BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam dala m mencapai tujuan (Indrayani, 2009). Hal ini dikarenakan adanya kontrol yang mereka miliki. Pada perusahaan yang terdaftar di bursa saham maka konflik keagenan dapat muncul sebagai akibat dari adanya beberapa kelompok pemegang saham yang memiliki proporsi kepemilikan yang berbeda-beda. Lambert (2001); Husnan (2001) menyatakan bahwa proporsi kepemilikan saham merupakan faktor yang dapat menimbulkan konflik antara pemilik dengan manajemen. Konflik yang biasa terjadi antara manajer dengan pemilik dan asing serta pubik, tentu akan sangat menghambat kemajuan-kemajuan perusahaan mencapai tujuan utama. Dengan adanya permasalahan tersebutlah, maka dimunculkan struktur kepemilikan guna mengubah pandangan antara pengelola perusahaan dan pemilik menuju satu tujuan yang sama. Sehingga diharapkan akan terjadinya tata kelola perusahaan yang baik yang memungkinkan kinerja perusahaan sesuai dengan apa yang diharapkan. 1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan struktur kepemilikan? 1.2.2. Apa tujuan dari dibentuknya struktur kepemilikan? 1.2.3. Apa saja jenis-jenis struktur kepemilikan? 1.2.4. Apa saja komposisi dalam struktur kepemilikan? 1.2.5. Apa saja masalah-masalah yang timbul dari kedua model kepemilikan tersebut? 1.3 Tujuan
1.3.1. Mengatahui pengertian struktur kepemilikan. 1.3.2. Mengetahui tujuan dibentuknya struktur kepemilikan. 1.3.3. Mengetahui dan memahami jenis-jenis struktur kepemilikan. 1.3.4. Mengetahui dan memahami komposisi dalam struktur s truktur kepemilikan. 1.3.5. Mengetahui dan dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dari kedua model kepemilikan tersebut.
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 STRUKTUR KEPEMILIKAN DALAM CORPORATE GOVERNANCE
Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Namun dengan munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost . Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan 1) Aktivitas pencarian dana ( financing decision) dan 2) Pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan. Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost diantaranya adalah, pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan (insider ownership) atau kepemilikan manajerial oleh manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Struktur kepemilikan merupakan jenis institusi atau perusahaan yang memegang saham terbesar dalam suatu perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan dan pendekatan informasi asimetri. Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal. Melakukan pengungkapan struktur kepemilikan perusahaan dapat membantu investor mengidentifikasi potensi konflik kepentingan antar pemegang saham, transaksi kurang wajar antar perusahaan dengan pemegang saham mayoritas maupun identifikasi terjadinya insider trading (Sutojo dan Alrdrigde, 2008). Struktur kepemilikan adalah elemen dasar dalam corporate governance suatu perusahaan. Keberhasilan penerapan corporate governance tidak lepas dari struktur kepemilikan perusahaan. Struktur kepemilikan tercermin baik dalam instrumen saham maupun instrumen hutang, sehingga melalui struktur tersebut dapat ditelaah kemungkinan bentuk masalah keagenan yang terjadi. Secara umum struktur kepemilikan suatu perusahaan 2
menunjuk kepada konfigurasi saham yang dimiliki oleh investor, baik individual di luar perusahaan. Struktur kepemilikan sangat tergantung bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pendanaannya. Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham. 2.2 JENIS-JENIS STRUKTUR KEPEMILIKAN
Struktur kepemilikan ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kepemilikan yang tersebar (dispersed ownership) dan kepemilikan yang terkonsentrasi (concentrated ownership). 2.2.1 Kepemilikan Tersebar
Pada model ini perusahaan memiliki pemegang saham yang banyak dengan jumlah saham yang sedikit. Pemegang saham minoritas ini kurang mengawasi aktivitas perusahaan dan cenderung tidak terlibat dalam pengambilan keputusan atau kebijakan perusahaan. Oleh karena itu, pemegang saham tersebut disebut outsider , dan kepemilikan yang tersebar tersebut disebut sebagai outsider system dan menurut Roche (2005), kepemilikan yang tersebar ini merupakan model dari negara-negara common law seperti Amerika Serikat dan Inggris. Outsider system atau Anglo-American ini merupakan market-based model yang dikarakteristikkan oleh perusahaan yang individualis dan kepemilikan privat, pasar modal yang mapan dan likuid, dengan jumlah pemegang saham yang banyak dan konsentrasi investor yang kecil. Pengendalian perusahaan diwujudkan melalui pasar dan investor luar. Dalam outsider system ini terdapat anggota dewan yang independen untuk mengawasi perilaku manajerial agar tetap terkontrol, sehingga menurut Roche (2005), sistem ini lebih dapat dipertanggungjawabkan, tidak korupsi serta membantu perkembangan pasar modal yang likuid. Meskipun demikian, sistem ini memiliki kelemahan, yaitu kepemilikan yang terkonsentrasi ini hanya tertarik pada maksimalisasi profit jangka pendek, dan mereka cenderung untuk menyetujui kebijakan dan strategi yang menguntungkan keuntungan jangka pendek, tetapi tidak mempertimbangkan kinerja perusahaan jangka panjang. Kadang-kadang, hal ini dapat membuat konflik antara manajer dan pemilik, dan seringnya pergantian kepemilikan karena pemegang saham melepaskan sahamnya untuk mendapatkan profit pada 3
saham lain yang lebih menguntungkan, sehingga hal tersebut dapat melemahkan stabilitas perusahaan. Investor minoritas ini kurang mengawasi keputusan dewan dan tidak dapat mempertahankan direktur yang dapat dipercaya, sehingga apabila terdapat direktur yang mendukung keputusan yang tidak sejalan dengan perusahaan mungkin masih tet ap di dewan. 2.2.2 Kepemilikan yang Terkonsentrasi (Concentrated Ownership)
Pada tipe perusahaan yang seperti ini, terdapat dua kelompok pemegang saham, yaitu pemegang saham mayoritas yang bertindak sebagai pengendali dan pemegang saham minoritas. Menurut Bae et al. (2003) kepemilikan yang terkonsentrasi ini merupakan salah satu ciri dari control based model, selain menekankan pada insider board , pengungkapan yang terbatas, dan ketergantungan pada keuangan atau sistem perbankan keluarga. Karakteristik perusahaan ini banyak dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang (seperti Indonesia, Korea) dan Continental European. Masalah keagenan yang timbul terutama adalah antara pengendali dan pemegang saham minoritas. Masalah keagenan menjadi semakin makin serius karena seringkali perusahaan yang terdaftar di bursa merupakan salah satu unit usaha dari grup sehingga masalah self-dealing yang dapat merugikan pemegang saham minoritas sering terjadi. Karena itu bukan hanya diperlukan adanya peraturan yang mencegah hal ini tetapi juga harus ada mekanisme untuk menegakkan peraturan tersebut. Roche (2005) berpendapat bahwa perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi, mempunyai beberapa keuntungan seperti pemegang saham mayoritas (insider ) memiliki kekuatan dan insentif untuk mengawasi manajemen dengan lebih dekat, sehingga dapat meminimalkan timbulnya mismanajemen dan kecurangan. Selain itu, karena kepemilikan mereka yang signifikan dan adanya hak pengendalian, insider cenderung untuk menjaga investasinya dalam perusahaan untuk jangka waktu yang lama. Kelemahan dari sistem ini antara lain, pemegang saham mayoritas dapat berkolusi dengan manajemen untuk mengambil alih asset perusahaan dengan biaya dari pemegang saham minoritas. Ini merupakan risiko yang signifikan bagi pemegang saham minoritas yang tidak dilindungi dengan hukum. Hal yang sama, ketika manajer mengendalikan sejumlah besar saham atau hak suara yang digunakan untuk mempengaruhi keputusan dewan yang menguntungkan mereka dengan biaya perusahaan. Jadi terdapat masalah keagenan antara pemegang saham minoritas dengan pengendali (pemegang saham mayoritas). Selain itu kemungkinan terjadi masalah keagenan antara pemilik dan kreditur lebih besar daripada tipe perusahaan yang kepemilikannya menyebar. Samad (2004) dalam penelitiannya pada perusahaan-perusahaan di Malaysia menemukan bahwa kepemilikan yang terkonsentrasi dapat membuat kinerja perusahaan 4
menjadi lebih baik, dan komposisi kepemilikan tersebut merupakan elemen penting untuk memacu kinerja perusahaan yang lebih baik. 2.3 KOMPOSISI DALAM STRUKTUR KEPEMILIKAN
Aspek dari struktur kepemilikan perusahaan adalah komposisinya, siapa pemegang sahamnya, dan lebih penting siapa yang mengendalikan atau pemegang saham signifikannya. Pemegang saham bisa kepemilikan keluarga atau grup keluarga, kepemilikan Manajerial, kepemilikan institusi, kepemilikan asing dan kepemilikan pemerintah. 2.3.1 Kepemilikan Keluarga
Kepemilikan saham di negara berkembang sebagian besar dikontrol oleh kepemilikan keluarga, termasuk perusahaan di Indonesia (Arifin, 2003). Perusahaan seperti ini lebih efisien daripada perusahaan yang dimiliki publik karena biaya pengawasannya ( monitoring cost ) lebih kecil. Perusahaan publik di Indonesia, perusahaan yang dikendalikan keluarga, perusahaan negara, atau perusahaan yang dikendalikan institusional, memiliki masalah agensi yang lebih kecil daripada perusahaan yang dikendalikan public atau perusahaan tanpa pemegang saham pengendali. Perusahaan yang dikendalikan keluarga memiliki masalah agensi yang lebih sedikit karena terdapat konflik yang lebih sedikit antara prinsipal dan agen, tetapi terdapat masalah agensi lain yaitu antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Perusahaan dikatakan dimiliki oleh keluarga
apabila
pimpinan
atau
keluarga
memiliki lebih dari 20% hak suara. Menurut Harijono (2013), penelusuran kepemilikan keluarga dilakukan dengan melihat nama dewan direksi dan dewan komi saris Jika nama dewan direksi dan dewan komisaris cenderung sama dalam beberapa tahun dan mempunyai saham dalam kepemilikan perusahaan maka bisa saja perusahaan tersebut termasuk dalam kepemilikan oleh keluarga. Jika perusahaan dimiliki institusi lain, maka penelusuran kepemilikan dilakukan dengan analisis kepemilikan piramida dan struktur lintas kepemilikan. Setelah ditelusuri maka dapat diketahui jika saham pengendali perusahaan tersebut adalah individu, maka bisa dikategorikan sebagai kepemilikan keluarga. Kepemilikan saham keluarga yang besar mempunyai pengaruh negatif bagi kinerja perusahaan. Hal ini terjadi karena keluarga cenderung mengambil manfaat pribadi dari perusahaan dengan semakin banyak nilai saham yang di investasikan maka semakin mudah untuk mengendalikan perusahaan. Ketika timbul suatu resi ko yang sangat tinggi yang dialami
5
oleh perusahaan, maka pemilik akan cenderung lebih menyelamatkan uang yang mereka investasikan daripada memperbaiki kinerja perusahaan. Anderson dan Reeb (2004) yang melakukan penelitian di Indonesia menemukan bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan hal ini disebabkan karena perlindungan hukum terhadap investor dalam struktur kepemilikan sangatlah
lemah
sehingga timbul
masalah
agensi
yang dapat
mengganggu kinerja
perusahaan. 2.3.2 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah
pemegang saham dari pihak manajemen (dewan
direksi dan dewan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan. Kepemilikan manajerial diukur dengan menggunakan rasio antara jumlah saham yang dimiliki manajer atau direksi dan dewan komisaris terhadap total saham yang beredar. Kepemilikan manajerial dapat mengurangi masalah agensi karena kinerja manajer akan lebih baik seiring dengan peningkatan kepemilikan saham dalam perusahaan tersebut. Manajer akan berusaha lebih giat untuk memperbaiki kinerja perusahaan, yang akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan kekayaannya sendiri. Seiring meningkatnya kepemilikan manajerial akan menyelaraskan kepentingan manajer dengan kepentingan pemegang saham. Sehingga terdapat insentif bagi manajer untuk memaksimalkan nilai perusahaan ketika kepemilikan manajerialnya meningkat. Hal ini akan efektif untuk mengontrol insentif manajer yang meningkat. Kepemilikan manajer akan mendorong penyatuan kepentingan antara
prinsipal
dan
saham agen
oleh
sehingga
manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Kepemilikan saham manajerial
akan mendorong manajer untuk
berhati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka ikut merasakan secara langsung manfaat
dari
keputusan
yang diambil
dan
ikut
menanggung
kerugian
sebagai
konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. 2.3.3 Kepemilikan Institusi
Kepemilikan saham institusional adalah saham perusahaan yang dipegang oleh institusi lain. Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh
institusi
seperti LSM, Perusahaan swasta, perusahaan efek, dana pensiun, perusahaan asuransi, 6
bank dan perusahaan-perusahaan
investasi.
Kepemilikan institusional diukur dengan
menggunakan rasio antara jumlah lembar saham yang dimiliki oleh institusi terhadap jumlah lembar saham
perusahaan
yang
beredar
secara keseluruhan (Ujiyantho dan
Pramuka, 2007). Kepemilikan institusional pada umumnya memiliki proporsi kepemilikan dalam jumlah yang besar sehingga proses monitoring terhadap manajer menjadi lebih baik. Tingkat kepemilikan
institusional
yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih
besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Institutional shareholders memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Hal ini akan berpengaruh positif bagi perusahaan tersebut, baik dari segi peningkatan nilai
perusahaan
maupun
peningkatan
kinerja usaha. Kepemilikan
institusional memiliki peranan yang penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dengan manajer. Keberadaaan investor institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan kinerja manajemen dengan memonitoring setiap keputusan yang diambil oleh pihak mana jemen selaku pengelola perusahaan. Kepemilikan institusional ditunjukkan dengan tingginya persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusi. 2.3.4 Kepemilikan Asing
Berdasarkan
teori
keagenan,
perbedaan
kepentingan
antara
manajer
dan
pemegang saham mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency conflict. Konflik kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan yang berguna untuk
melindungi
kepentingan
pemegang
saham.
Kepemilikan asing merupakan porsi outstanding share yang dimiliki oleh investor
atau
pemodal asing ( foreign investors) yakni perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus luar
negeri terhadap jumlah
seluruh modal saham yang beredar (Farooque et al., 2007). Kepemilikan asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian- bagiannya yang berstatus luar negeri. Atau perorangan, badan hukum, pemerintah yang bukan berasal dari Indonesia. Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap peningkatan good corporate governance.
7
2.3.5 Kepemilikan Pemerintah
Kepemilikan pemerintah adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak pemerintah ( government ) dari seluruh modal saham yang dikelola . Berdasarkan
teori
keagenan,
perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency conflict. Konflik kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan yang berguna untuk melindungi kepentingan pemegang saham. Perusahaan pemerintah yang dikendalikan oleh para birokrat memiliki tujuan yang didasarkan pada kepentingan politis dan bukan untuk menyejahterakan masyarakat dan perusahaan itu sendiri. Dalam teori keagenan dijelaskan hubungan antara pemegang saham dengan pihak manajer, pemerintah sebagai pemegang saham pengendali seharusnya bisa mengawasi atau mengkontrol kinerja dari manajer, tetapi seringkali pemerintah justru mempunyai tujuan lain selain meningkatkan kinerja.
2.4 PEMISAHAN KEPEMILIKAN DAN KEPENGURUSAN 2.4.1 Keterbatasan Model Perusahaan Kewirausahaan
Para wirausahawan, secara umum memiliki tiga kepemilikan sekaligus yang meliputi : (1).Kepemilikan perusahaan itu sendiri yang menyangkut asset-aset yang digunakan dalam proses produksi, (2).Kepemilikan kompetensi yang meliputi kualitas SDM, model pengelolaan, dan struktur organisasi yang akan menentukan kualitas serta kuantitas proses produksi, (3).Kepemilikan atas hak remunerasi atas pengelolaan perusahaan yang umumnya secara sederhana dapat dipahami sebagai fungsi dan keutungan perusahaan. Model kewirausahaan baik untuk perusahaan dalam kategori kecil dan menengah. Namun, tidak cocok digunakan dalam perusahaan berskala besar. Karena, perusahaan jenis ini membutuhkan dana operasional yang besar yang sulit dipenuhi dengan modal sendiri, dan perusahaan dengan skala besar, tidak mungkin lagi dikelola secara pribadi. Dalam kondisi tertentu dibutuhkan tenaga-tenaga professional yang memiliki tingkat kompetensi memadai untuk mengelola perusahaan. Sehingga perusahaan berskala besar harus beralih ke perusahaan model manajerial.
8
2.4.2 Masalah Dalam Model Manajerial
Masalah dalam model manajerial timbul karena terpisahnya pengelolaan perusahaan dan kepemilikan dan menyebabkan tidak sinkronnya kepentingan pemilik dan pengelola perusahaan. Dalam kasus perusahaan memiliki pemegang saham yang majemuk masalah keagenan (agency problem) akan muncul bukan saja antara pemilik modal dan pengelola (keagenan I), melainkan juga antara pemegang saham minoritas dengan pemegang saham mayoritas (keagenan II) Ada beberapa mekanisme untuk menekan masalah keagenan tipe I, seperti : 1. Sistem penggajian (remuneration system): diyakini, sistem penggajian yang baik akan menekan sifat oportunis para pengelola perusahaan, sebagaimana dijelaskan dalam teori biaya transaksi (transaction cost theory). 2. Sistem pengawasan internal: untuk mengawasi jalannya perusahaan yang dilakukan oleh pihak lain, para pemilik modal menugaskan dewan pengawas yang membawahi para pengelola perusahaan di bawah CEO (chief executive officers). 3. Sistem pengawasan eksternal (pasar): pengawasan melalui sistem pasar bisa terjadi karena control yang dilakukan oleh para investor itu sendiri dengan cara jual beli kepemilikan (saham), dan control bisa terjadi lewat mekanisme akuisisi yang dilakukan atas alasan keterpaksaan karena kinerja perusahaan cenderung buruk dan sulit diselamatkan sehingga mengundang perusahaan lain untuk mengakuisisi. 4. Pasar eksekutif: mekanisme pengawasan dan control terhadap kinerja para eksekutif dalam menjalankan perusahaan terjadi akibat ketatnya persaingan pasar para eksekutif. 5. Konsentrasi kepemilikan: dalam berbagai studi ditunjukan bahwa konsentrasi kepemilikan diyakini akan meningkatkan control terhadap manajer.
9
BAB III PENUTUP
Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait yaitu dengan dibentuknya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kepemilikan yang tersebar (dispersed ownership) dan kepemilikan yang terkonsentrasi (concentrated ownership). Aspek dari struktur kepemilikan perusahaan adalah komposisinya, siapa pemegang sahamnya, dan lebih penting siapa yang mengendalikan atau pemegang saham signifikannya. Pemegang saham bisa kepemilikan keluarga atau grup keluarga, kepemilikan Manajerial, kepemilikan institusi, kepemilikan asing dan kepemilikan pemerintah. Penerapan struktur kepemilikan model kewirausahaan lebih cocok digunakan kepada perusahaan berskala kecil karena pengelolaannya masih sederhana. Sementara itu untuk perusahaan berskala besar membutuhkan dana yang lebih besar, pengelolaannya lebih kompleks sehingga lebih membutuhkan tenaga-tenaga profesional untuk mengelolanya. Karena itulah perusahaan-perusahaan besar lebih cocok menggunakan struktur kepemilikan manajerial.
10
REFRENSI
Aprianingsih, Asri (2016). Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance, Struktur Kepemilikan, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Yogyakarta: Tidak
Inonesia
Periode
2011-2014.
Skripsi
Universitas
Negeri
Diterbitkan.
Prasetyantoko, Dr. A. 2008. CORPORATE GOVERNANCE (Pendekatan Institusional). PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Sutojo, Siswanto. Aldridge, E John. Good Corporate Governance-Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat . Jakarta: PT Damar Mulia Pustaka.
Unja,
Mia.
2012.
Struktur
Kepemilikan
Perusahaan.
Artikel
Online.
https://www.academia.edu/7563033/Kepemilikan_Imediat?auto=download. (Diakses pada 08 Oktober 2017).
11