I. PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran, juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit. Di Indonesia, infeksi cacing termasuk penyakit rakyat yang umum dan sampai saat ini diperkirakan masih cukup banyak anak-anak di Indonesia yang menderita infeksi cacing. Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis, terutama di pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Semua umur dapat terinfeksi kecacingan dan prevalensi terdapat pada anak-anak. (Tjitra, 1991). Penyakit cacingan sangat berpengaruh pada kesehtan, gizi, kecerdasan, dan produktifitas penderitanya. Melihat berbagai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini, tentu saja cacingan dapat dikategorikan sebagai salah satu masalah kesehatan yang cukup mengkhawatirkan dan memerlukan penanganan yang serius, terutama karena sebagian besar penderitanya adalah anak-anak atau balita yang masih dalam masa pertumbuhan. Selain itu, keadaan lingkungan dan kebersihan perseorangan juga sangat mempengaruhi penyebaran penyakit ini. Berkaitan dengan hal itu juga, diperlukan suatu upaya bersama dan juga kesadaran untuk menanggulangi penyakit cacingan ini. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang ditulis penulis, maka dapat ditemukan permasalahan sebagai berikut : 1.2.1 Apa itu penyakit cacingan ? 1.2.2 Apa yang menyebabkan penyakit cacingan hingga terjadinya penularan ? 1.2.3 Bagimana gejala dan diagnosis penyakit cacingan ? 1.2.4 Bagaimana melakukan pencegahan dan pengobatan penyakit cacingan ?
1
1.3. Tujuan Penulisan Tujuannya untuk memenuhi tugas yang terkait dengan magang di Apotek Buana Medika yaitu dalam bentuk laporan swamedikasi. Dengan dibuatnya laporan ini penulis dapat mengetahui tentang definisi, penyebab, gejala dan diagnosis, serta pengobatan terhadap pasien penderita cacingan. 1.4. Manfaat Penulis dapat mengetahui apa itu penyakit cacingan, penyebab cacingan, gejala dan diagnosis, serta pengobatan yang dapat diberikan. Penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas sehingga dapat digunakan sebagai bekal dalam memberikan informasi kepada masyarakat dengan tepat.
2
II. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan, dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk nematode usus. Sebagian besar dari nematode ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacingan atau sering disebut kecacingan merupakan penyakit endemic yang diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan tetapi mengganggu kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunkan kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. Orang dikatakan menderita cacingan apabila di dalam tubuhnya (perutnya) terdapat cacing, bila keluar cacing dari mulut, hidung atau saat buang air besar, atau pada pemeriksaan laboratorium tinjanya terdapat telur cacing maka orang tersebut dikatakan cacingan. Beberapa jenis cacing yang menginfeksi tubuh manusia, diantaranya : a. Cacing kremi (Oxyuris vermicularis) Cacing betina menempatkan telurnya di sekitar anus pada malam hari, sehingga menyebabkan rasa gatal. b. Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) Golongan cacing bulat cukup berbahaya, karena dapat keluar dari usus, menjalar ke organ-organ lain bila tidak diobati dengan tepat. c. Cacing pita (Taenia saginata/Taenia solium/Taenia lata) Cacing pipih beruas-ruas, Taenia saginata terdapat dalam daging sapi, Taenia solium terdapat dalam daging babi, Taenia lata terdapat dalam daging ikan. d. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) Penularan cacing ini melalui larva yang masuk ke dalam kulit kaki yang terluka, cacing tambang hidup pada usus halus bagian atas. e. Filaria Ditularkan oleh larva microfilaria dari cacing Wucheria bancrofti dan Brugia malay melalui gigitan nyamuk culex sehingga mengakibatkan pembengkakan yang disebut elephantiasis. f. Cacing benang (Strongiloides stercularis) Ditularkan melalui kulit oleh larva yang berbentuk benang dan hidup dalam usus.
3
2.2. Penyebab Berbagai penyebab yang dapat menimbulkan cacingan seperti kebiasaan tidak mencuci tangan, tidak menggunakan alas kaki, tidak merawat dan menjaga kebersihan kuku, serta kebiasaan lainnya yang dapat menyebabkan cacingan. Bagi penderita cacingan hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan maupun kebersihan badan agar tidak menularkan penyakit cacingan. Penularan penyakit cacing umumnya terjadi melalui mulut, meskipun ada juga yang melalui luka di kulit. Larva dan telur cacing ada di mana-mana, terutama diatas tanah. Penularan dapat terjadi melalui 2 cara yaitu : a. Infeksi langsung Penularan langsung dapat terjadi bila telur cacing dari tepi anal masuk ke mulut tanpa pernah berkembang dulu di tanah (terjadi pada cacing kremi dan trikuriasis). Penularan langsung dapat juga terjadi setelah periode berkembangnya telur di tanah, kemudian tertelan melalui tangan atau makanan yang tercemar. b. Larva menembus kulit Penularan melalui kulit terjadi pada cacing tambang, dimana telur terlebih dahulu menetas di tanah baru kemudian larva menginfeksi melalui kulit. 2.3. Gejala dan Diagnosis Gejala penyakit cacing umumnya berupa gangguan lambung usus, seperti mulas, kejang-kejang, kehilangan nafsu makan, pucat dan anemia, sering sakit karena daya tahan tubuh rendah, pertumbuhannya terganggu, dan kurus atau berat badan rendah kerena kekurangan gizi. Biasanya anak masih dapat beraktivitas walau sudah mengalami penurunan kemampuan belajar dan produktifitas. Pemeriksaan tinja sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu dengan menemukan telur-telur cacing dan cacing dewasa di dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan bertanya infeksi. Menteri Kesehatan, 2006). 2.4. Pengobatan Tabel 2.4. Contoh spesialite obat antelmintika No.
Nama
Nama Paten
1.
Mebendazol
Vermox (Janssen Cilag)
2.
Piperazin
Piperacyl (Tempo Scan Pasific)
3.
Pirantel pamoat
Upixon (Bayer), Combantrin (Pfizer)
4.
Albendazole
Helben (Mecosin) 4
Salah satu obat yang dapat digunakan adalah combantrin. Berikut keterangan yang tercantum dalam Combantrin suspensi : a.
Kegunaan : Combantrin adalah obat cacingyang mengatasi cacing kremi (Oxyuris vermicularis), cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus), cacing trichostrongylus dan trichostrongylus orientalis. Pirantel pamoat dapat digunakan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh satu jenis cacing atau lebih pada orang dewasa dan anak-anak. Apabila salah seorang anggota keluarga menderita infeksi dari salah satu jenis cacing ini, maka besar kemungkinan anggota keluarga lainnya juga terinfeksi yang tidak teridentifikasi. Oleh karena itu dianjurkan agar seluruh anggota keluarga mengonsumsi pirantel pamoat.
a. Cara kerja obat : pirantel pamoat melumpuhkan cacing dengan cara mendepolarisasi senyawa penghambat neuromokuler dan mengeluarkannya dari dalam tubuh biasanya tanpa memerlukan pencahar. b. Peringatan dan perhatian : sebaiknya hindarkan dari penggunaan combantrin semasa hamil dan anak di bawah usia 2 tahun karena keamanan penggunaannya belum banyak diteliti/banyak diketahui. Penggunaan combantrin bagi penderita gangguan hati sebaiknya berhati-hati. Pemberian dengan piperazine dapat menyebabkan efek antagonis. c. Overdosis : belum pernah dilaporkan kasus overdosis. Jika terjadi overdosis dilakukan kuras lambung dan pengobatan suportif. d. Kontra indikasi : penderita hipersensitif e. Efek samping : anoreksia (nafsu makan hilang), mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, mengantuk, mereh-merah pada kulit, keringat dingin, berkeringat, pruritus, urtikaria. f. Aturan minum : perhatikan table aturan minum di bawah ini, untuk sekali pengobatan. Combantrin cukup diminum sekali sebelum atau sesudah makan. Tidak perlu berpantang makan. Tidak perlu obat pencahar. Takaran suspensi untuk satu kali pengobatan : umur dua sampai enam tahun diberikan satu sampai dua sendok takar (5 ml), umur enam samapi dua belas tahun diberikan dua hingga tiga sendok takar (5 ml), lebih dari 12 tahun diberikan tiga sampai empat sendok takar (5 ml). setiap sendok takar (5 ml) mengandung pirantel pamoat setara dengan pirantel base 125 mg.
5
Gambar 2.4. obat combantrin Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjangkitnya penyakit kecacingan meliputi : a. Menjaga kebersihan perorangan dimulai dari kebiasaan baik seperti mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar menggunakan sabun. b. Menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang tinja atau di sungai maupun di sembarang tempat, tidak menyiram jalan dengan air got. c. Setiap enam bulan sekali pada masa usia tumbuh, yaitu 0-15 tahun anak diberi obat cacing. Jangka waktu 6 bulan ini untuk memotong siklus kehidupan cacing. d. Terapkan pola hidup bersih untuk menghindari terkena penyakit e. Segera berobat ke dokter jika menemukan gejala penyakit cacingan agar pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti jenis cacing yang menginfeksi dan dapat diberi pengobatan yang lebih tepat.
6
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan Orang dikatakan menderita cacingan apabila di dalam tubuhnya (perutnya) terdapat cacing, bila keluar cacing saat buang air besar, atau pada pemeriksaan laboratorium tinjanya terdapat telur cacing maka orang tersebut dikatakan cacingan. Bagi penderita cacingan hendaknya selalu menjaga kebersihan badan maupun lingkungan agar tidak menularkan penyakit cacingan. Penularan penyakit cacingan umumnya terjadi melalui mulut, meskipun juga ada yang melalui luka di kulit. Gejala umum yang jika terinfeksi penyakit cacingan berupa gangguan lambung, pucat, anemia/kekurangan darah. Pengobatan yang dilakukan dapat memberikan pasien/penderita obat antelmintika seperti : upixon dan combantrin blitser. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga dan merawat kebersihan diri (tubuh) dan kebersihan lingkungan serta menerapkan pola hidup bersih.
7
DAFTAR PUSTAKA
Totok Turdiyanto, et al. 2013. Farmakologi untuk SMK Farmasi. Edisi Pertama. Jakarta : EGC. Hlm 80-83. Anonim. 2013. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 48 – 2013 s/d 2014. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan. Hlm 94-96. Luthfianti. 2008. Faktor-faktor Pendahuluan. FKMUI. (serial online). Apr [cited 2014 May.7]. Availble from : URL. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123091-S-5280Faktor-faktor-Pendahuluan.pdf Anonym. 2013. Mencegah Infeksi Kecacingan. PUBLIC HEALTH. KESMAS. (serial online). Jun-Feb [cited 2014 May.6]. Availble from : URL. http://www.indonesianpublichealth.com/2013/12/mencegah-infeksi-kecacingan.html Yopi. 2011. Gambaran permasalahan penyakit Cacingan di Indonesia. Universitas Airlangga. (serial online). Jan-Mar., [cited 2014 May.7]. Availble from : URL. http://yopi-r-m-fkm09.web.unair.ac.id/artikel_detail-36093-Kesehatan%20Gambaran%20permasalahan%20penyakit%20Cacingan%20di%20Indonesia%20.ht ml
8