SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM Written by Yusuf Habibi, S.Si. Saturday, 18 July 2009 Oleh : Riyanto, Ph.D.* PENDAHULUAN Prinsip analisis dengan SSA adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. AAS banyak digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap energi dan terjadi eksitasi atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuansi radiasi yang dipancarkan karakteristik untuk setiap unsur dan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi yang kemudian mengalami deeksitasi. Teknik ini dikenal d ikenal dengan SEA (spektrofotometer emisi atom). Untuk SSA keadaan berlawanan dengan cara emisi yaitu, populasi atom pada tingkat dasar dikenakan seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala rnengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh ayala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer. yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang uyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik analisisnya sama seperti pada spektrofotometri UV -Vis yaitu standar tunggal, kurva kalibrasi dan kurva adisi standar. SISTEM ATOMISASI 1. SISTEM ATOMISASI NYALA Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrumen sumber atomisasi ini adalah nyala dan sampel di introduksikan dalarn bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Ada banyak variasi nyala yang telah diapakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian. yang saat ini menonjol dan dipakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida- asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini,
kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan ana!it (unsur yang dianalisis) dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi. 1) Nyala udara-asetilen Biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS,. temperarur nyala-nya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan. 2) Nitrous oksida-asetilen Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperatur nyala yang d ihasilkan relative tinggi. Unsurunsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti, V danW. Proses atomisasi adalah proses pengubahan sample dalam bentuk larutan menjadi spesies atom dalam nyala. Proses atomisasi ini akan berpengaruh terhadap hubungan antara konsentrasi atom analit dalam larutan dan sinyal yang diperoleh pada detektor dan dengan demikian sangat berpengaruh terhadap sensitivitas analisis. Langkah-langkah proses atomisasi melibatkan hal-hal kunci sebagaimana diberikan pada Gambar 3. Secara ideal fungsi dari sistem atomisasi (source) adalah : 1) Mengubah sembarang jenis sampel menjadi uap atom fasa-gas dengan sedikit perlakuan atau tanpa perIakuan awal. 2) Me!akukan seperti pada point 1) untuk semua elemen (unsur) dalam sampel pada semua level konsentrasi. 3) Agar diperoleh kondisi operasi yang identik untuk setiap elemen dan sampel. 4) Mendapatkan sinyal analitik sebagai fungsi sederhana dari konsentrasi tiap¬-tiap elemen. yakni agar gangguan(interfererisi) dan penganih matriks (media) sampel menjadi minimal. " 5) Memberikan analisis yang teliti (precise) dan tepat (accurate). 6) Mendapatkan harga beli, perawatan dan pengoperasian yang murah. 7) Memudahkan operasi. 2. SISTEM ATOMISASI DENGAN ELEKTROTHERMAL (TUNGKU) Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti, sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu: a. Tahap pengeringan atau penguapan larutan b. Tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-senyawa organik dan c. Tahap atomisasi Unsur-unsur yang dapat dianalsis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan sistem nyala. Beberapa unsur yang sama sekali tidak dapat dianalisis dengan GFAAS adalah tungsten, Hf, Nd, Ho, La, Lu, Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr, hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit. Petunjuk praktis penggunaan GFAAS: 1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat 2. Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarut sampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam tungku
3. Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interferensi dapat terjadi pada sampel dan standard. 7.3. BAGAN ALAT AAS Karena komponen lain dalam instrumentasi AAS telah disinggung sebelumnya kecuali hollow cathode lamp: HCL (Iampu katoda cekung), maka selanjutnya hanya akan dibahas komponen HCL yang merupakan kunci berkembang pesatnya AAS dan sekaligus penjelasan mengapa metode AAS merupakan metode analsis yang sangat selektif. LAMPU HCL (HOLLOW CHATODE LAMP) Lampu ini merupakan sumber radiasi dengan spektra yang tajam dan mengemisikan gelombang monokhromatis. Lampu ini terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat dari unsur yang akan ditentukan atau campurannya (alloy) dan anoda yang terbuat dari tungsten. Elektroda-elektroda ini berada dalam tabung gelas dengan jendela quartz karena panjang gelombang emisinya sering berada pada daerah ultraviolet. Tabung gelas tersebut dibuat bertekanan rendah dan diisi dengan gas inert Ar atau Ne. Beda voltase yang cukup tinggi dikenakan pada kedua elektroda tersebut sehingga atom gas pada anoda terionisasi. Ion positif ini dipercepat kearah katoda dan ketika menabrak katoda menyebabkan beberapa logam pada katoda terpental dan berubah menjadi uap, Atom yang teruapkan ini, karena tabrakan dengan ion gas yang berenergi tinggi, tereksitasi ke tingkat energi elektron yang lebih tinggi; ketika kembali ke keadaan dasar atom-¬atom tersebut memancarkan sinar dengan λ yang karakteristik untuk unsur katoda tersebut. Berkas sinar yang diemisikan bergerak melalui nyala dan berkas dengan λ tertentu yang dipilih dengan monokromator akan diserap oleh uap atom yang ada dalam nyala yang berasal dari sampel. Sinar yang diabsorpsi paling kuat biasanya adalah sinar yang berasal dart transisi elektron ke tingkat eksitasi terendah. Sinar ini disebut garis resonansi. Sumber radiasi lain yang sering digunakan adalah "Electrodless Discharge Lamp ". Lampu ini mempunyai prinsip kerja hampir sama dengan HCL, tetapi mempunyai output radiasi lebih tinggi dan biasanya digunakan untuk analisis unsur-unsur As dan Se, karena lampu HCL untuk unsur-unsur ini mempunyai sinyal yang lemah dan tidak stabil. METODE ANALISIS Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri. Ketiga teknik tersebut adalah : (1) Metoda Standar Tunggal Metoda sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan Spektrofotometri. Dari hk. Beer diperoleh : Astd = ε.b.Cstd Asmp =ε.b.Csmp ε.b = Astd/ Cstd sehingga,
ε.b = Asmp/Csmp
Astd/Cstd = Csmp /Csmp →
Csmp = (Asmp/Astd) X Cstd
Dengan mengukur Absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan sampel dapat dihitung. (2) Metode Kurva Kalibrasi Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan Ab sorbansi (A) yang akan merupakan garis lurus melewati titik nol dengan slope = ε.b atau slope = a.b. Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi. (3) Metoda Adisi Standar Metoda ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metoda ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampat volume tertentu kemudian diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standar, sedangkan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dulu dengan sejumlah tertentu tarutan standar dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut : Ax = k.Cx AT = k(Cs + Cx) Dimana., Cx = konsentrasi zat sampel Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel Ax = Absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar) Ar = Absorbansi zat sampel + zat standar Jika kedua persarnaan diatas digabung akan diperoleh: Cx = Cs x {Ax/(AT - Ax)} Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrofotometer. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat suatu grafik antara AT lawan Cs, garis lurus yang diperoleh diekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh: Cx = Cs x {Ax/(O - Ax)} ; Cx = Cs x (Ax /-Ax) Cx = Cs x ( -1) atau Cx = - Cs GANGGUAN DALAM ANALISIS DENGAN SSA Ada tiga gangguan utama dalam SSA : (1) Gangguan ionisasi (2) Gangguan akibat pembentukan senyawa refractory (tahan panas) (3) Gangguan fisik alat
Gangguan lonisasi: Gangguan ini biasa terjadi pada unsur alkali dan alkali tanah dan beberapa unsur yang lain karena unsur-¬unsur tersebut mudah terionisasi dalam nyala. Dalam analisis dengan FES dan AAS yang diukur adalah emisi dan serapan atom yang tidak terionisasi. Oleh sebab itu dengan adanya atom-atom yang terionisasi dalam nyala akan mengakibatkan sinyal yang ditangkap detek'tor menjadi berkurang. Namun demikian gangguan ini bukan gangguan yang sifatnya serius, karena hanya sensitivitas dan linearitasnya saja yang terganggu. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan unsur-¬unsur yaug mudah terionisasi ke clalam sampel sehingga akan menahan proses ionisasi dari unsur yang dianalisis. Pembentukan Senyawa Refraktori: Gangguan ini diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan senyawa kimia, biasanya anion yang ada dalam larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas (refractory). Sebagai contoh, pospat akan bereaksi dengan kalsium dalam nyala menghasilkan kalsium piropospat (CaP2O7). Hal ini menyebabkan absorpsi ataupun emisi atom kalsium dalam nyala menjadi berkurang. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan stronsium klorida atau lantanum nitrat ke dalam tarutan. Kedua logam ini lebih mudah bereaksi dengan pospat dihanding kalsium sehingga reaksi antara kalsium dengan pospat dapat dicegah atau diminimalkan. Gangguan ini juga dapat dihindari dengan menambahkan EDTA berlebihan. EDTA akan membentuk kompleks chelate dengan kalsium, sehingga pembentukan senyawa refraktori dengan pospat dapat dihindarkan. Selanjutnya kompleks Ca-EDTA akan terdissosiasi dalam nyala menjadi atom netral Ca yang menyerap sinar. Gangguan yang lebih serius terjadi apabi!a unsurunsur seperti: AI, Ti, Mo,V dan lain-lain bereaksi dengan O dan OH dalam nyala menghasilkan logam oksida dan hidroksida yang tahan panas. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan menaikkan temperatur nyala., sehingga nyala yang urnum digunakan dalam kasus semacam ini adalah nitrous oksida-asetilen. . Gangguan Fisik Alat : yang dianggap sebagai gangguan fisik adalah semua parameter yang dapat mempengaruhi kecepatan sampel sampai ke nyala dan sempurnanya atomisasi. Parameter-parameter tersebut adalah: kecepatan alir gas, berubahnya viskositas sampel akibat temperatur atau solven, kandungan padatan yang tinggi, perubahan temperatur nyala dll. Gangguan ini biasanya dikompensasi dengan lebih sering membuat Kalibrasi (standarisasi). Daftar Pustaka Anonim, 1982, Analytical Methods for Atomic Absorption Spectrophotometry, .Perkin Elmer, Norwalk, Connecticut, USA. Christian., G.D., 1994, Analytical Chemistry, 5th ed-, .John Wiley and Sons, lnc. New York, pp. 462-484. Christian, G.D. and O'Reilly, lE., 1986, Instrumental Analysis, 2nd ed., Allyn and Bacon, Inc., Boston, pp. 278-315. Skoog, D.A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 3rd ed., Saunders College Publ., Philadelphia, pp. 251-286.
* Penulis adalah Dosen Program Studi Ilmu Kimia FMIPA UII Last Updated ( Thursday, 22 October 2009 ) http://lab.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=42&Itemid=80
2. Spektrofotometer Serapan Atom Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).
Gambar 2
Teknologi SSA untuk Pengujian Pakan www.poultryindonesia.com. Metode pengujian yang didukung oleh dinamika ilmu pengetahuan alam (natural science) berkembang sangat pesat pada akhir abad 19 dan 20. Bahkan, beberapa teknologi baru juga ternyata mampu diterapkan dalam pengujian pakan ternak. Salah satunya adalah teknologi SSA (Spektrofotometer Serapan Atom).
Penemuan teori atom Ernest Rutherford yang kemudian disempurnakan oleh Niels Bohr dan berkembang menjadi teori atom mekanika kuantum, adalah awal mula dari perkembangan teknologi SSA. Teori atom yang awalnya hanya filosofis, tidak dibuktikan dengan percobaan (eksperimen), yang diprakarsai aristoteles dan dalton berkembang deng an pembuktian atom dengan eksperimen yang mampu mengenalkan sifat materi atom itu sendiri. Hal
tersebut disebabkan karena beberapa eksperimen yang dilakukan oleh Rutherford dan generasi ilmuwan-ilmuwan berikutnya. Eksperimen pancaran sinar radioaktif, yaitu sinar alfa, beta dan gama yang dilakukan oleh Rutherford menemukan partikel sinar alfa bermuatan positip, sinar beta adalah negatif dan sinar gama tidak bermuatan (radiasi elektromagnetik), sehingga tersusunlah suatu teori atom yang terdiri dari inti atom yang mengandung Proton (bermuatan positip) dan netron (bermuatan netral) yang dikitari oleh elektron (bermuatan negatif). Di sisi lain dalam abad tersebut Beer dan lambert menemukan hukum yang menerangkan interaksi bahan kimia dengan gelombang cahaya (elektromagnetik), yang disimpulkan dalam hukum Beer-Lambert menyebabkan berkembangnya analisis kimia dengan menggunakan alat instrumentasi yakni spektrofotometer. Pengujian kimia sebelum ditemukan spektrofotometer hanya mengandalkan gravimetri dan titrimetri yang membutuhkan waktu lama dapat diganti pengujian yang lebih cepat dan akurat dengan spektrofotometer. Hukum Beer-Lambert menjadi revolusi analitical chemistry. Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan teori atom dan spektrofotometer, dua ilmuwan mengajukan hasil penelitian yang hampir sama pada tahun 1955, yakni : Alkemade dan Milatz dari Holland dan Walsh dari Australia, seorang staf Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO). Dari penelitiannya pengujian suatu bahan kimia dapat dilakukan dengan membakar bahan dengan api, sehingga bahan tersebut teratomisasi, kemudian disinari dengan cahaya pada suatu panjang gelombang tertentu, maka elektron dari atom tersebut akan menyerap energi dari gelombang elektromagnetik sehingga tereksitasi dan kembali pada posisi netral (ground state), dengan melepaskan suatu energi. Energi ini diukur dengan photometer, semakin banyak konsentrasi zat yang diukur maka akan semakin besar energi yang dipancarkan oleh elektron bersangkutan. Sejak saat itulah ditemukan tipe spektrofotometer baru, yakni Atomic Absorption Spectrofotometer yang dalam bahasa Indonesia disebut spektrofotometer serapan atom (SSA). Penemuan spektrofotometer serapan atom memberikan kemajuan pesat pada pengujian analisis kimia, dimana analisis pengujian tidak hanya pada level senyawa, tetapi dapat menganalisis pada level atom. Berbeda dengan spektrofotometer UV-VIS yang hanya mampu menganalisa hanya pada tingkat senyawa. Tingkat ketelitian dari spektrofotometer serapan atom sangat teliti, sehingga dapat meng analisa analit dalam part per million (ppm). Waktu pengujian dengan instrument SSA lebih cepat dibandingkan dengan metode pengujian gravimetri dan titrimetri, karena preparasi sampel lebih cepat, yakni disediakan dalam larutan kemudian diinjec untuk dibakar. Penemuan SSA (Spektrofotometer Serapan Atom) juga membantu dalam pengaw asan mutu pakan, yakni dalam pengujian mutu pakan seperti menguji kadar mineral Calsium (Ca), Ferum (Fe), Magnesium (Mg) dan Pospor (P). Untuk analisis cemaran logam seperti Plumbum (Pb), Cadmium (Cd), Mercury (Hg), Cuprum (Cu) dan sebagainya. Pengujian yang tepat dan cepat dengan menggunakan SSA mendukung tersedianya hasil uji yang cepat. Data hasil uji tersebut dapat digunakan lebih cepat untuk pengambilan keputusan seorang formulator pakan di Industri pakan untuk memperbaiki ransum.
Selain itu, teknologi ini juga sangat membantu pejabat pengawas mutu pakan untuk melaporkan dengan cepat kepada pejabat yang berwenang untuk mengambil keputusan/kebijakan terhadap peredaran suatu jenis pakan. Tak ketinggalan, para peneliti pun mendapatkan keuntungan dengan data yang lebih akurat untuk mengetahui suatu unsur tertentu. Selain itu, analisis dengan metode spektrofotometer serapan atom, akan menghemat bahan kimia, waktu pengujian dan nilai akurasi dan presisi lebih baik. Sebagai illustrasi jika dibandingkan pengujian kalsium dengan menggunakan metode titrasi dan spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut: bahan kimia yang dibutuhkan untuk titrasi menggunakan Kalium permanganat, Sodium oksalat, Amonium oksalat, Asam klorida, Amonium Hidroksida, Asam sulfat, Methyl red, ethanol, a quades. Sementara SSA hanya menggunakan Asam klorida, Lantanum oksida dan aquades. Waktu pengujian titrasi memakan waktu 3-4 hari, sedangkan SSA cukup 1 hari. Tingkat ketelitian hasil uji titrasi hanya berdasar persentase, sementara SSA menggunakan satuan part per million (ppm). Oleh karena itu untuk menjamin hasil pengujian yang akurat dan cepat, metode pengujian harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi analitical instrument. Dengan memutakhirkan metode pengujian akan diperoleh hasil uji yang lebih akurat dan cepat serta efisien biaya dan bahan kimia. drh. Agus Susanto, M.Si, Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak. Jl. MT. Haryono 98, Setu, Bekasl