengan merendam material uji selama 1-3 menit kemudian diangkat dan dibilas dengan air mengalir lalu dikeringkan. Setelah itu material uji ditimbang beratnya untuk mengetahui perubahan berat yang terjadi selama pengujian. Dari data berat yang hilang dapat ditentukan laju korosi material [18], [19].
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Salt Spray Proses uji salt spray dengan menggunakan perangkat salt spray chamber. Chamber yang didalamnya terdapat sprayer untuk menyemprotkan larutan NaCl dengan konsentrasi 3, 5 hingga 20%. Sebelum dimasukan ke dalam chamber sampel disusun didalam chamber dengan sudut kemiringan 15-300. Setelah itu dilakukan penyemprotan, sampel-sampel tersebut ditempatkan pada kondisi yang sama dengan suhu dan pH tetap. Suhu ditahan pada 38 ± 20C (980F), pH diatur sampai berkisar antara 6, 5 hingga 7,2 dengan waktu ekspos berkisar 72 jam [16]. Pengujian yang dilakukan dengan metode salt spray menghasilkan data pada tabel 4.1. Untuk mendapatkan data hasil korosi dari material tembaga, perunggu dan kuningan maka didapat hasil uji korosi salt spray. Tabel 4.1 Hasil Salt Spray Pada Sampel Plat Perunggu, Kuningan, dan Tembaga
Sampel Tembaga (copper)
Waktu Observasi Grade 72 jam Greater than 33,0 percent and up Rust grade 2-G, to 50,0 percent
Perunggu (bronze)
72 jam
Greater than 16,0 percent and up Rust grade 1-G, to 33,0 percent
Kuningan (brass)
72 jam
50% rusted
33% rusted
Greater than 10,0 percent and up Rust grade 3-S, to 16,0 percent
28
16% rusted
Gambar 4.1 Plat Hasil Uji Salt Spray
Tipe disitribusi karat: S: tempat berkarat ----- Tempat berkarat terjadi ketika sebagian besar karat terkonsentrasi di beberapa daerah terlokalisasi dari permukaan yang dicat. Contoh visual yang menggambarkan jenis karat ini diberi label 9-S Melewati 1-S. G : berkarat umum------ Karat umum terjadi ketika berbagai ukuran bintik karat disebarkan secara acak di permukaan. Contoh visual yang menggambarkan jenis karat ini diberi label 9-G melewati 1-G. Dari Tabel 4.1 diperoleh data hasil pengujian salt spray yang menghasilkan nilai tingkat kekaratan (rust grade) menggunakan ASTM D610-01 dan dianalisis menggunakan grafik berikut ini :
HASIL UJI SALT SPRAY 70% 60%
RUST GRADE
50%
40% 30% 20% 10% 0% 72
tembaga
perunggu
kuningan
50%
33%
16%
Gambar 4.2 Grafik Hasil Uji Salt Spray
29
4.1.1 Analisa Pengukuran Tingkat Korosi Hasil Uji Salt Spray Berdasarkan hasil pengujian salt spray yang memakai ASTM D610-01 diatas maka dapat disimpulkan yaitu dengan waktu pengujian yang sama 72 jam namun hasil konsentrasi korosifnya berbeda. Hasil penelitian pada spesimen tembaga memperlihatkan nilai tingkat karat yang paling rendah terhadap korosi pada permukaan spesimen dengan wilayah yang terkorosi 50%. Hal ini terjadi karena permukaan tembaga lebih mudah menyerap air garam sehingga terjadi reaksi logam menjadi ion pada permukaan tembaga yang berkontak langsung dengan air garam dan oksigen. Sebenarnya tembaga merupakan jenis logam yang tahan terhadap korosi tetapi jika dibandingkan dengan kuningan dan perunggu yang dimana adalah paduan tembaga dan logam lainnya yang mempunyai kerapatan lebih baik. Karena tembaga adalah logam murni yang dimana mempunyai sifat-sifat cenderung mudah teroksidasi atau bereaksi dengan oksigen di udara terbuka. Pada parameter waktu 72 jam, tembaga membentuk lapisan oksidasi gelap pada permukaannya dan tembaga menyelimuti dirinya sendiri dengan suatu lapisan tembaga hijau karbonat yang telah diserang oleh larutan NaCl [20]. Perunggu memperlihatkan nilai tingkat karat kedua pada penelitian ini terhadap korosi pada permukaan spesimen dengan wilayah yang terkorosi 33%. Perunggu juga tahan terhadap korosi karena adanya paduan logam tembaga dan timah. Perunggu hanya mengoksidasi dangkal, lapisan oksida yang tipis melindungi logam dari korosi.[20] Ketahanan korosi perungu hanya satu tingkat dibawah kuningan. Pada permukaan spesimen dengan nilai tingkat karat 16%, spesimen yang memperlihatkan paling tahan terhadap korosi pada pengujian salt spray adalah spesimen kuningan. Kuningan lebih tahan korosi karena memiliki paduan seng (Zn). Pada parameter waktu yang sama yaitu 72 jam, sifat Zn sendiri menyelimuti diri sendiri dengan lapisan oksid kelabu buram 30
yang kemudian menjadi keputih-putihan dan melindungi logam yang berada di bawanya terhadap pengoksidasian lebih lanjut [20], [21]. Kandungan Zn mengandung persenyawaan baik dari larutan garam (NaCl) dan juga melindungi logam tembaga melalui mekanisme kontrol katodik dan lapisan bertindak sebagai penghalang antara tembaga dan NaCl. Logam Zn juga memiliki nilai potensial sel yang lebih negatif dibanding kedua logam perbandingan penelitian ini yaitu tembaga dan perunggu [21].
4.2 Pengujian Weight Loss Pengujian dilakukan dengan metode ini dengan berbagai parameter operasi yang disesuaikan untuk mendekati kondisi nyata di lapangan. Larutan korosif yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan NaCl. Parameter yang digunakan selama penelitian ini adalah waktu pengujian. Kondisi awal larutan memiliki pH sekitar 7-8 kemudian dilakukan penjenuhan oleh gas CO2. Pengujian diawali dengan pemotongan sampel menjadi pelat dengan ukuran 3 x 5 cm. sebelum dan setelah diuji sampel dibersihkan dengan menggunakan acetone untuk menghilangkan debu, lemak dan kotoran lain yang nemempel pada permukaan dan dilakukan penimbangan berat awal dan berat akhir. Penibangan berat sampel menggunakan neraca analitis dengan tingkat ketelitian tinggi. Pengujian ini dilakukan dengan merendam sampel tembaga, perunggu dan kuningan kedalam larutan NaCl yang telah ditentukan konsentrasinya dan dilakukan dengan interval waktu 4 hari, 6 hari dan 8 hari. Setelah pengujian selesai dilakukan, kemudian sampel dibersihkan agar dapat dilakukan pengamatan pada material uji. Proses preparasi dan pembersihan bertujuan untuk menghilangkan produk korosi yang terbentuk selama pengujian berlangsung. Material uji adalah tembaga dan paduannya, maka untuk membersihkan produk korosi pada material uji, maka zat pickling yang digunakan adalah hydrochlorid acid (HCL). Proses pickling
31
dilakukan dengan merendam material uji selama 1-3 menit kemudian diangkat dan dibilas dengan air mengalir lalu dikeringkan [19]. Pengujian yang dilakukan dengan metode weight loss menghasilkan data pada tabel 4.2. Untuk mendapatkan data hasil laju korosi dari material tembaga, perunggu dan kuningan maka didapat hasil uji laju korosi weight loss. Tabel 4.2 Data Laju Korosi Hasil Pengujian Weight Loss Waktu Perendama an (Jam) 96
144
192
Nama Sampel Tembaga
Berat Awal (gr) 10,16
Berat Akhir (gr) 10,14
Weight Loss (gr) 0,02
Weight Loss Average (gr) 0,013
Perunggu
10,71
10,69
0,02
0.02545239008
Kuningan
9,14
9,14
0
0
Tembaga
10,92
10,88
0,04
Perunggu
11,83
11,80
0,03
0.02439187383
Kuningan
9,34
9,33
0
0
Tembaga
10,52
10,46
0,06
Perunggu
11,61
11,57
0,04
0.02439187383
Kuningan
9,27
9,26
0,01
0.006315753045
0,023
0,037
Laju (mmpy)
Korosi
0.0247968414
0.0316848529
0.03564545952
4.2.1 Analisa Grafik Laju Korosi Dari tabel 4.2 diperoleh data hasil pengujian weight loss yang menghasilkan nilai laju korosi dan dianalisis menggunakan grafik berikut ini:
32
Chart Title 0.04
Laju korosi (mpy)
0.035 0.03 0.025
0.02 0.015 0.01 0.005 0 0
50
100
150
200
250
Waktu Ekspos (jam) Tembaga
Perunggu
Kuningan
Gambar 4.3 Grafik hasil perhitungan laju korosi
Berdasarkan grafik 4.3, dapat dilihat hasil pengurangan berat dan laju korosi dari ketiga material pengujian. Pada semua spesimen uji, dapat dihubungkan semakin lama waktu perendaman menyebabkan berat tembaga, perunggu dan kuningan yang hilang akan semakin banyak juga. Hal ini disebabkan karena berat yang hilang berbanding lurus dengan waktu pengujian [15]. Untuk waktu pengujian 4 hari (96 jam) berat ratarata yang hilang sebesar 0,013 gr, untuk waktu 6 hari (144 jam) sebesar 0,023 gr dan untuk waktu pengujian selama 8 hari (192 jam) sebesar 0,037 gr. Dari pengurangan berat yang diperoleh, maka dengan memasukkan data tersebut kedalam rumus weight loss dapat diperoleh besarnya laju korosi masing-masing sampel. Pada grafik 4.3 didapat laju korosi paling lambat pada sampel kuningan yang tidak terdapat pengurangan berat, sedangkan pada sampel perunggu paling cepat sebesar 0.0254 mmpy yang terjad pada waktu celup selama 92 jam. Untuk laju korosi paling cepat didapat pada sampel tembaga sebesar 0.03168 mmpy, sedangkan untuk laju korosi yang paling lambat masih sama yaitu kuningan yang terjadi pada waktu celup
33
selama 144 jam. Pada waktu celup 192 jam didapat laju korosi paling lambat pada sampel kuningan sebesar 0.0063 mmpy, sedangkan untuk laju korosi paling cepat pada sampel tembaga sebesar 0.0356 mmpy. Hal ini disebabkan permukaan logam yang awalnya bersih, belum terbentuk produksi korosi yang melekat kuat di permukaan sebagai lapisan pelindung. Semakin lama waktu perendaman akan semakin cepat [15] untuk semua sampel hingga waktu pencelupan 192 jam, namun pada waktu pencelupan selama 96 jam dan 144 jam sampel kuningan tidak mendapat pengurangan berat dikarenakan sifat Zn sendiri menyelimuti diri sendiri dengan lapisan oksid kelabu buram yang kemudian menjadi keputihputihan dan melindungi logam yang berada di bawanya terhadap pengoksidasian
lebih
lanjut
[20].
Kandungan
Zn
mengandung
persenyawaan baik dari larutan garam (NaCl) dan juga melindungi logam tembaga melalui mekanisme kontrol katodik dan lapisan bertindak sebagai penghalang antara tembaga dan NaCl. Logam Zn juga memiliki nilai potensial sel yang lebih negatif dibanding kedua logam perbandingan penelitian ini yaitu tembaga dan perunggu [21]. Pengujian weight loss menggunakan media korosi yaitu larutan NaCl. Pengaruh konsentrasi ion Cl akan menyebabkan laju korosi spesimen pengujian semakin besar. Karena ion klorida merupakan ion agresif dari golongan asam kuat yang berkemampuan merusak lapisan film oksida logam[2]. Tembaga, perungu dan kuningan mempunyai lapisan oksida sebagai produk korosi yang melekat pada permukaan logam. Lapisan oksida ini akan hancur oleh adanya konsentrasi ion klorida yang tinggi. Semakin besar konsentrasi ion klorida maka akan semakin besar kemungkinan ion-ion ini yang terserap ke permukaan spesimen dan melakukan sejumlah perusakan lapisan spesimen ini [15] dibuktikan dengan grafik 4.3 pengurangan berat yang signifikan di semua spesimen uji. 34
4.3 Pengujian micro Vickers Spesimen diuji kekerasannya dengan metode mikro Vickers dengan standar ASTM E384. Pengujian mengunakan mesin uji Buehler Micro Hardness TesterMMT-1. Alat pengujian kekerasan memakai identor yang berbentuk pyramid ini dapat membuat jejakan pada material dengan sejumlah pembebanan tertentu. Masa penjejakan berlangsung 30 detik dan dapat menghasilkan ketelitian antara 2-3mm. panjang diagonal jejakan yang diukur pada arah horizontal ditandai sebagai d-1 dan panjang diagonal jejakan pada arah vertical ditandai sebagai d-2, lalu dihitung d-rata-rata sebagaipanjang diagonal jejakan[17]. Nilai kekerasan material uji dicari pada tabel yang tersedia dengan memproyeksikan drata-rata serta bobot beban yang digunakan, adapun satuan kekerasan Vickers dinyatakan sebagai HVN (hardness Vickers number).
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Kekerasan Mikro
Bahan
Identitas Bahan Kuningan (brass)
Standar
Mesin uji
Tanggal uji
ASTM E384
8 juni 2017
Fe-Based
Perunggu (bronze)
ASTM E384
Fe-Based
Tembaga (copper)
ASTM E384
Buehler Micro Hardness Tester MMT-1 Buehler Micro Hardness Tester MMT-1 Buehler Micro Hardness Tester MMT-1
Fe-Based
35
8 juni 2017
8 juni 2017
Kode Sampel
Penjejakan
HV
1
124
2
115
3
124
4
124
5
128
Penjejakan
HV
1
147
2
129
3
118
4
142
5
151
Penjejakan
HV
1
83
Kuningan
Kode Sampel
Perunggu
Kode Sampel
Tembaga
2
86
3
91
4
83
5
86
36
Rata - Rata
Keterangan
123 HV
Vickers Load : 25 gf
Rata - Rata
Keterangan
137 HV
Vickers Load : 25 gf
Rata - Rata
Keterangan
86 HV
Vickers Load : 25 gf
4.3.1
Analisa Grafik Micro Vickers
GRAFIK HASIL UJI KEKERASAN NILAI KEKERASAN (HV)
160 140 120 100 80 60 40 20 0
0
5
10
15
20
JARAK (MIKROMETER) tembaga
perunggu
kuningan
Gambar 4.4 Grafik Hasil Uji Keras Mikro Vickers
Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan ketahanan suatu bahan apabila bahan tersebut diberi beban dari luar. Dari data hasil pengujian kekerasan permukaan spesimen dapat ditunjukan dalam bentuk grafik untuk membandingkan kekerasan permukaan spesimen. Grafik diatas memperlihatkan nilai kekerasan rata-rata 123 HV (kuningan), 137 HV (perunggu), 86 HV (tembaga) dengan beban yang sama yaitu 25 gf. Nilai kekerasan tersebut dapat dilihat berdasarkan beda kedalaman yang ditimbulkan oleh tekanan pada permukaan material. Berdasarkan data secara garis besar grafik mengalami tren penaikan dari titik penjejakan awal (permukaan) hingga ketitik terakhir. Tetapi terjadi fluktuasi pada nilai kekerasan ketiga sampel disebabkan karena pada saat penjejakan dilakukan pada titik yang dipilih secara acak. Pengujian dengan 5 titik, selalu didapatkan nilai kekerasan yang berbeda-beda meskipun dalam satu bahan yang sama, hal tersebut dikarenakan homogenitas bahan. Homogenitas adalah sifat fisis material (intrinsik) yaitu bagian dari density (rapat masa) material. Dengan tingkat homogenitas tinggi akan membentuk material tersebut mempunyai density lebih padat, sehingga ketika material tersebut
37
dilakuakan pengujian kekerasan dengan penekanan materi lain, maka akan semakin kecil kedalaman material uji yang terkena dan juga sebaliknya [22]. Kuningan dan perunggu merupakan logam paduan sehingga homogenitas atau distribusi paduan belum tentu sama pada setiap titik. Begitu pula dengan tembaga, jika yang digunakan adalah tembaga murni maka homogenitasnya bisa dipastikan sama rata pada setiap titik. Namun, tembaga yang digunakan dalam pengujian ini tidaklah murni dikarenakan spesimen uji di alam bebas karena sifat kereaktifannya dalam mengikat elektron untuk memperoleh elektron valensi sempurna [22], sehingga material berusaha mengikat oksigen dan tereduksi sehingga mendapatkan nilai kekerasan yang berbeda dari setiap titik. Dari seluruh data yang didapat, kekerasan pada permukaan yang paling tinggi didapatkan pada sampel perunggu dengan nilai kekerasan 137 HV, sedangkan yang terendah adalah tembaga dengan nilai kekerasan 86 HV. Berdasarkan data tersebut juga dapat terlihat bahwa spesimen yang nilai kekerasannya paling kecil adalah tembaga disebabkan tembaga adalah murni logam yang tidak mempunyai paduan. Berbanding terbalik dengan perunggu dan kuningan yang dimana adalah perpaduan dari tembaga. Perunggu mendapat hasil kekerasan paling tinggu yaitu 137 HV yang dimana spesimen mempunyai ketahanan material terhadap deformasi local (permukaan) dan ketahanan terhadap penetrasi/daya tembus dari identor 25gf. Kekerasan juga merupakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur paduannya ini dibuktikan berdasarkan hasil pengujian kekerasan mikro bahwa perunggu dan kuningan yang merupakan logam paduan dari tembaga dan logam lainnya dengan tingkat homogenitas yang tinggi membentuk material tersebut mempunyai density lebih padat, sehingga ketika material tersebut dilakuakan pengujian kekerasan dengan penekanan materi lain.memiliki nilai kekerasan lebih kuat daripada tembaga yang tidak mempunyai paduan dengan kerapatan lebih rendah.
38
BAB V KESIMPULAN KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Perbandingan ketahanan korosifitas antara bahan tembaga, perunggu dan kuningan berdasarkan pengujian salt spray dan weight loss adalah Kuningan lebih tahan korosi daripada kedua logam pembandingnya karena memiliki paduan seng (Zn). Pada parameter waktu yang sama yaitu 72 jam untuk pengujian salt spray, sifat Zn sendiri menyelimuti diri sendiri dengan lapisan oksid kelabu buram yang kemudian menjadi keputih-putihan dan melindungi logam yang berada di bawanya terhadap pengoksidasian lebih lanjut. Kandungan Zn mengandung persenyawaan baik dari larutan garam (NaCl) dan juga melindungi logam tembaga melalui mekanisme kontrol katodik dan lapisan bertindak sebagai penghalang antara tembaga dan NaCl. Logam Zn juga memiliki nilai potensial sel yang lebih negatif. Dari pengujian weight loss diperoleh besarnya laju korosi masing-masing sampel. Pada waktu maksimal celup 192 jam didapat laju korosi paling lambat pada sampel kuningan sebesar 0.0063 mmpy, sedangkan untuk laju korosi paling cepat pada sampel tembaga sebesar 0.0356 mmpy. Kekerasan pada permukaan yang paling tinggi didapatkan pada sampel perunggu dengan nilai kekerasan 137 HV, kuningan 123 HV sedangkan yang terendah adalah tembaga dengan nilai kekerasan 86 HV. Perunggu mendapat hasil kekerasan paling tinggi, yang dimana spesimen mempunyai ketahanan material terhadap deformasi local (permukaan) dan ketahanan terhadap penetrasi/daya tembus dari identor 25gf. Kekerasan juga merupakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur paduannya ini dibuktikan berdasarkan hasil pengujian kekerasan mikro bahwa perunggu dan
39
kuningan yang merupakan logam paduan dari tembaga dan logam lainnya dengan tingkat homogenitas yang tinggi membentuk material tersebut mempunyai density lebih padat, sehingga ketika material tersebut dilakuakan pengujian kekerasan dengan penekanan materi lain.memiliki nilai kekerasan lebih kuat daripada tembaga yang tidak mempunyai paduan dengan kerapatan lebih rendah. Untuk menentukan material ikatan tembaga (copper alloy) yang paling tahan kosorifitas untuk impeler pompa CWP jika berdasarkan ketiga pengujian salt spray, weight loss dan micro Vickers adalah material kuningan dengan sifatnya yang paling tahan korosifitas dan nilai kekerasannya hampir menyamai perunggu yang mempunyai nilai kekerasan paling tinggi.
5.2 Saran
40
DAFTAR PUSTAKA [1]
M. F. Sidiq. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. vol. 3. no. 1. 2013.
[2]
S. Tjitro, J. Anggono, D. F. Teknik, J. Teknik, M. Universitas, and K. Petra, “Pengaruh Lingkungan Terhadap Efisiensi Inhibisi Asam Askorbat ( Vitamin C ) pada Laju Korosi Tembaga,” vol. 1, no. 2, pp. 100–107, 1999.
[3]
J. Ma, Y. Wang, and X. Feng. system Simultaneous optimization of pump and cooler networks in a cooling water system. Appl. Therm. Eng., 2017.
[4]
D. Kong, C. Dong, and Y. Fang, Copper corrosion in hot and dry atmosphere environment in Turpan , China, Trans. Nonferrous Met. Soc. China, vol. 26, no. 6, pp. 1721–1728, 2016.
[5]
A. Y. Qiang, S. Zhang, and L. Guo. Experimental and theoretical studies of four allyl imidazolium-based ionic liquids as green inhibitors for copper corrosion in sulfuric acid. Eval. Program Plann., 2017.
[6]
J. L. Chen, Z. Li, and Y. Y. Zhao. Corrosion characteristic of Ce Al brass in comparison with As Al brass. Mater. Des., vol. 30, no. 5, pp. 1743–1747, 2009.
[7]
B. A. B. Ii and D. Teori, “No Title,” pp. 16–28.
[8]
P. S. Fisika. Meningkatkan Ketahanan Korosi Logam Kuningan (CuZn) Dengan Pelapisan Perak(Ag) Menggunakan Metode. 2015.
[9]
B. A. B. Ii and D. Teori, “o 3 3 ),” pp. 4–36, 2006.
[10]
F. Matematika, D. A. N. Ilmu, P. Alam, P. Studi, I. Material, and P. P. Sarjana, “Pengaruh Korosi Atmosfer Lingkungan Air Laut Terhadap Desain Ketebalan Pipa Penyalur Dengan Metode Pipeline Risk Manajemen. JAKARTA. 2012.
[11] P. Ogi and N. U. R. Rachman. Analisa laju korosi pada. vol. 5, no. 1, pp. 7–13, 2016. [12] B. Utomo. Jenis korosi dan penanggulangannya. vol. 6, no. 2, pp. 138–141, 2009. 41
[13] S. Tjitro, J. Anggono, D. F. Teknik, J. Teknik, M. Universitas, and K. Petra, “Studi Perilaku Korosi Tembaga dengan Variasi Konsentrasi Asam Askorbat ( Vitamin C ) dalam Lingkungan Air yang Mengandung Klorida dan Sulfat,” vol. 2, no. 1, pp. 62–67, 2000. [14] “C. Kekerasan material adalah 35,4 HRB dengan tegangan tarik maksimum vol. 3, no. 1, 2013.
,”
[15] F. T. Ui, “Pengaruh waktu ..., Andhi Gunaatmaja, FT UI, 2011,” 2011. [16] R. Coatings and S. Floor, “Standard Test Method for Evaluating Degree of Rusting on Painted Steel Surfaces 1,” pp. 1–6. [17] A. Ceramics et al., “Standard Test Method for Knoop and Vickers Hardness of Materials 1,” 2012. [18] P. Pascasarjana et al., “TEMPERATUR DAN KONSENTRASI NaCl PADA FLUIDA YANG TERSATURASI GAS CO 2,” 2008. [19] “ASTM G1 Standard Practice for Preparing, Cleaning, and Evaluation Corrosion Test Specimens.” [20] N. Sofyan and D. Ph, “Pengetahuan Bahan Logam.” [21] F. T. Ui, “Paduan dengan kadar seng maksimal seng 35% berfasa tunggal yaitu ( α ) alfa dengan struktur kristal FCC sehingga kemulurannya tinggi maka kemampuan pengerjaan dinginnya tinggi, diantaranya kuningan 70/30 yang dinamakan juga,” pp. 4–40, 2009. [22] J. Raharjo and S. Rahayu, “Pengaruh Tingkat Kemurnian Bahan Baku Alumina Terhadap Temperatur Sintering dan Karakteristik Keramik Alumina,” pp. 1–7, 2015.
42
LAMPIRAN
43