BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Spondylitis merupakan penyakit peradangan pada tulang belakang. Keadaan ini dapat terjadi akibat adanya infeksi dari bakteri. Spondylitis ada 2 macam yaitu spondylitis tuberculosa dan spondylitis ankilosa. Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat sistemik, ditandai dengankekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasitendon dan ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliakamerupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarangterjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie Strumpell diseaseatau Bechterew's disease Spondylitis tuberculosis pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yangmenemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulangbelakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannyabasil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakanuntuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5 tahun. Saat ini dengan adanyaperbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golonganumur dewasa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anakanak
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Spondilitis adalah Inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi, imunitas. B. Macam- macam spondilitis 1. Spondilitis ankilosis Berasal dari bahasa Yunani, dari kata : ankylos = melengkung spondylos = vertebra adalah merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifatsistemik, ditandai dg kekakuan progresif dan terutama menyerangsendi tulang belakang (vertebra) dengan penyebab yg tidak diketahui. Penyakit ini daapt melibatkan sendi-sendi perifer,sinovial dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yg akan mengakibatkn fibrosis dan ankilosis tulang. 2. Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Tuberkulosis yang menyerang vertebra disebut dengan spondilitis Tuberkulosis. Spondilitis tuberkulosis ini disebut juga dengan Pott Desease jika disertai dengan paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis tuberkulosis sering mengenai thorakal 8 hingga lumbal 3, dan sering mengenai bagian korpus vertebra.
C. Epidemologi 1. Spondylitis ankilosis
Laki-Laki lebih rentan dibanding pada perempuan
Dapat mengenai semua kelompok umur, termasuk anak-anak, biasanya dimulai dari usia remaja sampai 40 tahun.
2
Orang-orang yang mempunyai gen HLA –B27
Riwayat penyakit AS dalam keluarga.
2. Spondylitis tuberkulosa Penyakit ini lebih banyak mengenai pria, dengan perbandingan pria dan wanita 1,5-2 : 1, dan dapat menyerang semua umur baik orang dewasa bahkan anakanak. Penyakit Spondylitis tuberculosis ini paling banyak ditemukan di Asia, Afrika, dan Amerika. D. Etiologi 1. Spondilitis Ankilosis Masih belum diketahui walaupun oleh beberapa ahli dianggap sebagai varian atritis rheumatoid, pada sebagian besar pasien dengan penyakit ini dan keluarga dekatnyaditemukan antigen dengan HLA-B27 dan mungkin karena perubahan geneticatau autoimun. 2. Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. E. Manifestasi Klinis 1. Spondylitis tuberkulosa Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium 3
awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti
yang sudah disebutkan di atas.
(Harsono,2003). Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat. (Harsono,2003)
2. Spondylitis ankilosis a. Manifetasi Skeletal
Low back pain Nyeri pinggang (low back pain) pada ankylosing spondylitis ditandai oleh : a. dimulai dengan adanya rasa nyaman di pinggang dan penderita sebelum berumur 40 tahun; b. Permulaannya insidious (perlahan-lahan). c. nyeri menetap paling sedikit selama 3 bulan; d. berhubungan dengan kaku pada pinggang waktu pagi hari; e. nyeri berkurang/membaik dengan olah raga.
Rasa sakit mula-mula dirasakan pada daerah gluteus bagian dalam, sulit untuk menentukan titik asal sakitnya dengan permulaan yang insidious. Kadang-kadang pada stadium awal nyeri dirasakan hebat di sendi sacroiliacs, dapat menjalar sampai kista, iliaca atau daerah trochanter 4
mayor, atau ke paha bagian belakang. Nyeri menjalar ini sangat menyerupai nyeri akibat kompresei nervus ischiadicus. Rasa sakit bertambah pada waktu batuk, bersin atau melakukan gerakan memutar punggung
secara
tiba-tiba.
Pada awalnya rasa sakit tidak menetap dan hanya menyerang satu sisi (unilateral); sesudah beberapa bulan nyeri biasanya akan menetap dan menyerang secara bilateral disertai rasa kaku dan sakit pada bagian di bawah lumbal. Rasa sakit dan kaku ini dirasakan lebih berat pada pagi hari yang kadang- kadarig sampai membangunkan penderita dari tidurnya. Sakit/ kaku pagi hari ini biasanya menghilang sesudah 3 jam. Di samping itu kaku/sakit pagi hari ini akan berkurang sampai hilang dengan kompres panas,
olah
raga
atau
aktivitas
jasmani
lain.
Pada penyakit yang ringan biasanya gejala timbul hanya di pinggang saja dan apabila penyakitnya bertambah berat, maka gejala berawal dari daerah lumbal, kemudian thorakal akan akhirnya sampai pada daerah servikal : untuk mencapai daerah servikal penyakit ini memerlukan waktu selama 12-25 tahun. Penyakit ini kadang-kadang dirasakan sembuh sementara atau untuk selamanya, akan tetapi kadang-kadang akan berjalan terus dan mengakibatkan
terserangnya
seluruh
tebrae.
Selama perjalanan penyakitnya dapat terjadi nyeri radi-kuler karena terserangnya vertebra thorakal atau servikal dan apabila telah terjadi ankylose sempurna, keluhan nyeri akan menghilang.
Nyeri
dada
Dengan terserangnya vertebra thorakalis termasuk sendi kostovertebra dan adanya enthesopati pada daerah persendian kostosternal dan manubrium sternum, penderita akan merasakan nyeri dada yang bertambah pada waktu batuk atau bersin. Keadaan ini sangat menyerupai pleuritic pain. Nyeri
dada
karena
terserangnya
persendian
costovertebra
dan
costotranver-sum sering kali disertai dengan nyeri tekan daerah costosternal junction. Pengurangan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang sering kali dijumpai pada stadium awal. Keluhan nyeri dada sering ditemukan pada penderita dengan HLA-B27 positif walaupun secara radiologis tidak tampak adanya kelainan sendi sacroiliaca (sacroiliitis). 5
Nyeri
tekan
pada
tempat
tertentu
Nyeri tekan ekstra-artikuler dapat dijumpai di daerah- daerah tertentu pada beberapa penderita. Keadaan ini disebab-kan oleh enthesitis, yaitu reaksi inflamasi yang terjadi pada inserasi tendon tulang. Nyeri tekan dapat dijumpai pada daerah-daerah sambungan costosternal, prosesus spinosus, krista iliaca, trochanter mayor, ischial tuberosities atau tumtit (achiles tendinitis atau plantar fasciitis). Pada pemeriksaan radiologis kadangkadang dapat ditemukan osteofit
Nyeri
sendi
lutut
dan
bahu
Sendi panggul dan bahu merupakan persendian ekstra- axial yang paling sering terserang (35%). Kelainan ini merupakan manifestasi yang sering dijumpai pada juvenile ankylosing spondylitis. Pada ankylosing spondylitis yang menyerang anak-anak antara umur 8-10 tahun, keluhan pada sendi panggul sering dijumpai, terutama pada penderita dengan HLA-B27 positif atau titer ANA negatif. Sendi lutut juga sering terserang, dengan manifestasi efusi yang intermitten. Di samping itu sendi temporomandibularis juga dapat terserang (10%). b. Manifestasi Ekstra sekeletal
Mata Uveitis anterior akut atau iridocyclitis merupakan manifestasi ekstra skeletal yang sering dijumpai (20-30%). Permula-annya biasanya akut dan unilateral, akan tetapi yang terserang dapat bergantian. Mata tampak merah dan terasa sakit disertai dengan adanya gangguan penglihatan, kadang-kadang ditemukan fotopobia dan hiperlakrimasi.
Jantung Secara klinis biasanya tidak menunjukkan gejala. Manifestasinya adalah : ascending
aortitis,
gangguan
katup
aorta,
gangguan
hantaran,
kardiomegali dan perikarditis.
Paru-paru Terserangnya paru-paru pada penderita ankylosing spondylitis jarang terjadi dan merupakan manifestasi lanjut penyakit. Manifestasinya dapat berupa: fibrosis baru lobus atas yang progresif dan rata-rata terjadi pada 6
yang telah menderita selama 20 tahun. Lesi tersebut akhirnya menjadi kista yang merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan aspergilus. Keluhan yang dapat timbul pada keadaan ini antara lain: batuk, sesak nafas dan kadang-kadang hemoptisis. Ventilasi paru-paru biasanya masih terkompensasi dengan baik karena meningkatnya peran diafragma sebagai kompensasi terhadap kekakuan yang terjadi pada dinding dada. Kapasitas vital dan kapasitas paru total mungkin menurun sampai tingkat sedang akibat terbatasnya pergerakan dinding dada. Walaupun demikian residual volume dan function residual capacity biasanya meningkat.
Sistem
saraf
Komplikasi neurologis pada ankylosing spondylitis dapat terjadi akibat fraktur, persendian vertebra yang tidak stabil, kompresi atau inflamasi. Subluksasi persendian atlanto- aksial dan atlanto-osipital dapat terjadi akibat inflamasi pada persendian tersebut sehingga tidak stabil. Kompresi, termasuk proses osifikasi pada ligamentum longitudinal posterior akan mengakibatkan terjadinya mielopati kompresi; lesi destruksi pada diskus intervertebra dan stenosis spinal. Sindrom cauda equina merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi merupakan keadaan yang serius. Sindrom ini akan menyerang saraf lumbosakral, dengan gejala-gejala incontinentia urine et alvi yang berjalan perlahan-lahan, impotensi, saddle anesthesia dan kadang-kadang refleks tendon achiles menghilang. Gejala motorik biasanya jarang timbul atau sangat ringan. Sindrom ini dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan CT scan atau MRI. Apabila tidak ditemukan lesi kompresi, maka perlu dipikirkan kemungkinan adanya arach-noiditis atau perlengketan pada selaput arachnoid.
Ginjal Nefropati (lgA) telah banyak dilaporkan sebagai kom-plikasi ankylosing spondylitis. Keadaan ini khas ditandai oleh kadar 1gA yang tinggi pada 93% kasus disertai dengan gagal ginjal 27%.
F. Patofisiologi Patogenesis
7
Jika tulang terinfeksi, bagian dalam tulang yang lunak (sumsum tulang) sering membengkak. Karena pembengkakan jaringan ini menekan dinding sebelah luar tulang yang kaku, maka pembuluh darah di dalam sumsum bisa tertekan, menyebabkan berkurangnya aliran darah ke tulang.
Tanpa pasokan darah yang memadai, bagian dari tulang bisa mati. Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara: • Aliran darah • Penyebaran langsung • Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.
1. Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.
2. Spondylitis ankilosis Spondilitis ankilosis menyerang tulang rawan dan fibrokartilago sendi pada tulang belakang dan ligamen – ligamen para vertebral. Bagian-bagian intervetebrata menjadi meradang dan pada akhirnya terjadi fusi/persatuan/ankilose tulang pada sendi sakroiliakadan spinal-spinal lain melalui servikal. Fusi dari sendi sakroiliaka dan keatas vertebrata dapat terjadi 10-20 tahun. Apabila diskusvertebralis juga terinvasi oleh jaringan vaskular dan fibrosa maka akan timbul kalsifikasi sendisendi dan struktur artikular .Kalsifikasi yang terjadi pada jaringan lunak akan menjembatani satu tulang vertebra dengan vertebra lainnya.Jaringan sinovial 8
disekitar sendi yang terserang akan meradang . penyakit ini timbul pada usia 10-30 tahun dan progresif setelah 50 tahun dan lebih banyak pada laki-laki. Penyakit jantung juga dapat timbul bersamaan dengan penyakit ini. G. Pathways Spondylitis tuberculosa
9
Spondylitis ankilosis
HLA-B 27 Dan Trigger
TBC Poon
Reaksi system immunologi
Inflamasi sendi spongious korpus vertebra
Akumulasi eksudat fibrin, sel darah putih
oedema
Kurang pengetahuan
Suplai nutrisi, oksigen menurun
Kurang info Nekrosis kartilago sendi
Gangguan musculoskeletal punggung
Pergerakan terbatas
Gangguan mobilitas fisik
Ankiosis/fuse tulang punggung dorsal Perubahan pada spinal
nyeri
Menekan nocireceptor di thalamus
Kifosis servise dorsal (membungkuk)
Perubahan sikap tubuh
Perubahan postur rongga dada Gangguan body image Gangguan pertukaran gas
10
H. Komplikasi 1. Spondylitis tuberculosa Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess. 2. Spondylitis ankilosa Komplikasi berupa lesi vertebra progresif. Komplikasi ini sebaiknya dicurigai setiap saat nyeri timbul kembali setelah suatu periode tenang, atau menjadi saat nyeri timbul kembali setelah suatu periode tenang, atau menjadi terlokalisasi. Komplikasi lain yaitu berupa ankilosis bilateral dari iga ke tulang belakang, dimana bergabung dengan suatu penurunan pada tinggi struktur torakal aksial, menyebabkan gangguan fungsi pernafasan yang mencolok
I. Pemeriksaan Penunjang 1. spondylitis ankilosis a. Pemeriksaan Laboraturium Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian laju endap darah ditemukan pada 75% kasus, tetapi hubungannya dengan keaktifan penyakit kurang kuat. SerumC reactive protein(CRP) lebih baik digunakan sebagai petanda keaktifan penyakit. Kadang-kadang,ditemukan peninggian IgA. Faktor rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi memberikangambaran sama pada inflamasi. Anemia normositik-normositer ringan ditemukan pada
11
15%kasus. Pemeriksaan HLA B27 dapat digunakan sebagai pembantu diagnosis b. Radiologi Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi aksial, terutama padasendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan kostotransversal. Perubahan padasendi S2 bersifat bilateral dan simetrik, dimulai dengan kaburnya gambaran tulang subkonral,diikuti erosi yang memberi gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian, terjadi penyempitancelah sendi akibat adanya jembatan interoseus dan osilikasi. Setelah beberapa tahun, terjadiankilosis yang komplit.Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan berdasarkan radiologis, yaitu tingkat 0(normal), tingkat 1 (tepi sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah adanya sclerosis periartikuler, jembatan sebagian tulang ataupseudo widening , tingkat 3 (tingkat 2 ditambahadanya erosi dan jembatan tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang lengkap).Akan terlihat gambaransquaring (segi empat sama sisi) pada kolumna vertebra danosifikasi bertahap lapisan superfisial anulus fibrosus yang akan mengakibatkan timbulnya jembatan di antara badan vertebra yang disebut sindesmofit. Apabila jembatan ini sampai padavertebra servikal, akan membentuk bamboo spine Keterlibatan sendi panggul memperlihatkanadanya penyempitan celah sendi yang konsentris, ketidakteraturan subkhondral, serta formasiosteofit pada tepi luar permukaan sendi, baik pada asetabulum maupun femoral. Akhirnya, terjadiankilosis tulang dan pada sendi bahu memperlihatkan penyempitan celah sendi dengan erosi. c. Tes Darah Rutin d. Tes HLA – BR 27
2. spondylitis tuberculosa 1. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED meningkat b. Uji mantoux (+) TB c. Uji kultur : biakan batkeri d. Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional e. Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberkel 12
2. Pemeriksaan Radiologis a. Foto toraks / X – ray b. Pemeriksaan foto dengan zat kontras c. Foto polos vertebra d. Pemeriksaan mielografi e. CT scan atau CT dengan mielografi f. MRI
J. Penatalaksanaan Medis 1. Spondylitis tuberculosa Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut : 1. Pemberian obat antituberkulosis 2. Dekompresi medulla spinalis 3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan spondylitis tuberculosaterdiri atas : 1. Terapi konservatif Berupa tirah baring (bed rest),seperti:
Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
1. Kategori 1 Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap :
13
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali). 2. Kategori 2 Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu : Tahap I: diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). Tahap 2:diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif Indikasi operasi yaitu: a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik. b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis. 2. Spondylitis ankilosis
Nonmedikamentosa 14
Mobilitas yang baik dan teratur (olahraga dan latihan) Latihan fisik penting dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi kelainan berupa fleksi spinalyang progresif. Oleh karena itu, otot-otot ekstensor spinal harus diperkuat. Manuver lain yang perludilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan fleksi lumbal yang isometrik. Posisi postur tubuh harusdiperhatikan setiap saat. Kursi dengan sandaran yang keras dianjurkan, tetapi diutamakan lebih banyak
berjalan dari pada
duduk. Berenang merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih boleh menahan dalamkeadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan komplikasi dari spondilitis. Karena itu, postur harusdipertahankan dan menghindari terjadinya kontraktur dalam posisi fleksi dari bahu dan lutut. Penderitadianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit, bokong, pundak, bahu, dan belakang kepala selalu bersandar pada dinding. Penerangan/penyuluhan Radio terapi Operasi ( pembedahan) Pembedahan mungkin dibutuhkan dalam beberapa kasus SA. Mekanisme yang menyebabkanterjadinya osifikasi ligamen dan sendi sehingga terjadi fusi pada columna vertebrae belum dijelaskan secararinci. Sebagai dampak dari fusi columna vertebrae ini terjadi keterbatasan dalam gerakan dan elatisitas.Munurunnya fleksibilitas dapat berakibat akan terjadinya berbagai
kelainan
pada
tulang
belakang
sepertifraktur
dan
dislokasi,atlanto-axial dan atlanto-occipital subluxiationdeformitas tulang belakang, stenosistilang belakang, dan
kelainan pinggul. Ketika
komplikasi ini terjadi. Tindakan pembedahan mungkin dapatdibutuhkan.
Medikamentosa OAINS Bisa
menggunakan
Indometacyn,
naproxen
ataupun
ibuprofen.
Dosis untuk dewasa Indometacyn yaitu 100-150 mg/hari dalam dua atau tiga dosis. Sedangkan untuk anak-anak 1,5-3 mg/kg BB/hari dalam dua atau tiga dosis.
15
Sulfasaladzin Mekanisme obat ini mengurangi gejala-gejala inflamasi dari ankylosing spondylitis, dengan dosis untuk dewasa 2-3 gram/hari dibagi dalam dua atau tiga dosis. Sedangkan untuk anak-anak 40-60 mg/kg BB/hari dibagi dalam dua atau tiga dosis. Efek sampingnya yaitu, mual, muntah, diare, dan timbul reaksi hipersensitivitas. Kontra indikasi pada orang-orang yang mempunyai riwayat hipersensitivitas dan prophyria.
16
BAB III ASUHAN DASAR KEPERAWATAN Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Spondilitis Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. 1. Pengkajian. Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa keperawatan. a. Pengumpulan data. Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis. Riwayat penyakit sekarang. Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan. Riwayat penyakit dahulu Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasanya pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. 17
Riwayat kesehatan keluarga. Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut. Riwayat psikososial Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita. Pola - pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan
tidak
penyakitnya.Sehingga
semua
klien
menimbulkan
mengerti salah
benar
perjalanan
persepsi
dalam
pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
Pola nutrisi dan metabolisme. Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.
Pola eliminasi. Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.
Pola aktivitas.
18
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
Pola tidur dan istirahat. Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
Pola hubungan dan peran. Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
Pola persepsi dan konsep diri. Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
Pola sensori dan kognitif. Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
Pola reproduksi seksual. Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
Pola penaggulangan stres. Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
Pola tata nilai dan kepercayaan. Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya. 19
Pemeriksaan fisik. Setelah melakukan anamensis yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem dengan focus pemeriksaan bone yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien. Pemeriksaan fisik juga dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. a. Inspeksi. Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis. b. Palpasi. Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi. c. Perkusi. Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok. d. Auskultasi. Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan. Keadaan umum. Pada keadaan spondylitis tuberculosa. Klien umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan tanda-tanda vital yang meliputi bradikardia dan hipotensi sering berhubungan dengan penurunan aktivitas secara umum akibat adanya hambatan dalam melakukan mobilisasi ekstremitas. Pemeriksaan persistem dengan metode:
B1 (Breathing)
B2 ( Blood)
B3 ( Brain)
B4 ( Blandder)
B5 (Bowel)
B6 ( Bone )
Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium. a. Radiologi o Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area posterior. 20
o Terdapat penyempitan diskus. o Gambaran abses para vertebral ( fusi form ). b. Laboratorium Laju endap darah meningkat c. Tes tuberkulin. d. Reaksi tuberkulin biasanya positif. 2. Analisa. Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ). 3. Diagnosa Keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah: a. Gangguan mobilitas fisik b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot. c. Perubahan konsep diri : Body image. d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah. 4. Perencanaan Keperawatan. Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien. Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut : a. Diagnosa Perawatan I Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri. 1. Tujuan Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal. 2. Kriteria hasil a. Klien dapat ikut serta dalam program latihan b. Mencari bantuan sesuai kebutuhan 21
c. Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal. 3. Rencana tindakan a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. b. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi. c. Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara : o Mattress o Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur. d. mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ; o Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan. o Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit. o Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan. o monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam. o Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet. o Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi. o Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare. 4. Rasional a. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. b. Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan. c. Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata. d. Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal. e. Untuk mendeteksi perubahan pada klien. f. Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi. g. Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak. h. Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek samping. 22
b. Diagnosa Keperawatan II Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi. 1. Tujuan a. Rasa nyaman terpenuhi b. Nyeri berkurang / hilang 2. Kriteria hasil a. klien melaporkan penurunan nyeri b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan keberhasilan. 3. Rencana tindakan a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru. b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri. c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian. d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman. e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri. 4. Rasional. a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri. b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien. c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung. d. Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang. e. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang. c. Diagnosa Keperawatan III Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh. 1. Tujuan 23
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif. 2. Kriteria hasil Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra. 3. Rencana tindakan a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian. b. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif. c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image. 4. Rasional a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri. b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien. c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri. d. Diagnosa Keperawatan IV Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan di rumah. 1. Tujuan Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah. 2. Kriteria hasil a. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset b. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan c. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit. 3. Rencana tindakan a. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya. b. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset. 24
c. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat. d. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur. e.
Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.
f. Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter. 5. Pelaksanaan Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil. Komponen tahap Implementasi: a. tindakan keperawatan mandiri b. tindakan keperawatan kolaboratif c. dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.( Carol vestal Allen, 1998 : 105 ) 6. Evaluasi Evaluasi adalah perbandingan hasil – hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi. a. pencapaian kriteria hasil b.
ke efektipan tahap – tahap proses keperawatan
c. revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan. Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah: 1. Adanya peningkatan kegiatan sehari –hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa nyaman . 2. Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut. 3. Nyeri dapat teratasi 4. Tidak terjadi komplikasi. 5. Memahami cara perawatan dirumah
25
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN Spondilitis adalah Inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi, imunitas. Spondilitis dibagi menjadi 2 yaitu spondylitis ankilosis dan spondylitis tuberculosa. Ankylosing spondylitis adalah penyakit inflamasi kronisdengan etiologi yang belum diketahui, dan menyerang terutamapada persendian kerangka aksial dan juga sendi perifer.Masalah dapat terjadi dalam menegakkan diagnosis bilatidak ditemukan sacroiliitis pada pemeriksaan radiologis; nyeridada tanpa kelainan yang lain; umurnya terlalu muda atauterlalu tua.Pengelolaan pada penyakit tanpa keluhan : olah raga seca-ra rutin tanpa obat, dan bila dengan keluhan : obat-obatan,latihan secara teratur dan penerangan; dan bila telah terjadigangguan fungsi : operasi. Spondylitis tuberculosa adalah adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh.
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007. Spondylitis Tuberkulosa. Diakses tanggal 25 Februari 2013 dari www.medlinux.blogspot.com Harsono, 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. p. 195-197 Hidalgo, J.A., 2005. Pott Disease. Diakses tanggal 25 Februari 2013dari www.eMedicine.com/med/topic Rasjad C., 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed.II. Makassar: Bintang Lamumpatue. p. 144-149 Tamburaf, V., 2006. Spinal Tuberculosis. Diakses tanggal 25 Februari 2013 dari http://www.infeksi.com Muttaqin, arif, Asuhan Keperawatan Klien Infeksi dan Inflamasi Muskuloskeletal, 2008, EGC : Jakarta
27