KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BIDANG PENYELIDIKAN SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
I. PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang
a. Perkembangan teknologi dan perkembangan peradapan masyarakat di dunia yang mencakup beberapa aspek meliputi tumbuhnya bentuk kejahatan baru, makin kompleksnya modus operandi kejahatan baik secara konvensional maupun dimensi baru, kecanggihan pearalatan yang digunakan pelaku kejahatan dan luasnya lingkup wilayah operasi kejahatan. b. Dalam menjalankan tugas dan wewenang, setiap penyelidik dituntut untuk mengetahui dan mengerti langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan Hukum ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. berlaku. c. Untuk menjabarkan peraturan perundang-undangan ke dalam langkah-langkah penyelidikan agar diperoleh keseragaman dan ketepatan bertindak, diperlukan suatu acuan/pedoman, sehingga diperoleh kesamaan persepsi; d. Dalam rangka menyamakan persepsi ke dalam pola tindak yang benar, maka dibuatlah Standar Operasional Prosedur (SOP) guna dijadikan pedoman bagi seluruh penyelidik dalam menjalankan kegiatan penyelidikan Tindak Pidana Narkoba. 2.
D a s a r
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP); b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri); c. Keputusan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia d. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun Tahun
2009
tentang
Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Tindak Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Indonesia. e. Undang-undang Republik Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Psikotropika. f. Undang-undang Republik Republik Indonesia Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. g. Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012, tentang tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
1
3.
Maksud dan Tujuan
a. Maksud : Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi Penyelidik Satuan Reserse Narkoba dalam melakukan persiapan / pelaksanaan penyelidikan dan penyelenggaraan Administrasi penyelidikan yang mendukung mendukung dalam penyelidikan penyelidikan tindak pidana. b. Tujuan : Tujuan dari pedoman ini adalah untuk menyatukan persepsi diantara para Penyelidik Satuan Reserse Narkoba, agar diperoleh kesatuan arah dalam rangka penyelidikan Tindak Pidana di lingkungan Satuan Reserse Narkoba Polres Gorontalo. 4.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam Standard Operating Procedure (SOP) di bidang Penyelidikan ini diberikan skala prioritas terhadap kemampuan dalam melaksanakan kegiatan Penyelidikan dan Investigasi, Pemeriksaan terhadap Saksi, Ahli, Tersangka, Psychologi, Konfrontasi dan Rekontruksi. II. TUGAS POKOK 1. Tugas Pokok Penyelidik :
a. Kegiatan penyelidikan dilakukan : 1) Sebelum ada Laporan Polisi / Pengaduan Pen gaduan 2) Sesudah ada Laporan Polisi / Pengaduan Pen gaduan atau dalam rangka penyidikan. b. Kegiatan penyelidikan dilakukan untuk mencari dan menemukan Tindak Pidana. c. Kegiatan penyelidikan merupakan bagian atau salah satu cara dalam melakukan penyidikan untuk : 1) menentukan suatu peristiwa yang yang terjadi merupakan tindak pidana atau bukan. bukan. 2) membuat terang suatu perkara perkara sampai dengan menentukan pelakunya 3) dijadikan sebagai dasar melakukan upaya paksa. d. Kegiatan penyelidikan meliputi : 1) Pengolahan TKP 2) Pengamatan ( Observasi ) 3) Wawancara ( Interview ) 4) Pembuntutan ( Surveilance ) 5) Penyamaran ( Undercover ) 6) Pelacakan ( Tracking ) 7) Penelitian dan Analisis dokumen e. Sasaran penyelidikan meliputi orang, benda atau barang, tempat, peristiwa/kejadian dan kegiatan. f. Petugas penyelidik dalam melaksanakan tugas penyelidikan, wajib dilengkapi dengan surat perintah penyelidikan penyelidikan yang ditanda tangani oleh atasan penyelidik penyelidik selaku penyidik penyidik g. Petugas penyelidik wajib membuat laporan hasil penyelidikan kepada pejabat pemberi perintah. h. Laporan hasil penyelidikan disampaikan secara tertulis, atau lisan yang di tindak lanjuti dengan laporan secara tertulis paling lambat 2 x 24 jam.
2
III.
PERENCANAAN
a.
Sebelum melakukan penyelidikan, penyelidik wajib membuat rencana penyelidikan.
b.
Rencana penyelidikan sekurang-kurangnya memuat : 1) Surat Perintah Penyelidikan. 2) Jumlah dan identitas penyidik/penyelidik yang akan melaksanakan penyelidikan 3) Objek, sasaran dan target hasil penyelidikan. 4) Kegiatan yang akan dilakukan dalam penyelidikan dengan metode sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. perundang-undangan. 5) Kesiapan
peralatan,
perlengkapan
yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan
kegiatan
penyelidikan. 6) Waktu yang di perlukan dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan. 7) Kebutuhan anggaran penyelidikan. IV. PELAKSANAAN a.
Penyelidikan
Penyelidikan dilaksanakan melalui kegiatan : 1)
Pengolahan TKP : a)
Mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas tersangka, saksi dan korban untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut.
b)
Mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka dan barang bukti
c)
Memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi
2) Pengamatan ( Observasi ) : a)
Melakukan pengawasan terhadap orang, barang, objek, tempat dan lingkungan tertentu untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan
b)
Mendapatkan kejelasan atau melengkapi informasi yang sudah ada berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang di ketahui sebelumn ya
3) Wawancara ( Interview ) : a)
Mendapatkan keterangan dari pihak-pihak tertentu melalui teknik wawancara secara tertutup maupun terbuka
b)
Mendapatkan kejelasan tindak pidana yang terjadi dengan cara mencari jawaban atas pertanyaan siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa, bagaimana dan bilamana
4) Pembuntutan ( surveilance ) : a)
Mengikuti seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana atau orang lain yang dapat mengarahkan kepada pelaku tindak pidana.
b)
Mencari tahu aktivitas, kebiasaan, lingkungan atau jaringan pelaku tindak pidana.
c)
Mengikuti distribusi barang atau tempat penyimpanan barang hasil kejahatan.
5) Pelacakan ( tracking ) : a)
Mencari dan mengikuti keberadaan pelaku tindak pidana dengan menggunakan teknologi informasi.
b)
Melakukan
pelacakan
melalui
kerja
sama
dengan
Kementerian/lembaga/badan/komisi/instansi terkait. c)
Melakukan pelacakan aliran dana yang diduga dari hasil kejahatan.
3
Interpol,
6) Penyamaran ( Undercover ) : a)
Menyusup kedalam lingkungan tertentu tanpa diketahui identitasnya untuk memperoleh bahan keterangan atau informasi.
b)
Menyatu dengan kelompok tertentu untuk memperoleh peran dari kelompok tersebut, guna mengetahui aktivitas para pelaku tindak pidana.
c)
Untuk khusus kasus peredaran Narkoba, dapat digunakan teknik penyamaran sebagai calon pembeli ( Undercover Buy ), penyamaran untuk dapat melibatkan diri dalam distribusi narkoba sampai tempat tertentu ( Controlled Delivery ), penyamaran di sertai penindakan / pemberantasan ( Raid Planning Execution ).
7) Penelitian dan analisis Dokumen : Dilakukan terhadap kasus-kasus tertentu dengan cara : a)
Mengkompulir dokumen yang diduga ada kaitannya de ngan tindak pidana.
b)
Meneliti dan menganalisa dokumen yang diperoleh guna menyusun anatomi perkara tindak pidana serta modus operandinya.
b. Urutan Tindakan Penyelidik Penyelidik :
1) Kanit atau anggota menerima informasi dari masyarakat tentang adanya penyalahgunaan Narkotika di suatu tempat, anggota melaporkan kepada Kasat selanjutnya dituangkan dalam Laporan Informasi. 2) Laporan Informasi tersebut di sampaikan kepada Kasat Res Narkoba yang disertakan Surat Perintah Tugas untuk melakukan penyelidikan informasi tersebut. 3) Kanit memerintahkan dan atau bersama unitnya melaksanakan penyelidikan guna penajaman informasi dilapangan. 4) Dalam penajaman laporan informasi anggota telah dilengkapi dengan surat perintah penangkapan, penggeledahan dan penyitaan serta surat tanda terima barang bukti yang diduga ada kaitannya tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dan bahan berbahaya lainnya. 5) Apabila dianggap A1 Kanit melaksanakan tindakan upaya hukum yaitu penangkapan, penggeledahan dan penyitaan yang dilengkapi den gan administrasi penyidikan. 6) Apabila terbukti melakukan pelanggaran tindak pidana dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup maka dilaksanakan introgasi atau pemeriksaan awal untuk mengungkap jaringan Narkotika. c. Sarana Peralatan :
Sarana Peralatan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas penyelidikan antara lain : 1) Peta Geografi, Denah, Data, Data, Letak Lokasi, dan ciri-ciri Identitas Identitas sasaran 2) Alat Penyadap Sebagai perekam pembicaraan sasaran baik secara terbuka maupun tertutup 3) Alat tulis sebagai sarana pencatatan hasil Penyelidikan. 4) Teropong dan Kamera/Handycam untuk melakukan pengamatan jarak jauh. d.
Investigasi
Investigasi dilaksanakan bilamana sasaran di duga berada di luar wilayah hukum Polda Gorontalo dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
4
1)
Direktorat Reserse Narkoba Polda Gorontalo melakukan permintaan secara tertulis dengan alamat langsung kepada kantor Kepolisian terkait dimana keberadaan sasaran telah terdeteksi dengan mencamtumkan : a) Komposisi Tim Investigasi b) Tanggal kedatangan Tim Investigasi c) Lama kunjungamn Tim Investigasi
2)
Permintaan secara tertulis tertulis dilengkapi dengan Biodata Biodata tersangka dan resume singkat dari hasil pemeriksaan terhadap Saksi-saksi dan alat bukti yang telah diperoleh Penyidik.
e. Ketentuan Larangan dan Kewajiban
1)
Penyelidik Dilarang : a)
Melakukan tindak kekerasan (penyiksaan fisik) dalam melaksanakan Penyelidikan.
b)
Melakukan diskriminasi pelayanan dalam kegiatan penyelidikan.
c)
Menerima dan/atau meminta imbalan sebelum, selama, dan/atau setelah kegiatan Penyelidikan.
d)
Menyebarkan rasa rasa takut kepada terperiksa baik
dengan menggunakan ancaman
kekerasan atau dengan menunjukkan senjata (api). 2)
Kewajiban Dalam Penyelidikan :
1)
Memberikan pelayanan yang sama kepada semua orang (pihak) dalam kegiatan Penyelidikan.
2) Menjalankan kegiatan Penyelidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 3)
Penggunaan senjata (api) sesuai dengan Prosedur Tetap Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Protap/01/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki;
V.
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
a.
Pengawasan Pengawasan terhadap kegiatan Penyelidikan dilakukan oleh : 1)
Atasan Penyelidik, yaitu : a)
Kasat; dan/atau
b)
Kaur Bin Ops.
2) Pengawas Penyelidik yang ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Pengawasan Penyelidik. b.
Pengendalian Pengendalian Penyelidikan dilakukan dalam bentuk : 1)
Tata Naskah (Takah) yang berisikan komunikasi tertulis antara Penyelidik dan Atasan Penyelidik.
2)
Penyelidikan dengan mengikutsertakan Pengawas Penyelidik
3)
Penyelidikan dengan mengikutsertakan Satuan lain yang dipimpin oleh Kapolres atau atau Kasat Resnarkoba.
4)
Mengikutsertakan institusi pengawasan di lingkungan internal Polres Gorontalo.
5
VI.
ADMINISTRASI Administrasi penyelidikan meliputi :
VII.
a.
Surat Perintah Tugas ( Sprin Gas )
b.
Surat Perintah Penyelidikan ( Sprin Lidik )
c.
Laporan Hasil Penyelidikan.
ANGGARAN
a.
Anggaran penyidikan menyesuaikan men yesuaikan dengan DIPA Polri untuk program penyelidikan dan penyidikan yang disediakan bagi Polres Gorontalo.
b.
Anggaran yang digunakan untuk kepentingan Penyelidikan Pen yelidikan menyesuaikan dengan kriteria tingkat kesulitan atas Penyelidikan yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik.
c.
Penggunaan anggaran dalam kegiatan Penyelidikan sesuai dengan standar biaya khusus (SBK) Penyelidikan / penyidikan yang disahkan oleh Kapolri.
VIII. PENUTUP
a.
Standar Operasional Operasional Prosedur (SOP) digunakan sebagai petunjuk dan arahan agar setiap personel yang bertugas pada Fungsi Reserse Narkoba mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana dan Peraturan Perundang-undangan yang ada kaitannya baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Tindak Pidana.
b.
Standard Operating Prosedure (SOP) diharapkan kepada setiap personil mempunyai kemampuan yang Profesional dan Terampil dalam melaksanakan Fungsi teknis Kepolisian dibidang penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana terutama dalam melakukan Taktik dan Tehnik Penyelidikan, Investigasi dan Pemeriksaan baik terhadap Tersangka, Saksi maupun Ahli.
c.
Kegiatan Penyelidikan yang dilakukan oleh Penyelidik Sat Resnarkoba Resnarkoba mempedomani Perkap No. 14 Tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana.
d.
Hal-hal yang belum ditentukan dan atau diatur di dalam SOP di bidang penyelidikan ini, maka penyelidik tetap mempedomani aturan hukum acara yang berlaku.
Demikian Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Narkoba sebagai kerangka acuan dalam pelaksanaan kegiatan. Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA
TTD ASLI, SH AKP NRP 80110618
6
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BIDANG PENYIDIKAN SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
I. PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang
a. Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, setiap setiap penyidik dituntut untuk mengetahui dan mengerti langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b. Untuk menjabarkan peraturan perundang-undangan ke dalam langkah-langkah penyidikan agar diperoleh keseragaman dan ketepatan bertindak, diperlukan suatu acuan/pedoman, sehingga diperoleh kesamaan persepsi; c. Dalam rangka menyamakan persepsi ke k e dalam pola tindak yang benar, maka dibuatlah Standar Operasional Prosedur (SOP) guna dijadikan pedoman bagi seluruh penyidik dalam menjalankan kegiatan penyidikan. 2.
D a s a r
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP); b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri); c. Keputusan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia d. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun Tahun
2009
tentang
Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Tindak Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Indonesia. e. Undang-undang Republik Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Psikotropika. f. Undang-undang Republik Republik Indonesia Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 3.
Maksud dan Tujuan
a. Maksud : Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi Penyidik Satuan Reserse Narkoba dalam melakukan persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian Berkas Perkara serta penyenggaraan Administrasi Administrasi Penyidikan yang mendukung pelaksanaan penyidikan penyidikan tindak pidana.
7
b. Tujuan : Tujuan dari pedoman ini adalah untuk menyatukan persepsi persepsi diantara diantara para Penyidik Satuan Reserse Narkoba, agar diperoleh kesatuan arah dalam rangka Penyidikan Tindak Pidana di lingkungan Satuan Reserse Narkoba Polres Gorontalo. 4. Ruang Lingkup
Standar Operasional Operasional Prosedur Prosedur di bidang Penyidikan Penyidikan ini meliputi meliputi kegiatan kegiatan Perencanaan
dan
Penganggaran Penyidikan, Pelaksanaan Penyidikan, (Pemanggilan, Pemeriksaan, Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan
dan
Penyitaan),
Penyelenggaraan
Administrasi
Penyidikan,
Pemberkasan dan Penyerahan Berkas Perkara serta Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan pada lingkungan Satuan Reserse Narkoba Polres Gorontalo. II. TUGAS POKOK 5. Tugas Pokok Pokok Penyidik Penyidik :
a. Tugas Pokok Penyidik Sat Reserse Narkoba Narkoba adalah : 1)
Penyidik
Sat
Resnarkoba
bertugas
menyelenggarakan
penyelidikan,
penyidikan,
pengawasan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba berikut prekursornya serta melaksanakan pembinaan dan penyuluhan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan Narkoba. 2)
Dalam melaksanakan melaksanakan tugas di atas, Penyidik Sat. Reskrim Reskrim menyelenggarakan menyelenggarakan fungsi : a)
Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dan prekursor;
b)
pembinaan dan penyuluhan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan Narkoba.
c)
pengawasan terhadap pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan Narkoba.
d)
penganalisa kasus beserta penanganannya, serta mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Sat Resnarkoba.
e)
Pembinaan teknis terhadap administrasi penyelidikan dan penyidikan, serta identifikasi dan laboratorium forensik lapangan.
f)
Pembinaan, koordinasi dan pengawasan PPNS baik di bidang operasional maupun administrasi penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
III. PELAKSANAAN 6. Personel
a.
Penyidik Satuan Satuan Reserse Reserse Narkoba adalah personel personel Polri Polri yang yang bertugas di lingkungan lingkungan Satuan Reserse Narkoba Polres Gorontalo.
b.
Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia berpangkat IPDA sampai dengan Komisaris Besar Polisi yang berada di lingkungan Direktorat Narkoba yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan pen yidikan sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
8
c.
Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
d.
Atasan Penyidik adalah penyidik yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penyelidikan, Penyelidikan, dan Surat Perintah Penyidikan Penyidikan di daerah hukum Atasan Penyidik sesuai peraturan perundang-undangan yang yang berlaku.
e.
Petugas Lainnya Lainnya adalah personel yang yang bertugas dan/atau dan/atau bekerja di lingkungan Polres Gorontalo dan atau setidak-tidaknya setidak-tidaknya di lingkungan Satuan Resnarkoba Resnarkoba serta diberikan diberikan tugas oleh Penyidik Penyidik Sat. Resnarkoba untuk membantu membantu atau mendukung mendukung pelaksanaan pelaksanaan tugas-tugas penyidikan, seperti pembuatan administrasi administrasi penyidikan, penyusunan Berkas Perkara dan sejenisnya.
7. Sarana-Prasarana yang Digunakan
a.
Sarana dan Prasarana yang digunakan untuk kepentingan penyidikan adalah yang tersedia di lingkungan Satuan Resnarkoba.
b.
Sarana dan Prasarana lain yang menunjang untuk kepentingan penyidikan yang digunakan apabila telah mendapat persetujuan dari Atasan Penyidik.
8. Urutan Tindakan
a.
Tindakan penyidikan mempedomani UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Kepolisian Negara Republik Republik Indonesia;
b.
Urut-urutan tindakan penyidikan sebagai sebagai berikut : 1) Membuat tata naskah naskah (takah) yang yang terdiri dari : a) Laporan Polisi; b) Laporan Hasil Penyelidikan Penyelidikan (LHP) (LHP) apabila didahului dengan penyelidikan; c) Surat Perintah Penyidikan; d) Surat Perintah Tugas e) Rencana Penyidikan; f)
Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan;
g) Gambar Skema Pokok Perkara; dan h) Matrik untuk Daftar Kronologis Penindakan. 2) Menyusun rencana penyidikan dan penganggaran penyidikan, meliputi meliputi : a)
Rencana Kegiatan;
b)
Rencana Kebutuhan Anggaran Anggaran Penyidikan;
c)
Target pencapaian kegiatan;
d)
Skala prioritas penindakan; dan
e)
Target penyelesaian perkara.
3) Melakukan upaya hukum dalam rangkaian kegiatan penyidikan, meliputi : a) Pemanggilan saksi-saksi; saksi-saksi; b) Pemeriksaan saksi-saksi; saksi-saksi; c) Penyitaan barang bukti; d) Pemanggilan tersangka; e) Penangkapan tersangka (jika diperlukan);
9
f)
Pemeriksaan tersangka;
g) Menawarkan bantuan bantuan Penasihat Penasihat Hukum terhadap Tersangka Tersangka yang yang tidak mampu, yang yang ancaman hukumannya diatas 4 tahun h) Penggeledahan (jika diperlukan) dan ditindaklanjuti ditindaklanjuti dengan penyitaan penyitaan (jika (jika ditemukan ditemukan barang bukti baru); baru); i)
Penahanan tersangka (jika diperlukan); dan
j)
Pemeriksaan Ahli (jika (jika diperlukan). diperlukan).
4) Menyelenggarakan Administrasi Penyidikan dengan kegiatan meliputi : a) Membuat Surat Perintah Penyidikan; b) Membuat Surat Perintah Perintah Tugas; c) Membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Dimulainya Penyidikan (SPDP); d) Membuat Surat Perintah Penyitaan; e) Mengajukan Ijin Penyitaan ke Pengadilan Negeri setempat; f)
Membuat Berita Acara Penyitaan;
g) Membuat Surat Tanda Terima Penyitaan h) Mengajukan Surat Persetujuan Penyitaan ke Pengadilan Negeri setempat setempat (jika penyitaan yang dilakukan mendahului permintaan ijin sita atau dalam keadaan mendesak); i)
Membuat Surat Perintah Penggeledahan (jika diperlukan);
j)
Membuat Berita Acara Penggeledahan;
k) Mengajukan Surat Ijin Ijin Penggeledahan Rumah Rumah dan/atau tempat tertutup lainnya lainnya ke Pengadilan Negeri Setempat; l)
Mengajukan Surat Pemberitahuan Penggeledahan Rumah dan/atau Tempat tertutup lainnya (apabila penggeledahan dilakukan mendahului permintaan ijin geledah atau dalam keadaan mendesak)
m) Membuat Surat Panggilan; n) Membuat Surat Perintah Penangkapan (jika diperlukan); o) Membuat Berita Acara Penangkapan; p) Membuat dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penangkapan kepada Keluarga Tersangka; q)
Membuat Surat Perintah Penahanan (jika diperlukan);
r)
Membuat Berita Acara Penahanan;
s)
Membuat dan menyampaikan menyampaikan Pemberitahuan Penahanan disertai Surat Perintah Perintah Penahanan kepada Keluarga Tersangka;
t)
Mengajukan Permintaan Perpanjangan Penahanan ke Kejaksaan Kejaksaan Negeri setempat (jika masa
penahanan penyidik telah berakhir dan masih diperlukan perpanjangan
penahanan); u) v)
Membuat Berita Acara Perpanjangan Penahanan; Membuat dan menyampaikan pemberitahuan perpanjangan penahanan disertai Surat Perpanjangan Penahanan dari Kejaksaan Negeri setempat;
w) Mengajukan Permintaan Perpanjangan Penahanan ke Pengadilan Negeri setempat (jika masa penahanan yang diberikan Kejaksaan Negeri telah berakhir dan masih diperlukan perpanjangan penahanan);
10
x)
Membuat Berita Acara Perpanjangan Penahanan;
y)
Membuat dan menyampaikan pemberitahuan perpanjangan
penahanan
dengan
disertai Surat Penetapan Perpanjangan Penahanan dari Pengadilan Negeri setempat; z)
Membuat dan dan menyampaikan menyampaikan Surat Surat Pemberitahuan Pemberitahuan Perpanjangan Penahanan berikut berikut Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dan Surat Penetapan Perpanjangan Penahanannya setiap kali ada perpanjangan penahanan
5) Menyelenggarakan kegiatan penyidikan dengan urutan kegiatan yang meliputi : a)
Menganalisis perkara yang ditangani/disidik;
b)
Menyusun rencana penyidikan dan rencana kebutuhan anggaran;
c)
Melakukan kegiatan penyidikan dalam bentuk upaya hukum;
d)
Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Pertama, kepada : (1) Pelapor atau Korban atau Keluarga Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum; (2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk perkara kriminal khusus yang yang tidak memiliki korban (victimless crime).
e)
Melakukan Gelar Perkara untuk menentukan : (1) Tersangka, utamanya bagi penanganan / penyidikan perkara tindak pidana khusus sebelum dikirimkannya SPDP ; atau (2) Ditemukan dua atau atau lebih alat bukti yang cukup dan bersesuaian, sehingga sehingga dapat diteruskan kegiatan penyidikannya atau tidak ditemukan dua alat bukti yang cukup dan bersesuaian sehingga dapat dihentikan penyidikannya. (3) Melibatkan Ahli untuk keterangan Ahli Ahli sebagai Alat Bukti
f)
Melakukan
upaya
hukum
lanjutan
setelah
ditentukan tersangkanya atau
penghentian penyidikan apabila tidak ditemukan alat bukti yang cukup;
g)
Menyampaikan
Surat
Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP)
Tahap Kedua, kepada : (1) Pelapor atau Korban atau Keluarga Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum; (2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk perkara kriminal khusus yang yang tidak memiliki korban (victimless crime). h)
Menyusun Berkas Perkara dan siap untuk dilimpahkan dilimpahkan ke Penuntut Umum;
i)
Memperbaiki Berkas Perkara apabila dinyatakan kurang lengkap oleh Penuntut Umum dan mengirimkan kembali Berkas Perkara yang telah diperbaiki kepada Penuntut Umum;
j)
Menyerahkan Berkas Perkara beserta barang bukti dan tersangkanya kepada Penuntut Umum; dan
k)
Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Ketiga, kepada : (1) Pelapor atau Korban atau
Keluarga Pelapor/Korban untuk perkara kriminal kriminal
umum; (2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk perkara kriminal khusus yang yang tidak memiliki korban (victimless crime).
11
9.
Ketentuan Larangan dan Kewajiban
a.
Penyidik Dilarang : 1)
Melakukan tindak kekerasan (penyiksaan fisik) dalam melaksanakan penyidikan;
2)
Melakukan diskriminasi pelayanan dalam kegiatan penyidikan;
3)
Menerima dan/atau meminta imbalan sebelum, selama, dan/atau setelah kegiatan penyidikan;
4)
Menyebarkan rasa takut kepada terperiksa baik dengan menggunakan ancaman atau ancaman kekerasan atau dengan menunjukkan senjata (api).
b.
Kewajiban Dalam Penyidikan : 1)
Memberikan pelayanan yang sama kepada semua orang (pihak) dalam kegiatan penyidikan;
2) Menjalankan kegiatan penyidikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; 3)
Penggunaan senjata (api) sesuai dengan Prosedur Tetap Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Protap/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki; Anarki;
10. Pengawasan dan Pengendalian
a.
Pengawasan Pengawasan terhadap kegiatan penyidikan dilakukan oleh : 1)
2) b.
Atasan Penyidik, yaitu : a)
Kasat; dan/atau
b)
Kaur Bin Ops.
Pengawas Penyidik yang ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Pengawasan Penyidik.
Pengendalian Pengendalian penyidikan dilakukan dalam bentuk : 1)
Tata Naskah (Takah) yang yang berisikan komunikasi tertulis antara penyidik dan Atasan Penyidik;
2)
Gelar Perkara yang dilakukan dengan melibatkan : a)
Penyidik di lingkungan Sat. Reskrim;
b)
Penyidik dengan mengikutsertakan Pengawas Penyidik;
c)
Penyidik dengan dengan mengikutsertakan Satuan lain lain yang dipimpin oleh Kapolres atau Kasat Reskrim;
d)
Penyidik dengan mengikutsertakan institusi institusi pengawasan pengawasan di lingkungan internal Polres Gorontalo.
IV. ADMINISTRASI 11. Kelengkapan Administrasi
Segala administrasi adalah administrasi yang menunjang terselenggaranya pen yidikan, berupa : a.
Administrasi Penyidikan yang diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan/atau yang diatur oleh perundang-undangan lainnya; atau
b.
Administrasi Perkantoran yang menunjang menunjan g kegiatan k egiatan penyidikan sebagaimana seb agaimana diatur oleh Hukum Administrasi dan/atau Peraturan Kapolri serta peraturan administrasi lainnya.
12. Anggaran
12
a.
Anggaran penyidikan menyesuaikan dengan DIPA Polri untuk program penyelidikan dan penyidikan yang disediakan bagi Polres Gorontalo ;
b.
Anggaran yang digunakan untuk kepentingan penyidikan menyesuaikan dengan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik;
c.
Penggunaan anggaran dalam kegiatan penyidikan sesuai dengan den gan standar biaya khusus (SBK) penyidikan yang disahkan oleh Kapolri.
V. PENUTUP 13.
Ketentuan Lain-Lain
a.
Batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan :
b.
1)
Sangat sulit ;
2)
Sulit ;
3)
Sedang ; atau
4)
Mudah
Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan, meliputi :
c.
1)
120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
2)
90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
3)
60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; sedang; atau
4)
30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan penyidikan perkara mudah.
Penentuan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan dilakukan
oleh pejabat yang
berwenang atau Atasan Penyidik; d.
Apabila penyidikan yang yang dilakukan tidak tidak sesuai dengan kriteria tingkat kesulitan di atas, maka penyidik mengajukan alasan tentang kesulitan dan/atau hambatan yang dihadapi dalam bentuk Laporan Kemajuan kepada Atasan Penyidik P enyidik (Kasat) untuk mendapatkan persetujuan.
14.
Ketentuan Penutup
a.
Segala hal yang berkaitan dengan kegiatan penyidikan tetap mengacu pada UU No. 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP dan/atau undang-undang tertentu yang yang mengatur hukum
acaranya sendiri. b.
Kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Sat Resnarkoba mempedomani Perkap No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c.
Hal-hal yang belum ditentukan dan/atau diatur di dalam SOP di bidang penyidikan ini, maka penyidik tetap tetap mempedomani aturan hukum acara yang berlaku. Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA TTD
ASLI, SH AKP NRP 80110618
13
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMANGGILAN SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyelidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam Operasional
Prosedur
ini
merupakan
melaksanakan pedoman
bagi
upaya hukum pemanggilan. Standar penyidik dalam melaksanakan tugas
pemanggilan yang harus dilaksanakan dalam proses penyidikan. B. Tujuan
Tindakan hukum berupa pemanggilan merupakan rangkaian dari suatu proses penyidikan guna memperoleh suatu keterangan baik terhadap saksi, ahli maupun terhadap tersangka didalam proses penegakan hukum baik
pada tingkat penyidikan, penuntutan dan peradilan. Standar
Operasional Prosedur ini dibuat bertujuan guna menghindari pelanggaran hukum baik pelanggaran HAM maupun pelanggaran terhadap hukum acara pidana serta menghindari kesalahan prosedur dalam proses pemanggilan. C. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur pemanggilan memuat petunjuk tentang tatacara dari mulai pemenuhan syarat formil, syarat materil pembuatan surat panggilan, pengajuan atau penandatanganan surat panggilan pencatatan dalam register surat panggilan, pen yampaian surat panggilan, pa nggilan, serta bagaimana ba gaimana orang yang dipanggil apabila tidak memenuhi panggilan tersebut. Standar Operasional Prosedur ini berlaku
bagi penyidik Polri khususnya
pada lingkungan Penyidik Sat Resnarkoba Polres
Gorontalo. D. Pengertian Pemanggilan
1.
Pemanggilan adalah tindakan penyidik untuk menghadirkan saksi / tersangka guna didengar keterangannya sehubungan dengan tindak pidana yang terjadi.
2.
Tenggang waktu yang wajar adalah antara tanggal, hari, diterimanya surat panggilan dengan hari, tanggal orang yang di panggil diharuskan diharuskan memenuhi panggilan harus ada tenggang waktu yang layak dan wajar serta surat panggilan yang disampaikan selambat-lambatnya tiga (3) hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan dalam surat panggilan.
3.
Alasan yang tidak patut dan wajar adalah seseorang yang dipanggil sebagai saksi/tersangka dimana dapat diyakinkan bahwa surat panggilan tersebut tidak dapat hadir dengan menyampaikan alasan yang tidak sesuai dengan fakta yang ditemukan.
4.
Surat panggilan ke II adalah surat surat yang yang diterbitkan diterbitkan oleh penyidik dalam menindak menindak lanjuti surat panggilan pertama apabila yang dipanggil diyakini telah menerima panggilan pertama namun yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan-alasan yang patut dan wajar.
5.
Surat perintah membawa adalah surat membawa
perintah yang ditandatangani
saksi atau tersangka dikarenakan
oleh penyidik guna
yang dipanggil tidak dapat memenuhi surat
panggilan baik panggilan kesatu dan kedua tanpa alasan yang patut dan wajar.
14
6.
Ijin adalah permohonan atau pemberitahuan pemberitahuan yang isampaikan oleh penyidik kepada lembaga tinggi Negara atau instansi pemerintahan / lembaga lain, guna memperoleh ijin yang diberikan kepada penyidik dalam rangka proses pemanggilan.
E . Petunjuk dan Koordinasi
1.
Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka bukan lembaga tinggi Negara dan pejabat pemerintahan. a. Syarat formil : 1)
Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;
2)
Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4)
Undang-undang yang dipersangkakan
5)
Laporan Polisi
6)
Surat Perintah Tugas
7)
Surat Perintah Penyidikan
8)
Buku Register surat panggilan
9)
Agenda tanda terima surat panggilan
b. Langkah-langkah membuat surat panggilan : 1)
Surat Panggilan dibuat dengan jelas tentang ;
dasar pemanggilan, alasan, waktu
pemanggilan, identitas lengkap orang yang dipanggil, kapasitas yang dipanggil (saksi atau tersangka), perkara apa. 2)
Untuk
waktu
pemanggilan
memperhitungkan
diluar
diberikan kota /luar
tenggang negeri),
waktu
yang
wajar
(dengan
apabila alamat tidak diketahui
dicantumkan alamat terakhir yang ada pada penyidik (berdasarkan hasil penyelidikan). 3) Surat panggilan ditanda ditanda - tangani oleh Kasat Resnarkoba Resnarkoba atau pejabat yang yang berwenang / penyidik yang memanggil. 2.
Membuat surat surat panggilan untuk saksi dan tersangka tersangka untuk Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah. a. Syarat formil : 1)
Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 11, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP.
2)
Pasal 66, 220, 289, 340, 391 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
3)
Pasal 36 (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang Nomor 8 tahun 2005. 4)
Undang-undang Kekuasaan Kehakiman.
5)
Undang-undang No 2 tahun tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Indonesia.
6)
Pasal 66 Undang-undang Nomor Nomor 30 Tahun 2004 tentang Notaris.
7)
Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 72 tahun tahun 2005 tentang Desa.
b. Langkah-langkah membuat surat panggilan saksi dan tersangka pejabat Lembaga Tinggi
15
Negara dan Pejabat Pemerintahan, Non Pemerintah (Notaris). 1) Pemanggilan terhadap Pejabat-pejabat Negara, anggota-anggota MPR / DPR / DPD / BPK / Mentri kabinet, Gubernur, Bupati / Walikota, Deputi Gubernur BI, sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan ijin kepada Presiden RI, pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui Kapolda diteruskan ke Kabareskrim. 2)
Anggota DPRD/DPD tingkat I, sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin kepada Mentri Dalam Negeri pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui Kapolda diteruskan ke Kabareskrim.
3)
Anggota DPRD/DPD tingkat II Kabupaten/kota sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin kepada Gubernur Kepala Daerah melalui Kapolda.
4)
Untuk memanggil Lurah/Kepala Desa Desa sebelum dipanggil penyidik mengajukan surat permohonan izin kepada Bupati/Walikota.
5)
Untuk pemanggilan terhadap Ketua dan Majelis Hakim, sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kabareskrim.
6)
Untuk pemanggilan Notaris, sebelum sebelum dipanggil penyidik mengajukan surat kepada Majelis Pengawas Daerah, guna mendapat persetujuan/ijin.
3.
Pengajuan Penandatanganan Surat Panggilan. a.
Surat Panggilan diajukan secara berjenjang (diparaf oleh para pejabat yang terkait) sampai dengan ditanda tangani oleh Kasat Resnarkoba atau Pejabat yang berwenang dan oleh Penyidik yang memanggil.
b.
Mencatat surat panggilan untuk saksi dan tersangka pada register surat panggilan serta mencatat dalam buku ekspedisi.
c.
Membuat surat guna mendapatkan ijin dalam rangka pemanggilan (saksi/tersangka) yang termasuk lingkup pejabat Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah, Non Pemerintah (Notaris).
d. F.
Penyampaian surat surat panggilan ke satu/ ke dua untuk saksi dan tersangka.
PENUTUP
Demikian Standar Operasional Prosedur ( Sop ) ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan. Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA TTD
ASLI, SH AKP NRP 80110618
16
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENANGKAPAN SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penangkapan terhadap tersangka. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas penangkapan yang dilaksanakan terhadap tersangka. Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan penyidik terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat menghalangi kelancaran proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui penangkapan ini, ketentuan hukum acara yang ada dalam KUHAP maupun hukum acara Undang-Undang lainnya, menjadi dasar SOP ini sebagai otorisasi operasional penyidik. B. Tujuan
Tindakan penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal atau menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Penangkapan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan, untuk mencegah tersangka menghilangkan barang bukti dan mencegah tersangka melarikan diri. Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dibuat sebagai standar standar atau panduan bagi Penyidik dalam melakukan tindakan penangkapan terhadap tersangka sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan adanya kesalahan prosedur yang dapat mengakibatkan gugatan hukum atau halhal yang kontra produktif saat pelaksanaan penyidikan. Standar Operasional Prosedur Penangkapan dirancang untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi terhadap penyidikan dan koordinasi baik dalam lingkungan internal Polri (penyidik, atasan penyidik dan petugas penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal yang berwenang. C.
Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini memuat petunjuk dan koordinasi koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penangkapan dalam rangkaian penyidikan, maupun maupun tertangkap. Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dapat menjadi panduan bagi seluruh Penyidik Polri. D. Definisi
1.
Pengertian penangkapan dalam Standar Operasional Prosedur ini
adalah pengertian
penangkapan dalam KUHAP. 2.
Pengertian tertangkap tangan
dalam
Standar Operasional Prosedur
tertangkap tangan dalam KUHAP. E. Petunjuk dan Koordinasi
17
ini adalah pengertian
Tindakan penangkapan merupakan rangkaian proses penyidikan perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan
penangkapan, penyidik
melakukan
berdasarkan ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum acara lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatan penangkapan melibatkan penyidik / petugas Kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi Kepolisian antara lain penyidik pegawai negeri sipil, saksi, Kepala Desa / Kepala Lingkungan, Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang dan Jasa lainnya, Pengadilan Negeri, pemilik atau yang menguasai barang dan lain-lain. Penangkapan dalam rangkaian kegiatan penyidikan
Syarat formal yang harus dipenuhi :
1)
Dalam Surat Perintah Penangkapan Penan gkapan harus mencantumkan dasar dilakukan penangkapan yaitu : a)
Pasal 1 butir 2 KUHAP.
b)
Pasal 1 butir 20 KUHAP.
c)
Pasal 7 ayat (1) (1) huruf d dan pasal 16 KUHAP.
d)
Pasal 17 KUHAP.
e)
Pasal 18 KUHAP.
f)
Pasal 19 KUHAP.
g)
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
h)
Undang-Undang yang yang dipersangkakan, yang yang sifatnya LezSpecialist penyidik harus menyesuaikan dengan
hukum acara pada undang-undang tersebut. Contoh
Undang-Undang Narkotika dan
Teroris yang mengatur
yaitu
berbeda dalam hal masa
penahanan, serta Undang-Undang ITE yang meng atur berbeda dalam hal mendapatkan penetapan penahanan dari pengadilan, dan harus dilakukan dalam waktu 1x24 jam. Untuk hal ini maka ijin penangkapan harus diminta kepada pihak Pengadilan sebelum penangkapan dilakukan. i)
Undang-Undang lain yang terkait.
j)
Laporan Polisi.
k)
Surat Perintah Penyidikan.
l)
Surat Perintah Penggeledahan.
m) Surat Perintah Penyitaan. n) 2)
Surat Perintah Tugas.
Penyidik membuat berita acara penangkapan dan surat surat pemberitahuan pemberitahuan penangkapan dan disampaikan kepada keluarga tersangka.
3)
Petugas yang melaksanakan penangkapan adalah adalah penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah Penyidikan.
Syarat materiil yang harus dipenuhi :
Penangkapan
dilakukan
dengan
mempertimbangkan
persesuaian
alat
bukti,
hasil
penyelidikan yang dianalisis dan menyimpulkan men yimpulkan bahwa seseorang adalah tersangkanya dan perlu dilakukan upaya paksa (penangkapan).
18
Langkah-langkah Penangkapan : 1) Sebelum penangkapan dilakukan, penyidik wajib melakukan gelar perkara dan melaporkan kepada atasan Penyidik kegiatan penangkapan yang akan dilakukan; 2)
Penyidik sebelum melakukan penangkapan agar melakukan briefing dan diskusi untuk membahas kegiatan penangkapan
termasuk menilai resiko yang yang mungkin berdasarkan
informasi, dan mendapatkan cara untuk meminimalisir resiko yang mungkin terjadi; 3)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Surat Perintah Penangkapan yang sudah disiapkan terlebih dahulu kepada orang yang akan ditangkap atau orang yang mempunyai hubungan dengan tersangka atau pihak lain yang berada di TKP.
4)
Penyidik, sedapat mungkin berkoordinasi dengan pihak terkait baik kepolisian setempat termasuk pejabat setingkat RT/RW untuk menyampaikan kegiatan penangkapan yang akan dilakukan;
5)
Penyidik wajib memberikan peringatan agar tersangka bekerja sama untuk menyerahkan diri secara baik- baik;
6)
Penyidik setelah setelah memberikan peringatan kepada tersangka untuk bekerjasama namun tidak mendapat respon, maka langkah paksa secara terukur dan melindungi penyidik untuk menangkap
Tersangka
segera
dilakukan.
Upaya
paksa
yang
dilakukan
sifatnya
melumpuhkan, dan dapat ditingkatkan dengan melihat penilaian resiko berkembang dilapangan; 7)
Penyidik melakukan identifikasi dan dokumentasi serta pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka yang ditangkap;
8)
Setelah dilakukan penangkapan, Penyidik membuat Berita
Acara Penangkapan dan
permohonan penetapan penangkapan dari Pengadilan Negeri; 9)
Setelah tersangka ditangkap, pada kesempatan pertama segera dilakukan
pemeriksaan
dengan menggunakan berita acara pemeriksaan tersangka. Terhadap penangkapan yang menemukan benda/barang bergerak maka dapat langsung dilakukan penyitaan, sedangkan terhadap benda yang tidak bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan disegel / diblokir. Untuk penangkapan yang dilanjutkan dengan penyitaan bukti digital, hal ini diatur dalam SOP khusus Subdit Fismondev. Demikian juga bahwa dalam penyidikan cyber crime, metode penangkapan harus menghindarkan tersangka dari perangkat IT yang digunakan untuk menjamin keaslian data dan informasi yang didapatkan pada komputer dan menghindari terjadinya kerusakan barang bukti. Hal-hal khusus dalam Penangkapan Tersangka 1)
Setiap orang dapat yang yang menemukan
tindak pidana dalam keadaan tertangkap tangan,
berhak menangkap tersangka, untuk kemudian segera melaporkan atau menyerahkan tersangka tersebut beserta barang bukti yang ada kepada kesatuan Polri terdekat. Demikian juga, Anggota Polri atau Penyidik yang menemukan tindak pidana dapat melakukan penangkapan dan segara menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Perwira siaga atau Ka SPK dan diteruskan kepada Penyidik. Hal penting dalam hal ini adalah barang bukti dari tindak pidana yang didapatkan tidak boleh tidak harus diserahkan kepada Penyidik untuk disita.
19
2)
Penangkapan atas dasar permintaan melalui Interpol Interpol dengan dilengkapi Surat permintaan penangkapan yang dikeluarkan oleh negara peminta harus dikoordinasikan dengan pihak terkait untuk kepastian hukum yang yang menjadi dasar otoritas penangkapan;
3)
Penangkapan terhadap tersangka yang yang keberadaannya diluar yuridiksi yuridiksi Penyidik yang melakukan penyidikan, dapat dilakukan oleh penyidik setempat dengan dilengkapi surat perintah penangkapan dengan dasar surat perintah penangkapan yang diterbitkan oleh Penyidik atau dasar surat DPO. Hal ini dapat juga dilakukan oleh penyidik yang menangani dengan dibantu oleh penyidik setempat;
4)
Penangkapan terhadap pejabat dan penyelenggara Negara harus mendapatkan ijin melalui permintaan yang diajukan oleh penyidik, kepada Presiden untuk anggota DPR/MPR, DPD, BPK, Menteri, Gubernur dan Deputy Gubernur BI, Gubernur, Bupati dan Walikota. Untuk anggota DPR tingkat provinsi harus seijin Menteri Dalam Negeri. Untuk anggota DPR setingkat kabupaten atas seijin seijin Gubernur Kepala Daerah. Daerah. Untuk Ketua dan Majelis Majelis Hakim, permohonan kepada Mahkamah Agung RI, melalui Kapolda yang akan ditujukan kepada Kabareskrim dan diteruskan oleh Jaksa Agung.
F.
PENUTUP
Demikian Standar Operasional Prosedur ( Sop ) Penangkapan ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik / penyidik pembantu dalam melaksanakan p enyidikan Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA TTD
ASLI, SH AKP NRP 80110618
20
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENAHANAN SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penahanan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas yang wajib dilaksanakan. B. Tujuan
Tindakan penahanan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan. Penahanan dilakukan dengan mempertimbangkan alasan obyektif dan alasan subyektif, alasan obyektif adalah penahanan dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam hukuman lebih dari 5 (lima) tahun sesuai pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP atau terhadap pasal pengecualian yang diatur dalam pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP, sedangkan alasan subyektif adalah adanya kekhawatiran tersangka
melarikan
diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi
perbuatan pidana sesuai pasal 21 ayat (1) KUHAP. Penahanan adalah pengekangan kebebasan seseorang, sehingga harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat mengganggu proses penyidikan. Standar Operasional Prosedur penahanan ini dibuat sebagai standar bagi Penyidik dalam melakukan tindakan penahanan dan sebagai langkah
antisipasi terhadap
adanya kesalahan prosedur yang mengakibatkan gugatan hukum. Standar Operasional Prosedur penahanan
disusun
untuk
mengefektifkan koordinasi baik dalam lingkungan internal Polri
(Penyidik, Atasan penyidik dan pejabat rutan) maupun dalam lingkungan eksternal antara lain lain Jaksa Penuntut Umum ,Pengadilan dan instansi terkait lainnya. C. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur Penahanan memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi dan langkah–langkah
penahanan.
Standar Operasional Prosedur Penahanan ini
berlaku bagi seluruh Penyidik Sat Resnarkoba Polres Gorontalo. D. Definisi
1.
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara diatur dalam undang – undang.
2.
Penangguhan Penahanan adalah ditundanya atau tidak dilanjutkannya seorang tersangka tersangka / terdakwa baik dengan jaminan orang atau jaminan uang berdasarkan syarat-syarat lain yang ditentukan.
3.
Pengalihan Jenis Penahanan adalah mengalihkan status penahanan dari jenis penahanan yang satu kejenis penahanan yang lain oleh penyidik atau penuntut umum.
21
4.
Pembantaran penahanan adalah penundaan penahanan sementara terhadap tersangka karena alasan kesehatan (memerlukan rawat jalan/rawat inap) yang dikuatkan dengan keterangan dokter sampai dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali.
5.
Pemindahan tempat penahanan adalah memindahkan tersangka dari rutan yang satu ke rutan yang lain dengan pertimbangan - pertimbangan tertentu guna mempermudahkan penyelesaian perkara.
6.
Penahanan lanjutan adalah menempatkan kembali tersangka yang pernah ditangguhkan penahanannya dengan den gan pertimbangan atau alasan tertentu kedalam Rumah Tahanan Negara guna kepentingan penyidikan.
E . Petunjuk dan koordinasi
Tindakan penahanan merupakan salah satu bagian dari rangkaian penyidikan yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan penahanan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada dalam KUHAP dan ketentuan hukum lainnya. Dalam melaksanakan kegiatan penahanan akan melibatkan penyidik / petugas kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi kepolisian antara lain Jaksa Penuntut Umum, Pengadilan Ne geri dan Pejabat Rutan. 1.
Penahanan di Rutan/Cabang Rutan a.
Syarat yang harus dipenuhi 1)
Dalam Surat Perintah Penahanan harus mencantumkan dasar dilakukan penahanan yaitu :
2)
a)
Pasal 1 butir 21 KUHAP
b)
Pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 11, pasal 20, pasal 21, pasal 22 a yat (1) KUHAP.
c)
UU R I No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Indonesia.
d)
Undang – Undang yang dipersangkakan.
e)
Undang – Undang lain yang terkait;
f)
Laporan Polisi;
g)
Surat perintah penyidikan;
h)
Surat Perintah Tugas;
Penyidik membuat surat pemberitahuan penahanan tersangka
kepada
keluarga
tersangka/penasehat hukum; 3)
Petugas yang melaksanakan penahanan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam surat perintah penahanan.
b. Langkah – langkah penahanan di Rutan/Caban g Rutan : 1)
Membuat Berita Acara penahanan sesaat segera setelah melakukan penahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka.
2)
Membuat Berita Acara Acara Penolakan tanda tangan, apabila tersangka tersangka menolak menanda tangani Berita Acara Penahanan.
3)
Menyerahkan Surat Perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka untuk tanda tangan.
4)
Surat perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka,
keluarga tersangka dan
pejabat rutan. 5)
Meminta Dokter Tahanan untuk memeriksa kesehatan tersangka.
6)
Memfoto dan mengambik sidik jari tersangka.
7)
Menyerahkan tersangka kepada pejabat rutan untuk dimasukkan ke dalam rutan, 22
dengan dituangkan dalam Berita Acara Penyerahan Tersangka. 8)
Memberitahukan kepada keluarga tersangka/ penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
2.
Perpanjangan penahan Surat perintah penahanan yang diterbitkan kasatker selaku penyidik sebagaimana dimaksud pasal 20 KUHAP berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari. Apabila selama 20
(dua
puluh) hari penyidikannya belum selesai
penahanan tersangka maka penyidik dapat
dan masih diperlukan
meminta kepada JPU untuk menerbitkan Surat
Perpanjangan Penahanan yang berlaku paling lama 40 (empat puluh) hari dan apabila masih belum selesai dan masih diperlukan penahanan tersangka maka penyidik dapat meminta kepada
pengadilan Negeri untuk menerbitkan Surat Perpanjangan Penahanan yang berlaku
selama 30 (tiga puluh) hari dan perpanjangan penahanan dari pengadilan negeri dapat diperpanjang kembali apabila diperlukan. Langkah – Langkah perpanjangan penahanan : a.
Penyidik mengirimkan surat permintaan perpanjangan
penahanan
tersangka
kepada
Kejaksaan Negeri/Pengadilan Negeri dengan mencantumkan rujukan : 1)
Pasal 24 ayat (2) KUHAP
2)
UU RI No. 2 tahun 2002 tentang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Indonesia;
3)
Laporan Polisi;
4)
SPDP;
5)
Surat Perintah penahanan;
Dan melampirkan : 1)
Resume singkat;
2)
Laporan Polisi;
3)
Surat Perintah penyidikan;
4)
SPDP;
5)
Surat Perintah Penahanan;
6)
Perpanjangan penahanan dari JPU ( untuk meminta
penetapan
dari Pengadilan
Negeri) b.
Dengan dasar surat perintah perpanjangan dari JPU / penetapan penahanan dari Pengadilan Negeri tersebut, maka penyidik dapat melakukan perpanjangan penahanan tersangka.
c.
Penyidik membuat surat pemberitahuan perpanjangan
penahanan kepada keluarga
tersangka atau penasehat hukum. d.
Penyidik membuat berita acara perpanjangan penahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka.
e.
Membuat Berita Berita Acara penolakan tanda tangan, apabila tersangka menolak menanda tangani Berita Acara Perpanjangan penahanan.
f.
Menyerahkan surat perpanjangan penahanan kepada
tersangka, keluarga tersangka /
Penasehat hukum dan pejabat rutan. g.
Memberitahukan kepada keluarga tersangka/penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
3.
Pengalihan Jenis Penahanan Dalam hal pemeriksaan terhadap tersangka telah selesai dan tidak dikhawatirkan akan
23
melarikan diri serta serta tidak tidak menyulitkan dalam tersangka sangat sangat
pengawasannya, atau dalam hal kehadiran
diperlukan oleh masyarakat karena profesi / keahliannya, maka terhadap
tersangka dapat dilakukan pengalihan penahanan. Jenis penahanan dapat berupa : penahanan rutan, penahanan rumah, penahan kota. a.
Persyaratan 1) Adanya pengajuan permohonan pengalihan jenis penahanan dari tersangka / keluarganya / penasehat hukumnya yang diketahui oleh RT/RW RT/RW/Kepala /Kepala desa. 2)
b.
Wajib untuk melapor diri kepada penyidik selama menjalani penahanan.
Langkah – langkah pengalihan jenis penahanan : 1)
Apabila kasatker mengabulkan permohonan tersangka/
keluarganya/penasehat
hukumnya, maka penyidik membuat :
2)
a)
Surat Perintah Pengalihan je nis pena hanan
b)
Berita Acara pengalihan jenis Penahanan
c)
Surat Keterangan Wajib lapor
d)
Resume Singkat
Penyidik menyerahkan surat perintah pengalihan jenis penahanan kepada tersangka untuk ditanda tangani oleh tersangka dan penyidik.
3)
Penyidik menyerahkan surat perintah pengalihan jenis penahanan kepada tersangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan.
4) 4.
Kasatker menugaskan anggota untuk melakukan pengawasan terhadap tersangka.
Pemindahan tempat penahanan Dalam hal penyidikan berlangsung dan dibutuhkan tindakan untuk memindahkan penahanan tersangka dari satu satu rutan ke rutan lain guna melancarkan penyidikan, maka penyidik dapat melakukan pemindahan tempat penahanan, dengan langkah langkah – langkah sebagai berikut : a.
Penyidik mempertimbangkan alasan pemindahan tempat penahanan.
b.
Pemindahanan tempat penahanan hanya dilakukan untuk
kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan yang cepat, mudah dan murah. c.
Penyidik menempatkan keamanan dan keselamatan
tersangka
yang ditahan sebagai
prioritas utama d.
Melakukan koordinasi dengan penyidik dari kesatuan lain yang mempunyai kaitan dengan kasus tersebut.
e.
Menentukan waktu pemindahan tahanan.
f.
Menyerahkan tersangka dan menyelesaikan administrasi pemindahan tempat penahanan : - Surat perintah tugas - Surat Perintah penyerahan tersangka - Berita acara penyerahan tersangka - Surat Perintah Pemindahan tempat penahanan - Berita Acara pemindahan tempat penahanan
g. 5.
Membuat laporan pelaksanaan tugas pemindahan tempat penahanan.
Pembantaran Penahanan a.
Meminta Dokter untuk memeriksa kesehatan tersangka untuk memastikan tersangka masih bisa ditahan atau tidak.
b.
Apabila kondisi tersangka tidak memungkinkan untuk
24
dilakukan
penahanan, maka
penyidik melakukan pembantaran agar tersangka dirawat/opname. c.
Membuat surat perintah pembantaran dan berita acara pembantaran
d.
Selama masa perawatan/opname, penyidik melakukan
pengawasan
dan pengamanan
terhadap tersangka. 6.
Penangguhan penahanan Penangguhan penahanan dapat dilakukan atas jaminan uang atau orang : Jaminan Uang a.
Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau atau penasehat hukum dengan mencantumkan uang jaminan dan syarat – syarat lainnya.
b.
Pemohonan menyetorkan uang jaminan kepanitera Pengadilan Negeri dengan formulir penyetoran yang dilakukan oleh penyidik
c.
Berdasarkan bukti setor uang, maka penyidik
mengeluarkan
surat
perintah
penangguhan penahanan. Jaminan Orang a.
Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau atau penasehat hukum dengan mencantumkan identitas penjamin, besarnya uang yang harus dijamin oleh penjamin syarat – syarat lainnya.
b.
Berdasarkan surat jaminan, maka penyidik mengeluarkan surat perintah penangguhan penahanan.
7.
Penahanan Lanjutan a. Membuat surat perintah penahanan lanjutan dan surat pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga tersangka. b.
Mengajukan
surat perintah
penahanan
lanjutan
dan
surat pemberitahuan lanjutan
kepada keluarga tersangka c.
Mencatat dalam register surat perintah penahanan lanjutan dan surat pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga tersangka
d.
Melaksana kan penahanan lanjutan
e.
Membuat berita acara penahanan lanjutan ditanda tangankan kepada tersangka
f.
Membuat berita acara penolakan
tanda tangan, apabila tersangaka
menolak menanda
tangani berita acara penahanan lanjutan
g.
Menyerahakan surat perintah penahanan lanjutan kepada tersangka untuk ditanda tangani
h.
Surat Perintah penahanan lanjutan disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan
i.
Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka
j.
Menyerahkan tersangka kepada pajabat rutan untuk dimasukkan kedalam rutan, dengan dituangkan dalam berita acara penyerahan tersangka.
k.
Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
8. Pengeluaran Tahanan a.
Membuat Surat Perintah pengeluaran tahanan dan surat
pemberitahuan pengeluaran
tahanan kepada keluarga tersangka b.
Mengajukan surat perintah pengeluaran tahanan dan surat pemberitahuan pengeluaran 25
tahanan kepada keluarga tersangka c.
Mencatat dalam register surat
perintah pengeluaran tahanan dan surat pemberitahuan
pengeluaran tahanan kepada keluarga tersangka d.
Melaksanakan pengeluaran tahanan
e.
Membuat Berita Acara pengeluaran tahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka
f.
Membuat berita acara penolakan tanda
tangan, apabila
tersangka
menolak menanda
tangani. g.
Menyerahkan surat perintah pengeluaran tahanan kepada tersangka untuk ditanda tangani
h.
Surat Perintah pengeluaran tahanan disampaikan kepada terangka, keluarga tersangka tersangka dan pejabat rutan
i.
Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka
j.
Mengeluarkan tersangka dari Rutan
k.
Memberitahukan kepada keluarga tersangka tersangka / Penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan Surat.
F.
PENUTUP
Demikian Standar Operasional Prosedur Prosedur ( Sop ) Penahanan ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan pen yidikan Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA TTD
ASLI, SH AKP NRP 80110618
26
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGGELEDAHAN SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
A.
Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar,
perlu disusun standar operasional operasional
prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan Pen ggeledahan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas penggeledahan yang wajib untuk dilaksanakan. Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan penyidik terhadap hal-hal hal-hal yang kontra produktif yang dapat menghalangi kelancaran proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui penggeledahan ini, ketentuan hukum acara aca ra yang ada dalam KUHAP maupun hukum acara Undang-Undang lainnya , menjadi dasar SOP ini sebagai otorisasi operasional penyidik
B.
Tujuan
Tindakan penggeledahan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan. Penggeledahan dilakukan dengan pertimbangan untuk mencari barang bukti yang terkait dengan tindak pidana yang yang terjadi untuk pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Penggeledahan dilaksanakan oleh penyidik/penyidik pembantu/penyelidik dengan berawal dari praduga bahwa pada tempat tinggal, tempat hubungannya
dengan
tertutup lainnya, pakaian, badan, atau tempat lain yang ada
tersangka guna mencari dan menemukan barang
bukti yang berkaitan
dengan tindak pidana yang terjadi. Pembuktian terhadap tindak pidana harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat meruntuhkan pembuktian. Standar Operasional Prosedur penggeledahan ini dibuat sebagai standar bagi penyidik/penyidik pembantu/penyelidik dalam melakukan tindakan penggeledahan untuk mencari barang bukti dan sebagai
langkah
antisipasi terhadap
kemungkinan adanya kesalahan Proses
yang
dapat
mengakibatkan gugatan hukum. Standar Operasional Prosedur penggeledahan didesain untuk mengefektifkan koordinasi baik dalam lingkungan Polri (penyidik/penyidik pembantu/penyelidik dan atasan penyidik) maupun dalam lingkungan eksternal antara lain Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri.
C.
Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur Penggeledahan membuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penggeledahan dalam rangkaian tindakan penyidik untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal yang diatur dalam KUHAP. Standar Operasional Prosedur penggeledahan ini berlaku bagi seluruh penyidik Polri di wilayah Polres Gorontalo
27
D.
Definisi
1.
Pengertian
penggeladahan dalam Standar Operasional Prosedur ini
adalah pengertian
penggeledahan dalam KUHAP. 2.
Penggeledahan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah penggeledahan rumah, penggeledahan pakaian maupun penggeledahan badan menurut tata cara ca ra yang ditentukan dalam KUHAP.
3.
Pengertian penggeledahan rumah dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian penggeledahan rumah dalam KUHAP.
4.
Pengertian penggeledahan pakaian maupun penggeledahan badan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian penggeledahan badan dalam KUHAP.
E. Petunjuk dan Koordinasi
Tindakan penggeledahan merupakan rangkaian proses pembuktian perkara yang termasuk termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan penggeledahan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum lain nya. Dalam pelaksanaan kegiatan penggeledahan akan melibatkan penyidik/penyidik pembantu dan petugas Kepolisian lainnya maupun pihak pih ak diluar institusi Kepolisian antara lain saksi, Kepala Desa / Kepala Lingkungan, penghuni rumah dan Pengadilan Negeri.
Penggeledahan rumah, halaman rumah dan tempat tertutup lainnya, pakaian dan badan a.
Syarat formal yang harus dipenuhi : 1)
Dalam Surat Perintah Penggeledahan harus
mencantumkan dasar dilakukan
penggeledahan yaitu : a)
Pasal 1 butir 17 dan 18 KUHAP merupakan penjelasan tentang apa yang dimaksud penggeledahan;
b)
Pasal 5 (1) huruf b pa sal 7 (1) huruf d pasal 11, pasal 32 dan pasal 37 KUHAP mengatur
tentang
kewenangan
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
hal
penggeledahan. c)
Pasal 33 KUHAP mengatur tentang syarat dan tata cara penggeledahan.
d)
Pasal 34 KUHAP mengatur tentang alasan penggeledahan tanpa izin dari Ketua PN serta tindakan yang tidak diperkenankan.
e)
Pasal 36 KUHAP mengatur tentang pelaksanaan penggeledahan rumah diluar daerah hukum penyidik/penyidik pembantu.
f)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2)
g)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
h)
Undang-Undang lain yang terkait;
i)
Laporan Polisi;
j)
Surat Perintah Penyidikan;
k)
Surat Perintah Tugas.
Petugas yang yang melaksanakan penggeledahan adalah penyidik yang yang mendapat perintah dalam surat perintah penyidikan;
3)
Ijin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri.
4)
Dalam keadaan luar biasa dan mendesak, penyidik dapat melakukan penggeledahan
28
tanpa lebih dulu mendapat surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri, namun segera sesudah penggeledahan, penyidik wajib meminta persetujuan Ketua Pengdilan Negeri yang bersangkutan; 5)
Penggeledahan yang secara khusus diatur oleh Undang-Undang yang mengharuskan dimintakan izin lebih dulu kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, maka peyidik/penyidik pembantu terlabih dahulu memenuhi ketentuan dimaksud misalnya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan teknologi elektrik.
b.
Syarat materiil yang harus dipenuhi Penggeledahan dilakukan dengan mempertimbangkan persesuaian alat bukti yang telah ditemukan penyidik/penyidik pembantu meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan tersangka dengan hasil olah TKP. Adapun bentuk-bentuk alat bukti dimaksud meliputi
keterangan-keterangan yang yang diberikan saksi-saksi yang dituangkan
dalam berita acara pemeriksaan saksi, berita ac ara pemeriksaan ahli (pemeriksaan forensik), petunjuk, berita acara pemeriksaan dan pengolahan TKP serta berita acara pemeriksaan tersangka. c.
Langkah-langkah penggeledahan 1)
Penyidik menunjukan Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penggeledahan dan Surat Izin Pengeledahan Rumah dari Ketentuan Pengadilan Negeri setempat kepada orang yang akan digeledah atau orang yang menguasai tempat tertutup serta penyampaian maksud bahwa akan dilakukan penggeledahan;
2)
Penyidik menghadirkan 2 (dua) orang saksi selama penggeledahan, terhadap penggeledahan yang tidak disetujui oleh tersangka
atau penghuni menghadirkan
Kepala Desa atau Ketua Lingkungan. 3)
Bila menemukan barang bukti yang terkait tindak pidana disita, langsung diberikan Surat Tanda Penerimaan (STP) dan dibuatkan berita acara penggeledahan dengan blangko yang telah disiapkan.
4)
Melaporkan hasil pelaksanaan kepada atasan penyidik pen yidik dan dibuatkan berita acara penggeledahan.
5) Dalam penggeledahan hal tertangkap tangan tidak perlu perlu Surat Perintah Penggeledahan dan surat izin penggeledahan dari Ketentuan Pengadilan Negeri setempat, dua hari setelah penggeledahan segera dibuatkan BA penggeledahan dan membuat surat persetujuan tentang telah dilakukan penggeledahan kepada ketua Pengadilan Negeri.
Standar Operasional Prosedur tentang penggeledahan ini dikeluarkan untuk dijadikan pedoman didalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana.
Ketentuan terdahulu yang bertentangan dengan Standar Operasional Prosedur ini ini agar dilakukan penyesuaian seperlunya.
Format administrasi penyidikan berpedoman kepada Buku Petunjuk Administrasi yang berlaku.
29
G. Penutup
Demikian Standar Operasional Prosedur ( Sop ) ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA
TTD ASLI, SH AKP NRP 80110618
30
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYITAAN SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu
disusun standar standar operasional
prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penyitaan barang baran g bukti. bu kti. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas. B. Tujuan
Tindakan
penyitaan
merupakan
pertimbangan diperlukannya
rangkaian
atau
bagian
barang bukti terkait
penyidikan.
Penyitaan
dilakukan
dengan tindak pidana yang terjadi untuk
pembuktian kasus dan sebagai persyaratan kelengkapan berkas perkara guna pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan. p eradilan. Pembuktian terhadap tindak tinda k pidana harus dilakukan dilakuka n dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat meruntuhkan pembuktian. Standar operasional prosedur penyitaan ini
dibuat
sebagai
standar
bagi penyidik dalam melakukan
tindakan penyitaan terhadap barang bukti dan sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkianan adanya kesalahan proses yang dapat mengakibatkan gugatan hukum. Standar operasional prosedur penyitaan didesain untuk mengefektifkan koordinasi baik (Penyidik, atasan
penyidik
dan petugas
didalam lingkungan internal polri
penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan
eksternal antara lain Pengadilan Negeri, penyedia jasa keuangan, penyedia barang dan jasa lainya serta instansi lain yang terkait. C. Ruang lingkup
Standar operasional prosedur penyitaan memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penyitaan dalam rangkaian penggeledahan, penangkapan tertangkap tangan telah ditentukan oleh penyidik dalam rangkaian pemblokiran harta kekayaan
,terhadap
benda tidak bergerak dan penyimpanan benda sitaan, standar operasional penyitaan ini berlaku bagi penyidik polri di seluruh wilayah Polres Gorontalo. D. Definisi
1.
Pengertian penyitaan dalam standar prosedur ini adalah pengertian penyitaan dalam KUHAP.
2.
Penggeledahan
dalam
standar
prosedur
ini
adalah
penggeledahan
rumah,
maupun
penggeledahan badan serta pakaian. 3.
Pengertian penangkapan dalam standar operasional ini adalah penangkapan dalam KUHAP.
4.
Pengertian tertangkap tangan dalam standar operasional prosedur ini adalah tertangkap tertangkap tangan dalam KUHAP.
5.
Penyedia jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada Bank, lembaga
31
Pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kostodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang pedagan g Valuta asing, dana pension, perusahaan asuransi, dan kantor pos. 6.
Penyegelan adalah suatu tindakan guna mempertahankan suatu
barang atau benda sitaan
dengan menggunakan garis polisi atau segel. 7.
Pemblokiran adalah suatu tindakan dimana suatu rekening, sertipikat, sertipikat, situs situs dan lain-lain untuk dicegah melakukan kegiatan.
8.
Benda yang dapat dilakukan penyitaan meliputi benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana, benda yang digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, benda yang dipergunakan untuk menghalang halangi penyidikan tindak pidana, benda yang khusus atau diperuntukan melakukan tindak pidana dan benda lain yang mempuanyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
9.
Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau oleh Undang-undang dianggap sebagai benda bergerak.
10. Benda tidak bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya tidak
dapat berpindah atau
dipindahkan atau karena undang-undang dianggap sebagai benda tidak tidak bergerak. E. Petunjuk dan koordinasi.
Tindakan penyitaan merupakan rangkaian rangkaian proses pembuktian perkara
yang termasuk dalam
kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan penyitaan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada dalam KUHAP dan hukum lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatan penyitaan akan melibatkan melibatkan
penyidik/petugas kepolisian lainnya
maupun pihak luar institusi institusi Kepolisian antara antara lain saksi, Kepala desa/Kepala lingkungan, Penyedia jasa keuangan, Penyedia barang dan jasa lainnya, Pengadilan Negeri, Pemilik atau yang menguasai barang. 1.
Penyitan dalam rangkaian kegiatan penggeledahan a.
Syarat yang harus dipenuhi: 1)
Syarat formil: (a) Dalam surat perintah penyitaan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1) Pasal 1 butir 16 KUHAP; (2) Pasal 5 ayat (1) huruf B angka 1, pasal 7 ayat (1) (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP; (3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Kepolisian Negara Republik Indonesia; Indonesia; (4) Undang-Undang yang yang di persangkakan; (5) Undang-Undang lain yang terkait; (6) Laporan Polisi; (7) Surat perintah penyidikan; (8) Surat perintah tugas. (b) Penyidik membuat surat surat tanda penerimaan;
2) Syarat materill : (a) Petugas yang melaksakan penyitaan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam surat Perintah Penyidik. 32
(b) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana, benda yang telah digunakan secara melakukan
tindak
pidana
atau
untuk
langsung untuk
mempersiapkannya,
benda
yang
dipergunakan untuk menghalang - halangi penyidikan tindak pidana, benda yang khusus atau diperuntukan melakukan tindak pidana, dan benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan, yang
bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah penyitaan : 1)
Penyidik menunjukan menunjukan surat perintah tugas dan surat penggeledahan kepada orang yang yang akan digeledah atau orang yang menguasai tempat tertutup;
2) Penyidik menghadirkan 2 (dua) orang saksi selama penggeladahan, terhadap penggeledahan yang tidak disetujui oleh tersangka atau penghuni menghadirkan kepala desa atau kepala lingkungan; 3)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta jenis benda/barang yang akan disita dengan di saksikan oleh 2 (dua) orang saksi;
4)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam surat surat Tanda Penerimaan (STP);
5)
Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang di sita;
6)
Penyidik memasukan barang yang disita ke dalam kantong barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang tidak dimasukan dalam kantong di segel;
7)
Peyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada pemilik/yang pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
8)
Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Berita acara Penyitaan dan permohonan penetapan
penyitaan
dari Pengadilan
Negeri.
Terhadap
penggeledahan
yang
menemukan benda/barang bergerak maka dapat langsung dilakukan penyitaan, sedang terhadap benda tidak bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan di segel/blokir. c.
Langkah penyimpanan benda sitaan : 1)
Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpanan barang bukti (Sat tahti);
2)
Penyidik melakukan melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpanan barang bukti dan di buatkan Berita acara serah terima.
2.
Penyitaan dalam rangkaian kegiatan penangkapan a.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Syarat formil : (a) Dalam Surat Perintah Penyitaan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1) Pasal 1 butir 16 KUHAP; (2) Pasal 5 ayat ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat (1) (1) huruf d, pasal 14, pasal pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP; (3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Kepolisian Negara Republik Indonesia; Indonesia; (4) Undang-Undang yang dipersangkakan; (5) Undang-Undang lain yang terkait; (6) Laporan Polisi; (7) Surat Perintah Penyidikan; (8) Surat Perintah Tugas.
33
(b) Penyidik membuat Surat Surat Tanda Terima. 2)
Syarat Materil : (a) Petugas yang melakukan penyitaan adalah penyidik yang mendapat surat Perintah penyidikan. (b) Barang bukti yang disita disita adalah diduga diperoleh dari
tindakan pidana atau
sebagai hasil dari tindak tindak pidana, benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya, mempersiapkannya, benda yang
dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana, benda yang khusus atau diperuntukan
melakukan tindak pidana, dan benda lain yang yang
mempunyai hubungan langsung dengan tindak tindak
pidana yang dilakukan yang yang
bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b. Langkah-Langkah Penyitaan : (1) Penyidik menunjukan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan kepada tersangka; (2) Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta serta jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi; (3) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP); (4) Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang disita. disita. Penyidik memasukkan benda sitaan kedalam kantong barang bukti dan disegel; (5) Penyidik memasukkan memasukkan barang yang disita kedalam kantong barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel; (6) Penyidik memberikan Surat Tanda Tanda Penerimaan kepada tersangka yang memiliki atau menguasai benda/barang sitaan; (7) Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri. c. Penyimpanan benda sitaan : 1)
Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan barang bukti (Kasat (Kasat Tahti)
2)
Penyidik melakukan melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima
3.
Penyitaan dalam rangkaian kegiatan tertangkap tangan a.
b.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan;
2)
Penyidik membuat Berita Acara Serah Terima Barang Bukti.
Langkah-langkah penyitaan : 1)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta serta jenis jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan oleh 2 (dua) (dua) orang saksi; saksi;
2)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP); (STP);
3)
Penyidik mendokumentasikan benda /barang yang disita;
4)
Penyidik memasukkan barang yang yang disita dalam kantong barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel;
5)
Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada tersangka tersangka selaku pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
6)
Penyidik menyerahkan Berita Acara Serah Terima
34
Barang Bukti apabila yang
menangkap tangan bukan Penyidik; 7) Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri. c. Langkah Penyimpanan benda sitaan : 1)
Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan barang bukti (Kasat Tahti);
2)
Penyidik melakukan melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima.
4.
Penyitaan terhadap barang bukti yang sudah diketahui/ditentukan oleh penyidik a.
Syarat yang harus dipenuhi : 1) Syarat Formil : (a) Terhadap barang bukti benda tidak bergerak memerlukan Surat Izin/Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. (b) Membuat Surat Perintah Penyitaan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1) Pasal 1 butir 16 KUHAP; KUHAP; (2) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP; (3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; (4) Undang-Undang yang dipersangkakan; (5) Undang-Undang lain yang terkait; (6) Laporan Polisi; (7) Surat Perintah Penyidikan; (8) Surat Perintah Tugas; (9) Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. (c) Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan ; 2)
Syarat Materil : (a)
Petugas yang melaksanakan penyitaan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah penyidikan.
(b)
Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari
tindakan pidana atau
sebagai hasil dari tindak pidana, benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya,
benda yang
dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak tindak pidana, benda…. yang khusus atau diperuntukan melakukan melakukan tindak pidana, dan benda lain lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang yang dilakukan yang
bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah Penyitaan : 1)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penyitaan kepada orang yang memiliki atau orang yang menguasai barang bukti yang akan disita;
2)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan oleh 2 (dua) (dua) orang saksi; saksi;
3)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP);
35
4)
Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang disita;
5)
Penyidik memasukkan barang yang disita dalam kantong barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel;
6) Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada Pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan; 7) Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan. c.
Penyimpanan benda sitaan 1)
Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan barang bukti (Kasat Tahti);
2)
Penyidik melakukan melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima.
5.
Penyitaan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari pemblokiran harta kekayaan a.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Syarat Formil : (a) Memerlukan Surat Izin/Surat
Izin
Khusus
Penyitaan dari Ketua Pengadilan
Negeri setempat. (b) Membuat surat perintah penyitaan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1) Pasal 1 butir 16 KUHAP; (2) Pasal 5 ayat (1) (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP; (3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Indonesia; (4) Undang-Undang yang dipersangkakan; (5) Undang-Undang lain yang terkait; (6) Laporan Polisi; (7) Surat Perintah Penyidikan; (8) Surat Perintah Tugas; (9) Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. (10) Penyidik membuat Berita Acara Penitipan dan Perawatan Barang Bukti 2)
Syarat Materil : (a) Petugas yang melaksanakan penyitaan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah penyidikan. (b) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana, benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak
pidana atau
untuk mempersiapkannya, benda yang
dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana, benda yang khusus atau diperuntukan
melakukan tindak
pidana, dan benda lain yang
mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah penyitaan : 1)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penyitaan kepada pihak Penyedia Jasa Keuangan tempat harta kekayaan berada;
2)
Penyidik mengkoordinasikan dengan pihak penyedia jasa keuangan bahwa setelah
36
dilakukan penyitaan, harta kekayaan yang telah disita akan dititipkan atau tetap berada dipihak Penyedia Jasa Keuangan; 3)
Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara;
4)
Penyidik memberikan salinan Berita Acara Penitipan dan Perawatan Barang Bukti kepada pihak Penyedia Jasa Keuangan.
6.
Langkah penyitaan terhadap benda tidak bergerak a.
Syarat yang harus dipenuhi 1) Syarat Formil : (a) Surat Izin/Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. (b) Membuat surat perintah penyitaan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1) Pasal 1 butir 16 KUHAP; KUHAP; (2) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP; (3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Kepolisian Negara Republik Indonesia; Indonesia; (4) Undang-Undang yang dipersangkakan; (5) Undang-Undang lain yang terkait; (6) Laporan Polisi; (7) Surat Perintah Penyidikan; (8) Surat Perintah Tugas; (9) Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan
dari Ketua Pengadilan Negeri
setempat; (10) Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan; 2)
Syarat Materil : (a)
Petugas yang melaksanakan penyitaan adalah penyidik
yang mendapat perintah
dalam Surat Perintah Penyidikan; (b)
Memasang plang penyitaan sesuai Surat Izin/Surat Izin/Surat Izin Izin Khusus Khusus dari Pengadilan Negeri setempat;
(c) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai sebagai hasil dari tindak pidana, dan benda lain yang mempunyai hubungan langsung ……. dengan tindak pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah penyitaan 1)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penyitaan kepada orang yang memiliki atau menguasai barang bukti yang akan disita;
2)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP); (STP);
3)
Penyidik menyegel benda yang disita dan memasang Plang penyitaan dengan posisi yang mudah terlihat.
4)
Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada pemilik/yang pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
5) Penyidik mendokumentasikan benda yang disita; 6) Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan.
37
F.
PENUTUP
Demikian Standar Operasional Prosedur ( Sop ) ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA TTD
ASLI, SH AKP NRP 80110618
38
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) GELAR PERKARA SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
I.
PENDAHULUAN
1.
Umum. a.
Penyidikan tindak pidana sebagai salah satu tahap dari
penegakan hukum harus
dilakukan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b.
Merupakan sarana pengawasan dan pengendalian, gelar perkara mempunyai fungsi untuk kepentingan pertanggung jawaban managemen bagi Kepala Kesatuan di satu sisi dan kepentingan pertanggungjawaban teknis / taktis serta juridis juridis
bagi atasan
Penyidik dan Penyidik Pembantu. c.
Penyidikan mengalami hambatan dalam proses penyidikan
maka dilakukan gelar
perkara untuk membedah perkara guna menentukan langkah-langkah penyidikan selanjutnya. 2.
Dasar. a.
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b.
Perkap No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan
Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3.
Maksud dan tujuan a.
Maksud Maksud pembuatan Standar Operasional Prosedural (SOP) Gelar Perkara ini sebagai sebagai pedoman dan petunjuk untuk para Penyidik dan Penyidik Pembantu dalam melaksanakan
tugas penyidikan tindak pidana sehingga
diperoleh
keseragaman
tentang kegiatan-kegiatan pokok yang harus dilaksanakan. b.
Tujuan 1)
Untuk mewujudkan keterpaduan intern dan ekstern dan menuntaskan penanganan perkara yang terjadi.
2)
Merupakan alat kontrol terhadap Para Penyidik / Penyidik Pembantu agar tetap dinamis dan
seimbang
dalam
koridor batas kewenangan sesuai
aturan
perundang-undangan yang ada. 4.
Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam Gelar Perkara meliputi Persyaratan-persyaratan Persyaratan-persyaratan dalam Gelar Perkara, Jenis perkara, Pejabat yang berwewenang menyelenggarakan gelar, Peserta gelar, Pelaksanaan gelar dan laporan setelah gelar.
39
5.
Pengertian Gelar Perkara Gelar Perkara adalah upaya Penyidik/Penyidik Pembantu berupa bedah perkara dan tindakan Penyidik/Penyidik Pembantu dalam rangka percepatan penyelesaian proses penyidikan.
II.
PERSYARATAN
1.
Jenis Perkara. Jenis perkara yang digelar adalah : a.
Ada masalah yang dihadapi oleh penyidik : 1)
Penyidik / Penyidik Pembantu menghadapi kesulitan atau ragu dalam : a)
Menentukan apakah perkara merupakan tindak pidana atau bukan (twilight). (twilight).
b)
Menentukan pasal, UU yang dipersangkakan.
c)
Melakukan tindakan/upaya paksa terhadap
tersangka atau
barang
bukti
(penggeledahan, penyitaan, penangkapan, penahanan dan peningkatan status saksi menjadi tersangka). 2)
Proses penyidikan telah berlangsung lama/waktunya berlarut-larut (lebih dari
3
bulan) tanpa kemajuan. 3)
Proses penyidikan memasuki tahapan penting atau kritis dari tahap penyelidikan ke tahap penindakan
dan pemeriksaan atau tahap penyelesaian dan penyerahan
Berkas Perkara atau Penyidikan P enyidikan akan dihentikan/dilanjutkan kembali. 4)
Perkara yang disidik juga disidik oleh Penyidik dari Kesatuan / Instansi lain yang juga memiliki kewenangan.
5)
Gelar Perkara dilaksanakan terhadap semua berkas perkara yang ditangani yakni pada saat awal aw al menerima Laporan Polisi, sebelum dilakukan upaya paksa dan sebelum menaikan status saksi menjadi tersangka.
b.
Perkara yang berbobot 1)
Pembuktian perkara cukup sulit dan rumit
2)
Perkara terkait berbagai Aspek / kebijakan atau kepentingan Negara / Instansi, Instansi, hubungan antar antar
Negara / Dunia Internasional, Internasional, kepentingan lembaga tertentu tertentu
(Politik, Ekonomi, Sosial, Agama, Pertanahan). 3)
Perkara melibatkan tokoh penting / mempunyai pengaruh luas di masyarakat.
4)
Tersangka merupakan Warga Negara Asing atau
tunduk pada Undang-undang
Hukum acara di luar Peradilan Umum. c.
Komplain masyarakat Adanya Komplain masyarakat terhadap terhadap tindakan Penyidik Penyidik / Penyidik Pembantu yang menangani perkara dan kuat dugaan terjadi penyimpangan teknis / taktis dan atau kekeliruan penerapan pasal Undang-undang dalam penyidikan.
d.
Putusan Pengadilan Adanya Putusan Pengadilan yang menyatakan tindakan penyidik / Penyidik Pembantu tidak syah.
40
2.
Penggelar a.
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara.
b.
Atasan Penyidik/Penyidik Pembantu.
c.
Kepala Kesatuan Kesatuan yang sekarang secara secara Struktural membawahi Penyidik / Penyidik Pembantu.
3.
Peserta Gelar Perkara. Peserta gelar yang berhak menghadiri Gelar Perkara disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan. a.
Polri (Intern). 1)
Kepala Kesatuan atau pejabat yang mewakili/ditunjuk.
2)
Atasan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara bertindak selaku pimpinan Gelar Perkara.
3)
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara sebagai pemapar.
4) Irwasda
b.
5)
Propam
6)
Bidkum
7)
Notulen yang bertugas mencatat semua kegiatan dan tanya jawab Gelar Perkara.
Instansi di luar Polri (Ekstern). (Ekstern). 1)
Pimpinan dan pejabat-pejabat tertentu dalam rangka Criminal Justice System (CJS).
2)
Pejabat-pejabat tertentu lainnya yang ada
hubungannya dengan pemeliharaan
keamanan. Peserta Gelar Perkara harus terpilih dan dapat dipercaya tidak mempunyai hubungan kepentingan dengan pihak-pihak yang terlibat di dalam perkara. 4.
Pimpinan dan Penanggung jawab. Penyelenggaraan Gelar Perkara dipimpin oleh Kepala Kesatuan, sedang tanggung jawab penyelenggaraan Gelar Perkara secara fungsional
berada pada
Kasat Resnarkoba
/Pawasdik.
III.
PELAKSANAAN GELAR PERKARA.
1.
Sebelum pelaksanaan. a.
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara
menyusun dan mengajukan
rencana gelar perkara kepada yang bertugas mengatur Gelar Perkara (Pawasdik). b.
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara
menyiapkan bahan/materi
paparan Gelar Perkara. c.
3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan,
para Peserta telah
menerima undangan Gelar
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara
menentukan Notulen yang
Perkara. d.
bertugas mencatat lengkap semua kegiatan Gelar Perkara. 2.
Saat pelaksanaan. a.
Pembukaan.
b.
Paparan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara.
c.
Pembahasan / Diskusi.
d.
Kesimpulan dan Penutup.
41
Gelar perkara yang diminta oleh Satuan lain (Mabes Polri, Polda, Propam, Binkum dan Irwasda)pelaksanaannya atas permintaan permintaan secara tertulis dan harus didampingi oleh Atasan Penyidik atau Pawasdik. 3.
Laporan Setelah Gelar Perkara. a.
Notulen menyusun laporan pelaksanaan Gelar Perkara dengan melampirkan catatan notulen, copy/materi paparan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara, kesimpulan dan rekomendasi hasil Gelar Gelar Perkara serta daftar hadir peserta.
b.
Laporan Gelar Perkara setelah ditanda tangani oleh Pimpinan Gelar, Notulen
dan
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara kemudian disampaikan kepada Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara untuk dilaksanakan. IV. PENUTUP
Demikian Standar Operasional Prosedur ( Sop ) ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA
TTD ASLI, SH AKP NRP 80110618
42
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SURAT PEMBERITAHUAN PERKEMBANGAN HASIL PENYIDIKAN (SP2HP) SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
I.
PENDAHULUAN
1.
Umum a. Harus disadari bahwa proses penyidikan yang dilaksanakan oleh penyidik Polri selama ini dirasakan masih jauh dari harapan masyarakat, hal ini ditandai dengan masih adanya komplain atau pengaduan terhadap terhadap terjadinya terjadinya penyalah- gunaan
wewenang,
keterlambatan penyelesaian perkara perkara dan sebagainya. Kondisi seperti ini merupakan salah satu indikator belum dapat diwujudkannya kepastian hukum dan pelayanan Polri yang belum memenuhi harapan masyarakat; b.
Sejalan dengan era globalisasi dan transparansi (keterbukaan informasi publik), kecendrungan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap kinerja Polri, maka Polri dalam hal ini penyidik dituntut untuk terus meningkatkan kemampuan (profesionalisme)
dan
mereformasi
birokrasi dalam
proses
penyidikan
untuk
membangun kepercayaan masyarakat (trust building); c.
Untuk mengimplementasikan Program Kerja Akselerasi Tranformasi Polri menuju Polri yang mandiri, profesional dan dipercaya masyarakat, maka Direktorat Reserse Narkoba Polda Gorontalo dan jajarannya dituntut untuk segera merubah mindset dan perilaku dalam memberikan pelayanan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan dari yang selama ini terkesan dilakukan dengan cara pendekatan kekuasaan (minta dilayani) menjadi pendekatan yang sifatnya pro-aktif (melayani) sehingga pada gilirannya akan terbangun kepercayaan ( trust building ) masyarakat terhadap kinerja Polri khususnya Resnarkoba;
d. Dalam upaya percepatan membangun dan meraih kepercayaan
masyarakat
tersebut,
serta dalam dal am rangka mengantisipasi perkembangan pe rkembangan lingkungan strategis, Kapolri telah merumuskan kebijakan dalam bentuk Reformasi Birokrasi dengan me-launching me-launching Program Quick Wins Fungsi Reskrim yaitu : “PEMBERIAN PELAYANAN KEPADA PIHAK YANG
SEDANG
MEMPERJUANGKAN
KEADILAN
DALAM
PROSES
PENYIDIKAN SECARA BERKESINAMBUNGAN MELALUI PEMBERIAN SURAT PEMBERITAHUAN PERKEMBANGAN HASIL PENYIDIKAN (SP2HP). Sebagai konsekwensi dari ditetapkannya Program Unggulan Quick Wins tersebut, maka setiap
proses penyidikan dimulai sejak diterimanya diterimanya Laporan Polisi sampai dengan
Pelimpahan Berkas
Perkara
ke
JPU
harus dilaksanakan secara profesional,
proporsional, obyektif dan transparan yang kesemua
kegiatannya tergambar dalam
“strive for excellence” (pelayanan kepada masyarakat yang unggul / prima);
43
e.
Guna kelancaran pelaksanaan dari Program Quick Wins melalui penerbitan SP2HP, Olah TKP dan Penanggulangan Teror oleh Fungsi Reskrim dalam setiap proses penyidikan diperlukan pedoman bagi
para penyidik/penyidik
pembantu di seluruh
jajaran Sat Resnarkoba Polres Gorontalo.
2.
Dasar a.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
b.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian R.I;
c.
Keputusan Kapolri No.Pol.: Kep / 37 / X / 2008 tanggal 27 Oktober 2008 tentang Program Kerja Akselerasi Transformasi Polri Menuju Polri yang Mandiri, Profesional dan Dipercaya Masyarakat;
d.
Surat Telegram Kabareskrim Polri No. Pol.: STR/33/RA/I/2009 tanggal 14 Januari 2009 tentang Mekanisme dan Tahapan Pemberian Pelayanan kepada pihak yang sedang memperjuangkan Keadilan dalam Proses Penyidikan melalui SP2HP.
3.
Maksud dan Tujuan a.
Maksud Maksud penyusunan buku ini adalah sebagai pedoman bagi para penyidik/penyidik pembantu dalam mememberikan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan selama proses penyidikan atas perkara yang dilaporkan dengan menginformasikan setiap tahap perkembangan hasil penyidikan yang telah dilakukan melalui pengiriman SP2HP.
b. Tujuan Terwujudnya mekanisme penyidikan yang profesional, profesional, proporsional, obyektif, transparan dan akuntabel serta tidak diskriminatif sehingga dapat memberikan
jaminan adanya
kejelasan dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berperkara.
4.
Ruang Lingkup Pedoman pelaksanaan program quick wins ini meliputi petunjuk tentang tata cara pemberian surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP)kepada pelapor/korban yang harus dilakukan oleh para penyidik/penyidik pembantu sesuai tahapan-tahapan dan waktu yang telah ditetapkan.
5.
Asas-asas dan pengertian-pengertian a.
Asas- asas 1)
legalitas, yaitu
setiap tindakan penyidikan senantiasa berdasarkan peraturan
perundang-undangan; 2) proporsional,
yaitu
setiap
penyidik melaksanakan tugasnya sesuai legalitas
kewenangannya masing-masing; 3)
kepastian hukum, yaitu setiap tindakan penyidik dilakukan untuk menjamin tegaknya hukum dan keadilan;
4)
kepentingan umum, yaitu setiap setiap penyidik Polri lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi dan/atau golongan;
44
5)
efektifitas dan efisiensi waktu penyidikan, yaitu dalam proses penyidikan, setiap penyidik wajib menjunjung tinggi efektivitas dan efisiensi waktu penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan-pratuaran / perkap Kapolri yang berlaku;
6)
kredibilitas, yaitu setiap penyidik penyidik memiliki kemampuan dan ketrampilan yang yang prima dalam melaksanakan tugas penyidikan;
7)
transparan yaitu, setiap tindakan penyidik memperhatikan asas keterbukaan dan bersifat informatif bagi pihak-pihak terkait;
8)
akuntabilitas yaitu, setiap penyidik dapat memper tanggung jawabkan tindakannya secara yuridis, administrasi dan tehknis.
b.
Pengertian-pengertian 1)
Cepat yaitu pelapor/pengadu terlayani dengan segera dan profesional sesaat setelah menyampaikan laporannya dengan kretaria sebagai berikut : a)
adanya kesigapan, kesiapan, dan sikap proaktif dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat yang menyampaikan laporan/pengaduan;
b)
penyidik segera membuatkan laporan polisi dan memberikan surat tanda bukti laporan (STBL) kepada pelapor; pelapor;
c)
penyidik segera mendatangi TKP untuk laporan kasus yang memerlukan olah TKP;
d)
penyidik segera memeriksa pelapor/saksi yang ada dan dituangkan kedalam BAP;
e)
penyidik melakukan penelitian terhadap laporan yang diterima untuk menentukan status laporan tersebut;
f)
atasan penyidik segera mengirimkan SP2HP kepada pelapor mengenai status laporan, identitas penyidik yang menangani dan rencana tindak lanjut proses laporan tersebut.
2)
Tepat yaitu yaitu segala upaya/tindakan yang dilakukan penyidikan didasari profesional, proporsional, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dengan kreteria sebagai berikut : a)
tindakan penyidikan yang terarah dan terukur didasari 3T (tepat sasaran, tepat alasan dan tepat dasar hukumnya);
b)
setiap tindakan penyidikan didukung oleh administrasi penyidikan;
c)
tindakan
upaya
paksa
oleh
penyidik
dilakukan sesuai urutan tindakan-
tindakan yang telah diatur dalam juklak/juknis yaitu dimulai dari tindakan persuasif sampai dengan tindakan represif. 3)
Transparan yaitu penyampaian
adanya
pemberitahuan
keterbukaan perkembangan
dalam hasil
proses penyidikan melalui penyidikan
(SP2HP)
dan
pelaksanaan pengawasan penyidikan dari seluruh tahapan tahapan penindakan yang dilakukan oleh penyidikan baik melalui surat maupun gelar perkara, kegiatan yang dilakukan : a)
dalam penerimaan laporan petugas membacakan
kembali isi laporan yang
diterima dan dipahami oleh pelapor kemudian ditanda tangani bersama; b)
selama dalam proses penelitian laporan, penyelidikan dan penyidikan pelapor mendapatkan informasi perkembangan penyidikan melalui SP2HP;
45
c) 4)
sejak proses kepenyidikan sudah diawasi oleh Pengawas Penyidik.
Akuntabel yaitu segala segala tindakan yang telah dilakukan sesuai sesuai dengan prosedur, terukur, tindakan tidak bertentangan dengan hukum dan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik/umum;
5)
Perkara mudah yaitu apabila : a)
saksi-saksi ada dan tempat tinggalnya masih dalam wilayah satu Kecamatan dengan kantor penyidik;
b)
barang buktinya mudah didapat;
c)
petunjuk yang ada terdapat kesesuaian antara keterangan para saksi, tersangka dan barang bukti yang ditemukan;
d)
tidak memerlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli tersedia di wilayah hokum penyidik;
e)
tersangkanya tertangkap tangan/menyerahkan diri / keberadaan dan identitasnya diketahui serta mudah ditangkap;
f)
TKP mudah dijangkau dan masih dalam keadaan utuh serta tidak diperlukan olah TKP atau tidak diperlukan juga bantuan tehnis dalam olah TKP;
g)
tidak diperlukan peranan lembaga lain dalam proses penyidikan/kalau diperlukan tersedia dalam wilayah hukum penyidik.
6)
perkara sedang yaitu apabila : a)
saksi-saksi ada dan tempat tinggalnya masih dalam wilayah satu Kabupaten dengan kantor penyidik;
b)
barang buktinya mudah didapat dan ada petunjuk yang berkaitan dengan keterangan saksi, barang bukti dan tersangka;
c)
tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli tersedia di wilayah hukum penyidik;
d)
tersangka tidak terganggu kesehatannya, keberadaan dan identitasnya sudah diketahui serta mudah ditangkap, tidak merupakan bagian dari kejahatan terorganisir, jumlahnya tidak lebih dari 3 orang;
e)
TKP mudah dijangkau dan masih utuh serta diperlukan olah TKP dan bantuan tehnis dalam olah TKP;
f)
diperlukan peralatan khusus Kepolisian dalam proses penyidikan dan peran lembaga lain.
7)
Perkara sulit yaitu apabila : a)
tempat tinggal saksi berada dalam satu Provinsi dengan kantor penyidik, jumlahnya kurang dari 2 orang, saksi bukan merupakan meru pakan sumber pertama, saksi berhubungan dengan lembaga lain dan untuk melakukan pemeriksaan saksi diperlukan prosedur birokrasi khusus;
b)
sangat diperlukan bukti surat dan untuk mendapatkannya diperlukan izin khusus;
c)
terdapat sebagian petunjuk yang berkaitan dengan keterangan para saksi dengan barang bukti namun belum mengarah pada tersangka atau sebaliknya;
46
d)
diperlukan beberapa keterangan ahli, sedangkan ahli tersebut belum tersedia diwilayah penyidik;
e)
tersangka belum diketahui identitasnya atau tersangka terganggu kesehatannya atau tersangka dilindungi kelompok tertentu atau tersangka memiliki jabatan tertentu yang dalam pemeriksaan diatur oleh Undang-Undang atau jumlah tersangkanya lebih dari 4 orang;
f)
TKP sukar dijangkau, jauh dari kantor penyidik dan TKP sudah dalam keadaan tidak utuh, diperlukan diperlukan pengolahan TKP, diperlukan bantuan tehnis untuk olah TKP, diperlukan pengamanan khusus terhadap TKP dan TKP lebih dari satu lokasi dalam wilayah hukum penyidik;
g)
barang bukti sulit didapat, barang bukti memerlukan pemeriksaan secara forensik/ahli, barang bukti memerlukan pengamanan khusus, barang bukti memerlukan pengangkutan dan atau memerlukan tempat penyimpanan khusus;
h) 8)
diperlukan peralatan khusus Kepolisian dan peran dari lembaga lain.
Perkara sangat sulit yaitu apabila : a)
tempat tinggal saksi berada di luar provinsi atau luar negeri, atau alamatnya tidak jelas (daerah
terpencil), jumlah saksi kurang dari 2 orang atau saksi
berhubungan dengan lembaga lain; b)
adanya birokrasi perizinan dalam menghadirkan saksi atau saksi diperlukan pengamanan khusus atau saksi dalam keadaan sakit-sakitan;
c)
bukti-bukti berupa surat atau dokumen sulit ditemukan atau untuk mendapatkan bukti diperlukan izin khusus atau bukti perlu diperiksa secara forensik;
d)
petunjuk yang ada belum memperlihatkan keterkaitan antara keterangan para saksi, tersangka dan barang bukti;
e)
sangat diperlukan keterangan ahli dimana ahli tersebut harus didatangkan dari luar provinsi atau luar negeri;
f)
tersangka belum diketahui identitasnya, atau tersangka terganggu kesehatannya atau dilindungi oleh kelompok tertentu, jumlah tersangka lebih dari 4 orang, memerlukan izin khusus untuk memeriksa tersangka atau tersangka merupakan bagian dari sindikat kejahatan atau warga negara asing atau tersangka melarikan diri;
g)
TKP sukar dijangkau, jauh dari kantor penyidik atau tidak utuh diperlukan pengolah TKP, diperlukan bantuan tehnis olah TKP, diperlukan pengamanan khusus TKP atau TKP lebih dari 1 yuridiksi (wilayah hukum penyidik);
h)
barang bukti sulit didapat atau memerlukan pemeriksaan secara forensik atau memerlukan pengamanan khusus atau memerlukan pengangkutan alat angkut khusus atau barang bukti mudah rusak;
i)
untuk mengungkap kasusnya diperlukan peralatan khusus dan peran dari lembaga lain.
47
6.
Kegiatan a.
Tahap penerimaan/penelitian laporan 1)
Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) menerima laporan/pengaduan dari masyarakat;
2)
Untuk kasus-kasus tertentu dimana diperlukan diperlukan bukti surat / dokumen, pelapor membawa bukti foto copy / dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana / kasus yang dilaporkan / diadukan;
3)
Pelapor membuat surat penyataan yang menyatakan bahwa laporan tersebut belum pernah dilaporkan atau ditangani oleh polisi;
4)
Laporan/pengaduan diserahkan dari SPK kepada Piket Sat Resnarkoba;
5)
Saksi/pelapor dimintai keterangan sementara oleh Piket Sat Reskrim dan dituangkan ke dalam BAP;
6)
Piket Resnarkoba membawa laporan/pengaduan ke Urmintu untuk di register dan oleh Urmintu menelaah serta mempelajari untuk selanjutnya didistribusikan ke Kasat Resnarkoba;
7)
Kemudian Kasat mendisposisikan meneruskan meneruskan ke salah satu satu unit dalam lingkungan kerja satuan fungsinya untuk menangani / proses laporan tersebut;
8)
Selambat-lambatnya 3 hari setelah laporan diterima oleh Kanit atau tim penyidik yang di tugaskan untuk menangani laporan tersebut, pelapor diberi tahu dengan mengirim surat pemberitahuan perkembangan penelitian laporan (format A1) yang isinya menjelaskan bahwa : a)
laporan pengaduan saudara telah kami terima dan akan segera kami tindak lanjuti dengan penyelidikan oleh (disebutkan nama dan identitas nama penyidik) yang menangani serta nomor
teleponnya atau HP yang dapat
dihubungi sewaktu-waktu diperlukan; b)
pada akhir kalimat format A1 dibuat catatan memuat motto Polri : “KAMI
SIAP
MELAYANI ANDA
DENGAN
CEPAT,
TEPAT,
TRANSPARAN DAN AKUNTABEL DAN TANPA IMBALAN“ b.
Tahap penyelidikan 1)
Seterimanya laporan polisi polisi penyidik melakukan penyelidikan dan melaporkan hasilnya kepada atasan penyidik, selanjutnya atasan penyidik memimpin gelar hasil penyelidikan guna menentukan dapat tidaknya hasil penyelidikan ditingkatkan ke proses penyidikan;
2)
Dalam hal disimpulkan bahwa telah terjadi terjadi tindak pidana, selanjutnya atasan penyidik menentukan klasifikasi ke sulitan perkara (ringan, sedang, sulit dan sangat sulit)
3)
Kasus ringan dan kasus sedang waktu penyelidikan 14 hari bila waktu penyelidikan masih kurang dapat diperpanjang lagi penyidik mengirimkan SP2HP kepada pelapor;
4)
Kasus sulit dan sangat sulit dengan waktu penyelidikan penyelidikan 30 hari dan dapat diperpanjang lagi penyelidikan penyidik mengirimankan SP2HP kepada pelapor.
c.
Tahap penindakan dan pemeriksaan 1)
Kasus ringan dengan waktu penyidikan paling lama 30 hari, pengiriman SP2HP yang diberikan kepada pelapor sebanyak 2 (dua) kali yaitu yaitu pada hari hari ke 15 dan hari ke 30;
48
2)
Kasus sedang dengan waktu penyidikan dilakukan paling lama 60 hari, pengiriman SP2HP diberikan kepada pelapor sebanyak 4 (empat) (empat) kali yaitu yaitu pada hari ke 15, 30, 45, dan hari ke 60;
3)
Kasus sulit dengan waktu penyidikan dilakukan paling lama 90 hari, Pengiriman SP2HP diberikan kepada pelapor sebanyak 6 (enam) kali yaitu pada hari ke 15, 30, 45, 60, 75, dan hari ke 90;
4)
Kasus sangat sulit dengan waktu penyidikan dilakukan dilakukan paling lama 120
hari,
pengiriman SP2HP SP 2HP diberikan kepada kep ada pelapor sebanyak 5 (lima) kali yaitu pada hari ke 20, 40, 60, 80, dan hari ke 100; 5)
Dalam hal batas waktu penyidikan belum dapat diselesaikan oleh penyidik dapat mengajukan perpanjangan waktu penyidikan melalui pengawas penyidikan kepada yang memberi perintah penyidikan.
d.
Tahap penyelesaian dan penyerahan berkas perkara 1)
Pada saat penyelesaian dan pelimpahan berkas perkara
tahap pertama penyidik
memberikan SP2HP kepada Pelapor; 2)
Apabila dalam penelitian berkas perkara penuntut umum berkas perkara (P.19) maka
(JPU) mengembalikan
penyidik memberitahukan kepada pelapor melalui
SP2HP dan setelah dilakukan pelimpahan kembali diikuti pemberitahuan kepada pelapor dalam bentuk SP2HP; 3)
Pada saat penyerahan berkas perkara tahap kedua penyidik menyampaikan SP2HP kepada pelapor;
4)
Data
penyampaian/pemberitahuan
SP2HP
mulai
dari
tahap
penilaian
laporan/pengaduan, penyidikan, penindakan dan pemeriksaan sampai dengan pelimpahan berkas perkara (tahap I dan tahap II) teregister. e.
Pengiriman SP2HP kepada pelapor kedua, ketiga dan seterusnya berisi tentang perkembangan hasil penyidikan, namun setiap SP2HP isinya tidak sama dengan SP2HP yang telah dikirim sebelumnya (ada perkembangan hasil lidik/sidik yang telah dilakukan);
f.
Disamping masyarakat pelapor mendapatkan SP2HP juga dapat mengakses setiap perkembangan kasus yang dilaporkan melalui website bareskrim polri dan sms 1112.
II.
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
1.
Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan quick wins fungsi Resnarkoba dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat Kanit, Kaur bin ops sampai dengan Kasat;
2.
Kewenangan penandatanganan SP2HP diatur sebagai berikut : a.
Untuk tingkat
Polres ditandatangani oleh Kasat Resnarkoba / Kaurbinops dengan
tembusan kepada Kapolres / WakaPolres; c. Untuk tingkat Polsek ditandatangani oleh Kapolsek/Waka Polsek. 3.
Untuk memonitor setiap perkembangan hasil penyidikan, dilakukan melalui sistem sistem penilaian penilaian dan pengawasan kinerja penyidik yang dituangkan dalam map kontrol.
49
III.
PENUTUP
Demikian Standar Operasional Prosedur ( Sop ) ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA
TTD ASLI, SH AKP NRP 80110618
50
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELESAIAN DAN PENYERAHAN BERKAS PERKARA SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
A.
UMUM
a.
Kegiatan penyelesaian dan penyerahan berkas perkara merupakan kegiatan akhir dalam proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu.
b.
Proses yang meliputi pembuatan resume, penyusunan isi berkas perkara dan penyerahan berkas perkara haruslah dilakukan secara cermat dan teliti agar berkas perkara memenuhi syarat, tersusun tersusun rapih dan sistimatis.
c.
Untuk dapat melaksanakan pembuatan resume, penyusunan isi berkas perkara dan penyerahan berkas perkara yang optimal, perlu dibuat standarisasi.
d. B.
Untuk kepentingan tersebut dikeluarkan ketentuan berupa Standar Operasional Prosedur ini.
MAKSUD DAN TUJUAN
a.
Maksud Penyusunan buku ini adalah untuk dijadikan standar bagi
para penyidik dalam
melakukan penyelesaian akhir dan proses penyidikan tindak pidana yang ditangani. b.
Untuk memperoleh keseragaman dalam melaksanakan
pemberkasan sampai dengan
penyerahan berkas perkaranya. C.
RUANG LINGKUP
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur ini meliputi tatacara sta ndar dalam proses pembuatan resume, penyusunan berkas dan
pelaksanaan penyerahan berkas perkara, serta
penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti. D.
PENGERTIAN.
a.
Berkas perkara perkara adalah kumpulan dari seluruh kegiatan kegiatan dan atau keterangan yang yang berkaitan dengan tindakan penyidikan tindak pidana dalam bentuk produk tertulis yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu.
b.
Resume adalah ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan pen yidikan tindak pidana yang terjadi yang dituangkan dalam bentuk dan tertentu penulisan tertentu
c.
Berita Acara adalah Catatan atau tulisan yang bersifat otentik yang yang memuat kegiatan tertentu tertentu dalam penyidikan dibuat dalam bentuk
tertentu oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu atas
kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penyidik Penyidik atau Penyidik Pembantu dan orang yang diperiksa. d.
Penyusunan berkas perkara adalah kegiatan penempatan urutan lembar kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas berkas perkara yang disusun dalam satu berkas perkara.
e.
Pemberkasan adalah kegiatan memberkas isi berkas perkara penyampulan, pengikatan dan penyegelan berkas perkara.
51
yang
dengan susunan, syarat
telah ditentukan serta pemberian nomor
f.
Penyerahan berkas perkara, adalah tindakan penyidik untuk menyerahkan berkas perkara dan menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum atau ke Pengadilan dalam hal acara pemeriksaan cepat sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g.
Pengembalian Berkas Perkara adalah dikembalikannya Berkas Perkara dari Penuntut Umum kepada Penyidik karena adanya kekurangan isi/materi Berkas Perkara yang perlu dilengkapi sesuai petunjuk yang diberikan.
E.
DASAR
a.
Pasal 8 Ayat (2) dan (3) dan Pasal 110 Ayat Ayat (1), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
b.
Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.
c.
Peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang
Acara Pidana. d.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 27 tahun
1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana. e.
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.01.PW.07/1982 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP.
f.
Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Nomor KMA/003/SKB/II/1998, M.02.PW.07.03.Th-1998, Kep/007/JA/2/1998 Dan Pol Kep / 02 / B / 1998 Tahun
1998
tentang
pemantapan
keterpaduan
dalam
penanganan dan penyelesaian perkara-perkara pidana. g. Buku Petunjuk Pelaksanaan, Buku Petunjuk Lapangan, dan Buku Buku Petunjuk Administrasi proses penyidikan Tindak Pidana, No. Pol. : Skep/1205/1X/2000, tanggal 11 September 2000. h.
Peraturan
Kapolri
Nomor
12
tahun
2009
tentang
pengawasan
dan pengendalian
penanganan perkara pidana di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara dapat digolongkan sebagai berikut : a.
Penyelesaian Berkas Perkara
a.
Pembuatan Berita Acara Pendapat / Resume 1) Persyaratan a)
Syarat formal (1) Pasal 8 Ayat (2) dan (3) dan Pasal 110 Ayat Ayat (1), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP; (2) Undang-undang Nomor 2 tahun tahun 2002 tentang Indonesia; (3) Undang-Undang yang dipersangkakan; (4) Undang-Undang lain yang terkait; (5) Laporan Polisi; (6) Surat Perintah Penyidikan; (7) Surat Perintah Tugas.
b)
Syarat materiil (1) Dasar : Laporan Polisi
52
Kepolisian Negara Republik
(2) Fakta-fakta (a) Memuat tindakan yang yang telah dilakukan (b) Barang bukti yang disita (c) Keterangan-keterangan saksi dan/atau Ahli. (3) Pembahasan : Memuat gambaran kostruksi tindak pidananya didasarkan didasarkan pada hubungan yang logis
antara fakta-fakta dengan keterangan-keterangan
diperoleh,untuk dilakukan analisa meliputi : (a)
Analisa kasus: - Hubungan yang logis antara fakta-fakta
yang ada dengan keterangan
yang diperoleh baik dari tersangka maupun saksi/ahli - Hubungan keterangan yang satu dengan keterangan lainnya - Hubungan yang logis antara antara barang bukti yang yang ada dengan fakta maupun keterangan-keterangan yang diperoleh - Terjadinya hubungan/persentuhan antara tersangka, korban, barang bukti dan saksi-saksi di TKP. - Atas dasar d asar konstruksi ko nstruksi unsur-unsur pasal dipersangkakan berdasarkan fakta-fakta yang dibahas dalam analisa kasus. (b) Analisa yuridis : Memuat gambaran konstruksi unsur-unsur
pasal yang dipersangkakan
berdasarkan fakta yang dibahas dalam analisa kasus. (c) Kesimpulan: Memuat pendapat penyidik berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan tentang sangkaan perbuatan pidana yang yang dilakukan dilakukan
oleh tersangka dan
apakah perbuatan yang yang dilakukan tersangka telah memenuhi unsur unsur pasal dalam undang-undang atau tidak. 2) Langkah-langkah a) Pembuatan Berita Acara Pendapat/Resume dilakukan oleh Kanit atau Penyidik dibawah pengawasan Kanit. Resume berisi berisi tentang: tentang: Dasar Laporan Laporan Polisi, Uraian perkara dan pasal yang disangkakan, tempus dan locus
delicty,
fakta-fakta,
Analisa Fakta, Analisa Yuridis, serta Kesimpulan. b) Berita Acara Pendapat/Resume adalah merupakan
ringkasan seluruh tindakan
penyidik yang telah dilakukan dalam melakukan penanganan terhadap perkara. Oleh karena itu dalam
fakta-fakta keterangan
saksi-saksi maupun tersangka
bukan memindahkan / menyalin isi Berita Acara Pemeriksaan, akan tetapi berisi tentang ringkasan keterangan dari saksi maupun t ersangka. c) Setelah Resume selesai selesai dibuat, Penyidik menyerahkan
kepada Kanit. Kanit
melakukan penelitian terhadap Resume berkaitan dengan syarat formilnya yaitu: Dasar Laporan Polisi, Uraian perkara dan pasal yang disangkakan, tempus dan locus delicty, fakta-fakta serta syarat penulisan Resume itu sendiri. Selain itu Kanit melakukan pengecekan terhadap syarat materiilnya yaitu korelasi antara analisa fakta dengan analisa yuridisnya terkait dengan pemenuhan unsur pasal.
53
d) Selesai melakukan pengecekan terhadap syarat syarat formil formil
dan materiil materiil Resume,
Penyidik dan Kanit membubuhkan tanda tangannya pada Resume yang telah dibuat. b.
Penyusunan Berkas Perkara
Penyusunan Berkas Perkara dilakukan dilakukan dengan mempedomani Naskah Sementara Pedoman Penyidikan
Tindak
Pidana
sesuai
Skep
Kabareskrim
Polri
Skep/82/XII/2006/Bareskrim tanggal 15 Desember 2006, meliputi : 1)
Penyidik melakukan penyusunan Berkas Perkara dengan urut-urutan :
Sampul Berkas Perkara.
Daftar Isi Berkas Perkara.
Resume.
Laporan Polisi
Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan
Surat Perintah Penyidikan.
Surat Perintah Tugas
Pencegahan/Penangkalan dari Imigrasi
Pencegahan/Penangkalan dari Jaksa Agung RI
Daftar Pencarian Orang.
Surat Perintah Penangkapan
Berita Acara Penangkapan
Surat Perintah Penahanan
Berita Acara Penahanan
Surat Pemberitahuan Kepada Keluarga Tersangka. Tersangka.
Surat Perintah Penangguan penahanan
Berita Acara Penangguhan Penahanan
Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan
Berita Acara Pengalihan Jenis Penahanan
Surat Perintah Pembantaran Penahanan.
Berita Acara Pembantaran Penahanan.
Surat Perintah perpanjangan penahanan dari Kejaksaan
Surat Perintah perpanjangan penahanan dari Pengadilan
Surat Perintah perpanjangan penahanan
Berita Acara Perpanjangan Penahanan
Surat Perintah Pengeluaran Penahanan
Berita Acara Penggeluaran Penahanan
Surat Perintah Pengge ledahan
Berita Acara Penggeledahan
Surat Persetujuan Penggeledahan dari Ketua PN
Surat Perintah Penyitaan
Surat Persetujuan Penyitaan/ Ijin Khusus Penyitaan dari Ketua PN
Surat Tanda Penerimaan (STP) Barang-Bukti.
Berita Acara Penyitaan
Surat Panggilan
54
No.
Pol
:
2)
Surat Perintah membawa tersangka /saksi
Berita Acara Saksi-Saksi
Berita Acara Keterangan Ahli
Foto Copy Identitas (KTP/SIM/Pasport) Tersangka
Berita Acara Tersangka
Dokumen-Dokumen Barang Bukti
Daftar Saksi.
Daftar Tersangka
Daftar Barang-Bukti.
Dokumen lainnya lainnya yang perlu perlu dilampirkan. dilampirkan.
Setelah selesai dilakukan penyusunan berkas perkara,
penyidik melakukan penelitian
terhadap isi berkas perkara berkaitan dengan kelengkapan formil seperti tanda tangan dan cap/stempel kesatuan pada setiap setiap lembar administrasi penyidikan maupun, berita berita acara yang telah dibuat, serta kelengkapan materiilnya. 3)
Setelah diteliti, penyidik mengajukan berkas perkara yang yang telah disusun namun belum dijilid kepada Kanit untuk diteliti kembali berkaitan dengan kelengkapan formil, materiil maupun syarat penyusunan berkas perkara (vide Petunjuk Teknis Penyidikan Tindak Pidana). Selain itu penyidik mengajukan Surat Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum kepada Kanit untuk otentikasi paraf di kolom konseptor
4)
Selanjutnya Kanit membubuhkan tanda tangan pada Sampul dalam) dan kemudian mengajukan
Berkas Perkara (bagian
berkas perkara yang yang belum dijilid dengan Surat
Pengantar Pengiriman Berkas Perkara kepada Penuntut Umum secara berjenjang kepada : a)
Urmin, untuk melakukan penelitan terhadap
Surat Pengantar Pengiriman Berkas
Perkara ke Penuntut Umum dan untuk otentikasi membubuhkan paraf pada kolom Urmin. b)
Kaur Bin Ops, untuk melakukan penelitan terhadap
Surat Pengantar Pengiriman
Berkas Perkara ke Penuntut Umum dan untuk otentikasi membubuhkan paraf pada kolom Kaur Bin Ops. c)
Kasat Reskrim, wajib membaca Resume yang memuat Pembahasan mengenai
pembuktian Tindak
Analisis Yuridis dan konstruksi hukum
fakta-fakta penyidikan,
Pidana yang dipersangkakan dan
penerapan pasal
yang dipersangkakan,
kemudian bila telah disetujui maka untuk otentikasi Kasat membubuhkan paraf pada arsip Surat serta membubuhkan tanda tangan tangan pada Surat Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum. d)
Apabila dalam proses penelitian kembali Berkas Perkara Perkara ditemukan adanya koreksi yang diperlukan dalam setiap tahapan yang yang dilalui, dilalui, maka
Berkas Perkara
dikembalikan lagi kepada penyidik untuk diperbaiki. 5)
Setelah Kasat menandatangani Surat Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum, penyidik menggandakan Berkas Perkara menjadi 4 (empat) rangkap kemudian menjilid dan me-lak Berkas Perkara serta memberikan nomor register Berkas.
c.
Penyerahan Berkas Perkara Kepada Penuntut Umum
Penyerahan Berkas Perkara kepada Penuntut Umum dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
55
a.
Membuat surat pengantar pengiriman berkas perkara ke Penuntut
Umum (sesuaikan
levelering) dengan melampirkan Berkas perkaranya. b.
Mengirim berkas perkara kepada JPU dengan menggunakan surat pengantar dan buku Register Pengiriman Berkas Perkara.
c.
Bukti Pengiriman/Tanda Terima dari TU atas pengiriman berkas perkara.
d.
Koordinasi dengan JPU.
e.
Penelitian Berkas Perkara oleh JPU.
f.
Pengembalian Berkas Perkara dari JPU kepada Penyidik (P.18 dan P.19).
g.
Pemenuhan petunjuk JPU.
h.
Buat surat pengantar pengiriman kembali berkas perkara kepada JPU.
i.
Pengiriman Kembali Berkas perkara kepada JPU dengan
menggunakan surat pengantar
dan buku register pengiriman berkas perkara. j. d.
Bukti pengiriman/ tanda terima pengiriman kembali berkas perkara.
Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti
Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum (P.21) dilanjutkan dengan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada
Penuntut Umum, yang dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut : a.
Membuat surat pengantar pengiriman tersangka dan barang bukti.
b.
Meneliti kembali/mempersiapkan
tersangka dan barang-bukti
yang akan diserahkan
tanggung jawabnya kepada JPU. c.
Koordinasi dengan JPU untuk menentukan waktu penyerahan Tersangka dan Barang bukti.
d.
Mempersiapkan transportasi dan akomodasi untuk penyerahan
tersangka dan barang
bukti kepada JPU. e.
Menyerahkan tersangka dan barang bukti dilengkapi dengan surat pengantar pengiriman tersangka dan barang bukti.
f.
Membuat berita acara serah terima tersangka dan barang barang bukti yang yang ditandatangani oleh penyidik dan JPU.
g.
Membuat laporan hasil pelaksanaan tugas penyerahan tersangka dan barang bukti kepada pimpinan.
F.
PENUTUP
Demikian Standar Operasional Prosedur ( Sop ) ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA
TTD ASLI, SH AKP NRP 80110618
56
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) KINERJA PENYIDIK SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
I.
PENDAHULUAN
1. Umum a.
Tuntutan masyarakat terhadap kinerja penyidik Polri dalam proses penyidikan suatu perkara, perspektif serta persepsi masyarakat yang terus berkembang dalam melihat kinerja penyidik.
b.
Harapan yang begitu besar terhadap Polri khususnya dalam memproses mempro ses suatu perkara pidana, membutuhkan prosedur operasional standar untuk mempercepat pencapaian tingkat kepuasan masyarakat yang diharapkan dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan organisasi.
2. Dasar a.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
b.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c.
Peraturan Kepala Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3. Maksud dan Tujuan a.
Maksud Penulisan
Prosedur
Operasional
Standar
ini dimaksudkan untuk menginventarisasi
langkah-langkah penyidik sesuai prosedur yang yang
berlaku, dalam upaya meningkatkan
kinerjanya. b.
Tujuan Penulisan Prosedur Operasional Standar ini bertujuan untuk : 1)
Memudahkan penyidik
dalam mengikuti langkah-langkah proses penyidikan
yang
baku sesuai dengan undang-undang dan prosedur yang berlaku. 2)
Menjadi pedoman dalam
proses
penyidikan
memedomani KUHAP dan prosedur baku
suatu perkara pidana, termasuk
sebagaimana yang telah diatur dalam
petunjuk teknis maupun petunjuk operasional lainnya dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
57
4. Ruang Lingkup Ruang lingkup Prosedur Operasional Standar ini meliputi langkah-langkah dalam proses penyidikan suatu perkara, mulai mu lai dari Laporan Polisi diterima atau di buat oleh penyidik/penyidik pembantu sampai dengan dilimpahkannya berkas perkara ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga terbit P.21 atau sampai dengan dihentikannya perkara tersebut dengan alasan sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. 5. Tata Urut a. Pendahuluan b. Prosedur berpenampilan c. Prosedur melayani saksi korban/saksi korban/saksi pelapor d. Prosedur melayani saksi e. Prosedur melayani ahli f. Prosedur melayani tersangka g. Kewajiban penyidik/penyidik pembantu sejak menerima laporan polisi h. Indikator penyelesaian perkara i. Target kinerja bagi setiap penyidik/penyidik pen yidik/penyidik pembantu j. Penutup
II. PROSEDUR BERPENAMPILAN
Sebagai seorang penyidik/penyidik pembantu, melekat kewajiban padanya untuk berpenampilan sebagai berikut : 1.
Berpakaian yang rapi, bersih serta berdasi sesuai sesuai ketentuan yang yang berlaku di lingkungan Satuan Resnarkoba Polres Gorontalo (dilarang menggunakan celana berbahan jeans).
2.
Rambut dipotong rapi dan bersih. Bagi penyidik/penyidik pembantu yang berkumis agar merapikan kumisnya sehingga terlihat rapi dan bersih serta tidak berjenggot.
3.
Dilarang merokok merokok ketika sedang melayani masyarakat yang datang ke Satuan Resnarkoba Polres Gorontalo.
4.
Ruang pelayanan harus rapi, bersih dan nyaman ketika sedang melayani masyarakat.
III. PROSEDUR MELAYANI MELAYANI SAKSI KORBAN/SAKSI PELAPOR PELAPOR
Saksi Korban / Saksi Pelapor harus dilayani oleh penyidik / penyidik pembantu sebagai berikut : 1.
Saksi korban / saksi pelapor sebaiknya langsung dimintai keterangannya untuk mempercepat proses pengumpulan pen gumpulan alat bukti, kecuali karena alasan yang patut dan masuk akal saksi pelapor dapat menunda pemeriksaannya oleh penyidik/penyidik pembantu.
2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan pemeriksaan dilakukan terhadap saksi korban/saksi pelapor, pelapor, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah saksi korban/saksi pelapor menunggu berlama-lama. berlama-lama.
3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang dilarang merokok serta serta makan dan minum di hadapan saksi korban/saksi pelapor, serta wajib menunjukkan sikap empati dan simpati.
4.
Penyidik/penyidik pembantu wajib wajib mengikuti ketentuan KUHAP selama melayani saksi korban/saksi pelapor serta tetap proporsional, transparan dan akuntabel.
5.
Penyidik/penyidik pembantu wajib memberitahukan perkembangan hasil penyidikan kepada pelapor melalui SP2HP (Surat Pem beritahuan Perkembangan Hasil Penyidikan).
58
6.
Jika diperlukan, selama proses pemeriksaan saksi korban/saksi pelapor dapat direkam dengan menggunakan handycam atau alat perekam gambar dan suara lainnya.
IV. PROSEDUR MELAYANI SAKSI
Penyidik / penyidik pembantu wajib melayani saksi sebagai berikut : 1.
Penyidik/penyidik pembantu memeriksa saksi dengan terlebih dahulu dahu lu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP.
2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap saksi,
penyidik/penyidik
pembantu telah siap di ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah saksi menunggu berlama-lama. 3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang dilarang merokok merokok serta makan dan minum di hadapan saksi.
4.
Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi komu nikasi lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5.
Berpenampilan rapi
dan bersih sesuai ketentuan yang yang berlaku di lingkungan Satuan
Reskrim Polres Gorontalo. 6.
Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta serta tidak membentak-bentak atau menghardik saksi selama berjalannya proses proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel.
7.
Penyidik/penyidik pembantu pemb antu dalam d alam melakukan melakuk an pemeriksaan terhadap te rhadap saksi sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera sesegera mungkin dan tidak melebihi dari 8 (delapan) jam.
8.
Jika
memang
diperlukan,
selama
proses
pemeriksaan
dapat
direkam
dengan
handycam/webcam secara seca ra proporsional sesuai kebutuhan penyidikan. 9.
Setelah
melakukan
pemeriksaan
terhadap
saksi,
penyidik menyampaikan terima kasih
dengan memberikan kartu nama penyidik kepada saksi
agar terjadi komunikasi
dan
transparansi terhadap perkara yang ditangani. ditangani.
V. PROSEDUR MELAYANI AHLI
Penyidik/penyidik pembantu wajib melayani ahli yang akan ak an dimintai keterangannya sebagai berikut : 1.
Penyidik/penyidik pembantu memeriksa ahli dengan
terlebih
dahulu mengirimkan surat
panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP. 2.
Paling lambat 30 menit sebelum sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap ahli, penyidik/penyidik pembantu
telah
siap di
ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah ahli menunggu
berlama-lama. 3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang dilarang merokok merokok serta makan dan minum di hadapan ahli.
4.
Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5.
Berpenampilan rapi dan bersih bersih sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Reskrim Polres Gorontalo.
6.
Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta serta tidak membentak-bentak atau menghardik ahli selama berjalannya proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel.
59
7.
Jika memang diperlukan, proses pemeriksaan dapat direkam dengan handycam/webcam secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan.
8.
Setelah melakukan melakukan pemeriksaan terhadap saksi, saksi, penyidik penyidik menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama penyidik kepada saksi agar terjadi komunikasi dan transparansi terhadap perkara yang ditangani.
VI. PROSEDUR MELAYANI TERSANGKA
Dalam melayani tersangka, penyidik/penyidik pembantu berkewajiban sebagai berikut : 1.
Penyidik/penyidik pembantu memeriksa tersangka dengan terlebih dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP, kecuali tersangka yang tertangkap tangan atau tersangka yang ditangkap sesuai dengan ketentuan KUHAP.
2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap tersangka, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah tersangka menunggu berlama-lama.
3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang dilarang merokok merokok serta makan dan minum di hadapan tersangka.
4.
Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5.
Berpenampilan rapi dan bersih bersih sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Reskrim Polres Gorontalo.
6.
Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta serta tidak membentak-bentak atau menghardik tersangka apalagi melakukan kekerasan fisik fisik dan intimidasi terhadap terhadap tersangka selama berjalannya proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel.
7.
Penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan terhadap Tersangka
sudah
membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan tidak melebihi dari 8 (delapan) jam. 8.
Proses pemeriksaan sebaiknya direkam dengan handycam /webcam secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari upaya tersangka memungkiri / mengingkari keterangan / BAP yang disampaikan kepada penyidik,
ketika
proses
pemeriksaan pada tingkat persidangan telah berjalan. 9.
Untuk tersangka tersangka yang melakukan melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana lebih dari 15 tahun, penyidik/penyidik pembantu wajib menunjuk penasehat hukum untuk tersangka sebagaimana ketentuan dalam KUHAP.
VII.KEWAJIBAN PENYIDIK / PENYIDIK PEMBANTU MENERIMA LAPORAN POLISI
Seorang penyidik/penyidik pembantu sejak menerima Laporan Polisi berkewajiban untuk : 1.
Melakukan gelar perkara penentuan kriteria kasus.
2.
Melengkapi administrasi administrasi penyidikan termasuk mengisi blanko kontrol perkara sesuai kriteria kasus.
3.
Membuat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dan dikirim ke pelapor sebagai bentuk transparansi dan kuntabilitas penyidik terhadap kasus yang ditangani.
4.
Melakukan proses penyidikan pen yidikan secara se cara professional, p rofessional, proporsional, procedural, transparan dan akuntabel atas kasus yang ditangani.
5.
Melakukan gelar perkara dalam setiap kesempatan ketika mengalami hambatan dalam proses
60
penyidikan. 6.
Melakukan gelar gelar perkara dalam meningkatkan status seseorang dari saksi menjadi tersangka.
7.
Melakukan gelar gelar perkara dalam hal penyidik/penyidik pembantu akan melakukan melakukan upaya paksa.
8.
Selalu berkoordinasi dengan Pengawas Penyidik dalam setiap
kesempatan
untuk
mempercepat proses penyelesaian perkara yang yang ditangani. 9.
Mengajukan
anggaran an ggaran
penyidikan p enyidikan
serta
mempertanggung
jawabkann ya
melalui
pertanggungjawaban keuangan (Perwabku) setelah proses penyidikan selesai. VIII. INDIKATOR PENYELESAIAN PERKARA
Setiap perkara yang ditangani oleh penyidik/penyidik pembantu, wajib untuk diselesaikan dengan indikator penyelesaian yaitu berkas dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum dengan terbitnya lembar P.21 atau perkara tersebut dihentikan dengan terbitnya Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3). IX. TARGET KINERJA BAGI SETIAP PENYIDIK/PENYIDIK PEMBANTU
Setiap penyidik/penyidik pembantu dalam menangani perkara yang ditugaskan kepadanya, dibebani target penyelesaian sesuai dengan kriteria perkara, untuk perkara mudah maksimal 30 hari, perkara sedang maksimal 60 hari, perkara sulit maksimal 90 hari, penyidikan sangat sulit maksimal 120 hari dan selalu melaporkan perkembangannya. X. PENUTUP
Demikian Standar Operasional Prosedur ( Sop ) ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan. Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA
TTD ASLI, SH AKP NRP 80110618
61
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENERIMAAN DAN PENANGANAN PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT / PUBLIC COMPLAIN SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES GORONTALO
A. PENDAHULUAN
1.
Umum a.
Dalam rangka menampung, melayani dan menangani keluhan masyarakat, dengan meningkatkan citra pelayanan cepat, tepat, profesional, akuntabel, selaras dengan Transparansi penyidikan;
b. Sebagai langkah penjabaran transparansi penyidikan, guna meningkatkan kepercayaan masyarakat pada Kesatuan Resnarkoba Polri semua tingkat, perlu menampung keluhan masyarakat dengan membentuk wadah penerimaan komplain masyarakat (Public Complain); c. Agar pengaduan komplain masyarakat masyarakat mendapatkan pelayanan yang cepat, tuntas dan memberikan kepastian dibuat
Standard Operasional Prosedur Prosedur (SOP) Penerimaan dan
Penanganan Pengaduan Komplain Masyarakat (Public Complain) guna dipedomani oleh Penyidik Polri. 2.
Dasar a.
Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
b.
Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/22/VI/2004 tentang Perubahan atas Keputusan Kapolri No. Kep/30/VI/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan organisasi pada tingkat Mabes Polri; d.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol.: 15 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Penyidik Kepolisian Republik Indonesia tanggal 6 November 2006;
e.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
tentang Pedoman Penyidikan
Tindak Pidana; f. 3.
Pedoman pengawas penyidikan (naskah sementara) tanggal 1 Januari 2008.
Maksud dan Tujuan a.
Maksud SOP ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman terhadap penerimaan dan penanganan pengaduan komplain
masyarakat / Public
complain di Satuan Resnarkoba Polres
Gorontalo. b.
Tujuan SOP ini bertujuan agar setiap penerimaan dan pengaduan komplain masyarakat/Public complain dapat ditangani secara cepat, tuntas dan memberikan kepastian.
62
4.
Ruang Lingkup Ruang lingkup SOP ini meliputi penerimaan dan penanganan pengaduan komplain masyarakat/Pubilc complain dari berbagai sumber yang masuk pada Sat Resnarkoba Polres Gorontalo, yang sudah sudah diterima laporannya, dituangkan dalam Laporan Polisi, Polisi, ditangani oleh Penyidik
Polri,
(tidak termasuk perkara SP3, dalam dalam persidangan pidana dan yang yang sudah
mendapat keputusan/memperoleh kekuatan hukum yang tetap/incrach). 5.
Pengertian a.
Pengaduan komplain masyarakat adalah pengaduan pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat yang datang langsung atau
melalui surat, surat, SMS, e-Mail atau telepon diterima Sat
Resnarkoba Polres Gorontalo, yang sudah diterima laporannya tertuang dalam Laporan Polisi dan ditangani oleh penyidik Sat Resnarkoba (tidak termasuk perkara yang sudah dihentikan penyidikannya, dalam proses sidang pengadilan pidana, atau perkara yang sudah mendapat keputusan / memperoleh kekuatan hukum yang tetap/Incrach); b.
Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat selanjutnya disebut Petugas adalah Personil Sat Resnarkoba yang ditunjuk berdasarkan Skep/Sprin Kasat Resnarkoba ditugaskan untuk menerima, merespon pengaduan komplain masyarakat;
c. Pengawas Penyidik adalah Personil Sat Resnarkoba Polres Gorontalo, yang ditunjuk berdasarkan Skep/Sprin Kasat Resnarkoba, ditugaskan untuk menindaklanjuti, menangani pengaduan komplain masyarakat; d.
Atasan penyidik adalah atasan penyidik secara hirarkhi pada Sat Resnarkoba.
B. MEKANISME PENERIMAAN DAN PENANGANAN
1.
Pada prinsipnya pengaduan komplain komplain masyarakat yang diterima dari masyarakat yang yang datang langsung dan atau melalui Instansi, Badan, Lembaga diluar Polri, disalurkan dari Kapolres, Wakapolres, guna dilakukan tindaklanjut penanganan komplain masyarakat yang dikoordinasi oleh Kaur Bin Ops;
2.
Pengaduan Komplain Masyarakat meliputi 2 jenis yaitu: datang langsung ke Sat Resnarkoba Polres Gorontalo Gorontalo dan atau melalui surat dari dari berbagai sumber atau melalui SMS atau e-Mail, atau telepon. a.
Datang langsung ke Sat Resnarkoba Polres Limboto. 1)
Pengaduan Komplain Masyarakat Masyarakat yang datang langsung ke Sat Resnarkoba Polres Gorontalo, diterima langsung oleh Petugas penerima pengaduan masyarakat dan segera diklarifikasi kepada/dengan penyidik yang menangani perkaranya atau Pengawas Penyidik, dengan hasil klarifikasi dapat berupa : a)
Kepada pengadu disampaikan rekomendasi/saran : (1) Dipertemukan langsung dengan Penyidik yang menangani, bila bila perkaranya ditangani oleh Sat Resnarkoba Polres Gorontalo; (2) Perlu waktu waktu untuk dilaksanakan gelar perkara; (3) Perlu supervisi supervisi atau diminta laporan kemajuan; (4) Dapat diketahui langsung melalui sarana sarana SPPKP.
b)
Dibuat rekomendasi kepada Kasat Reskrim melalui Kaur Bin Ops, dapat berupa : (1) Perlu klarifikasi, klarifikasi, pendalaman, mengecek langsung kepada menangani perkara dijembatani oleh Pengawas Penyidik;
63
Penyidik yang
(2) Dimintakan laporan kemajuan perkembangan perkembangan perkara; (3) Perlu dilakukan gelar perkara; (4) Perlu dilakukan supervisi. 2)
Hasil tindak lanjut : a)
Dilaporkan kepada Kasat Reskrim melalui Kaur Bin Ops ;
b)
Dibuat arahan Kasat Resnarkoba Res narkoba kepada k epada Kanit langkah la ngkah tindak lanjut penanganan p enanganan perkara yang diadukan complain;
c)
Dibuat surat balasan atau jawaban kepada Instansi, Badan, Lembaga , sesuai masalah yang diadukan;
d)
Disampaikan SP2HP dari penyidik kepada pengadu / pelapor, (SP2HP ditanda tangani oleh Kasat).
3)
Apabila pengadu komplain, mengadukan perkara yang penanganannya oleh Satuan Kewilayahan, akan direspon dengan meminta laporan kemajuan penanganan perkara, atau diundang gelar perkara di Sat Resnarkoba Polres Gorontalo atau dilakukan supervisi dan atau gelar perkara di Kewilayahan (Polsek), dan akan ditindak lanjuti, disampaikan jawaban kepada pengadu komplain.
b.
Pengaduan
Komplain
melalui
surat
dari
berbagai
sumber
(Masyarakat,
Lembaga/Instansi/Departemen dan Satuan Kerja Lingkup Polda). 1)
Komplain surat dari berbagai Sumber diteruskan kepada Sat Resnarkoba : a)
Dari Masyarakat (Perorangan, Perseroan, Kuasa Hukum/Advokat, LSM);
b)
Dari Masyarakat kep ada Presiden, Departemen / Kementerian (Setneg RI, Seskab, Polhukam, Depdagri, Depkumham, dst);
c)
Dari Masyarakat kepada Institusi/Badan/Lembaga
Non Departemen (DPR-RI,
KOMNAS HAM, OMBUDSMAN, MK, KOMPOLNAS, dst); d)
Dari Masyarakat Masyarakat kepada Satuan Kerja lingkup Mabes Polri (Irwasum (Irwasum Polri, Polri, Divisi Binkum Polri, Divisi Propam Polri, dst).
e)
Dari Masyarakat kepada Satuan Kerja lingkup Polda Gorontalo.
2) Diterima dari Direktorat Reserse Reserse Narkoba Narkoba Polda Gorontalo. a)
Surat pengaduan komplain yang diterima dan sudah ada petunjuk/arahan dalam disposisi dari Kapolres, Wakapolres, dilakukan tindaklanjut sesuai prosedur sebagai berikut : (1) Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk mempelajari, menganalisis, menangani dan mengkordina- sikan dengan penyidik ; (2) Dilakukan gelar perkara di Dit Narkoba Polda Gorontalo; (3) Dilakukan supervisi dan atau gelar perkara di Satuan Kewilayahan; (4) Diminta laporan perkembangan penanganan perkara; (5) Menanggapi komplain dengan membuat surat sebagai jawaban; (6) Bila
bobot perkara yang diadukan komplain cukup untuk direspon oleh
Satuan Kewilayahan, maka surat pengaduan komplain dilimpahkan ke Satuan Kewilayahan untuk direspon dan ditindak lanjuti. b)
Hasil tindak lanjut. (1) Dilaporkan kepada Direktur Resnarkoba Polda Gorontalo;
64
(2) Dilaporkan kepada Kapolda/Wakapolda (bila dianggap perlu diketahui diketahui dan diambil kebijakan); (3) Disampaikan penjelasan kepada Instansi/ Lembaga / Badan / Departemen yang mengaharapkan informasi sebagai jawaban; (4) Disampaikan SP2HP dari penyidik penyidik kepada pelapor / pengadu. (5) Disampaikan penjelasan kepada Pengadu sebagai jawaban. c.
Pengaduan Komplain melalui SMS, E-MAIL dan Telepon. a)
Penerimaan pengaduan komplain melalui SMS dan E-Mail. (1)
Petugas menerima dan membuka SMS, E-Mail, serta diprint (print out), dibuatkan pengantar dalam bentuk Nota Dinas;
(2)
Ajukan kepada Kaur Bin Ops atau dapat diajukan
kepada Kasat
Resnarkoba untuk mendapatkan petunjuk / disposisi; (3)
Ditugaskan
kepada Petugas Penerima Pengaduan Komplain untuk
klarifikasi kepada penyidik (apabila
perkaranya ditangani di Sat
Resnarkoba); (4)
Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk cross cek/klarifikasi dengan penyidik, atau
klarifikasi, minta
laporan kemajuan penanganan
perkara, apabila perkaranya ditangani oleh Kewilayahan; (5) b)
Dapat dilakukan gelar perkara dalam kurun waktu 1 – 2 minggu.
Penerimaan pengaduan komplain melalui Telepon. (1)
Petugas menerima telepon, dicatat kemudian dituangkan dalam Nota Dinas
diajukan kepada Kasat Resnarkoba untuk
mendapatkan
petunjuk / disposisi; (2)
Pengaduan Komplain memuat : (a) Identitas pengadu komplain (nama (nama lengkap, pekerjaan dan alamat); (b) Komplain
berhubungan
Laporan/STPL, ditangani
dengan
perkara
apa,
No
LP/Bukti
Kesatuan Kepolisian mana, serta Tim
Penyidik atau Penyidik; (c) Yang
dikomplain
permasalahan
apa,
hubungannya
dengan
penanganan perkara. (3)
Ditugaskan kepada Petugas Penerima Pengaduan
Komplain untuk
klarifikasi kepada penyidik Sat Resnarkoba Polres Gorontalo (apabila perkaranya ditangani di Sat Resnarkoba Polres Gorontalo); (4)
Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk cross cek / klarifikasi klarifikasi dengan penyidik Sat Resnarkoba Polres Limboto atau klarifikasi/minta laporan perkembangan penanganan perkara, apabila perkaranya ditangani oleh Kewilayahan;
(5) c)
Dapat dilakukan gelar perkara dalam kurun waktu 1 – 2 minggu.
Hasil tindak lanjut. (1)
Petugas penerima komplain melaporkan tertulis kepada Kaur Bin Ops dan diteruskan kepada Kasat Resnarkoba;
(2)
Diteruskan Laporan kepada Kapolres, Wakapolres (bila perlu diketahui untuk mendapatkan arahan / kebijakan);
65
(3)
Disampaikan penjelasan kepada pengadu komplain
sebagai jawaban
melalui surat atau melalui SMS, atau E-mail; E-mail; (4)
Surat Jawaban harus dicatat dalam Register dan diberi diberi Nomor, tanggal, tertanda/ditanda tangani dan stempel kesatuan kepolisian.
C. TEMPAT, RUANG DAN SARANA, PERSONIL / PETUGAS PENERIMA PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT.
1.
Tempat dan Ruang Penerimaan Pengaduan Komplain Masyarakat; a.
Di Satuan Reskrim Tempat kedudukan Penerimaan pengaduan komplain Masyarakat berada di Ruang Piket Sat Resnarkoba Resnarkoba Polres Gorontalo dan ruangan penerimaan
bergabung dengan Ruang
Pengawas Penyidikan atau Ruangan lain yang sudah ditentukan, didukung dengan sarana sarana pendukung operasionalnya. b.
Di Kesatuan Kewilayahan. 1)
Tempat kedudukan Penerimaan pengaduan komplain Masyarakat berada di Polsek;
2)
Ruang Penerimaan pengaduan komplain masyarakat yang telah ditentukan berada berada pada Unit Reskrim Polsek, didukung dengan sarana pendukung operasionalnya.
2.
Untuk keseragaman penyebutan, pertama kali ditetapkan nama :
Ruang “PENGADUAN
KOMPLAIN MASYARAKAT (PUBLIC COMPLAIN)” 3.
Personil/Petugas Penerima Pengaduan Komplain Masyarakat. a.
Pada Sat Resnarkoba Polres Gorontalo; 1)
Petugas adalah personil Sat Resnarkoba Polres Gorontalo ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Kasat Resnarkoba terdiri 2 (dua) orang berpangkat Brigadir Polisi/PNS golongan II;
2)
Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat masyarakat pada poin 1), melaksanakan tugas dari jam 08.00 – 15.00 Wita.
b.
Tingkat Polsek a)
Petugas adalah personil Unit Reskrim Polsek ditunjuk
berdasarkan Surat Perintah
Kapolsek; b)
Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat, melaksanakan tugas dari 08.00 – 15.00 Wita.
D. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
1. Setiap memberikan respon / menindaklanjuti atau selesai menindaklanjuti pengaduan komplain masyarakat, Petugas dan atau Pengawas penyidik yang ditunjuk bertanggung jawab melaporkan secara tertulis kepada Kasat Resnarkoba; 2.
Setiap memberikan respon / menindaklanjuti atau selesai selesai menindaklanjuti pengaduan komplain masyarakat, Petugas dan atau Pengawas penyidik yang ditunjuk pada Kesatuan Kewilayahan, bertanggung jawab melaporkan secara tertulis : a.
Kepada Kapolda melalui Direktur Resnarkoba Polda Gorontalo;
b.
Kepada Kapolres melalui Kasat Resnarkoba dan.
66
3.
Petugas dan pengawas penyidik membuat rekap setiap bulan sebagai pertanggungjawaban atas pelayanan kepada masyarakat berkaitan dengan penerimaan dan penanganan pengaduan komplain masyarakat, serta tindak lanjutnya.
E. ADMINISTRASI
1.
Administrasi berkaitan dengan penerimaan penerimaan pengaduan complain masyarakat, masyarakat, penanganan dan tindak lanjut lanjut atau Surat Jawaban kepada pengadu komplain, mempedonani dan menyesuaikan menyesuaikan dengan petunjuk Administrasi umum Polri dan atau Administrasi penyidikan Polri, serta dicatat dalam register;
2.
Kebutuhan sarana prasarana, ATK dan dukungan Anggaran
kesatuan-kesatuan Resnarkoba
sesuai tingkatan. F.
PENUTUP
Demikian Standar Operasional Prosedur ( Sop ) ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto, Februari 2016 An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESNARKOBA
TTD ASLI, SH AKP NRP 80110618
67