SNI 19-6459-2000
harus diikuti oleh perencanaan peralatan dan personel yang diperlukan di dalam pengukuran. Jika metode-metode fotogrametrik akan digunakan di dalam pengukuran, maka persyaratan mengenai data lapangan harus diubah. Pengukuran waduk yang lengkap, termasuk ukur tanah dan bathimetri, sering diserahkan kepada perusahaan-perusahaan yang khusus bergerak dalam bidang tersebut. Dalam hal seperti ini, semua aspek pekerjaan harus disetujui oleh kedua belah pihak sebelum pengukuran dilaksanakan. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam menganalisa atau membandingkan data yang diperoleh dari dua pengukuran adalah kesamaan dan keandalannya jelas. Hal yang penting dipertimbangkan pada saat mempersiapkan pengukuran adalah memeriksa kemungkinan adanya penurunan atau deformasi kerak di dalam tampungan waduk. Deformasi ini dapat disebutirkan oleh berat air yang tertampung di dalam waduk atau aktifitas geologi regional lainnya. Mengembangnya kembali setelah penurunan pertama juga pernah terjadi, sehingga jaringan kontrol vertikal waduk harus diperiksa setiap kali pengukuran ulang. Perubahan kecil datum dapat berpengaruh besar terhadap kapasitas waduk selanjutnya. Pengukuran suatu waduk, yang baru sebagian atau sudah sepenuhnya diisi memerlukan perahu atau rakit. Peralatan pemeruman sonar sangat banyak digunakan untuk pengukuran waduk karena dapat memberikan data ataupun grafik dasar waduk yang berkesinambungan sejalan dengan bergeraknya perahu sepanjang rentang garis yang telah ditentukan sebelumnya. Bila pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat pemerum sonar dan dibandingkan dengan hasil pengukuran lain yang memakai alat pemeruman tipe lama, maka peralatan sonar yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan dengan menyetel alat sonar sehingga diperoleh definisi elevasi dasar yang sama. Dalam mengukur suatu rentang garis, perahu bergerak dari satu tepi waduk ke tepi di seberangnya dengan kecepatan yang hampir tetap antara 2 knot s.d 5 knot. Berbagai metode untuk mengatur posisi perahu ketika bergerak melintasi waduk yang digunakan seperti “cutting in” dengan menggunakan metode pengukuran tanah yang standar, metode mekanik seperti kawat atau kabel yang dikalibrasi, atau sistem pengukur jarak elektronik yang canggih. Sistem pengukur elektronik ini makin lazim digunakan karena mudah mengumpulkan data dan hemat waktu. Denah tipikal untuk perahu pengukuran yang menggunakan alat ukur elektronik diperlihatkan dalam Gambar B.4 Lampiran B, dan contoh grafik hasil pemeruman diberikan dalam Gambar B.5 Lampiran B. Penelitian dan pengembangan mutakhir teknologi laser mungkin akan segera menghasilkan teknik baru pengukuran waduk dari udara. Analisis Data Pengukuran Waduk Tujuan utama pengukuran waduk adalah untuk menentukan kapasitas tampung waduk. Bila hasilnya dibandingkan dengan hasil pengukuran terdahulu maka akan diketahui kapasitas tampung sedimennya. Perhitungan volume tampungan biasanya berdasarkan pada peta kontur topografi dengan menggunakan metoda luas kontur rata-rata ataup modifikasinya seperti “Modified Prismoidal Rule” atau “Simpson’s Rule”. Luas dari setiap kontur dalam peta diukur dengan planimeter untuk menghitung kapasitas penambahannya dan dijumlahkan untuk memperoleh kapasitas total waduk. Hal ini dilakukan dalam pengukuran awal dan juga pengukuran selanjutnya jika metode garis tinggi yang dipilih untuk pengukuran-pengukuran tersebut. Bila metode rentang garis digunakan dalam pengukuran lanjutan, maka diperlukan suatu langkah tambahan untuk menggambar areal kontur. Areal kontur yang baru biasanya dihitung dengan prosedur penyesuaian lebar seperti yang diperlihatkan dalam Gambar B.3 Lampiran B. Hasil akhir dari perhitungan kapasitas areal adalah plot dari areal-areal tersebut dan kapasitas pengukuran awal dan pengukuran lanjutan. Contoh plot-plot tersebut dapat dilihat di dalam laporan pengukuran ulang waduk yang dibuat oleh Lara dan Sanders. 8 dari 57
SNI 19-6459-2000
Perbandingan antara kapasitas yang diperoleh dari dua pengukuran memberikan volume akumulasi sedimen yang terukur. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam menghitung volume sedimen ini adalah perhitungan kapasitas areal kontur yang harus dilakukan dengan metode yang sama untuk kedua pengukuran yang akan dibandingkan. Dengan demikian, jika digunakan “Modified Prismoidal Rule” ataupun salah satu metode komputer lain untuk menghitung kapasitas awal waduk, maka metode itulah yang harus digunakan untuk perhitungan-perhitungan selanjutnya. Hal ini membantu menghilangkan perbedaanperbedaan teknik yang dapat mempengaruhi perhitungan volume sedimen. Analisis lain yang layak dilakukan dari pengukuran sedimentasi waduk adalah untuk membuat suatu plot persentase kedalaman waduk terhadap persentase endapan sedimen atau suatu plot profil pengendapan sedimen di sepanjang waduk. Plot persentase kedalaman terhadap persentase sedimen (Gambar B.6 Lampiran B) digunakan dalam studi perencanaan untuk membuat kurva rencana yang digunakan untuk memperkirakan distribusi endapan sedimen. Plot yang lain atau profil pengendapan memberikan informasi berharga untuk untuk menentukan delta, kemiringan depan endapan (foreset s lope) untuk mengetahui kemungkinan adanya kerapatan arus, dan kedalaman pengendapan sedimen di bendungan. Contoh plot tanpa dimensi dari profil pengendapan sedimen di Danau Mead diberikan dalam Gambar B.7 Lampiran B. Pengambilan Contoh Endapan Sedimen Pada saat dilakukan pengukuran waduk, diperlukan data karakteristik sedimen, baik sedimen yang telah mengendap maupun yang bergerak ke waduk. Contoh endapan sedimen idealnya diambil dari jarak-jarak tertentu di seluruh waduk. Analisis terhadap contoh yang terkumpul terdiri atas kerapatan, distribusi ukuran butir, tegangan geser, dan komposisi mineralnya. Data endapan sedimen digunakan untuk mengetahui sumber-sumber sedimen yang masuk ke waduk, studi “density current” atau studi kemampuan bilas melalui bangunan pembuang verifikasi model gerakan sedimen melalui waduk yang sedang dikembangkan, dan untuk mengembangkan hubungan empirik yang akan digunakan dalam perencanaan dan desain waduk yang lain. Selain kegunaan di atas, data karakteristik sedimen bila digabungkan dengan data pengukuran kedalaman sedimen dekat bendungan dapat dipakai untuk mengidentifikasi masalah pengendapan sedimen yang mungkin terjadi sehubungan aliran masuk ke pembangkit listrik atau penyumbatan bangunan pembuang. Data sedimen yang diangkut melalui bendungan dapat digunakan untuk memperkirakan masalah yang mungkin terjadi. Sehubungan dengan gerakan sedimen di bawah kondisi kecepatan tinggi dan turbulensi sehingga dapat mengakibatkan perubahan operasi waduk. Data yang sama akan memberikan informasi mengenai efisiensi tangkapan waduk untuk membantu identifikasi masalah operasional dan juga memberikan data untuk perencanaan waduk lain. Pengukuran sedimen yang melewati bendungan dapat dilakukan dengan cara pengambilan contoh sedimen layang pada sungai di hilir bendungan atau pengambilan contoh debit melalui bangunan pelimpah, saluran pembuang bawah, atau pada bangunan sadap. Alat untuk mengumpulkan contoh sedimen di dalam waduk cukup bervariasi. Di bagian waduk sebelah hulu, di bendungan, atau pada alur sungai di hilir bendungan, alat yang digunakan mungkin sama dengan pengambilan contoh sedimen layang dan sedimen dasar di hulu sungai. Di air yang dalam, contoh endapan sedimen dapat diambil dengan alat pengambil contoh piston atau “gravity core sampler” untuk analisis kerapatan, ukuran butir, dan analisis mineral. Untuk pengukuran kerapatan, pengukuran di tempat dapat dilakukan dengan menggunakan alat pemeriksa kerapatan sedimen radioaktif.
9 dari 57
SNI 19-6459-2000
5.2
Perkiraan Serahan Sedimen
Sebagian besar metode untuk memperkirakan serahan sedimen adalah metode langsung atau tidak langsung berdasarkan hasil pengukuran serahan sedimen dari pengambilan contoh atau berdasarkan pengukuran waduk seperti yang diuraikan dalam sub-pasal 5.1 “Pengukuran Serahan Sedimen”. Metode yang digunakan untuk memperkirakan serahan sedimen untuk suatu daerah aliran tergantung dari evaluasi yang dilakukan oleh seorang ahli sedimentasi setelah inspeksi lapangan dan pemeriksaan semua data yang ada secara teliti. Untuk menentukan metode perkiraan yang paling tepat untuk diterapkan di daerah pengaliran tertentu. Sembilan faktor yang berpengaruh terhadap serahan sedimen seperti digambarkan di awal pasal 5 harus dianalisis oleh ahli tersebut. Ada lima pendekatan yang berbeda dalam memperkirakan serahan sedimen suatu daerah pengaliran, terutama untuk digunakan dalam perencanaan dan desain bendungan dan waduk. Dalam beberapa kondisi, salah satu atau beberapa dari pendekatan tersebut dapat digunakan untuk waduk lama di mana pengukuran tidak langsung tak mungkin dilakukan karena kendala waktu atau biaya. Ke lima pendekatan untuk perkiraan serahan sedimen tersebut adalah sebagai berikut : a)
evaluasi 9 (sembilan) faktor yang mempengaruhi serahan sedimen,
b)
evaluasi persamaan laju erosi bruto,
c)
penerapan persamaan angkutan sedimen,
d)
hubungan empiris dari pengukuran,
e)
model matematik.
Pemilihan metode yang paling tepat akan tergantung pada tipe studi, rincian yang diperlukan, biaya studi, kemanfaatan/kecocokan, dan keandalan metode tersebut jika diterapkan di suatu area tertentu. 5.2.1
Evaluasi sembilan faktor yang berpengaruh terhadap serahan sedimen
Prosedur ini mencakup sejumlah penilaian dan pengalaman yang berhubungan dengan semua faktor yang menyebutirkan erosi dan angkutan sedimen dari suatu daerah pengaliran. Persyaratan dasarnya adalah pengukuran lapangan oleh seorang ahli sedimentasi untuk mengevaluasi faktor-faktor tersebut dan menentukan laju serahan sedimen, biasanya dalam ton/km2/tahun. Kebanyakan para ahli sangat mengandalkan perbandingan faktor-faktor erosi atau produksi sedimen di daerah pengaliran lain yang kondisinya serupa dengan daerah yang akan diteliti dan di daerah tersebut telah diperoleh ukuran serahan sedimen yang sebenarnya baik dari pengambilan contoh sedimen ataupun pengukuran waduk. Tabel 2 memperlihatkan faktor-faktor dan sistem pembobotan, yang digunakan dalam laporan di atas. Faktor-faktor yang diberikan dalam Tabel 2 sama seperti yang diidentifikasi di awal butir “Serahan Sedimen”. Nilai numerik untuk berbagai tingkat se rahan sedimen yang diperlihatkan dalam Tabel 2 saling berhubungan dan dapat diubah sedusi kondisi setempat. Dalam acuan diberikan uraian mengenai kondisi lapangan yang mengarah pada penerapan faktor-faktor dalam Tabel 2 dan suatu prosedur konversi angka/jumlah di dalam tabel tersebut ke laju serahan sedimen yang sebenarnya.
10 dari 57
SNI 19-6459-2000
Tabel 2 Daftar peringkat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap serahan sedimen Tingkat Serahan Sedimen Tinggi Sedang Rendah 10 5 0 20 10 0 10 0 - 10 10 0 - 10 20 10 0 25 10 0
Faktor a. b. c. d. e. f.
5.2.2.
Jumlah dan intensitas hujan Tipe tanah dan informasi geologi Penutup lahan Tata guna lahan Topografi Erosi di pegunungan / dataran tinggi
g. Run off
10
5
0
Erosi alur sungai h. Karakteristik sedimen I. Hidraulika alur sungai
25
10
0
Evaluasi persamaan laju erosi bruto
Persamaan “the Universal Soil Loss Equation” (USLE) digunakan untuk menentukan laju erosi bruto. Persamaan tersebut merupakan analisis komprehensif erosi yang mencakup suatu analisis regresi lebih dari 10.000 tahun- plot data dari “erosion plots” di 42 stasiun percobaan di 23 negara bagian di USA. Model tipe regresi linier lain telah dikembangkan, sebagian besar berupa usaha untuk menyederhanakan persamaan USLE. Suatu prosedur empirik untuk menggabungkan laju erosi bruto dan perbandingan bawaan sedimen telah dikembangkan oleh Jansen dan Painter. Perlu diperhatikan bahwa setiap metode empiris untuk menghitung erosi bruto merupakan pendekatan dan harus dianggap sebagai suatu perkiraan kasar. Persamaan USLE ditulis : A = R x K x LS x C x P ..................................................................................
(2)
dengan : A adalah kehilangan tanah rata-rata tahunan (ton/ha), R adalah faktor erosivitas hujan, biasanya sama dengan indeks erosi lokal (EI) parameter hujan untuk suatu periode waktu tertentu, K adalah faktor erodibilitas tanah, yaitu ukuran kuantitatif laju erosi tanah, LS adalah faktor topografi, suatu penyesuaian persamaan untuk memperhitungkan panjang dan kemiringan lereng, C adalah faktor pengelolaan tanaman, menunjukkan perbandingan kuantitas tanah yang ditutupi lapisan pelindung (mulch) atau vegetasi dengan tanah dari lokasi yang telah terganggu dan dibiarkan terbuka terhadap kekuatan erosi, P adalah faktor tindakan konservasi; memperhitungkan tindakan pengendalian erosi seperti penanaman lereng, pembuatan kontur, atau teras. Koefisien untuk menggunakan persamaan USLE dalam satuan metrik diberikan dalam beberapa literatur. 5.2.3
Penerapan persamaan angkutan sedimen
Banyak persamaan angkutan bahan dasar dapat digunakan sebagai pendekatan kasar dalam memperkirakan serahan sedimen. Metode tersebut hanya berlaku jika bahan dasar di sungai merupakan bagian terbesar dari angkutan sedimen total. Dengan kata lain, bahan yang lebih halus berukuran lanau dan lempung (< 0,062 mm) tidak penting dalam desain suatu bangunan air. Hal tersebut berlaku di waduk di mana bahan halus (< 0,062 mm) tetap melayang dan digelontorkan atau dibilas air melewati bendungan. 11 dari 57
SNI 19-6459-2000
Semua persamaan angkutan sedimen yang diberikan dalam Sub-sub pasal 5.1.1 dapat digunakan untuk memperkirakan angkutan bahan dasar di sungai. Data yang diperlukan untuk penerapan setiap persamaan tersebut atau persamaan lain yang sejenis adalah contoh bahan dasar dan pengukuran penampang sungai. Penampang sungai yang telah di ukur digunakan untuk menggambarkan hidraulika suatu ruas sungai. Perhitungan profil muka air pada ruas sungai tersebut dan di seluruh kisaran debit air yang dikehendaki akan memberikan gambaran hidraulika alur sungai yang diperlukan seperti lebar, kedalaman, dan kecepatan. Distribusi ukuran butir contoh bahan dasar digunakan untuk menghitung angkutan bahan dasar serangkaian hidraulika alur sungai tertentu. Asumsi penting dalam pendekatan ini adalah ukuran bahan dasar dengan perubahan debit. Langkah berikutnya dalam perhitungan adalah pembuatan kurva lengkung muatan bahan dasar. Hubungan antara debit air (m3/dt) terhadap muatan bahan (ton/hari) biasanya berupa plot log-log dan suatu kurva yang dihitung dengan analisis akar terkecil (least square). Kurva ini digabungkan dengan data debit air yang ada untuk menentukan serahan sedimen di atas ruas sungai yang diambil contoh sedimennya. Kurva ini dapat digabungkan dengan kurva durasi aliran dalam perhitungan serahan rata-rata jangka panjang dari bahan dasar yang terkandung dalam muatan sedimen total. 5.2.4
Hubungan empiris dari pengukuran
Metode perkiraan serahan sedimen memerlukan data yang paling sedikit jumlahnya namun jika dievalusi oleh seorang ahli sedimen akan banyak mengurangi biaya investigasi. Dalam evaluasi tersebut data hasil pengukuran memberikan suatu dasar untuk ekstrapolasi bagi daerah pengaliran yang serupa. Pengukuran untuk memperoleh muatan sedimen melayang rata-rata jangka panjang dan muatan total menghasilkan muatan total sedimen di atas sebuah pos pengukuran. Serahan sedimen tersebut dinyatakan dalam ton/km 2/tahun dapat diberlakukan terhadap daerah pengaliran lain yang mempunyai karakteristik erosi dan runoff sedimen yang sama. Dua metode untuk mengalihkan suatu serahan sedimen terukur dari satu daerah pengaliran ke lainnya yaitu 1) penerapan serahan sedimen secara langsung 2) menyesuaikan serahan sedimen tersebut dengan suatu faktor koreksi yang sama dengan perbandingan serahan air. Contoh kedua metode tersebut paling baik diillustrasikan dengan daerah pengaliran hipotesis seperti yang diperlihatkan dalam sketsa untuk Tabel 3. Daerah pengaliran A berakhir di suatu pos pengukuran dengan suatu serahan sedimen terukur. Daerah pengaliran B dan C dapat berada di samping atau di areal yang sama secara umum Gambar B.9 Lampiran B. Pengujian untuk memilih metode mana yang akan digunakan tergantung pada keyakinan peneliti bahwa konsentrasi sedimen rata-rata tahunan akan sama untuk kedua daerah pengaliran (metode II) atau bahwa laju serahan sedimen sama (metode I) tanpa memperhitungkan perbandingan serahan air di kedua daerah pengaliran. Metode lain untuk memperkirakan serahan sedimen mencakup pengembangan suatu hubungan antara serahan sedimen terhadap luas daerah pengaliran dari serahan sedimen terukur yang diperoleh dari pengambilan contoh maupun dari pengukuran waduk seperti yang diuraikan dalam pasal 5 “Serahan Sedimen”. Di daerah semi kering di hubungan seperti dalam Gambar B.8 Lampiran B paling baik dikembangkan dengan menggunakan data pengukuran dari daerah pengaliran yang mempunyai karakteristik erosi dan angkutan sedimen yang sama dengan daerah yang akan diukur serahan sedimennya. Metode ini dipakai sebagai suatu penguji untuk metode lain atau untuk perkiraan kasar serahan sedimen; namun laju serahan sedimen tidak selalu menurun dengan bertambah luasnya daerah pengaliran. Sebelum menerapkan metode ini penting sekali untuk membandingkan faktor-faktor serahan sedimen.
12 dari 57
SNI 19-6459-2000
5.2.5
Model Matematik
Banyak peneliti mengembangkan model matematik yang lebih canggih dan lebih luas (komprehensif) untuk memperkirakan serahan sedimen dengan komputer modern. Faktorfaktor yang banyak atau variabel model memanfaatkan yang terpenting dari ke-9 fakor yang diberikan dalam pasal 5 “Serahan Sedimen”. Model-model tersebut harus diuji dengan serahan sedimen terukur yang diperoleh baik dari pengambilan contoh sedimen melayang ataupun dari pengukuran waduk. Penerapan model yang telah teruji sepenuhnya terhadap suatu daerah tangkapan tergantung pada perbandingan antara daerah tangkapan yang telah mempunyai data pengukuran yang diperlukan untuk pengujian dengan daerah pengaliran yang sedang diselidiki. Untuk hal ini diperlukan keputusan dari seorang ahli sedimentasi mengenai dapat atau tidaknya suatu model diterapkan langsung di daerah tangkapan lainnya. Suatu metode pengujian cukup penting karena setiap variabel atau faktor yang terlibat harus dianalisis untuk mengetahui bobot setiap faktor yang diketahui terhadap serahan sedimen total. Tabel 3 Sketsa dan tabel daerah pengaliran yang berdekatan dan serahan sedimen Daerah Aliran
Luas Daerah Aliran 2 km
Larian 3 3 10 m / th
Serahan Air 3 2 m km / th
Metode 1 Ton/ 2 km / tahun
Ton tahun
Model 2 Konsen . Mg/l
Ton/ 2 km / tahun
Ton tahun
1000 100 100 10 (1) 10.000 400.000 10 10.000 A B 300 20 66,7 10 (2) 3.000 150.000 6,67 (3) 2.000 C 1200 200 166,7 10 (2) 12.000 60.000 16,7 (3) 20.000 Alat ukur (1) Serahan sedimen terukur (2) Serahan sedimen dianggap sama untuk daerah pengaliran A (3) Serahan sedimen = Serahan air untuk B atau C x (Serahan sedimen untuk A) Serahan air untuk A
Konsen. Mg/l 100.000 100.000 100.000
Kebanyakan model matematik pada dasarnya memakai faktor-faktor yang sama seperti yang diuraikan dalam laporan ini, tetapi membagi analisisnya menjadi dua komponen. Satu komponen mensyaratkan pengembangan suatu model matematik untuk menentukan pasokan sedimen atau erosi dari daerah pengaliran di pegunungan yang dipengaruhi oleh curah hujan, jenis tanah, geologi, penutup lahan, tataguna lahan, topografi, dan jaringan pembuangan air. Komponen kedua dari model adalah menghubungkan angkutan sedimen oleh sungai yang tergantung pada runoff dan ukuran butir sedimen dengan karakteristik hidraulika alur sungai tersebut Dengan bertambah banyaknya model matematik serahan sedimen yang sedang diperiksa atau diuji terhadap pengukuran waduk yang sebenarnya, maka potensi penggunaannyapun makin banyak. Karena modell matematik memerlukan data yang sangat banyak dan biaya besar, maka model tersebut lebih cocok untuk masalah serahan sedimen yang lebih kompleks.
6
Endapan sedimen
Aliran sedimen yang masuk ke tampungan waduk akan diendapkan atau dialirkan melalui bendungan. Sedimen dapat diendapkan secara permanen, atau dalam beberapa situasi tertentu seperti pengendapan oleh aliran banjir yang tinggi atau akibat rendahnya muka air waduk dapat diangkut lebih jauh ke dalam waduk atau mungkin juga dibilas melalui saluran pembuang. Sedimen yang diangkut melalui bendungan biasanya berupa bahan yang lebih halus (< 0,062 mm), diangkut dalam keadaan melayang atau dipindahkan oleh arus kerapatan saat waduk masih dalam usia dini. Dengan bertambahnya sedimen di dalam waduk, sebagian dari bahan yang lebih kasar (> 0,062 mm) mungkin diangkut melalui bendungan. Ada kondisi-kondisi khusus seperti pintu geser di bendungan didesain untuk 13 dari 57
SNI 19-6459-2000
aliran banjir besar harus mengalirkan lebih banyak sedimen termasuk pecahan yang lebih besar dari 0,062 mm melewati bendungan. bendungan. Karakteristik Karakteristik endapan sedimen berbeda dari waduk waduk ke waduk. Dari pengukuran waduk waduk dan pengumpulan data endapan sedimen, banyak karakteristik pengendapan sedimen yang telah diketahui dan sekarang diperhitungkan dalam desain bendungan dan waduk. Hubungan empiris karakteristik pengendapan yang telah dikembangkan dari pengukuran waduk dan data pengambilan contoh sedimen yang telah ada adalah mengenai efisiensi penangkapan sedimen, kerapatan endapan sedimen, pola pola distribusi, dan kedalaman sedimen di waduk. 6.1
Efisiensi Penangkapan Sedimen
Efisiensi penangkapan sedimen sebuah waduk didefinisikan sebagai perbandingan dari kuantitas sedimen sedimen yang diendapkan diendapkan dengan total sedimen yang masuk. Perbandingan Perbandingan ini atau persentase bahan yang tertangkap tergantung pada volume dan analisis ukuran butir sedimen yang akan masuk, debit alir yang mengalir melalui waduk, dan muka air eksploitasi waduk. Hubungan empiris efisiensi efisiens i penangkapan sedimen ini digunakan digunak an di kebanyakan waduk bertampungan besar. Metode tersebut menggunakan hubungan kapasitas tampungan waduk dengan aliran masuk seperti yang diperlihatkan dalam Gambar B.10 Lampiran B. Hubungan efisiensi penangkapan sedimen yaitu persentase sedimen masuk yang mengalir melalui waduk terhadap indeks indeks sedimentasi. sedimentas i. Indeks sedimentasi didefinisikan didefinis ikan sebagai perbandingan antara periode penahanan ( retention) retention) dengan kecepatan debit air terendah yang melewati waduk. Kurva Churchill telah dikonversikan menjadi suatu “truly dimensionless expression” melalui perkalian indeks sedimentasi dengan percepatan akibat gravitasi. Kurva Churchill yang tidak berdimensi ini juga diperlihatkan dalam Gambar B.10 Lampiran B berikut persamaan untuk menghitung efisiensi penangkapan sedimen menggunakan kurva Churchill dan titik-titik plot tambahan yang ditambahkan oleh BUREC dari data studi waduk. Gambar B.10 Lampiran B merupakan suatu ilustrasi metode Brune dan Churchiill untuk menghitung efisiensi penangkapan sedimen dan tidak boleh dipandang sebagai perbandingan dari berbagai metode. Pedoman yang umum adalah menggunakan metode Brune untuk waduk bertampungan besar atau normal, dan kurva Churchill untuk kolam pengendap, waduk kecil, bangunan penahan banjir, waduk semi-kering, atau waduk yang airnya terus menerus dialirkan melalui pintu-pintu ( sluiced ). ). Jika akumulasi sedimen yang diperkirakan akan mencapai persentase tinggi dari kapasitas waduk, maka efisiensi pengkapan sedimen perlu dianalisis pada periode-periode tertentu sejalan pertambahan umur waduk. Secara teoritis, efisiensi penangkapan waduk akan terus menurun begitu penampungan dimulai; namun untuk kebanyakan waduk analisis penangkapan sedimen hanya efisien bila dilakukan dalam interval kurang dari 10 tahun. Keragaman aliran sedimen masuk tahunan merupakan alasan yang cukup untuk tidak menggunakan menggunakan periode analisis yang lebih singkat. 6.2
Perkiraan laju konsolidasi
Contoh sedimen yang terendapkan di waduk telah memberikan informasi yang bermanfaat tentang kerapatan kerapatan endapan. Kerapatan bahan bahan yang terendapkan terendapkan dalam arti massa kering kering per satuan volume digunakan untuk mengkonversikan total aliran masuk sedimen ke dalam waduk dari suatu massa ke suatu volume. Konversi ini diperlukan diperlukan jika total aliran sedimen masuk dihitung dari suatu program pengambilan contoh sedimen melayang dan contoh bahan dasar. Faktor dasar yang mempengaruhi mempengaruhi kerapatan endapan endapan sedimen sedimen di dalam dalam waduk adalah (a) cara eksploitasi waduk, (b) tekstur dan ukuran butiran sedimen yang diendapkan, diendapkan, (c) laju pemadatan atau konsolidasi sedimen yang telah mengendap.
14 dari 57
SNI 19-6459-2000
Eksploitasi waduk mungkin merupakan faktor yang paling berpengaruh. Sedimen yang telah mengendap di dalam waduk yang sering disurutkan akan menjadi terbuka dalam periode yang lama dan akan lebih banyak mengalami konsolidasi. konsolidasi. Waduk yang dieksploitasi dengan dengan muka air normal tidak memungkinkan terjadinya pengeringan dan konsolidasi endapan sedimen yang sama seperti yang terjadi pada waduk yang sering surut. Ukuran butir sedimen masuk mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kerapatan. Endapan sedimen terdiri atas lanau dan pasir akan mempunyai kerapatan lebih tinggi daripada endapan yang sebagian besar terdiri dari lempung. Klasifikasi sedimen menurut sebagai berikut : Tabel 4 Tipe sedimen dan kisaran ukuran inti Tipe sedimen
Kisaran ukuran butir (mm)
Lempung Lanau Pasir
kurang dari 0,004 0,004 - 0,062 0,062 - 2,0
Akumulasi endapan sedimen yang baru di atas endapan lama mengubah kerapatan endapan lama. konsolidasi konsolidasi ini mempengaruhi kerapatan rata-rata selama umur layan layan waduk yang diperkirakan, misalnya periode 100 tahun. Contoh yang baik mengenai konsolidasi endapan sedimen mengenai kerapatan sedimen di suatu lokasi pengambilan contoh di Danau Mead yang seluruh bahannya berukuran lempung. Metode yang memperhitungkan ketiga faktor di atas dalam menentukan m enentukan kerapatan kerapatan endapan sedimen yang ditunjukkan berikut ini diambil dari Biro Reklamasi dan berdasarkan persamaan pemadatan yang dikembangkan oleh Miller. Eksploitasi Eksploitas i waduk paling besar pengaruhnya karena menentukan jumlah konsolidasi atau pengeringan yang dapat terjadi pada lempung yang terkandung dalam bahan endapan jika waduk sering disurutkan. disurutka n. Ukuran butir sedimen yang masuk ke dalam wwaduk juga berpengaruh terhadap kerapatan seperti yang ditnjukkan oleh perubahan massa awal. Massa awal sekitar 1300 contoh dianalisis secara statistik oleh Lara dan Pemberton untuk menentukan persamaan matematik dari perubahan massa awal awal dengan tipe tipe eksploitasi eksploitasi waduk. Data tambahan mengenai kerapatan bahan endapan dari pengukuran ulang waduk mendukung persamaanpersamaan yang dikembangkan oleh Lara dan Pemberton serta Lane dan Koelzer. Eksploitasi waduk diklasifikasikan diklasifikasikan menurut tipe sebagai s ebagai berikut : Tabel 5 Tipe 2 Klasifikasi Eksploitasi Waduk Tipe 1 2 3 4
Eksploitasi Waduk selalu terbenam atau hampir terbenam sedimen waduk biasanya disurutkan secukupnya atau banyak waduk biasanya kosong sedimen dasar sungai
Pemilihan tipe waduk biasanya dapat ditentukan dari studi eksploitasi yang telah dipersiapan untuk sebuah waduk. Begitu tipe waduk telah ditentukan, kerapatan awal endapan sedimen dapat diperkirakan menggunakan menggunakan persamaan berikut : W1 = WcPc + WmPm + WsPs.......................................... ............................................................... ............................................ ....................... (3) dengan : W1 adalah kerapatan (kg/m3); Pc, Pm, Ps adalah prosentase lempung, lempung, lanau, lanau, dan pasir pasir dari sedimen masuk Tabel Tabel 4 Wc, Wm, Ws adalah koefisien lempung, lanau, dan pasir yang diperoleh dari tabulasi berikut : 15 dari 57
SNI 19-6459-2000
Tipe waduk
Wc
Wm
Ws
1 2 3 4
416 561 641 961
1120 1140 1150 1170
1550 1550 1550 1550
Kerapatan endapan sedimen akan meningkat setiap tahun selama endapan tersebut berada di dalam waduk. Persamaan : W = W1 + K log10T ............................................ ................................................................... ............................................. ............................. ....... (4) dengan : W adalah kerapatan setelah pemadatan pemadatan T tahun; W1 adalah kerapatan awal dari persamaan (3); K adalah konstanta tergantung pada analisis analisis ukuran butir sedimen. Persamaan ini diberikan untuk menentukan kerapatan endapan sedimen di dalam waduk setelah satu periode eksploitasi. Namun sebagian sedimen akan mengendap di dalam waduk setiap tahun selama T-tahun eksploitasi dan masing-masing endapan tahunan akan mempunhai waktu pemadatan yang berbeda. Pendekatan integral untuk menentukan kerapatan rata-rata semua sedimen yang diendapkan dalam eksploitasi selama T-tahun sebagai berikut :
W r
T W 1 0,4343 K log log e T 1 ................................................................... T 1
(5)
dengan : WT adalah kerapatan rata-rata setelah setelah eksploitasi eksploitasi waduk waduk selama T tahun; W1 adalah kerapatan awal seperti yang yang diperoleh diperoleh dari Persamaan (3); (3); K adalah konstanta berdasarkan berdasarkan tipe eksploitasi waduk (lihat Tabel di atas) dan analisis ukuran sedimen seperti yang diambil dari tabel berikut : Tipe waduk 1 2 3
Pasir 0 0 0
K Lanau 91 29 0
Lempung 256 135 0
Nilai yang diperoleh dapat digunakan untuk mengkonversikan massa sedimen yang masuk ke volume yang akan ditempatinya di dalam waduk setelah 100 tahun. 6.3
Metode untuk memperkirakan memperkirakan bentuk endapan
Data yang diperoleh dari pengukuran waduk-waduk yang ada seperti yang diterangkan dalam Sub-sub pasal 5.1.2 telah digunakan untuk menciptakan menciptak an hubungan empiris empiris ini memperkirakan memperkirakan pola distribusi distribusi sedimen sedimen di dalam waduk. Dua teknik yang yang paling umum umum digunakan untuk menggambarkan pola distribusi sedimen in dalam waduk didasarkan pada plot kedalaman terhadap volume sedimen, dan plot kedalaman terhadap panjang waduk seperti yang diperlihatkan diperlihatkan dalam dalam Gambar B.6 dan B.7 Lampiran Lampiran B. Kedua teknik teknik ini menggambarkan akumulasi partikel sedimen yang sedang diendapkan karena menurunnya kecepatan air dan perubahan pusaran yang terjadi di seluruh kedalaman dan panjang waduk. Kedua metode tersebut jelas menunjukkan bahwa pengendapan sedimen tidak hanya terbatas pada daerah tampungan waduk yang lebih rendah saja.
16 dari 57
SNI 19-6459-2000
Suatu diagram skematik dari perkiraan pengendapan sedimen (Gambar B.11 Lampiran B) menunjukkan pengaruh sedimen terhadap tampungan. Dalam studi distribusi sedimen, ada dua bagian yang harus dipelajari. Yang pertama adalah pembuatan kurva elevasi terhadap kapasitas untuk selama umur layan waduk, dalam hal ini diambil 100 tahun seperti diperlihatkan di sisi kiri Gambar B.11 Lampiran B. Distribusi ini memberikan informasi berkurangnya tampungan akibat adanya sedimen di setiap ruang tampungan yang telah ditentukan selain dari kedalaman sedimen yang telah diperkirakan di bendungan. Bagian kedua, tidak diperlukan untuk semua waduk, adalah studi profil sedimen seperti yang diperlihatkan di sisi kanan Gambar B.11 Lampiran B untuk menentukan pengendapan di dalam delta. Sedimen yang terakumulasi biasanya tersebar dalam waduk di bawah puncak tinggi air konservasi (the top of the conservation pool ) atau muka air normal. Namun, jika waduk mempunyai muka air banjir ( flood control pool ) yang terisi dalam jangka waktu yang cukup lama, maka sebagian dari sedimen yang terakumulasi mungkin diendapkan di dalam kolam tersebut Gambar B.12 Lampiran B adalah plot data dari 11 waduk Great Plains di USA yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memperkirakan besarnya bagian dari seluruh akumulasi sedimen yang akan diendapkan di atas muka air normal. Plot ini hanya digunakan sebagai pedoman umum saja, dan perkiraan yang diperoleh dari plot tersebut harus disempurnakan berdasarkan rencana operasi waduk dan sifat alamiah sedimen yang akan masuk. Kurva ini berdasarkan data yang terbatas dan dapat diubah dengan bertambahnya informasi. Indeks muka air banjir (flood pool index) dihitung berdasarkan perbandingan antara kedalaman muka air banjir terhadap kedalaman di bawah muka air banjir (flood pool), dikalikan dengan persentase waktu di mana muka air waduk akan berada di dalam kisaran muka air banjir. Waduk yang sedang direncanakan, informasi ini harus diperoleh dari studi operasinya. Sesudah kuantitas sedimen yang akan diendapkan di bawah muka air normal ditentukan, maka metode “Empirical Area-Reduction” dapat digunakan untuk memperkirakan distribusinya untuk setiap waktu yang dikehendaki. Metode ini menyatakan bahwa distribusi sedimen tergantung pada : (a) cara operasi waduk, (b) tekstur dan ukuran partikel/butiran sedimen yang diendapkan, (c) bentuk waduk, dan (d) volume sedimen yang terendapkan di waduk. Namun faktor bentuk waduk telah diadopsi atau diambil sebagai kriteria utama untuk membuat kurva rencana yang diperoleh secara empiris untuk mendistribusikan sedimen. Bentuk waduk ditentukan oleh hubungan antara kedalaman dengan kapasitas, di mana m adalah kebalikan dari plot kedalaman terhadap kapasitas pada kertas logaritma, dan klasifikasi waduk berdasarkan hal ini adalah sebagai berikut : Tabel 6 Tipe waduk dan klasifikasi Tipe waduk 1 2 3 4
Klasifikasi Danau Dataran banjir - kaki bukit Bukit Jurang
m 3,5 - 4,5 2,5 - 3,5 1,5 - 2,5 1,0 - 1,5
Prosedur yang sekarang digunakan oleh Biro Reklamasi untuk mengetahui distribusi sedimen di berbagai kedalaman adalah menggunakan kurva rencana seperti yang diperlihatkan dalam Gambar B.13 Lampiran B. Distribusi Tipe 4 digunakan untuk kasus ekstrim di mana waduk dikosongkan setiap tahun tanpa menampung air, sedangkan kebanyakan waduk termasuk tipe 1, 2, atau 3. Dengan memberikan bobot yang sama terhadap operasi dan bentuk waduk, suatu tipe distribusi dipilih dari Tabel 8. Dalam hal ada dua pilihan tipe, maka keputusan yang baik dapat diambil dengan menentukan pengaruh yang lebih besar terhadap distribusi sedimen, apakah operasi waduk atau bentuknya.
17 dari 57
SNI 19-6459-2000
Tekstur dan ukuran sedimen yang terendapkan dapat diperkirakan berdasarkan pedoman berikut : Tabel 7 Tipe Waduk dan ukuran dominan sedimen Ukuran yang dominan Pasir atau lebih kasar dari pasir Lanau Lempung
Tipe 1 2 3
Ukuran butiran sedimen pada kebanyakan sistem sungai adalah campuran lempung, lanau, dan pasir; dan telah dibuktikan hal tersebut paling kecil pengaruhnya di dalam memilih kurva tipe rencana (design type curve) dari Gambar B.13 Lampiran B. Ukuran sedimen perlu dipertimbangkan dalam memilih kurva tipe rencana untuk kasus yang mempunyai dua kemungkinan tipe distribusi saja. Cara memberikan metode distribusi setelah dipilih tipe kurva yang tepat. Delta atau bagian endapan sedimen yang paling hulu merupakan bagian yang paling kritis dari distribusi sedimen secara longitudinal karena dapat berpengaruh terhadap profil air balik (back-water). Suatu studi rinci diperlukan jika endapan sedimen di daerah hulu waduk menyebutirkan meluasnya genangan ke lahan ataupun bangunan seperti jembatan atau hunian penduduk. Pembahasan yang lebih lengkap tentang pembentukan delta diberikan dalam sub-pasal 8.1. Tabel 8 Tipe kurva rencana distribusi sedimen Eksploitasi Waduk Kelas Sedimen yang terbenam
Tipe 1
Bentuk Kelas Danau Bantaran banjir-kaki bukit Bukit dan jurang/palung
Tipe 1 2 3
Tipe Pembobotan 1 1 atau 2 2
Surutan sedang
2
Danau Bantaran banjir-kaki bukit Bukit dan jurang
1 2 3
1 atau 2 2 2 atau 3
Surutan tinggi/banyak
3
Danau Bantaran banjir-kaki bukit Bukit dan jurang
1 2 3
2 2 atau 3 3
Biasanya kosong
4
Semua bentuk
6.4
4
Pengaruh sedimen terhadap desain dan umur layan waduk
Faktor utama yang berpengaruh terhadap endapan sedimen seperti : aliran sedimen yangmasuk, efisiensi penangkapan sedimen, kerapatan endapan, volume endapan sedimen, dan perkiraan bentuk endapan, dapat mengurangi kapasitas tampungan waduk. karena itu mempengaruhi umur layannya. Seperti ditunjukkan dalam sub-pasal 6.3, sedimen didistribusikan di seluruh ke dalaman waduk; sedimen yang lebih kasar diendapkan di delta dan yang lebih halus diendapkan dekat bendungan. Ditribusi inilah yang mempengaruhi perkiraan umur berbagai fungsi sebuah waduk. Waduk penampung yang besar dengan kapasitas yang lebih dari cukup untuk menampung volume sedimen selama 100 tahun, bagian bawah bangunan pembuang biasanya dipasang di atas elevasi sedimen yang terendapkan selama 100 tahun yang diperkirakan di bendungan. Dengan demikian, pertimbangan desain ini mengurangi kemungkinan penyumbatan bangunan pembuang oleh sampah atau sedimen. Tampungan mati yang ditentukan dalam desain ini akan mempunyai kapasitas untuk menampung volume sedimen yang terendapkan selama 100 tahun. Umur muka air untuk berbagai alokasi seperti 18 dari 57
SNI 19-6459-2000
tampungan cadangan yang diperlihatkan dalam Gambar B.11 Lampiran B dapat diproyeksikan dari serangkaian studi distribusi untuk analisis 5 tahun atau lebih. Di daerah kering atau semi-kering di mana tujuan utama pembangunan waduk adalah untuk persediaan air jangka panjang, membelokkan sebagian besar air larian (runoff) tahunan untuk menggelontorkan sedimen melalui waduk biasanya tidak layak dilakukan. Karena itu dalam desain sedapat mungkin harus diusahakan agar volume endapan sedimen yang diperkirakan selama umur ekonomi waduk dapat ditampung tanpa mengganggu kelayakan ekonominya sebagai penampung air. Waduk yang berada di daerah beriklim kering atau semi-kering dengan masukan sedimen yang sangat tinggi dan didesain dengan pintu-pintu (sluice gates) yang dioperasikan untuk mengalirkan banjir, hanya mempunyai tampungan mati yang sangat rendah atau tidak sama sekali. Namun untuk memperkirakan waduk seperti ini diperlukan analisis yang lebih baik mengenai pola eksploitasinya, masukan sedimen, efisiensi penangkapan sedimen, kerapatan, dan bentuk endapan. Dalam situasi tersebut mungkin diperlukan studi tahunan untuk memperkirakan laju pengendapan maupun bentuk endapannya. Dalam beberapa kasus khusus di mana sedimen dibilas setahun sekali melalui bendungan, diperlukan lebih banyak data mengenai waduk-waduk lain yang ada untuk memperoleh metode perkiraan yang andal. 6.5
Perhitungan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan akibat adanya endapan sedimen
Ada dua kriteria dasar yang digunakan untuk menghitung gaya-gaya yang bekerja pada muka udik bendungan yang ditimbulkan oleh akumulasi sedimen. Kriteria pertama jika waduk mempunyai kapasitas yang cukup untuk menampung masukan sedimen selama 100 tahun dan/atau jika sedimen yang mencapai bendungan butirnya berukuran lempung atau lanau, maka gaya-gaya yang diperhitungkan akan sama| dengan air yang ditampung di atas bendungan. Kriteria kedua adalah jika sedimen yang lebih kasar butirannya atau sedimen yang mencapai suatu kerapatan kering sampai 1550 kg/m 2 diperkirakan akan mengendap di muka bendungan. Di dalam desain harus diperhitungkan gaya-gaya yang lebih besar akibat kerapatan endapan yang lebih tinggi. 6.6
Evaluasi resiko di bangunan pembuang bawah
Sedimen yang bergerak melalui waduk dan lambat laun mencapai muka bendungan dapat mempengaruhi operasi bangunan pembuang atau, dalam beberapa kasus, operasi saluran atau bangunan sadap pembangkit listrik. Jika aliran sedimen disertai sampah atau bahan runtuhan, maka ada potensi penyumbatan di bangunan sadap utama ke pembangkit listrik, saluran, atau saluran pembuang (river outlet). Potensi lain di bendungan yang mempunyai kemampuan membilas adalah abrasi permukaan beton bangunan pembilas oleh pasir atau bahan lain yang berukuran > 0,062 mm yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Situasi yang sering tidak diperhitungkan dalam desain bangunan pembuang sedimen adalah yang dialami selama periode konstruksi bendungan. Selama periode konstruksi berlangsung, sejumlah besar sedimen, termasuk muatan dasar yang lebih kasar, akan mengendap di atas bendungan pengelak. Masalah yang mungkin timbul akibat adanya endapan tersebut ada dua masalah pertama, bahan dasar yang diangkut oleh sungai selama periode konstruksi dapat bergerak melalui terowongan simpang atau pengelak dan abrasi bahan tersebut dapat merusak pelapis terowongan. Jika terowongan tersebut kemudian akan diubah menjadi saluran pembuang rendah ke sungai, maka diperlukan perbaikan. Masalah kedua akibat endapan sedimen di atas bendungan pengelak akan tergantung pada stabilitas dan rencana pembongkaran bendungan pengelak tersebut Pada saat pengisian pertama waduk, atau dalam eksploitasi berikutnya, longsoran bawah muka air atau gerakan sedimen dapat bergerak menuju saluran pembuang ke sungai yang rendah letaknya dan menyumbatnya.
19 dari 57
SNI 19-6459-2000
Pada waduk mencapai penurunan total akibat pengendapan sedimen, maka endapan sedimen dapat juga mempengaruhi kemampuan pengaliran pelimpah banjir. Dalam desain bendungan masalah-masalah di atas yang berhubungan dengan sedimen maka sangat penting diperhatikan. Pada saat mengevaluasi resiko, penanggulangan masalah yang mungkin timbul bisa saja diputuskan hanya dengan mengandalkan tindakan perbaikan.
7
Pengendalian sedimentasi
7.1
Mekanisme angkutan sedimen di dalam waduk
Adanya sedimen sering merupakan faktor pengendali dalam menentukan muatan sedimen suatu sungai pada saat tertentu. Dalam hal ini, tidak ada hubungan tunggal antara konsentrasi sedimen dengan variabel apapun yang menggambarkan kapasitas angkutan. Gambar B.14 Lampiran B menunjukkan sebaran (yang tipikal) yang teramati di sungaisungai dengan muatan sedimen layang yang besar. Ke 365 titik menunjukkan nilai konsentrasi harian rata-rata yang terukur dalam satu tahun kalender. Pengamatan yang lebih teliti menyimpulkan bahwa ketersediaan sedimen mempunyai peranan penting dalam penentuan muatan sedimen sepanjang waktu. Banjir pertama setelah periode kering yang panjang pada umumnya dipenuhi muatan sedimen. Dari sudut pengendalian sedimen, perlu juga diperhatikan bahwa konsentrasi sedimen dalam satu kejadian banjir cenderung sangat bervariasi. Karena aliran permukaan awal mendapatkan lebih banyak bahan yang terangkut dari pada aliran permukaan awal selanjutnya, maka konsentrasi sedimen cenderung lebih tinggi saat banjir naik dari pada ketika banjir surut. Jika mungkin dilakukan, lebih baik pengisian waduk ditunda selama mungkin sehingga yang terbendung hanya air yang mengandung sedimen relatif sedikit. Setelah bendungan selesai dibangun di sungai dan kapasitas angkutan sedimen pada aliran masuk sangat kurang, maka akan terjadi hubungan tunggal antara konsentrasi sedimen dengan kapasitas angkut. Gambar B.15 dan B.16 Lampiran B menunjukkan muatan sedimen yang terangkut aliran banjir melalui Verwoerd Reservoir yang letaknya sedikit ke hilir dari Bethulie (Bandingkan dengan Gambar B.14 Lampiran B). Meskipun bentuknya waduk ini sangat tidak teratur, hubungan antara konsentrasi sedimen rata-rata di sebuah penampang dengan nilai minimum satuan kekuatan aliran kecepatan x gradien di hulu penampang tersebut. Sangat jelas sewaktu kapasitas angkut sedimen di zona arus balik menurun, kontrol ketersediaan sedimen yang ditampilkan dalam Gambar B.14 berubah menjadi suatu situasi dimana kapasitas angkutnya menjadi faktor penentu yang terbatas Gambar B.15. Dengan bertambahnya jarak maka muatan sedimen berkurang secara cepat dan hanya bahan koloida melayang yang mencapai bendungan Gambar B.16. Variasi ruang konsentrasi sedimen, perbedaan variasi vertikal dan horisontal yang teramati di penampang melintang sangat tidak terlampau besarnya Gambar B.17. Perbedaan konsentrasi sedimen seperti terjadi di penampang waduk Verwoerd hampir semua menunjukkan kondisi yang sangat turbulen dengan ada atau tidak adanya sedimen koloidal layang. Di beberapa waduk lain, kadang-kadang teramati perbedaan konsentrasi sedimen yang besar Gambar B.18. Perbedaan konsentrasi vertikal yang besar di suatu penampang dijumpai pada saat sedimen menimbulkan kerapatan arus di dalam waduk. Suspensi koloida diartikan sebagai suspensi partikel yang sangat kecil dan terpisah akibat interaksi telah ditentukan elektro-magnetik pada ukuran molekul. Konsentrasi sedimen dalam bentuk suspensi koloida ketersediaan butiran kecil dan juga karakteristik kimia dan fisika suspensi tersebut. 20 dari 57
SNI 19-6459-2000
Butiran yang sangat kecil biasanya berukuran beberapa mikron cenderung tetap tersuspensi dalam periode waktu panjang kecuali jika gaya-gaya interaktifnya dinetralkan, misalnya jika suatu sungai yang membawa banyak sedimen memasuki laut. Bila terjadi kerapatan arus, maka partikel suspensi koloida saja yang akan melewati waduk besar. Umumnya, jumlah butiran yang melewati waduk tersebut merupakan persentase yang kecil dari muatan sedimen yang masuk ke dalam waduk. Suspensi turbulen. Mekanisme suspensi butiran sedimen dalam aliran sungai dan waduk yang paling penting adalah peralihan turbulensi. Variasi vertikal konsentrasi sedimen melalui suatu aliran turbulen dapat dinyatakan dengan persamaan difusi.
D y a * C a y D a C
Z
............................................................................................
(6)
dengan : C adalah: konsentrasi sedimen pada jarak y di atas dasar sungai Ca adalah: konsentrasi acuan pada jarak a di atas dasar sungai
Z
V ss k gDs
dengan : Vss adalah: k adalah: D adalah: s adalah: g adalah:
..............................................................................................................
(7)
kecepatan mengendap butiran konstanta universal Von Karman kedalaman aliran kemiringan energi percepatan gravitasi
atau lebih akurat lagi dengan menggunakan persamaan berikut :
D y a * C a y D a C
Z
dengan
5 z
6
2 .V ss gDs
..........................................................................................................
(8)
Aliran turbulen melalui sungai dan waduk biasanya dihubungkan dengan kondisi batas turbulen di sepanjang dasar sungai. Dalam kondisi ini, konsentrasi sedimen layang bervariasi sebagai berikut : Jika butiran sedimen layang kecil dibandingkan dengan kapasitas angkutan sungai :
V ss 0 gDs konsentrasi sedimen akan bervariasi kecil di penampang dan akan diperoleh suatu suspensi yang hampir homogen (misalnya Gambar B.16). Dalam hal butiran sedimen yang diangkut sangat besar dibandingkan dengan kapasitas angkutan sungai :
V ss 8,3 gDs 21 dari 57
SNI 19-6459-2000
konsentrasi sedimen di sepanjang dasar sungai menjadi lebih besar daripada di dekat permukaan dan dalam keadaan ekstrim, angkutan butiran sedimen hanya terjadi di sepanjang dasar sungai. Ketika kondisi kritis dilampaui :
V ss 8,3 gDs gerakan sedimen melalui suspensi turbulen berhenti. Suspensi turbulen dengan perbedaan konsentrasi besar ditandai oleh berikut : jangan rancu dengan pengertian arus kerapan.
karakter sebagai
V ss 8,3 gDs Kerapatan Arus Kerapatan arus terjadi apabila suatu lapisan cairan bergerak ke bawah lapisan lainnya yang lebih rendah kerapatannya. Batu yang tidak jelas antara cairan atas dan bawah merupakan karakteristik kerapatan arus yang sebenarnya. Suatu contoh klasik variasi konsentrasi yang dihubungkan dengan arus kerapatan yang ditimbulkan oleh sedimen adalah yang teramati di Danau Mead pada tanggal 3 September 1940. sebagai berikut : Tabel 9 Contoh konsentrasi sedimen dan kerapatan arus Tinggi (m)
Konsentrasi sedimen (persen)
317 (permukaan air) 214.27 214.12 213.96 213.05 190 (dasar)
0.14 21.3 27.0 28.2
Kerapatan arus hanya akan berfungsi mengangkut sedimen dalam jumlah besar jika sedimen konsentrasi tinggi masuk ke waduk. Hal ini terjadi jika aliran yang cukup besar masuk, dan ke dalam waduk. Karena itu, peran kerapatan arus tidak bisa dibahas terpisah dari aliran turbulen tetapi harus diberi bobot terhadap suspensi turbulen dalam pergerakan sedimen. Kondisi yang kondusif untuk terbentuknya kerapatan arus dapat dianalisis sebagai berikut: sf : kemiringan energi : kerapatan massa cairan atas ss : kemiringan garis permukaan + : kerapatan massa arus kerapatan s0 : kemiringan dasar sungai Suatu elemen cairan dengan kerapatan + di bawah suatu lapisan cairan tidak seragam yang mempunyai kerapatan . Dalam kondisi aliran turbulen normal, elemen tersebut yang panjangnya x di dorong ke depan akibat perbedaan tekanan yang ada di seluruh permukaannya,
= gss . x Dalam situasi dimana kerapatan arus sangat menentukan, maka nilai s s kecil dan sf. Sehingga, tekanan “turbulen” pada elemen : = g sf . x. Akibat perbedaan kerapatan yang ada, suatu perbedaan tekanan tambahan timbul di seluruh elemen. Perbedaan tekanan tersebut = gso x. 22 dari 57
SNI 19-6459-2000
Perbandingan : tekanan “kerapatan” = tekanan “turbulen”
. so . sf
menunjukkan pentingannya kerapatan dalam mendorong sedimen masuk waduk. Namun :
s f
v 2 C 2 R
dengan : v adalah kecepatan arus rata-rata C adalah koefisien kekasaran Chezy R adalah jari-jari hidraulik atau :
s f
v 2n 2 R4 /3
p.S O p.S f
p S O C 2R p.S OR 4 / 3 atau pv2 p v 2 n 2
dengan : n adalah koefisien kekasaran Manning Karena itu, perbedaan kerapatan berpengaruh besar terhadap suspensi turbulen jika nilai parameter : p S O C 2R p.S OR 4 / 3 atau p v2 p v 2 n 2
tinggi, yaitu dalam hal : a. perbedaan kerapatan besar, b. kedalaman aliran besar, c. kemiringan dasar waduk curam, d. kecepatan aliran rendah. Kerapatan arus yang umumnya terjadi di waduk besar, terutama pada delta yang curam longsoran lereng pada kemiringan yang terjal. Jika suatu penyangga yang menahan sedimen (misalnya pintu pembilas ( sluice gate) diangkat, maka bagian muka sedimen runtuh dan bergerak maju sampai tercapai keseimbangan mekanika tanah. Laju aliran sedimen yang teramati dalam kondisi ini cenderung jauh melebihi laju yang dihasilkan oleh penggelontoran hidraulik selanjutnya. Selain itu ada juga potensi terjadi likuifaksi endapan sedimen di muka pintu pembilas akibat gempa bumi. 7.2
Tindakan alternatif untuk mengendalikan sedimentasi waduk
Tindakanan pencegahan yang paling nyata untuk mengendalikan sedimentasi waduk kadang-kadang terabaikan oleh perencana. Bagian hulu daerah tangkapan biasanya memberikan sebagian besar air permukaan dan beban sedimen dalam perbandingan yang lebih kecil. Ditinjau dari segi sedimentasi, pembangunan beberapa waduk kecil di bagian hulu daerah pengaliran dapat lebih menguntungkan daripada membangun bendungan tugggal daerah pengaliran yang luas. Beberapa tindakan lain untuk mengendalikan sedimentasi waduk adalah sebagai berikut : a) menangkap sedimen di hulu waduk, b) mengalihkan sedimen yang akan masuk waduk, c) melewatkan sedimen yang masuk melalui waduk, 23 dari 57
SNI 19-6459-2000
d) menggelontorkan akumulasi endapan sedimen dari waduk, e) membuang endapan yang ada dari waduk menggunakan peralatan mekanik. Masing-masing tindakan tersebut hanya bisa dilakukan secara benar dalam kondisi-kondisi tertentu. 7.3
Menangkap sedimen di hulu waduk
“Bendungan lumpur” telah dibangun secara besar -besaran di Afrika Selatan. Bendungan tersebut dibangun khusus untuk menangkap sedimen di alur-alur yang dalam karena terkikis erosi. Sewaktu delta terbentuk dan meluas ke alur sungai di hulu cekungan, volume sedimen yang terakumulasi sering dua sampai tiga kali kapasitas awal “initial level pool” dari cekungan. Meskipun bendungan di atas efektif untuk menangkap sedimen, tetapi bangunan tersebut tidak ekonomis ditinjau volume tampungan untuk mengendapkan sedimen waduk yang terletak yang terletak di hilirnya. Secara umum, makin besar waduk, makin kecil biaya yang diperlukan per satuan volume tampungan. Pembangunan bendungan lumpur kurang menguntungkan jika dibangun di daerah kering karena mencegah sejumlah besar air larian mencapai waduk penampung. Bagaimanapun juga bendungan ini sangat efektif untuk mencegah berkembangnya erosi alur dan membangun kembali dasar lembah, serta menaikkan muka air tanah. Jika puncak pelimpahnya terlalu tinggi, maka delta akan terbentuk di atas dasar lembah lama. Kemudian sepasang alur baru terbentuk dengan mudah di kedua sisi delta tersebut. Alur-alur tersebut dapat menembus sisi tubuh bendungan lumpur. Untuk mencegahnya, dianjurkan agar puncak pelimpah dibuat cukup rendah sehingga banjir yang terjadi rata-rata 1 kali 20 tahun dapat melimpasi tebing. Vegetasi (misalnya Praghmites australis dan berbagai jenis rumput-rumputan) sangat efektif untuk merangsang pembentukan delta. Pohon-pohon tertentu yang benyak tumbuh di delta dan sebagainya cenderung kurang efektif dalam menangkap sedimen karena menghambat pertumbuhan rumput di bawahnya. 7.4
Mengalihkan sedimen yang akan masuk waduk
Pengalihan sedimen telah berhasil dilaksanakan di sejumlah waduk. Sebagian besar dari waduk tersebut topografinya yang memungkinkan dilaksanakan pengalihan air banjir yang mengandung sedimen cara ini paling berhasil diterapkan pada waduk yang dibangun di luar alur sungai utama dan di airi oleh sungai utama melalui saluran pemasok. Karena fasilitas pengalih banjir harus mampu melewatkan banjir besar dengan efektif, maka tipe ini cenderung sangat mahal. Pengalihan sedimen dengan membuat saluran sepanjang sisi waduk jarang dilakukan. 7.5
Melewatkan sedimen masuk melalui waduk
7.5.1
Pendahuluan
Sedimen non-kohesif yang telah lama mengendap dapat digerus dari waduk, tetapi tidak demikian bahan yang sangat kohesif yang terkonsolidasi. Apabila sedimentasi perlu dikendalikan, sedimen halus ini sebanyak mungkin harus dialirkan dari waduk dan tidak dibiarkan mengendap. Sejumlah waduk dioperasikan untuk mengalirkan sedimen ke luar dengan berbagai tingkat keberhasilan. Tiga aspek terpenting untuk mencapai keberhasilan adalah sebagai berikut : a) Air aliran permukaan tersedia cukup besar untuk mengalirkan sedimen ke luar waduk; b) Bangunan pembuang harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengalirkan aliran masuk tanpa pengendapan bahan kohesif yang berlebihan, menggerus bahan endapan pada tingkat yang diinginkan. c) Waduk harus dioperasikan oleh petugas yang terlatih. Operasi waduk merupakan bagian yang paling penting dalam pengaliran sedimen ke luar waduk. 24 dari 57
SNI 19-6459-2000
Angkutan sedimen yang melalui waduk hampir selalu dalam bentuk suspensi turbulen dan suspensi koloida. Kerapatan arus hanya berpengaruh di dalam kondisi tertentu saja dan muatan koloida cenderung terbawa aliran sedimen melewati waduk. 7.5.2
Suspensi turbulen
Karena konsentrasi sedimen dalam aliran masuk ke waduk sangat bervariasi, maka yang terbaik adalah menahan air yang relatif bebas sedimen saja di dalam waduk dan melepaskan air yang dipenuhi sedimen ke luar. Setelah diterapkan tindakan yang sesuai menahan aliran masuk yang konsentrasi sedimen rendah maka dapat dicapai laju sedimentasi hasil 80%. Sedimen hanya bisa dialirkan ke luar dengan efektif bila tersedia kapasitas pengaliran yang cukup di bangunan pembuang. Kapasitas pengaliran bangunan pembuang tersebut akan dapat mengalirkan banjir terbesar tanpa terhalang oleh bendungannya. Digunakan kriteria aliran masuk sampai sebesar aliran banjir rata-rata 1 kali 5 tahun harus bisa melewati bangunan tersebut dengan endapan sedimen sedikit. Elevasi yang tepat dari saluran pembuang bawah dan tinggi muka air yang diperlukan di hulu waduk harus dipertahankan pada waktu yang sama. Prinsipnya adalah aliran masuk yang lebih besar cenderung mengendapkan sedimen tetapi endapan tersebut harus digelontorkan ke luar waduk pada periode banjir yang sama sebelum terjadi konsolidasi. Segera setelah diputuskan periode ulang banjir yang akan ditangani harus ditentukan kondisi angkutan sedimen kritis di dalam waduk. Pada prakteknya dengan ditentukannya debit rencana, maka kapasitas angkut sedimen dihitung pada penampang waduk yang paling kritis untuk berbagai tinggi muka air di bendungan. Dengan demikian diperoleh tinggi maksimum yang memungkinkan beban sedimen masuk dapat diangkut langsung melewati waduk. Dengan diketahuinya debit rencana dan tinggi muka air di bendungan, maka dapat dibuat desain bangunan pembuang dengan kapasitas pengaliran yang cukup. Jika sedimen harus dialirkan melewati waduk, lokasi bendungan yang terbaik adalah di hulu air terjun atau penampang sungai yang curam, sehingga, kapasitas pengaliran yang tinggi dapat diperoleh dengan biaya yang murah. Kecuali palung sungai sangat sempit, sedimen akan terakumulasi di sepanjang tebingtebingnya. Lebar alur waduk yang efektif dihitung dengan bantuan “regime formulas”. Kapasitas pengaliran harus sedemikian sehingga 20% sampai 10% dari banjir dapat ditampung oleh alur sungai tanpa menggenangi dataran banjir. Perlu diperhatikan bahwa hanya rumus-rumus yang telah dikalibrasi di bawah kondisi-kondisi yang sebanding saja dapat digunakan untuk menghitung angkutan sedimen. Hubungan seperti pada gambar 15 dapat diterapkan di waduk pada kondisi benar terjadi, dan hanya boleh digunakan bila ukuran butiran sedimen relatif kecil (0,2 mm). Di dalam kondisi luar biasa, kerapatan arus yang ditimbulkan oleh sedimen, akan menyebutirkan lebih banyak angkutan sedimen ke bendungan daripada yang diperlihatkan oleh hubungan untuk suspensi turbulen. Jika tersedia bangunan pembuang yang sesuai, aliran berkonsentrasi sedimen tinggi dapat dialirkan ke luar melalui bendungan. 7.5.3
Arus kerapatan
Mekanisme arus kerapatan telah diuraikan dalam butir 7.2. Disebutkan bahwa kondisi yang cocok untuk terbentuknya arus kerapatan adalah jika aliran yang dipenuhi sedimen memasuki waduk yang dalam dengan lereng dasar yang curam. Hal ini diperoleh dari pengalaman di Afrika Utara di mana arus kerapatan telah digunakan sebagai pembuang lumpur yang efektif (atau hanya mengandung sedikit sedimen) di beberapa waduk dengan dipasangnya beberapa pintu klep kecil yang dibuka sesuai evolusi kerapatan arus yang teramati di dekat bagian hulu bendungan. Berbagai kriteria telah dikembangkan untuk memperkirakan kapan terjadinya kerapatan, arus (lihat rumus dalam tabel 10).
25 dari 57
SNI 19-6459-2000
Harus diperhatikan bahwa semua kriteria di atas secara otomatik menunjukkan kondisi yang menguntungkan bagi terbentuknya arus kerapatan jika kecepatan aliran rendah. Karena itu, kepada ketentuan ini harus ditambahkan bahwa kriteria tersebut hanya berlaku selama ada masukan sedimen yang cukup besar ke dalam waduk. Tabel 10 Kriteria terjadinya Kerapatan Arus Parameter
v2
susp gh susp v2 2
0,6
1 to
Keterangan v
adalah kecepatan aliran rata-rata susp adalah kerapatan massa arus kerapatan adalah kerapatan di atas arus kerapatan h adalah kedalaman cairan so adalah lereng dasar rata-rata
susp gh susp S O C 2D 5 Q2
10.000
C D Q
adalah koefisien kekasaran Chezy adalah kedalaman waduk rata-rata adalah debit
Ada kebutuhan untuk mengumpulkan lebih banyak data gerakan sedimen oleh arus kerapatan, terutama untuk waduk-waduk yang sedimennya harus dialirkan melalui bagian bawah waduk dengan cara pembilasan melalui bendungan. Pengambilan contoh arus kerapatan ini terdiri atas konsentrasi gerakan sedimen, lokasi sedimen yang bergerak terhadap lereng delta waduk, bentuk dasar waduk yang mempengaruhi turbulen, dan ukuran sedimen yang terangkut. Data tersebut akan bermanfaat untuk memeriksa beberapa model matematik yang sekarang digunakan atau untuk mengembangkan rumus empiris yang mudah diterapkan. Waduk-waduk yang didesain dengan kapasitas yang cukup untuk menampung sedimen selama 100 tahun, kerapatan arus tidak mempunyai manfaat praktis yang nyata karena gerakan sedimen dari bagian atas waduk terjadi di sepanjang lereng depan endapan sampai ke lereng bawah atau ke bagian waduk yang lebih dalam. Gerakan tersebut hanya berupa pergeseran sedimen dari suatu lokasi di dalam waduk ke lokasi lainnya. Ketika endapan delta mempengaruhi kapasitas tampungan, gerakan sedimen tersebut menjadi lebih kritis di tahap-tahap pengendapan selanjutnya. Saat itu, kerapatan arus dapat mengalirkan lebih banyak sedimen melalui bangunan pembuang yang terletak di elevasi lebih rendah di muka bendungan. Bila kerapatan arus benar-benar terjadi berkembang dan dapat dilewatkan melalui bendungan, maka pengeluaran sedimen tidak boleh melebihi laju perpindahan massa arus kerapatan. Hal ini disebutirkan oleh karena laju debit yang lebih besar dapat menyebutirkan interaksi turbulen mendominasi mekanisme angkutan sedimen. Sehingga terjadi pencampuran dan pengenceran. 7.6
Penggelontoran akumulasi endapan dari waduk
Sedimen yang terperangkap di dalam waduk dapat digelontor ke luar jika kapasitas angkut mencukupi untuk maksud tersebut. Hal ini berarti harus tersedia aliran permukaan yang cukup untuk penggelontoran dan maupun mampu menggerus dan mengangkut endapan sedimen.
26 dari 57
SNI 19-6459-2000
Tabel 11 Perbandingan air penggelator dan sedimen untuk berbagai cara penggelontoran dan pengerukan dengan isapan (Ning Qian, 1982)
Waduk
Lokasi
Cara Operasi
Perbandingan endapan dalam air
Rata-rata dari 6 waduk dengan muka air medium Waduk Grimsel
Uni Soviet
Saluran pembuang bawah, penurunan tinggi muka air
Umum : 30 - 50 Maksimum : 100
Swiss
Waduk Gebidem
Swiss
Saluran pembuang bawah, penurunan tinggi muka air Saluran pembuang bawah, penurunan tinggi muka air Tanpa menurunkan tinggi muka air Kombinasi penggelontoran dengan penurunan tinggi muka air dan “suction dredging ”
Waduk-waduk di daerah Alpen
Austria
Waduk Nebeur
Tunisia
Waduk Tianjiawan
Cina
20 - 50 42 18
17 - 20
Penggelontoran oleh saluran pembuang bawah dengan penurunan tinggi muka air dan pelepasan oleh arus kerapatan
9
“Suction dredging ” dengan kemampuan tinggi
6,4
Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah dengan tidak adanya kerapatan arus atau alat pembuang sedimen mekanik, nilai-nilai konsentrasi tipikal yang melewati bangunan pembuang mempunyai derajat yang sama dengan yang ditemui pada saat terjadi banjir di berbagai sungai di dunia. Hal tersebut membuktikan bahwa diperlukan volume aliran masuk untuk melaksanakan penggelontoran. Dengan tersedianya aliran permukaan untuk keperluan penggelontoran, maka harus dihasilkan kapasitas angkut yang cukup untuk menghanyutkan sedimen. Kriteria pertama yang harus dipenuhi adalah kapasitas angkut sungai penggelontor sedimen harus melebihi nilai kritis sedimen yang akan dihanyutkan. Dalam hal sedimen tidak berkohesi, hubungan yang relatif sederhana menunjukkan kondisi kritis Dari Gambar 20 jika
gD sf v
.d50
13
(Lapisan batas turbulen, umumnya ditemui dalam waduk) maka angkutan sedimen akan terjadi ketika dan jika :
gD sf v ss gD sf v ss
0,12 .d 50
0,13
27 dari 57
SNI 19-6459-2000
(Lapisan batas laminer, jarang ditemui di sungai ataupun waduk) maka angkutan sedimen akan terjadi jika :
gD sf v ss
1,6 gD sf . d50 v
Keterangan : g adalah percepatani grafitasi D adalah kedalaman aliran sf adalah kemiringan garis energi v 2/C2R (Chezy) atau V2n2/R4/3 (Manning) v adalah kekentalan kinematik (untuk air) = 10 -6 m2/d d50 adalah median ukuran butir sedimen vss adalah kecepatan endap partikel/butiran terbesar yang harus dihanyutkan. Persamaan di atas berlaku untuk butiran-butiran yang tidak terkonsolidasi. Untuk menghanyutkan endapan sedimen baru diperlukan tegangan geser 0,3 kg/m 2 (3 N/m2), sedangkan untuk menghanyutkan bahan yang sama setelah terakumulasi diperlukan 0.5 kg/m2 (5 N/m 2). Dalam kasus partikel serpihan sekis (schist) yang terdapat di sepanjang Sungai Isere, diperlukan kecepatan antara 1,2 sampai 1,3 m/d untuk menghanyutkan kembali partikel ini setelah pengendapan. Pengendapan partikel ini hanya terjadi jika kecepatan aliran berkurang dari 0,4 - 0,5 m/d. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa untuk bahan non-kohesif, nilai gDs seperti yang diperoleh dari Gambar 20 atau diagram yang serupa harus dikalikan dua atau tiga untuk menjamin terjadinya penggerusan. Untuk menentukan kuantitas yang akan digerus oleh berbagai debit aliran, harus digunakan rumus-rumus muatan sedimen seperti yang dikemukakan oleh Graf . Jika dibandingkan, berbagai rumus muatan sedimen memberikan hasil yang sangat bervariasi, sehingga harus digunakan sebuah rumus yang sudah dikalibrasi pada kondisi yang dapat perbandingkan. Hubungan dalam Gambar 7-2 telah ditentukan untuk waduk besar dengan angkutan sedimen halus dan dapat diterapkan di tempat lain dengan kondisi yang serupa. Sebuah rumus yang telah digunakan untuk menghitung kapasitas angkut sedimen di wadukwaduk yang lebih kecil di Jepang dengan sedimen yang jauh lebih kasar diberikan oleh Takasu, Disebutkan bahwa rumus tersebut memberikan hasil aman untuk perhitungan jenis ini. Karena telah diuji di berbagai kondisi waduk, rumus ini lebih andal dari rumus muatan sedimen lainnya : Qs = 10g1/2 n3/2 Q3/2 Sf 7/4 Bn-1/2 d-1 (s / -1) keterangan : Qs adalah debit sedimen (m 3/dt) g adalah percepatan gravitasi (9,8 m/dt 2) n adalah koefisien kekasaran Manning (s/m 1/3) Q adalah debit air (m 3/dt) Sf adalah kemiringan garis energi Bn adalah lebar penampang (m) d adalah diameter rata-rata butiran (m) s adalah kerapatan massa sedimen (tipikal : 2650 kg/m 3) adalah kerapatan massa air (1000 kg/m 3) Untuk alur yang dibentuk melalui endapan sedimen, Takasu menyarankan suatu rumus regime untuk menghitung lebar penampang saluran : Bn = Q1/2 (Bn dalam m, Q dalam m3/dt) dengan 5 7. 28 dari 57
SNI 19-6459-2000
7.7
Eksploitasi dan pemeliharaan fasilitas pelepas sedimen
Pada laju penggelontoran, berapa sedimen sebenarnya digelontorkan dari waduk. Gambar 21 menunjukkan hasil uji model dan dengan jelas menggambarkan bagaimana laju debit sedimen seringkali menurun terhadap waktu. Beberapa saat setelah pintu pelepas sedimen dibuka, laju debit sedimen awal mungkin sangat cepat, terutama ketika bagian muka sedimen runtuh. Selanjutnya, kemiringan garis energi awal yang sangat curam menurun terhadap waktu diikuti oleh menurunya debit sedimen, lambat-laun menuju keseimbangan. Pelepasan sedimen dari waduk di hulu dapat digunakan untuk menggelontorkan sedimen dari waduk di hilir. Contoh operasi semacam ini adalah waduk-waduk Jiaojiazhuang, dengan jarak dari waduk hulu ke waduk hilir 2 km. Waduk di hulu dieksploitasikan sedemikian sehingga hanya menahan aliran masuk yang mempunyai kandungan sedimen rendah, sedangkan waduk yang lebih rendah (hilir) menangkap sebagian besar sedimen yang masuk ke dalamnya. Pada waktu-waktu tertentu, air dilepaskan dari waduk di hulu untuk menggelontorkan sedimen dari waduk hilir. Sarana pembuang harus dipelihara sebaik mungkin untuk mencegah penyumbatan yang mungkin terjadi di antara waktu penggelontoran sedimen yang s atu dengan yang lain. Kecepatan aliran yang tinggi pada waktu penggelontoran sedimen dan sifat sedimennya yang abrasi, maka bangunan pembuang mengalami abrasi berat. Di masa lalu, lapisan granit telah berhasil mencegah abrasi berat di bangunan pembuang, sementara itu penggunaan pelapis dari epoxy makin berkembang. Pelapis baja biasa tidak selalu berhasil dalam mencegah abrasi, tetapi pelapis baja yang ditutupi oleh selapis baja tahan karat telah terbukti lebih tahan terhadap abrasi . Selanjutnya diberikan lapisan dari resin setelah lapisan tersebut menjadi aus. 7.8
Pengerukan endapan sedimen
Kesepakatan umum menunjukkan bahwa untuk memperoleh kembali tampungan di sebagian besar waduk melalui pengerukan tidak ekonomis. Biaya untuk mempertinggi bendungan atau membangun sebuah waduk penampung yang baru, jika mungkin, diyakini lebih murah per satuan volume tampungannya daripada biaya per satuan pengerukan. Murray mengacu kepada beberapa masalah dalam pelaksanaan pengerukan. Salah satu dari masalah yang terbesar umumnya menyangkut pembuangan bahan hasil pengerukan. Pengerukan hanya terbatas pada waduk-waduk kecil dengan kapasitas tampungan air sangat penting atau meringankan masalah akibat endapan yang terlokalisasi dalam di waduk. Pendapat tentang pengerukan tersebut di atas sering mengalami salah pengertian khususnya mengenai potensi peralatan dan operasinya. Industri pengerukan hampir selalu melakukan desain khusus tapi dalam kenyataannya, setiap proyek pengerukan mempunyai suatu sifat tersendiri dari berbagai faktor seperti : sifat-sifat tanah, kedalaman air, lingkungan, dan kendala logistik. Akibatnya, penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan dalam industri pengerukan sangat berorientasi kepada proyek dan telah mencapai tingkat kecanggihan yang tinggi. Masih ada keraguan mengenai sejauh mana potensi tersebut telah dikembangkan agar pekerjaan pengerukan menjadi ekonomis dan untuk memecahkan masalah besar seperti pembuangan limbah pengerukan. Sehubungan dengan itu, teknik pembuangan limbah yang diarahkan pada pemanfaatan secara maksimal volume tampungan yang ada dan sekaligus menciptakan lahan yang bermanfaat, tampaknya belum cukup diperhitungkan dalam proses evaluasi. Setiap aspek pengerukan waduk seperti : kedalamam; konsolidasi sedimen; bahan yang terbawa hanyut seperti batuan, kerikil, batang pohon; keterbatasan dalam pembuangan limbah telah banyak dialami dalam pelaksanaan pengerukan di berbagai lokasi dan banyaknya pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman tersebut telah tersedia untuk dimanfaatkan. 29 dari 57
SNI 19-6459-2000
Karena itu, pengerukan harus dipertimbangkan bersama-sama dengan tindakan lain yang telah disebutkan di atas untuk mengatasi masalah sedimentasi.
8
Pengaruh sekunder
Selain pengaruh fisik utama dari pengendapan sedimen terhadap fungsi waduk yang diinginkan, ada beberapa dampak sekunder yang berkembang jauh dari batas-batas waduk atau yang berpengaruh terhadap hal-hal lain di luar fungsi utama waduk. Dalam hal bertambah atau berkurangnya kinerja yang diharapkan dari waduk akibat dampak tersebut, perlu dilakukan evaluasi perhitungkan di dalam perencanaan, desain, dan konstruksinya. 8.1
Deformasi alur sungai
Alur sungai dapat menjadi tinggi akibat pengaruh aliran balik terhadap kemampuan sungai mengangkut sedimen. Berkembangnya delta waduk, maka pengaruh aliran balik menjadi semakin besar dan meluas jauh ke hulu. Kemiringan alur sungai menjadi lebih datar, luas penampang salurannya mengecil, banjir lebih sering terjadi, dan muka air tanah tertahan di tingkat yang lebih tinggi sehingga menyebutirkan masalah drainase. Untuk menganalisa pengaruh sedimentasi di hulu ini, pertama-tama harus diperkirakan terbentuknya delta sehubungan penggenangan waduk. Perkiraan ini kompleks karena variabel dari operasi waduk, ukuran, dan laju sedimen yang sedang diangkut ke dalam waduk, dan terjadinya perubahan kapasitas hidraulik seperti terjadinya agradasi. Sedimen yang diendapkan pada elevasi waduk yang tinggi sering terambil dan diangkut jauh ke dalam waduk pada saat muka air lebih rendah. Karena itu, usaha-usaha untuk membuat model matematik atau fisik dari pembentukan delta di waduk mempunyai tingkat keberhasilan yang berbeda-beda. Profil tipikal delta diperlihatkan dalam Gambar 22. Gambar tersebut memperlihatkan delta yang dibatasi oleh lereng lapisan endapan atas, lereng lapisan endapan depan, dan lereng talweg yang asli. Titik pertemuan antara lereng lapisan depan dengan lereng lapisan atas disebut sebagai titik puncak. Elevasi titik pusat ditentukan sebagai median dari muka air operasi waduk. Volume material di dalam delta dianggap berukuran pasir atau lebih kasar (> 0,062 mm) yang memasuki waduk dalam periode analisis. Lapisan endapan bawah menunjukkan material sedimen yang lebih halus yag telah terangkut jauh ke dalam waduk. Suatu prosedur coba-coba menggunakan penampang melintang yang ditentukan berdasarkan topografi waduk dipakai untuk menghitung volume endapan delta dari “average end areas”. Lereng lapisan endapan atas dapat ditentukan dengan menghitung lereng angkutan 0 (nol) untuk setiap persamaan angkutan dasar dan dengan menggunakan karakteristik hidraulik sungai dan sifat-sifat material dasar. Gambar 23 merupakan perbandingan antara lereng dasar sungai yang asli dengan lereng lapisan endapan atas delta beberapa waduk di Amerika. Suatu lereng lapisan endapan atas yang sama dengan setengah lereng aslinya sering digunakan berdasarkan data-data ini. Lereng lapisan endapan depan ditentukan secara empirik 6,5 kali dari lereng lapisan endapan atas. Apabila lereng lapisan endapan atas mencapai bendungan, maka lereng lapisan endapan depan tidak ada lagi. Di wadukwaduk kecil hal tersebut terjadi di tahap awal. Titik hulu delta untuk percobaan pertama ditentukan dekat pertemuan antara muka air maksimum dan dasar sungai yang asli. Lereng lapisan endapan atas diproyeksikan ke depan dari titik tersebut ke elevasi median operasi waduk dan volumenya dihitung. Jika diperlukan suatu perubahan ukuran delta yang nyata, maka titik puncak dapat dipindahkan ke depan atau ke belakang pada elevasi operasi median dan lereng lapisan endapan atas diproyeksikan kembali dari lokasi tititk pusat baru tersebut. Endapan delta di atas muka air maksimum dapat dihasilkan dari prosedur ini. Hal ini tidak umum dilakukan terutama di waduk-waduk kecil.
30 dari 57
SNI 19-6459-2000
Persamaan berikut untuk memperkirakan lereng lapisan endapan atas delta :
J1
A *
S*
5/6
D 50
5/3
Q B
d50
1/ 3
1/ 2
dengan : J1 adalah lereng lapisan endapan atas delta yang diperkirakan; A* adalah suatu koefisien yang bervariasi dari 1,21 x 10 4 sampai 1,68 x 10 4 untuk berbagai sungai di Cina; S* adalah konsentrasi rata-rata muatan material dasar di musim banjir (kg/m 3); D50 adalah diameter median material dasar melayang (m); d50 adalah diameter median material dasar (m); Q adalah debit rata-rata di musim banjir (m 3/d); B adalah lebar aliran (m) Suatu lereng lapisan endapan atas sama dengan 1,6 kali lereng sungai yang asli. Jika lokasi delta telah ditentukan, diperlukan perhitungan aliran balik untuk menganalisa pengaruh pengendapan di waduk terhadap elevasi banjir di hulunya. Alur sungai yang asli dan penampang melintang waduk harus diubah agar endapan delta dan profil aliran balik yang diperoleh dari perhitungan dapat dibandingkan dengan kondisi sebelum penggenangan. Semua perhitungan profil muka air harus dimulai cukup jauh ke hilir waduk agar kecepatan-kecepatan dapat diabaikan. Dalam analisis aliran balik endapan delta yang penting sehingga dapat diharapkannya pertumbuhan tanaman yang cepat. Endapan sedimen yang subur dan muka air yang tinggi merupakan kondisi yang ideal untuk pertumbuhan tanaman, terutama jenis “phreatophytes”. Pertumbuhan lebat dan cepat yang telah diantisipasi ini akan berpengaruh menahan aliran banjir dan harus digunakan dalam menghitung kekasaran di dalam perhitungan aliran balik. Tumbuhnya “ phreatophyte” di area delta akan meningkatkan evapotranspirasi dari sumber air waduk, tetapi hal tersebut menjadi seimbang jika dapat dijadikan habitat satwa liar atau cagar alam, atau dikembangkan untuk rekreasi. 8.2
Perubahan kualitas air
Dampak sedimen terhadap kualitas air waduk dan air di hilirnya belum sepenuhnya diketahui dan sebagian besar masih bersifat spekulatif. Eutrophikasi adalah suatu istilah pada air yang terbendung (impounded ) untuk menggambarkan proses pematangan yang ditandai oleh meningkatnya unsur hara (nutrient ), kekurangan oksigen terlarut, dan meningkatnya produktifitas biologis. Danau dan waduk diklasifikasikan berdasarkan ukuran konsentrasi relatif unsur hara dan produktifitas biologiknya. Proses pematangan mulai dari tingkat kandungan unsur hara yang rendah (oligotrofik ), melalui suatu tahap antara (mesotrofik ) meningkat menjadi produktifitas biologik yang tinggi ( eutrofik ). Dalam proses penuaan inilah sedimen yang masuk sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas air. Datangnya sedimen serta pengendapannya dapat berdampak positif dan negatif terhadap proses eutrofikasi. Jika terdapat cukup unsur hara, karbon, dan sinar matahari, akan terjadi pertumbuhan gangang atau gulma. Jika pertumbuhan ini cukup besar, kualitas air akan menurun karena besarnya biaya yang diperlukan untuk pemulihan dan menghilangkan bau, tingkat larutan oksigen akan menurun dalam proses pembusukan, kondisi anaerobik akan mengarah pada pembentukan hidrogen sulfida, metan, amoniak, da n pelarutan logam berat. Secara teoritik, fosfor dan nitrogen merupakan unsur hara yang membatasi siklus pertumbuhan tanaman di waduk, tetapi dalam studi limnologi umumnya fosforlah yang paling besar pengaruhnya. Fosfor diangkut ke dalam waduk di dalam larutan dan teradsorpsi pada partikel sedimen. Fosfor yang teradsorpsi ada sedimen akan tersebar sesuai gerakan dan pengendapan sedimen di dalam waduk. Meskipun ada beberapa pendapat yang bertentangan mengenai akhir dari fosfor yang terserap teradsorpsi pada endapan sedimen di dalam literatur, pada umumnya dapat disimpulkan bahwa fosfor yang teradsorpsi pada 31 dari 57
SNI 19-6459-2000
endapan sedimen yang tertutup tidak akan bermanfaat tetapi fosfor yang teradsorpsi pada sedimen pada bidang batas (interface) antara sedimen-air akan tersedia untuk dilepaskan dan dapat membantu proses eutrofikasi. Senyawa fosfor yang teradsorpsi pada partikel sedimen yang lebih halus, maka dapat diperkirakan bahwa pada umumnya penyebaran maksimum akan terjadi di dalam waduk dan pada bidang batas antara s edimen air. Surutnya waduk akan menggerus dan membuka sedimen yang sebelumnya tertutup sehingga menambah kemungkinan untuk terjadinya pelarutan. Kekeruhan dan produksi gangang atau gulma di dalam waduk berbanding terbalik. Pengaruh terhalangnya cahaya matahari oleh sedimen melayang mempunyai dampak terhadap proses fotosintesa. Meningkatknya kekeruhan dapat berdampak terhadap proses biologi karena mengubah suhu air. Pengamatan menunjukkan bahwa air di permukaan waduk yang keruh sangat menghambat naiknya suhu air pada lokasi rendah di dalam waduk. Kadar logam (Fe, Mn, Zn, Mg, Cu, Cd, dan Pb) berinteraksi dengan air dan sedimen,. meskipun ion logam-logam tersebut kadang-kadang dilepaskan ke dalam air, pengaruh yang lebih besar dan menentukan adalah reaksinya dengan sedimen yang mengendap,. sehingga, delta sebuah waduk dapat menjadi perangkap penting terhadap sisa-sisa logam yang terapung dan terlarut yang biasanya terhanyut dalam air. Sedimen juga bisa menjadi alat transportasi bagi pestisida. Meskipun hubungan antara sedimen dan pestisida lebih sedikit dibahas daripada hubungan sedimen dengan unsur hara dan logam, tampaknya ada kemungkinan bahwa endapan sedimen dapat mengikat pestisida yang terbawa oleh sedimen yang masuk ke dalam waduk. Sedimentasi kecil pengaruhnya terhadap salinitas air waduk, tetapi terurainya kalsium karbonat secara permanen dapat meningkat dengan bertambahnya pelapisan endapan sedimen. 8.3
Dampak ekologi
Dampak ekologi dari sedimentasi waduk pada umumnya bersifat sekunder. Dampak sedimentasi ini sulit dipisahkan ataupun ditemukan di antara besarnya dampak yang ditimbulkan oleh pembuatan sebuah waduk. Namun ada beberapa dampak ekologi yang nyata, yaitu yang berhubungan dengan sedimen dan harus diperhitungkan di dalam perencanaan serta konstruksi yang akan dilaksanakan oleh proyek-proyek pembangunan waduk. Dalam butir 8.2 telah dibahas pengaruh sedimentasi terhadap kualitas air waduk. Jika dianalisis pengaruh kualitas air terhadap pengembangan perikanan di waduk, maka hubungan sebutir dan akibatnya dengan sedimentasi dapat dilacak. Pada permukaan muka air menyebutirkan vegetasi darat di sekelilingnya tenggelam dan pada akhirnya membusuk. Unsur hara yang dihasilkan dari pembusukan itu menghasilkan bakteri yang banyak. Populasi ikan berkembang dengan pesat dan kemudian menurun dengan habisnya unsur hara di dalam air. Penurunan populasi ikan dapat berlangsung beberapa tahun yang kemudian diikuti oleh suatu peningkatan ketika danau/waduk menuju keseimbangan. Dengan demikian dampak sedimen terhadap proses fotosintesa terkait dengan produksi ikan di waduk. Beberapa jenis ikan berkembang-biak di tepian waduk. Endapan sedimen di daerah ini dapat berpengaruh buruk terhadap pembiakan dan kelangsungan hidup jenis ikan tersebut Endapan sedimen dapat menjadi habitat bagi beberapa jenis tumbuhan dan organisme binatang yang merupakan rantai makanan penting bagi sebagian dari populasi ikan di waduk. Di masa lampau pengaruh banjir berupa pembentukan lahan dan penyuburannya di anggap sangat baik, terutama di delta ujung sungai-sungai besar. Nyatanya, terbentuknya lahan tersebut pada awalnya tergantung pada besarnya beban sedimen yang terkandung di dalam air banjir; namun pengaruh penyuburan lahan setelah penggenangan mungkin terlalu berlebihan dan jika diperhitungkan kerugian akibat banjir sehingga hasil akhirnya akan negatif. Sedimen yang diendapkan di hulu waduk tidak dapat lagi membentuk delta. Hal 32 dari 57
SNI 19-6459-2000
khusus yang menyebutirkan kekhawatiran di daerah pantai adalah hilangnya sedimen berukuran pasir yang terangkut ke pantai secara alami yang diperlukan untuk pemeliharaan pantai tersebut Tanpa pengisian pasir (beach nourishment ) dari sedimen yang dialirkan oleh sungai-sungai ke pantai, maka sejumlah besar pasir harus didatangkan untuk pemeliharaan pantai. Tindakan pengamanan pantai lainnya juga diberikan di dalam laporan. Sebaliknya, muara sungai-sungai yang ada bendungannya cenderung lebih sering tertutup oleh beting-beting pasir (sand spit ). Hal ini terjadi di tempat yang aliran di hilir bendungannya terlalu kecil untuk menembus beting yang terbentuk oleh gelombang di sisi yang mengarah ke laut. Penyumbatan semacam ini bisa mempunyai dampak ekologi yang besar, terutama jika di muara ada tempat pembiakan ikan laut. Sebelumnya telah disebutkan bahwa habitat berbagai satwa dan tanaman liar dapat berkembang di delta waduk. Sedimen yang baru diendapkan merupakan habitat yang ideal, terutama untuk tanaman jenis phreatophytes. Daerah delta ini sering dijadikan suaka alam dan tempat rekreasi. Sedimen yang tertiup angin kadang-kadang menimbulkan masalah di luar cekungan waduk. Jika sedimen mengendap atau sedimen cekungan cukup mengandung material halus dan kondisi angin lokalnya kritis, maka suatu erosi angin dan gangguan debu yang besar bisa terjadi. Resikonya menjadi lebih besar jika pertumbuhan tanaman pelindung terhambat oleh hempasan gelombang, surut cepat atau terbatas, dll. Suatu sistem yang terdiri dari tanggul rendah telah digunakan untuk mempertahankan kolam dangkal di atas areal yang mudah tererosi. Kolam ini mempunyai fungsi sekunder sebagai habitat unggas air. Dampak ekologi di hilir sebuah waduk dapat diperkirakan yaitu bertambah kasarnya material dasar sungai dan dalam beberapa kasus potensi pelebaran alur sungai dan erosi tebing. Banyak sungai telah dijadikan tempat pembiakan ikan air dingin karena dialirkannya air bebas sedimen dari kedalaman waduk. Hilangnya vegetasi di tepi sungai dapat mengganggu kehidupan satwa di sekitarnya. 8.4
Perubahan alur di hilir
Terperangkapnya sedimen dalam waduk yang disertai dengan dialirkannya air jernih dari bendungan mengganggu sifat-sifat alur sungai di hilir. Suatu sungai yang mengalir dan mengangkut sedimen secara alami biasanya seimbang tanpa kecenderungan jangka panjang ke arah agradasi ataupun degradasi. 8.4.1
Degradasi
Pelepasan air jernih, yang mampu menambah beban sedimen, akan menyebutirkan terganggunya kestabilan alami sungai akibat degradasi dasar dan tebing sungai di hilir. Proses degradasi bergerak terus ke hilir sampai mencapai suatu titik di mana sedimen yang diangkutnya membentuk suatu alur sungai yang stabil atau seimbang. Setiap sedimen kasar yang terkuras melalui bendungan akan memberikan kesimbangan terhadap alur sungai yang mengalami degradasi. Degradasi dapat berakibat buruk terhadap lingkungan di hilir sungai. Bangunan-bangunan yang berada di alur sungai seperti jembatan atau jaringan pipa yang berada di bawah alur sungai akan terpengaruh oleh penurunan dasar sungai sehingga ketahanan strukturnya terancam. Jika tebing alur mengalami degradasi, maka yang terancam adalah lahan pertanian, industri, ataupun hunian, kecuali jika dilakukan tindakan pengamanan. Degradasi juga mempunyai beberapa aspek positif seperti menurunnya elevasi tinggi air hilir ( tailwater ) pada fasilitas pembangkit listrik dan drainase bantaran banjir yang mempunyai muka air tanah tinggi. Komunitas biologi di hilir alur sungai akan sangat terpengaruh oleh bertambah kasarnya material dasar dan terjadinya perubahan vegetasi di sepanjang tebing. Erosi alur anak sungai dapat meningkat karena menurunnya kontrol alur di mulutnya. Beberapa model komputer telah tersedia atau sedang dikembangkan untuk mensimulasi hidraulika alur sungai dan persamaan angkutan sedimen sehingga proses degradasi dapat diperkirakan. Selama model-model tersebut disempurnakan, menggunakan metoda “ armoring ” atau analisis kestabilan lereng sebagai alat untuk memperkirakan degradasi. 33 dari 57
SNI 19-6459-2000
Dalam hal dasar sungai terdiri atas material yang dapat diangkut dan material tersebut mencapai kedalaman lebih jauh daripada kedalaman alur yang mungkin mengalami degradasi, maka pendekatan yang paling efektif adalah dengan menghitung lereng alur yang stabil atau lereng pembatas (limiting slope), memperkirakan volume degradasi yang mungkin terjadi, dan menentukan suatu profil alur sungai tiga-lereng yang sesuai dengan nilai-nilai hasil perhitungan tersebut Namun jika ada material berukuran besar atau kasar dalam jumlah besar yang tidak bisa terangkut oleh aliran sungai normal, maka suatu lapisan pelindung akan terbentuk ketika material yang lebih halus terpisah dari material yang lebih besar dan terangkut ke hilir. Degradasi vertikal akan terjadi secara berlahan-lahan sampai pelindung ( armor ) cukup dalam menghambat degradasi lanjutan. Metode A rmori ng /pelindung Suatu prosedur yang lebih ringkas, yang sebelumnya harus diuji untuk menghitung degradasi di bawah bendungan, adalah metode “ armoring control ”. Metode ini sangat bermanfaat terutama jika ada material berukuran besar atau kasar di dasar alur yang tidak dapat diangkut oleh aliran sungai normal dan jika material tersebut cukup banyak tersedia sehingga menjadi lapisan pelindung. Dalam proses pembentukan lapisan pelindung ( armoring ), material yang lebih halus yang bisa diangkut akan dipisah, dan degradasi vertikal akan berlangsung terus dengan laju yang lebih lambat sampai lapisan pelindung mempunyai kedalaman yang cukup untuk mengendalikan degradasi lebih lanjut. Lapisan pelindung biasanya diharapkan terbentuk jika 10% dari material dasar mempunyai ukuran yang sama dengan pertama atau lebih besar. Perhitungan lapis pelindung di asumsikan bahwa lapisan pelindung akan terbentuk seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 25 : ya = y - yd ..................................................................................................................................................... dengan : ya adalah tebal lapis pelindung y adalah kedalaman dari dasar sungai semula ke dasar lapisan pelindung yd adalah kedalaman dari dasar sungai semula ke puncak lapisan pelindung atau kedalaman degradasi dan oleh definisi.
(11)
ya = (p)y ................................................................................................... (12) dengan : p adalah prosentase desimal dari material yang lebih besar daripada yang lapisan pelindung Kedua persamaan tersebut digabungkan menjadi :
Yd
1 Ya 1 p
........................................................................................
(13)
Kedalaman, y a, yang harus dilapisi akan bervariasi sesuai ukuran partikel yang dibutuhkan untuk membentuk lapisan tersebut, tetapi biasanya bervariasi diantara tiga diameter partikelnya atau 0,5 kaki (0,15 m), yang mana yang lebih kecil. Ukuran partikel sedimen yang diperlukan untuk membentuk lapisan pelindung dapat dihitung menggunakan beberapa metode. Metode-metode tersebut dapat digunakan untuk mengontrol satu sama lainnya. Setiap metode akan menghasilkan ukuran partikel yang berbeda sehingga diperlukan pengalaman dan pemikiran untuk memilih ukuran yang paling tepat Data dasar yang diperlukan untuk perhitungan tersebut : 1) contoh material dasar sampai ke ruas yang dipilih dan pada kedalaman zona gerusan yang diperkirakan, 2) seleksi debit dominan biasanya sekitar debit puncak berfrekuensi 2 tahun, dan 3) sifat-sifat hidraulika alur sungai rata-rata untuk debit dominan yang diperoleh dari perhitungan aliran 34 dari 57
SNI 19-6459-2000
balik tunak di ruas sungai yang dipilih. Metode yang digunakan untuk menghitung ukuran partikel yang tidak dapat diangkut biasanya berdasar pada beberapa persamaan angkutan sedimen atau hubungan yang akan membentuk lapisan pelindung. Metode Lereng Stabil Metode perhitungan lereng stabil untuk menentukan degradasi di bawah bendungan digunakan jika material kasar yang tersedia tidak cukup untuk membentuk lapisan pelindung. Metode ini digunakan untuk menghitung kedalaman gerusan tepat di bawah bendungan untuk keperluan desain bendungan dan desain pelindung hilir terhadap gerusan vertikal dasar sungai. Selain itu metode ini juga digunakan pada tahap awal desain jika data lapangan yang tersedia terbatas dan biaya yang tidak cukup untuk melakukan studi yang lebih rinci. Perhitungan dengan komputer dilakukan bila ada data untuk menguji model matematik, hidraulika alur sungainya baik/ideal, dan degradasi yang mempengaruhi morfologi alur sungai sepanjang beberapa km di bawah bendungan. Metode lereng stabil diilustrasikan dengan sketsa Gambar 26. Lereng yang stabil didefinisikan sebagai lereng sungai di mana tidak terjadi lagi angkutan material dasar. Seperti diperlihatkan Gambar 8-5, metode ini juga disebut sebagai metode tiga-lereng karena variasi diperkirakan terjadi antara lereng yang stabil dan lereng yang ada jauh di hilir. Perhitungan lereng stabil dapat dilakukan dengan beberapa metode : (1) persamaan muatan dasar (bed load ) untuk kondisi angkutan dasar nol, (2) persamaan muatan dasar untuk angkutan sedimen awal (3) diagram Shield untuk gerakan, dan (4) Hubungan Lane untuk gaya tarik kritis dengan asumsi aliran air jernih dalam saluran. Debit yang digunakan untuk satu di antara metode di atas adalah debit dominan dan biasanya ditentukan oleh debit kapasitas alur (channel bankfull flow ) atau debit banjir puncak dua tahunan. Dengan dikendalikannya aliran sungai oleh sebuah bendungan di hulu, maka masalah menjadi lebih kompleks karena data rinci tentang pelepasan alir di kemudian hari biasanya tidak ada. Jika pelepasan air dari waduk cukup seragam, dan aliran banjir relatif jarang terjadi, maka debit harian rata-rata dapat digunakan sebagai debit dominan. Tetapi jika pelepasan air dari waduk sangat berfluktuasi akibat banjir, maka debit puncak yang disamai atau dilebihi ratarata 1 kali dalam dua tahun dapat dianggap sebagai debit dominan. Langkah selanjutnya dalam perhitungan degradasi dengan metode lereng stabil adalah menentukan sifat rata-rata hidraulika alur sungai untuk mengetahui debit dominan. Data tersebut biasanya diperoleh dari pengamatan aliran di hilir yang dilaksanakan untuk keperluan pembangunan bendungan. Sifat-sifat semua penampang aliran hilir ketika membawa debit dominan dirata-ratakan untuk memperoleh suatu penampang umum yang akan mewakili ruas sungai yang mengalami degradasi. Lereng muka air dapat dianggap sama dengan gradien hidraulik. Dengan metode lereng stabil, volume material yang tergerus dapat ditentukan dengan beberapa cara. Dari Gambar 26 dapat dinyatakan sebagai : V = AT B ....................................................................................................................
(14)
dengan : V adalah volume material yang terdegradasi (m 3) AT adalah luas degradasi memanjang (m 2) B adalah lebar alur yang terdegradasi (m) Jika tidak ada titik kontrol hidraulik di hilir atau tidak ada batas panjang (L) degradasi maka dua cara menghitung volume yaitu : 1) anggap sungai akan mengambil beban sedimen kasar (> 0.062 mm) sama dengan bagian sedimen tercatat berukuran > 0.062 mm sebelumnya, atau 2) hitung alira ke luar (outflow) dari ruas sungai yang terdegradasi dengan kurva lengkung sedimen, metode kurva durasi-aliran. Untuk nomor 2, kurva lengkung sedimen akan dibuat menggunakan satu atau lebih persamaan muatan dasar dan kurva durasi-aliran dari pelepasan air waduk yang diharapkan terjadi.
35 dari 57
SNI 19-6459-2000
Dengan menyusun kembali persamaan 14 maka luas degradasi memanjang adalah : AT
V B
...............................................................................................................
(15)
Setelah nilai A T diketahui, maka kedalaman degradasi dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
64 A T .S D 39
1/ 2
..........................................................................................
(16)
dengan : S adalah beda antara lereng yang ada dengan lereng stabil, dan panjang ruas sungai yang terdegradasi dapat dihitung dengan : L
13 D 8 S
..........................................................................................................
(17)
Jika diantisipasi bahwa degradasi ke samping atau lateral akan menjadi suatu faktor yang penting, maka diperlukan studi tambahan untuk menentukan lebar alur sungai yang terdegradasi. Karena sebagian dari material akan berasal dari tebing sungai, maka degradasi vertikal tidak akan sebesar degradasi lateral. Gerakan lateral harus selalu diantisipasi jika tebing sungai terdiri dari material yang sama dengan material dasar dan pada tebing tersebut tidak cukup tumbuhan untuk menahan materialnya. Jika ada titik kontrol hidraulik permanen di suatu tempat di dalam ruas yang terdegradasi, maka persamaan 16 dapat langsung digunakan untuk memperoleh kedalaman degradasi. Metode tiga-lereng atau lereng stabil untuk menghitung kedalaman degradasi di bendungan dan profil alur yang terdegradasi bergantung pada pemenuhan asumsi berikut: a) Ruas yang mengalami degradasi cukup seragam sehingga memungkinkan digunakannya penampang dan lereng rata-rata di seluruh ruas; b) Material dasar dan tebing sungai di seluruh ruas sungai cukup sama sehingga suatu komposisi rata-rata dapat digunakan dan tidak ada material yang tidak dapat terkikis di lereng ataupun di tebing yang dapat menghambat sungai mencapai penampang ratarata di lereng stabil; c) Degradasi akan sedemikian sehingga komponen vertikal akan lebih berpengaruh dan gerakan horisonal akan terbatas pada longsoran tebing akibat degradasi vertikal; Model fisik hidraulika dari angkutan sedimen juga telah banyak digunakan oleh banyak peneliti untuk membuat perkiraan degradasi di hilir bendungan secara lebih tepat. 8.4.2
Agradasi
Agradasi sering terjadi di hilir daerah yang terdegradasi. Hal tersebut terjadi jika puncak banjir diredam oleh waduk di hulu. Debit puncak yang lebih rendah sebanding dengan luas penampang basah yang lebih kecil, maka akan terjadi pengendapan di dasar dan di tebing sungai. Jika terjadi banjir yang besar maka pengaruh redaman debit akan berkurang dan cenderung terjadi banjir besar dan penggerusan karena alur sungai yang menyempit tidak mampu lagi menampung debit yang besar.
36 dari 57
SNI 19-6459-2000
Karena hanya butiran sedimen terkecil saja yang terbawa dari waduk besar sedangkan material dasar terambil dari hilir waduk, maka distribusi ukuran butir yang terjadi sangat berbeda dengan distribusi pada sungai sebelum dibendung (semula). Muatan sedimen tersebut kurang mengandung butiran berukuran sedang atau medium, dan pola pengendapan di dataran banjir berubah secara nyata. Butiran kasar diendapkan dengan cepat jika kecepatan arus berkurang, sedangkan butiran kecil hanya diendapkan jika kecepatan aliran menjadi sangat lambat. Dengan demikian tekstur sedimen di dataran banjir dapat berubah karena adanya bendungan. Perubahan ekologi tersebut terutama dipicu oleh perubahan keseimbangan tata air tetapi juga dipengaruhi oleh perubahan pola pengendapan sedimen. 8.5.
Pembuangan sedimen hasil galian
Pembuangan akhir dari sedimen yang dikeruk merupakan masalah terhadang ekonomi lingkungan. Di masa lalu, sedimen yang terkeruk dibuang ke alur sungai di bawah bendungan atau dialirkan ke tempat pembuangan yang terdekat tanpa mempertimbangkan estetika maupun dampak ekologinya. Pembuangan sedimen ke alur hilir dapat menyebutirkan kekeruhan air yang luar biasa tinggi sehingga mengganggu biologi dan fungsi rekreasi sungai. Selain itu, pemakai air di bagian hilir akan mendapatkan air yang lebih keruh. Buangan sedimen di daratan menjadi timbunan yang jelek dan drainase dari material buangan tersebut berdampak buruk terhadap air permukaan dan airtanah lokal. Banyak negara memperoleh tanah pertanian yang mempunyai nilai yang tinggi melalui penimbunan lahan rendah atau berawa dengan material hasil pengerukan. Saat ini banyak negara telah memiliki peraturan mengenai kualitas air yaitu dengan melarang pengembalian material hasil pengerukan ke sungai asli telah dibuat rencana untuk penampungan campuran air dan sedimen dari pengerukan. Konsep dasarnya terdiri atas suatu areal yang diberi tanggul dengan volume dibuat sedemikian sehingga permukaan areal tersebut cukup luas untuk menguapkan air yang masuk ke dalamnya. Material padat yang tertinggal menjadi material timbunan. Penanaman tumbuhan di lahan tersebut pada tahap awal merupakan hal yang umum dikerjakan untuk meningkatkan penguapan melalui evapotranspirasi. Pengerukan yang bertujuan memulihkan volume tampungan sering tidak ekonomis. Pengecualian utama adalah kolam penampung material banjir di daerah tangkapan hujan yang berlereng curam di atas daerah padat penduduk. Kolam penampung material tersebut didesain untuk mengendalikan sedimen; airnya dikeluarkan sesegera mungkin setelah terjadinya banjir. Material yang tertinggal dibiarkan mengering dan dikeluarkan sesegera mungkin menggunakan alat berat yang biasa digunakan di daratan. Karena daerah sekelilingnya padat penduduk maka sedimen, dan buangan tersebut berguna sebagai material urugan bagi pekerjaan konstruksi di sekitarnya.
37 dari 57
SNI 19-6459-2000
Lampiran A Daftar Istilah
Serahan sedimen
:
sediment yield
Depresi
:
depression
Beting-beting pasir
:
sand spit
Air larian
:
r unoff
Aliran masuk
:
inflow
Kapasitas waduk
:
r eservoir capacity
Sedimen layang
:
suspended load
Sedimen dasar
:
bed load
Tampungan mati
:
dead Starage
Bendungan lumpur
:
silt dam
38 dari 57
SNI 19-6459-2000
Lambiran B Gambar-gambar
) i r a h / n o t ( n e m i d e S
Debit (m /dt)
Gambar B.1 Kurva lengkung sedimen melayang, sungai San Pedro di bawah Aravaipa Creek, Arizona
39 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : (1) Alur sungai di hilir bendungan (2) Alur sungai lama (3) Batas waduk untuk elevasi muka air maksimum normal (4) Areal delta waduk (5) Alur sungai di udik waduk (6) Kisaran sedimen (7) Alur sungai yang terbenam
Gambar B.2 Lokasi batas garis waduk
40 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : (1) kisaran sedimen (2) aliran (3) Segmen skematik waduk Pengukuran awal : A0 : luas kontur W’0 : lebar hilir W0” : lebar udik Pengukuran baru : A’1 : luas kontur (dihitung) W’1 : lebar hilir W”1 : lebar udik Gambar B.3 Prosedur penyesuaian lebar untuk memperbaiki areal kontur antara batas garis
41 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : (1) Pos awal pengukuran (koordinat diketahui) (2) Garis dasar (3) Pos akhir pengukuran (4) Kisaran (5) Kisaran yang telah ditentukan sebelumnya
Gambar B.4 Operasi kapal pengukuran dengan sistem pengatur posisi elektronik
Gambar B.5 Grafik pemeruman sonar di sepanjang batas garis
42 dari 57
SNI 19-6459-2000
n a m a l a d e k n e s r e P
Persen sedimen terendapkan Gambar B.6 Distribusi sedimen berdasarkan pengukuran waduk
Keterangan : (1) Prosentase jarak (D) (dari bendungan ke tinggi muka air operasi puncak) Jarak total (D) = 195 km (2) Prosentase kedalaman (H) - Kedalaman total H = 177 m (3) (4) (5) : 1935 (awal), 1949, 1964 (6) 50% elevasi muka air (1935 - 1964)
Gambar B.7 Profil pengendapan sedimen di danau Mead, USA
43 dari 57
SNI 19-6459-2000
n n u e h a t m i / 2 d e m s k / 3 n a m h a r m a e l S a d
Luas DPS dalam km
Gambar B.8 Serahan sedimen dari survei waduk di daerah iklim semi-kering di USA
Gambar B.9 Sketsa sub DPS dan serahan sedimen
44 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : (1) Perbandingan kapasitas waduk terhadap aliran masuk tahunan rata-rata (2) Sedimen yang tertangkap (%) (3) K = SI (Indeks Sedimentasi Churchill) x g (4) Kurva medium Brune -0,2 (5) Efisiensi penangkapan sedimen menurut Churchill : % = 100 - (1600 k - 12)
Gambar B.10
Kurva efisiensi penangkapan sedimen
Keterangan : (1) Kapasitas (2) Jarak (3) Elevasi (4) Dasar sungai (5) Puncak tampungan mati (6) Puncak tampungan tak aktif (7) Kapasitas awal/asli (8) Kapasitas setelah 100 tahun (9) Puncak tampungan cadangan aktif (10) Puncak kontrol banjir (11) Elevasi muka air maksimum (12) Tampungan mati (13) Tampungan tak aktif (14) Tampungan cadangan (15) Profil sedimen 100 tahun (16) Muka air banjir (17) Muka air banjir tertinggi di atas pelimpah
Gambar 11 Diagram skematik. Alokasi waduk, pengendapan sedimen.
45 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : (1) Prosentase sedimen yang tertangkap pada muka air banjir (2) Indeks tinggi muka air banjir : Kedalaman muka air banjir x prosentase waktu dalam muka air banjir Kedalaman di bawah muka air banjir
Gambar 12 Sedimen yang diendapkan pada tinggi muka air banjir
46 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : (1) Prosentase sedimen yang diendapkan (2) Prosentase kedalaman waduk (3), (4), (5), (6) : Tipe I, Tipe II, Tipe III, Tipe IV (biasanya kosong) (7) Pertambahan luas
Gambar 13 Kurva rencana distribusi sedimen
47 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : (1) Konsentrasi sedimen (% x massa) 3 (2) Debit (m /d)
Gambar 14 Sungai Orange di Bethulie. Konsentrasi sedimen harian rata-rata terhadap debit (1969).
Keterangan : (1) kekuatan sungai rata-rata SV (m/s) (2) Q/Q (% x massa) - konsentrasi sedimen rata-rata
Gambar 15 Waduk Henrik Verwoerd. kekuatan sungai rata-rata SV (m/d)
48 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : (1) Jarak dari bendungan (km) (2) Muatan sedimen total (t/d) (3) Skala (4) Bendungan
Gambar 16 Waduk Hendrik Verwoerd. Muatan sedimen terhadap jarak dari bendungan
49 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : (1) Aliran masuk (2) Aliran ke luar (3) Konsentrasi % x massa
Gambar 17 Waduk Hendrik Verwoerd. Variasi konsentrasi sedimen dengan waktu dan ruang
50 dari 57
SNI 19-6459-2000
Gambar 18 Variasi konsentrasi sedimen dalam waktu dan ruang (Sautet Reservoir, Perancis)
51 dari 57
SNI 19-6459-2000
Gambar 19 Sketsa definisi arus kerapatan
Gambar 20 Kondisi kritis bagi sedimen tanpa kohesi
52 dari 57
SNI 19-6459-2000
Gambar 21 Perubahan debit sedimen sesuai waktu
53 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : (1) Kemiringan atas (2) Butiran kasar (3) Kemiringan thalweg asli (4) Titik poros (5) Kemiringan muka (6) Kemiringan bawah (7) Muka air normal (8) Muka air maksimum (9) Pengeluaran (10)Butiran kasar
Gambar 22 Formasi delta khusus tipe delta
Keterangan : (1) Kemiringan aliran awal, m/m (2) Kemiringan dasar atas, m/m (3) Curva I : kemiringan dasar atas dalam % terhadap kemiringan awal : 100 (4) Curva II : kemiringan dasar atas dalam % terhadap kemiringan awal : 50 (5) Curva III : kemiringan dasar atas dalam % terhadap kemiringan awal : 20
Gambar 23 Kemiringan atas terhadap kemiringan aliran awal
54 dari 57
SNI 19-6459-2000
Gambar 24 Delta anak sungai Bill Williams pada Danau Havasu
Keterangan : (1) aliran (2) dasar sungai semula (3) material dasar asli (4) dasar sungai yang mengalami degradasi y : yd : ya : Dc : p :
kedalaman ke dasar lapisan pelindung kedalaman degradasi lapisan pelindung diameter material pembentuk lapisan pelindung prosentase desimal material dasar asli yang lebih besar daripada D c
Gambar 25 Sketsa definisi lapisan pelindung
55 dari 57
SNI 19-6459-2000
Keterangan : SL : lereng stabil/pembatas Sb : lereng dasar sungai alami dg : kedalaman degradasi di bendungan
Gambar 26
Alur yang terdegradasi dengan metode tiga-lereng
56 dari 57