HIBAH PENGEMBANGAN COURSE CONTENT PROGRAM HIBAH KOMPETISI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
PERANCANGAN IRIGASI DAN DRAINASE INTERAKTIF BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
Dedi Kusnadi Kalsim Budi Indra Setiawan Asep Sapei Prastowo Erizal
BAGIAN
: TEKNIK TANAH DAN AIR
DEPARTEMEN
: TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS
: TEKNOLOGI PERTANIAN
2
TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE
BAGIAN TEKNIK TANAH & AIR DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kampus IPB Darmaga PO BOX 220 Bogor, Tilp: (0251) 627.225, Fax: (0251) 627.739. E-mail:
[email protected] MEI 2006
Teknik Irigasi dan Drainase
3
1. Tinjauan Mata Drainase
Kuliah/Praktikum
Teknik
Irigasi
dan
Deskripsi Singkat Pengertian, tujuan dan ruang lingkup irigasi dan drainase. Keperluan air untuk tanaman, kebutuhan air irigasi tanaman, hujan efektif, konsep efisiensi irigasi. Kualitas air untuk irigasi. Sistem dan perencanaan berbagai jenis metoda irigasi: irigasi permukaan, bawah permukaan, curah dan tetes. Pompa air untuk irigasi: sistem dan perencanaan, analisis biaya pompa. Pengelolaan operasonal dan pemeliharaan jaringan irigasi. Prinsip drainase dalam pengembangan lahan. Drainase permukaan dan bawah permukaan. Kegunaan mata kuliah/ praktikum Kuliah dan praktikum MK Teknik Irigasi dan Drainase memberikan dasar perencanaan irigasi dan drainase untuk pengembangan lahan pertanian. Beberapa contoh perancangan dengan data aktual berdasarkan pengalaman profesional dosen pengajarnya diberikan untuk memberikan pengalaman rancangan sehingga mahasiswa dapat menerapkannya sesudah lulus dan bekerja di bidang pengembangan lahan dan air. Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti kuliah dan praktikum MK ini, mahasiswa mampu: (a) menerangkan sistem irigasi dan drainase serta permasalahannya di Indonesia, (b) menghitung keperluan air irigasi untuk suatu pola tanam tertentu dan merancang sistem irigasinya, (c) menerangkan kelemahan/keunggulan pada irigasi permukaan, curah dan tetes, (d) menggunakan dan mengaplikasikan software CROPWAT untuk perencanaan sistem irigasi usahatani agribisnis, (e) merancang sistem irigasi pompa untuk usahatani agribisnis, (f) menjelaskan permasalahan dalam aplikasi drainase permukaan dan bawah permukaan.
Teknik Irigasi dan Drainase
Garis Besar Perkuliahan : GBPP MK Teknik Irigasi dan Drainase (TEP 322) No 1
2
3
4
Tujuan Instruksional Khusus
Pokok Bahasan Kuliah
Memahami: (a) silabus MK dan cara penilaian; (b) pengertian, ruang lingkup dan tujuan irigasi dan drainase; sistem irigasi/drainase, data statistik dan permasalahan irigasi/drainase di Indonesia; (c) peranan irigasi terhadap ketahanan pangan
Pendahuluan
Mahasiswa mampu: (a) memilih metoda untuk menghitung kebutuhan air irigasi untuk berbagai jenis tanaman pada suatu kondisi iklim tertentu di suatu daerah; (b) membedakan kebutuhan air untuk tanaman padi dan non-padi
Kebutuhan air irigasi untuk tanaman nonpadi dan padi
Memahami tentang: (a) neraca lengas tanah di lahan beririgas; (b) perhitungan lama dan selang irigasi; (c) pendugaan pengurangan produksi akibat stress kekurangan air; (d) kemampuan dan kelemahan software CROPWAT
Prediksi pengurangan produksi akibat stress kekurangan air
Memahami tentang: (a) konsep efisiensi irigasi; (b) cara perhitungan dan beberapa data efisiensi irigasi , (b) pengukuran debit, (c) usaha peningkatan efisiensi irigasi
Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Sub-Pokok Bahasan 1. Penjelasan : (a) deskripsi MK, (b) tujuan, (c) materi kuliah/praktikum, (c) cara penilaian 2. Pengertian, ruang lingkup dan tujuan irigasi /drainase, irigasi permukaan, irigasi curah, irigasi tetes, irigasi bawah permukaan (underground irrigation, subirrigation) 3. Sistem irigasi/drainase, data statistik dan permasalahan irigasi/drainase di Indonesia, peran irigasi dalam ketahanan pangan 1. Berbagai metoda Perhitungan Evapotranspirasi tanaman Acuan (ETo) 2. Penentuan koefisien tanaman 3. Pendugaan hujan efektif 4. Pendugaan kebutuhan air tanaman (ETc) dan keperluan air irigasi 5. Khusus perhitungan kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi 1. Pengenalan kemampuan dan kelemahan software CROPWAT, pengembangan software 2. Neraca lengas tanah di derah perakaran tanaman di lahan beririgasi 3. Lama dan selang irigasi 4. Pendugaan pengurangan hasil akibat kekurangan air 1. Konsep efisiensi irigasi dan cara perhitungannya 2. Beberapa metoda pengukuran debit: (a) langsung; (b) kecepatan dan luas penampang; (c) bangunan ukur: thompson, cipolletti, cut throat, parshal flume, pintu romijn
Estimasi Waktu (menit) 20
Daftar Pustaka
Dosen
3,12
DK
2,4,6,11
DK
4,5,19
DK
2,3,12,15
DK
40
40
30 10 20 20 20 30 20 20 30 30 70
2
5
6
7
8
9
10, 11
Memahami tentang: (a) Beberapa sistem pemberian air irigasi dalam irigasi permukaan; (b) Beberapa parameter design
Irigasi Permukaan
Memahami nama bangunan, gambar dan fungsinya di jaringan irigasi dan drainase. Memahami kriteria penilaian kualitas air untuk irigasi dan kepekaan tanaman terhadap beberapa parameter kualitas air
Sistem Jaringan Irigasi/Drainase
Memahami, membuat konstruksi dan pemeliharaan sumur. Memahami perhitungan dan penerapan dalam irigasi pompa. Memahami perhitungan biaya air pompa dan perencanaan untuk agribisnis tanaman hortikultura beririgasi
Pemanfaatan airtanah Irigasi pompa
Kualitas air irigasi
Memahami perhitungan modulus drainase, puncak limpasan dan dimensi saluran terbuka
Drainase permukaan
Memahami perhitungan spasing, diameter pipa dan slope pada drainase bawah-permukaan Mampu menerangkan tentang pengertian dan komponen irigasi curah, serta uniformity dan efisiensi irigasi curah. Merancang irigasi curah
Drainase bawah permukaan
Teknik Irigasi dan Drainase
Teknologi Irigasi Curah
1. Beberapa metoda pemberian air irigasi permukaan: (a) furrow, (b) border, (c) flooding. 2. Hubungan antara tekstur tanah, luas dan debit 3. Cara pemberian air irigasi dan kesesuaiannya untuk padi dan non-padi: (a) kontinyu, (b) berkala (intermittent) 1. Bendung dan bendungan 2. Head work: (a) bangunan sadap, (b) spill way, (c) sediment trap, (d) pintu penguras, (e) kolam olakan (stilling basin) 3. Jaringan utama (primer), sekunder, tersier, kwarter 4. Bangunan bagi, bangunan ukur 5. Penilaian kualitas air untuk irigasi 1. Metoda konstruksi sumur 2. Jenis pompa untuk irigasi dan drainase. Pompa Hidram: prinsip kerja, kurva karakteristik, efisiensi 3. Total head, statik head, gesekan, major losses, minor losses. Hubungan total head, debit, daya dan efisiensi 4. Perhitungan eknonomi pompa: biaya tetap, biaya taktetap, biaya total 5. Pemilihan diameter pipa optimum. Perencanaan dan instalasi pompa untuk irigasi 1. Perhitungan modulus drainase untuk padi sawah dan non-padi, kurva DDF 2. Perhitungan puncak limpasan 3. Perhitungan dimensi saluran 4. Kriteria kecepatan minimum dan maksimum 1. Rumus spasing untuk aliran steady dan non-steady 2. Sistem jaringan drainase bawah-permukaan 3. Latihan perhitungan spasing, diameter dan slope 1. Teknologi irigasi curah, kelebihan dan kelemahannya 2. Uniformity dan Efisiensi irigasi curah 3. Komponen irigasi curah: (a) Stasiun Pompa, (b) Jaringan perpipaan, (c) Spesifikasi sprinkler
30
3,15,17
DK
3,10
DK
9,16
DK
8,10
DK
7,13
DK
14
PR
30 40
20 30
20 20 10 20 20 20 10 10 20 20 40 20 30 30 40 20 30 50
3
12, 13
Mampu menerangkan tentang pengertian dan komponen irigasi tetes, uniformity dan efisiensi irigasi tetes. Merancang irigasi tetes
Teknologi Irigasi Tetes
4. 1. 2. 3.
Rancangan irigasi curah Teknologi tetes, kelebihan dan kelemahannya Uniformity dan Efisiensi irigasi tetes Komponen irigasi tetes: (a) Stasiun Pompa, (b) Jaringan perpipaan, (c) Spesifikasi emitter 4. Rancangan irigasi tetes
100 20 30 50
14
PR
100
Garis Besar Praktikum: GBPP MK Teknik Irigasi dan Drainase (TEP 322) No
Tujuan Praktikum
Pokok Bahasan Praktikum
1.
Mahasiswa mendiskusikan dan menentukan topik permasalahan nasional yang berkaitan dengan keirigasian dan drainase
Masalah nasional keirigasian
2.
Mahasiswa mampu memilih metoda untuk menghitung kebutuhan air tanaman acuan pada suatu kondisi data iklim tertentu di suatu daerah Mahasiswa mampu : menghitung keperluan air irigasi untuk suatu pola tanam tertentu Mahasiswa memahami hubungan antara selang irigasi, lama irigasi, jumlah air irigasi terhadap prediksi hasil dan efisiensi irigasi
Kebutuhan air irigasi
3
Teknik Irigasi dan Drainase
Penjadwalan irigasi
Sub-Pokok Bahasan 1. PKPI (Perubahan Kebijakan Pengelolaan Irigasi) 2. Agraria 3. Corporate Farming 4. Irigasi Mandiri 5. PP 77 tahun 2001 6. Crops and Drops, FAO, 2000 (ada 11 topik bahasan yakni (a) World water resources, (b) Agriculture’s use of water, (c) Production and food security, (d) Overuse and misuse, (e) Floods and droughts, (f) The future, (g) People and water, (h) Improving rainfed production, (i) Improving policies, (j) Towards a better future) 1. Diberikan data iklim, latitude, altitude 2. Menghitung ETo dengan CROPWAT dan IWAN 3. Membandingkan hasilnya dan menganalisisnya 4. Tentukan pola tanam tertentu dalam setahun 5. Tentukan metoda hujan efektif yang digunakan 6. Hitung keperluan air irigasi 1. Tentukan tekstur tanah tertentu 2. Tentukan cara penjadwalan tertentu 3. Analisis prediksi hasil 4. Berapa efisiensi irigasi
Estimasi Waktu (menit) 150
Tempat Praktikum
Dosen
Ruang kuliah
DK, AN
150
Ruang Komputer
DK, AN
150
Ruang Komputer
DK, AN
4
4
Mahasiswa faham tentang: (a) Beberapa sistem pemberian air dalam irigasi permukaan; (b) Beberapa parameter design
Pengelolaan irigasi di petak tersier berdasarkan studi kasus
5
Mengetahui nama bangunan, gambar dan fungsinya di jaringan irigasi dan drainase
Sistem Jaringan Irigasi/Drainase Utama
6
Mengetahui bangunan di jaringan tersier
Jaringan irigasi/drainase tersier
7
Mengetahui jenis-jenis pompa dan cara perhitungan head loss Mampu mengerjakan uji pompa
Irigasi pompa Irigasi pompa
9
Mampu menghitung modulus drainase Mampu menghitung spasing, diameter pipa dan slope pada drainase bawah-permukaan
Drainase permukaan Drainase bawah permukaan
10,11
Mampu menerangkan komponen irigasi dan model konstruksi irigasi curah, serta pengukuran uniformity dan perhitungan efisiensi irigasi curah Mampu menerangkan komponen irigasi dan model konstruksi irigasi tetes, serta pengukuran uniformity dan perhitungan efisiensi irigasi tetes
Teknologi Irigasi Curah
8
12,13
Teknik Irigasi dan Drainase
Teknologi Irigasi Tetes
5. Bagaimana kalau tanpa irigasi atau tadah hujan ? 1. Ditentukan satu petak tersier di DI tertentu: iklim, luas dan tekstur tanah 2. Ketersediaan debit air pada MT2 dan MT3 di pintu sadap tersier 3. Tentukan jenis tanaman yang akan diusahakan Rancang (a) jumlah blok rotasi irigasi, (b) selang irigasi, (c) lama irigasi, (d) debit air irigasi 1. Pengamatan lapangan jaringan utama irigasi 2. Menggambar bangunan bendung, pelimpah, sadap, kantong lumpur, bangunan bagi, bangunan ukur 1. Menggambar bangunan sadap tersier, saluran tersier, box bagi 2. Pengukuran debit di saluran secara langsung dengan pelampung dan current meter, bangunan ukur 3. Permasalahan di petak tersier 1. Pengenalan jenis-jenis pompa 2. Perhitungan head loss pada pipa, klep dll Penentuan kurva karakteristik pompa 1. Analisis DDF dari data hujan harian menggunakan RAINBOW 2. Menghitung modulus drainasi untuk padi sawah dan non-padi 3. Latihan perhitungan spasing, diameter dan slope 1. Pengenalan komponen irigasi curah: (a) Stasiun pompa, (b) Jaringan perpipaan , (c) Spesifikasi sprinkler 2. Perhitungan uniformity dan efisiensi irigasi curah 1. Pengenalan komponen irigasi tetes: (a) Stasiun pompa, (b) Jaringan perpipaan , (c) Spesifikasi emitter 2. Perhitungan uniformity dan efisiensi irigasi curah
150
Ruang Komputer
DK, AN
150
Bendung Empang
DK, AN
150
Jaringan irigasi Semplak
DK, AN
150
Leuwi Kopo
150
Leuwi Kopo
3 x 50
Lab Komputer
DK, AN DK, AN DK, AN
150
Leuwi Kopo
PR, AN
150 150
Leuwi Kopo
PR, AN
150
Susunan Bahan Ajar Bahan Kuliah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pokok Bahasan Kuliah Pendahuluan Kebutuhan air irigasi untuk tanaman non-padi dan padi Prediksi pengurangan produksi akibat stress kekurangan air Efisiensi irigasi dan pengukuran debit Irigasi Permukaan Sistem Jaringan Irigasi/Drainase Kualitas air irigasi Pemanfaatan airtanah dan Irigasi pompa Drainase permukaan Drainase bawah permukaan Teknologi Irigasi Curah Teknologi Irigasi Tetes
Bahan Praktikum No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pokok Bahasan Praktikum Masalah nasional keirigasian Kebutuhan air irigasi Penjadwalan irigasi Pengelolaan irigasi di petak tersier berdasarkan studi kasus Sistem Jaringan Irigasi/Drainase Utama Jaringan irigasi/drainase tersier Irigasi pompa Drainase permukaan dan Drainase bawah permukaan Teknologi Irigasi Curah Teknologi Irigasi Tetes
Petunjuk Bagi Mahasiswa Untuk Menggunakan Bahan Ajar Setelah mempelajari bahan ajar pada setiap topik bahasan, anda harus berusaha untuk mengerjakan latihan soal yang tersedia dalam topik itu. Untuk melihat seberapa jauh pengerjaan soal latihan, anda dapat menceknya dengan kunci jawaban yang tersedia. Klarifikasi hasil hitungan dapat ditanyakan ke dosen yang bersangkutan lewat e-mail. Bahan ajar dicuplik dari beberapa diktat kuliah yang sudah tersedia. Untuk lebih mendalami materi kuliah diharapkan anda membaca buku acuan yang tersedia di perpustakaan IPB atau di perpustakaan pribadi masing-masing dosen. Bagi mereka yang ingin tahu lebih banyak tersedia beberapa teks file dalam pdf yang diambil dari internet. File tersebut disusun untuk setiap Topik dan disimpan dalam Folder File Tambahan sesuai dengan topik Kuliah. Di dalam Folder File Tambahan
2 juga tersedia Software CROPWAT-WIN dan RAINBOW-WIN yang digunakan dalam analisis. Dalam File Tambahan juga terdapat judul beberapa film dalam bentuk CD tersedia di koordinator MK ini. Judul film tersebut: (a) Cultivating the Northern Dream (18 menit), (b) Agricultural Kingdom in Hokkaido, Japan (43 menit); (b) Berilah Aku Air (45 menit). Bagi mereka yang ingin menambah wawasan dapat menghubungi dosen koordinator untuk meminjam copy dari film-film tersebut.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
1
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah
Pendahuluan Tujuan instruksional khusus, mahasiswa memahami: (a) Pengertian, ruang lingkup dan tujuan irigasi dan drainase (b) Bagaimana kondisi sistem irigasi dan drainase yang ada di Indonesia (c) Data statistik dan permasalahan irigasi/drainase di Indonesia (d) Bagaimana peranan irigasi terhadap ketahanan pangan (e) Bagaimana permasalahan air secara nasional dan internasional Bahan Ajar Bahan Ajar terdiri dari: (1) Paper dari beberapa referensi mengenai keirigasian di Indonesia (2) Beberapa paper pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan di UNILA, Bandarlampung 15-17 November 2007 terdiri dari: (a) Ditjen Tanaman Pangan, (b) Ditjen Peternakan, (c) Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, (d) Bulog, (e) Pidato Menteri Pertanian. (3) Irrigation History of Indonesia (dalam bentuk file pdf) (4) Paper dari FAO, 2000. Crops and Drops terdiri dari 11 topik bahasan yakni (a) World water resources, (b) Agriculture’s use of water, (c) Production and food security, (d) Overuse and misuse, (e) Floods and droughts, (f) The future, (g) People and water, (h) Improving rainfed production, (i) Improving policies, (j) Towards a better future). (5) Film dokumenter dalam bentuk VCD dari Jepang berjudul The Agricultural Kingdom in Hokkaido, Japan. Bahan ajar no 2, 3, 4, 5 dan lainnya ada di File Tambahan Topik 1
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
2
1. Tinjauan Historis Pembangunan Irigasi di Indonesia Mewujudkan kembali Irigasi Masyarakat, Effendi Pasandaran dan Suparmono. Rabu 12 Desember 2001, Kanpus Departemen Pertanian. Ditjen. Bina Sarana Pertanian Deptan dengan Masyarakat Peduli Air. Pembangunan irigasi di Hindia Belanda dimulai dengan adanya kelaparan karena gagal panen tahun 1848/49 sekitar 200.000 orang meninggal dunia di Demak (Van der Giessen, 1946), sehingga pada tahun 1859 dibangun bendung Glapan di S. Tuntang mengairi 12.000 ha. Awal abad ke 20 lahir “politik etis” yang intinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi diprogramkan 3 hal yakni: (1) IRIGASI, (2) EDUKASI dan (3) TRANSMIGRASI. Tahun 1885 dibentuk Departemen BOW (Burgerlijke Openbare Werker) cikal bakal Departemen Pekerjaan Umum Tahun 1905 dibentuk Departement van Landbouw, cikal bakal Departemen Pertanian. Selain irigasi yang dibangun pemerintah pada tahun 1914, sudah ada sawah beririgasi yang dibangun masyarakat seluas 2/3 dari total sawah beririgasi. Periode tahun 1880 – 1910 1910 – 1930 1930 – 1940 1945 S/d 1960 Pelita I 1969-1974
Areal irigasi yang selesai Laju pembangunan dibangun (ha) (ha/tahun) 225.000 7.500 375.000 18.750 470.000 47.000 Kemerdekaan RI Irigasi terlantar Rehabilitasi irigasi, perluasan irigasi skala besar dan kecil
Tabel. Lahan Irigasi di Jawa (ha) dari tahun 1914 – 1925 Jenis Irigasi 1914 1918 1925 Irigasi permanen 578.524 548.000 1.040.000 Irigasi dalam fase 187.237 300.000 183.000 konstruksi Irigasi dalam fase persiapan 470.641 471.000 505.000 Sawah beririgasi 1.518.099 1.400.000 2.840.000 Irigasi masyarakat 939.575 852.000 1.800.000 Sumber: Handbook of the Netherlands East Indies, 1916, 1920, 1930.
Apakah benar pembangunan irigasi besar-besaran di Jaman Belanda telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti tujuan semula politik etis? Ada dua pendapat: (a) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena adanya peningkatan produksi padi/palawija, perbaikan fasilitas transport, air minum, air mandi dan untuk ternak (b) Tidak ada peningkatan hasil padi, yang jelas penduduk meningkat tajam, tahun 1880 penduduk Jawa 19,5 juta dan pada tahun 1930 menjadi 41,7 juta jiwa (0,44 juta/tahun atau 2,28%).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
3
Prinsip-prinsip Pengelolaan Irigasi ada dua prinsip utama (Hasselman, 1904): (a)
Pekalen Regeling: sistem pengelolaan yang didasarkan pada pola tanam (cultuur plan) yang ditetapkan sebelumnya. Pengelolaan air irigasi diperlukan untuk mendukung terlaksananya pola tanam yang dikehendaki, suatu prinsip klasik tentang azas KEGUNAAN
(b)
Pategoean Regeling: mengadopsi prinsip pengelolaan air pada daerah irigasi yang dibangun masyarakat sendiri yaitu alokasi air berdasarkan KESAMAAN KESEMPATAN, sedangkan pola tanam diserahkan sendiri pada masyarakat.
Untuk kepentingan kolonial maka dipilih yang pertama dengan turunannya sistem Golongan, sistem Pasten dll. Sejak Pelita I: (a)
Komitmen rehabilitasi dan perluasan irigas dipacu oleh kepentingan mencapai swasembada beras, dengan bantuan kredit lunak dari IDA (International Development Agency)
(b)
Pada kurun waktu 1969-1984: Areal Irigasi seluas 3,4 juta hektar dalam kondisi rusak menjadi 5,0 juta hektar kondisi baik. Intensitas Pertanaman padi meningkat dari 100% menjadi 145%. Produktivitas naik lebih dari 2 kali lipat (2 ton GKG/ha – 4,3 ton GKG/ha). Swasembada beras dicapai tahun 1984 – 1993, sejak tahun 1994 mulai lagi impor beras sekitar 2 –2,5 juta ton/tahun Perkembangan Ekspor-Impor Beras 3500 3000
Ribu ton beras
2500 2000 1500 1000 500 0 -5001984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
-1000
Tahun Impor ( ribu ton)
Teknik Irigasi dan Drainase
Ekspor (ribu ton)
Import-Eksport
2000
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
(c)
4
World Bank (1983): beberapa kontribusi terhadap kenaikan produksi beras adalah (a) Air Irigasi 16%, (b) Verietas unggul 5%, (c) Teknologi pemupukan, pestisida dll 4%, (d) Interaksi 75%. Bagaimana menghitungnya?
Beberapa penyebab kenapa swa-sembada beras tidak dapat dipertahankan (1984-1993): (a) Kenaikan jumlah penduduk sekitar 2% per tahun (b) Naiknya konsumsi beras sekitar 0,6% per tahun dari 110 kg/kapita/tahun (1967) menjadi 130 kg/kapita/tahun (1997) (c) Kebijakan nilai tukar rupiah yang overvalued terhadap dollar, sehingga harga impor komoditas pertanian menjadi lebih murah daripada produksi dalam negeri (d) Nilai Tukar Petani menurun Tahun 1973 1997
Harga Traktor (Rp/unit) 1.750.000 19.000.000
Harga Beras (Rp/ton) 100.000 420.000
Equivalent harga traktor terhadap beras (ton) 17,5 45,2
(e) Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non-pertanian sekitar 5.000 –20.000 ha/tahun, terutama di Jawa. (f) Perkembangan pembentukan P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) yang cenderung “top down” dengan adopsi standard rancangan bangunan irigasi dan kelembagaan P3A versi birokrasi irigasi (g) Sebagian besar sistem irigasi yang dibangun masyarakat ikut terkooptasi menjadi sistem irigasi berwawasan pemerintah, akibatnya melemahkan dinamika internal dan meningkatkan ketergantungan (memperlemah pemberdayaan) pada pemerintah. (h) Disadari sejak tahun 1990, biaya OP (Operasi dan Pemeliharaan) tidak memadai lagi, sehingga terjadi penurunan peformansi jaringan irigasi. Untuk itu dilakukan Penyerahan Irigasi Kecil (PIK) di bawah 500 ha kepada P3A. Perhitungan PCI JICA tahun 2000 AKNOP1: US$ 15-20/ha/tahun, APBN dan APBD (1999/2000): Rp 71.000/ha/tahun. Inpres no 3/1999: PKPI (Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi): 1. 2. 3. 4. 5.
1
Pengaturan kembali tugas dan tanggung jawab Lembaga Pengelola Irigasi Pemberdayaan P3A Penyerahan pengelolaan irigasi pada P3A Pembiayaan pengelolaan irigasi Keberlanjutan sistem pertanian beririgasi
AKNOP: Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
5
2. Irigasi di Indonesia Irigasi adalah suatu usaha manusia untuk menambah kekurangan air dari pasokan hujan untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Drainase adalah suatu usaha manusia untuk membuang kelebihan air yang merugikan tanaman. Peranan irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya bersandar pada produktifitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidak-pastian hujan dan kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman, serta hasil dan kualitas tanaman yang lebih baik. Metoda penggunaan air irigasi untuk tanaman dapat digolongkan ke dalam: (a) irigasi permukaan (surface irrigation), (b) irigasi bawah-permukaan tanah (sub-surface irrigation), (c) irigasi curah (sprinkler), dan (d) irigasi tetes (drip atau trickle irrigation). Irigasi curah dan tetes disebut juga irigasi bertekanan (pressurized irrigation). Pemilihan metoda irigasi tersebut tergantung pada: (a) air yang tersedia, (b) iklim, (c) tanah, (d) topografi, (e) kebiasaan, dan (f) jenis dan nilai ekonomi tanaman. Pada irigasi permukaan berdasarkan perbedaan status kelembaban tanah dan keperluan air tanaman dibedakan menjadi dua hal yakni: (a) irigasi padi sawah dan (b) irigasi untuk tanaman bukan-padi sawah (upland crops). Di Indonesia sebagian besar irigasi termasuk pada irigasi permukaan. Irigasi bertekanan sprinkler dan tetes banyak digunakan di perusahaan agro-industri. Irigasi curah pada perkebunana tebu, kopi, nenas, bawang, dan jagung. Irigasi tetes pada pertanian rumah kaca untuk melon, cabai, bunga krisyan, dan sayuran. Akhir-akhir ini berkembang di masyarakat suatu teknologi budidaya sawah yang hemat air, hemat biaya, dan berproduksi tinggi yakni suatu teknologi yang disebut dengan SRI (system of rice intensification). SRI dikembangkan sejak tahun 1980 oleh Fr. Henri de Laulanie, S.J, seorang pendeta Perancis yang bertugas di Madagaskar sejak tahun 1961. Sebelum tahun 1999 SRI hanya dikenal dan dipraktekkan di Madagaskar saja. Sekarang ini dicobakan di hampir 50 negara dengan hasil produksi SRI sekitar 7 ~ 10 ton Gabah Kering Panen (GKP)/ha. Bagaimana peranan Irigasi terhadap ketahanan pangan? Beras adalah makanan pokok rakyat Indonesia yang sampai sekarang masih belum mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Dengan usaha keras revolusi hijau swasembada beras pernah terjadi pada tahun 1984-1993. Mulai tahun 1994 Indonesia kembali menjadi negara importir beras. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya dana untuk operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, sehingga kinerja jaringan irigasi menurun.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
6
Bagaimana potensi produksi dan kebutuhan konsumsi beras? Data areal padi beririgasi, IP 2dan produksi beras tahun 2002 tercantum pada Tabel 1. Data produksi dan impor beras tercantum pada Tabel 2. Kebutuhan konsumsi beras pada tahun 2001 sekitar 28,538 juta ton beras 3, sedangkan produksi nasional sekitar 25,270 juta ton beras, sehingga masih diperlukan impor sekitar 3,268 juta ton beras. Tabel 1. Areal padi beririgasi dan produksi beras di Indonesia tahun 2002 4 Pulau
Sawah irigasi (Ha)
Sumatera Jawa Bali+NTB+NTT Kalimantan Sulawesi Maluku+ Papua
2.087.939 3.336.302 413.377 885.397 937.084 td
INDONESIA
7.660.099
Luas tanam (Ha) 2.674.589 5.260.857 527.965 699.619 1.201.876 22.629
CI 1,28 1,58 1,28 0,79 1,28
Ton GKG/ Ha 3,92 5,31 4,46 3,08 4,2 3,02
Ton GKG/tahun
Ton Beras/tahun
10.487.732 27.921.999 2.356.484 2.157.158 5.053.888 68.339
5.243.866 13.960.999 1.178.242 1.078.579 2.526.944 34.169
48.045.601
24.022.800
Tabel 2. Rerata produksi, impor, dan ketergantungan beras Keterangan Produksi beras (ton) Impor beras (ton) Rasio ketergantungan (%) Konsumsi (ton)
1995-1997 25.037.117 1.503.000 6,0 26.540.117
1998-2001 25.269.727 3.268.000 12,9 28.537.727
CI adalah cropping intensity atau intensitas pertanaman (IP) yakni luas areal tanam dalam setahun dibagi dengan luas areal irigasinya. Di daerah irigasi seharusnya IP lebih besar dari 1 karena mampu bertanam baik pada MH maupun pada MK. Nilai IP yang relatif kecil diduga disebabkan oleh belum efisien nya pengelolaan air irigasi di Indonesia. Cara budidaya padi model konvensional memerlukan jumlah air yang besar (1.000-2.000 mm/musim atau 10.000 ~ 20.000 m3 air per hektar). Perbaikan pengelolaan air dan sistim budidaya padi hemat air, memungkinkan untuk meningkatkan IP dan produktivitas. Jika kita mampu meningkatkan IP 10% dan tingkat produktivitas meningkat 20%, maka hasil produksi beras nasional dari areal beririgasi sudah mencukupi kebutuhan pangan nasional seperti pada Tabel 3. Produksi beras yang akan dicapai dari daerah beririgasi saja sekitar 30,921 juta ton, sudah mencukupi kebutuhan nasional bahkan surplus sekitar 2,383 juta ton beras. Selain penggunaan air masih boros dan pengelolaan air yang kurang efisien, juga ketersediaan air semakin berkurang akibat dari perubahan iklim global maupun kerusakan DAS di daerah hulu. Pengelolaan air yang kurang efisien disebabkan oleh 2
IP (Indeks Pertanaman) = Luas tanam setahun/luas oncoran Angka konsumsi beras nasional jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk 200 juta jiwa, dan menggunakan data konsumsi per kapita per tahun 145,31 kg (Susenas, 2005) atau 139,15 kg (Menko Perekonomian), maka angka konsumsi beras nasional per tahun berkisar antara 27,830 ~ 29,062 juta ton. 4 Sumber: Statistical Yearbook of Indonesia, 2003 3
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
7
kurangnya dana pemerintah untuk pemeliharaan dan operasional sehingga infratruktur irigasi/drainase terdegradasi dan setiap tahun kemampuan irigasi semakin berkurang. Tabel 3. Prediksi hasil beras di daerah beririgasi dengan kenaikan IP 10%, dan kenaikan produksi 20% Pulau Sumatera Jawa Bali+NTB+NT T Kalimantan Sulawesi Maluku+ Papua INDONESIA
Sawah irigasi (Ha) 2.087.939 3.336.302 413.377 885.397 937.084
CI 1 ,38 1 ,68 1 ,38 0 ,89 1 ,38
td 7.660.099
Luas tanam (ha) 2.881.356
ton gkg/ha
ton gkg/tahun
ton beras/tahun
13.553.898
6.776.949
35.714.979
17.857.490
3.053.103
1.526.552
2.912.460
1.456.230
6.517.607
3.258.803
90.208 61.842.256
45.104 30.921.128
4,704 5.604.987 6,372 570.460
5,352
788.003 1.293.176 24.892 11.162.875
3,696 5,04 3,624
Indonesia Tak (Lagi) Kaya Sumber Lahan Pertanian5. Kenapa Indonesia masih mengimpor pangan? (kedelai, jagung, beras, gula dll). Umumnya kita masih beranggapan bahwa Indonesia luas lahannya dan subur. Tetapi kenyataannya Indonesia hanya memiliki lahan pertanian basah 7,8 juta ha dan lahan kering 6,43 juta ha (Tabel 4). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya, maka rerata luas lahan pertanian per jumlah penduduk hanya 354 m2 untuk lahan basah, dan 646 m2 jika dimasukan juga lahan pertanian kering (Tabel 5). Angka ini terkecil dibandingkan dengan negara lainnya. Negara-negara pertanian di dunia umumnya memiliki ketersediaan lahan pertanian per kapita di atas 1.000 m2. Maka jelaslah kenapa Indonesia selalu kekurangan pangan. Kebijakan perluasan lahan pertanian merupakan suatu keharusan kalau ingin swasembada pangan. Hanya dengan menambah luas lahan pertanian baru itulah kekurangan produksi pangan nasional dapat diatasi secara berkelanjutan. Upaya yang lain adalah penyelesaian sementara atau program tambal sulam. Tabel 4. Komposisi Lahan Pertanian Basah Indonesia Luas lahan (ha) Tipe Lahan Irigasi teknis Irigasi semi teknis Irigasi pedesaan Sawah tadah hujan Rawa lebak Pasang surut Jumlah
Sumatera
Jawa
321.234 257.771 455.235 550.440 288.661 230.621 2.103.962
1.516.252 402.987 615.389 777.029 776 4.144 3.316.577
5
Bali, NTT, NTB
Kalimantan
Sulawesi
84.632 173.364 92.070 68.380 29 72 418.547
24.938 33.297 189.326 339.705 323.556 97.603 1.008.425
262.144 121.402 234.933 279.295 2.179 884 900.837
P apua ?
0
Total 2.209.200 988.821 1.586.953 2.014.849 615.201 333.324 7.748.348
Sumber: Kompas 21/9/2005. Sumarno (Mantan Dirjen Hortikultura, Deptan). Indonesia Tak (Lagi) Kaya Sumber Lahan Pertanian.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
Sumber: Statistik Pertanian, Departemen Pertanian 2004
Teknik Irigasi dan Drainase
8
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
9
Tabel 5. Perbandingan Luas Lahan Pertanian dengan Jumlah Penduduk dan Luas Lahan per Kapita
Negara
Luas Lahan Pertanian (ribuan ha)
Jumlah Penduduk (ribuan)
Argentina 33.700 37.074 Australia 50.304 19.153 Bangladesh 8.085 123.406 Brasil 58.865 171.796 Kanada 45.740 30.769 Cina 143.625 1.282.172 India 161.750 1.016.938 Indonesia (1) 7.780 220.000 Thailand 31.839 60.925 Amerika Serikat 175.209 285.003 Vietnam 7.500 78.137 Indonesia (2) 14.210 220.000 Sumber: FAO, 2004 (1): Lahan sawah irigasi+non irigasi (2): Lahan sawah + lahan kering (6,43 juta ha) Lahan perkebunan dan kehutanan tidak dimasukkan
Luas Lahan per Kapita (m2) 9.090 26.264 655 3.426 14.866 1.120 1.591 354 5.226 6.148 960 646
Kondisi sekarang (2005) lahan sawah irigasi dan non-irigasi luasnya 7,8 juta ha, lahan kering (tanaman pangan) luasnya 6,4 juta ha. Idealnya lahan sawah 15 juta ha, dan lahan kering (tanaman pangan) 20 juta ha. Sehingga total 35 juta ha dan rasionya menjadi 1.591 m2 per kapita seperti India. Jika digunakan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yakni 12.396.778 petani lahan basah dan 1.918.429 petani lahan kering (data masih dipertanyakan akurasinya?), maka rasio luas lahan pertanian sawah per petani sekitar 0,63 ha/petani lahan sawah; dan 3,35 ha/petani lahan kering. Jika digunakan total lahan pertanian dan total petani, maka rerata 0,99 ha lahan pertanian/petani. Kalau lahan sawah menjadi 15 juta ha dan lahan kering menjadi 20 juta ha, maka rerata pengusahaan lahan sawah menjadi 1,2 ha/petani lahan sawah dan lahan kering menjadi 10,4 ha/ petani lahan kering. Beberapa isu penting keirigasian adalah: (a) Gagal Panen Akibat Kekeringan di Daerah Irigasi, (b) Teknologi Irigasi Hemat Air, (c) Degradasi DAS dan Pengaruhnya Terhadap Ketersediaan Air, (d) Kontribusi/Kompensasi Hilir-Hulu, (e) Nilai Ekonomi Air Kaitannya Dengan Biaya OP, (f) Conjuctive Use Air Permukaan-Air Tanah, (g) Stabilitas Lahan Pertanian Beririgasi
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
10
Penutup Beberapa pertanyaan: Peranan irigasi terhadap pertanian dicirikan dengan naiknya produktivitas dan intensitas pertanaman padi sesudah adanya irigasi. Akan tetapi data di Kalimantan (Tabel 1) menunjukkan bahwa intensitas tanam padi untuk daerah irigasi hanya 0,76. Apa yang menyebabkan hal tersebut? (2) Apa artinya angka tersebut dari segi efisiensi alokasi dana pembangunan? (3) Kenapa produksi beras Tabel 1 lebih kecil daripada produksi beras pada Tabel 2? (4) Apa tujuan irigasi (5) Apa tujuan drainase (6) Di Indonesia dikenal klasifikasi irigasi teknis, setengah teknis dan irigasi desa. Parameter apa yang mencirikan klasifikasi tersebut? (7) Apa yang dimasud dengan: (a) irigasi permukaan, (b) irigasi bawah permukaan, (c) irigasi curah, (d) irigasi tetes (8) Berapa hektar minimum luas pengusahaan petani untuk menjamin tingkat kesejahteraan yang layak? Bagaimana cara menghitungnya? (9) Apa yang dimaksud dengan (a) Intensitas Pertanaman (Cropping Intensity), (b) Luas tanam, (c) Luas panen (10)Berapa hektar rerata luas pengusahaan petani di Indonesia sekarang ini? (11)Bagaimana peran irigasi dalam usaha ketahanan pangan (12)Bagaimana masalah keirigasian di Indonesia sekarang ini (13)Aspek apa yang dicakup dalam pengelolaan sumberdaya air (14)Aspek apa yang dicakup dalam pengelolaan air irigasi (15) Apa peranan irigasi dalam pencapaian swa-sembada beras di tahun 1984-1993? Kenapa Indonesia mulai mengimpor beras lagi sejak tahun 1994? (16)Pada waktu penjajahan Belanda awal abad 20 muncul politik etis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi. (a) Program apa saja dalam politik etis tersebut? (b) Bagaimana relevansinya dengan kondisi sekarang? (17)Apa isi Inpres no 3 tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI)? (18) Saudara sudah melihat VCD tentang pembangunan pertanian lahan gambut di Hokkaido Jepang. (a) Apa kunci keberhasilan pengembangan lahan gambut di Hokkaido? (b) Bandingkan dengan kegagalan proyek pengembangan lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah? (1)
Kunci Jawaban: (1)
(2) (3) (4) (5)
Pilihan Jawaban: (a) Kemungkinan salah data, (b) daerah beririgasi kurang baik operasionalnya, (c) Budaya penduduk Kalimantan adalah budaya kebun dan hutan. Pembangunan irigasi di Kalimantan adalah sesuatu pemborosan karena masyarakatnya belum terbiasa untuk budidaya tanaman pangan intensif Pada Tabel 2 termasuk juga lahan sawah tadah hujan Irigasi: untuk memasok kekurangan air dari hujan agar tanaman tumbuh optimum Drainase: untuk membuang kelebihan air agar tanaman tumbuh optimum
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
11
(6) Irigasi teknis: debit dapat diukur dan diatur. Irigasi setengah teknis: debit dapat diatur tak dapat diukur. Irigasi desa: debit tak dapat diukur dan diatur. (7) Irigasi permukaan: air irigasi diberikan lewat permukaan tanah. Irigasi bawah permukaan: air irigasi diberikan lewat bawah permukaan tanah. Irigasi curah: air irigasi diberikan dari atas permukaan tanah meniru hujan. Irigasi tetes: air irigasi diberikan menetes ke daerah perakaran tanaman. (8) Gunakan beberapa angka parameter: (a) Tingkat pendapatan layak keluarga petani (Rp/ha/bulan); (b) Tingkat produksi padi (ton GKG/ha/MT); (c) Harga jual petani (Rp/kg GKG); (d) Biaya produksi (benih, pupuk, upah tenaga kerja, air irigasi, sewa tanah) Rp/ha/MT; (e) Pendapatan bersih petani (Rp/ha/MT); (f) Hitung luas minimum pengelolaan setiap petani (ha) (9) Intensitas Pertanaman (IP) padi di suatu daerah irigasi adalah jumlah luas tanaman padi (ha) setiap MT dalam setahun dibagi dengan luas irigasi atau oncoran (ha). Luas tanam: adalah total areal tanam dalam setahun. Luas panen adalah total areal panen dalam setahun, angkanya lebih ecil atau sama dengan luas tanam. Jika luas panen < luas tanam berarti ada areal yang puso (gagal panen) karena hama, penyakit, banjir, atau kekeringan. Istilah IP harus disertai dengan komoditasnya, sebagai contoh IP padi, IP palawija dan lain sebagainya. (10)Sekitar 1/3 ha per keluarga petani (11)Dengan irigasi dan pengelolaan air yang baik maka IP dapat meningkat, produktivitas (ton GKG/ha) meningkat. Total produksi dalam setahun adalah perkalian dari luas sawah beririgasi dikalikan dengan IP dikalikan dengan produktivitas. Total produksi juga akan meningkat sehingga ketersediaan pangan per kapita juga akan meningkat. (12) Terjadi penurunan kinerja di daerah irigasi yakni penurunan IP dan produktivitas. Penurunan IP disebabkan oleh 2 faktor yakni: (a) menurunnya debit sungai pada MK karena kondisi DAS nya rusak, dan (b) menurunnya efisiensi jaringan irigasi karena tidak mencukupinya biaya OP dari pemerintah. (13)Pengelolaan sumberdaya air mencakup tiga aspek yakni (a) Pendayagunaan sumberdaya air, (b) Konservasi sumberdaya air, dan (c) Pengendalian daya rusak (14)Pengelolaan air rigasi mencakup dua aspek yakni (a) pengoperasian, dan (b) pemeliharaan (15)Sejak Pelita I: a. Komitmen rehabilitasi dan perluasan irigas dipacu oleh kepentingan mencapai swasembada beras, dengan bantuan kredit lunak dari IDA (International Development Agency) b. Pada kurun waktu 1969-1984: Areal Irigasi seluas 3,4 juta hektar dalam kondisi rusak menjadi 5,0 juta hektar kondisi baik. Intensitas Pertanaman padi meningkat dari 100% menjadi 145%. Produktivitas naik lebih dari 2 kali lipat (2 ton GKG/ha – 4,3 ton GKG/ha). c. World Bank (1983): beberapa kontribusi terhadap kenaikan produksi beras adalah (a) Air Irigasi 16%, (b) Verietas unggul 5%, (c) Teknologi pemupukan, pestisida dll 4%, (d) Interaksi 75%. Bagaimana menghitungnya? Kenapa swa-sembada beras tidak dapat dipertahankan?: (a) Kenaikan jumlah penduduk sekitar 2% per tahun (b) Naiknya konsumsi beras sekitar 0,6% per tahun dari 110 kg/kapita/tahun (1967) menjadi 130 kg/kapita/tahun (1997)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk
12
Kebijakan nilai tukar rupiah yang overvalued terhadap dollar, sehingga harga impor komoditas pertanian menjadi lebih murah daripada produksi dalam negeri (d) Nilai Tukar Petani menurun (e) Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non-pertanian sekitar 5.000 –20.000 ha/tahun, terutama di Jawa. (f) Perkembangan pembentukan P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) yang cenderung “top down” dengan adopsi standard rancangan bangunan irigasi dan kelembagaan P3A versi birokrasi irigasi (g) Sebagian besar sistem irigasi yang dibangun masyarakat ikut terkooptasi menjadi sistem irigasi berwawasan pemerintah, akibatnya melemahkan dinamika internal dan meningkatkan ketergantungan (memperlemah pemberdayaan) pada pemerintah. (h) Disadari sejak tahun 1990, biaya OP (Operasi dan Pemeliharaan) tidak memadai lagi, sehingga terjadi penurunan peformansi jaringan irigasi. Untuk itu dilakukan Penyerahan Irigasi Kecil (PIK) di bawah 500 ha kepada P3A. Perhitungan PCI JICA tahun 2000 AKNOP6: US$ 15-20/ha/tahun, APBN dan APBD (1999/2000): Rp 71.000/ha/tahun. (16)Politik Etis pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke 20: (a) Irigasi, (b) Edukasi, (3) Transmigrasi. Apakah program ini masih relevan sekarang? (17) Inpres no 3/1999: PKPI (Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi): a. Pengaturan kembali tugas dan tanggung jawab Lembaga Pengelola Irigasi b. Pemberdayaan P3A c. Penyerahan pengelolaan irigasi pada P3A d. Pembiayaan pengelolaan irigasi e. Keberlanjutan sistem pertanian beririgasi (c)
Daftar Pustaka 1. Kompas 21/9/2005. Sumarno (Mantan Dirjen Hortikultura, Deptan). Indonesia Tak (Lagi) Kaya Sumber Lahan Pertanian. 2. Statistical Yearbook of Indonesia, 2003 3. Balitbang Departemen Pertanian, 2003. Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Puast Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 4. Kasryno, Faisal; Effendi Pasandaran; Achmad M. Fagi (eds), 2004. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Balitbang Departemen Pertanian. 5. FAO, 2000. Crops and Drops (pdf file) 6. VCD The Agricultural Kingdom in Hokkaido
6
AKNOP: Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
1
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi Untuk Tanaman Non-Padi dan Padi
Pendahuluan Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa mampu: (a) memilih metoda untuk menghitung kebutuhan air irigasi untuk berbagai jenis tanaman pada suatu kondisi iklim tertentu di suatu daerah; (b) membedakan kebutuhan air untuk tanaman padi dan nonpadi. Pokok bahasan:
(a) (b) (c) (d) (e)
Berbagai metoda Perhitungan Evapotranspirasi tanaman Acuan (ETo) Penentuan koefisien tanaman Pendugaan hujan efektif Pendugaan kebutuhan air tanaman (ETc) dan keperluan air irigasi Khusus perhitungan kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi
Bahan Ajar Bahan Ajar terdiri dari: (1) Air yang diperlukan tanaman dan pemakaian air, (2) Irigasi padi sawah, (3) Penelitian SRI (System of Rice Intensification). Pada File Tambahan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
2
Kuliah Topik 2, tercantum: (a) Software dan manual program CROPWAT-win, (b) D.K. Kalsim, 2007. Rancangan Operasional Sistim Irigasi untuk Pengembangan SRI. Seminar KNI-ICID 24 November 2007, Bandung, (c) Deficit Irrigation, paper FAO, 2003, dalam bentuk pdf. 1.
Air yang Diperlukan Tanaman dan Pemakaian Air
Penggunaan konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman untuk penguapan (evaporasi), transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman. Kadang-kadang istilah itu disebut juga sebagai evapotranspirasi tanaman. Jumlah evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistim irigasi, lamanya pertumbuhan, hujan dan faktor lainnya. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman tergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin, intensitas dan lama penyinaran, tahapan pertumbuhan, tipe dedaunan. Terdapat dua metoda untuk mendapatkan angka penggunaan konsumtif tanaman, yakni (a) pengukuran langsung dengan lysimeter bertimbangan (weighing lysimeter) atau tidak bertimbangan (Gambar 1a dan 1b), dan (b) secara tidak langsung dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur cuaca. Secara tidak langsung dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur cuaca, pertama menduga nilai evapotranspirasi tanaman acuan1 (ETo). ETo adalah jumlah air yang dievapotranspirasikan oleh tanaman rumputan dengan tinggi 15~20 cm, tumbuh sehat, menutup tanah dengan sempurna, pada kondisi cukup air. Ada berbagai rumus empirik untuk pendugaan evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) tergantung pada ketersediaan data unsur cuaca, antara lain: metoda Blaney-Criddle, Penman, Radiasi, Panci evaporasi (FAO, 1987). Akhir-akhir ini (1999) FAO merekomendasikan metoda Penman-Monteith untuk digunakan jika data iklim tersedia (suhu rerata udara harian, jam penyinaran rerata harian, kelembaban relatif rerata harian, dan kecepatan angin rerata harian. Selain itu diperlukan juga data letak geografi dan elevasi lahan di atas permukaan laut. Selanjutnya untuk mengetahui nilai ET tanaman tertentu maka ETo dikalikan dengan nikai Kc yakni koefisien tanaman yang tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap jenis tanaman. ETc = Kc × ETo
.../1/
Keperluan air untuk ETc ini dipenuhi oleh air hujan (efektif) dan kalau tidak cukup oleh air irigasi. Keperluan air irigasi atau KAI dinyatakan dengan persamaan: KAI = ETc − He
.../2/
Hujan efektif (He) adalah bagian dari total hujan yang digunakan untuk keperluan tanaman. Perhitungan ETo dan daftar nilai Kc ada dalam program CROPWAT. Hujan Efektif 1
Evapotranspirasi tanaman acuan (Reference crop evapotranspiration)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
3
FAO mengumpulkan beberapa metoda metoda empirik untuk menghitung hujan efektif untuk non-padi antara lain2: a. Nilai persentase tertentu dari hujan bulanan (fixed percentage): Peff = a x Ptot, biasanya nilai a = 0,7 – 0,9 b. Hujan andalan (dependable rain) didefinisikan sebagai hujan dengan peluang terlewati tertentu: peluang terlewati 80% menggambarkan kondisi tahun kering, 50% kondisi tahun normal dan 20% kondisi tahun basah. Secara empirik menurut AGLW/FAO: • Pef = 0.6 * P mean - 10; untuk P mean < 60 mm/bulan • Pef = 0.8 * P mean - 25; untuk P mean > 60 mm/bulan c. Rumus empirik yang dikembangkan secara lokal, biasanya dikembangkan dengan rumus umum sebagai berikut: Peff = a Pmean+ b untuk Pmean< Z mm Peff = c Pmean+ d untuk Pmean> Z mm Konstanta a, b, c dan d dikembangkan berdasarkan penelitian secara lokal. Hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu (misalnya 75%), untuk beberapa daerah sudah mempunyai persamaan linier antara hujan bulanan rata-rata dengan hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu. Untuk Indonesia, Oldeman, L.R. (1980) menyatakan bahwa hujan peluang terlewati 75% (Y) dapat dinyatakan dengan persamaan: Y = 0,82 X - 30, dimana X = rata-rata hujan bulanan. Hujan efektif untuk tanaman padi adalah 100% dari Y, sedangkan untuk palawija 75% dari Y. d. USBR (United State Bureau of Reclamation) : • Pef = P mean x (125 - 0.2 P mean )/125; untuk P mean < 250 mm • Pef = 125 + 0.1 x P mean ; untuk P mean > 250 mm
Gambar 1a. Lisimeter bertimbangan
Gambar 1b. Lisimeter tak-bertimbangan
2. Irigasi Padi Sawah Pengelolaan air irigasi padi sawah sangat penting untuk memaksimumkan pemanfaatan pengembangan teknologi budidaya padi. Dasar utama dalam pengelolaan air tersebut 2
Martin Smith, 1991. CROPWAT (ver.5.7): Manual and Guidelines. FAO
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
4
adalah pengetahuan tentang kondisi air yang optimum dalam kaitannya dengan tahap pertumbuhan padi dan beberapa metoda untuk mendapatkan kondisi optimum tersebut. Keperluan air irigasi untuk tanaman padi Seringkali dikatakan bahwa irigasi tanaman padi di sawah adalah merupakan suatu proses penambahan air hujan untuk memenuhi keperluan air tanaman. Tanaman padi sawah memerlukan air cukup banyak dan menginginkan genangan air untuk menekan pertumbuhan gulma dan sebagai usaha pengamanan apabila terjadi kekurangan air. Di daerah tropik walaupun pada musim hujan, sering terjadi suatu perioda kering sampai 3 minggu tidak turun hujan. Pada situasi tersebut diperlukan air irigasi untuk menjamin pertumbuhan tanaman padi yang baik. Pada umumnya tinggi genangan air adalah sekitar 50 - 75 mm untuk padi varietas unggul (HYV) 3, sedangkan untuk varietas lokal antara 100 - 120 mm. Maksimum genangan air pada HYV adalah sekitar 15 cm.4 Apabila laju evaporasi sekitar 2 - 6 mm/hari dan perkolasi atau rembesan sekitar 6 mm/hari, maka lapisan genangan air tersebut akan mencapai nol pada selang waktu 4 sampai 15 hari, apabila tidak ada hujan dan air irigasi. Apabila situasi tersebut berlanjut sampai beberapa minggu terutama pada masa pertumbuhan tanaman yang peka terhadap kekeringan maka akan terjadi pengurangan produksi. Suatu tetapan konversi keperluan air biasanya dinyatakan dengan mm/hari yang dapat dikonversi ke suatu debit kontinyu pada suatu areal yakni 1 l/det/ha = 8,64 mm/hari atau 1 mm/hari = 0,116 l/det/ha5. Pengolahan tanah Terdapat beberapa metoda yang berbeda dalam perhitungan keperluan air tanaman dan umumnya perhitungan tersebut tidak mencakup keperluan air selama pengolahan tanah. Sebagai contoh suatu metoda yang direkomendasikan oleh FAO hanya didasarkan pada evapotranpirasi tanaman acuan, faktor tanaman, pertimbangan semua kehilangan air irigasi dan hujan efektif. Keperluan air selama pengolahan tanah padi sawah umumnya menentukan puncak keperluan air irigasi pada suatu areal irigasi.
Beberapa faktor penting yang menentukan besarnya keperluan air selama pengolahan tanah adalah sebagai berikut : (1) Waktu yang diperlukan untuk 3
HYV: High Yielding Variety (varietas unggul) Berdasarkan penelitian di IRRI (International Rice Research Institute), Los Banos, Filipina 5 1liter =10-3 m3; 1 ha = 104 m2; 1 hari = 24 jam = 24 x 60 x 60 detik 4
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
5
pengolahan tanah yakni: (a) perioda waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tanah (b) pertambahan areal pengolahan tanah dalam suatu grup petakan sawah yang sangat tergantung pada ketersediaan tenaga kerja manusia, hewan atau traktor. (2) Volume air yang diperlukan untuk pengolahan tanah, yang tergantung pada: (a) lengas tanah dan tingkat keretakan tanah pada waktu mulai pengolahan tanah (b) laju perkolasi dan evaporasi (c) kedalaman lapisan tanah yang diolah menjadi lumpur. Beberapa hasil penelitian di Bali dan Sumatera menunjukkan keperluan air yang cukup besar antara 18 - 50 mm/hari (2,1 – 5,8 l/det/ha) dengan total keperluan air sekitar 400 900 mm6. Perioda pengolahan tanah Kondisi sosial dan tradisi yang ada serta ketersediaan tenaga kerja manusia, hewan atau traktor di suatu daerah sangat menentukan lamanya pengolahan tanah. Pada umumnya perioda yang diperlukan setiap petakan sawah untuk pengolahan tanah (dari mulai air diberikan sampai siap tanam) adalah sekitar 30 hari. Sebagai suatu pegangan biasanya sekitar 1,5 bulan diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tanah di suatu petak tersier. Pada beberapa kasus di mana alat dan mesin mekanisasi tersedia dalam jumlah yang cukup, perioda tersebut dapat diperpendek sampai sekitar 1 bulan. Total perioda pengolahan tanah di suatu daerah irigasi biasanya antara 1,5 sampai 3 bulan tergantung pada jumlah golongan7 yang dipakai. Volume air yang diperlukan untuk pengolahan tanah Keperluan air selama pengolahan tanah mencakup keperluan untuk menjenuhkan tanah dan suatu lapisan genangan yang diperlukan segera setelah tanam. Rumus di bawah ini dapat digunakan untuk menduga keperluan air pada waktu pengolahan tanah: S = [S(a) - S(b)] x N x d x 10 -4 + Fl + Fd .../3/ di mana S: keperluan air pengolahan lahan (mm), S(a): lengas tanah sesudah pelumpuran (%), S(b): lengas tanah sebelum pelumpuran (%), N: porositas tanah (%), d: kedalaman lapisan tanah yang dilumpurkan (mm), Fl : kehilangan
6 7
Binnie and Partners Ltd Sistim golongan disebut juga staggering
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
6
air selama pelumpuran (mm), Fd: tinggi genangan di petakan sawah setelah tanam (mm). Meskipun rumus tersebut cukup akurat untuk menghitung keperluan air akan tetapi beberapa parameter sering terjadi beragam di lapangan. Dengan demikian seringkali keperluan air pengolahan tanah diduga dari pengalaman di lapangan. Untuk tanah bertekstur liat berat tanpa retakan, keperluan air diambil sebesar 250 mm. Jumlah ini mencakup untuk penjenuhan, pelumpuran dan juga 50 mm genangan air setelah tanam. Apabila lahan dibiarkan bera untuk waktu yang cukup lama (misal 1,5 bulan) sehingga tanah retak-retak, jumlah air yang diperlukan sekitar 300 mm. Untuk tekstur yang lebih ringan angka tersebut akan lebih besar dari angka di atas. Debit yang diperlukan Laju penambahan areal pada waktu pengolahan tanah di suatu jalur petakan-petakan sawah yang mendapat pasok air dari satu inlet secara kolektif dalam suatu petak tersier, akan menentukan besarnya debit yang diperlukan. Terdapat 3 konsep tentang laju pertambahan areal pengolahan tanah dalam suatu kelompok petakan sawah yakni : (a) Debit yang masuk ke inlet konstan selama pengolahan tanah (I mm/hari = konstan) (b) Laju pertambahan areal lahan yang diolah konstan (dy/dt dalam ha/hari = konstan) Laju pertambahan areal lahan yang diolah mengikuti kurva distribusi Gauss atau yang lainnya dengan nilai maksimum pada pertengahan perioda pengolahan lahan (T) atau dy/dt = maksimum pada t = ½ T. Kasus yang pertama akan diuraikan di sini dan dikenal sebagai metoda pendekatan dari van de Goor dan Ziljstra. Konsep tersebut mengatakan bahwa suatu debit konstan diberikan pada suatu bagian dari unit tersier selama pengolahan tanah. Selama perioda tersebut diasumsikan air akan mengalir mengisi petakan-petakan sawah secara progresif. Sementara itu petakan yang lebih rendah akan terisi melalui limpasan dari petakan di atasnya setelah penuh. Diasumsikan bahwa petakan di atasnya secara kontinyu diisi air untuk memenuhi kehilangan air akibat perkolasi dan evaporasi (Gambar 2 dan Gambar 7). Dengan demikian pada tingkat awal, keperluan air adalah untuk penjenuhan tanah dan mempertahankan suatu genangan lapisan air, sedangkan pada ahir perioda pengolahan tanah mempertahankan lapisan genangan air adalah merupakan faktor yang dominan (the topping up requirement). Dengan demikian bagian areal unit tersier yang sedang diolah (A ha) menerima volume air pada perioda waktu dt sebesar I A dt, dengan debit sebesar I. Dari jumlah air tersebut sebagian (M y dt) digunakan untuk mempertahankan lapisan air di lahan yang telah dijenuhkan (y ha), sedangkan sisanya (S dy) digunakan untuk menjenuhkan areal baru sebesar dy ha. I A dt = M y dt + S dy ... /4/ M : topping up requirement (mm/hari); I: laju pemberian air (mm/hari); T: lama perioda pengolahan lahan dari mulai awal pemberian air sampai tanam (hari); S: jumlah air yang diperlukan untuk menjenuhkan tanah dan menciptakan lapisan genangan air (mm). Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
dt = S
7
dy dy S = − ln( I A − M y ) + C .. /5/ ... /4/, maka t = S ∫ I A− M y I A− M y M
S IA S ln ln( I A) , maka t = ... /6/ M I A− M y M S I I MT ln = pada t = T ----> y = A , maka T = , maka ln ... /7/; M I− M I− M S pada t = 0 -----> y = 0 , maka C =
maka
I I− M
= e
MT S
I=
dan akhirnya
Apabila k = MT/S; maka I =
Me e
MT S
MT S
... /8/
−1
k
Me ... /9/ ek − 1
Pada persamaan /9/ dapat dilihat bahwa A tidak mempengaruhi I. Untuk berbagai nilai S, T dan M (evaporasi dan perkolasi) maka besarnya I dengan menggunakan rumus di atas dapat dilihat pada Tabel 1. Umumnya keperluan air pengolahan tanah berkisar antara 1,5 – 1,7 l/det/ha untuk nilai M antara 5 - 8 mm/hari dan S = 300 mm dengan T = 30 hari. Keperluan air untuk pesemaian Areal pesemaian umumnya antara 2% - 10% dari areal tanam. Lama pertumbuhan antara 20 - 25 hari. Jumlah keperluan air di pesemaian kurang lebih sama dengan penyiapan lahan. Sehingga keperluan air untuk pesemaian biasanya disatukan dengan keperluan air untuk pengolahan tanah.
Gambar 2. Skhematisasi laju pengaliran air pada formula van de Goor dan Zijlstra
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
8
Keperluan air pada berbagai tahap pertumbuhan tanaman Tahap pertumbuhan padi dibagi menjadi: (a) pesemaian (10-30 hss) 8 (seedling atau juvenile period), (b) periode pertumbuhan vegetatif (0-60 hst), (c) periode reproduktif atau generatif (50-100 hst) dan (d) periode pematangan (100-120 hst) (ripening period) (Gambar 3) Periode pesemaian Periode ini merupakan awal pertumbuhan yang mencakup tahap perkecambahan benih serta perkembangan radicle (akar muda) dan plume (daun muda). Selama periode ini air yang dikonsumsi sedikit sekali. Apabila benih tergenang cukup dalam pada waktu cukup lama sepanjang periode perkecambahan, maka pertumbuhan radicle akan terganggu karena kekurangan oksigen. Pertumbuhan vegetatif Periode ini merupakan periode berikutnya setelah tanam (transplanting) yang mencakup (a) tahap pemulihan dan pertumbuhan akar (0-10 hst), (b) tahap pertumbuhan anakan maksimum (10-50 hst) (maximum tillering) dan (c) pertunasan efektif dan pertunasan tidak efektif (35-45 hst). Selama periode ini akan terjadi pertumbuhan jumlah anakan. Segera setelah tanam, kelembaban yang cukup diperlukan untuk perkembangan akarakar baru. Kekeringan yang terjadi pada peiode ini akan menyebabkan pertumbuhan yang jelek dan hambatan pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan penurunan hasil. Pada tahap berikutnya setelah tahap pertumbuhan akar, genangan dangkal diperlukan selama periode vegetatif ini. Beberapa kali pengeringan (drainase) membantu pertumbuhan anakan dan juga merangsang perkembangan sistim akar untuk berpenetrasi ke lapisan tanah bagian bawah. Fungsi respirasi akar pada periode ini sangat tinggi sehingga ketersediaan udara (aerasi) dalam tanah dengan cara drainase (pengeringan lahan) diperlukan untuk menunjang pertumbuhan akar yang mantap. Selain itu drainase juga membantu menghambat pertumbuhan anakan tak-efektif (noneffective tillers). Tabel 1. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan padi sawah (mm/hari) Evaporasi + Perkolasi M mm/hari 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0
8
T = 30 hari S = 300 mm S = 250 mm I I I I mm/hari lt/det/ha mm/hari lt/det/ha 12,7 1,47 11,1 1,28 13,0 1,50 11,4 1,32 13,3 1,54 11,7 1,35 13,6 1,57 12,0 1,39 13,9 1,61 12,3 1,43 14,2 1,64 12,6 1,46 14,5 1,68 13,0 1,50 14,8 1,71 13,3 1,54 15,2 1,76 13,6 1,57 15,5 1,79 14,0 1,62 15,8 1,83 14,3 1,65 16,2 1,88 14,7 1,70 16,5 1,91 15,0 1,73
hss: hari setelas semai; hst: hari setelah tanam
Teknik Irigasi dan Drainase
T = 45 hari S = 300 mm S = 250 mm I I I I Mm/hari lt/det/ha mm/hari lt/det/ha 9,05 1,10 8,4 0,97 9,08 1,13 8,8 1,02 10,1 1,17 9,1 1,05 10,4 1,20 9,4 1,09 10,8 1,25 9,8 1,13 11,1 1,28 10,1 1,17 11,4 1,32 10,5 1,22 11,8 1,36 10,8 1,25 12,1 1,41 11,2 1,30 12,5 1,45 11,6 1,34 12,9 1,48 12,0 1,39 13,2 1,53 12,4 1,44 13,6 1,57 12,8 1,48
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
9
Periode reproduktif (generatif) Periode ini mengikuti periode anakan maksimum dan mencakup tahap perkembangan awal malai (panicle primordia) (40-50 hst), masa bunting (50-60 hst)(booting), pembentukan bunga (60-80 hst) (heading and flowering). Situasi ini dicirikan dengan pembentukan dan pertumbuhan malai. Pada sebagian besar dari periode ini dikonsumsi banyak air. Kekeringan yang terjadi pada periode ini akan menyebabkan beberapa kerusakan yang disebabkan oleh terganggunya pembentukan panicle, heading, pembungaan dan fertilisasi yang berakibat pada peningkatan sterilitas sehingga mengurangi hasil. Periode pamatangan (ripening atau fruiting) Periode ini merupakan periode terakhir dimana termasuk tahapan pembentukan susu (80-90 hst) (milky), pembentukan pasta (90-100 hst) (dough), matang kuning (100-110 hst) (yellow ripe) dan matang penuh (110-120 hst) (full ripe). Selama periode ini sedikit air diperlukan dan secara berangsur-angsur sampai sama sekali tidak diperlukan air sesudah periode matang kuning (yellow ripe). Selama periode ini drainase perlu dilakukan, akan tetapi pengeringan yang telalu awal akan mengakibatkan bertambahnya gabah hampa dan beras pecah (broken kernel), sedangkan pengeringan yang terlambat mengakibatkan kondisi kondusif tanaman rebah. Pada periode vegetatif jumlah air yang dikonsumsi sedikit, sehingga kekurangan air pada periode ini tidak mempengaruhi hasil secara nyata asalkan tanaman sudah pulih dan sistim perakarannya sudah mapan. Tahapan sesudah panicle primordia, khususnya pada masa bunting, heading dan pembungaan memerlukan air yang cukup. Kekurangan air selama periode tersebut menghasilkan pengurangan hasil tak terpulihkan. Dengan demikian perencanaan program irigasi di areal dimana jumlah air irigasinya terbatas untuk menggenangi sawah pada seluruh periode, prioritas harus diberikan untuk memberikan air irigasi selama periode pemulihan dan pertumbuhan akar serta seluruh periode pertumbuhan reproduktif. Jumlah konsumsi air dan hasil padi Jumlah air yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman padi dari mulai tanam sampai panen tergantung pada berbagai faktor yakni: (a) lengas tanah tahap awal, (b) jenis dan kesuburan tanah, (c) lama periode pertumbuhan, (d) metoda kultur-teknik, (e) topografi, (f) varietas tanaman dan lain-lain. Penelitian di IRRI9 (1970) selama musim kemarau tahun 1969 memperlihatkan bahwa jika total jumlah air yang dikonsumsi antara 750 mm~1000 mm, tidak memperlihatkan perubahan hasil yang nyata. Tetapi jika lebih kecil dari 550 mm, maka tidak ada hasil yang didapat (Gambar 4). Di Taiwan hasil penelitian pada musim hujan memperlihatkan penurunan hasil yang cukup nyata jika jumlah air yang dikonsumsi tanaman kurang dari 600 mm. Di Jepang, Iyozaki (1956) melaporkan bahwa keperluan air untuk mendapatkan hasil optimum adalah antara selang 20 mm sampai 30 mm per hari. Jumlah ini dapat dipertimbangkan optimum pada kondisi pemupukan berat dan teknik pemeliharaan intensif. Varietas unggul umumnya tidak memperlihatkan penurunan hasil pada kedalaman genangan sampai 15 cm. Di atas kedalaman genangan tersebut diduga akan terjadi penurunan hasil akibat dari pelemahan culms dan pengurangan jumlah anakan.
9
IRRI: International Rice Research Institue di Filipina
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
10
Pengelolaan air terkendali juga memperlihatkan pengurangan pertumbuhan gulma. Williams (1969) memperlihatkan dengan genangan 15 cm, pertumbuhan rumputrumputan dan teki-tekian (sedges) akan tertekan, tetapi pada genangan 7,5 cm beberapa gulma berdaun lebar dan teki-tekian tumbuh dengan baik. Sebagai kesimpulan, lingkungan air pada tanaman padi adalah relatif kritis pada kondisi di bawah jenuh tetapi relatif toleran terhadap genangan air pada kedalaman antara 10 ~ 15 cm. Di atas kedalaman tersebut akan terjadi pengurangan hasil. Metoda pemberian air pada padi sawah Terdapat dua metoda pemberian air untuk padi sawah yakni: (a) Genangan terusmenerus (continuous submergence) yakni sawah digenangi terus menerus sejak tanam sampai panen; (b) Irigasi terputus atau berkala (intermittent irrigation) yakni sawah digenangi dan dikeringkan berselang-seling. Permukaan tanah diijinkan kering pada saat irigasi diberikan. Keuntungan irigasi berkala adalah sebagai berikut: (a) menciptakan aerasi tanah, sehingga mencegah pembentukan racun dalam tanah, (b) menghemat air irigasi, (c) mengurangi masalah drainase, (d) mengurangi emisi metan10, (e) operasional irigasi lebih susah. Keuntungan irigasi kontinyu adalah: (a) tidak memerlukan kontrol yang ketat, (b) pengendalian gulma lebih murah, (c) operasional irigasi lebih mudah. Evapotranspirasi Tanaman Evapotranspirasi tanaman dapat diketahui dengan cara pengukuran dan pendugaan. Metoda pendugaan evapotranspirasi acuan (ETo) dapat digunakan apabila data iklim di daerah tersebut tersedia. Berbagai metoda pendugaan ETo menurut FAO adalah: (a) Thornthwaite, (b) Blaney dan Criddle, (c) Radiasi, (d) Panci evaporasi, dan (d) Penman. Akhir-akhir ini (1999) FAO merekomendasikan metoda Penman-Monteith untuk digunakan jika data iklim tersedia (suhu rerata udara harian, jam penyinaran rerata harian, kelembaban relatif rerata harian, dan kecepatan angin rerata harian. Selain itu diperlukan juga data letak geografi dan elevasi lahan di atas permukaan laut. Evapotranspirasi tanaman acuan (reference crop evapotranspiration, ETo) didefinisikan sebagai evapotranspirasi dari tanaman rumput berdaun hijau, tinggi sekitar 15 cm, tumbuh sehat, cukup air, dan menutupi tanah dengan sempurna. Evapotrasnpirasi tanaman untuk tanaman tertentu dihitung dengan persamaan: ETc = kc x ETo, dimana ETc: evapotranspirasi tanaman tertentu (mm/hari), ETo: evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari), kc: koefisien tanaman yang tergantung pada jenis dan periode pertumbuhan tanaman. Nilai koefisien tanaman untuk tanaman padi disarankan menggunakan data dari FAO juga, karena nilai kc padi dari beberapa literatur di Indonesia umumnya menggunakan pendugaan evapotranspirasi tanaman acuan dengan metoda yang berlainan. Koefisien tanaman padi yang disarankan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan FAO tercantum pada Tabel 2 .
10
Penelitian di Taiwan: emisi metan pada genangan kontinyu (28.85±3.25 g/m2; rerata laju emisi 9.54±1.07 mg m-2 h-1) lebih besar daripada intermittent (rerata 15.27±1.46 g/m2; rerata laju emisi 5.39±0.56 mg m-2 h-1). Sumber: Shang-Shyng Yang, Hsu-Lan Chang, 2000 (National Taiwan University). Effect of green manure amendment and flooding on methane emission from paddy fields. Chemosphere – Global Change Science, 3 (2001) 41-49. Pergamon. Elsevier Science Ltd.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
11
Tabel 2. Koefisien tanaman padi (kc) Selama penyiapan Varietas Unggul Baru Varietas Lokal Lahan 1,20 1,20 Setengah bulanan sesudah tanam 0,5 1,20 1,20 1,0 1,27 1,20 1,5 1,33 1,32 2,0 1,30 1,40 2,5 1,30 1,35 3,0 0 1,24 3,5 1,12 4,0 0
Perkolasi dan Rembesan Pada lahan yang baru dibuka laju perkolasi biasanya sangat tinggi sekitar 10 mm/hari atau lebih. Pada proses pelumpuran, koloid partikel liat akan mengendap ke lapisan bawah pada kedalaman lapisan olah (sekitar 20 cm) membentuk suatu lapisan tanah. Sesudah puluhan tahun pengolahan tanah dengan pelumpuran biasanya lapisan kedap (lapisan tapak bajak) 11 akan terbentuk sehingga laju perkolasi berkurang menjadi sekitar 1 - 3 mm/hari pada tekstur liat berat. Sedangkan pada tanah bertekstur ringan kadang-kadang masih cukup tinggi sekitar 10 mm/hari. Pada kondisi tersebut laju perkolasi merupakan aspek dominan dalam penentuan jumlah keperluan air. Rembesan (seepage) didefinisikan sebagai kehilangan air melalui galengan yang disebabkan oleh lubang tikus, ketam atau retakan tanah pada galengan. Apabila lahan relatif datar dan genangan air di petakan sawah relatif sama, maka rembesan cenderung mengecil. Pada lahan miring dengan teras bangku maka kehilangan karena rembesan sangat tinggi (sekitar 20 mm/hari). Petakan sawah tertinggi harus diairi secepat mungkin dan laju pembuangan air di petakan terendah harus secepat mungkin.
Gambar 4. Hasil padi IR-8 sebagai fungsi jumlah air yang digunakan (Reyes R., 1960. IRRI, Los Banos, Filipina)
11
Lapisan bajak disebut juga lapisan keras (hardpan) atau plow sole
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
Gambar 3. Periode pertumbuhan padi sawah dan pemakaian air
Teknik Irigasi dan Drainase
12
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
13
Pengukuran jumlah air yang dikonsumsi tanaman Untuk menentukan jumlah air yang dikonsumsi tanaman dapat digunakan berbagai metoda sebagai berikut: (a) metoda tangki pengamatan, (b) percobaan petakan di lapangan, dan (c) metoda inflow-outflow (keseimbangan air). Metoda tangki pengamatan Beberapa drum dipasang di sawah (Gambar 5). Masing-masing terdiri dari 3 buah drum yakni: (a) drum A adalah tangki dengan dasar terbuka berisikan tanaman untuk mengukur penggunaan air konsumtif dan perkolasi (E+T+P), (b) Drum B adalah tangki dengan dasar terbuka tanpa tanaman untuk mengukur evaporasi dan perkolasi (E+P), dan (c) drum C dengan dasar tertutup tanpa tanaman untuk mengukur evaporasi (E). Dengan demikian: Transpirasi = A – B; Perkolasi = B – C; Evapotrasnpirasi = A – (B – C) Percobaan petakan di lapangan Pengukuran konsumsi air dengan petakan-petakan sawah di lapangan pada areal irigasi yang seragam umumnya lebih dapat diandalkan hasilnya dibandingan dengan pengukuran pada drum. Ukuran petakan lapangan bervariasi dengan bentuk dan variasi petakan sawah pada areal yang mewakili. Tiang ukur miring (sloping gages) dipasang untuk pengamatan tinggi muka air harian (Gambar 6). Jika petakan yang diamati cukup banyak, maka hasil yang didapat akan lebih teliti. Pematang sekeliling petakan harus tertutup dan kedap air untuk menghindari bocoran, inflow (IR atau GI) atau outflow (DR atau GO). Keperluan air harian di petakan, diperoleh dengan membagi total kedalaman air yang terukur tiang ukur miring segera sesudah hujan atau sesudah irigasi dengan jumlah hari yang diperlukan untuk mengeringkan petakan. Metoda keseimbangan air (inflow-outflow) Metoda ini terdiri dari pengukuran air yang masuk dan yang keluar dari petakan terpilih. Keseimbangan air dapat ditulis sebagai berikut (Gambar 6): RN + IR + GI = DR + GO + ET + ∆ WD + P
.../10/
dimana RN: hujan, IR: inflow air permukaan (irigasi), DR: outflow air permukaan (drainase), GI: lateral inflow airtanah dangkal, GO: lateral outflow airtanah dangkal, ET: evapotranspirasi, ∆WD: perubahan simpanan (storage), P: perkolasi. Dengan cara lain maka:
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
IR – DR = ET + (GO – GI) + ∆ WD + P – RN
14
/11/
Selama musim kemarau RN diasumsikan nol, maka dapat diasumsikan GO = GI. Jika ∆WD diasumsikan konstan, maka jumlah air yang dikonsumsi D = ET + P = (IR – DR). Jumlah tersebut menggambarkan keperluan air untuk evapotranspirasi tanaman ditambah dengan perkolasi. Perkolasi dapat dipisahkan dari D dengan menghitung ET dengan persamaan empirik.
Gambar 5. Metoda pengamatan tangki lisimeter untuk tanaman padi
Gambar 6. Neraca Air di petakan sawah
Hujan efektif Hujan efektif adalah bagian dari total hujan yang secara langsung memenuhi keperluan air untuk tanaman. Hujan efektif untuk padi sawah merupakan aspek yang masih dipertentangkan, sehingga asumsi hujan efektif dalam perencanaan proyek masih
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
15
beragam. Hujan efektif untuk sawah tadah hujan hampir 100%, sedangkan pada sawah beririgasi dimana genangan dipertahankan penuh secara kontinyu maka hujan efektif dapat dikatakan nol. Pada kenyataannya efektifitas hujan pada petakan sawah merupakan sesuatu yang kompleks dan tergantung pada: (a) karakteristik hujan, apakah hujan terjadi dengan interval waktu teratur atau sangat beragam; (b) keragaman tinggi genangan air di petakan-petakan sawah, dan (c) metoda pemberian air irigasi apakah kontinyu atau berkala. Pada daerah irigasi dengan topografi begelombang sampai miring, pemberian air irigasi ke petakan sawah umumnya dilakukan dari saluran kwarter masuk ke petakan sawah tertinggi kemudian setelah petakan tersebut cukup mendapat air, maka air melimpas ke petakan di bawahnya. Petakan-petakan sawah yang mendapat air dari satu inlet membentuk suatu jalur (inlet group) (Gambar 7). Limpasan air ke petakan bawah dibuat dengan jalan memotong galengan di petakan atas pada elevasi tertentu sehingga limpasan terjadi dengan sendirinya apabila genangan yang diinginkan di petakan atas telah dicapai. Sistim irigasi ini disebut dengan pemberian air dari petak ke petak (plot to plot irrigation). Dalam situasi debit air berkurang dari rencana maka petakan sawah atas masih mendapatkan air secara penuh sedangkan yang di bawah tidak mendapatkan air. Jadi apabila jumlah air irigasi diperhitungkan dengan hujan efektif (misalnya 30% dari keperluan tanaman), maka 30% petakan bawah akan tidak memperoleh air irigasi sampai hujan betul-betul terjadi. Apabila hujan turun maka akan terjadi limpasan dari petakan atas dan mengisi petakan bawah, akan tetapi kemungkinan pada waktu itu tanaman di petakan bawah telah mengalami cekaman (stress) kekurangan air. Ketergantungan terhadap hujan di petakan bawah dapat ditanggulangi dengan menggunakan persentase hujan efektif yang lebih kecil dan menerima kenyataan bahwa sebagian hujan yang akan terbuang cukup besar. Apabila pemberian air dilakukan secara rotasi (giliran) maka hujan efektif akan lebih besar dari pada pemberian air kontinyu. Efektifitas hujan akan lebih besar apabila selang waktu rotasi tersebut menjadi lebih lama, akan tetapi selang waktu rotasi dibatasi oleh jumlah hari di mana genangan di petakan sawah akan kembali nol (biasanya 5 sampai 10 hari). Efektifitas hujan pada daerah irigasi berkisar antara 100% pada sawah tadah hujan dan 0% pada irigasi teknis sempurna. Hujan efektif untuk padi sawah beririgasi dalam mm/hari umumnya diduga sebesar 70% dari hujan tengah bulanan dengan perioda ulang 5 tahun (dalam mm/hari) selama pengolahan lahan, dan 40% sesudah tanam sampai panen. Pergantian lapisan genangan air Pada waktu pemupukan genangan air diturunkan sampai ketinggian tertentu (macakmacak). Kemudian sesudah pemupukan air dipertahankan macak-macak beberapa hari sambil dilakukan penyiangan (merumput). Setelah itu lapisan genangan air secara berangsur-angsur ditambah sampai mencapai tinggi genangan yang dikehendaki. Dengan demikian tambahan air irigasi pada proses itu harus diperhitungkan. Umumnya untuk HYV tinggi genangan sekitar 70 mm. Pengeringan pada waktu pemupukan mengakibatkan genangan sekitar 10 - 20 mm (macak-macak). Dengan demikian diperlukan sekitar 50 mm air untuk mengembalikan ke genangan semula. Waktu yang diperlukan untuk pergantian air tergantung pada varietas padi, perioda
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
16
tumbuh dan kebiasaan lokal. Cukup beralasan dalam perencanaan untuk mengasumsikan 3 kali pengeringan, yakni (a) pada waktu tanam, (b) 1 bulan sesudah tanam pada waktu masa anakan, dan (c) 2 bulan sesudah tanam pada waktu pembentukan malai. Biasanya pengisian air kembali sesudah tanam diperhitungkan dalam perhitungan keperluan air untuk pengolahan tanah. Lama waktu pengisian kembali setebal 50 mm air biasanya diasumsikan memerlukan waktu sekitar ½ bulan, jadi laju pengisian adalah sebesar 3,3 mm/hari. Keperluan Air Neto untuk suatu "inlet group" Pada umumnya suatu kelompok petakan sawah menerima air dari saluran kwarter atau tersier melalui suatu inlet yang digunakan secara kolektif. Satu jalur terdiri dari beberapa petani pemilik petakan sawah (lihat Gambar 7). Jumlah petani dalam satu inlet kolektif tergantung pada: (a) ukuran petakan sawah, (b) kerapatan jaringan distribusi dalam unit tersier, (c) luas garapan setiap petani, dan (d) topografi. Umumnya satu jalur terdiri dari 5 sampai 25 petani dengan total luasan antara 1 - 10 ha. Pada suatu kasus dimana hanya satu usahatani dalam satu jalur, maka jalur tersebut menjadi suatu farm inlet. Keperluan air neto untuk suatu jalur dapat dihitung dengan pendekatan bertahap dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berbeda dalam penentuan keperluan air tanaman di petakan sawah seperti penyiapan lahan, pengisian lapisan air, pergantian air dan hujan efektif. Tahapan waktu 10 atau 14 hari diperlukan untuk membuat tabel perhitungan. Suatu contoh perhitungan keperluan air neto untuk suatu jalur dengan awal kegiatan 1 Nopember, 16 Nopember dan 1 Desember disajikan dalam Tabel 3, 4 dan 5. Perhitungan pada tabel tersebut didasarkan pada data setengah bulanan evapotranspirasi dan setengah bulanan hujan dengan perioda ulang 5 tahun. Beberapa pertimbangan lainnya adalah: (a) Pengolahan tanah o lama pengolahan tanah, T = 30 hari o Keperluan air untuk pengolahan tanah pertama (MT1) pada ahir musim kemarau, S(1) = 300 mm o Keperluan air untuk pengolahan tanah kedua (MT2) pada ahir musim hujan, S(2) = 250 mm o Debit yang diperlukan (I) selama pengolahan tanah (dari Tabel 1) (b) Topping up requirement: keperluan air untuk mempertahankan genangan o koefisien tanaman kc untuk HYV (dari Tabel 2) o perkolasi dan rembesan P+S = 2 mm/hari (c) Pergantian lapisan air setelah pengeringan: o waktu drainase petakan sawah 1 dan 2 bulan setelah tanam o lama pengisian kembali ½ bulan, WLR = 3,3 mm/hari (d) Hujan efektif : o faktor hujan efektif selama pengolahan tanah, r = 0,7 o faktor hujan efektif selama tahap pertumbuhan, r = 0,4 (e) Tahap pematangan padi dan pemberaan : o pematangan mulai dari 2,5 bulan setelah tanam berlangsung selama 0,5 bulan o sawah diberakan selama ½ bulan setelah panen.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
17
Gambar 7. Jalur irigasi (inlet group) pada irigasi plot to plot
Untuk menghindari keperluan air puncak pada suatu periode, maka areal dalam satu daerah irigasi dibagi menjadi beberapa golongan dengan beda awal tanam sekitar ½ bulanan. Pada contoh ini Golongan I dimulai MT1 pada 1 Nopember, dan MT2 pada 16 Maret; Golongan II mulai MT1 pada 16 Nopember, dan MT2 pada 1 April; Golongan III mulai MT1 pada 1 Desember, dan MT2 pada 16 April. Dari Tabel 3, 4, dan 5 dapat dilihat bahwa keperluan air terbesar terjadi pada pengolahan tanah di awal musim tanam sekitar 1,4 ~ 1,5 lt/det/ha. Keperluan untuk pengolahan tanah pada MT2 (1,1 lt/det/ha) lebih kecil daripada MT1 (1,5 lt/det/ha), disebabkan karena total keperluan untuk pengolahan tanah (terutama untuk penjenuhan) lebih kecil yakni 250 mm pada MT2 dan 300 mm pada MT1. Air irigasi neto selama pertumbuhan tanaman berkisar antara 0,61 ~ 0,75 lt/det/ha, akan tetapi air irigasi yang diperlukan setelah pengeringan sawah berkisar antara 1,08 ~ 1,17 lt/det/ha. Total jumlah air irigasi yang diperlukan per musim tanam di jalur inlet adalah sekitar 958 mm (9.580 m3/ha) pada MT1, dan 809 mm (8.090 m3/ha) pada MT2.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
18
Tabel 3. Air irigasi neto yang diperlukan di jalur irigasi (Golongan 1: awal pengolahan tanah MT1: 1 November, MT2: 16 Maret) Data
Seteng ah Bulana n
1-Nov 16 1-Dec 16 1-Jan 16 1-Feb 16 1-Mar 16 1-Apr 16 1-May 16 1-Jun 16 1-Jul 16-Jul 1-Aug 16 1-Sep 16 1-Oct 16
P (mm/hari) = 2
Evapotransirasi (mm/hari) ETo 5.1 5.1 4.7 4.7 4.3 4.3 4.8 4.8 4.9 4.9 4.5 4.5 4.2 4.2 4.1 4.1 4.6 4.6 4.9 4.9 5.5 5.5 5.3 5.3
kc 1.20 1.20 1.20 1.27 1.33 1.30 1.30 matang 1.20 1.20 1.20 1.27 1.33 1.30 1.30 matang
Keperluan air (mm/hari) untuk Topp- Pe-ngo Pergan ing up lahan tian air
ETc
M
6.12 6.12 5.64 5.97 5.72 5.59 6.24
8.12 8.12 7.64 7.97 7.72 7.59 8.24 0.00 0.00 7.88 7.40 7.40 7.33 7.59 7.33 7.33 0.00
0.00 5.88 5.40 5.40 5.33 5.59 5.33 5.33
I
WLR
14.60 14.60
3.30 3.30
13.00 12.60
3.30 3.30
Hujan efektif
Air di inlet neto
(mm/hari)
nWN
P (1:5) 2.50 2.90 3.40 3.20 2.60 3.00 3.50 4.20 4.90 5.10 5.50 5.00 4.60 4.30 4.00 3.10 2.50 2.20 1.60 1.10 0.70 0.50 0.40 1.80
r
Pe
0.7 0.7 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
1.75 2.03 1.36 1.28 1.04 1.20 1.40
0.7 0.7 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
3.57 3.85 2.00 1.84 1.72 1.60 1.24
(mm/ hari) 12.85 12.57 6.28 6.69 9.98 6.39 10.14 0.00 0.00 9.43 8.75 5.40 5.49 9.17 5.73 9.39 0.00
(l/det/ ha) 1.49 1.46 0.73 0.78 1.16 0.74 1.18 0.00 0.00 1.09 1.02 0.63 0.64 1.06 0.66 1.09 0.00
ETo: evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari), kc: koefisien tanaman, ETc: evapotranspirasi tanaman (mm/hari), M: keperluan air untuk mempertahankan genangan = ETc + Perkolasi + Rembesan (mm/hari), I: debit untuk pengolahan tanah (mm/hari) tergantung pada lama pengolahan tanah (T) dan penjenuhan (S), WLR (water layer replacement): jumlah air yang diperlukan untuk mengembalikan genangan setelah proses pengeringan sawah (mm/hari), P (1:5): Hujan yang terjadi dengan periode ulang 5 tahunan (mm/hari), r: angka pengganda untuk hujan efektif, Pe: hujan efektif = r x P(1:5), nWN (net Water Need): Air irigasi neto yang diperlukan di inlet group (mm/hari dan liter/det/ha).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
19
Tabel 4. Air irigasi neto yang diperlukan di jalur irigasi (Golongan 2: awal pengolahan tanah MT1: 16 November, MT2: 1 April) P (mm/hari) = 2 Data Golongan: Seteng ah Bulan an
1-Nov 16 1-Dec 16 1-Jan 16 1-Feb 16 1-Mar 16 1-Apr 16 1-May 16 1-Jun 16 1-Jul 16 1-Aug 16 1-Sep 16 1-Oct 16
2
Evapotransirasi (mm/hari) ETo
5.1 4.7 4.7 4.3 4.3 4.8 4.8 4.9 4.9 4.5 4.5 4.2 4.2 4.1 4.1 4.6 4.6 4.9 4.9 5.5 5.5 5.3 5.3
kc
1.20 1.20 1.20 1.27 1.33 1.30 1.30 matang bera 1.20 1.20 1.20 1.27 1.33 1.30 1.30 matang
MT1: 16-Nov MT2: Keperluan air (mm/hari) untuk topping Pengola Pergant up han ian air
ETc
M
6.12 5.64 5.64 5.46 5.72 6.24 6.24
8.12 7.64 7.64 7.46 7.72 8.24 8.24 0.00 0.00 7.40 7.40 7.04 7.33 7.45 7.33 7.98 0.00
0.00 5.40 5.40 5.04 5.33 5.45 5.33 5.98
Teknik Irigasi dan Drainase
I
WLR
14.60 14.30
3.30 3.30
12.50 12.50
3.30 3.30
1-Apr Hujan efektif (mm/hari)
Air di inlet neto nWN
P (1:5)
2.90 3.40 3.20 2.60 3.00 3.50 4.20 4.90 5.10 5.50 5.00 4.60 4.30 4.00 3.10 2.50 2.20 1.60 1.10 0.70 0.50 0.40 1.80
r
Pe
0.7 0.7 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.0 0.7 0.7 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
2.03 2.38 1.28 1.04 1.20 1.40
0.00 3.85 3.50 1.84 1.72 1.60 1.24 1.00
(mm/h ari)
(l/det/ ha)
12.57 11.92 6.36 6.42 9.82 6.84 0.00 0.00 0.00 8.65 9.00 5.20 5.61 9.15 6.09 10.28
1.46 1.38 0.74 0.74 1.14 0.79 0.00 0.00 0.00 1.00 1.04 0.60 0.65 1.06 0.71 1.19 0.00
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
20
Tabel 5. Air irigasi neto yang diperlukan di jalur irigasi (Golongan 3: awal pengolahan tanah MT1: 1 Desember, MT2: 16 April) Data Golongan: Setengah Bulanan
P (mm/hari)=
Evapotransirasi (mm/hari) ETo
1-Nov 16 1-Dec 16 1-Jan 16 1-Feb 16 1-Mar 16 1-Apr 16 1-May 16 1-Jun 16 1-Jul 16 1-Aug 16 1-Sep 16 1-Oct 16
4.7 4.7 4.3 4.3 4.8 4.8 4.9 4.9 4.5 4.5 4.2 4.2 4.1 4.1 4.6 4.6 4.9 4.9 5.5 5.5 5.3 5.3
kc
1.20 1.20 1.20 1.27 1.33 1.30 1.30 matang bera 1.20 1.20 1.20 1.27 1.33 1.30 1.30 matang
2 3 Mulai MT1: 1-Dec Keperluan air (mm/hari) untuk Perga toppin Pengola ntian g up han air
ETc
M
5.64 5.64 5.16 5.46 6.38 6.24 6.37
7.64 7.64 7.16 7.46 8.38 8.24 8.37 0.00 0.00 7.88 7.40 7.40 7.33 7.59 7.33 7.33 0.00
5.88 5.40 5.40 5.33 5.59 5.33 5.33
tanah I
WLR
14.30 14.30
3.30 3.30
12.90 12.50
3.30 3.30
MT2: Hujan efektif (mm/hari)
16-Apr
Air di inlet neto nWN
P (1:5)
3.40 3.20 2.60 3.00 3.50 4.20 4.90 5.10 5.50 5.00 4.60 4.30 4.00 3.10 2.50 2.20 1.60 1.10 0.70 0.50 0.40 1.80
r
Pe
0.7 0.7 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.7 0.7 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
2.38 2.24 1.04 1.20 1.40 1.68 1.96 2.04 2.20 3.50 3.22 1.72 1.60 1.24 1.00 0.88 0.64
(mm/ hari)
11.92 12.06 6.12 6.26 10.28 6.56 9.71 0.00 0.00 9.40 9.28 5.68 5.73 9.65 6.33 9.75 0.00
(l/det/ ha)
1.38 1.40 0.71 0.73 1.19 0.76 1.13 0.00 0.00 1.09 1.08 0.66 0.67 1.12 0.73 1.13 0.00
3. Penelitian SRI (System of Rice Intensification) Metode SRI yang pada awalnya dilakukan di Madagaskar oleh Fr. Henri de Lauline S.J., pendeta yang berasal dari Perancis yang sedang bertugas di sana pada tahun 1961, yang kemudian penerapannya berkembang dan dilakukan di berbagai negara. Di Indonesia Metode SRI mulai dikenal pada tahun 1999. Pada saat ini, tercatat lebih dari 20 negara telah mencoba dan menerapkan metode ini. Pada dasarnya, Metode SRI dikembangkan berdasarkan kreativitas petani setempat, dengan memanfaatkan dukungan sumber daya lokal. System of Rice Intensification atau SRI mulai dikembangkan di Jawa Barat sejak tahun 1999. Pada bulan September tahun 2002 Bagian Proyek TGA, Proyek Irigasi Andalan Jawa Barat, Departemen Pekerjaan Umum telah mengagendakan SRI sebagai salah satu materi pelatihan Aktivitas Penyuluhan Pertanian. Pelatihan dilaksanakan selama empat
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
21
hari, dibagi dalam empat angkatan masing-masing 40 peserta. Total sampai tahun 2006 telah dilakukan pelatihan terhadap 3780 orang petani dan petugas instansi terkait. Sampai tahun 2005 diperkirakan seluas 402 ha sawah di seluruh Jabar (0,04%) telah menggunakan SRI-Organik. Menurut Direktorat Pengelolaan Lahan, Departemen Pertanian jumlah petani dan petugas terlatih SRI di Jawa Barat sampai tahun 2006 adalah sebanyak 6.200 orang, dan luas tanam SRI pada MT 2005/2006 adalah 570 ha. SRI merupakan suatu metode budidaya padi yang memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan budidaya padi Konvensional. Kelebihan-kelebihan tersebut yaitu : (1). tanaman hemat air (pemberian genangan air maksimum 2 cm, paling baik macakmacak dan ada periode irigasi terputus/berselang); (2). hemat biaya (hanya membutuhkan benih 5 kg/ha, tenaga tanam berkurang dll); (3). hemat waktu (bibit muda, 10 hari setelah semai, panen lebih awal); (4) produksi lebih tinggi. Kelebihan-kelebihan tersebut merupakan dampak dari penerapan prinsip-prinsip dasar Metode SRI seperti (1). tanam bibit muda berusia kurang dari 15 hari setelah semai, ketika bibit masih berdaun dua helai; (2). tanam bibit satu lubang satu dengan jarak tanam 25x25 cm, 30 x30 cm atau lebih jarang lagi; (3). pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 15 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus. Benih ditanam dangkal (1~2 cm) membentuk huruf L; (4). Pemberian air maksimum 2 cm (macak-macak) dan pada periode tertentu dikeringkan sampai tanah retak (irigasi berselang/intermittent); (5). penyiangan sejak awal, sekitar umur 10 hari setelah tanam (HST) dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari; (6). Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik, meskipun hal ini bukan merupakan keharusan. Dari aspek penghematan air irigasi, perbedaan utama SRI yang diterapkan di Jabar dengan SRI di luar Jabar adalah pengaturan air macak-macak selama pertumbuhan tanaman dengan beberapa kali pengeringan. Sehingga sistem pemberian airnya dilakukan secara berkala (intermittent) tidak kontinyu seperti pada padi konvensional. SRI di luar Jabar yang dikembangkan oleh Nippon Koei pada proyek DISIMP menggunakan irigasi intermittent dengan genangan dangkal sekitar 2-3 cm serta beberapa kali pengeringan, tanpa mengharuskan penggunaan pupuk organik. Sementara SRI di Jawa Barat lebih dikembangkan dengan mengarah kepada penggunaan pupuk organik serta bahan-bahan alami lainnya. Hal tersebut didukung oleh potensi daerah tersebut dalam menyediakan bahan-bahan dasar pembuatan pupuk organik, serta kesadaran petani untuk memanfaatkan potensi lokal yang ada tersebut. Kajian yang dilakukan oleh Balai Irigasi di Manonjaya ini merupakan kajian kedua, pada musim tanam II tahun 2006. Berdasarkan data hasil panen musim tanam I diketahui bahwa dengan Metode SRI maka petani dapat meningkatkan produksinya hingga 32,3% dibandingkan produksi pada musim tanam sebelumnya (rata-rata produksi 4,72 ton GKG/ha). Sementara penghematan air irigasi pada budidaya padi metoda SRI dibandingkan dengan konvensional terjadi pada proses evaporasi dan perkolasi. Evaporasi dan perkolasi akan jauh berkurang pada kondisi macak-macak dibandingankan dengan kondisi genangan. Di masa depan diduga bahwa SRI akan berkembang pesat pada masyarakat petani Indonesia. Untuk itu Balai Irigasi mencoba mengkaji sejauh mana efisiensi pemakaian dan efisiensi manfaat air irigasi dalam metoda SRI. Jika berdasarkan hasil kajian tersebut terlihat adanya kenaikan nilai efisiensi pemakaian dan manfaat air yang signifikan terhadap produksi, maka lebih lanjut akan diteliti mengenai hubungan jaringan dan sistim irigasi bagaimana yang diperlukan untuk menunjang metoda SRI.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
22
Pada tahapan tersebut nantinya akan dikaji beberapa kemungkinan implementasi budidaya padi metode SRI dalam suatu daerah irigasi. Sejak tahun 2005 dilakukan penelitian SRI di rumah kaca dan di lapangan secara partisipatif dengan kelompok tani di desa Margahayu, kecamatan Manonjaya, kabupaten Tasikmalaya (Jabar) bertujuan untuk mengetahui kebutuhan air dan produktivitas padi metoda SRI dan konvensional. Hasil penelitian, memperlihatkan bahwa12: (1) Kesimpulan Penelitian di rumah kaca (Februari ~ Juli 2006) a. Jika cukup tersedia pupuk organik maka metoda SRI-Jabar13 dengan kondisi air macak-macak dan pengeringan secara berkala memberikan hasil tertinggi (56,4 g GKG/rumpun) dibandingkan dengan metoda genangan SRI-Gorontalo14 (37,3 g GKG/rumpun) ataupun konvensional15 (46,8 g GKG/rumpun). b. Jika tidak tersedia pupuk organik, maka pupuk anorganik dapat digunakan dengan irigasi konvensional yakni pengelolaan air genangan 5 cm kontinyu. c. Ditinjau dari aspek hemat air, maka metoda SRI-Jabar memperlihatkan nilai EMA tertinggi sebesar 1,27 kg GKG/m3 air, sedangkan pada sistim konvensional baik dengan pupuk organik maupun anorganik nilai EMA sekitar 0,9 kg GKG/m3 air. Dengan kata lain efisiensi manfaat air metoda SRI-Jabar adalah 1,27 kali dari metoda konvensional. Jumlah air yang dikonsumsi hanya untuk Evapotranspirasi saja. d. Pada SRI-Jabar dengan pupuk organik, keperluan air untuk ETc (mm/hari) pada setiap tahap pertumbuhan (a) awal, (b) vegetatif, (c) pembungaan, (d) pengisian bulir, (e) pematangan adalah sebesar: (a) 1,6 mm/hari, (b) 3,5 mm/hari, (c) 7,1 mm/hari, (d) 6,6 mm/hari, dan (e) 2,6 mm/hari. Total keperluan ETc dalam semusim 445 mm. Nilai koefisien tanaman16 (Kc) pada setiap pertumbuhan tanaman: (a) 0,32 , (b) 0,71 , (c) 1,58 , (d) 1,50 , (e) 0,59. e. Jumlah anakan maksimum yang dicapai pada kondisi rumah kaca lebih kecil daripada kondisi di luar disebabkan oleh intensitas penyinaran matahari di rumah kaca lebih kecil daripada di luar karena atapnya kurang transparant. (2) Pada MT2 2006 (Juni-Oktober) kondisi air kekurangan. a. Walaupun air yang tersedia hanya 27,3% dari yang seharusnya, metode SRI menghasilkan produksi sekitar 89% dari hasil SRI MT1 (pada kondisi cukup air), EMA rerata 2,20 kg GKG/m3 (pada tingkat produksi 5,10 ton GKG/ha). Pada metoda non-SRI, air yang tersedia sekitar 48% dari yang seharusnya, tetapi produksinya 77,7% dari hasil pada MT1, EMA17 nya hanya 1,64 kg GKG/m3 air (pada tingkat produksi 4,59 ton GKG/ha). EMA metode SRI adalah 1,34 kali dari metode non-SRI 12
Naskah lengkap dapat dilihat di File Tambahan Topik 2 Kuliah. Rancangan Operasional Irigasi untuk Pengembangan SRI . Paper yang ditulis oleh Dedi Kusnadi Kalsim disajikan pada Seminar KNI-ICID, tanggal 24 November di Bandung 13 SRI-Jabar: kompos 5~10 ton/ha, irigasi batas atas 2 cm dan batas bawah kering kapasitas lapang 14 SRI-Gorontalo: metode SRI yang diterapkan di Gorontalo oleh Nippon Koei, irigasi batas atas genangan (2-3 cm) dan batas bawah kondisi macak-macak. Pupuk anorganik diberikan sebanyak tiga kali menggunakan pupuk Urea, SP-36, dan KCl. 15 Konvensional: pupuk anorganik, genangan kontinyu 5~10 cm sampai periode pengisian bulir 16 ETo dihitung dengan metoda Penman-Monteith menggunakan Cropwat ver 4.1. 17
Dalam perhitungan EMA pada kasus ini, volume air yang digunakan adalah total air irigasi dan air hujan Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
23
Kesimpulan MT1 2006/2007 (Desember 2006~April 2007), air cukup. a. Hasil ubinan tertinggi di Petak 1 SRI (jarak tanam 40 x 40 cm) sebesar 7,0 ton GKG/ha dan terrendah di Petak 3 Non-SRI (jarak tanam 20 x 20 cm) 6,0 ton GKG/ha. Pada MT1 ini jumlah hujan yang terjadi selama pertumbuhan sampai panen adalah 1.698 mm, sedangkan jumlah air irigasi 89,5 mm. Irigasi hanya diberikan pada periode 0-20 hst dan sedikit di 21-50 hst, seterusnya dipenuhi oleh air hujan (4) Kesimpulan MT2 2006/2007 (Mei ~September 2007), air sedikit kurang. a. Hasil ubinan SRI pada petak 1 dan petak 2 masing-masing sebesar 7,5 ton GKG/ha, sedangkan di petak 3 Non-SRI produksinya 6,2 ton GKG/ha. Rerata total air irigasi 376 mm dan hujan yang terjadi 271 mm. Total air irigasi dan hujan antara 460 ~ 812 mm. Hujan efektif 43,4%. Kodisi lengas tanah pada Jika dibandingkan dengan total hujan efektif dan air irigasi, maka nilai EMA (kg GKG/m3 air) untuk petak 1-SRI, petak 2 SRI dan petak 3 Non SRI masingmasing adalah sebesar 1,60, 1,21, dan 1,36. (3)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
24
Penutup Beberapa pertanyaan: (1) Bagaimana menghitung konversi kebutuhan air 1 liter/detik/ha = 8,64 mm/hari? (2) Apa tujuan pelumpuran pada pengolahan tanah untuk tanaman padi? (3) Kenapa keperluan air pengolahan tanah pada MT1 (musim hujan) lebih besar daripada MT2 (musim kemarau)? (4) Apa yang dimaksud sistim golongan? Apa tujuan sistim golongan pada suatu daerah irigasi? (5) Apa yang dimaksud dengan “topping up requirement”? (6) Apa yang dimaksud dengan hujan efektif? (7) Apa yang dimaksud dengan hujan efektif menurut ahli irigasi pertanian dan menurut ahli teknik sipil (8) Sebutkan beberapa metoda pendugaan hujan efektif untuk pertanian (9) Apa yang dimaksud dengan ETo, ETc, Kc? (10) Apa yang dimaksud dengan “water layer replacement”? Untuk keperluan apa saja? (11)Apa yang dimaksud dengan “perkolasi”? bagaimana cara mengukurnya? (12)Apa yang dimaksud dengan “seepage”? bagaimana cara mengukurnya? (13)Apa maksudnya tinggi muka air di sawah diukur dengan “sloping gage”? (14)Kadar air gabah dapat dinyatakan dalam % kadar air “wet basis” dan “dry basis”. Terangkan arti % kadar air dry basis, dan % kadar air wet basis. (15) Kadar air tanah (lengas tanah atau soil moisture) umumnya dinyatakan dalam % kadar air dry basis, sedangkan kadar air gabah umumnya dinyatakan dalan % kadar air wet basis. Apa alasannya? (16) Jika diketahui hasil ubinan pada waktu panen adalah 5 ton GKP/ha, kadar air gabah kering panen 25%. Berapa besarnya prediksi hasil dalam satuan GKG/ha (kadar air GKG=14% wet basis). Berapa ton beras/ha? (17) Jika total kebutuhan air selama satu musim tanam sebesar 1.000 mm, dan produksinya 5 ton GKP/ha dengan kadar air panen 25% (wet basis). Berapa besarnya EMA (Efisiensi Manfaat Air) dalam satuan kg GKG/m3 air? Jika rendemen GKG ke beras adalah 0,70, berapa EMA dalam satuan kg beras/ m3 air? (18)Sebutkan beberapa metoda untuk pendugaan ETo dan data iklim apa yang diperlukan untuk masing-masing metoda (19) Bagaimana cara menghitung kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi sawah (20)Bagaimana caranya menentukan kebutuhan air untuk tanaman dalam pot atau polybag di rumah kaca? Apa satuan kebutuhan air yang tepat digunakan pada kasus ini? Kunci Jawaban:
1 m3 = 1000 liter, 1 ha = 10000 m2, 1 hari = 24 jam = 24x60x60 detik (2) Pelumpuran bertujuan untuk: (a) meningkatkan daya simpan air, (b) mengurangi perkolasi, (c) menciptakan genangan (3) Pengolahan tanah pada MT1 adalah pada awal MH atau akhir MK dimana tanah pada kondisi kering. Pengolahan tanah pada MT2 adalah pada awal MK atau akhir MH dimana tanah pada kondisi basah. (4) Sistim golongan adalah pembagian daerah berdasarkan perbedaan awal tanam, biasanya berbeda dalam 2 mingguan. Bertujuan untuk mengurangi kebutuhan puncak pada waktu pengolahan tanah (1)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
25
Keperluan air irigasi untuk mmpertahankan lapisan genangan pada lahan yang sudah diolah tanahnya. (6) Bagian hujan yang digunakan untuk keperluan tanaman yakni perkolasi dan ET pada tanaman padi. Untuk tanaman non-padi yang digunakan untuk ET. (7) Ahli pertanian definsi hujan efektif seperti pada nomor 6. Untuk ahli teknik sipil hujan efektif adalah bagian hujan berupa run-off yang mengisi simpanan waduk (8) Metoda pendugaan hujan efektif dibagi dua, yakni (a) untuk padi sawah, dan (b) untuk non-padi sawah. Lihat bahan ajar. (9) (a) ETo: evapotranspirasi tanaman acuan yakni sejenis rumput-tumputan, tinggi 15 cm, menutup tanah dengan sempurna, tumbuh sehat berdaun hijau, tidak kekurangan air. (b) ETc: evapotranspirasi tanaman, ETc = kc x ETo. (c) kc adalah koefisien tanaman tegantung pada jenis dan tahap pertumbuhan tanaman. (10)Water layer replacement: Sejumlah air yang diperlukan untuk mengembalikan genangan pada kondisi semula sesudah dilakukan pengeringan pada waktu pemupukan (11)Perkolasi adalah rembesan arah vertikal dinyatakan dalam mm/hari, diukur dengan alat lysimeter alas terbuka dan alas tertutup atau dengan perkolasimeter (12)Seepage adalah rembesan dari pematang sawah. Biasanya diukur bersama dengan perkolasi dengal alat “sloping gage” atau mistar ukur miring diletakkan di sawah. (13)Sloping gage adalah mistar miring, sehingga tinggi muka air genangan dapat dibaca dengan mudah (14)% kadar air gabah wet basis = (berat basah-berat kering oven)/berat basah x 100%. % kadar air gabah dry basis = (berat basah-berat kering oven)/berat kering oven x 100% (15)Kadar air tanah dalam dry basis supaya mudah diperbandingkan dan berlaku umum. Kadar air gabah dinyatakan dalam wet basis untuk mencegah terjadinya kadar air lebih dari 100%. (16)GKG = (100 – ka GKP)/(100-14) x berat GKP. Jadi 5 ton GKP/ha, kadar air 25% = (100 – 25)/86 X 5 ton/ha = 4,36 ton GKG/ha. Asumsi rendemen beras/GKG = 0,70. Produksi = 3,05 ton beras/ha. (17) EMA = 0,436 kg GKG/m3 air = 0,305 kg beras/m3 air. (18)Tergantung dari ketersediaan data dapat digunakan beberapa metoda: (a) BlaneyCriddle, (b) Thornthwite, (c) Metoda Radiasi, dan (d) Penman-Monteith (19)Untuk padi sawah: KAI (Kebutuhan Air Irigasi) = ET + P – Hujan efektif. Untuk non-padi sawah: KAI = ET – Hujan efektif (20)Dalam polybag sebaiknya KAT (Kebutuhan Air Tanaman) dinyatakan dalam liter per hari per pot. ET dapat dihitung dengan cara penimbangan pot per hari. Jumlah kg kehilangan berat per hari ekivalen dengan jumlah kg (liter) air yang hilang per hari karena digunakan ET (5)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk
26
Daftar Pustaka 1. Ankum, P.,1989. Irrigation Water Requirement: at field, tertiary and main system level. International Institute for Hydraulic and Environmental Engineering. Delft, The Neherlands. 2. Doorenbos, J. and W.O. Pruitt. 1984. Crop Water Requirements. FAO. Irrigation and Drainage Paper no.24, Rome. 3. Dastane, N.G., 1974. Effective Rainfall in Irrigated Agriculture. FAO, Irrigation and Drainage Paper No 25. Rome 4. Dedi Kusnadi Kalsim, 2002 (edisi ke 2). Rancangan Irigasi Gravitasi, Drainase dan Infrastruktur. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 5. Martin Smith, 1991. CROPWAT (ver.5.7): Manual and Guidelines. FAO
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
Topik 3. Prediksi Kekurangan Air
Pengurangan
Produksi
Akibat
1
Stress
Pendahuluan TIK mahasiswa memahami tentang: (a) neraca lengas tanah daerah perakaran di lahan beririgasi; (b) perhitungan lama dan selang irigasi; (c) pendugaan pengurangan produksi akibat stress kekurangan air; (d) kemampuan dan kelemahan software CROPWAT Bahan Ajar Bahan Ajar untuk Topik ini terdiri dari: (1) Sifat fisika tanah yang berkaitan dengan irigasi, (2) Manual dan Guidelines CROPWAT (5.7), (3) Respon hasil tanaman terhadap air . Program dan manual CROPWAT-win disimpan di File Tambahan Kuliah Topik 2.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
1.
2
Sifat Fisika Tanah yang Berkaitan Dengan Irigasi
Tanah adalah suatu sistim tiga fase yang terdiri dari: (a) bahan padat (solid material) yang terdiri dari mineral, bahan organik dan senyawa kimia, (b) fase cair (liquid) yang disebut sebagai lengas tanah (soil moisture); (c) fase gas yang disebut sebagai udara tanah (aerasi). Suatu diagram yang menggambarkan ke tiga fase ini dan proporsinya dalam bentuk massa dan volume terlihat pada Gambar 1 di bawah ini. Ms Densitas partikel tanah (ρs) didefinisikan sebagai ρ s = .../1/, disebut juga Vs ρ w sebagai Real Spesific Gravity (RSG); ρw = densitas air pada suhu 40 C. Densitas tanah adalah massa partikel tanah per unit volume tanah. Untuk tanah mineral densitas tanah sekitar 2,65 g/cc, maka RSG atau TSG (True Specific Gravity) ≈ 2,65. Untuk tanah organik densitas tanah umumnya antara 1,3 ~ 1,5 g/cc. Dry bulk density (DBD) (ρb) didefinisikan sebagai nisbah antara massa partikel kering dengan total volume tanah (termasuk padatan dan ruang pori): Ms Ms ρb = = .../2/; DBD kadang-kadang disebut juga Apparent specific Vt V s + Va + V w gravity (ASG). Walaupun istilah specific gravity menunjukkan suatu unit yang tak bersatuan, angkanya sama dengan DBD karena 1 gram air mengisi volume 1 cc pada suhu normal. ASG dipengaruhi oleh struktur, tekstur dan kepadatan tanah. ASG merupakan sifat fisik tanah yang penting dalam hubungannya dengan kemampuan tanah menahan air dan hantaran hidrolik (kondutivitas hidrolik). Sebagai contoh ASG suatu tanah melebihi 1,7 maka hantaran hidroliknya sedemikian rendahnya sehingga drainase menjadi sulit.
Gambar 1. Perbandingan massa dan volume masing-masing Fase di dalam tanah Ma: massa udara (diabaikan), Mw: massa airtanah, Ms: massa padatan (solid), Mt: total massa = Ma + Mw + Ms, Va: volume udara, Vw: volume air, Vf: volume pori = Va + Vw, Vs: volume padatan, Vt: total volume tanah = Vf + Vs.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
Total (wet) bulk density (ρt): ρ t =
Porositas (n): n =
Vf Vt
=
Mt Ms + Mw = Vt V s + Va + V w
Va + V w × 100% . V s + Va + V w
3
.../3/
.../4/
Porositas dipengaruhi oleh karakteristik tekstur dan struktur tanah. Tanah pasir umumnya mempunyai porositas antara 35% ~ 50%, tanah liat antara 40% ~ 60%. Va + V w Vs Vs Pori kapiler dan pori non-kapiler Void ratio (e) : e =
Vf
=
.../5/
Terdapat dua kelas utama pori tanah yakni pori kapiler dan pori non-kapiler. Pori kapiler mengandung air yang masih tetap tertinggal di sana setelah drainase bebas selesai. Porositas kapiler adalah persentase pori yang diisi oleh air kapiler. Pori nonkapiler mempunyai ruang pori yang lebih besar sehingga air tidak dapat lagi berada di sana karena gaya kapiler. Suatu hubungan antara porositas, void ratio dengan ASG dapat dinyatakan sebagai berikut: n ρ b = ρ s 1− 100
/3.6a/;
ρ s = ρ b (1 + e )
.../6b/
Kebasahan tanah (soil wetness) menujukkan kandungan air relatif dalam tanah yang dapat dinyatakan dalam: (a) kebasahan massa (mass wetness) (θm) = Mw/Ms; biasa disebut sebagai lengas tanah dapat dinyatakan dalam desimal atau persen (b) kebasahan volume (volume wetness) (θv); V Vw M θv = w = = ρ b w ... /7/ Vt Vs + V f Ms umumnya disebut juga sebagai lengas tanah volumetrik. Derajat kejenuhan (degree of saturation, DS) adalah volume air yang terdapat dalam Vw Vw = total volume pori tanah atau DS = .../8/ V f Va + V w Komposisi ukuran butir tanah Terdapat dua klasifikasi yang diajukan oleh USDA (United States Department of Agricukture) dan ISSS (Intenational Soil Scince Society), seperti pada Tabel 1. Tekstur tanah Perbandingan relatif antara pasir, debu dan liat menentukan kelas tekstur tanah. Untuk menentukan kelas tekstur tanah dapat digunakan Segi Tiga Tekstur seperti pada Gambar 2
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
4
Lengas tanah Klasifikasi lengas tanah Suatu tanah kering jika diberikan air melalui hujan atau irigasi, maka air akan disebar ke sekeliling partikel tanah yang ditahan oleh gaya adhesi dan kohesi. Air tersebut menggantikan ruangan yang semula ditempati oleh udara dalam ruang pori. Jika semua ruang pori baik kecil maupun besar sudah terisi oleh air, maka tanah tersebut dikatakan dalam keadaan jenuh air atau pada keadaan kapasitas retensi maksimum. Tabel 1. Klasifikasi kelas ukuran butir berdasarkan USDA dan ISSS Fraksi
Diameter partikel (mm) USDA ISSS Kerikil >2 >2 Pasir sangat kasar 1,0 – 2,0 Pasir kasar 0,5 – 1,0 0,2 – 2,0 Pasir medium 0,25 – 0,5 Pasir halus 0,10 – 0,25 0,02 – 0,20 Pasir sangat halus 0,05 – 0,10 Debu (silt) 0,002 – 0,05 0,002 – 0,02 Liat (clay) < 0,002 < 0,002
Terdapat 3 kelas utama lengas tanah yakni (a) air higroskopik: air yang diikat pada permukaan partikel tanah oleh gaya adsorpsi; (b) air kapiler: air yang diikat oleh gaya tegangan permukaan sehingga terjadi suatu lapisan tipis sekeliling partikel tanah di dalam ruang kapiler; (c) air gravitasi: air yang bergerak dengan bebas sebagai akibat dari gaya gravitasi. Jika tanah mendekati keadaan jenuh, maka gerakan air sangat mudah. Tetapi jika lengas tanah makin berkurang, semakin besar gaya yang diperlukan untuk mengambil atau mengalirkan lengas tanah. Air kapiler ditahan antara tegangan 31 atm ~ 1/3 atm. Air tanah yang ditahan lebih kecil dari 1/3 atm akan merupakan air gravitasi dan bergerak ke bawah. Air gravitasi didrainasekan di daerah perakaran tanaman, kecuali kalau ada hambatan seperti adanya hard-pan 1 atau muka airtanah yang tinggi. Proses ini memerlukan waktu sekitar satu hari untuk tanah bertekstur pasir, dan sampai 3-4 hari untuk tanah berteksur liat halus. Hal ini dapat digunakan sebagai pedoman lapangan untuk mengukur lengas tanah pada kapasitas lapang, yakni dengan mengambil contoh tanah satu hari setelah hujan pada tanah berpasir atau 3-4 hari sesudah hujan pada tanah liat, kemudian mengukurnya di laboratorium dengan cara gravimetri. Tegangan permukaan Salah satu fenomena tegangan permukaan adalah kapilaritas tanah, seperti pada Gambar 3.3 di bawah. Komponen vertikal tegangan permukaan (F2) = 2πr.σ.cosθ; dimana σ: tegangan permukaan (F1), θ: sudut kontak. Berat kolom air pada tinggi h dengan diameter 2 r = n r2 h g ρ; ρ: densitas air, g: gaya gravitasi.
1
Lapisan hard pan disebut juga lapisan tapak bajak, relatif lebih kecil permeablitasnya sulit dilalui air
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
5
Gambar 2. Segi tiga tekstur USDA dan ISSS
Berdasarkan keseimbangan maka: 2πr.σ.cosθ = n r2 h g ρ; atau h =
2σ cos θ ; jika gρ r
2σ . Persamaan ini dapat digunakan untuk gρ r menghitung tinggi kenaikan air kapiler jika ukuran pori efektif diketahui. sudut θ = 0; cos θ = 1, maka h =
Tegangan lengas tanah (soil moisture tension) Tegangan lengas tanah adalah suatu ukuran kekuatan dimana air ditahan dalam tanah dan menunjukkan gaya per satuan luas yang harus diberikan untuk mengambil airtanah. Biasanya dinyatakan dalam satuan atmosfir (rerata tekanan udara di permukaan laut), biasa pula dinyatakan dalam satuan cm kolom air atau mm air raksa. Konversi satuan adalah sebagai berikut: 1 atm = 1.036 cm kolom air = 76,39 cm Hg; 1 bar = 106 dn/cm2
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
6
= 1.023 cm kolom air. Schofield (1935) menganjurkan penggunaan logaritma dari kolom air dengan simbol pF = log h, dimana h: tegangan airtanah dalam cm air.
Gambar 3. Kenaikan kapiler hubungannya dengan diameter tabung kapiler
Konstanta lengas tanah Konstanta lengas tanah yang biasa digunakan dalam bidang pertanian adalah: (a) Kapasitas jenuh (saturation capacity). Jika semua pori tanah diisi air, maka disebut sebagai kapasitas jenuh atau maximum water holding capacity. Tegangan airtanah mendekati 0 dan sama dengan permukaan air bebas (b) Kapasitas lapang (field capacity). Kapasitas lapang tanah adalah kandungan lengas tanah sesudah drainase air secara gravitasi, menjadi sangat lambat dan lengas tanah menjadi relatif stabil. Keadaan ini biasanya dicapai setelah 1 hari sampai 3 hari sesudah pembasahan dengan air hujan atau irigasi. Tegangan airtanah pada keadaan kapasitas lapang berbeda dari tanah yang satu dengan tanah lainnya, tetapi umumnya berkisar antara selang 1/10 ~ 1/3 atmosfir. (c) Layu permanen (wilting permanent) (TLP). Biasa juga disebut titik layu permanen yakni kondisi lengas tanah dimana tanaman tidak mampu lagi mengisap airtanah untuk memenuhi transpirasi, dan tanaman akan tetap layu walaupun air diberikan. Tegangan airtanah pada titik layu permanen berkisar antara 7 ~ 32 atm tergantung pada tekstur tanah dan jenis tanaman. Umumnya 15 atm digunakan untuk menentukan TLP. (d) Ultimate wilting point yakni kandungan lengas tanah dimana tanaman mati, biasanya tegangan airtanah sekitar 60 atm (e) Lengas tanah tersedia (Available Soil Moisture = ASM) adalah selang lengas tanah antara kapasitas lapang dengan TLP. ASM menggambarkan lengas tanah yang dapat disimpan di daerah perakaran untuk digunakan tanaman. Lengas tanah mendekati TLP adalah tidak segera tersedia untuk tanaman, sehingga istilah RAM (Ready Available Moisture) berhubungan dengan bagian ASM yang termudah diekstrak oleh tanaman. Jumlah total kedalaman air yang tersedia (d) di daerah perakaran (D) dalam kaitannya dengan ASG adalah sebagai berikut: Pfc − PWP (f) d= × ρ b × D ; dimana d: total lengas tanah tersedia (cm), Pfc: lengas 100 tanah basis berat pada kapasitas lapang (%), PWP: lengas tanah (basis berat) pada
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
7
titik layu permanen (%), ρb: ASG (tak bersatuan), D: kedalaman daerah perakaran (cm). Menurut Doorenbos dan Kassam (1979)2, RAM merupakan persentase dari total lengas tanah tersedia (TAM) di mana evapotranspirasi aktual (ETa) masih sama dengan evapotranspirasi potensil (ETm). Besarnya RAM (mm air/m kedalaman perakaran) sama dengan TAM (mm air/m kedalaman perakaran) dikalikan dengan faktor deplesi (p). Besarnya nilai “p” mencerminkan tingkat kepekaan tanaman terhadap kekurangan air. Semakin kecil nilai p nya semakin peka tanaman terhadap kekeringan, sebaliknya semakin besar nilai p maka semakin tahan terhadap kekeringan. Jika jumlah lengas tanah yang dievapotranspirasikan lebih besar dari RAM, sehingga jumlah lengas tanah di daerah perkaran lebih kecil dari (ASM-RAM), maka ETa < ETm dan akan terjadi pengurangan produksi dari nilai produksi maksimumnya. Besarnya nilai p tergantung pada jenis tanaman dan evapotranspirasi maksimum. Tanaman dibagi menjadi 4 kelompok (Tabel 2) dan nilai p yang dinyatakan dengan besarnya bagian dari TAM untuk masing-masing kelompok tanaman pada beberapa nilai ETm tercantum pada Tabel 3. Tabel 2 Pengelompokan tanaman menurut besarnya RAM Kelompok 1 (peka) 2 3 4 (tahan kering)
Tanaman Bawang, cabe, kentang Pisang, kubis, anggur, pea, tomat, alfalfa, kacang-kacangan, jeruk, kacang tanah, nenas, bunga matahari, semangka, gandum Kapas, jagung, olive (zaitun), safflower, sorghum (cantel), kedelai, kacang hijau, gula bit, tebu, tembakau Tabel 3. Besarnya nilai p untuk berbagai kelompok tanaman
pada berbagai nilai ETm3 Kelompok tanaman 1 2 3 4
2 0,50 0,67 0,80 0,87
3 0,42 0,57 0,70 0,80
4 0,35 0,47 0,60 0,70
ETm (mm/hari) 5 6 7 0,30 0,25 0,22 0,40 0,35 0,32 0,50 0,45 0,42 0,60 0,55 0,50
8 0,20 0,27 0,37 0,45
9 0,20 0,25 0,35 0,42
10 0,17 0,22 0,30 0,40
Secara skhematis ketersediaan lengas tanah dapat digambarkan seperti pada Gambar 4. di bawah ini.
2 3
Doorenbos,J.; A.H. Kassam, 1979. Yield Response to Water. FAO, Rome Sumber: Doorenbos,J.; A.H. Kassam, 1979. Yield Response to Water. FAO, Rome
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
8
Kering oven air 60 atm
Titik Layu Ultimate (akhir)
15 atm
Titik Layu Permanent
Tidak Tersedia untuk tanaman Tersedia untuk pertumbuhan tanaman
Kapasitas Lapang
1/3 atm
Air Gravitasi
Jenuh air
Gambar 4. Skhema ketersediaan lengas tanah
Tabel di bawah ini menggambarkan selang kapasitas air tersedia untuk berbagai tekstur tanah. Tabel 4. Selang ketersediaan airtanah untuk berbagai kelas tekstur tanah 4 Tekstur tanah Pasir halus (fine sand) Lempung berpasir (sandy loam) Lempung berdebu (silt loam) Lempung berliat (clay loam) Liat (clay)
% lengas tanah dari berat tanah kering cm air per meter Kapasitas Titik Layu Permanen kedalaman tanah lapang 3~5 1~3 2~4 5 ~ 15 3~8 4 ~ 11 12 ~ 18 15 ~ 30 25 ~ 40
6 ~ 10 7 ~ 16 12 ~ 20
6 ~ 13 10 ~ 18 16 ~ 30
Daerah perakaran efektif Daerah perakaran efektif adalah kedalaman akar dimana akar tanaman cukup dewasa mampu mengisap lengas tanah. Perkembangan akar tanaman bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan jenis tanah. Tabel di bawah ini menggambarkan rerata kedalaman perakaran efektif tanaman yang tumbuh di lahan subur, berdrainase baik, dan tidak ada hambatan lapisan kedap. Pola ekstraksi lengas tanah di daerah perakaran tanaman yang tumbuh pada tanah yang seragam, umumnya dapat digambarkan seperti pada Gambar 5. Pengukuran karakteristik lengas tanah Terdapat dua metoda untuk menyatakan besarnya kandungan air dalam tanah, yakni (a) banyaknya air yang terdapat dalam volume tanah tertentu (berat/volume), (b) tegangan airtanah. Lengas tanah basis berat dinyatakan = Berat contoh tanah basah − contoh kering × 100% berat contoh kering 4
Sumber: Booher (1967)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
Tabel 5. Kedalaman daerah perakaran efektif untuk berbagai tanaman Dangkal 60 cm Padi Kentang Kol bunga Kubis Lettucea) Bawang a) Brokoli
a)
Karakteristik perakaran Sedang Dalam 90 cm 120 cm Gandum Jagung Tembakau Kapas Jarak Cantel Kacang tanah Pearl millet Melon Kedelai Wortel Gula bit Kacang-kacangan Tomat Cabe Rumput pakan ternak Kentang Ubi manis Strawberi
Sangat dalam 180 cm Tebu Jeruk Kopi Apel Anggur Safflower Lucerne Kapas Semangka Alfalfa Asparagus
kadang-kadang hanya sampai 0,3 m
Gambar 5. Pola ekstraksi lengas tanah di daerah perakaan tanaman
Teknik Irigasi dan Drainase
9
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
10
Contoh 1: Contoh tanah dikeringkan dalam oven pada suhu 1050 C selama 24 jam. Lengas tanah volumetrik : % volume = % berat x Bulk Density. Misalnya BD = 1,6 g/cc; % berat = 14%, maka % volume = 14/100 x 1,6 g/cc = 22,4 cm air per 100 cm kedalaman tanah atau 224 mm air per 1 meter kedalaman tanah. Tegangan airtanah dapat diukur secara langsung di lapangan dengan alat tensiometer (Gambar 9). Untuk pengukuran tegangan airtanah biasanya dilengkapi dengan manometer atau vacuum gauge yang skalanya telah dikalibrasi dengan tekanan dalam atmosfir atau cm kolom air. Alat ini hanya dapat digunakan untuk tegangan airtanah lebih kecil dari 1 atm. Batas pengukuran umumnya 0,85 atm, karena jika tegangannya terlalu rendah (daya isap tinggi) maka udara akan masuk ke dalam alat lewat pori-pori mangkuk keramik. Untuk konversi tegangan airtanah ke persen lengas tanah harus dibuat kurva karakteristik dari jenis tanah tersebut. Tensiometer pemakaiannya cocok untuk tanah berpasir dimana umumnya lengas tanah tersedia untuk tanaman terjadi pada tegangan kurang dari 1 atm. Untuk selang tegangan lengas tanah dari 0 – 100 bar, digunakan alat pressure-plate apparatus (Gambar 9c). Contoh tanah jenuh ditempatkan dalam membran selolusa tipis yang dapat meloloskan air (tapi tak meloloskan udara), berada dalam suatu peralatan seperti pada Gambar 9c. Tekanan udara pada ekstraktor dinaikkan dan air keluar dari contoh tanah lewat membran sampai suatu kesetimbangan dicapai. Pada kondisi ini tekanan udara ekivalen dengan tegangan lengas tanah. Kemudian lengas tanahnya diukur secara gravimetri.
Gambar 9a. Tensiometer di lapangan
Gambar 9b. Tensiometer sederhana di laboratorium
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
Gambar 9c. Pressure-plate apparatus di laboratorium
Teknik Irigasi dan Drainase
11
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
12
2. Infiltrasi Proses dan persamaan infiltrasi Proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah disebut infiltrasi. Karakteristik infiltrasi tanah adalah merupakan salah satu variabel yang penting dalam perencanaan irigasi. Laju infiltrasi adalah suatu karaktersitik tanah yang menentukan laju maksimum masuknya air ke dalam tanah pada kondisi tertentu. Laju infiltrasi mempunyai satuan L/T. Laju aktual masuknya air ke dalam tanah pada saat waktu tertentu disebut sebagai kecepatan infiltrasi. Pada waktu awal laju infiltrasi akan besar karena tanah pada kondisi kering. Sesudah sekitar 20-30 menit, laju infiltrasi akan menurun karena ruang udara dalam tanah mulai terisi air. Selanjutnya setelah sekitar 1-2 jam laju infiltrasi relatif konstan. Laju infiltrasi yang konstan disebut laju infiltrasi dasar (basic infiltration rate) (Gambar 6a). Beberapa tipikal kurva laju infiltrasi tanah untuk berbagai tekstur tanah diperlihatkan seperti pada Gambar 6b. Akumulasi infiltrasi adalah total jumlah air yang masuk ke dalam tanah pada selang waktu tertentu: F = k t n .../9/ dimana F: akumulasi infiltrasi (L), t: waktu (T); k dan n adalah konstanta. Laju infiltrasi pada t tertentu didapat dengan mendeferensialkan persamaan akumulasi infiltrasi terhadap t:
I=
dF = k n t n− 1 .../10/ dt
Persamaan ini disebut sebagai persamaan infiltrasi dari Kostiakov.
Gambar 6a. Kurva akumulasi dan laju infiltrasi
Pengukuran dan Analisis Data Infiltrasi Untuk keperluan perencanaan irigasi umumnya infiltrasi diukur dengan ring infiltrometer ganda. Dimensi alat tersebut terlihat pada Gambar 7a dan Gambar 7b. Ujung silinder dibuat tajam, sehingga kedua buah silinder mudah ditancapkan sedalam 10 cm dengan cara memukul dengan palu secara hati-hati. Biasanya dipasang balok kayu melintang silider, kemudian balok tersebut dipukul dengan palu secara hati-hati, sehingga tanah tidak banyak terganggu. Kedua silinder diisi air sekitar 7~12 cm, Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
13
kemudian penurunan muka air di silinder bagian dalam dicatat dengan waktunya. Penurunan air di silinder luar tidak perlu dicatat, karena silinder luar digunakan sebagai penyangga (buffer) supaya air di silinder dalam akan berinfiltrasi vertikal. Contoh hasil pengamatan dengan ring infiltrometer adalah seperti pada Tabel 6.
Gambar 6b. Tipikal kurva laju infiltrasi pada berbagai tekstur tanah
Tabel 6. Contoh data pengamatan infiltrometer Jarak permukaan air Waktu (menit) 5 10 15 25 45 60 75 90 110 130
Sebelum pengisian (cm)
Sesudah pengisian (cm)
Kedalaman air yang meresap untuk setiap interval waktu (cm)
Akumulasi infiltrasi
9,3 10,0 10,1 9,5 9,9 9,5 9,5 9,5 9,0 9,0
11,0 11,0 11,0 11,0 11,0 11,0 11,0 11,0 11,0 11,0 11,0
1,7 1,0 0,9 1,5 2,2 1,5 1,5 1,5 2,0 2,0
1,7 2,7 3,6 5,1 7,3 8,8 10,3 11,8 13,8 15,8
Teknik Irigasi dan Drainase
(cm)
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
14
7~12 cm
25 cm
10 cm 30 cm 60 cm Silinder dalam
Silinder luar
Gambar 7a. Ring infiltrometer ganda
Gambar 7b. Ring infiltrometer ganda
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
15
Kurva kumulatif infiltrasi (mm) terhadap waktu t (menit) Kumulatif infiltrasi (mm) 180 160 140
F = 5,7 t
120
0,61
100 80 60 40 20 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (menit)
Gambar 8a. Kurva kumulatif Infiltrasi F = k t n
Gambar 8b. Kurva kumulatif Infiltrasi F = k t n pada kertas grafik logaritmik ganda
Dari data pengamatan tersebut didapatkan data akumulasi infiltrasi (Gambar 8a). Untuk mendapatkan nilai parameter k dan n dalam persamaan infiltrasi, data akumulasi infiltrasi tersebut diplotkan pada kertas grafik logaritma ganda sehingga akan didapatkan garis lurus, karena log F = log k + n log t, merupakan persamaan garis lurus, tg α = n (tangens arah). Untuk t = 1, maka F = k. Nilai k didapat dari harga F untuk t = 1. Jadi konstanta k dan n didapat. Persamaan laju infiltrasi juga dapat diketahui. Berdasarkan Gambar 8c, persamaan kumulatif infiltrasi dari F = k t n, menjadi log F = log k + n log t. Pada t = 1, maka log F = log k atau nilai F sama dengan nilai k. Terbaca dari Gambar 8c nilai k = 5,7. Nilai n dihitung dari lereng pada garis lurus, jika diambil nilai F pada selang satu siklus nilai t (nilai t = 100, dan nilai t =10). Maka nilai n = (log 110 – log 27) : (log 100 – log 10) = (2,041 – 1,431) : (2 – 1) = 0,61. Dengan demikian persamaan kumulatif infiltrasinya adalah F = 5,7 t 0,61; dan persamaan laju infiltrasinya adalah I = k.n t n-1 = 3,48 t -0,39 , dimana I (mm/menit), t (menit), F (mm).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
16
Kumulatif Infiltrasi
Kumulatif Infiltrasi (mm)
73
158 138 118 103 88
51 27
36
17
0.01
0.1
1
10
100
Waktu (menit)
Gambar 8c. Plotting data akumulasi infiltrasi (data dari Tabel 6) pada kertas grafik logaritma ganda
Teknik Irigasi dan Drainase
1000
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
17
3. CROPWAT (5.7): Manual and Guidelines CROPWAT (5.7): Manual and Guidelines
5
(Martin Smith, 1991. FAO)
Disadur untuk kepentingan pendidikan di lingkungan IPB oleh Dedi Kusnadi Kalsim Bagian Teknik Tanah dan Air, FATETA IPB e-mail:
[email protected] Februari 2000 Program Komputer untuk IBM-PC: Untuk Menghitung: • Evapotranspirasi Tanaman Acuan (Reference Crop Evapotranspiration) • Kebutuhan Air Tanaman (Crop Water Requirement) • Kebutuhan Air Irigasi (Irrigation Water Requirement) • Skhema Pasok Air (Scheme Water Supply) Untuk Mengembangkan: • Jadwal Irigasi pada Berbagai Kondisi Manajemen Air Untuk Menduga: • Produksi Tanaman pada Tadah Hujan dan Pengaruh Kekeringan pada Irigasi Defisit 1. STRUKTUR FILE: Pada directory CLIMATE : A:\CLIMATE • *.PEN : file data iklim: suhu udara, RH, angin, penyinaran, juga evapotranspirasi yang dihitung berdasarkan Metoda Modifikasi Penman-Monteith • *.CLI : file data iklim dengan data rata-rata bulanan ET0 dan Hujan juga dengan nilai Hujan Efektif yang dihitung berdasarkan 4 pilihan metoda Pada directory CROPS : A:\CROPS • *.CRO : file data crop berisikan data lama waktu tahapan pertumbuhan, koefisien tanaman, kedalaman perakaran, tingkat deplesi (p) dan faktor respon hasil (Ky). Pada directory Field: A:\FIELDS • *.SOL : file data tanah berisikan lengas tanah tersedia • *.FLD : file data berisikan tanggal waktu tanam dan data kebutuhan air irigasi tanaman 2. MENU UTAMA PROGRAM OPTIONS: 1. ETo Penman-Monteith Calculations 2. Crop Water Requirements 3. Irrigation Scheduling 5
Versi ini dalam operasi DOS. Manual CROPWAT –win versi 4.2 dapat dibaca dalam File Tambahan dalam bentuk fdp. Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
4. 5. 6. 7. 2.1.
18
Scheme water supply Printer setting Drive & Path Setting Exit CROPWAT Menghitung ETo, dengan metoda Penman-Monteith. Data yang diperlukan: Nama stasiun, Altitude (elevasi mdpl), Koordinat Lintang, Bujur, Data iklim rata-rata harian setiap bulan (Januari-Desember): Suhu Udara (0C), RH (%), Kecepatan Angin (m/det atau km/hari), Penyinaran Matahari (% atau jam/hari).
Catatan: Dalam Data BMG, penyinaran matahari dinyatakan dalam %; angka 100% = 8 jam (dari jam 08.00 sampai 16.00)6. Konversi dari % ke jam/hari dianjurkan untuk tidak menggunakan konversi seperti BMG. Input data dalam % dihitung oleh CROPWAT sebagai nilai dari n/N (%). Menurut Berney & Partners (1985) untuk Indonesia digunakan konversi S = 0.60 Z + 0.12; S: rasio dengan penyinaran 1 hari penuh, Z: rasio dengan penyinaran 8 jam per hari. Contoh jika data persen penyinaran matahari di suatu tempat (BMG) pada bulan Januari sebesar 50%, maka jam penyinaran per hari tidak berarti 4 jam. Nilai S = 0,6 x 0,5 + 0,12 = 0,42. Jam penyinaran per hari sama dengan 0,42 x 12 jam = 5,04 jam/hari. Nilai koefisien Angstrom yang digunakan dalam program ini a = 0.25, b = 0.50, harus dirubah untuk kondisi Indonesia menjadi a = 0.29, b = 0.59. 2.2.
Crop Water Requirement (CWR)
2.2.1. Perhitungan Hujan Efektif ada 5 pilihan: Nilai persentase tertentu dari hujan bulanan (Fixed Percentage): Peff = a. Ptot, biasanya nilai a = 0.7 – 0.9 b. Dependable rain (hujan andalan) didefinisikan sebagai hujan dengan peluang terlewati tertentu: Peluang terlewati 80% menggambarkan kondisi tahun kering, 50% kondisi tahun normal dan 20% kondisi tahun basah. Secara empirik menurut AGLW/FAO: • Pef = 0.6 * P mean - 10; untuk P mean < 60 mm/bulan • Pef = 0.8 * P mean - 25; untuk P mean > 60 mm/bulan c. Empirical formula (locally developed): Biasanya dikembangkan dengan rumus umum sebagai berikut: Peff = a Pmean+ b untuk Pmean< Z mm Peff = c Pmean+ d untuk Pmean> Z mm Konstanta a, b, c dan d dikembangkan berdasarkan penelitian secara lokal. Hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu (misalnya 75%). Untuk beberapa daerah sudah mempunyai persamaan linier antara hujan bulanan rata-rata dengan hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu. Untuk Indonesia, Oldeman, L.R. (1980) menyatakan bahwa hujan peluang terlewati 75% (Y) dapat dinyatakan dengan persamaan: Y = 0.82 X - 30, dimana X = rata-rata hujan bulanan. Hujan efektif untuk tanaman padi adalah 100% dari Y, sedangkan untuk palawija 75% dari Y. d. USBR: • Pef = P mean x (125 - 0.2 P mean )/125; untuk P mean < 250 mm a.
6
BMG mengukur penyinaran matahari dengan alat Campbel Stoke dimana kemiringan matahari optimum terjadi pada antara jam 08.00 – 16.00. Jika dilakukan pengukuran sebelum jam 08.00 atau setelah jam 16.00 kemiringan matahari belum optimum sehingga tidak dapat membakar kertas pias Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
19
Pef = 125 + 0.1 x P mean ; untuk P mean > 250 mm e. Hujan tidak diperhitungkan •
Catatan: Dalam perhitungan neraca air harian dalam irrigation schedulling, pasok hujan ditentukan berdasarkan basis harian dan losses hujan karena perkolasi dan limpasan permukaan diduga berdasarkan kondisi aktual lengas tanah di daerah perakaran. Dengan demikian hujan total (bukan hujan efektif) digunakan dalam perhitungan neraca air, kemudian hujan efektif dihitung selama total periode pertumbuhan tanaman. 2.2.2. Input Crop Data. Data tanaman terdiri dari: nama tanaman; tahap pertumbuhan tanaman (4); pada setiap tahap pertumbuhan: umur tanaman (hari), koefisien tanaman (kc), dalam perakaran (m), depletion level (p), response hasil (Ky) 2.2.3. Tanggal tanam (planting date) 2.2.4. Perhitungan CWR dilakukan setiap dasarian (10 harian). ETcrop = Kc x ETo IRReq = ETcrop - Peff Peff : Hujan efektif Catatan: Perhitungan CWR untuk padi sawah berbeda dengan tanaman non-padi, karena memerlukan air tambahan untuk pesemaian, penyiapan lahan (pelumpuran) dan laju perkolasi. Pada CROPWAT versi ini sudah dilengkapi dengan perhitungan kebutuhan air untuk padi sawah akan tetapi belum dengan penjadwalan. 2.3.
Perhitungan Kebutuhan Air Untuk Padi (Rice Water Requirements)
Perhitungan kebutuhan air untuk padi sawah berbeda dengan tanaman non-padi. Air irigasi diperlukan tidak hanya untuk evapotranspirasi tanaman tetapi juga untuk perkolasi selama kondisi sawah tergenang. Selanjutnya sebelum tanam (tandur), sejumlah air irigasi diperlukan untuk penyiapan lahan (pelumpuran) dan pesemaian. Oleh karena itu input data dan perhitungan kebutuhan airnya berbeda dari tanaman nonpadi. 2.3.1.Input Rice Data: Tahapan Pertumbuhan. Umumnya non-padi terdiri dari 4 tahapan, sedangkan padi terdiri dari 6 tahapan: • Tahap 1. Pesemaian: jumlah hari mulai dari penyiapan lahan sampai dengan tanam • Tahap 2. Penyiapan lahan (pelumpuran): jumlah hari diperlukan untuk penyiapan lahan dan penggenangan sebelum tanam • Tahap 3 sampai 6 terdiri dari: Tahap Awal (A), Vegetatif (B), Pembungaan (C), Pengisian biji dan pematangan (D). • Koefisien Tanaman (Kc) • Areal pesemaian: Luas untuk pesemaian hanya sebagain dari total areal (biasanya 10%), sehingga diperlukan sebagai input untuk reduksi CWR secara proporsional • Jumlah air untuk penyiapan lahan (Land preparation depth): Sejumlah air diperlukan untuk penyiapan lahan umumnya dibagi menjadi dua bagian. Pertama
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
20
•
untuk penjenuhan tanah (sekitar 100 - 150 mm) selanjutnya dilakukan pelumpuran dan perataan tanah. Sebelum tanam air irigasi sebesar 100 mm diperlukan untuk mendapatkan genangan macak-macak. Total keperluan air untuk pengolahan lahan sekitar 200 - 250 mm. Jumlah ini diperlukan selama periode waktu pengolahan lahan, sehingga semakin lama periode pengolahan lahan, maka semakin kecil air irigasi harian yang diperlukan. Laju perkolasi: besarnya tergantung dari jenis tanah dan kedalaman air tanah. Perkolasi akan berlangsung selama genangan dilakukan di petakan sawah. Proses perkolasi diperlukan tanaman untuk menyediakan oksigen bagi pertumbuhan tanaman. Normal laju perkolasi adalah sekitar 1 - 3 mm/hari, tetapi pada petakan dengan tekstur tanah kasar dan topografi berlereng perkolasi dapat mencapai 10 - 20 mm/hari.
2.4.
Perhitungan Keperluan Irigasi Padi
Perhitungan keperluan air irigasi untuk padi termasuk untuk evapotranspirasi, perkolasi, penyiapan lahan dan pesemaian. Evapotranspirasi dan perkolasi akan terjadi selama petakan sawah tergenang. Selama pesemaian ETc dan perkolasi terjadi hanya pada sebagian luasan pesemaian. Selama penyiapan lahan luasan ini bertambah setiap hari sampai seluruhnya ditanami. Faktor luasan (%) dalam hasil cetakan, menunjukkan ratarata luasan yang tercover selama periode 10-harian. 3. PENJADWALAN IRIGASI (Irrigation Scheduling) Option ini hanya dapat dilakukan apabila sudah selesai perhitungan CWR. Program penjadwalan irigasi memberikan kemungkinan untuk: • Mengembangkan dan merancang penjadwalan irigasi yang sesuai dengan kondisi operasional di lapangan • Evaluasi lapangan dari program irigasi dalam hal efisiensi penggunaan air irigasi dan hasil produksi • Mensimulasikan program irigasi di lapangan pada kondisi kekurangan air, tadah hujan, irigasi suplemen dan lain-lain 3.1.Input Data Perhitungan penjadwalan irigasi didasarkan pada neraca air harian, aliran air yang masuk dan keluar (evapotranspirasi, hujan, irigasi) di daerah perkaran tanaman. Untuk itu diperlukan data evapotrasnpirasi tanaman, hujan, jenis tanaman dan tanah. 3.1.1. CWR dihitung seperti diterangkan di atas 3.1.2. Hujan. Tergantung pada keperluan, data hujan dapat digunakan rata-rata bulanan, hujan bulanan dengan peluang terlewati 80% untuk menggambarkan kondisi kering, atau peluang terlewati 20% (kondisi basah), atau data aktual (data historis). 3.1.3.
Data Tanaman: kedalaman perakaran, deplesi ijin (p) untuk menghitung RAM (Readily Available Moisture) dan Faktor response hasil (Ky) untuk menduga hasil.
3.1.4. Data Tanah (Soil Data)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
•
TAM (Total Available Soil Moisture Content). Total lengas tanah tersedia adalah perbedaan lengas tanah antara kapasitas lapang dan titik layu, dinyatakan dengan satuan mm/m (mm air per meter kedalaman tanah). Nilai indikatif untuk berbagai kelas tekstur tanah adalah sebagai berikut: Coarse Sandy (kasar) (berpasir) TAM (mm/m) 60 100
•
•
•
21
Loamy (berlempung) 140
Clayey (berliat) 180
Initial Soil Moisture Depletion (% TAM), menunjukan tingkat kekeringan tanah pada awal tanam. Lengas tanah awal dinyatakan dengan persentase deplesi dari kapasitas lapang. Nilai 0% menggambarkan pada kondisi kapasitas lapang, nilai 100% pada kondisi titik layu. Maximum Rooting Depth (Kedalaman akar maksimum). Kondisi genetik tanaman menentukan kedalaman perakaran maksimum, dalam beberapa kasus sangat ditentukan oleh kondisi profil tanah. Nilai default 900 cm, menunjukan bahwa tidak ada pembatas kondisi tanah dalam menentukan kedalaman perakaran Maximum Rain Infiltration Rate (Laju infiltrasi maksimum, mm/hari). Diperlukan untuk menduga aliran permukaan dalam perhitungan hujan efektif. Nilai default 30 mm/hari.
3.2.Irrigation Scheduling Options Terdapat dua katagori yakni: 1. Timing Option : Berkaitan dengan KAPAN irigasi dilaksanakan 2. Application Option : Berkaitan dengan BERAPA BANYAK AIR diberikan setiap kali irigasi 3.2.1. Timing Option: EVAL.&SIMUL.: • Option 1: Selang irigasi ditentukan oleh pengguna OPTIMAL IRRIGATION: • Option 2: Irigasi diberikan jika 100% RAM sudah dipakai oleh tanaman • Option 3: Irigasi diberikan jika persentase tertentu dari RAM sudah dipakai oleh tanaman (misal: 80% RAM untuk safety level atau 120% RAM untuk stress level) PRACTICAL IRRIGATION: • Option 4: Irigasi diberikan dengan selang interval (hari) tertentu pada setiap tahap pertumbuhan • Option 5: Irigasi diberikan apabila depletion level tertentu dicapai, jumlah pemberian airnya konstan (tertentu). DEFICIT IRRIGATION: • Option 6. Irigasi diberikan apabila nilai kritis pengurangan evapotranspirasi telah dicapai yang besarnya ditentukan oleh pengguna. Defisit = 100 x (1 - ETa/ETmax) ETa: Evapotranspirasi aktual ETmax = ETcrop = Evapotranspirasi potensil Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
•
22
Option 7. Irigasi diberikan apabila suatu tingkat kritis penurunan hasil telah dicapai (1 - Ya/Ymax) = Ky x (1 - ETa/ETmax)
Ya: Hasil aktual; Ymax: Hasil maksimum, Ky: Faktor Response Hasil RAINFED (Tadah Hujan): • Option 8: Tadah Hujan. Tidak ada irigasi, hanya hujan bulanan yang diperhitungkan dengan merubahnya menjadi 6 kali hujan harian dalam sebulan 3.2.2. Application Options •
EVALUATION AND SIMULATION: Option 1: Jumlah air irigasi setiap aplikasi ditentukan oleh pengguna (lihat Option 1 pada Timing Option)
OPTIMAL IRRIGATION: • Option 2: Jumlah air irigasi akan mengembalikan lengas tanah di daerah perakaran kembali ke kapasitas lapang. Karena depletion level berubah pada setiap pertumbuhan dengan bertambahnya kedalaman perakaran, maka jumlah air irigasi setiap aplikasi akan berubah selama pertumbuhan tanaman. • Option 3: Jumlah air irigasi setiap aplikasi akan mengembalikan lengas tanah tertentu di atas atau di bawah kapasitas lapang. Hal ini berguna untuk tujuan pencucian (leaching) kontrol salinitas (aplikasi lebih besar dari kapasitas lapang) atau untuk mengakomodir hujan yang mungkin akan jatuh (aplikasi di bawah kapasitas lapang) PRACTICAL IRRIGATION: • Jumlah air irigasi setiap aplikasi konstan ditentukan oleh pengguna (Fixed Irrigation Depth) yang biasanya dikaitkan dengan metoda irigasinya. Sebagai nilai indikatif yang biasa digunakan adalah sebagai berikut: basin irrigation : 50 - 150 mm; furrow irrigation : 30 - 60 mm; border irrigation : 40 - 80 mm; sprinkler irrigation: 30 - 80 mm; drip irrigation : 10 - 30 mm. 3.3.Field Irrigation Efficiency Jumlah air irigasi setiap aplikasi adalah merupakan air irigasi neto, yakni air irigasi yang berinfiltrasi mengisi lengas tanah di daerah perakaran. Ketidak-tepatan dalam sistem irigasi khususnya dalam petakan lahan (ketidak-rataan dalam leveling) akan menyebabkan kehilangan air irigasi. Oleh karena itu angka efisiensi irigasi perlu diberikan. Nilai efisiensi 70% merupakan angka efisiensi yang cukup baik untuk sistem irigasi permukaan. 3.4.Perhitungan Penjadwalan Irigasi (Irrigation Scheduling) Perhitungan program penjadwalan didasarkan pada neraca lengas tanah di daerah perakaran dimana status lengas tanah setiap hari dihitung berdasarkan air yang masuk dan yang keluar di daerah perakaran tanaman. SMi = SMi-1 + Ptot + Irrapl - ETa - RO - DP karena, SMi = FC - SMDi ; dan SMi-1 = FC - SMDi-1, maka
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
23
SMDi = SMDi-1 + ETa - Ptot - Irrapl + RO + DP SMi : lengas tanah di daerah perakaran pada hari ke i; FC: lengas tanah di daerah perakaran pada kondisi kapasitas lapang; SMDi : deplesi lengas tanah pada hari ke i; ETa : Evapotranspirasi tanaman aktual; Ptot : Hujan total; Irrapl : Jumlah air irigasi; RO : run-off; DP : Deep Percolation Rasio ETa/ETmax pada berbagai level deplesi dinyatakan seperti pada Gambar 1. Secara grafik ilustrasi neraca lengas tanah di daerah perakaran selama masa pertumbuhan digambarkan seperti pada Gambar 2. ETa akan sama dengan ETmax selama lengas tanah di daerah perakaran belum mencapai nilai kritis yang ditentukan oleh besarnya depletion level (p). Di atas itu, maka ETa/ETmax ditentukan secara linier seperti pada Gambar 1, Data hujan yang diberikan adalah hujan bulanan, program CROPWAT mengkonversikannya ke hujan 10 harian. Untuk perhitungan neraca lengas tanah harian, maka data hujan bulanan dikonversikan ke hujan harian, 2 hari yakni hari ke 3 dan ke 7 setiap dekade (10 harian). Untuk setiap hujan yang jatuh, maka bagian hujan yang hilang menjadi RO ditentukan berdasarkan laju maksimum infiltrasi tanah dan Deep Percolation ditentukan berdasarkan deplesi lengas tanah di daerah perakaran. Nilai TAM (Total Available Moisture) dan juga RAM (Ready Available Moisture) ditentukan oleh kedalaman perakaran, level deplesi yang diijinkan yang dihitung dengan basis harian. Selanjutnya dengan menjumlahkan nilai harian, jumlah evapotranspirasi aktual dan potensial dicatat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan total periode pertumbuhan. Waktu kapan irigasi dan jumlahnya dihitung sesuai dengan angka yang diberikan oleh pengguna. Sebagai output akhir dinyatakan berapa kali irigasi dilakukan, selang waktunya, kehilangan air dan perkiraan pengurangan produksi karena adanya stress kekurangan air. Gross irrigation application depth dihitung berdasarkan nilai efisiensi irigasi yang diberikan dan dikonversikan ke pasok air kontinyu Liter/detik/ha selama periode irigasi (1 liter/detik/ha = 8.64 mm/hari). 3.5.Output Jadwal Irigasi Hasil perhitungan jadwal irigasi disajikan pada layar dan dapat dicetak ke printer atau ke disk file. Outputnya berupa informasi mengenai irrigation calendar, total air yang digunakan dan dugaan produksi, serta evaluasi terhadap efisiensi penjadwalan (scheduling efficiency). 3.5.1. Irrigation Calendar Informasi mencakup: jenis tanaman, tanggal tanam, data tanah, kriteria timing dan aplikasi yang digunakan. Untuk setiap kali irigasi: • nomor urut irigasi, • selang waktu irigasi, • tanggal irigasi, • tahap pertumbuhan tanaman (4 tahapan: A: initial phase; B: development stage; C: mid-season; D: late season), • Depletion level sebagai persentase dari TAM,
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
• • •
• • •
24
ET aktual (TX) pada sehari sebelum irigasi, dinyatakan sebagai persentase dari ET tanaman potensial, Rerata ETa (aktual) selama interval irigasi dinyatakan sebagai persentase dari ETcrop potensial. Defisit, menunjukan tingkat deplesi lengas tanah sesudah irigasi: nilai nol berarti pengisian sampai kapasitas lapang; nilai positif menggambarkan kondisi underirrigation sama dengan jumlah air yang diperlukan untuk mengisi daerah perakaran sampai ke kapasitas lapang Loss menggambarkan kehilangan air irigasi dalam bentuk perkolasi atau hujan yang jatuh mengisi lengas tanah di daerah perakaran melewati kapasitas lapang Net dan Gross Irrigation depth, seperti didefinisikan dalam Application Option Gross depth dikonversikan ke debit kontinyu, menggambarkan debit kontinyu untuk memenuhi keperluan irigasi selama periode interval irigasi.
3.5.2.
Total Water Use and Yield Reduction
Hasil cetakan seperti terlihat di bawah ini: Efisiensi pasok irigasi dapat dievaluasi dari: • Total net and gross irrigation supply • Total net irrigation losses adalah jumlah dari aplikasi irigasi yang berlebih, tidak termasuk efisiensi irigasi yang didefinisikan sebagai input. • Soil moisture deficit at harvest, menggambarkan deplesi lengas tanah pada akhir musim, suatu alat uji apakah irigasi terakhir sebenarnya diperlukan atau dapat ditekan (dikurangi)? • Potential water use by Crop adalah sama dengan total crop water requirement dikurangi dengan hujan efektif • Efficiency Irrigation Schedule adalah rasio water use crop dengan net supply (Total net irrigation - Total Irr.losses) : Total net Irr. Deficiency Irr. Schedule adalah pengukur stress air dihitung sebagai: (1 - Actual water use by crop/Potential water use by crop)
Gambar 1. Konsep Evapotranspirasi Aktual
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
25
Prediksi pengurangan hasil karena stress kekurangan air dinyatakan per musim dan setiap tahap pertumbuhan. • Reduction in ETC = (1 - ETA/ETM), dinyatakan dalam persen dan dihitung setiap tahap pertumbuhan • Reduction in Yield dinyatakan dengan 2 cara: • Setiap tahapan pertumbuhan berdasarkan: (1 - Ya/Ymax) = Ky x (1 - ETa/ETm) • Cumulative yield reduction: (1 - Ya/Ym)i = 1 - (Ya/Ym)1 x (Ya/Ym)2 x (Ya/Ym)3 x ......... (Ya/Ym)i
Gambar 2. Neraca Lengas tanah di daerah perakaran selama masa pertumbuhan tanaman
Efisiensi Hujan dapat dievaluasi dari informasi: • Total hujan • Total Rain loss dihitung dari hujan yang melebihi pengisian tanah sampai ke kapasitas lapang (deep pecolation) dan hujan yang melebihi maksimum laju infiltrasi harian (runoff losses) • Effective Rain = Total Rain - Losses • Efficiency Rain = Effective Rain/Total Rain 3.5.3. Evaluasi Skhedul Irigasi Efektivitas Penjadwalan Irrigasi dapat dievaluasi dari: 1. Efisiensi pasok air irigasi 2. Pengurangan hasil karena stress air
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
26
Gambar 3. Contoh Tampilan Hasil Analisis
4. SCHEME WATER SUPPLY Tujuan program ini untuk menentukan pasok air irigasi bulanan pada suatu jaringan irigasi, pada areal yang berbeda dan untuk tanggal tanam berbeda, berbagai tanaman. 4.1. Data Input 4.1.1. Crop Irrigation Requirements Dalam sesi program terdahulu CWR telah dihitung dan jika akan digunakan dalam pasok air jaringan irigasi, maka telah disimpan (saved) pada file *.FIELDS, dengan acuan yang jelas pada tanaman, iklim dan tanggal tanam. Contoh : Kr-kd042 artinya Karawang, tanaman kedele, awal tanam bulan April, dekade ke 2. 4.1.2. Cropped Area Luasan areal yang ditanami masing-masing tanaman diberikan dalam nilai persentase dari luas total jaringan irigasi. Suatu overview cropping pattern dengan luas tanam dan jenis tanam dan tanggal tanam yang berbeda ditayangkan di layar. Harus diperhatikan bahwa pada setiap saat jumlah luas tanam dari berbagai tanaman tidak melebihi total luas areal jaringan irigasi 4.2. Perhitungan CIR 10 harian yang diambil dari field file yang berbeda, dikonversikan ke nilai bulanan. Perkalian masing-masing CIR dengan persentase luas menghasilkan Relative Irrigation Requirement dinyatakan dalam mm/hari. Penjumlahan nilai ini untuk semua tanaman menghasilkan Scheme Water Requirement dan Scheme Water Supply yang dapat dikonversikan ke l/det/ha dan l/det. Dengan mempertimbangkan efisiensi irigasi dan kriteria rotasi, maka Gross Water Supply Requirement dihitung dengan:
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
Q gross =
1 1 × × A scheme × 0.116 × ep ti
∑ (ETcrop − Peff ) ×
27
A crop A scheme
Qgross : Gross Scheme Water Supply (lt/det); ep : Efisiensi irigasi jaringan (scheme irrigation efficiency) (≤ 1); ti : Operational time factor (≤ 1); Acrop : Luas areal masingmasing tanaman (ha); Ascheme : Luas total jaringan irigasi (ha); ETcrop-Peff = Keperluan air irigasi tanaman neto (mm/hari)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
28
4. Response Hasil Tanaman Terhadap Air Response Hasil Tanaman Terhadap Air
Sumber: Doorenbos,J.; A.H. Kassam. 1979. Yield Response to Water, FAO, Rome. Disadur untuk kepentingan pendidikan di lingkungan IPB oleh Dedi Kusnadi Kalsim 1.
Response Hasil Tanaman Terhadap Air
Hubungan antara tanaman, iklim, air dan tanah adalah sangat kompleks dan umumnya berkaitan dengan proses biologi, fisiologi tanaman, fisika dan kimia. Untuk aplikasi dalam perencanaan dan operasional irigasi diperlukan suatu analisis pengaruh pasok air terhadap hasil tanaman. Hubungan tersebut dapat ditentukan apabila keperluan air tanaman dan defisit air di satu pihak dan hasil maksimum serta hasil aktual di lain pihak dapat dikuantifikasikan. Defisit air untuk tanaman dan stress yang diakibatkannya berpengaruh terhadap evapotranspirasi tanaman dan hasil. Apabila keperluan air tanaman dipenuhi oleh lengas tanah maka ETa = ETm, dimana ETa : evapotranspirasi aktual; ETm : evapotranspirasi maksimum. Apabila lengas tanah tidak mencukupi maka ETa < ETm, selanjutnya Ya < Ym. Secara empirik hubungan tersebut dapat dituliskan: Ya ETa 1− = Ky × 1 − ETm Ym Ky : faktor respon hasil (yield response factor); 1 - Ya/Ym = (Ym - Ya)/Ym adalah nisbah pengurangan produksi; 1 - ETa/ETm = (ETm - ETa)/ETm adalah nisbah pengurangan evapotranspirasi. Nisbah pengurangan produksi Ky = Nisbah pengurangan evapotranspirasi Karena yang mempengaruhi produksi (hasil) banyak faktor selain air, seperti varietas, pemupukan, salinitas tanah, hama dan penyakit serta kultur teknis, maka hubungan produksi dalam hal ini mengacu pada varietas unggul, beradaptasi baik terhadap lingkungan, tumbuh di lahan yang luas dimana praktek kultur teknis sudah optimum kecuali ketersediaan air. 2. Maksimum Evapotranspirasi (ETm) ETm = kc × ETo (1) Perhitungan ETo: evapotranspirasi rumput-rumputan, tinggi 8 - 15 cm menutupi tanah dengan sempurna, tidak kekurangan air. Beberapa metoda dapat digunakan:(a) Penman, (b) Radiasi, (c) Panci evaporasi, (d) Blaney Criddle (2) Koefisien tanaman kc (tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan) Informasi yang diperlukan: • tanggal tanam • total waktu pertumbuhan pada: (a) tahap awal (initial stage): dari perkecambahan sampai 10% penutupan tanah
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
29
(b) tahap perkembangan (development stage) : yakni dari penutupan lahan 10% sampai 80% (c) mid season stage: dari penutupan lahan 80% sampai pembungaan (d) late season stage: awal pembuahan sampai panen 3. Evapotranspirasi Aktual (ETa) ETa = ETm jika lengas tanah cukup tersedia, ETa < ETm jika lengas tanah tidak mencukupi. Total lengas tanah tersedia (Sa) didefinisikan sebagai kolom air per meter kedalaman tanah (mm/m) dimana lengas tanah pada selang antara kapasitas lapang dan titik layu (Swp). Secara umum untuk tekstur tanah halus, medium dan kasar nilai Sa (mm/m) berturut-turut 200, 140, 80. Apabila lengas tanah mencapai kapasitas lapang maka ETa = ETm, jika lengas tanah berkurang maka sampai pada kondisi tertentu, maka ETa < ETm. Bagian dari total lengas tanah yang tersedia yang dipakai oleh tanaman (dideplesikan) sampai pada suatu kondisi tertentu dimana ETa < ETm didefinisikan sebagai fraksi (p) dari total lengas tanah tersedia (Sa). Nilai fraksi p (faktor deplesi) ini tergantung pada jenis tanaman dan besarnya ETm (Lihat Tabel). Nilai p x Sa x D disebut sebagai RAM (Ready Available Moisture) atau Lengas Tanah Segera Tersedia. Sedangkan nilai Sa x D adalah Total Lengas Tanah Tersedia (TAM, Total Available Moisture) 3.1. Lengas Tanah Cukup ETa = ETm Prosedur perhitungan: a. Total lengas tanah tersedia (TAM) = D x Sa; D: kedalaman perakaran (m) b. RAM = p x D x Sa, dimana ETa = ETm c. Selang irigasi dimana ETa = ETm adalah p.Sa.D/ETm Contoh: tanaman jagung, bulan Juli ETm = 10,1 mm/hari, tekstur tanah medium Sa = 140 mm/m, Kedalaman perakaran D = 1,2 m. Perhitungan: p (Tabel 1, 2) 0,40 Sa.D 140 x 1,2 170 mm RAM p.Sa.D 68 mm Selang Irigasi p.Sa.D/ETm 7 hari Tabel 1. Grup Tanaman berdasarkan deplesi lengas tanah Grup 1 2 3 4
Tanaman Bawang, lada, kentang Pisang, kubis, anggur, pea, tomat Alfalfa, kacang (bean), jeruk, kacang tanah, nenas, bunga matahari, semangka, gandum Kapas, jagung, olive, safflower, sorghum (cantel), kedelai, gula bit, tebu, tembakau
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
30
Tabel 2. Fraksi deplesi lengas tanah (p) untuk Grup Tanaman dan Maksimum Evaptranspirasi (ETm) Grup Tanam an 1 2 3 4
ETm (mm/hari) 2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.50 0.675 0.80 0.875
0.425 0.575 0.70 0.80
0.35 0.475 0.60 0.70
0.30 0.40 0.50 0.60
0.25 0.35 0.45 0.55
0.225 0.325 0.425 0.50
0.20 0.275 0.375 0.45
0.20 0.25 0.35 0.425
0.175 0.225 0.30 0.40
3.2. Lengas Tanah Terbatas, ETa < ETm Apabila bagian dari lengas tanah yang dideplesikan lebih besar dari p, maka ETa < ETm. Besarnya ETa tergantung pada sisa lengas tanah yang ada (1-p) Sa. D dan nilai ETm. ETa = ETm = − ETa =
dSt.D / 1 / dimana St.D ≥ (1-p) Sa.D dt
St.D dSt.D × ETm = − / 2 / dimana St.D < (1-p) Sa.D (1 − p ) Sa.D dt
Sa.D : total lengas tanah tersedia di daerah perakaran; St.D : lengas tanah yang ada di daerah perakaran pada waktu t; p : fraksi dari total lengas tanah tersedia dimana ETa = ETm. Dengan integrasi dan substitusi kedua persamaan tersebut di atas, maka didapat: ETm.t p − + Sa.D (1− p ) Sa . D 1− p ETa = 1 − (1 − p)e t
/ 3/
untuk t ≥ t', dimana t' adalah waktu (hari) selama ETa = ETm atau t' = p. Sa.D/ETm (Lihat Tabel 3). 3.2.1. ETa Sepanjang Interval Irigasi Contoh : Tanaman jagung, Juli, ETm = 10.1 mm/hari, tekstur tanah medium Sa = 140 mm/hari, Kedalaman perakaran D pada bulan Juli = 1.2 m Perhitungan : Total lengas tanah tersedia D. Sa Fraksi p Tabel 20 ETa dengan interpolasi dari Tabel 21???:
Teknik Irigasi dan Drainase
170 mm 0.40
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
31
Interval Irigasi (hari)
8
10
12
16
20
24
30
Rerata ETa (mm/hari)
9.8
9.4
9.0
8.0
7.1
6.2
5.3
3.2.2. ETa Selama Periode Bulanan Untuk tujuan reconnaissance dan perencanaan awal suatu dugaan Aktual Evapotranspirasi Bulanan untuk suatu jenis tanaman dapat dihitung dengan menggunakan Available Soil Water Index (ASI). ASI mencirikan bagian dari bulanan dimana lengas tanah cukup memenuhi keperluan air tanaman (ETa = ETm). Suatu kombinasi dari nilai ASI, ETm dan lengas tanah yang tertinggal (1-p)Sa.D, memberikan pendugaan rata-rata ETa bulanan. ASI =
In + Pe + Wb − [ (1− p ) Sa.D ] ETmbulanan
dimana: In: aplikasi irigasi bulanan netto (mm/bulan); Pe: hujan efektif (mm/bulan); Wb: kedalamn lengas tanah aktual pada awal bulan (mm/kedalaman perakaran); (1p)Sa.D: kedalaman lengas tanah yang tertinggal apabila ETa
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
32
Tabel 4. Rerata ET aktual bulanan (mm/hari) untuk berbagai nilai ASI, Lengas tanah tertinggal dan Evapotranspirasi Maksimum (1-p) Sa.D mm/dal am akar 25 50 100 150 200 (1-p) Sa.D mm/dal am akar 25 50 100 150 200
ASI = 0.83 2 1.9 2.0 2.0 2.0 2.0
ETm, mm/hari 4 6 8 3.8 5.6 7.3 3.9 5.7 7.6 3.9 5.9 7.8 4.0 5.9 7.8 4.0 5.9 7.9
ASI = 0.67 10 9.1 9.4 9.6 9.7 9.8
2 1.8 1.9 1.9 2.0 2.0
ASI = 0.33 2 1.3 1.6 1.8 1.8 1.9
ETm, mm/hari 4 6 8 2.1 2.8 3.5 2.7 3.5 4.3 3.2 4.3 5.3 3.4 4.7 5.9 3.5 5.0 6.3
ETm, mm/hari 4 6 8 3.3 4.8 6.1 3.6 5.2 6.7 3.8 5.5 7.2 3.8 5.7 7.4 3.9 5.7 7.5
ASI = 0.50 10 7.5 8.1 8.8 9.1 9.3
2 1.6 1.7 1.9 1.9 1.9
ASI = 0.17 10 4.2 5.0 6.2 7.0 7.5
2 1.1 1.4 1.7 1.7 1.8
ETm, mm/hari 4 6 8 1.5 1.8 2.2 2.1 2.8 3.0 2.8 3.6 4.2 3.1 4.2 5.0 3.3 4.5 5.5
ETm, mm/hari 4 6 8 2.8 3.8 4.8 3.2 4.4 5.5 3.5 5.0 6.3 3.7 5.3 6.7 3.7 5.4 7.0
10 5.8 6.5 7.6 8.1 8.5
ASI = 0 10 2.5 3.3 4.7 5.7 6.4
2 0.8 1.2 1.5 1.7 1.7
ETm, mm/hari 4 6 8 0.8 0.8 0.8 1.5 1.6 1.7 2.3 2.8 3.0 2.7 3.5 4.0 3.0 4.0 4.7
10 0.8 1.7 3.2 4.3 5.1
Sebagai contoh Em kacang tanah = 1.6 ; Em jagung = 2.5. Indeks panen (cH) kacang tanah (polong) = 0.35, cH jagung = 0.40. Dengan mempertimbangkan kadar air hasil panen, maka Ey kacang tanah (polong, k.a. 15%) = 0.65; Ey jagung (biji,k.a. 10-13%) = 1.15. Apabila defisit air terjadi pada tahapan periode pertumbuhan tertentu, maka respons tanaman juga akan berbeda tergantung pada kepekaan (sensitivity) tanaman pada tahapan pertumbuhan tersebut. Secara umum tanaman lebih peka terhadap defisit air pada perioda perkecambahan, pembungaan dan awal pembentukan hasil (yield formation) daripada awal vegetatif dan pematangan (Lihat Tabel 23). Respons tanaman terhadap defisit air untuk suatu jenis tanaman juga akan berbeda untuk setiap varietas dari jenis tanaman tersebut. Umumnya HYV (varietas unggul) peka terhadap air, pupuk dan input agronomi lainnya. LYV (Low Yielding Variety) kurang peka terhadap defisit air sehingga umumnya lebih cocok untuk daerah tadah hujan. Sebagai contoh jagung varietas lokal mempunyai tingkat produktivitas 2 - 3 ton/ha di daerah tadah hujan dan 4- 5 ton/ha di daerah beririgasi, akan tetapi untuk varietas unggul dapat mencapai 8-10 ton/ha di daerah beririgasi, kemungkinan hanya 1 ton/ha di daerah tadah hujan. Oleh karena itu suatu program peningkatan produksi dengan cara perbaikan sistem irigasi harus diikuti dengan penggunaan varietas unggul. Respons tanaman terhadap air tidak dapat diperlakukan secara terpisah dari faktor agronomis lainnya yakni pemupukan, kerapatan tanaman dan perlindungan tanaman, sebab faktor-faktor tersebut juga menentukan hasil aktual (Ya) dan juga hasil maksimum (Ym) yang dapat dicapai. 5. Faktor Respons Hasil (ky) Defisit sejumlah air tertentu dapat terjadi secara kontinyu sepanjang perioda tumbuh atau hanya terjadi pada tahapan pertumbuhan tertentu saja (misalnya perkecambahan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
33
(0), vegetatif (1), pembungaan (2), pembentukan hasil (3) atau pematangan (4). Pada Tabel 24 tercantum nilai ky berbagai jenis tanaman untuk defisit air yang terjadi selama periode tumbuh dan yang terjadi secara individu pada setiap tahap pertumbuhan tanaman. Nilai ky untuk sebagian besar tanaman diturunkan berdasarkan asumsi hubungan linier antara hasil relatif (Ya/Ym) dengan evapotranspirasi relatif (ETa/ETm) dan hanya berlaku untuk tingkat defisit air sekitar 50% (atau 1-ETa/ETm = 0.5). Nilai ky ini disusun dari data hasil percobaan lapangan untuk varietas unggul, pada kondisi lingkungan dan tingkat manajemen optimum. Aplikasi faktor respons hasil (ky) dalam perencanaan, design dan operasional proyek irigasi memungkinkan untuk mengkuantifikasikan pasok dan pemanfaatan air dalam bentuk hasil tanaman dan total produksi dari areal proyek. Pada kondisi air terbatas menyebar secara seragam selama perioda tumbuh pada berbagai tanaman dengan nilai ky yang berbeda, maka tanaman dengan nilai ky yang lebih besar akan menderita pengurangan hasil yang lebih besar daripada tanaman dengan ky rendah. Contoh : Jagung dengan periode tumbuh 1 Mei s/d 31 Agustus (123 hari) : Mei Awal (25)
(1) (2)
Juni Veget. (30)
Juli Bunga (30)
Agustus Biji (38)
Total (123)
Periode tumbuh (hari) ET m (mm) 90 192 285 273 840 Mm/hari 3.6 6.4 9.5 7.2 Pasok air 10% (85 mm) lebih kecil dari total yang dibutuhkan (840 mm) 1-Eta/ETm 1-755/840=0.1 1-Ya/Ym 1.25x0.1 = 0.125; Ya/Ym = 87.5% Pasok air pada bulan Juli 30% (85 mm) lebih kecil dari yang diperlukan pada bulan tsb (pembungaan 285 mm) 1-Eta/ETm 1-200/285 0.3 = 1-Ya/Ym 1.5x0.3 0.45 Ya/Ym =55%
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
34
Tabel 3. Rerata evapotranspirasi aktual (ETa) dalam (mm/hari) sepanjang Interval Irigasi untuk Hasil yang berbeda dari ETm (mm/hari), D.Sa (mm) dan p (fraksi) D.Sa 25
50
100
150
200
300
p 0.2 0.4 0.6 0.8 0.2 0.4 0.6 0.8 0.2 0.4 0.6 0.8 0.2 0.4 0.6 0.8 0.2 0.4 0.6 0.8 0.2 0.4 0.6 0.8
2 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
8 1.7 1.9 2.0 2.0 2.0 2.0
10 1.6 1.7 1.9 2.0 1.9 2.0
ETm = 2.0 mm/hari 12 14 16 18 104 1.3 1.2 1.2 1.6 1.5 1.4 1.2 1.7 1.6 1.5 1.3 1.9 1.7 1.5 1.4 1.8 1.8 2.0 1.9 2.0 2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
4 2.0 2.0
6 1.8 2.0 2.0
2.0
2.0
2.0
20 1.1 1.2 1.2 1.3
22 1.0 1.1 1.1 1.1
24 0.9 1.0 1.0 1.0
26 0.9 0.9 1.0 1.0
28 0.8 0.9 0.9 0.9
30 0.8 0.8 0.8 0.8
35 0.7 0.7 0.7 0.7
40 0.6 0.6 0.6 0.6
Beberapa data nilai ky berdasarkan hasil percobaan lapangan (Agricultural Water Management, 47(2001) 1-8: Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8
Teknik Irigasi dan Drainase
Tanaman Gandum (wheat) Jagung (maize) Bunga matahari (sunflower) Sugarbeet Kentang (potato) Kedele (soybean) Broadbean Tomat (tomato)
Nilai ky 0.57 1.11 1.31 1.48 1.54 2.08 2.29 2.47
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
35
Penutup Pertanyaan: (1)
Hasil analisis fraksi tanah sebagai berikut: liat (clay) 30%, debu (silt) 40%, pasir (sand) 30%. Berdasarkan segi-tiga kelas tekstur, termasuk tekstur apa?
(2) Hasil analisis fraksi tanah sebagai berikut: liat (clay) 20%, debu (silt) 40%, pasir (sand) 40%. Berdasarkan segi-tiga kelas tekstur, termasuk tekstur apa? (3)
Hasil analisis fraksi tanah sebagai berikut: liat (clay) 20%, debu (silt) 60%, pasir (sand) 20%. Berdasarkan segi-tiga kelas tekstur, termasuk tekstur apa?
(4) Hasil analisis fraksi tanah sebagai berikut: liat (clay) 15%, debu (silt) 10%, pasir (sand) 75%. Berdasarkan segi-tiga kelas tekstur, termasuk tekstur apa? (5)
Hasil analisis fisika tanah: Kapasitas lapang (pF 2) = 40% volume, Titik Layu (pF 4,2) = 25%, kedalaman perakaran tanaman = 40 cm. Berapa besarnya Total lengas tanah tersedia?
(6)
Pada soal no 5, Jika tanamannya bawang dan ETm = 5 mm/hari. Berapa besarnya RAM?
(7)
Data karakteristik tanah adalah sebagai berikut: Kapasitas lapang = 60% (volume); Titik layu = 30% (volume). Kalau jenis tanaman yang akan ditanam mempunyai nilai faktor deplesi (p) = 0,25, dengan kedalaman perakaran = 50 cm. Asumsikan hujan efektif sama dengan nol. Ditanyakan: (a). Berapa besarnya TRAM (Total Ready Available Moisture)? (b) Apabila evapotranspirasi tanaman maksimum = 5 mm/hari. Berapa hari interval (selang) irigasi yang sdr rancang?
(8)
Pada perencanaan irigasi di Gorontalo dikethui data lapangan sebagai berikut: Tekstur tanah: Lempung berpasir. Jenis tanaman yang akan ditanam: jagung. Asumsikan hujan efektif sama dengan nol. Ditanyakan: (a). Berapa besarnya TRAM (Total Ready Available Moisture)? (b) Apabila evapotranspirasi tanaman maksimum = 6 mm/hari. Berapa hari interval (selang) irigasi yang sdr rancang?
(9)
Data pengukuran infiltrasi dengan ring infilrometer seperti pada Tabel di bawah ini. Hitung persamaan laju infiltrasi (cm/jam) dengan Kostiakov? Petunjuk: (a) Gunakan Excell untuk menduga persamaan Kumulatif Infiltrasi, (b) Gunakan plotting pada kertas grsfik logaritma ganda untuk menduga persamaan Kumulatif Infiltrasi. Waktu Kumulatif Infiltrasi (menit) (cm) 0.50 0.00 1.50 0.50 2.00 1.00 3.00 1.30 5.00 1.50 10.00 2.00 15.00 3.00
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
20.00
36
4.00
(10)Dalam penggunaan CROPWAT untuk menghitung ETo dengan metoda PenmanMonteith, data iklim apa saja yang diperlukan? (11) Bagaimana
koreksi data lama penyinaran BMG (jam/hari) dari 8 jam pencatatan ke data lama penyinaran (jam/hari) penuh dalam 12 jam yang akan digunakan pada CROPWAT
(12) Bagimana
koreksi nilai Angstrom sesuai dengan kondisi Indonesia?
(13)Apa kemampuan dan kelemahan CROPWAT (14)Siapa dan tahun berapa yang pertama mengembangkan software CROPWAT (15) Gambarkan
grafik neraca lengas tanah di daerah perakaran tanaman di lahan
beririgasi (16) Bagaimana
konsep ET aktual dalam CROPWAT
(17) Bagaimana
prediksi penurunan hasil jika ETa < ETc.
(18) Apa
yang dimaksud dengan koefisien hasil ky?
(19) Perhitungan
penjadwalan irigasi dalam CROPWAT dilakukan dengan perhitungan Neraca Lengas Tanah harian di daerah perakaran. Tuliskan dan terangkan persamaan nya? Gambarkan skhema nya? (Jawab: SMDi = SMDi-1 + ETa - Ptot - Irrapl + RO + DP; Lihat Gambar 2 pada Manual Cropwat)
(20)Dalam CROPWAT, Data apa saja yang dimasukan dalam : (a) karakteristik Tanaman (CROPS); (b) karakteristik tanah (SOILS) (21)Hasil Analisis dengan menggunakan CROPWAT untuk stasiun iklim Karawang pada tahun kering adalah seperti tabel berikut: Month
ETo (mm/day)
January February March April May June July August September October November December YEAR Total
Teknik Irigasi dan Drainase
3.0 3.4 3.8 3.9 4.0 3.8 4.0 4.4 4.5 4.4 3.8 3.5 1418.0
Rainfall (mm/month) 279.0 295.0 114.0 57.0 11.0 0.0 1.0 0.0 0.0 2.0 89.0 158.0 1006.0
Eff. Rain (mm/month) 152.9 154.5 93.2 51.8 10.8 0.0 1.0 0.0 0.0 2.0 76.3 118.1 660.6
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
37
Effective Rainfall with USBR method
Jika kita menanam kedelai pada tanggal 21 Mei di daerah ini, maka Keperluan air irigasi dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Isilah tabel tersebut sehingga lengkap? Crop Evapotranspiration and Irrigation Requirements Climate File : krw-dry Crop : SOYBEAN Month
Dec
Stage
Coeff Kc
May Jun Jun Jun Jul Jul Jul Aug Aug Aug TOTAL
3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
init init in/de deve de/mi mid mid mi/lt late late
0.40 0.40 0.53 0.79 1.02 1.10 1.10 1.05 0.85 0.58
ETcrop (mm/day)
Climate Station: Karawang Planting date : 21 May
ETcrop (mm/dec)
Eff.Rain (mm/day)
IRReq. (mm/day)
IRReq. (l/sec/ha)
(22) Dalam
CROPWAT pendugaan penurunan produksi tanaman karena adanya stress kekurangan air dihitung dengan factor respons hasil ky. Bagaimana cara menghitungnya?
Kunci Jawaban: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
USDA Clay loam atau lempung berliat USDA Loam atau lempung USDA Silt Loam atau pasir berdebu USDA Loamy sand atau pasir berlempung TAM = 6 cm Tabel 2: kelompok tanaman 1. Tabel 3: p = 0,30; RAM = 1,8 cm (a) TRAM = 3,75 cm; (b) Interval irigasi = 7 hari Tabel 4: (a) TAM = 7 cm/m; Tabel 5: kedalaman akar 120 cm; TAM = 8,4 cm; Tabel 2: Jagung termasuk kelompok tanaman 4. Tabel 3: faktor deplesi p = 0,55. TRAM = 4.62 cm. (b) Interval irigasi = 7 hari (9) (a) Dengan Excell: k = 7.92, n = 0.58 ; F (mm), t (menit); (b) Dengan garfik logaritma ganda: k = 8,0; n = 0.57; F (mm), t (menit) (10) (a) Letak lintang geografi, (b) Elevasi lahan (m dpl), (c) Suhu udara rerata harian (0C), (d) Kelembaban nisbi udara (%), (e) Lama penyinaran harian (jam/hari), (f) Kecepatan angin (km/jam) (11) S = 0.60 Z + 0.12; S: rasio dengan penyinaran 1 hari penuh, Z: rasio dengan penyinaran 8 jam per hari (12) Nilai koefisien Angstrom yang digunakan dalam program ini a = 0.25, b = 0.50, harus dirubah untuk kondisi Indonesia menjadi a = 0.29, b = 0.59. (13)Kemampuan: (a) menghitung ETo, (b) menghitung keperluan air tanaman, (c) menghitung hujan efektif, (d) menghitung keperluan air irigasi, (e) Penjadwalan irigasi. Kelemahan: Input data hujan bulanan dikonversikan ke harian dengan cara seperti yang tertulis pada Manual Cropwat.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk
38
(14) Cropwat
ver 5.7 dikembangkan oleh Martin Smith tahun 1991. Versi terbaru adalah Cropwat –window ver 4.2, dikembangkan oleh Martin Smith (FAO), Derek Clarke (Univ. Of Southampton), Khaled El-Ashari (NWRC, Cairo, Egypt). (15)Lihat Gambar 2 pada Manual Cropwat) (16)Lihat Gambar 1 pada Manual Cropwat) (17) (1 - Ya/Ymax) = Ky x (1 - ETa/ETm) dimana Etm = ETc (18)Lihat Bahan Ajar (19) SMDi = SMDi-1 + ETa - Ptot - Irrapl + RO + DP; Lihat Gambar 2 pada Manual Cropwat (20)(a) CROPS: jenis tanaman, tahap pertumbuhan dan umur tanaman, kedalaman akar, nilai kc setiap tahap pertumbuhan, nilai ky. (b) SOILS: tekstur tanah, lengas tanah pada pF 2 (kapasitas lapang), lengas tanah pada pF 4.2 (titik layu), kedalaman lapisan kedap (21)Isi kolom yang kosong dalam daftar tesebut (22)Pelajari dengan seksama Manual Cropwat Daftar Pustaka 1. Doorenbos, J. and W.O. Pruitt. 1984. Crop Water Requirements. FAO. Irrigation and Drainage Paper no.24, Rome. 2. Doorenbos J.; A.H. Kassam. 1974. Yield Response to Water. FAO, Rome. 3. Dastane, N.G., 1974. Effective Rainfall in Irrigated Agriculture. FAO, Irrigation and Drainage Paper No 25. Rome 4. Smith, M. 1991. CROPWAT: Manual and Guidelines. FAO, Rome.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
1
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: mahasiswa memahami tentang: (a) konsep efisiensi irigasi; (b) cara perhitungan dan beberapa data efisiensi irigasi , (b) pengukuran debit, (c) usaha peningkatan efisiensi irigasi Bahan Ajar 1. Efisiensi Irigasi Secara kuantitatif efisiensi irigasi suatu jaringan irigasi sangat kurang diketahui dan merupakan parameter yang sukar diukur. Akan tetapi sangat penting dan umumnya diasumsikan untuk menambah 40% sampai 100% terhadap keperluan air irigasi di bendung. Kehilangan air irigasi pada tanaman padi berhubungan dengan : (a) kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui rembesan, evaporasi, pengambilan air tanpa ijin dan lain-lain, (b) kehilangan akibat pengoperasian termasuk pemberian air yang berlebihan. Definisi efisiensi irigasi Efisiensi penyaluran (conveyance efficiency), e (c) adalah efisiensi di saluran utama yakni primer dan sekunder dari bendung sampai ke sadap tersier, dan dapat dihitung dengan; V (d ) /1.1/; dimana V(d) : volume air di sadap tersier, V(hw): volume air V (hw) di bendung. Tergantung pada panjang saluran primer dan sekunder, efisiensi penyaluran dapat dipecah ke dalam: (a) efisiensi penyaluran di saluran primer e (cp) dan (b) efisiensi penyaluran di saluran sekunder e (cs). e (c ) =
Untuk mendapatkan gambaran efisiensi irigasi secara menyeluruh, diperlukan gambaran menyeluruh dari suatu jaringan irigasi dan drainase mulai dari bendung; saluran primer, sekunder, tersier, dan kwarter; petak tersier dan jaringan irigasi/drainase dalam petak tersier; jaringan jalan seperti pada Gambar 1.7, 1.8, dan 1.6. Efisiensi distribusi e (d) adalah efisiensi distribusi di tersier sampai ke inlet di setiap jalur petakan sawah, dan dapat dihitung dengan; e (d ) =
V(f) V (d )
/1.2/; dimana V(f): volume air yang sampai di petakan sawah
Efisiensi pemakaian air (application efficiency) di sawah e (f) adalah perbandingan antara jumlah air yang sebenarnya diperlukan tanaman untuk evapotranspirasi (V crop) dengan jumlah air yang sampai ke suatu inlet jalur. V (crop) e( f ) = .../1.3/ V(f) Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
2
Selanjutnya efisiensi di petak (unit) tersier e (u) digunakan sebagai gabungan efisiensi distribusi dengan efisiensi pemakaian air. Dengan kata lain ini adalah efisiensi penggunaan air sebelah hilir pintu sadap tersier dimana air dikelola oleh P3A.1 V (crop ) e (u ) = = e (d ) × e ( f ) .../1.4/ V (d )
Gambar 1.7. Suatu tipikal tata-letak jaringan irigasi padi sawah
Ahirnya efisiensi suatu daerah irigasi (proyek), e (s) digunakan sebagai gabungan dari seluruh sistim irigasi dan proses pemakaian air. 1
P3A: Perkumpulan Petani Pemakai Air, di Jawa Barat disebut dengan Mitra Cai
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
e (s) =
V (crop) = e (c ) × e ( d ) × e ( f ) V (hw)
3
.../1.5/
Gambar 1.8. Suatu tipikal tata-letak jaringan irigasi di petak tersier
Pada penelitian tingkat usahatani seringkali dianalisis besarnya Efisiensi Manfaat (water use efficiency) air yakni perbandingan antara kg hasil per m3 air yang dikonsumsi. Hasil dapat dinyatakan dalam kg GKP, GKG atau kg beras. Hasil penelitian efisiensi manfaat air di IRRI pada musim kemarau tahun 1968 pada berbagai jenis perlakuan genangan air dapat dilihat pada Tabel 1.6. Efisiensi manfaat air maksimum sebesar 1,39 kg GKP/m3 air didapatkan pada perlakuan jenuh kontinyu atau macak-macak, walaupun total produksinya (9 ton GKP/ha) masih lebih rendah daripada perlakuan genangan 7,5 cm kontinyu (9,7 ton GKP/ha). Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
4
Tabel 1.6. Penelitian di IRRI pada MK tahun 1968, padi varietas IR8
Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8
Genangan kontinyu (7.5 cm) Genangan kontinyu (2.5 cm) Genangan kontinyu (7.5 cm)+ Kontinyu jenuh (1 cm) Kontinyu jenuh (1 cm) + genangan pd pembentukan panicle (7.5 cm) Genangan kontinyu (15 cm)+ drainase pada anakan maksimum Kontinyu jenuh (1 cm) Genangan kontinyu (15 cm) Genangan kontinyu (15 cm)+ drainase pd anakan maksimum+ drainase pada panicle initiation
Juml air yang dipakai 91 hari
Index
mm 850 805
(%) 59,9 56,8
Efisiensi manfaat air (kg/m3) 1,14 1,18
800
56,4
1,18
9,4
780
55,0
1,17
9,1
1.344
94,8
0,68
9,1
647 1.418
45,6 100,0
1,39 0,63
9,0 9,0
1.240
87,4
0,69
8,5
Hasil GKP (ton/ha) 9,7 9,5
Efisiensi penyaluran Efisiensi penyaluran di beberapa daerah irigasi di banyak negara telah sering dikaji dan nampaknya merupakan suatu fungsi dari (a) luas areal daerah irigasi, (b) metoda pemberian air (kontinyu atau rotasi) dan (c) luasan dari unit rotasi (Tabel 1.5). Apabila air diberikan secara kontinyu dengan debit kurang lebih konstan maka tidak akan terjadi masalah pengorganisasian. Kehilangan air hanya terjadi karena rembesan dan evaporasi. Kehilangan air di saluran dapat diukur dengan beberapa metoda. Salah satu metoda adalah inflow-outflow atau teknik keseimbangan air pada suatu ruas saluran. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur debit inflow pada pangkal saluran dan debit outflow pada ujung saluran. Efisiensi penyaluran air dinyatakan dengan persamaan: Ec =
debit di pangkal − debit di ujung × 100% debit di pangkal
.../1.6/
Pemberian air secara rotasi atau intermittent memerlukan pengaturan pasok air dan memerlukan bangunan atur dan ukur yang baik. Ukuran optimum suatu daerah irigasi dengan sistim rotasi nampaknya sekitar 5.000 ha. Efisiensi penyaluran pada jaringan yang lebih kecil (< 2.000 ha) akan menjadi berkurang. Hal yang serupa juga terjadi apabila areal terlalu luas (> 10.000 ha). Luasan unit rotasi juga mempengaruhi efisiensi penyaluran. Berdasarkan Tabel 1.5, efisiensi penyaluran optimum akan dicapai apabila areal unit rotasi sekitar 100 - 200 ha yang seringkali merupakan luasan suatu unit tersier. Apabila unit rotasi terlalu kecil (< 20 ha) efisiensi saluran akan berkurang dengan cepat. Jika unit rotasi luas (> 700 ha), saluran dengan dimensi besar akan cukup panjang dibangun pada kondisi kosong dan isi secara berkala, sehingga faktor lama pengisian saluran harus dipertimbangkan. Jika jadwal rotasi tidak mengikuti jadwal yang ditentukan (pre-determined schedule) dirancang oleh pengelola irigasi, tetapi didasarkan pada permintaan kelompok petani (on demand), Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
5
maka angka efisiensi penyaluran pada Tabel 1.7 akan berkurang dari rerata 0,70 pada on schedule menjadi 0,53 pada on demand, karena pengelolaan sistim on demand menjadi lebih rumit. Tabel 1.7. Efisiensi penyaluran pada sistim primer dan sekunder2 Pasok rotasi untuk luas unit rotasi (ha) pasok kontinyu 20 50 100 200 500 2000 5000 200 0,96 0,64 0,68 0,69 500 0,94 0,71 0,75 0,77 0,78 2.000 0,92 0,77 0,83 0,86 0,86 0,83 5.000 0,90 0,78 0,84 0,87 0,87 0,84 0,76 20.000 0,88 0,71 0,75 0,77 0,78 0,75 0,69 0,65 50.000 0,86 0,64 0,68 0,69 0,70 0,68 0,62 0,59 Catatan: angka di atas digunakan hanya sebagai dugaan awal saja Ukuran jaringan irigasi (ha)
Efisiensi distribusi Efisiensi distribusi dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (a) kehilangan rembesan, (b) ukuran grup inlet yang menerima air irgasi lewat satu inlet pada sistim petak tersier, dan (c) lama pemberian air dalam grup inlet (Tabel 1.8). Untuk mendapatkan efisiensi distribusi yang wajar, jaringan tersier harus dirancang dengan baik, dan mudah dioperasikan oleh petani. Suatu contoh tipikal jaringan irigasi dan drianse pada petak tersier disajikan pada Gambar 1.8. Efisiensi distribusi untuk aliran kontinyu dalam petak tersier terutama disebabkan oleh besarnya rembesan. Pada tekstur tanah berliat umumnya sekitar 90%. Akan tetapi aliran kontinyu umumnya tidak digunakan jika petani menginginkan sejumlah debit tertentu (main d’eau) yang dipasok berbasis rotasi pada setiap grup inlet. Efisiensi distribusi pada pasok rotasi dalam tersier akan lebih rendah daripada pasok kontinyu, karena kehilangan air akan terjadi pada waktu pengisian saluran. Tabel 1.8. Efisiensi distribusi e (d) dalam sistim tersier Pasok rotasi dengan lama irigasi (jam) Ukuran grup Pasok inlet (ha) kontinyu 6 12 24 2x24 3x24 7x24 0,5 0,90 0,56 0,58 0,62 0,67 0,70 0,73 1 0,90 0,61 0,63 0,66 0,72 0,75 0,78 2 0,90 0,65 0,68 0,71 0,77 0,79 0,83 5 0,90 0,70 0,72 0,76 0,81 0,84 0,87 10 0,90 0,71 0,74 0,77 0,83 0,85 0,89 20 0,90 0,72 0,75 0,78 0,84 0,86 0,90 Catatan: angka di atas digunakan hanya sebagai dugaan awal saja
2
Sumber: Bos, M.G. and Nugteren, J., 1982. On Irrigation Efficiencies. International Institute for Land Reclamation and Improvement, ILRI Publication No 19, Wageningen, The Netherlands. Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
2.
6
Bangunan Ukur 3
Tujuan Bangunan Ukur dalam jaringan irigasi adalah: (a) Untuk menghasilkan penggunaan air irigasi yang efisien di tingkat petani yang disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman (b) Untuk penelitian terapan dalam evaluasi tingkat efisiensi penggunaan air irigasi permukaan, misalnya rembesan/bocoran di saluran, debit yang diperlukan, panjang alur (furrow), ukuran border dan sebagainya (c) Untuk keperluan iuran pelayanan air irigasi diperlukan alat ukur untuk menetapkan jumlah air yang telah digunakan dan besarnya iuran air yang harus dibayar oleh pemakai air tersebut Metoda, Bangunan dan Alat yang Tersedia “Weir” adalah suatu bangunan ukur yang cukup praktis dan ekonomis dalam pengukuran debit asalkan tersedia “head” 4 yang cukup. Weir diklasifikasikan menjadi ambang tajam (sharp crested weir) (SCW) 5 dan ambang lebar (broad crested weir) (BCW). Termasuk kedalam tipe BCW adalah misalnya Pintu Romijn. SCW dibagi menjadi : (a) sharp crested contracted weir (SCCW), (b) sharp crested suppressed weir (SCSW), (c) sharp crested and sharp sided trapezoidal (Cipolletti) weir, (d) sharp sided 900 V-notch weir (Thompson). Bentuk lain yang sering digunakan dalam irigasi adalah flume misalnya Parshall Flume. Keuntungan utama flume adalah tidak diperlukan head yang besar. Alat Ukur Ambang Tajam (sharp crested, SC) Tipe SC yang umumnya digunakan sebagai bangunan ukur dalam irigasi adalah: (a) sharp crested contracted rectangular weir (SCCRW), (b) sharp crested suppressed rectangular weir (SCSRW), (c) sharp crested and sharp sided trapezoidal weir (Cipolletti), (d) sharp sided 900 V-notch weir (Thompson). Beberapa pertimbangan dalam pengukuran debit dengan alat ini adalah: (a) Head (beda elevasi pada ambang dengan muka air di hulu) tidak lebih kecil dari 6 cm dan tidak lebih besar dari 60 cm untuk debit aliran yang dirancang (b) Untuk weir berbentuk segi-empat dan trapesium, “head” tidak melebihi 1/3 dari panjang weir atau lebar ambang (H max ≤ 1/3 L) (c) Lebar ambang weir harus dipilih sedemikian rupa sehingga head untuk debit rencana mendekati “head maksimum” dengan memperhatikan persyaratan (a) dan (b). (d) Elevasi ambang (crest) harus dipasang cukup tinggi sehingga air melimpah melaluinya dan jatuh bebas (free flow), dengan ruang udara di bawah dan di sekitar terjunan air (“nappe”) 6
3
Disadur dari buku: Kraatz,D.B.; I.K. Mahajan, 1975. Small Hydraulic Structures. Irrigation and Drainage Paper no 26. FAO, Rome. 4 Head: adalah energi hidrolik yang dinyatakan dalam satuan panjang (m) 5 SCW: ambang tajam; BCW: ambang lebar, 6 Nappe: bentuk terjunan air (lihat Gambar 5.2) Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
7
Pemasangan Weir Standarad Contracted Rectangular Weir (SCRW) Beberapa persyaratan pemasangan SCRW adalah sebagai berikut: (a) Pemasangan harus tegak lurus aliran, dipilih pada ruas saluran yang lurus (b) Seluruh ambang (crest) 7 harus datar dengan bagian runcing berada di depan aliran. Tebal ambang antara 1 ~ 2 mm. Kedua sisi dari weir segi-empat harus betul-betul vertikal dengan tebal yang sama seperti ambang (c) Celah (notch) pada bagian hulu (upstream) harus tajam (d) Jika tebal ambang lebih dari 2 mm, maka bagian hilir harus di “champered”8 dengan sudut 450 atau lebih (e) Jarak ambang dari dasar pangkal saluran (approach channel) 9 tidak kurang dari 2 x kedalaman air di atas ambang atau tidak lebih kecil dari 30 cm (Gambar 2.2) (f) Profil air yang terjun dari ambang (nappe) harus hanya menyentuh ujung ambang dan pinggirnya, sehingga air bersirkulasi secara bebas di bawah dan pada sisi nappe. (g) Pengukuran head diambil sebagai beda elevasi antara elevasi ambang dengan muka air pada jarak 4 x head maksimum dari weir ke arah hulu (≥ Hmax u/s). Angka pada tiang ukur (peilschall) 10 dipasang dengan angka nol pada elevasi ambang. (h) Luas penampang “approach channel” pada jarak 15 ~ 20 kali dalamnya sheet, paling tidak 8 kali luas penampang overflow sheet. Jika weir pool lebih kecil dari kriteria tersebut, maka kecepatan pada approach channel terlalu tinggi dan tiang ukur terlalu rendah Standard Suppressed Rectangular Weir (SSRW) Persyaratan sama dengan CRW kecuali pada kondisi yang berhubungan dengan side contraction. Pada suppressed weir kedua sisi approach channel berimpit dengan kedua sisi weir dan harus diperpanjang ke sebelah hilir dari ambang untuk mencegah pengembangan horizontal dari nappe. Standard Trapezoidal (Cipolletti) Weir Kemiringan sisi celah berbanding horizontal 1 dengan vertikal 4. Semua persyaratan pada CRW berlaku untuk trapezoidal (Gambar 2.1) Standard 900 V-notch Weir (Thomson) Semua persyaratan pada CRW berlaku juga untuk celah 900. Jarak minimum dari sisi weir ke sisi dinding saluran harus lebih besar dari 2 x head pada weir. Head diukur dari titik potong maksimum muka air dengan ujung (edge) weir. Jarak minimum dari dasar saluran ke ujung weir adalah 2 x head (≥ 2 x Hmax, Gambar 2.2).
7
crest: dasar ambang dimana air terjun melewati weir champered: ? 9 approach channel: bagian saluran yang menghubungkan bagian semula dengan bangunan ukur 10 peilschaal: tiang ukur dengan bentuk ukuran yang mudah untuk dibaca dari jarak jauh 8
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
8
Rumus-rumus Pengukuran Debit SCRW (Standard Contracted Rectangular Weir) Francis formula:
Q = 1,84( L − 0,2 H ) H 3 / 2 /2.1/
Q (m3/det), L: lebar ambang (m); H: beda elevasi antara ambang dengan muka air pada weir pool 11(m). Daftar hubungan antara debit dengan head dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Gambar 2.1. Cipolletti dengan lebar ambang 61 cm (2 ft)
Gambar 2.2. Diagram aliran bebas
11
weir pool: kolam tenang dekat approach channel
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
9
Gambar 2.3. Sekat ukur Cipolletti pada kondisi aliran bebas
Standard Trapezoidal (Cipolletti) Weir Q = 1,86 L H 3 / 2 / 5.3 / ; Tabel debit dapat dilihat Tabel 2.2 Standard 900 V-notch Weir (Thompson) Q= 8
15
Cd
2g H
5
2
/ 5.4 /
g: percepatan gravitasi (9,8 m/det2); Cd: koefisien debit yang merupakan fungsi dari H dan sifat fluida. Umumnya nilai Cd = 0,592, sehingga: Q = 1,398 H
5
2
/ 5.5a /
atau dalam satuan Q (liter/detik) dan H (cm), maka Q = 0,014 H Daftar debit dapat dilihat Tabel 2.3.
Teknik Irigasi dan Drainase
5
2
/ 5.5b / .
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
10
Gambar 2.4 . Sekat ukur Thompson temporer terbuat dari pelat baja sedang digunakan untuk penelitian irigasi
Pemeliharaan Bangunan Ukur Kegiatan pemeliharaan bangunan ukur supaya bekerja secara baik meliputi kegiatan: (a) memelihara kolam tenang (pool) bebas dari endapan, sampah dan gulma air, (b) mencegah bocoran melalui weir, (c) pengecekan elevasi titik nol tiang ukur (peilschaal) kaitannya dengan elevasi ambang, (d) pengecekan kondisi ambang dan perbaikan apabila diperlukan. Tabel 2.1. Tabel debit (liter/det) untuk sekat ukur standard segi-empat (Contracted Rectangular Weir) H (cm) 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0
0,15 Q (lt/det) 0,3 0,5 0,8 1,1 1,4 1,7 2,1 2,5 2,9 3,3 3,7 4,2 4,6 5,1 5,6 6,1 6,6 7,1 7,6 8,1 8,6
0,25 Q (lt/det) 0,5 0,8 1,3 1,8 2,3 2,9 3,6 4,2 4,9 5,7 6,4 7,2 8,0 8,9 9,7 10,6 11,5 12,4 13,4 14,3 15,3
Teknik Irigasi dan Drainase
0,50 Q (lt/det) 0,9 1,7 2,6 3,6 4,7 5,9 7,2 8,6 10,1 11,6 13,2 14,8 16,6 18,3 20,2 22,0 23,9 25,9 27,9 30,0 32,1
0,75 Q (lt/det) 1,4 2,5 3,9 5,4 7,1 9,0 10,9 13,0 15,2 17,5 20,0 22,5 25,1 27,8 30,6 33,4 36,4 39,4 42,5 45,6 48,9
L (m) 1,00 Q (lt/det) 1,8 3,4 5,2 7,2 9,5 12,0 14,6 17,4 20,4 23,5 26,7 30,1 33,6 37,2 41,0 44,8 48,8 52,9 57,0 61,3 65,7
1,25 Q (lt/det) 2,3 4,2 6,5 9,1 11,9 15,0 18,3 21,8 25,5 29,4 33,5 37,7 42,1 46,7 51,4 56,2 61,2 66,3 71,6 76,9 82,4
1,50 Q (lt/det) 2,8 5,1 7,8 10,9 14,3 18,0 22,0 26,2 30,7 35,3 40,2 45,3 50,6 56,1 61,8 67,6 73,6 79,8 86,1 92,6 99,2
1,75 Q (lt/det) 3,2 5,9 9,1 12,7 16,7 21,0 25,6 30,6 35,8 41,3 47,0 53,0 59,2 65,6 72,2 79,0 86,0 93,3 100,7 108,2 116,0
2,00 Q (lt/det) 3,7 6,8 10,4 14,5 19,1 24,0 29,3 35,0 40,9 47,2 53,8 60,6 67,7 75,0 82,6 90,4 98,5 106,7 115,2 123,9 132,8
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
H (cm) 1,0 1,5 11,5 12,0 12,5 13,0 13,5 14,0 14,5 15,0 15,5 16,0 16,5 17,0 17,5 18,0 18,5 19,0 19,5 20,0 20,5 21,0 21,5 22,0 22,5 23,0 23,5 24,0 24,5 25,0 25,5 26,0 26,5 27,0 27,5 28,0 28,5 29,0 29,5 30,0 30,5 31,0 31,5 32,0 32,5 33,0 33,5 34,0 34,5 35,0
0,15 Q (lt/det) 0,3 0,5 9,1 9,6 10,2 10,7 11,2 11,8 12,3 12,8 13,4 13,9 14,4 15,0 15,5 16,0 16,5 17,1 17,6 18,1 18,6 19,1 19,6 20,1 20,6 21,1 21,6 22,1 22,5 23,0 23,5 23,9 24,3 24,8 25,2 25,6 26,0 26,4 26,8 27,2 27,6 27,9 28,3 28,6 29,0 29,3 29,6 29,9 30,2 30,5
0,25 Q (lt/det) 0,5 0,8 16,3 17,3 18,3 19,3 20,4 21,4 22,5 23,5 24,6 25,7 26,8 27,9 29,0 30,1 31,2 32,3 33,4 34,6 35,7 36,8 38,0 39,1 40,3 41,4 42,6 43,7 44,9 46,0 47,1 48,3 49,4 50,6 51,7 52,9 54,0 55,2 56,3 57,4 58,6 59,7 60,8 62,0 63,1 64,2 65,3 66,4 67,5 68,6
Teknik Irigasi dan Drainase
0,50 Q (lt/det) 0,9 1,7 34,2 36,4 38,6 40,9 43,2 45,5 47,9 50,2 52,7 55,1 57,6 60,1 62,6 65,2 67,8 70,4 73,0 75,7 78,4 81,1 83,8 86,6 89,4 92,1 95,0 97,8 100,6 103,5 106,4 109,3 112,2 115,1 118,1 121,0 124,0 127,0 130,0 133,0 136,1 139,1 142,2 145,2 148,3 151,4 154,5 157,6 160,7 163,8
0,75 Q (lt/det) 1,4 2,5 52,2 55,5 59,0 62,4 66,0 69,6 73,2 77,0 80,7 84,6 88,4 92,3 96,3 100,3 104,4 108,5 112,7 116,8 121,1 125,4 129,7 134,0 138,4 142,9 147,4 151,9 156,4 161,0 165,6 170,3 175,0 179,7 184,4 189,2 194,0 198,8 203,7 208,6 213,5 218,5 223,5 228,5 233,5 238,6 243,7 248,8 253,9 259,1
11 L (m) 1,00 Q (lt/det) 1,8 3,4 70,1 74,7 79,3 84,0 88,8 93,7 98,6 103,7 108,8 114,0 119,3 124,6 130,0 135,5 141,0 146,6 152,3 158,0 163,8 169,6 175,5 181,5 187,5 193,6 199,8 206,0 212,2 218,5 224,9 231,3 237,7 244,2 250,8 257,4 264,0 270,7 277,4 284,2 291,0 297,9 304,8 311,8 318,8 325,8 332,9 340,0 347,1 354,3
1,25 Q (lt/det) 2,3 4,2 88,0 93,8 99,6 105,6 111,6 117,8 124,0 130,4 136,9 143,4 150,1 156,8 163,7 170,6 177,6 184,7 191,9 199,1 206,5 213,9 221,4 229,0 236,6 244,4 252,2 260,0 268,0 276,0 284,1 292,2 300,5 308,7 317,1 325,5 334,0 342,5 351,1 359,8 368,5 377,3 386,1 395,0 404,0 413,0 422,1 431,2 440,3 449,6
1,50 Q (lt/det) 2,8 5,1 106,0 112,9 119,9 127,1 134,4 141,9 149,4 157,1 164,9 172,9 180,9 189,1 197,3 205,7 214,2 222,8 231,5 240,3 249,2 258,2 267,3 276,4 285,7 295,1 304,6 314,1 323,8 333,5 343,3 353,2 363,2 373,3 383,4 393,7 404,0 414,4 424,8 435,4 446,0 456,7 467,5 478,3 489,2 500,2 511,2 522,4 533,6 544,8
1,75 Q (lt/det) 3,2 5,9 123,9 132,0 140,3 148,7 157,3 166,0 174,8 183,9 193,0 202,3 211,7 221,3 231,0 240,8 250,8 260,9 271,1 281,4 291,9 302,4 313,1 323,9 334,8 345,8 357,0 368,2 379,6 391,0 402,6 414,2 426,0 437,8 449,8 461,8 474,0 486,2 498,5 511,0 523,5 536,1 548,8 561,6 574,4 587,4 600,4 613,6 626,8 640,1
2,00 Q (lt/det) 3,7 6,8 141,9 151,1 160,6 170,2 180,1 190,1 200,2 210,6 221,1 231,8 242,6 253,6 264,7 276,0 287,4 299,0 310,7 322,6 334,6 346,7 359,0 371,4 383,9 396,6 409,4 422,3 435,3 448,5 461,8 475,2 488,7 502,3 516,1 530,0 543,9 558,0 572,2 586,5 601,0 615,5 630,1 644,8 659,7 674,6 689,6 704,8 720,0 735,3
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
H (cm) 1,0 1,5 35,5 36,0 36,5 37,0 37,5 38,0 38,5 39,0 39,5 40,0
0,15 Q (lt/det) 0,3 0,5 30,7 31,0 31,2 31,5 31,7 31,9 32,1 32,3 32,4 32,6
0,25 Q (lt/det) 0,5 0,8 69,7 70,7 71,8 72,9 73,9 75,0 76,0 77,1 78,1 79,1
Teknik Irigasi dan Drainase
0,50 Q (lt/det) 0,9 1,7 167,0 170,1 173,3 176,4 179,6 182,8 185,9 189,1 192,3 195,5
0,75 Q (lt/det) 1,4 2,5 264,3 269,5 274,7 279,9 285,2 290,5 295,8 301,2 306,5 311,9
12 L (m) 1,00 Q (lt/det) 1,8 3,4 361,6 368,8 376,1 383,5 390,8 398,3 405,7 413,2 420,7 428,2
1,25 Q (lt/det) 2,3 4,2 458,9 468,2 477,6 487,0 496,5 506,0 515,6 525,2 534,9 544,6
1,50 Q (lt/det) 2,8 5,1 556,2 567,5 579,0 590,5 602,1 613,8 625,5 637,3 649,1 661,0
1,75 Q (lt/det) 3,2 5,9 653,4 666,9 680,4 694,1 707,7 721,5 735,4 749,3 763,3 777,4
2,00 Q (lt/det) 3,7 6,8 750,7 766,3 781,9 797,6 813,4 829,3 845,3 861,3 877,5 893,7
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
13
Tabel 2.2. Tabel debit (liter/det) untuk sekat ukur Cipolletti H (cm) 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0 11,5 12,0 12,5 13,0 13,5 14,0 14,5 15,0 15,5 16,0 16,5 17,0 17,5 18,0 18,5 19,0 19,5 20,0 20,5 21,0 21,5 22,0 22,5 23,0 23,5 24,0 24,5
0,15 Q (lt/det) 0,3 0,5 0,8 1,1 1,4 1,8 2,2 2,7 3,1 3,6 4,1 4,6 5,2 5,7 6,3 6,9 7,5 8,2 8,8 9,5 10,2 10,9 11,6 12,3 13,1 13,8 14,6 15,4 16,2 17,0 17,9 18,7 19,6 20,4 21,3 22,2 23,1 24,0 25,0 25,9 26,8 27,8 28,8 29,8 30,8 31,8 32,8 33,8
0,25 Q (lt/det) 0,5 0,9 1,3 1,8 2,4 3,0 3,7 4,4 5,2 6,0 6,8 7,7 8,6 9,6 10,5 11,5 12,6 13,6 14,7 15,8 17,0 18,1 19,3 20,6 21,8 23,1 24,4 25,7 27,0 28,4 29,8 31,2 32,6 34,0 35,5 37,0 38,5 40,0 41,6 43,2 44,7 46,4 48,0 49,6 51,3 53,0 54,7 56,4
Teknik Irigasi dan Drainase
0,50 Q (lt/det) 0,9 1,7 2,6 3,7 4,8 6,1 7,4 8,9 10,4 12,0 13,7 15,4 17,2 19,1 21,0 23,0 25,1 27,2 29,4 31,6 33,9 36,3 38,7 41,1 43,6 46,1 48,7 51,3 54,0 56,8 59,5 62,3 65,2 68,1 71,0 74,0 77,0 80,1 83,2 86,3 89,5 92,7 96,0 99,3 102,6 105,9 109,3 112,8
0,75 Q (lt/det) 1,4 2,6 3,9 5,5 7,2 9,1 11,2 13,3 15,6 18,0 20,5 23,1 25,8 28,7 31,6 34,6 37,7 40,8 44,1 47,5 50,9 54,4 58,0 61,7 65,4 69,2 73,1 77,0 81,0 85,1 89,3 93,5 97,8 102,1 106,5 111,0 115,5 120,1 124,8 129,5 134,2 139,1 143,9 148,9 153,9 158,9 164,0 169,2
L (m) 1,00 Q (lt/det) 1,9 3,4 5,3 7,4 9,7 12,2 14,9 17,8 20,8 24,0 27,3 30,8 34,4 38,2 42,1 46,1 50,2 54,5 58,8 63,3 67,9 72,5 77,3 82,2 87,2 92,3 97,4 102,7 108,1 113,5 119,0 124,7 130,4 136,2 142,0 148,0 154,0 160,2 166,4 172,6 179,0 185,4 191,9 198,5 205,2 211,9 218,7 225,6
1,25 Q (lt/det) 2,3 4,3 6,6 9,2 12,1 15,2 18,6 22,2 26,0 30,0 34,2 38,5 43,1 47,8 52,6 57,6 62,8 68,1 73,5 79,1 84,8 90,7 96,6 102,8 109,0 115,3 121,8 128,4 135,1 141,9 148,8 155,8 163,0 170,2 177,6 185,0 192,6 200,2 208,0 215,8 223,7 231,8 239,9 248,1 256,5 264,9 273,4 281,9
1,50 Q (lt/det) 2,8 5,1 7,9 11,0 14,5 18,3 22,3 26,6 31,2 36,0 41,0 46,2 51,7 57,3 63,1 69,1 75,3 81,7 88,2 94,9 101,8 108,8 116,0 123,3 130,8 138,4 146,1 154,0 162,1 170,3 178,6 187,0 195,6 204,2 213,1 222,0 231,1 240,2 249,5 259,0 268,5 278,1 287,9 297,8 307,7 317,8 328,0 338,3
1,75 Q (lt/det) 3,3 6,0 9,2 12,9 16,9 21,3 26,0 31,1 36,4 42,0 47,8 53,9 60,3 66,9 73,7 80,7 87,9 95,3 102,9 110,7 118,8 126,9 135,3 143,9 152,6 161,5 170,5 179,7 189,1 198,6 208,3 218,2 228,2 238,3 248,6 259,0 269,6 280,3 291,1 302,1 313,2 324,5 335,9 347,4 359,0 370,8 382,7 394,7
2,00 Q (lt/det) 3,7 6,8 10,5 14,7 19,3 24,4 29,8 35,5 41,6 48,0 54,7 61,6 68,9 76,4 84,2 92,2 100,4 108,9 117,6 126,6 135,7 145,1 154,6 164,4 174,4 184,5 194,9 205,4 216,1 227,0 238,1 249,3 260,7 272,3 284,1 296,0 308,1 320,3 332,7 345,3 358,0 370,9 383,9 397,0 410,3 423,8 437,4 451,1
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
H (cm) 1,0 1,5 25,0 25,5 26,0 26,5 27,0 27,5 28,0 28,5 29,0 29,5 30,0 30,5 31,0 31,5 32,0 32,5 33,0 33,5 34,0 34,5 35,0 35,5 36,0 36,5 37,0 37,5 38,0 38,5 39,0 39,5 40,0
0,15 Q (lt/det) 0,3 0,5 34,9 35,9 37,0 38,1 39,1 40,2 41,3 42,4 43,6 44,7 45,8 47,0 48,2 49,3 50,5 51,7 52,9 54,1 55,3 56,5 57,8 59,0 60,3 61,5 62,8 64,1 65,4 66,6 68,0 69,3 70,6
0,25 Q (lt/det) 0,5 0,9 58,1 59,9 61,6 63,4 65,2 67,1 68,9 70,7 72,6 74,5 76,4 78,3 80,3 82,2 84,2 86,2 88,2 90,2 92,2 94,2 96,3 98,4 100,4 102,5 104,7 106,8 108,9 111,1 113,3 115,4 117,6
0,50 Q (lt/det) 0,9 1,7 116,3 119,8 123,3 126,9 130,5 134,1 137,8 141,5 145,2 149,0 152,8 156,7 160,5 164,4 168,3 172,3 176,3 180,3 184,4 188,5 192,6 196,7 200,9 205,1 209,3 213,6 217,9 222,2 226,5 230,9 235,3
0,75 Q (lt/det) 1,4 2,6 174,4 179,6 184,9 190,3 195,7 201,2 206,7 212,2 217,9 223,5 229,2 235,0 240,8 246,6 252,5 258,5 264,5 270,5 276,6 282,7 288,9 295,1 301,3 307,6 314,0 320,3 326,8 333,2 339,8 346,3 352,9
14 L (m) 1,00 Q (lt/det) 1,9 3,4 232,5 239,5 246,6 253,7 261,0 268,2 275,6 283,0 290,5 298,0 305,6 313,3 321,0 328,8 336,7 344,6 352,6 360,6 368,7 376,9 385,1 393,4 401,8 410,2 418,6 427,1 435,7 444,3 453,0 461,8 470,5
1,25 Q (lt/det) 2,3 4,3 290,6 299,4 308,2 317,2 326,2 335,3 344,5 353,7 363,1 372,5 382,0 391,6 401,3 411,0 420,9 430,8 440,8 450,8 460,9 471,1 481,4 491,8 502,2 512,7 523,3 533,9 544,6 555,4 566,3 577,2 588,2
1,50 Q (lt/det) 2,8 5,1 348,8 359,3 369,9 380,6 391,4 402,3 413,4 424,5 435,7 447,0 458,4 470,0 481,6 493,3 505,0 516,9 528,9 541,0 553,1 565,4 577,7 590,1 602,6 615,2 627,9 640,7 653,6 666,5 679,5 692,6 705,8
1,75 Q (lt/det) 3,3 6,0 406,9 419,1 431,5 444,0 456,7 469,4 482,3 495,2 508,3 521,5 534,9 548,3 561,8 575,5 589,2 603,1 617,1 631,1 645,3 659,6 674,0 688,5 703,1 717,8 732,6 747,5 762,5 777,6 792,8 808,1 823,5
2,00 Q (lt/det) 3,7 6,8 465,0 479,0 493,2 507,5 521,9 536,5 551,2 566,0 581,0 596,0 611,3 626,6 642,1 657,7 673,4 689,2 705,2 721,3 737,5 753,8 770,3 786,8 803,5 820,3 837,2 854,3 871,4 888,7 906,0 923,5 941,1
Parshall Flume (PF) Parshall Flume adalah suatu alat ukur berdasarkan kedalaman kritik 12 (critical depth measuring device) yang dapat dipasang di suatu saluran atau alur (furrow) untuk mengukur debit. Terdiri dari tiga bagian utama yakni: (a) bagian penyempitan (converging or contracting section), (b) bagian tenggorokan (throat section), dan (c) bagian pelebaran (diverging atau expanding section). Bentuk dan dimensi dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan Tabel 2.4. Kondisi pengukuran terdiri dari 2 kondisi yakni (a) kondisi aliran bebas (free-flow) 13 dan (b) kondisi tenggelam (submergence). Tabel 2.3. Daftar debit sekat ukur Thompson 12 13
kedalaman kritik (critical depth): kedalaman aliran dimana bilangan Froude (F) = 1 free-flow: aliran bebas; kebalikannya adalah submergence: aliran tenggelam
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
H (cm) 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0
Q (lt/det) 0,01 0,04 0,08 0,14 0,22 0,32 0,45 0,60 0,78 0,99 1,23 1,51 1,81 2,16 2,53 2,95 3,40 3,89 4,43
H (cm) 10,5 11,0 11,5 12,0 12,5 13,0 13,5 14,0 14,5 15,0 15,5 16,0 16,5 17,0 17,5 18,0 18,5 19,0 19,5 20,0
Q (lt/det) 5,00 5,62 6,28 6,98 7,73 8,53 9,37 10,27 11,21 12,20 13,24 14,34 15,48 16,68 17,94 19,24 20,61 22,03 23,51 25,04
15
H (cm) 20,5 21,0 21,5 22,0 22,5 23,0 23,5 24,0 24,5 25,0 25,5 26,0 26,5 27,0 27,5 28,0 28,5 29,0 29,5 30,0
Q (lt/det) 26,64 28,29 30,01 31,78 33,62 35,52 37,48 39,51 41,60 43,75 45,97 48,26 50,61 53,03 55,52 58,08 60,71 63,40 66,17 69,01
H (cm) 30,5 31,0 31,5 32,0 32,5 33,0 33,5 34,0 34,5 35,0 35,5 36,0 36,5 37,0 37,5 38,0 38,5 39,0 39,5 40,0
Q (lt/det) 71,92 74,91 77,97 81,10 84,30 87,58 90,94 94,37 97,88 101,46 105,12 108,86 112,68 116,58 120,56 124,62 128,76 132,98 137,28 141,67
Kriteria aliran bebas dan tenggelam pada Parshall Flume adalah sebagai berikut: Batas aliran bebas (Hb/Ha)14 60% 70%
Lebar tenggorokan (W) 15 ~ 23 cm (6 ~ 9 inchi) 30 ~ 244 cm (1 ~ 8 feet)
Batas atas dari kondisi tenggelam adalah Hb/Ha = 95%. Rumus-rumus yang digunakan adalah: Kondisi Aliran Bebas (Free Flow): 1.522 W 0.026
W = 1 ~ 8 feet:
Q = 4W Ha
W = 9 inchi:
Q = 3,07 H a
W = 6 inchi:
Q = 2,06 H a
Q: cfs, W: ft, Ha: ft15
/ 5.6a / ;
1.53
/ 5.6b /
1.58
/ 5.6c /
Daftar debit pada kondisi aliran bebas dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.4. Dimensi standard dan Kapasitas ukur Parshal Flume untuk berbagai ukuran W kondisi free flow Lebar W 14 15
A
B
C
D
E
F
G
K
N
X
Y
Kapasitas (lt/det)
Ha:tinggi aliran di atas ambang pada bagian u/s; Hb: tinggi aliran di atas ambang pada bagian d/s Dalam satuan British: satuan debit cfs= cubic feet per second atau ft3/detik. 1 cfs = 0,028 m3/detik
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
cm 15,2 22,9 30,5 45,8 61 91,5 122 152,5 183
British 6 in 9 in 1 ft 1 ½ ft 2 ft 3 ft 4 ft 5 ft 6 ft
cm 41,5 58,8 91,5 96,6 101,7 111,8 122,0 132,2 142,3
cm 63,0 86,4 134,4 142,3 159,6 164,6 179,5 194,4 209,4
cm 50,8 38,1 61,0 76,2 91,5 122,0 152,5 183,0 213,5
cm 44,3 57,5 84,5 102 120,7 157,3 193,8 230,3 266,9
cm 61,0 76,3 91,5 91,5 91,5 91,5 91,5 91,5 91,5
16 cm 30,5 30,5 61,0 61,0 61,0 61,0 61,0 61,0 61,0
cm 61,0 76,2 91,5 91,5 91,5 91,5 91,5 91,5 91,5
cm 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6
cm 11,4 11,4 22,9 22,9 22,9 22,9 22,9 22,9 22,9
cm 5,1 5,1 5,1 5,1 5,1 5,1 5,1 5,1 5,1
cm 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6
Min 1,42 2,55 3,11 4,29 11,89 17,26 36,79 45,28 73,58
Tabel 2.5. Debit Parshal Flume kondisi aliran bebas untuk berbagai ukuran W Head Ha (cm) 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0 11,5 12,0 12,5 13,0 13,5 14,0 14,5 15,0 15,5 16,0 16,5 17,0 17,5 18,0 18,5 19,0 19,5 20,0 20,5 21,0 21,5
15,2 cm 0.50 ft 1,5 1,9 2,4 2,8 3,4 3,9 4,5 5,1 5,7 6,4 7,0 7,8 8,5 9,2 10,0 10,8 11,7 12,5 13,4 14,3 15,2 16,1 17,1 18,0 19,0 20,0 21,1 22,1 23,2 24,3 25,4 26,5 27,6 28,8 30,0 31,2 32,4 33,6
22.9 cm 0.75 ft 2,5 3,2 3,9 4,7 5,5 6,3 7,2 8,2 9,2 10,2 11,2 12,3 13,4 14,6 15,8 17,0 18,3 19,6 20,9 22,2 23,6 25,0 26,4 27,9 29,4 30,9 32,4 34,0 35,6 37,2 38,8 40,5 42,2 43,9 45,6 47,4 49,2 51,0
30.5 cm 1.00 ft 3,3 4,2 5,1 6,2 7,2 8,4 9,5 10,8 12,1 13,4 14,8 16,2 17,7 19,2 20,8 22,4 24,0 25,7 27,4 29,2 31,0 32,8 34,7 36,6 38,5 40,5 42,5 44,5 46,6 48,7 50,8 53,0 55,2 57,4 59,7 61,9 64,2 66,6
Teknik Irigasi dan Drainase
Debit Q (Liter/det), untuk ukuran W 45.7 61 91.4 cm 121.9 cm cm cm 1.50 ft 2.00 ft 3.00 ft 4.00 ft 4,8 6,1 7,5 9,0 11,7 17,0 10,5 13,8 20,0 12,2 15,9 23,3 13,9 18,2 26,6 34,9 15,8 20,7 30,2 39,6 17,7 23,2 33,9 44,5 19,7 25,8 37,8 49,6 21,7 28,5 41,8 54,9 23,8 31,3 46,0 60,4 26,0 34,2 50,3 66,1 28,3 37,2 54,7 72,0 30,6 40,3 59,3 78,1 33,0 43,4 64,0 84,3 35,4 46,7 68,9 90,7 37,9 50,0 73,8 97,3 40,5 53,4 78,9 104,1 43,1 56,9 84,1 111,0 45,8 60,5 89,5 118,1 48,5 64,1 94,9 125,3 51,3 67,8 100,5 132,7 54,2 71,6 106,1 140,3 57,1 75,5 111,9 148,0 60,0 79,4 117,8 155,9 63,0 83,4 123,8 163,9 66,1 87,5 130,0 172,0 69,2 91,7 136,2 180,3 72,4 95,9 142,5 188,8 75,6 100,2 148,9 197,4 78,8 104,5 155,5 206,1 82,1 108,9 162,1 214,9 85,5 113,4 168,8 223,9 88,9 117,9 175,7 233,1 92,3 122,5 182,6 242,3 95,8 127,2 189,6 251,7 99,3 131,9 196,7 261,2
152.4 cm 5.00 ft
182.9 cm 6.00 ft
42,9 48,7 54,8 61,2 67,8 74,6 81,7 89,0 96,6 104,4 112,3 120,6 129,0 137,6 146,5 155,5 164,7 174,2 183,8 193,6 203,6 213,8 224,2 234,8 245,5 256,4 267,5 278,8 290,2 301,8 313,6 325,5
0,0 0,0 0,0 72,6 80,5 88,7 97,1 105,9 114,9 124,2 133,8 143,6 153,7 164,0 174,6 185,5 196,5 207,9 219,4 231,2 243,2 255,4 267,9 280,5 293,4 306,5 319,9 333,4 347,1 361,1 375,2 389,6
Maks 110,4 251,8 455,6 696,2 936,7 1.426 1.922 2.422 2.929
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Head Ha (cm) 22,0 22,5 23,0 23,5 24,0 24,5 25,0 25,5 26,0 26,5 27,0 27,5 28,0 28,5 29,0 29,5 30,0 30,5 31,0 31,5 32,0 32,5 33,0 33,5 34,0 34,5 35,0 35,5 36,0 36,5 37,0 37,5 38,0 38,5 39,0 39,5 40,0 40,5 41,0 41,5 42,0 42,5 43,0 43,5 44,0 44,5 45,0 45,5 46,0 46,5
15,2 cm 0.50 ft 34,9 36,1 37,4 38,7 40,0 41,3 42,7 44,0 45,4 46,8 48,2 49,6 51,0 52,5 53,9 55,4 56,9 58,4 59,9 61,5 63,0 64,6 66,1 67,7 69,3 71,0 72,6 74,2 75,9 77,6 79,2 80,9 82,7 84,4 86,1 87,9 89,6 91,4 93,2 95,0 96,8 98,6 100,5 102,3 104,2 106,1 108,0
22.9 cm 0.75 ft 52,8 54,6 56,5 58,4 60,3 62,2 64,2 66,2 68,2 70,2 72,2 74,3 76,4 78,5 80,6 82,7 84,9 87,0 89,2 91,4 93,7 95,9 98,2 100,5 102,8 105,1 107,4 109,8 112,2 114,6 117,0 119,4 121,8 124,3 126,8 129,3 131,8 134,3 136,9 139,4 142,0 144,6 147,2 149,8 152,5 155,1 157,8 160,5 163,2 165,9
30.5 cm 1.00 ft 69,0 71,4 73,8 76,2 78,7 81,2 83,8 86,3 88,9 91,5 94,2 96,9 99,6 102,3 105,0 107,8 110,6 113,4 116,2 119,1 122,0 124,9 127,8 130,8 133,8 136,8 139,8 142,9 145,9 149,0 152,2 155,3 158,5 161,6 164,9 168,1 171,3 174,6 177,9 181,2 184,5 187,9 191,3 194,7 198,1 201,5 205,0 208,5 212,0 215,5
Teknik Irigasi dan Drainase
Debit Q (Liter/det), untuk ukuran W 45.7 61 91.4 cm 121.9 cm cm cm 1.50 ft 2.00 ft 3.00 ft 4.00 ft 102,9 136,7 203,9 270,9 106,5 141,5 211,2 280,7 110,2 146,4 218,6 290,6 113,9 151,4 226,1 300,6 117,6 156,4 233,7 310,7 121,4 161,5 241,4 321,0 125,3 166,6 249,1 331,4 129,1 171,8 257,0 341,9 133,1 177,1 264,9 352,6 137,0 182,4 273,0 363,3 141,0 187,8 281,1 374,2 145,0 193,2 289,3 385,2 149,1 198,6 297,5 396,3 153,2 204,2 305,9 407,5 157,4 209,7 314,4 418,9 161,6 215,4 322,9 430,3 165,8 221,1 331,5 441,9 170,1 226,8 340,2 453,6 174,4 232,6 349,0 465,4 178,7 238,4 357,8 477,3 183,1 244,3 366,8 489,3 187,5 250,3 375,8 501,4 192,0 256,2 384,9 513,6 196,5 262,3 394,0 526,0 201,0 268,4 403,3 538,4 205,6 274,5 412,6 551,0 210,2 280,7 422,0 563,6 214,8 286,9 431,5 576,4 219,5 293,2 441,1 589,2 224,2 299,6 450,7 602,2 229,0 306,0 460,4 615,3 233,7 312,4 470,2 628,4 238,5 318,9 480,0 641,7 243,4 325,4 490,0 655,1 248,3 332,0 500,0 668,6 253,2 338,6 510,0 682,1 258,1 345,3 520,2 695,8 263,1 352,0 530,4 709,6 268,1 358,7 540,7 723,5 273,2 365,5 551,1 737,4 278,2 372,4 561,5 751,5 283,4 379,3 572,0 765,7 288,5 386,2 582,6 779,9 293,7 393,2 593,2 794,3 298,9 400,2 604,0 808,8 304,1 407,3 614,7 823,3 309,4 414,4 625,6 838,0 314,7 421,6 636,5 852,7 320,0 428,8 647,5 867,5 325,4 436,0 658,6 882,5
17
152.4 cm 5.00 ft 337,6 349,8 362,3 374,8 387,6 400,5 413,5 426,7 440,1 453,6 467,3 481,1 495,0 509,1 523,4 537,8 552,3 567,0 581,8 596,8 611,9 627,1 642,5 658,0 673,7 689,5 705,4 721,5 737,7 754,0 770,5 787,0 803,8 820,6 837,6 854,7 871,9 889,3 906,8 924,4 942,2 960,0 978,0 996,1 1.014,4 1.032,7 1.051,2 1.069,8 1.088,5 1.107,4
182.9 cm 6.00 ft 404,1 418,9 433,8 448,9 464,3 479,8 495,5 511,4 527,5 543,7 560,2 576,8 593,6 610,6 627,8 645,2 662,7 680,4 698,3 716,3 734,5 752,9 771,5 790,2 809,1 828,2 847,4 866,8 886,3 906,0 925,9 945,9 966,1 986,5 1007,0 1027,7 1048,5 1069,5 1090,6 1111,9 1133,3 1154,9 1176,7 1198,6 1.220,6 1.242,8 1.265,1 1.287,6 1.310,3 1.333,1
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Head Ha (cm) 47,0 47,5 48,0 48,5 49,0 49,5 50,0 50,5 51,0 51,5 52,0 52,5 53,0 53,5 54,0 54,5 55,0 55,5 56,0 56,5 57,0 57,5 58,0 58,5 59,0 59,5 60,0 60,5 61,0 61,5 62,0 62,5 63,0 63,5 64,0 64,5 65,0 65,5 66,0 66,5 67,0 67,5 68,0 68,5 69,0 69,5 70,0 70,5 71,0 71,5
15,2 cm 0.50 ft
22.9 cm 0.75 ft 168,7 171,4 174,2 177,0 179,8 182,6 185,4 188,2 191,1 194,0 196,9 199,8 202,7 205,6 208,6 211,5 214,5 217,5 220,5 223,5 226,6 229,6 232,7 235,7 238,8 241,9 245,1 248,2 251,3
30.5 cm 1.00 ft 219,0 222,6 226,1 229,7 233,3 237,0 240,6 244,3 248,0 251,7 255,4 259,2 263,0 266,7 270,5 274,4 278,2 282,1 285,9 289,8 293,8 297,7 301,6 305,6 309,6 313,6 317,6 321,6 325,7 329,8 333,9 338,0 342,1 346,2 350,4 354,6 358,8 363,0 367,2 371,4 375,7 380,0 384,3 388,6 392,9 397,2 401,6 406,0 410,4 414,8
Teknik Irigasi dan Drainase
Debit Q (Liter/det), untuk ukuran W 45.7 61 91.4 cm 121.9 cm cm cm 1.50 ft 2.00 ft 3.00 ft 4.00 ft 330,8 443,3 669,7 897,5 336,2 450,6 680,9 912,6 341,7 458,0 692,1 927,8 347,2 465,4 703,5 943,1 352,7 472,9 714,9 958,5 358,3 480,4 726,3 974,0 363,8 487,9 737,8 989,5 369,5 495,5 749,4 1.005,2 375,1 503,1 761,1 1.020,9 380,8 510,8 772,8 1.036,8 386,5 518,5 784,6 1.052,7 392,2 526,2 796,4 1.068,7 398,0 534,0 808,3 1.084,8 403,8 541,9 820,3 1.101,0 409,6 549,7 832,4 1.117,3 415,4 557,6 844,5 1.133,7 421,3 565,6 856,6 1.150,1 427,2 573,6 868,9 1.166,7 433,1 581,6 881,2 1.183,3 439,1 589,7 893,5 1.200,0 445,1 597,8 905,9 1.216,8 451,1 605,9 918,4 1.233,7 457,2 614,1 930,9 1.250,7 463,2 622,3 943,5 1.267,7 469,3 630,6 956,2 1.284,9 475,5 638,9 968,9 1.302,1 481,6 647,2 981,7 1.319,4 487,8 655,6 994,6 1.336,8 494,0 664,0 1.007,5 1.354,3 500,3 672,5 1.020,4 1.371,8 506,6 681,0 1.033,4 1.389,5 512,9 689,5 1.046,5 1.407,2 519,2 698,1 1.059,7 1.425,0 525,5 706,7 1.072,9 1.442,9 531,9 715,3 1.086,1 1.460,9 538,3 724,0 1.099,5 1.478,9 544,8 732,7 1.112,8 1.497,1 551,2 741,5 1.126,3 1.515,3 557,7 750,3 1.139,8 1.533,6 564,2 759,1 1.153,3 1.551,9 570,8 768,0 1.166,9 1.570,4 577,3 776,9 1.180,6 1.588,9 583,9 785,8 1.194,3 1.607,5 590,5 794,8 1.208,1 1.626,2 597,2 803,8 1.222,0 1.645,0 603,8 812,8 1.235,8 1.663,8 610,5 821,9 1.249,8 1.682,8 617,3 831,0 1.263,8 1.701,8 624,0 840,2 1.277,9 1.720,9 630,8 849,4 1.292,0 1.740,0
18
152.4 cm 5.00 ft 1.126,3 1.145,4 1.164,6 1.183,9 1.203,3 1.222,9 1.242,5 1.262,3 1.282,2 1.302,2 1.322,4 1.342,6 1.362,9 1.383,4 1.404,0 1.424,7 1.445,5 1.466,4 1.487,4 1.508,5 1.529,8 1.551,1 1.572,6 1.594,2 1.615,9 1.637,7 1.659,6 1.681,6 1.703,7 1.725,9 1.748,2 1.770,6 1.793,2 1.815,8 1.838,6 1.861,4 1.884,4 1.907,4 1.930,6 1.953,9 1.977,2 2.000,7 2.024,3 2.048,0 2.071,7 2.095,6 2.119,6 2.143,7 2.167,9 2.192,1
182.9 cm 6.00 ft 1.356,0 1.379,1 1.402,3 1.425,7 1.449,2 1.472,8 1.496,6 1.520,6 1.544,6 1.568,9 1.593,2 1.617,7 1.642,4 1.667,1 1.692,1 1.717,1 1.742,3 1.767,6 1.793,1 1.818,7 1.844,4 1.870,3 1.896,3 1.922,4 1.948,7 1.975,1 2.001,7 2.028,3 2.055,1 2.082,1 2.109,1 2.136,3 2.163,6 2.191,1 2.218,7 2.246,4 2.274,2 2.302,2 2.330,3 2.358,5 2.386,8 2.415,3 2.443,9 2.472,6 2.501,4 2.530,4 2.559,5 2.588,7 2.618,1 2.647,5
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Head Ha (cm) 72,0 72,5 73,0 73,5 74,0 74,5 75,0
15,2 cm 0.50 ft
22.9 cm 0.75 ft
30.5 cm 1.00 ft 419,2 423,6 428,1 432,6 437,0 441,6 446,1
19
Debit Q (Liter/det), untuk ukuran W 45.7 61 91.4 cm 121.9 cm cm cm 1.50 ft 2.00 ft 3.00 ft 4.00 ft 637,6 858,6 1.306,2 1.759,3 644,4 867,8 1.320,4 1.778,6 651,2 877,1 1.334,7 1.798,0 658,1 886,5 1.349,1 1.817,5 665,0 895,8 1.363,5 1.837,0 671,9 905,2 1.377,9 1.856,6 678,9 914,7 1.392,4 1.876,3
152.4 cm 5.00 ft 2.216,5 2.241,0 2.265,6 2.290,3 2.315,0 2.339,9 2.364,9
182.9 cm 6.00 ft 2.677,1 2.706,8 2.736,7 2.766,6 2.796,7 2.826,9 2.857,2
Contoh Pengukuran Debit (a) Kondisi aliran bebas Hb/Ha = 40/67 = 60%; Dari Tabel 2.5: Ha = 67 cm; W = 2 ft, maka Q = 768 lt/dt. (b) Kondisi tenggelam (submerged) Untuk W = 6 inchi dan 9 inci, debit dalam kondisi tenggelam dapat dibaca langsung dari Gambar 2.6 atau 2.7. Contoh: • W = 6 inci, Ha = 1,20 ft, Hb = 1,08 ft. Hb/Ha = 1,08/1,2 = 0,90 = 90% → kondisi tenggelam. • Dari Gambar 2.6, pada kondisi aliran tenggelam maka Q = 50,9 liter/det atau 1,8 cfs. Untuk W antara 1 ~ 8 feet, debit dalam keadaan tenggelam ditentukan dengan menggunakan diagram koreksi (Gambar 2.8). Diagram tersebut untuk W = 1 feet dan untuk W > 1 ft menggunakan faktor pengganda M seperti pada Tabel 2.6 di bawah ini. Tabel 2.6. Faktor Pengganda M untuk berbagai nilai W W (ft) 1 1,5 2 3 4 5 6
M (cm) 30,5 45,7 61,0 91,5 122,0 152,5 183,0
1 1,4 1,8 2,4 3,1 3,7 4,3
Contoh: • W = 3 ft; Ha = 64 cm; Hb = 61 cm; Hb/Ha = 0,95 > 0,70, kondisi tenggelam. • Dari Gambar 2.8: Faktor Koreksi untuk W = 1 ft adalah 5,75 cfs (163 lt/det). Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
20
• Faktor Pengganda untuk W = 3 ft, M = 2,4. Koreksi untuk W = 3 ft : 5,75 x 2,4 = 13,8 cfs (390 lt/det). • Dari Tabel 2.5 untuk kondisi aliran bebas pada W = 3 ft dan Ha = 64 cm, maka Q aliran bebas = 38,4 cfs (1.086 lt/det). • Maka Qsubmergence = 1086 – 390 = 696 lt/det (24,6 cfs) Pemasangan Parshall Flume Informasi dan data yang diperlukan: (a) Debit maksimum dan minimum yang akan diukur (b) Kedalaman aliran (c) Kecepatan maksimum dan dimensi saluran pada lokasi pemasangan. Dimensi tersebut harus mencakup: lebar, talud (side slope), dalam, tinggi tanggul di bagian hulu 16(upstream banks) atau jagaan (free board) Contoh: Qmax = 566 lt/det, kedalaman aliran = 77 cm, lebar saluran = 3 m, kedalaman total saluran = 95 cm. Pilih ukuran Parshall Flume? Pertama asumsikan submergence 70% tidak boleh dilampaui sehingga pengukuran debit dapat dilakukan hanya berdasarkan nilai terukur Ha. Sebagai “rule of thumb”17: W antara 1/3 ~ ½ lebar saluran. Dengan lebar saluran 3 m (10 ft), pertama-tama pilih W = 5 ft (1/2 x 10 ft). (a) W = 5 ft: o
W = 5 ft, Q = 566 lt/det, maka dari Tabel 2.5 didapat Ha = 30,5 cm
o
Hb/Ha = 0,7, maka Hb = 0,7 x 30,5 cm = 21,35 cm. Berdasarkan Gambar 2.10, Head loss = 0,35 ft (10,5 cm)
o
Berdasarkan Gambar 2.9: D = kedalaman normal = 77 cm. Kedalaman aliran di u/s = 77 + 10,5 cm = 87,5 cm, masih lebih kecil dari yang tersedia 95 cm.
o Masih ada kemungkinan untuk memperkecil W (b) W = 4 ft:
16 17
o
W = 4 ft; Q = 566 lt/det, maka dari Tabel 2.5 didapat Ha = 35 cm.
o
Hb/Ha = 0,7, maka Hb = 0,7 x 35 cm = 25 cm. Berdasarkan Gambar 2.10: D = kedalaman normal = 77 cm. Maka X = D – Hb = 77 – 25 = 52 cm.
o
Untuk melihat kenaikan muka air di sebelah hulu (u/s), digunakan Gambar 2.9: Q = 566 lt/det (20 cfs); Hb/Ha = 0,7; W = 4 ft → Dari Gambar 2.9:
Hulu atau udik (up-stream) disingkat u/s; hilir (down-stream) disingkat d/s Rule of thumb: perkiraan profesional atau engineering judgment
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
21
Actual loss head (L) atau beda elevasi muka air antara u/s dan d/s = 13 cm (0,42 ft). o Maka kedalaman aliran di u/s = 77 + 13 = 90 cm. Sedangkan kedalaman total saluran 95 cm. Jadi masih memungkinkan untuk memperkecil W (c) W = 3 ft o Dengan cara yang sama, didapat L = 16 cm. Kedalaman aliran di u/s = 77 + 16 = 93 cm < 95 cm. Jadi masih memungkinkan untuk memperkecil W. o X = 77 – 0,7 x 43 = 77 – 30 = 47 cm. Jadi crest harus dipasang pada jarak 47 cm dari dasar saluran (d) W = 2 ft o Dengan cara yang sama didapatkan L = 21 cm; kedalaman aliran di u/s = 77 + 21 = 98 cm. o X = D – Hb = 77 – 0,7 x 55 = 77 – 39 = 38 cm. o Karena pada W = 2 ft, kedalaman aliran u/s melewati kedalaman saluran yang tersedia maka W = 2 ft tidak dapat dipilih.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Gambar 2.5. Tampak atas dan samping Parshal Flume terbuat dari beton
Teknik Irigasi dan Drainase
22
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
23
Gambar 2.6. Diagram untuk aliran tenggelam (submergence) pada Parshal Flume W = 6 inci
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Gambar 2.7. Diagram aliran tenggelam untuk Parshal Flume W = 9 inci
Teknik Irigasi dan Drainase
24
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Gambar 2.8. Diagram untuk menghitung debit kondisi tenggelam pada PF 1 ft (30,5 cm)
Teknik Irigasi dan Drainase
25
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
26
Gambar 2.9. Penampang memanjang Parshal Flume memperlihatkan penentuan elevasi crest
Cut-Throat Flume (CTF) CTF dikembangkan ahir-ahir ini untuk menanggulangi beberapa kerumitan dalam pembuatan dan konstruksi PF. Gambar 2.11 memperlihatkan bentuk dari CTF. Flume ini mempunyai lantai dasar yang datar dan dinding vertikal. Seperti pada PF, CTF dapat beroperasi baik pada kondisi aliran bebas maupun tenggelam. Keuntungan CTF dibandingkan dengan PF adalah: (a) Konstruksi lebih sederhana karena dasar datar dan tidak adanya bagian tenggorokan (b) Karena sudut bagian penyempitan dan pengembangan tetap sama untuk semua flume, maka ukuran flume dapat diubah dengan menggerakkan dinding ke dalam atau ke luar. (c) Daftar debit dari suatu ukuran flume dapat dikembangkan dari daftar debit yang tersedia Penentuan Debit Dalam Kondisi Aliran Bebas
Q = C Ha
n
../2.7/; dimana satuan Q: cms, C: koefisien aliran bebas (free flow
coefficient); Ha : kedalaman aliran sebelah hulu (u/s flow depth) (m).
C = K W 1.025 …/2.8/; dimana K: koefisien panjang flume (flume length coefficient); W: lebar tenggorokan (m). Nilai K dan n (flow exponent) didapat dari Gambar 2.12 untuk panjang flume (L) tertentu. Untuk pengukuran debit yang teliti nisbah Ha/L harus ≤ 0,4. Naiknya nilai nisbah tersebut menyebabkan berkurangnya ketelitian. Berdasarkan Gambar 2.12, dapat disusun nilai K, n, dan St untuk berbagai nilai L (panjang flume) seperti pada Tabel 2.7a.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
27
Gambar 2.10. Diagram untuk penentuan head loss melalui Parshal Flume Tabel 2.7a. Nilai K, n, dan St untuk berbagai Panjang CTF Panjang flume L (m) 0,50 0,75 1,0 1,5 2,0 2,5
K 5,75 4,3 3,5 2,7 2,3 2,1
n 2,07 1,90 1,80 1,68 1,63 1,57
St 0,60 0,63 0,66 0,72 0,76 0,78
Contoh Perhitungan: L = 1,5 m, W = 0,30 m. Bagaimana rumus debit untuk CF tersebut?
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
•
Dari Gambar 2.12 atau Tabel 2.7a, pada L = 1,5 m, maka n = 1,68 dan K = 2,7.
•
Persamaan free flow : C = K W1.025 = 2,7 x (0,30)1,025 = 0,786
•
Maka persamaan debit:
•
Jika Ha = 0,30 m, maka Q = 0,786 (0,30)1,68 = 0,104 cms = 104 lt/det.
28
Q = 0,786 Ha 1,68
Syarat aliran bebas adalah Hb/Ha tidak melewati nilai batas tertentu yang disebut sebagai “transition submergence” (St) yang nilainya dapat ditentukan dari Gambar 2.12 untuk berbagai nilai panjang flume (L). Pada L = 1,50 m, maka batas submergence St = 0,72. Jika Hb/Ha > 0,72, maka rumus di atas tidak berlaku.
Gambar 2.11a. Sketsa Cut-Throat Flume
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
29
Gambar 2.11b. Sketsa Cut-Throat Flume pada uji saluran laboratorium
Pemasangan CTF untuk mendapatkan kondisi Aliran Bebas Data dan informasi yang diperlukan: (a) Debit maksimum yang akan diukur (b) Kedalaman aliran pada debit tersebut (c) Head loss yang diijinkan (allowable head loss) melalui flume Untuk tujuan rancangan, head loss dapat diambil sebagai perubahan elevasi muka air antara bagian yang masuk dengan yang keluar dari flume. Kedalaman d/s sama dengan kedalaman semula sebelum pemasangan flume, sedangkan kedalaman aliran di u/s akan naik sebesar head loss. Kenaikan ini dibatasi oleh tinggi jagaan di u/s. Karena W dihitung dalam rumus debit, maka W harus dipasang secara tepat. Jika CTF akan dibangun dari beton, maka pada tenggorokan harus dipasang besi siku supaya ukuran W tepat.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
30
Gambar 2.12. Generalisasi koefisien aliran bebas dan nilai eksponen n, serta St untuk CTF (satuan dalam metrik)
Sebagai pedoman yang harus diikuti adalah Ha/L ≤ 0,4. Pengukuran head (Ha atau Hb) dapat menggunakan peilschaal atau sumuran pada jarak yang telah ditetapkan. Prosedur pemasangan CTF supaya beroperasi dalam kondisi aliran bebas adalah sebagai berikut: (a) Tentukan debit maksimum yang akan diukur (b) Pada lokasi dimana CTF akan dipasang, buat garis muka air pada tanggul dan maksimum kedalaman aliran yang diijinkan (c) Dengan menggunakan persamaan Q = C Han, hitung Ha pada debit maksimum pada ukuran CTF yang akan digunakan Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
(d)
31
Tempatkan lantai CTF pada kedalaman Hb yang tidak boleh melebihi Ha x St atau (Hb ≤ Ha x St)
Tidak ada aturan baku mengenai besarnya perbandingan antara W dengan L atau W dengan Ha. Oleh karena itu direkomendasikan perbandingan W dengan L menggunakan data seperti tercantum pada Tabel 2.7 yang didasarkan pada hasil ujicoba di laboratorium. Prosedur tersebut di atas diperagakan dengan ilustrasi seperti pada Gambar 2.13. Untuk pengukuran debit di petak tersier sebagai pegangan umum dapat digunakan Tabel 2.7b di bawah ini. Pelaksanaan di lapangan disesuaikan dengan dimensi saluran yang tersedia. Tinggi dasar CTF dari dasar saluran sekitar 10 cm. Sambungan sayap ke tanggul saluran dapat digunakan dinding tegak vertikal seperti pada Gambar 2.11b. Tabel 2.7b. Pegangan umum penggunaan CTF di petak tersier Lokasi pengukuran dari tenggorokan (m) Ha Hb < 10 0,5 0,10 0,21 0,11 0,28 10~50 0,5 0,30 0,41 0,11 0,28 50~100 1,0 0,60 0,82 0,22 0,56 > 100 1,5 1,0 1,33 0,33 0,83 Keterangan: L: panjang flume; W: lebar tenggorokan; B: lebar flume Debit maksimum (lt/det)
L (m)
W (m)
B (m)
Contoh 1: L = 1,22 m, W = 0,36 m akan dipasang dalam kondisi aliran bebas (Gambar 2.13). Debit maksimum = 0,2 cms. St untuk CTF ini ditentukan berdasarkan Gambar 2.12, di mana St = 68.2%. •
Persamaan Debit: Q = C Han → Ha =(Q/C)1/n
•
C = K W1.025 ; K = 3,1 (Gambar 2.12), maka C = 3,1 (0,36)1,025 = 1,1 ; n = 1,75
•
0.2 Ha = 1.1
•
Kedalaman d/s: Hb = Ha x St = 0,375 x 0,682 = 0,256 m.
•
Maka lantai CTF harus ditempatkan tidak lebih rendah dari 0,256 m di bawah garis air tertinggi di saluran (Gambar 2.13)
1 1.75
= 0.182 0.57 = 0.375 m .
Teknik Irigasi dan Drainase
B = W + L/4,5
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
32
W
5L/9
2L/9
L/3
2L/3
L
Ha
Hb
10 cm
Gambar 2.13. Cut throat flume (pandangan atas dan samping)
Gambar 2.13. Pemasangan CTF
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
33
Contoh 2: Misalkan diinginkan ukuran CTF yang logis untuk mengukur debit maksimum 350 lt/det di bawah kondisi aliran bebas. Diketahui kedalaman maksimum di saluran 30 cm dan head loss tidak boleh melebihi 15 cm. • Pada kondisi tersebut kedalaman maksimum d/s = 30 cm dan kedalaman maksimum di u/s = 30 + 15 = 45 cm. • Submergence = 30/45 = 0,67 atau 67%. •
Dari Gambar 2.12 dapat dilihat St > 67%, maka L > 1,15 m.
•
Untuk memilih ukuran CTF yang sesuai dapat digunaan Tabel 2.7.
•
Secara tentatif ambil ukuran CTF 40 x 180 cm (karena L > 1,15 m), dapatkan nilai Ha untuk Q = 350 lt/det, Ha = 54 cm, dimana lebih besar dari maksimum kedalaman u/s 45 cm.
• Dengan demikian diperlukan ukuran CTF yang lebih besar. •
Coba dengan ukuran CTF 60 cm x 180 cm, Ha = 42 cm, untuk Q = 0,35 cms. Karena nilai ini lebih kecil dari 45 cm, maka ukuran CTF ini dapat dipilih (60 x 180 cm). Walaupun demikian W yang lebih kecil dapat dipilih misalnya antara 40 ~ 60 cm, akan tetapi diperlukan suatu Tabel rating tersendiri.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
34
Tabel 2.7a. Kalibrasi aliran bebas untuk CTF tertentu dinyatakan dalam Lebar W (cm) x Panjang L (cm) Ha
10 x 90
20 x 90
30 x 90
(cm) 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0 11,5 12,0 12,5 13,0 13,5 14,0 14,5 15,0 15,5 16,0 16,5 17,0 17,5 18,0 18,5 19,0 19,5 20,0 20,5 21,0 21,5 22,0 22,5 23,0 23,5
cm 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 9 10 10 11 12 12 13 14 14 15 16 17 18 18 19 20 21 22 23 24 25
cm 0 0 0 1 1 1 2 2 3 3 4 4 5 6 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 18 19 20 22 23 24 26 27 29 31 32 34 36 37 39 41 43 45 47 49 51 53
cm 0 0 0 1 1 2 2 3 4 4 5 6 7 8 9 11 12 13 14 16 17 19 21 22 24 26 28 30 31 34 36 38 40 42 45 47 49 52 54 57 60 62 65 68 71 74 77
Teknik Irigasi dan Drainase
20 x 180 cm 0 0 0 1 1 1 2 2 3 3 4 5 5 6 7 7 8 9 10 11 12 13 13 14 15 16 18 19 20 21 22 23 24 26 27 28 30 31 32 34 35 36 38 39 41 42 44
Debit (liter/det) 40 x 60 x 180 180 cm cm 0 0 0 1 1 1 2 2 2 3 3 5 4 6 5 7 6 9 7 11 8 12 9 14 11 16 12 18 14 21 15 23 17 25 18 28 20 30 22 33 24 36 26 39 27 42 29 45 32 48 34 51 36 54 38 57 40 61 43 64 45 68 47 72 50 75 52 79 55 83 58 87 60 91 63 95 66 99 68 104 71 108 74 112 77 117 80 121 83 126 86 130 89 135
30 x 270 cm 0 0 1 1 2 3 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 15 16 17 18 20 21 23 240 26 27 29 31 32 34 36 37 39 41 43 45 47 49 51 52 55 57 59 61 63 65
60 x 270 cm 0 1 2 3 4 5 7 8 10 12 14 16 18 20 22 25 27 30 32 35 38 40 43 46 49 52 56 59 62 66 69 73 76 80 83 87 91 95 99 103 107 111 115 119 123 128 132
100 x 270 cm 1 2 3 5 7 9 11 14 17 20 23 26 30 34 38 42 46 50 54 59 63 68 73 78 83 89 94 99 105 111 117 122 129 135 141 147 154 160 167 174 180 187 194 201 209 216 223
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Ha
10 x 90
20 x 90
30 x 90
(cm) 0,5 24,0 24,5 25,0 25,5 26,0 26,5 27,0 27,5 28,0 28,5 29,0 29,5 30,0 30,5 31,0 31,5 32,0 32,5 33,0 33,5 34,0 34,5 35,0 35,5 36,0 36,5 37,0 37,5 38,0 38,5 39,0 39,5 40,0 40,5 41,0 41,5 42,0 42,5 43,0 43,5 44,0 44,5 45,0 45,5 46,0 46,5 47,0 47,5 48,0
cm 0 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 37 38 39 40 41 43 44 45 46 48 49 50 52 53 54 56 57 59 60 62 63 65 66 68 69 71 72 74 76 77 79 80 82
cm 0 55 57 59 61 63 66 68 70 73 75 78 80 82 85 88 90 93 96 98 101 104 107 110 112 115 118 121 124 127 131 134 137 140 143 147 150 153 157 160 163 167 170 174
cm 0 80 83 86 89 92 96 99 102 106 109 113 116 120 124 127 131 135 139 143 147 151 155 159 164 168 172 177 181 185 190 195 199 204 209 213 218 223 228 233 238 243 248 253
Teknik Irigasi dan Drainase
20 x 180 cm 0 45 47 49 50 52 53 55 57 59 60 62 64 66 67 69 71 73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95 97 99 101 103 105 108 110 112 114 116 119 121 123 126 128 130 133 135 138 140 142
Debit (liter/det) 40 x 60 x 180 180 cm cm 0 0 92 140 96 145 99 150 102 155 106 160 109 165 112 170 116 175 119 180 123 186 126 191 130 197 134 202 137 208 141 213 145 219 149 225 152 231 156 237 160 243 164 249 168 255 172 261 176 267 180 723 185 279 189 286 193 292 197 299 202 305 206 312 210 318 215 325 219 332 224 339 228 345 233 352 237 359 242 366 247 373 251 380 256 388 261 395 266 402 270 409 275 417 280 424 285 432 290 439
35
30 x 270 cm 0 67 69 72 74 76 78 81 83 85 88 90 93 95 98 100 103 105 108 110 113 116 118 121 124 126 129 132 135 138 140 143 146 149 152 155 158 161 164 167 170 173 176 179 182 185 189 192 195 198
60 x 270 cm 0 137 141 146 150 155 159 164 169 174 179 178 188 193 199 204 209 214 219 224 230 235 241 246 252 257 263 268 274 280 286 291 297 303 309 315 321 327 333 339 346 352 358 364 371 377 383 390 396 403
100 x 270 cm 1 231 238 246 254 261 269 277 285 293 302 310 318 327 335 344 353 361 370 379 388 397 406 416 425 434 444 453 463 473 482 492 502 512 522 532 542 552 563 573 584 594 605 615 626 637 648 659 669 681
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Ha
10 x 90
20 x 90
30 x 90
(cm) 0,5 48,5 49,0 49,5 50,0 50,5 51,0 51,5 52,0 52,5 53,0 53,5 54,0 54,5 55,0 55,5 56,0 56,5 57,0 57,5 58,0 58,5 59,0 59,5 60,0 60,5 61,0 61,5 62,0 62,5 63,0 63,5 64,0 64,5 65,0 65,5 66,0 66,5 67,0 67,5 68,0 68,5 69,0 69,5 70,0 70,5 71,0 71,5 72,0 72,5
cm 0
cm 0
cm 0
Teknik Irigasi dan Drainase
20 x 180 cm 0 145 147 150 152 155 157 160 162 165 168 170 173 176 178 181 184 186 189 192 195 197 200 203 206
Debit (liter/det) 40 x 60 x 180 180 cm cm 0 0 295 447 300 454 305 462 310 470 315 477 321 485 326 493 331 501 336 509 342 517 347 525 352 533 358 541 363 550 369 558 374 566 380 575 385 583 391 591 396 600 402 609 408 617 414 626 419 635
36
30 x 270 cm 0 201 205 208 211 214 218 221 224 228 231 235 238 242 245 249 252 256 259 263 266 270 273 277 281 284 288 292 295 299 303 307 310 314 318 322 260 330 333 337 341 345 349 353 357 361 365 369 373 377
60 x 270 cm 0 409 416 423 429 436 443 450 457 463 470 477 484 491 498 505 513 520 527 534 541 549 556 563 571 578 586 593 601 608 616 624 631 639 647 655 662 670 678 686 694 702 710 718 726 734 742 750 759 767
100 x 270 cm 1 692 703 714 725 737 748 760 771 783 794 806 818 830 742 854 866 878 890 902 914 927 939 952 964 977 989 1.002 1.015 1.028 1.040 1.053 1.066 1.079 1.092 1.106 1.119 1.132 1.145 1.159 1.172 1.186 1.199 1.213 1.226 1.240 1.254 1.268 1.281 1.295
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Ha
10 x 90
20 x 90
30 x 90
(cm) 0,5 73,0 73,5 74,0 74,5 75,0
cm 0
cm 0
cm 0
Teknik Irigasi dan Drainase
20 x 180 cm 0
Debit (liter/det) 40 x 60 x 180 180 cm cm 0 0
37
30 x 270 cm 0 381 385 389 393 398
60 x 270 cm 0 775 784 792 800 809
100 x 270 cm 1 1.309 1.323 1.337 1.352 1.366
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
Tabel 2.7b. Debit pada CTF: L = 0,5 m; Hb/Ha ≤ 0,60; Ha/L≤0,4; K=5,75; n=2,07 (W=0,10, C=0,543; W=0,20, C=1,105; W=0,30, C=1,674)
Teknik Irigasi dan Drainase
38
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
L (m) W (m) Ha (cm) 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7 3,8 3,9 4,0 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5 L (m) W (m) Ha (cm) 4,6 4,7 4,8 4,9 5,0 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,6 5,7 5,8 5,9 6,0 Teknik Irigasi dan Drainase
0,50 0,10 Q (lt/det) 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,12 0,13 0,15 0,17 0,18 0,20 0,22 0,24 0,26 0,28 0,31 0,33 0,36 0,38 0,41 0,44 0,47 0,50 0,53 0,56 0,59 0,62 0,66 0,69 0,73 0,77 0,81 0,84 0,88 0,50 0,10 Q (lt/det) 0,93 0,97 1,01 1,06 1,10 1,15 1,19 1,24 1,29 1,34 1,39 1,44 1,50 1,55 1,60
Ha/L 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09 0,09 0,09
Ha/L 0,09 0,09 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,12 0,12 0,12
39 0,50 0,20 Q (lt/det) 0,08 0,10 0,12 0,14 0,16 0,19 0,21 0,24 0,27 0,30 0,34 0,37 0,41 0,45 0,49 0,53 0,58 0,63 0,67 0,73 0,78 0,83 0,89 0,95 1,01 1,07 1,13 1,20 1,27 1,34 1,41 1,48 1,56 1,64 1,72 1,80 0,50 0,20 Q (lt/det) 1,88 1,97 2,06 2,15 2,24 2,33 2,43 2,53 2,63 2,73 2,83 2,94 3,04 3,15 3,27
0,50 0,30 Q (lt/det) 0,12 0,15 0,18 0,21 0,24 0,28 0,32 0,36 0,41 0,46 0,51 0,56 0,62 0,68 0,74 0,81 0,88 0,95 1,02 1,10 1,18 1,26 1,35 1,44 1,53 1,62 1,72 1,82 1,92 2,03 2,14 2,25 2,37 2,48 2,60 2,73 0,50 0,30 Q (lt/det) 2,86 2,99 3,12 3,25 3,39 3,53 3,68 3,83 3,98 4,13 4,29 4,45 4,61 4,78 4,95
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
40
Tabel 2.7c. Debit pada CTF, L = 0,75 m Hb/Ha ≤ 0,63; Ha/L≤0,4; K=4,3; n=1,9 (W=0,10, C=0,406; W=0,20, C=0,826; W=0,30, C=1,252; W=0,4, C=1,681) L (m) W (m) Ha (cm) 1,00 1,10 1,20 1,30 1,40 1,50 1,60 1,70 1,80 1,90 2,00 2,10 2,20 2,30 2,40 2,50 2,60 2,70 2,80 2,90 3,00 3,10 3,20 3,30 3,40 3,50 3,60 3,70 3,80 3,90 4,00 4,10 4,20 4,30 4,40 4,50 4,60 4,70 4,80 L (m) W (m) Ha (cm) 4,90 5,00 5,10 5,20 5,30 5,40 5,50
0,75 0,10 Q (lt/det) 0,06 0,08 0,09 0,11 0,12 0,14 0,16 0,18 0,20 0,22 0,24 0,26 0,29 0,31 0,34 0,37 0,40 0,42 0,46 0,49 0,52 0,55 0,59 0,62 0,66 0,70 0,73 0,77 0,81 0,85 0,90 0,94 0,98 1,03 1,07 1,12 1,17 1,22 1,27 0,75 0,10 Q (lt/det) 1,32 1,37 1,42 1,48 1,53 1,58 1,64
Teknik Irigasi dan Drainase
Ha/L 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06
Ha/L 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07
0,75 0,20 Q (lt/det) 0,13 0,16 0,19 0,22 0,25 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,49 0,54 0,59 0,64 0,69 0,75 0,80 0,86 0,93 0,99 1,06 1,12 1,19 1,27 1,34 1,41 1,49 1,57 1,65 1,74 1,82 1,91 2,00 2,09 2,19 2,28 2,38 2,48 2,58 0,75 0,20 Q (lt/det) 2,68 2,79 2,89 3,00 3,11 3,23 3,34
0,75 0,30 Q (lt/det) 0,20 0,24 0,28 0,33 0,38 0,43 0,48 0,54 0,61 0,67 0,74 0,81 0,89 0,97 1,05 1,13 1,22 1,31 1,40 1,50 1,60 1,70 1,81 1,92 2,03 2,14 2,26 2,38 2,51 2,63 2,76 2,90 3,03 3,17 3,31 3,46 3,60 3,75 3,91 0,75 0,30 Q (lt/det) 4,06 4,22 4,38 4,55 4,72 4,89 5,06
0,75 0,40 Q (lt/det) 0,27 0,32 0,38 0,44 0,50 0,58 0,65 0,73 0,81 0,90 0,99 1,09 1,19 1,30 1,41 1,52 1,64 1,76 1,88 2,01 2,15 2,29 2,43 2,57 2,73 2,88 3,04 3,20 3,37 3,54 3,71 3,89 4,07 4,26 4,45 4,64 4,84 5,04 5,25 0,75 0,40 Q (lt/det) 5,46 5,67 5,89 6,11 6,33 6,56 6,80
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
5,60 5,70 5,80 5,90 6,00 6,10 6,20 6,30 6,40 6,50 6,60 6,70 6,80 6,90 7,00 7,10 7,20 7,30 7,40 7,50 7,60 7,70 7,80 7,90 8,00 8,10 8,20 8,30 8,40 8,50 8,60 8,70 8,80 8,90 9,00 9,10 9,20 9,30 9,40 9,50 9,60 9,70 9,80 9,90 L (m) W (m) Ha (cm) 10,00 10,10 10,20 10,30 10,40 10,50 10,60 10,70 10,80
1,70 1,76 1,82 1,88 1,94 2,00 2,06 2,12 2,19 2,25 2,32 2,39 2,46 2,53 2,60 2,67 2,74 2,81 2,88 2,96 3,03 3,11 3,19 3,27 3,34 3,42 3,51 3,59 3,67 3,75 3,84 3,92 4,01 4,10 4,18 4,27 4,36 4,45 4,54 4,64 4,73 4,82 4,92 5,01 0,75 0,10 Q (lt/det) 5,11 5,21 5,31 5,41 5,51 5,61 5,71 5,81 5,92
Teknik Irigasi dan Drainase
0,07 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13
Ha/L 0,13 0,13 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14
41 3,46 3,57 3,69 3,82 3,94 4,07 4,19 4,32 4,45 4,59 4,72 4,86 5,00 5,14 5,28 5,43 5,57 5,72 5,87 6,02 6,17 6,33 6,49 6,65 6,81 6,97 7,13 7,30 7,47 7,64 7,81 7,98 8,16 8,33 8,51 8,69 8,88 9,06 9,25 9,43 9,62 9,82 10,01 10,20 0,75 0,20 Q (lt/det) 10,40 10,60 10,80 11,00 11,20 11,41 11,62 11,83 12,04
5,24 5,42 5,60 5,78 5,97 6,16 6,35 6,55 6,75 6,95 7,16 7,36 7,57 7,79 8,00 8,22 8,44 8,67 8,89 9,12 9,36 9,59 9,83 10,07 10,31 10,56 10,81 11,06 11,31 11,57 11,83 12,09 12,36 12,63 12,90 13,17 13,45 13,73 14,01 14,30 14,58 14,87 15,17 15,46 0,75 0,30 Q (lt/det) 15,76 16,06 16,36 16,67 16,98 17,29 17,60 17,92 18,24
7,03 7,27 7,52 7,77 8,02 8,27 8,53 8,80 9,06 9,34 9,61 9,89 10,17 10,46 10,75 11,04 11,34 11,64 11,94 12,25 12,56 12,88 13,20 13,52 13,85 14,18 14,52 14,85 15,20 15,54 15,89 16,24 16,60 16,96 17,32 17,69 18,06 18,44 18,82 19,20 19,58 19,97 20,37 20,76 0,75 0,40 Q (lt/det) 21,16 21,57 21,97 22,39 22,80 23,22 23,64 24,07 24,50
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
10,90 11,00 11,10 11,20 11,30 11,40 11,50 11,60 11,70 11,80 11,90 12,00 12,10 12,20 12,30 12,40 12,50 12,60 12,70 12,80 12,90 13,00 13,10 13,20 13,30 13,40 13,50 13,60 13,70 13,80 13,90 14,00 14,10 14,20 14,30 14,40 14,50 14,60 14,70 14,80 14,90 15,00 L (m) W (m) Ha (cm) 15,10 15,20 15,30 15,40 15,50 15,60 15,70 15,80 15,90 16,00 16,10
6,02 6,13 6,23 6,34 6,45 6,56 6,66 6,78 6,89 7,00 7,11 7,23 7,34 7,46 7,57 7,69 7,81 7,93 8,05 8,17 8,29 8,41 8,54 8,66 8,79 8,91 9,04 9,17 9,29 9,42 9,55 9,69 9,82 9,95 10,08 10,22 10,35 10,49 10,63 10,76 10,90 11,04 0,75 0,10 Q (lt/det) 11,18 11,32 11,47 11,61 11,75 11,90 12,04 12,19 12,33 12,48 12,63
Teknik Irigasi dan Drainase
0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,20 0,20 0,20 0,20
Ha/L 0,20 0,20 0,20 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21
42 12,25 12,46 12,68 12,90 13,12 13,34 13,56 13,79 14,01 14,24 14,47 14,71 14,94 15,17 15,41 15,65 15,89 16,13 16,38 16,62 16,87 17,12 17,37 17,62 17,88 18,14 18,39 18,65 18,91 19,18 19,44 19,71 19,98 20,25 20,52 20,79 21,07 21,34 21,62 21,90 22,19 22,47 0,75 0,20 Q (lt/det) 22,76 23,04 23,33 23,62 23,91 24,21 24,50 24,80 25,10 25,40 25,70
18,56 18,89 19,21 19,54 19,88 20,21 20,55 20,89 21,24 21,58 21,93 22,28 22,64 22,99 23,35 23,71 24,08 24,45 24,82 25,19 25,56 25,94 26,32 26,71 27,09 27,48 27,87 28,26 28,66 29,06 29,46 29,86 30,27 30,68 31,09 31,51 31,92 32,34 32,77 33,19 33,62 34,05 0,75 0,30 Q (lt/det) 34,48 34,92 35,35 35,79 36,24 36,68 37,13 37,58 38,03 38,49 38,95
24,93 25,36 25,80 26,25 26,69 27,15 27,60 28,06 28,52 28,98 29,45 29,92 30,40 30,88 31,36 31,85 32,34 32,83 33,33 33,83 34,33 34,84 35,35 35,86 36,38 36,90 37,43 37,96 38,49 39,03 39,56 40,11 40,65 41,20 41,76 42,31 42,87 43,44 44,00 44,57 45,15 45,72 0,75 0,40 Q (lt/det) 46,31 46,89 47,48 48,07 48,66 49,26 49,86 50,47 51,08 51,69 52,31
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
16,20 16,30 16,40 16,50 16,60 16,70 16,80 16,90 17,00 17,10 17,20 17,30 17,40 17,50 17,60 17,70 17,80 17,90 18,00 18,10 18,20 18,30 18,40 18,50 18,60 18,70 18,80 18,90 19,00 19,10 19,20 19,30 19,40 19,50 19,60 19,70 19,80 19,90 20,00 20,10 L (m) W (m) Ha (cm) 20,20 20,30 20,40 20,50 20,60 20,70 20,80 20,90
12,78 12,93 13,08 13,23 13,39 13,54 13,69 13,85 14,01 14,16 14,32 14,48 14,64 14,80 14,96 15,12 15,29 15,45 15,61 15,78 15,94 16,11 16,28 16,45 16,62 16,79 16,96 17,13 17,30 17,48 17,65 17,82 18,00 18,18 18,36 18,53 18,71 18,89 19,07 19,25 0,75 0,10 Q (lt/det) 19,44 19,62 19,80 19,99 20,18 20,36 20,55 20,74
Teknik Irigasi dan Drainase
0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,27 0,27 0,27
Ha/L 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28
43 26,01 26,31 26,62 26,93 27,24 27,55 27,87 28,18 28,50 28,82 29,14 29,47 29,79 30,12 30,44 30,77 31,10 31,44 31,77 32,11 32,45 32,79 33,13 33,47 33,81 34,16 34,51 34,86 35,21 35,56 35,92 36,27 36,63 36,99 37,35 37,71 38,08 38,45 38,81 39,18 0,75 0,20 Q (lt/det) 39,55 39,93 40,30 40,68 41,06 41,44 41,82 42,20
39,41 39,87 40,34 40,81 41,28 41,75 42,23 42,71 43,19 43,67 44,16 44,65 45,14 45,63 46,13 46,63 47,13 47,64 48,14 48,65 49,16 49,68 50,20 50,72 51,24 51,76 52,29 52,82 53,35 53,89 54,42 54,96 55,51 56,05 56,60 57,15 57,70 58,26 58,81 59,37 0,75 0,30 Q (lt/det) 59,94 60,50 61,07 61,64 62,21 62,79 63,36 63,94
52,92 53,55 54,17 54,80 55,44 56,07 56,71 57,35 58,00 58,65 59,30 59,96 60,62 61,28 61,95 62,62 63,30 63,97 64,65 65,34 66,03 66,72 67,41 68,11 68,81 69,52 70,22 70,93 71,65 72,37 73,09 73,81 74,54 75,27 76,01 76,75 77,49 78,23 78,98 79,74 0,75 0,40 Q (lt/det) 80,49 81,25 82,01 82,78 83,55 84,32 85,09 85,87
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
44
Tabel 2.7d. Debit pada CTF, L = 1,0 m; Hb/Ha ≤ 0,66; Ha/L≤0,4; K=3,5; n=1,8 (W=0,2, C=0,672; W=0,3, C=1,019; W=0,4, C=1,368; W=0,5, C=1,720; W=0,6, C=2,073) L (m) W (m) Ha (cm) 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7 3,8 3,9 4,0 4,1 4,2
1,00 0,20 Q (lt/det) 0,17 0,20 0,23 0,27 0,31 0,35 0,39 0,44 0,49 0,54 0,59 0,64 0,70 0,76 0,82 0,88 0,94 1,01 1,08 1,15 1,22 1,29 1,37 1,45 1,53 1,61 1,69 1,78 1,87 1,96 2,05 2,14 2,24
L (m) W (m) Ha (cm) 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8 4,9 5,0 5,1 5,2 5,3
1,00 0,20 Q (lt/det) 2,33 2,43 2,53 2,63 2,74 2,84 2,95 3,06 3,17 3,28 3,40
Teknik Irigasi dan Drainase
Ha/L 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
1,00 0,30 Q (lt/det) 0,26 0,30 0,36 0,41 0,47 0,53 0,60 0,67 0,74 0,81 0,89 0,97 1,06 1,15 1,24 1,33 1,43 1,53 1,63 1,74 1,85 1,96 2,08 2,20 2,32 2,44 2,57 2,70 2,83 2,97 3,10 3,24 3,39
1,00 0,40 Q (lt/det) 0,34 0,41 0,48 0,55 0,63 0,71 0,80 0,89 0,99 1,09 1,20 1,31 1,42 1,54 1,66 1,79 1,92 2,05 2,19 2,34 2,48 2,63 2,79 2,95 3,11 3,28 3,45 3,62 3,80 3,98 4,17 4,36 4,55
1,00 0,50 Q (lt/det) 0,43 0,51 0,60 0,69 0,79 0,90 1,01 1,12 1,24 1,37 1,50 1,64 1,79 1,93 2,09 2,25 2,41 2,58 2,76 2,94 3,12 3,31 3,51 3,71 3,91 4,12 4,33 4,55 4,78 5,01 5,24 5,48 5,72
1,00 0,60 Q (lt/det) 0,52 0,62 0,72 0,84 0,95 1,08 1,21 1,35 1,50 1,65 1,81 1,98 2,15 2,33 2,52 2,71 2,91 3,11 3,32 3,54 3,76 3,99 4,23 4,47 4,71 4,97 5,22 5,49 5,76 6,03 6,32 6,60 6,89
Ha/L 0,04 0,04 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
1,00 0,30 Q (lt/det) 3,53 3,68 3,84 3,99 4,15 4,31 4,47 4,64 4,81 4,98 5,15
1,00 0,40 Q (lt/det) 4,75 4,95 5,15 5,36 5,57 5,79 6,01 6,23 6,45 6,68 6,92
1,00 0,50 Q (lt/det) 5,97 6,22 6,48 6,74 7,00 7,27 7,55 7,83 8,11 8,40 8,69
1,00 0,60 Q (lt/det) 7,19 7,50 7,81 8,12 8,44 8,77 9,10 9,44 9,78 10,13 10,48
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
5,4 5,5 5,6 5,7 5,8 5,9 6,0 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,6 6,7 6,8 6,9 7,0 7,1 7,2 7,3 7,4 7,5 7,6 7,7 7,8 7,9 8,0 8,1 8,2 8,3 8,4 8,5 8,6 8,7 8,8 8,9 9,0 9,1 9,2 L (m) W (m) Ha (cm) 9,3 9,4 9,5 9,6 9,7 9,8 9,9 10,0 10,1 10,2 10,3 10,4 10,5 10,6
3,52 3,63 3,75 3,87 4,00 4,12 4,25 4,38 4,51 4,64 4,77 4,91 5,04 5,18 5,32 5,46 5,61 5,75 5,90 6,05 6,20 6,35 6,50 6,66 6,81 6,97 7,13 7,29 7,46 7,62 7,79 7,95 8,12 8,29 8,47 8,64 8,82 8,99 9,17 1,00 0,20 Q (lt/det) 9,35 9,53 9,72 9,90 10,09 10,28 10,47 10,66 10,85 11,04 11,24 11,44 11,63 11,84
Teknik Irigasi dan Drainase
0,05 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
Ha/L 0,09 0,09 0,09 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,11
5,33 5,51 5,69 5,87 6,06 6,25 6,44 6,63 6,83 7,03 7,23 7,44 7,64 7,85 8,07 8,28 8,50 8,72 8,94 9,16 9,39 9,62 9,85 10,09 10,32 10,56 10,81 11,05 11,30 11,55 11,80 12,05 12,31 12,57 12,83 13,09 13,36 13,63 13,90 1,00 0,30 Q (lt/det) 14,17 14,45 14,72 15,00 15,29 15,57 15,86 16,15 16,44 16,73 17,03 17,33 17,63 17,93
45 7,15 7,39 7,64 7,88 8,13 8,39 8,65 8,91 9,17 9,44 9,71 9,99 10,26 10,55 10,83 11,12 11,41 11,71 12,01 12,31 12,61 12,92 13,23 13,55 13,87 14,19 14,51 14,84 15,17 15,51 15,84 16,19 16,53 16,88 17,23 17,58 17,94 18,30 18,66 1,00 0,40 Q (lt/det) 19,03 19,40 19,77 20,15 20,53 20,91 21,30 21,69 22,08 22,47 22,87 23,27 23,68 24,08
8,99 9,29 9,60 9,91 10,23 10,54 10,87 11,20 11,53 11,87 12,21 12,55 12,90 13,26 13,62 13,98 14,34 14,72 15,09 15,47 15,85 16,24 16,63 17,03 17,43 17,83 18,24 18,65 19,07 19,49 19,92 20,35 20,78 21,22 21,66 22,10 22,55 23,00 23,46 1,00 0,50 Q (lt/det) 23,92 24,39 24,86 25,33 25,80 26,29 26,77 27,26 27,75 28,25 28,75 29,25 29,76 30,27
10,84 11,20 11,57 11,95 12,33 12,71 13,10 13,50 13,90 14,30 14,72 15,13 15,55 15,98 16,41 16,85 17,29 17,74 18,19 18,65 19,11 19,58 20,05 20,53 21,01 21,50 21,99 22,49 22,99 23,50 24,01 24,53 25,05 25,57 26,11 26,64 27,18 27,73 28,28 1,00 0,60 Q (lt/det) 28,84 29,40 29,96 30,53 31,11 31,69 32,27 32,86 33,45 34,05 34,66 35,26 35,88 36,49
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
10,7 10,8 10,9 11,0 11,1 11,2 11,3 11,4 11,5 11,6 11,7 11,8 11,9 12,0 12,1 12,2 12,3 12,4 12,5 12,6 12,7 12,8 12,9 13,0 13,1 13,2 13,3 13,4 13,5 13,6 13,7 13,8 13,9 14,0 14,1 14,2
12,04 12,24 12,44 12,65 12,86 13,07 13,28 13,49 13,71 13,92 14,14 14,36 14,57 14,80 15,02 15,24 15,47 15,70 15,92 16,15 16,39 16,62 16,85 17,09 17,33 17,57 17,81 18,05 18,29 18,54 18,78 19,03 19,28 19,53 19,78 20,03
L (m) W (m) Ha (cm) 14,3 14,4 14,5 14,6 14,7 14,8 14,9 15,0 15,1 15,2 15,3 15,4 15,5 15,6 15,7 15,8
1,00 0,20 Q (lt/det) 20,29 20,54 20,80 21,06 21,32 21,58 21,85 22,11 22,38 22,64 22,91 23,18 23,45 23,73 24,00 24,28
Teknik Irigasi dan Drainase
46
0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14
18,24 18,55 18,86 19,17 19,48 19,80 20,12 20,44 20,77 21,09 21,42 21,75 22,09 22,42 22,76 23,10 23,44 23,78 24,13 24,48 24,83 25,18 25,54 25,89 26,25 26,62 26,98 27,35 27,72 28,09 28,46 28,83 29,21 29,59 29,97 30,36
24,49 24,91 25,32 25,74 26,17 26,59 27,02 27,45 27,89 28,33 28,77 29,21 29,66 30,11 30,56 31,02 31,48 31,94 32,41 32,87 33,34 33,82 34,30 34,78 35,26 35,74 36,23 36,73 37,22 37,72 38,22 38,72 39,23 39,74 40,25 40,77
30,79 31,31 31,83 32,36 32,89 33,43 33,97 34,51 35,06 35,61 36,16 36,72 37,28 37,85 38,42 38,99 39,57 40,15 40,73 41,32 41,91 42,51 43,11 43,71 44,32 44,93 45,55 46,16 46,79 47,41 48,04 48,67 49,31 49,95 50,59 51,24
37,12 37,74 38,37 39,01 39,65 40,30 40,95 41,60 42,26 42,92 43,59 44,27 44,94 45,62 46,31 47,00 47,70 48,40 49,10 49,81 50,53 51,24 51,97 52,70 53,43 54,16 54,90 55,65 56,40 57,15 57,91 58,68 59,44 60,21 60,99 61,77
Ha/L 0,14 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,16 0,16 0,16
1,00 0,30 Q (lt/det) 30,74 31,13 31,52 31,91 32,31 32,70 33,10 33,50 33,91 34,31 34,72 35,13 35,54 35,95 36,37 36,79
1,00 0,40 Q (lt/det) 41,28 41,81 42,33 42,86 43,39 43,92 44,45 44,99 45,53 46,08 46,63 47,18 47,73 48,28 48,84 49,40
1,00 0,50 Q (lt/det) 51,89 52,55 53,21 53,87 54,54 55,21 55,88 56,56 57,24 57,92 58,61 59,30 59,99 60,69 61,39 62,10
1,00 0,60 Q (lt/det) 62,56 63,35 64,14 64,94 65,74 66,55 67,36 68,18 69,00 69,82 70,65 71,48 72,32 73,16 74,01 74,86
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
15,9 16,0 16,1 16,2 16,3 16,4 16,5 16,6 16,7 16,8 16,9 17,0 17,1 17,2 17,3 17,4 17,5 17,6 17,7 17,8 17,9 18,0 18,1 18,2 18,3 18,4 18,5 18,6 18,7 18,8 18,9 19,0 19,1 19,2 L (m) W (m) Ha (cm) 19,3 19,4 19,5 19,6 19,7 19,8 19,9 20,0 20,1 20,2 20,3 20,4 20,5 20,6 20,7 20,8 20,9 21,0 21,1
24,55 24,83 25,11 25,40 25,68 25,96 26,25 26,53 26,82 27,11 27,40 27,70 27,99 28,29 28,58 28,88 29,18 29,48 29,78 30,09 30,39 30,70 31,01 31,31 31,63 31,94 32,25 32,56 32,88 33,20 33,52 33,84 34,16 34,48 1,00 0,20 Q (lt/det) 34,80 35,13 35,46 35,78 36,11 36,44 36,78 37,11 37,44 37,78 38,12 38,46 38,80 39,14 39,48 39,82 40,17 40,52 40,86
Teknik Irigasi dan Drainase
0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19
Ha/L 0,19 0,19 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21
37,21 37,63 38,05 38,48 38,91 39,34 39,77 40,21 40,64 41,08 41,53 41,97 42,41 42,86 43,31 43,76 44,22 44,67 45,13 45,59 46,05 46,52 46,98 47,45 47,92 48,39 48,87 49,34 49,82 50,30 50,79 51,27 51,76 52,25 1,00 0,30 Q (lt/det) 52,74 53,23 53,73 54,22 54,72 55,22 55,73 56,23 56,74 57,25 57,76 58,27 58,79 59,30 59,82 60,34 60,87 61,39 61,92
47 49,97 50,54 51,11 51,68 52,25 52,83 53,41 54,00 54,58 55,17 55,77 56,36 56,96 57,56 58,17 58,77 59,38 59,99 60,61 61,23 61,85 62,47 63,10 63,72 64,36 64,99 65,63 66,27 66,91 67,56 68,20 68,86 69,51 70,17 1,00 0,40 Q (lt/det) 70,82 71,49 72,15 72,82 73,49 74,16 74,84 75,52 76,20 76,88 77,57 78,26 78,95 79,64 80,34 81,04 81,74 82,45 83,15
62,81 63,52 64,24 64,96 65,68 66,41 67,14 67,87 68,61 69,35 70,10 70,85 71,60 72,35 73,11 73,88 74,64 75,41 76,18 76,96 77,74 78,52 79,31 80,10 80,90 81,69 82,49 83,30 84,11 84,92 85,73 86,55 87,37 88,20 1,00 0,50 Q (lt/det) 89,03 89,86 90,69 91,53 92,37 93,22 94,07 94,92 95,78 96,64 97,50 98,37 99,24 100,11 100,99 101,87 102,75 103,64 104,53
75,72 76,58 77,44 78,31 79,18 80,06 80,94 81,82 82,71 83,60 84,50 85,40 86,31 87,22 88,14 89,06 89,98 90,91 91,84 92,77 93,71 94,66 95,61 96,56 97,52 98,48 99,44 100,41 101,39 102,37 103,35 104,33 105,33 106,32 1,00 0,60 Q (lt/det) 107,32 108,32 109,33 110,34 111,36 112,38 113,40 114,43 115,46 116,49 117,53 118,58 119,63 120,68 121,74 122,80 123,86 124,93 126,00
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
21,2 21,3 21,4 21,5 21,6 21,7 21,8 21,9 22,0 22,1 22,2 22,3 22,4 22,5 22,6 22,7 22,8 22,9 23,0 23,1 23,2 23,3 23,4 23,5 23,6 23,7 23,8 23,9 24,0 24,1 24,2
41,21 41,56 41,91 42,27 42,62 42,98 43,34 43,69 44,05 44,42 44,78 45,14 45,51 45,87 46,24 46,61 46,98 47,35 47,72 48,10 48,47 48,85 49,23 49,61 49,99 50,37 50,75 51,14 51,52 51,91 52,30
L (m) W (m) Ha (cm) 24,3 24,4 24,5 24,6 24,7 24,8 24,9 25,0 25,1 25,2 25,3 25,4 25,5 25,6 25,7 25,8 25,9 26,0 26,1 26,2 26,3
1,00 0,20 Q (lt/det) 52,69 53,08 53,47 53,87 54,26 54,66 55,05 55,45 55,85 56,25 56,66 57,06 57,46 57,87 58,28 58,69 59,10 59,51 59,92 60,33 60,75
Teknik Irigasi dan Drainase
48
0,21 0,21 0,21 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24
62,45 62,98 63,51 64,05 64,59 65,12 65,67 66,21 66,75 67,30 67,85 68,40 68,95 69,51 70,07 70,63 71,19 71,75 72,31 72,88 73,45 74,02 74,59 75,17 75,75 76,32 76,91 77,49 78,07 78,66 79,25
83,87 84,58 85,30 86,01 86,74 87,46 88,19 88,92 89,65 90,38 91,12 91,86 92,60 93,35 94,10 94,85 95,60 96,36 97,12 97,88 98,64 99,41 100,18 100,95 101,72 102,50 103,28 104,06 104,85 105,64 106,43
105,42 106,32 107,22 108,12 109,03 109,94 110,85 111,77 112,69 113,61 114,54 115,47 116,40 117,34 118,28 119,22 120,17 121,12 122,07 123,03 123,99 124,95 125,92 126,89 127,87 128,84 129,82 130,81 131,79 132,78 133,78
127,08 128,16 129,25 130,34 131,43 132,53 133,63 134,73 135,84 136,96 138,07 139,19 140,32 141,45 142,58 143,72 144,86 146,01 147,16 148,31 149,47 150,63 151,80 152,97 154,14 155,32 156,50 157,68 158,87 160,07 161,27
Ha/L 0,24 0,24 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26
1,00 0,30 Q (lt/det) 79,84 80,43 81,02 81,62 82,22 82,82 83,42 84,03 84,63 85,24 85,85 86,46 87,07 87,69 88,31 88,93 89,55 90,17 90,80 91,42 92,05
1,00 0,40 Q (lt/det) 107,22 108,01 108,81 109,61 110,42 111,22 112,03 112,84 113,66 114,47 115,29 116,11 116,94 117,76 118,59 119,42 120,26 121,10 121,94 122,78 123,62
1,00 0,50 Q (lt/det) 134,77 135,77 136,78 137,78 138,79 139,81 140,82 141,84 142,86 143,89 144,92 145,95 146,99 148,03 149,07 150,12 151,17 152,22 153,27 154,33 155,39
1,00 0,60 Q (lt/det) 162,47 163,67 164,88 166,09 167,31 168,53 169,76 170,99 172,22 173,46 174,70 175,94 177,19 178,45 179,70 180,96 182,23 183,50 184,77 186,04 187,32
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
26,4 26,5 26,6 26,7 26,8 26,9 27,0 27,1 27,2 27,3 27,4 27,5 27,6 27,7 27,8 27,9 28,0 28,1 28,2 28,3 28,4 28,5 28,6 28,7 28,8 28,9 29,0 29,1 29,2 L (m) W (m) Ha (cm) 29,3 29,4 29,5 29,6 29,7 29,8 29,9 30,0
61,17 61,58 62,00 62,42 62,84 63,27 63,69 64,12 64,54 64,97 65,40 65,83 66,26 66,69 67,13 67,56 68,00 68,44 68,88 69,32 69,76 70,20 70,65 71,09 71,54 71,98 72,43 72,88 73,34 1,00 0,20 Q (lt/det) 73,79 74,24 74,70 75,15 75,61 76,07 76,53 76,99
0,26 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29
Ha/L 0,29 0,29 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30
92,68 93,32 93,95 94,59 95,23 95,87 96,51 97,15 97,80 98,45 99,10 99,75 100,40 101,06 101,72 102,38 103,04 103,70 104,37 105,03 105,70 106,37 107,05 107,72 108,40 109,08 109,76 110,44 111,12 1,00 0,30 Q (lt/det) 111,81 112,50 113,19 113,88 114,57 115,27 115,96 116,66
49 124,47 125,32 126,17 127,03 127,89 128,75 129,61 130,47 131,34 132,21 133,09 133,96 134,84 135,72 136,60 137,49 138,38 139,27 140,16 141,06 141,96 142,86 143,76 144,67 145,57 146,49 147,40 148,32 149,23 1,00 0,40 Q (lt/det) 150,16 151,08 152,01 152,93 153,87 154,80 155,74 156,67
156,46 157,53 158,60 159,67 160,75 161,83 162,92 164,00 165,10 166,19 167,29 168,39 169,49 170,60 171,71 172,82 173,94 175,06 176,18 177,31 178,44 179,57 180,71 181,84 182,99 184,13 185,28 186,43 187,59 1,00 0,50 Q (lt/det) 188,74 189,91 191,07 192,24 193,41 194,58 195,76 196,94
188,61 189,90 191,19 192,48 193,78 195,09 196,39 197,71 199,02 200,34 201,66 202,99 204,32 205,65 206,99 208,33 209,68 211,03 212,38 213,74 215,10 216,47 217,84 219,21 220,59 221,97 223,35 224,74 226,13 1,00 0,60 Q (lt/det) 227,53 228,93 230,33 231,74 233,15 234,56 235,98 237,41
Tabel 2.7e. Debit pada CTF, L = 1,5 m; Hb/Ha ≤ 0,72; Ha/L≤0,4; K=2,7; n=1,68 (W=0,3, C=0,786; W=0,5, C=1,327; W=0,7, C=1,873; W=0,9, C=2,424; W=1,0, C=2,700) L (m) W (m) Ha (cm) 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6
1,50 0,30 Q (lt/det) 0,34 0,40 0,47 0,53 0,60 0,68 0,76
Teknik Irigasi dan Drainase
Ha/L 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
1,50 0,50 Q (lt/det) 0,46 0,54 0,63 0,72 0,81 0,91 1,01
1,50 0,70 Q (lt/det) 0,82 0,96 1,11 1,27 1,44 1,62 1,80
1,50 0,90 Q (lt/det) 1,06 1,24 1,44 1,64 1,86 2,09 2,33
1,50 1,00 Q (lt/det) 1,18 1,38 1,60 1,83 2,07 2,33 2,60
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7 3,8 3,9 4,0
0,84 0,92 1,01 1,10 1,19 1,29 1,39 1,49 1,60 1,71 1,82 1,93 2,05 2,17 2,30 2,42 2,55 2,68 2,81 2,95 3,09 3,23 3,38 3,52
L (m) W (m) Ha (cm) 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8 4,9 5,0 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,6 5,7 5,8 5,9 6,0 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,6 6,7 6,8
1,50 0,30 Q (lt/det) 3,67 3,82 3,98 4,13 4,29 4,45 4,62 4,79 4,95 5,12 5,30 5,47 5,65 5,83 6,01 6,20 6,39 6,58 6,77 6,96 7,16 7,36 7,56 7,76 7,96 8,17 8,38 8,59
Teknik Irigasi dan Drainase
50
0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03
1,12 1,24 1,35 1,48 1,60 1,73 1,87 2,01 2,15 2,29 2,44 2,60 2,76 2,92 3,08 3,25 3,42 3,60 3,78 3,96 4,15 4,34 4,53 4,73
1,99 2,20 2,40 2,62 2,84 3,08 3,31 3,56 3,81 4,07 4,34 4,61 4,89 5,18 5,47 5,77 6,08 6,39 6,71 7,03 7,36 7,70 8,05 8,40
2,58 2,84 3,11 3,39 3,68 3,98 4,29 4,60 4,93 5,27 5,61 5,97 6,33 6,70 7,08 7,47 7,86 8,27 8,68 9,10 9,53 9,97 10,41 10,86
2,87 3,16 3,46 3,78 4,10 4,43 4,78 5,13 5,49 5,87 6,25 6,65 7,05 7,46 7,89 8,32 8,76 9,21 9,67 10,14 10,62 11,10 11,60 12,10
Ha/L 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05
1,50 0,50 Q (lt/det) 4,93 5,13 5,34 5,55 5,77 5,98 6,20 6,43 6,65 6,88 7,12 7,35 7,59 7,83 8,08 8,33 8,58 8,83 9,09 9,35 9,61 9,88 10,15 10,42 10,69 10,97 11,25 11,54
1,50 0,70 Q (lt/det) 8,75 9,11 9,48 9,85 10,23 10,62 11,01 11,40 11,81 12,21 12,63 13,05 13,47 13,90 14,34 14,78 15,22 15,67 16,13 16,59 17,06 17,53 18,01 18,49 18,98 19,47 19,97 20,47
1,50 0,90 Q (lt/det) 11,32 11,79 12,27 12,75 13,24 13,74 14,24 14,76 15,28 15,80 16,34 16,88 17,43 17,98 18,55 19,12 19,69 20,28 20,87 21,47 22,07 22,68 23,30 23,92 24,56 25,19 25,84 26,49
1,50 1,00 Q (lt/det) 12,61 13,13 13,66 14,20 14,75 15,30 15,87 16,44 17,02 17,60 18,20 18,80 19,42 20,03 20,66 21,30 21,94 22,59 23,25 23,91 24,59 25,27 25,96 26,65 27,36 28,07 28,79 29,51
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
6,9 7,0 7,1 7,2 7,3 7,4 7,5 7,6 7,7 7,8 7,9 8,0 8,1 8,2 8,3 8,4 8,5 8,6 8,7 8,8 8,9 9,0 L (m) W (m) Ha (cm) 9,1 9,2 9,3 9,4 9,5 9,6 9,7 9,8 9,9 10,0 10,1 10,2 10,3 10,4 10,5 10,6 10,7 10,8 10,9 11,0 11,1 11,2 11,3 11,4 11,5 11,6 11,7 11,8 11,9 12,0 12,1
8,80 9,02 9,24 9,46 9,68 9,90 10,13 10,36 10,59 10,82 11,05 11,29 11,53 11,77 12,01 12,25 12,50 12,75 13,00 13,25 13,50 13,76 1,50 0,30 Q (lt/det) 14,02 14,28 14,54 14,80 15,07 15,33 15,60 15,87 16,15 16,42 16,70 16,98 17,26 17,54 17,82 18,11 18,40 18,69 18,98 19,27 19,57 19,87 20,16 20,47 20,77 21,07 21,38 21,69 22,00 22,31 22,62
Teknik Irigasi dan Drainase
0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06
Ha/L 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08
11,82 12,11 12,40 12,70 13,00 13,30 13,60 13,91 14,22 14,53 14,84 15,16 15,48 15,80 16,13 16,45 16,78 17,12 17,45 17,79 18,13 18,48 1,50 0,50 Q (lt/det) 18,82 19,17 19,52 19,88 20,23 20,59 20,95 21,32 21,68 22,05 22,43 22,80 23,18 23,56 23,94 24,32 24,71 25,10 25,49 25,88 26,28 26,68 27,08 27,48 27,89 28,30 28,71 29,12 29,54 29,96 30,38
51 20,98 21,50 22,01 22,54 23,07 23,60 24,14 24,68 25,23 25,78 26,34 26,90 27,47 28,04 28,62 29,20 29,79 30,38 30,97 31,57 32,18 32,79 1,50 0,70 Q (lt/det) 33,40 34,02 34,65 35,27 35,91 36,54 37,18 37,83 38,48 39,14 39,80 40,46 41,13 41,80 42,48 43,16 43,85 44,54 45,23 45,93 46,64 47,35 48,06 48,77 49,50 50,22 50,95 51,68 52,42 53,16 53,91
27,15 27,81 28,48 29,16 29,84 30,53 31,23 31,93 32,64 33,36 34,08 34,81 35,54 36,28 37,03 37,78 38,54 39,30 40,07 40,85 41,63 42,42 1,50 0,90 Q (lt/det) 43,22 44,02 44,82 45,64 46,46 47,28 48,11 48,95 49,79 50,64 51,49 52,35 53,21 54,09 54,96 55,84 56,73 57,63 58,52 59,43 60,34 61,26 62,18 63,10 64,04 64,98 65,92 66,87 67,82 68,78 69,75
30,24 30,98 31,73 32,48 33,25 34,02 34,79 35,57 36,36 37,16 37,96 38,78 39,59 40,42 41,25 42,09 42,93 43,78 44,64 45,51 46,38 47,26 1,50 1,00 Q (lt/det) 48,15 49,04 49,94 50,84 51,75 52,67 53,60 54,53 55,47 56,41 57,36 58,32 59,28 60,25 61,23 62,21 63,20 64,20 65,20 66,21 67,22 68,24 69,27 70,30 71,34 72,39 73,44 74,49 75,56 76,63 77,70
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
12,2 12,3 12,4 12,5 12,6 12,7 12,8 12,9 13,0 13,1 13,2 13,3 13,4 13,5 13,6 13,7 13,8 13,9 14,0
22,93 23,25 23,57 23,89 24,21 24,54 24,86 25,19 25,52 25,85 26,18 26,51 26,85 27,19 27,53 27,87 28,21 28,55 28,90
L (m) W (m) Ha (cm) 14,1 14,2 14,3 14,4 14,5 14,6 14,7 14,8 14,9 15,0 15,1 15,2 15,3 15,4 15,5 15,6 15,7 15,8 15,9 16,0 16,1 16,2 16,3 16,4 16,5 16,6 16,7 16,8 16,9 17,0 17,1 17,2 17,3
1,50 0,30 Q (lt/det) 29,25 29,60 29,95 30,30 30,66 31,01 31,37 31,73 32,09 32,45 32,82 33,18 33,55 33,92 34,29 34,66 35,04 35,41 35,79 36,17 36,55 36,93 37,32 37,70 38,09 38,48 38,87 39,26 39,65 40,05 40,44 40,84 41,24
Teknik Irigasi dan Drainase
52
0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
30,80 31,23 31,65 32,08 32,52 32,95 33,39 33,83 34,27 34,71 35,16 35,61 36,06 36,51 36,97 37,43 37,89 38,35 38,81
54,66 55,42 56,17 56,94 57,70 58,48 59,25 60,03 60,82 61,60 62,40 63,19 63,99 64,80 65,60 66,42 67,23 68,05 68,88
70,72 71,70 72,68 73,67 74,66 75,66 76,66 77,67 78,68 79,70 80,73 81,76 82,79 83,83 84,88 85,93 86,99 88,05 89,12
78,79 79,87 80,97 82,07 83,17 84,29 85,40 86,53 87,66 88,79 89,93 91,08 92,24 93,40 94,56 95,73 96,91 98,09 99,28
Ha/L 0,09 0,09 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,12
1,50 0,50 Q (lt/det) 39,28 39,75 40,22 40,69 41,17 41,65 42,13 42,61 43,10 43,58 44,07 44,56 45,06 45,55 46,05 46,55 47,05 47,56 48,06 48,57 49,08 49,60 50,11 50,63 51,15 51,67 52,20 52,72 53,25 53,78 54,31 54,85 55,39
1,50 0,70 Q (lt/det) 69,71 70,54 71,38 72,22 73,06 73,91 74,76 75,62 76,48 77,34 78,21 79,08 79,96 80,84 81,72 82,61 83,50 84,40 85,30 86,20 87,11 88,02 88,93 89,85 90,77 91,70 92,63 93,56 94,50 95,44 96,39 97,34 98,29
1,50 0,90 Q (lt/det) 90,19 91,27 92,35 93,44 94,53 95,63 96,73 97,84 98,95 100,07 101,19 102,32 103,45 104,59 105,74 106,88 108,04 109,20 110,36 111,53 112,70 113,88 115,06 116,25 117,45 118,64 119,85 121,05 122,27 123,49 124,71 125,94 127,17
1,50 1,00 Q (lt/det) 100,47 101,67 102,88 104,09 105,31 106,53 107,76 108,99 110,23 111,48 112,73 113,99 115,25 116,52 117,79 119,07 120,36 121,65 122,95 124,25 125,55 126,87 128,19 129,51 130,84 132,17 133,51 134,86 136,21 137,57 138,93 140,30 141,67
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
17,4 17,5 17,6 17,7 17,8 17,9 18,0 18,1 18,2 18,3 18,4 18,5 18,6 18,7 18,8 18,9 19,0 L (m) W (m) Ha (cm) 19,1 19,2 19,3 19,4 19,5 19,6 19,7 19,8 19,9 20,0 20,1 20,2 20,3 20,4 20,5 20,6 20,7 20,8 20,9 21,0 21,1 21,2 21,3 21,4 21,5 21,6 21,7 21,8 21,9 22,0 22,1 22,2 22,3 22,4 22,5 22,6
41,64 42,05 42,45 42,86 43,26 43,67 44,08 44,50 44,91 45,32 45,74 46,16 46,58 47,00 47,42 47,85 48,27 1,50 0,30 Q (lt/det) 48,70 49,13 49,56 49,99 50,43 50,86 51,30 51,74 52,18 52,62 53,06 53,51 53,95 54,40 54,85 55,30 55,75 56,20 56,66 57,11 57,57 58,03 58,49 58,95 59,42 59,88 60,35 60,82 61,29 61,76 62,23 62,70 63,18 63,65 64,13 64,61
Teknik Irigasi dan Drainase
0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,13 0,13 0,13
Ha/L 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
55,92 56,46 57,01 57,55 58,10 58,65 59,20 59,76 60,31 60,87 61,43 61,99 62,55 63,12 63,69 64,26 64,83 1,50 0,50 Q (lt/det) 65,41 65,98 66,56 67,14 67,72 68,31 68,89 69,48 70,07 70,67 71,26 71,86 72,46 73,06 73,66 74,26 74,87 75,48 76,09 76,70 77,32 77,93 78,55 79,17 79,79 80,42 81,05 81,67 82,30 82,94 83,57 84,21 84,85 85,49 86,13 86,77
53 99,25 100,21 101,17 102,14 103,11 104,08 105,06 106,04 107,03 108,02 109,01 110,01 111,01 112,02 113,02 114,04 115,05 1,50 0,70 Q (lt/det) 116,07 117,09 118,12 119,15 120,18 121,22 122,26 123,31 124,35 125,41 126,46 127,52 128,58 129,65 130,72 131,79 132,87 133,95 135,03 136,12 137,21 138,30 139,40 140,50 141,61 142,72 143,83 144,94 146,06 147,18 148,31 149,44 150,57 151,71 152,85 153,99
128,41 129,65 130,90 132,15 133,40 134,67 135,93 137,20 138,48 139,76 141,04 142,33 143,63 144,93 146,23 147,54 148,86 1,50 0,90 Q (lt/det) 150,18 151,50 152,83 154,16 155,50 156,84 158,19 159,54 160,89 162,25 163,62 164,99 166,36 167,74 169,13 170,51 171,91 173,30 174,71 176,11 177,52 178,94 180,36 181,78 183,21 184,65 186,09 187,53 188,98 190,43 191,89 193,35 194,81 196,28 197,76 199,23
143,05 144,43 145,82 147,22 148,62 150,02 151,43 152,85 154,27 155,70 157,13 158,57 160,01 161,46 162,91 164,37 165,83 1,50 1,00 Q (lt/det) 167,30 168,78 170,26 171,74 173,23 174,72 176,22 177,73 179,24 180,76 182,28 183,80 185,33 186,87 188,41 189,96 191,51 193,07 194,63 196,20 197,77 199,35 200,93 202,52 204,11 205,71 207,31 208,92 210,53 212,15 213,77 215,40 217,03 218,67 220,31 221,96
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
22,7 22,8 22,9 23,0 23,1 23,2 23,3 23,4 23,5 23,6 23,7 23,8 23,9 24,0
65,09 65,58 66,06 66,55 67,03 67,52 68,01 68,50 68,99 69,49 69,98 70,48 70,98 71,48
L (m) W (m) Ha (cm) 24,1 24,2 24,3 24,4 24,5 24,6 24,7 24,8 24,9 25,0 25,1 25,2 25,3 25,4 25,5 25,6 25,7 25,8 25,9 26,0 26,1 26,2 26,3 26,4 26,5 26,6 26,7 26,8 26,9 27,0 27,1 27,2 27,3 27,4 27,5 27,6 27,7 27,8
1,50 0,30 Q (lt/det) 71,98 72,48 72,98 73,49 74,00 74,50 75,01 75,53 76,04 76,55 77,07 77,58 78,10 78,62 79,14 79,66 80,19 80,71 81,24 81,77 82,29 82,82 83,36 83,89 84,42 84,96 85,50 86,04 86,58 87,12 87,66 88,20 88,75 89,30 89,84 90,39 90,95 91,50
Teknik Irigasi dan Drainase
54
0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16
87,42 88,07 88,72 89,37 90,02 90,68 91,33 91,99 92,66 93,32 93,98 94,65 95,32 95,99
155,14 156,29 157,44 158,60 159,76 160,92 162,09 163,26 164,43 165,61 166,79 167,97 169,16 170,35
200,72 202,21 203,70 205,19 206,70 208,20 209,71 211,22 212,74 214,27 215,79 217,33 218,86 220,40
223,61 225,27 226,93 228,59 230,27 231,94 233,63 235,31 237,01 238,70 240,40 242,11 243,82 245,54
Ha/L 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,19
1,50 0,50 Q (lt/det) 96,66 97,34 98,02 98,69 99,37 100,06 100,74 101,43 102,12 102,81 103,50 104,19 104,89 105,58 106,28 106,98 107,69 108,39 109,10 109,81 110,52 111,23 111,94 112,66 113,38 114,10 114,82 115,54 116,27 116,99 117,72 118,45 119,19 119,92 120,66 121,40 122,14 122,88
1,50 0,70 Q (lt/det) 171,54 172,74 173,94 175,15 176,36 177,57 178,78 180,00 181,22 182,44 183,67 184,90 186,14 187,37 188,62 189,86 191,11 192,36 193,61 194,87 196,13 197,39 198,66 199,93 201,21 202,48 203,76 205,05 206,34 207,63 208,92 210,22 211,52 212,82 214,13 215,44 216,75 218,06
1,50 0,90 Q (lt/det) 221,95 223,50 225,05 226,61 228,17 229,74 231,31 232,88 234,46 236,05 237,64 239,23 240,83 242,43 244,03 245,64 247,26 248,88 250,50 252,13 253,76 255,39 257,03 258,68 260,32 261,98 263,63 265,29 266,96 268,63 270,30 271,98 273,66 275,35 277,04 278,73 280,43 282,14
1,50 1,00 Q (lt/det) 247,26 248,99 250,72 252,45 254,19 255,94 257,69 259,44 261,20 262,97 264,74 266,51 268,29 270,08 271,86 273,66 275,46 277,26 279,07 280,88 282,70 284,52 286,34 288,18 290,01 291,85 293,70 295,55 297,40 299,26 301,13 303,00 304,87 306,75 308,63 310,52 312,41 314,31
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
27,9 28,0 28,1 28,2 28,3 28,4 28,5 28,6 28,7 28,8 28,9 29,0 L (m) W (m) Ha (cm) 29,1 29,2 29,3 29,4 29,5 29,6 29,7 29,8 29,9 30,0 30,1 30,2 30,3 30,4 30,5 30,6 30,7 30,8 30,9 31,0 31,1 31,2 31,3 31,4 31,5 31,6 31,7 31,8 31,9 32,0 32,1 32,2 32,3 32,4 32,5 32,6 32,7 32,8 32,9 33,0 33,1
92,05 92,61 93,16 93,72 94,28 94,84 95,40 95,96 96,53 97,09 97,66 98,23 1,50 0,30 Q (lt/det) 98,80 99,37 99,94 100,52 101,09 101,67 102,25 102,82 103,40 103,99 104,57 105,15 105,74 106,33 106,91 107,50 108,09 108,69 109,28 109,88 110,47 111,07 111,67 112,27 112,87 113,47 114,08 114,68 115,29 115,90 116,50 117,11 117,73 118,34 118,95 119,57 120,19 120,80 121,42 122,04 122,67
Teknik Irigasi dan Drainase
0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19
Ha/L 0,19 0,19 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
123,62 124,37 125,11 125,86 126,61 127,36 128,12 128,88 129,63 130,39 131,15 131,92 1,50 0,50 Q (lt/det) 132,68 133,45 134,22 134,99 135,76 136,54 137,31 138,09 138,87 139,65 140,43 141,22 142,00 142,79 143,58 144,37 145,17 145,96 146,76 147,56 148,36 149,16 149,96 150,77 151,58 152,39 153,20 154,01 154,83 155,64 156,46 157,28 158,10 158,92 159,75 160,58 161,40 162,23 163,07 163,90 164,74
55 219,38 220,71 222,03 223,36 224,69 226,03 227,37 228,71 230,05 231,40 232,75 234,11 1,50 0,70 Q (lt/det) 235,47 236,83 238,19 239,56 240,93 242,30 243,68 245,06 246,44 247,83 249,22 250,61 252,01 253,41 254,81 256,21 257,62 259,03 260,45 261,86 263,29 264,71 266,14 267,57 269,00 270,44 271,87 273,32 274,76 276,21 277,66 279,12 280,58 282,04 283,50 284,97 286,44 287,91 289,39 290,87 292,35
283,84 285,55 287,27 288,99 290,71 292,44 294,17 295,91 297,65 299,39 301,14 302,89 1,50 0,90 Q (lt/det) 304,65 306,41 308,18 309,95 311,72 313,50 315,28 317,06 318,85 320,65 322,44 324,25 326,05 327,86 329,68 331,49 333,31 335,14 336,97 338,81 340,64 342,49 344,33 346,18 348,04 349,89 351,76 353,62 355,49 357,37 359,25 361,13 363,01 364,90 366,80 368,70 370,60 372,50 374,41 376,33 378,25
316,21 318,12 320,03 321,95 323,87 325,79 327,72 329,65 331,59 333,54 335,48 337,44 1,50 1,00 Q (lt/det) 339,39 341,36 343,32 345,29 347,27 349,25 351,23 353,22 355,22 357,21 359,22 361,22 363,23 365,25 367,27 369,30 371,33 373,36 375,40 377,44 379,49 381,54 383,60 385,66 387,73 389,80 391,87 393,95 396,03 398,12 400,21 402,31 404,41 406,52 408,63 410,74 412,86 414,98 417,11 419,24 421,38
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
33,2 33,3 33,4 33,5 33,6 33,7 33,8 33,9 34,0
123,29 123,91 124,54 125,17 125,79 126,42 127,06 127,69 128,32
L (m) W (m) Ha (cm) 34,1 34,2 34,3 34,4 34,5 34,6 34,7 34,8 34,9 35,0 35,1 35,2 35,3 35,4 35,5 35,6 35,7 35,8 35,9 36,0 36,1 36,2 36,3 36,4 36,5 36,6 36,7 36,8 36,9 37,0 37,1 37,2 37,3 37,4 37,5 37,6 37,7 37,8 37,9 38,0 38,1 38,2 38,3
1,50 0,30 Q (lt/det) 128,96 129,59 130,23 130,87 131,51 132,15 132,79 133,43 134,08 134,72 135,37 136,02 136,67 137,32 137,97 138,63 139,28 139,94 140,60 141,25 141,91 142,58 143,24 143,90 144,57 145,23 145,90 146,57 147,24 147,91 148,58 149,25 149,93 150,60 151,28 151,96 152,64 153,32 154,00 154,69 155,37 156,06 156,74
Teknik Irigasi dan Drainase
56
0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,23 0,23 0,23
165,57 166,41 167,25 168,09 168,94 169,78 170,63 171,48 172,33
293,83 295,32 296,81 298,31 299,81 301,31 302,81 304,32 305,83
380,17 382,09 384,02 385,96 387,89 389,83 391,78 393,73 395,68
423,52 425,67 427,82 429,97 432,13 434,29 436,46 438,63 440,81
Ha/L 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,26
1,50 0,50 Q (lt/det) 173,18 174,04 174,89 175,75 176,61 177,47 178,33 179,20 180,06 180,93 181,80 182,67 183,54 184,42 185,29 186,17 187,05 187,93 188,81 189,70 190,58 191,47 192,36 193,25 194,15 195,04 195,94 196,83 197,73 198,63 199,54 200,44 201,35 202,26 203,16 204,08 204,99 205,90 206,82 207,74 208,66 209,58 210,50
1,50 0,70 Q (lt/det) 307,34 308,85 310,37 311,89 313,42 314,95 316,48 318,01 319,55 321,09 322,63 324,18 325,72 327,28 328,83 330,39 331,95 333,51 335,08 336,65 338,22 339,80 341,38 342,96 344,54 346,13 347,72 349,31 350,91 352,51 354,11 355,71 357,32 358,93 360,55 362,16 363,78 365,41 367,03 368,66 370,29 371,93 373,56
1,50 0,90 Q (lt/det) 397,64 399,60 401,57 403,53 405,51 407,48 409,46 411,45 413,44 415,43 417,42 419,42 421,43 423,44 425,45 427,46 429,48 431,50 433,53 435,56 437,60 439,64 441,68 443,72 445,77 447,83 449,88 451,95 454,01 456,08 458,15 460,23 462,31 464,39 466,48 468,57 470,67 472,77 474,87 476,98 479,09 481,20 483,32
1,50 1,00 Q (lt/det) 442,99 445,17 447,36 449,55 451,75 453,95 456,16 458,37 460,59 462,81 465,03 467,26 469,49 471,73 473,97 476,21 478,46 480,71 482,97 485,23 487,50 489,77 492,05 494,33 496,61 498,90 501,19 503,49 505,79 508,09 510,40 512,71 515,03 517,35 519,68 522,01 524,35 526,68 529,03 531,37 533,73 536,08 538,44
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
38,4 38,5 38,6 38,7 38,8 38,9 39,0 L (m) W (m) Ha (cm) 39,1 39,2 39,3 39,4 39,5 39,6 39,7 39,8 39,9 40,0
157,43 158,12 158,81 159,50 160,20 160,89 161,59 1,50 0,30 Q (lt/det) 162,28 162,98 163,68 164,38 165,08 165,78 166,49 167,19 167,90 168,61
0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26
Ha/L 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,27 0,27 0,27
211,42 212,35 213,28 214,21 215,14 216,07 217,00 1,50 0,50 Q (lt/det) 217,94 218,87 219,81 220,75 221,70 222,64 223,59 224,53 225,48 226,43
57 375,20 376,85 378,49 380,14 381,79 383,45 385,10 1,50 0,70 Q (lt/det) 386,76 388,43 390,09 391,76 393,43 395,11 396,79 398,47 400,15 401,84
485,44 487,57 489,70 491,83 493,97 496,11 498,25 1,50 0,90 Q (lt/det) 500,40 502,55 504,71 506,87 509,03 511,20 513,37 515,54 517,72 519,90
540,80 543,17 545,54 547,92 550,30 552,69 555,08 1,50 1,00 Q (lt/det) 557,47 559,87 562,27 564,67 567,08 569,50 571,92 574,34 576,76 579,19
Tabel 2.7f. Debit pada CTF, L = 2,0 m; Hb/Ha ≤ 0,76; Ha/L≤0,4; K=2,3; n=1,63 (W=0,4, C=0,899; W=0,6, C=1,362; W=0,8, C=1,83; W=1,0, C=2,3) L (m) W (m) Ha (cm) 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7 3,8
2,00 0,40 Q (lt/det) 0,49 0,58 0,67 0,76 0,86 0,96 1,06 1,17 1,29 1,41 1,53 1,66 1,79 1,92 2,06 2,20 2,35 2,49 2,65 2,80 2,96 3,12 3,29 3,46 3,63 3,81 3,99 4,17 4,35
Teknik Irigasi dan Drainase
Ha/L 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
2,00 0,60 Q (lt/det) 0,75 0,87 1,01 1,15 1,30 1,45 1,61 1,78 1,95 2,13 2,32 2,51 2,71 2,91 3,12 3,33 3,55 3,78 4,01 4,25 4,49 4,73 4,99 5,24 5,50 5,77 6,04 6,32 6,60
2,00 0,80 Q (lt/det) 1,01 1,17 1,35 1,54 1,74 1,95 2,16 2,39 2,62 2,86 3,11 3,37 3,64 3,91 4,19 4,48 4,77 5,08 5,39 5,70 6,03 6,36 6,70 7,04 7,39 7,75 8,11 8,48 8,86
2,00 1,00 Q (lt/det) 1,26 1,48 1,70 1,94 2,19 2,45 2,72 3,00 3,29 3,60 3,91 4,24 4,57 4,91 5,27 5,63 6,00 6,38 6,77 7,17 7,58 7,99 8,42 8,85 9,29 9,74 10,20 10,66 11,14
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
3,9 4,0 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8 4,9 5,0 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5
4,54 4,73 4,93 5,13 5,33 5,53 5,74 5,94 6,16 6,37 6,59 6,81 7,03 7,26 7,49 7,72 7,95
L (m) W (m) Ha (cm) 5,6 5,7 5,8 5,9 6,0 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,6 6,7 6,8 6,9 7,0 7,1 7,2 7,3 7,4 7,5 7,6 7,7 7,8 7,9 8,0 8,1 8,2 8,3 8,4 8,5 8,6 8,7 8,8 8,9 9,0
2,00 0,40 Q (lt/det) 8,19 8,43 8,67 8,92 9,17 9,42 9,67 9,93 10,18 10,44 10,71 10,97 11,24 11,51 11,79 12,06 12,34 12,62 12,90 13,19 13,48 13,77 14,06 14,35 14,65 14,95 15,25 15,56 15,86 16,17 16,48 16,80 17,11 17,43 17,75
Teknik Irigasi dan Drainase
58
0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03
6,88 7,17 7,47 7,77 8,07 8,38 8,69 9,01 9,33 9,66 9,99 10,32 10,66 11,00 11,35 11,70 12,05
9,24 9,63 10,03 10,43 10,84 11,25 11,67 12,10 12,53 12,97 13,41 13,86 14,31 14,77 15,24 15,71 16,19
11,62 12,11 12,61 13,11 13,62 14,14 14,67 15,21 15,75 16,30 16,86 17,42 17,99 18,57 19,16 19,75 20,35
Ha/L 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
2,00 0,60 Q (lt/det) 12,41 12,78 13,14 13,52 13,89 14,27 14,65 15,04 15,43 15,83 16,23 16,63 17,03 17,44 17,86 18,28 18,70 19,12 19,55 19,98 20,42 20,86 21,30 21,75 22,20 22,65 23,11 23,57 24,04 24,51 24,98 25,45 25,93 26,41 26,90
2,00 0,80 Q (lt/det) 16,67 17,16 17,65 18,15 18,65 19,16 19,68 20,20 20,72 21,25 21,79 22,33 22,88 23,43 23,98 24,54 25,11 25,68 26,26 26,84 27,42 28,01 28,61 29,21 29,81 30,42 31,04 31,66 32,28 32,91 33,54 34,18 34,83 35,47 36,13
2,00 1,00 Q (lt/det) 20,95 21,57 22,19 22,81 23,45 24,09 24,74 25,39 26,05 26,72 27,39 28,07 28,76 29,45 30,15 30,85 31,56 32,28 33,00 33,73 34,47 35,21 35,96 36,72 37,48 38,24 39,02 39,79 40,58 41,37 42,17 42,97 43,78 44,59 45,41
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
9,1 9,2 9,3 9,4 9,5 9,6 9,7 9,8 9,9 10,0 10,1 10,2 10,3 10,4 10,5 L (m) W (m) Ha (cm) 10,6 10,7 10,8 10,9 11,0 11,1 11,2 11,3 11,4 11,5 11,6 11,7 11,8 11,9 12,0 12,1 12,2 12,3 12,4 12,5 12,6 12,7 12,8 12,9 13,0 13,1 13,2 13,3 13,4 13,5 13,6 13,7 13,8 13,9 14,0 14,1 14,2 14,3
18,07 18,40 18,73 19,06 19,39 19,72 20,06 20,40 20,74 21,08 21,42 21,77 22,12 22,47 22,82 2,00 0,40 Q (lt/det) 23,18 23,54 23,90 24,26 24,62 24,99 25,36 25,73 26,10 26,47 26,85 27,23 27,61 27,99 28,37 28,76 29,15 29,54 29,93 30,33 30,72 31,12 31,52 31,92 32,33 32,73 33,14 33,55 33,96 34,38 34,79 35,21 35,63 36,05 36,48 36,90 37,33 37,76
Teknik Irigasi dan Drainase
0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Ha/L 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07
27,39 27,88 28,38 28,88 29,38 29,88 30,39 30,91 31,42 31,94 32,46 32,99 33,52 34,05 34,58 2,00 0,60 Q (lt/det) 35,12 35,66 36,21 36,76 37,31 37,86 38,42 38,98 39,54 40,11 40,68 41,25 41,83 42,41 42,99 43,58 44,17 44,76 45,35 45,95 46,55 47,16 47,76 48,37 48,98 49,60 50,22 50,84 51,47 52,09 52,72 53,36 53,99 54,63 55,27 55,92 56,57 57,22
59 36,78 37,44 38,11 38,78 39,45 40,13 40,82 41,50 42,20 42,89 43,60 44,30 45,01 45,73 46,44 2,00 0,80 Q (lt/det) 47,17 47,90 48,63 49,36 50,10 50,85 51,60 52,35 53,11 53,87 54,63 55,40 56,18 56,96 57,74 58,52 59,31 60,11 60,91 61,71 62,52 63,33 64,14 64,96 65,78 66,61 67,44 68,28 69,12 69,96 70,80 71,66 72,51 73,37 74,23 75,10 75,97 76,84
46,23 47,07 47,90 48,74 49,59 50,45 51,31 52,17 53,04 53,92 54,80 55,69 56,58 57,48 58,38 2,00 1,00 Q (lt/det) 59,29 60,20 61,12 62,05 62,98 63,92 64,86 65,80 66,75 67,71 68,67 69,64 70,61 71,59 72,58 73,56 74,56 75,56 76,56 77,57 78,58 79,60 80,63 81,66 82,69 83,73 84,77 85,82 86,88 87,94 89,00 90,07 91,14 92,22 93,31 94,40 95,49 96,59
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
14,4 14,5 14,6 14,7 14,8 14,9 15,0 15,1 15,2 15,3 15,4 15,5
38,19 38,63 39,06 39,50 39,94 40,38 40,82 41,26 41,71 42,16 42,61 43,06
L (m) W (m) Ha (cm) 15,6 15,7 15,8 15,9 16,0 16,1 16,2 16,3 16,4 16,5 16,6 16,7 16,8 16,9 17,0 17,1 17,2 17,3 17,4 17,5 17,6 17,7 17,8 17,9 18,0 18,1 18,2 18,3 18,4 18,5 18,6 18,7 18,8 18,9 19,0 19,1 19,2 19,3 19,4 19,5
2,00 0,40 Q (lt/det) 43,51 43,97 44,43 44,89 45,35 45,81 46,28 46,74 47,21 47,68 48,15 48,63 49,10 49,58 50,06 50,54 51,02 51,51 51,99 52,48 52,97 53,46 53,95 54,45 54,95 55,44 55,94 56,45 56,95 57,46 57,96 58,47 58,98 59,49 60,01 60,52 61,04 61,56 62,08 62,60
Teknik Irigasi dan Drainase
60
0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08
57,87 58,53 59,19 59,85 60,51 61,18 61,85 62,53 63,20 63,88 64,56 65,25
77,72 78,60 79,49 80,38 81,27 82,17 83,07 83,97 84,88 85,79 86,71 87,63
97,69 98,80 99,91 101,03 102,15 103,28 104,41 105,55 106,69 107,84 108,99 110,15
Ha/L 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
2,00 0,60 Q (lt/det) 65,94 66,63 67,32 68,02 68,71 69,42 70,12 70,83 71,54 72,25 72,96 73,68 74,40 75,13 75,85 76,58 77,31 78,05 78,78 79,52 80,26 81,01 81,76 82,51 83,26 84,01 84,77 85,53 86,30 87,06 87,83 88,60 89,37 90,15 90,93 91,71 92,49 93,28 94,07 94,86
2,00 0,80 Q (lt/det) 88,55 89,48 90,41 91,34 92,28 93,22 94,17 95,12 96,07 97,03 97,99 98,95 99,92 100,89 101,87 102,84 103,83 104,81 105,80 106,79 107,79 108,79 109,79 110,80 111,81 112,83 113,84 114,87 115,89 116,92 117,95 118,99 120,03 121,07 122,11 123,16 124,22 125,27 126,33 127,39
2,00 1,00 Q (lt/det) 111,31 112,47 113,64 114,82 116,00 117,18 118,37 119,56 120,76 121,96 123,17 124,38 125,60 126,82 128,04 129,27 130,51 131,75 132,99 134,24 135,49 136,75 138,01 139,28 140,55 141,82 143,10 144,39 145,67 146,97 148,26 149,56 150,87 152,18 153,50 154,81 156,14 157,47 158,80 160,13
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
19,6 19,7 19,8 19,9 20,0 20,1 20,2 20,3 20,4 20,5 L (m) W (m) Ha (cm) 20,6 20,7 20,8 20,9 21,0 21,1 21,2 21,3 21,4 21,5 21,6 21,7 21,8 21,9 22,0 22,1 22,2 22,3 22,4 22,5 22,6 22,7 22,8 22,9 23,0 23,1 23,2 23,3 23,4 23,5 23,6 23,7 23,8 23,9 24,0 24,1 24,2 24,3 24,4 24,5 24,6 24,7 24,8
63,13 63,65 64,18 64,71 65,24 65,77 66,31 66,84 67,38 67,92 2,00 0,40 Q (lt/det) 68,46 69,00 69,55 70,09 70,64 71,19 71,74 72,29 72,85 73,40 73,96 74,52 75,08 75,64 76,21 76,77 77,34 77,91 78,48 79,05 79,62 80,20 80,77 81,35 81,93 82,51 83,10 83,68 84,27 84,86 85,44 86,04 86,63 87,22 87,82 88,42 89,01 89,61 90,22 90,82 91,42 92,03 92,64
Teknik Irigasi dan Drainase
0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
Ha/L 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12
95,66 96,45 97,25 98,05 98,86 99,66 100,47 101,29 102,10 102,92 2,00 0,60 Q (lt/det) 103,74 104,56 105,38 106,21 107,04 107,87 108,71 109,54 110,38 111,23 112,07 112,92 113,77 114,62 115,47 116,33 117,19 118,05 118,92 119,78 120,65 121,52 122,40 123,27 124,15 125,03 125,92 126,80 127,69 128,58 129,47 130,37 131,27 132,17 133,07 133,97 134,88 135,79 136,70 137,62 138,53 139,45 140,37
61 128,46 129,53 130,60 131,68 132,76 133,85 134,93 136,02 137,12 138,21 2,00 0,80 Q (lt/det) 139,32 140,42 141,53 142,64 143,75 144,87 145,99 147,11 148,24 149,37 150,51 151,64 152,78 153,93 155,08 156,23 157,38 158,54 159,70 160,86 162,03 163,20 164,37 165,55 166,73 167,91 169,10 170,29 171,48 172,68 173,88 175,08 176,29 177,49 178,71 179,92 181,14 182,36 183,59 184,81 186,05 187,28 188,52
161,47 162,82 164,17 165,52 166,88 168,24 169,61 170,98 172,36 173,73 2,00 1,00 Q (lt/det) 175,12 176,51 177,90 179,29 180,69 182,10 183,51 184,92 186,34 187,76 189,19 190,62 192,05 193,49 194,93 196,38 197,83 199,28 200,74 202,20 203,67 205,14 206,61 208,09 209,58 211,06 212,56 214,05 215,55 217,05 218,56 220,07 221,59 223,11 224,63 226,16 227,69 229,23 230,77 232,31 233,86 235,41 236,96
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
24,9 25,0 25,1 25,2 25,3 25,4 25,5
93,25 93,86 94,47 95,09 95,70 96,32 96,94
L (m) W (m) Ha (cm) 25,6 25,7 25,8 25,9 26,0 26,1 26,2 26,3 26,4 26,5 26,6 26,7 26,8 26,9 27,0 27,1 27,2 27,3 27,4 27,5 27,6 27,7 27,8 27,9 28,0 28,1 28,2 28,3 28,4 28,5 28,6 28,7 28,8 28,9 29,0 29,1 29,2 29,3 29,4 29,5 29,6 29,7 29,8 29,9 30,0
2,00 0,40 Q (lt/det) 97,56 98,18 98,81 99,43 100,06 100,68 101,31 101,95 102,58 103,21 103,85 104,48 105,12 105,76 106,41 107,05 107,69 108,34 108,99 109,64 110,29 110,94 111,59 112,25 112,90 113,56 114,22 114,88 115,54 116,21 116,87 117,54 118,21 118,88 119,55 120,22 120,90 121,57 122,25 122,93 123,61 124,29 124,97 125,66 126,34
Teknik Irigasi dan Drainase
62
0,12 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13
141,30 142,22 143,15 144,08 145,02 145,95 146,89
189,76 191,00 192,25 193,50 194,75 196,01 197,27
238,52 240,09 241,66 243,23 244,80 246,38 247,96
Ha/L 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
2,00 0,60 Q (lt/det) 147,83 148,77 149,72 150,66 151,61 152,57 153,52 154,48 155,43 156,40 157,36 158,32 159,29 160,26 161,23 162,21 163,18 164,16 165,15 166,13 167,11 168,10 169,09 170,09 171,08 172,08 173,08 174,08 175,08 176,09 177,10 178,11 179,12 180,13 181,15 182,17 183,19 184,22 185,24 186,27 187,30 188,33 189,37 190,40 191,44
2,00 0,80 Q (lt/det) 198,53 199,80 201,06 202,34 203,61 204,89 206,17 207,45 208,74 210,03 211,33 212,62 213,92 215,22 216,53 217,84 219,15 220,47 221,78 223,10 224,43 225,75 227,08 228,42 229,75 231,09 232,43 233,78 235,13 236,48 237,83 239,19 240,55 241,91 243,28 244,65 246,02 247,39 248,77 250,15 251,54 252,92 254,31 255,70 257,10
2,00 1,00 Q (lt/det) 249,55 251,14 252,74 254,34 255,94 257,54 259,15 260,77 262,39 264,01 265,63 267,26 268,90 270,54 272,18 273,82 275,47 277,12 278,78 280,44 282,10 283,77 285,44 287,12 288,80 290,48 292,17 293,86 295,55 297,25 298,95 300,66 302,37 304,08 305,80 307,52 309,24 310,97 312,70 314,44 316,18 317,92 319,67 321,42 323,17
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
30,1 30,2 30,3 30,4 30,5 L (m) W (m) Ha (cm) 30,6 30,7 30,8 30,9 31,0 31,1 31,2 31,3 31,4 31,5 31,6 31,7 31,8 31,9 32,0 32,1 32,2 32,3 32,4 32,5 32,6 32,7 32,8 32,9 33,0 33,1 33,2 33,3 33,4 33,5 33,6 33,7 33,8 33,9 34,0 34,1 34,2 34,3 34,4 34,5 34,6 34,7 34,8 34,9 35,0 35,1 35,2 35,3
127,03 127,72 128,41 129,10 129,79 2,00 0,40 Q (lt/det) 130,49 131,18 131,88 132,58 133,28 133,98 134,68 135,39 136,09 136,80 137,51 138,22 138,93 139,64 140,36 141,07 141,79 142,51 143,23 143,95 144,67 145,40 146,12 146,85 147,58 148,31 149,04 149,77 150,50 151,24 151,98 152,71 153,45 154,19 154,94 155,68 156,42 157,17 157,92 158,67 159,42 160,17 160,92 161,68 162,43 163,19 163,95 164,71
Teknik Irigasi dan Drainase
0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
Ha/L 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,18 0,18 0,18 0,18
192,48 193,53 194,57 195,62 196,67 2,00 0,60 Q (lt/det) 197,72 198,78 199,83 200,89 201,95 203,02 204,08 205,15 206,22 207,29 208,36 209,44 210,52 211,60 212,68 213,76 214,85 215,94 217,03 218,12 219,22 220,32 221,42 222,52 223,62 224,73 225,83 226,94 228,06 229,17 230,29 231,40 232,52 233,65 234,77 235,90 237,03 238,16 239,29 240,42 241,56 242,70 243,84 244,98 246,13 247,28 248,43 249,58
63 258,50 259,90 261,30 262,71 264,12 2,00 0,80 Q (lt/det) 265,53 266,95 268,37 269,79 271,22 272,64 274,07 275,51 276,94 278,38 279,82 281,27 282,72 284,17 285,62 287,08 288,54 290,00 291,46 292,93 294,40 295,87 297,35 298,83 300,31 301,80 303,28 304,77 306,27 307,76 309,26 310,76 312,27 313,78 315,29 316,80 318,32 319,83 321,36 322,88 324,41 325,94 327,47 329,00 330,54 332,08 333,63 335,17
324,93 326,69 328,46 330,23 332,00 2,00 1,00 Q (lt/det) 333,77 335,55 337,34 339,13 340,92 342,71 344,51 346,31 348,12 349,92 351,74 353,55 355,37 357,20 359,02 360,85 362,69 364,53 366,37 368,21 370,06 371,91 373,77 375,63 377,49 379,36 381,23 383,10 384,98 386,86 388,74 390,63 392,52 394,41 396,31 398,21 400,12 402,03 403,94 405,86 407,78 409,70 411,63 413,56 415,49 417,42 419,37 421,31
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
35,4 35,5
165,47 166,23
L (m) W (m) Ha (cm) 35,6 35,7 35,8 35,9 36,0 36,1 36,2 36,3 36,4 36,5 36,6 36,7 36,8 36,9 37,0 37,1 37,2 37,3 37,4 37,5 37,6 37,7 37,8 37,9 38,0 38,1 38,2 38,3 38,4 38,5 38,6 38,7 38,8 38,9 39,0 39,1 39,2 39,3 39,4 39,5 39,6 39,7 39,8 39,9 40,0
2,00 0,40 Q (lt/det) 166,99 167,76 168,53 169,29 170,06 170,83 171,61 172,38 173,15 173,93 174,71 175,49 176,27 177,05 177,83 178,62 179,40 180,19 180,98 181,77 182,56 183,35 184,14 184,94 185,73 186,53 187,33 188,13 188,93 189,73 190,54 191,34 192,15 192,96 193,76 194,58 195,39 196,20 197,01 197,83 198,65 199,47 200,29 201,11 201,93
64
0,18 0,18
250,73 251,89
336,72 338,27
423,26 425,21
Ha/L 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20
2,00 0,60 Q (lt/det) 253,04 254,20 255,37 256,53 257,69 258,86 260,03 261,20 262,38 263,55 264,73 265,91 267,09 268,28 269,46 270,65 271,84 273,03 274,23 275,43 276,62 277,82 279,03 280,23 281,44 282,64 283,85 285,07 286,28 287,50 288,72 289,94 291,16 292,38 293,61 294,84 296,07 297,30 298,53 299,77 301,01 302,25 303,49 304,73 305,98
2,00 0,80 Q (lt/det) 339,83 341,38 342,94 344,51 346,07 347,64 349,21 350,79 352,36 353,94 355,52 357,11 358,70 360,29 361,88 363,48 365,07 366,67 368,28 369,88 371,49 373,11 374,72 376,34 377,96 379,58 381,20 382,83 384,46 386,10 387,73 389,37 391,01 392,66 394,30 395,95 397,60 399,26 400,92 402,58 404,24 405,90 407,57 409,24 410,92
2,00 1,00 Q (lt/det) 427,16 429,12 431,08 433,04 435,01 436,98 438,96 440,94 442,92 444,90 446,89 448,88 450,88 452,88 454,88 456,89 458,89 460,91 462,92 464,94 466,96 468,99 471,02 473,05 475,09 477,13 479,17 481,22 483,27 485,32 487,38 489,44 491,50 493,57 495,64 497,71 499,79 501,87 503,95 506,04 508,13 510,22 512,32 514,42 516,52
Tabel 2.7g. Debit pada CTF, L = 2,5 m; Hb/Ha ≤ 0,78; Ha/L≤0,4; K=2,1; n=1,57 (W=0,4, C=0,821; W=0,6, C=1,244; W=0,8, C=1,671; W=1,0, C=2,100) L (m)
Teknik Irigasi dan Drainase
2,50
2,50
2,50
2,50
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
W (m) Ha (cm) 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7 3,8 3,9 4,0 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8 4,9 5,0 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5
0,40 Q (lt/det) 0,59 0,69 0,79 0,90 1,01 1,12 1,24 1,37 1,50 1,63 1,77 1,91 2,05 2,20 2,35 2,51 2,67 2,83 2,99 3,16 3,34 3,51 3,69 3,88 4,06 4,25 4,44 4,64 4,84 5,04 5,24 5,45 5,66 5,87 6,09 6,31 6,53 6,75 6,98 7,21 7,44 7,68 7,92 8,16 8,40 8,64
L (m) W (m) Ha (cm) 5,6 5,7 5,8 5,9
2,50 0,40 Q (lt/det) 8,89 9,14 9,40 9,65
Teknik Irigasi dan Drainase
65
Ha/L 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
0,60 Q (lt/det) 0,90 1,05 1,20 1,36 1,53 1,70 1,88 2,07 2,27 2,47 2,68 2,89 3,11 3,33 3,56 3,80 4,04 4,29 4,54 4,80 5,06 5,32 5,60 5,87 6,16 6,44 6,73 7,03 7,33 7,63 7,94 8,26 8,58 8,90 9,23 9,56 9,89 10,23 10,58 10,93 11,28 11,63 11,99 12,36 12,73 13,10
0,80 Q (lt/det) 1,21 1,41 1,61 1,83 2,05 2,29 2,53 2,78 3,05 3,32 3,59 3,88 4,17 4,48 4,78 5,10 5,42 5,76 6,09 6,44 6,79 7,15 7,52 7,89 8,27 8,65 9,04 9,44 9,84 10,25 10,67 11,09 11,52 11,95 12,39 12,84 13,29 13,74 14,20 14,67 15,15 15,62 16,11 16,60 17,09 17,59
1,00 Q (lt/det) 1,52 1,77 2,03 2,30 2,58 2,88 3,18 3,50 3,83 4,17 4,52 4,88 5,25 5,63 6,01 6,41 6,82 7,24 7,66 8,09 8,54 8,99 9,45 9,91 10,39 10,87 11,37 11,87 12,37 12,89 13,41 13,94 14,48 15,02 15,58 16,13 16,70 17,27 17,86 18,44 19,04 19,64 20,25 20,86 21,48 22,11
Ha/L 0,02 0,02 0,02 0,02
2,50 0,60 Q (lt/det) 13,47 13,85 14,24 14,62
2,50 0,80 Q (lt/det) 18,09 18,60 19,12 19,64
2,50 1,00 Q (lt/det) 22,74 23,39 24,03 24,69
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
6,0 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,6 6,7 6,8 6,9 7,0 7,1 7,2 7,3 7,4 7,5 7,6 7,7 7,8 7,9 8,0 8,1 8,2 8,3 8,4 8,5 8,6 8,7 8,8 8,9 9,0 9,1 9,2 9,3 9,4 9,5 9,6 9,7 9,8 9,9 10,0 10,1 10,2 10,3 10,4 10,5 L (m) W (m) Ha (cm) 10,6 10,7 10,8 10,9 11,0 11,1 11,2
9,91 10,17 10,43 10,70 10,97 11,24 11,51 11,78 12,06 12,34 12,62 12,91 13,19 13,48 13,77 14,07 14,36 14,66 14,96 15,26 15,57 15,87 16,18 16,49 16,81 17,12 17,44 17,76 18,08 18,40 18,73 19,06 19,39 19,72 20,05 20,39 20,73 21,07 21,41 21,75 22,10 22,44 22,79 23,15 23,50 23,86 2,50 0,40 Q (lt/det) 24,21 24,57 24,93 25,30 25,66 26,03 26,40
Teknik Irigasi dan Drainase
0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
Ha/L 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
15,01 15,41 15,81 16,21 16,62 17,03 17,44 17,86 18,28 18,70 19,13 19,56 19,99 20,43 20,87 21,31 21,76 22,21 22,67 23,13 23,59 24,05 24,52 24,99 25,46 25,94 26,42 26,91 27,39 27,88 28,38 28,87 29,37 29,88 30,38 30,89 31,40 31,92 32,44 32,96 33,48 34,01 34,54 35,07 35,61 36,15 2,50 0,60 Q (lt/det) 36,69 37,24 37,78 38,33 38,89 39,44 40,00
66 20,16 20,69 21,23 21,77 22,31 22,86 23,42 23,98 24,54 25,11 25,69 26,26 26,85 27,43 28,03 28,62 29,23 29,83 30,44 31,06 31,68 32,30 32,93 33,56 34,20 34,84 35,49 36,14 36,79 37,45 38,11 38,78 39,45 40,12 40,80 41,49 42,17 42,87 43,56 44,26 44,97 45,67 46,39 47,10 47,82 48,55 2,50 0,80 Q (lt/det) 49,27 50,01 50,74 51,48 52,22 52,97 53,72
25,35 26,01 26,69 27,36 28,05 28,74 29,44 30,14 30,85 31,57 32,29 33,01 33,75 34,49 35,23 35,98 36,74 37,50 38,27 39,04 39,82 40,60 41,39 42,19 42,99 43,79 44,60 45,42 46,24 47,07 47,90 48,74 49,59 50,44 51,29 52,15 53,01 53,88 54,76 55,64 56,52 57,41 58,31 59,21 60,11 61,02 2,50 1,00 Q (lt/det) 61,94 62,86 63,78 64,71 65,65 66,58 67,53
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
11,3 11,4 11,5 11,6 11,7 11,8 11,9 12,0 12,1 12,2 12,3 12,4 12,5 12,6 12,7 12,8 12,9 13,0 13,1 13,2 13,3 13,4 13,5 13,6 13,7 13,8 13,9 14,0 14,1 14,2 14,3 14,4 14,5 14,6 14,7 14,8 14,9 15,0 15,1 15,2 15,3 15,4 15,5
26,77 27,14 27,52 27,90 28,27 28,65 29,04 29,42 29,81 30,19 30,58 30,97 31,37 31,76 32,16 32,56 32,96 33,36 33,76 34,17 34,58 34,99 35,40 35,81 36,22 36,64 37,06 37,48 37,90 38,32 38,74 39,17 39,60 40,03 40,46 40,89 41,33 41,76 42,20 42,64 43,08 43,52 43,97
L (m) W (m) Ha (cm) 15,6 15,7 15,8 15,9 16,0 16,1 16,2 16,3 16,4
2,50 0,40 Q (lt/det) 44,42 44,86 45,31 45,76 46,22 46,67 47,13 47,58 48,04
Teknik Irigasi dan Drainase
67
0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06
40,57 41,13 41,70 42,27 42,84 43,42 44,00 44,58 45,16 45,75 46,34 46,93 47,53 48,13 48,73 49,33 49,94 50,55 51,16 51,78 52,39 53,01 53,64 54,26 54,89 55,52 56,15 56,79 57,42 58,07 58,71 59,35 60,00 60,65 61,31 61,96 62,62 63,28 63,95 64,61 65,28 65,95 66,63
54,48 55,24 56,00 56,77 57,54 58,31 59,09 59,87 60,65 61,44 62,24 63,03 63,83 64,64 65,44 66,25 67,07 67,89 68,71 69,53 70,36 71,19 72,03 72,87 73,71 74,56 75,41 76,26 77,12 77,98 78,84 79,71 80,58 81,46 82,33 83,21 84,10 84,99 85,88 86,77 87,67 88,57 89,48
68,48 69,43 70,39 71,35 72,32 73,29 74,27 75,25 76,24 77,23 78,23 79,23 80,24 81,25 82,26 83,28 84,30 85,33 86,36 87,40 88,44 89,49 90,54 91,60 92,66 93,72 94,79 95,86 96,94 98,02 99,11 100,20 101,29 102,39 103,49 104,60 105,71 106,83 107,95 109,07 110,20 111,33 112,47
Ha/L 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,07 0,07
2,50 0,60 Q (lt/det) 67,30 67,98 68,66 69,35 70,03 70,72 71,41 72,10 72,80
2,50 0,80 Q (lt/det) 90,38 91,30 92,21 93,13 94,05 94,97 95,90 96,83 97,77
2,50 1,00 Q (lt/det) 113,61 114,76 115,91 117,06 118,22 119,38 120,55 121,72 122,89
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
16,5 16,6 16,7 16,8 16,9 17,0 17,1 17,2 17,3 17,4 17,5 17,6 17,7 17,8 17,9 18,0 18,1 18,2 18,3 18,4 18,5 18,6 18,7 18,8 18,9 19,0 19,1 19,2 19,3 19,4 19,5 19,6 19,7 19,8 19,9 20,0 20,1 20,2 20,3 20,4 20,5 L (m) W (m) Ha (cm) 20,6 20,7 20,8 20,9 21,0 21,1 21,2 21,3 21,4 21,5 21,6 21,7
48,50 48,97 49,43 49,90 50,36 50,83 51,30 51,77 52,25 52,72 53,20 53,68 54,16 54,64 55,12 55,60 56,09 56,58 57,07 57,56 58,05 58,54 59,04 59,53 60,03 60,53 61,03 61,53 62,04 62,54 63,05 63,56 64,07 64,58 65,09 65,61 66,12 66,64 67,16 67,68 68,20 2,50 0,40 Q (lt/det) 68,72 69,25 69,77 70,30 70,83 71,36 71,89 72,42 72,96 73,50 74,03 74,57
Teknik Irigasi dan Drainase
0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08
Ha/L 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
73,50 74,20 74,90 75,61 76,31 77,02 77,74 78,45 79,17 79,89 80,61 81,34 82,06 82,79 83,52 84,26 84,99 85,73 86,47 87,21 87,96 88,71 89,46 90,21 90,96 91,72 92,48 93,24 94,00 94,77 95,54 96,31 97,08 97,86 98,63 99,41 100,19 100,98 101,76 102,55 103,34 2,50 0,60 Q (lt/det) 104,13 104,93 105,73 106,53 107,33 108,13 108,94 109,74 110,55 111,37 112,18 113,00
68 98,70 99,65 100,59 101,54 102,49 103,44 104,40 105,36 106,32 107,29 108,26 109,23 110,21 111,18 112,17 113,15 114,14 115,13 116,13 117,13 118,13 119,13 120,14 121,15 122,16 123,18 124,20 125,22 126,24 127,27 128,30 129,34 130,38 131,42 132,46 133,51 134,56 135,61 136,66 137,72 138,78 2,50 0,80 Q (lt/det) 139,85 140,92 141,99 143,06 144,14 145,21 146,30 147,38 148,47 149,56 150,65 151,75
124,07 125,25 126,44 127,63 128,83 130,02 131,23 132,43 133,64 134,86 136,08 137,30 138,53 139,76 140,99 142,23 143,47 144,72 145,97 147,23 148,48 149,75 151,01 152,28 153,56 154,83 156,11 157,40 158,69 159,98 161,28 162,58 163,88 165,19 166,50 167,82 169,14 170,46 171,79 173,12 174,45 2,50 1,00 Q (lt/det) 175,79 177,13 178,48 179,82 181,18 182,53 183,89 185,26 186,62 188,00 189,37 190,75
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
21,8 21,9 22,0 22,1 22,2 22,3 22,4 22,5 22,6 22,7 22,8 22,9 23,0 23,1 23,2 23,3 23,4 23,5 23,6 23,7 23,8 23,9 24,0 24,1 24,2 24,3 24,4 24,5 24,6 24,7 24,8 24,9 25,0 25,1 25,2 25,3 25,4 25,5
75,11 75,65 76,20 76,74 77,29 77,83 78,38 78,93 79,48 80,04 80,59 81,15 81,70 82,26 82,82 83,38 83,95 84,51 85,08 85,64 86,21 86,78 87,35 87,92 88,50 89,07 89,65 90,22 90,80 91,38 91,96 92,55 93,13 93,72 94,30 94,89 95,48 96,07
L (m) W (m) Ha (cm) 25,6 25,7 25,8 25,9 26,0 26,1 26,2 26,3 26,4 26,5 26,6 26,7 26,8 26,9
2,50 0,40 Q (lt/det) 96,66 97,26 97,85 98,45 99,05 99,65 100,25 100,85 101,45 102,05 102,66 103,27 103,87 104,48
Teknik Irigasi dan Drainase
69
0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
113,82 114,64 115,46 116,28 117,11 117,94 118,77 119,61 120,44 121,28 122,12 122,96 123,80 124,65 125,50 126,35 127,20 128,06 128,91 129,77 130,63 131,49 132,36 133,23 134,10 134,97 135,84 136,71 137,59 138,47 139,35 140,24 141,12 142,01 142,90 143,79 144,68 145,58
152,85 153,95 155,06 156,16 157,28 158,39 159,51 160,62 161,75 162,87 164,00 165,13 166,26 167,40 168,54 169,68 170,83 171,97 173,12 174,28 175,43 176,59 177,75 178,92 180,08 181,25 182,43 183,60 184,78 185,96 187,14 188,33 189,52 190,71 191,90 193,10 194,30 195,50
192,13 193,52 194,90 196,30 197,69 199,09 200,50 201,90 203,32 204,73 206,15 207,57 208,99 210,42 211,85 213,29 214,73 216,17 217,62 219,07 220,52 221,97 223,43 224,90 226,37 227,84 229,31 230,79 232,27 233,75 235,24 236,73 238,22 239,72 241,22 242,73 244,24 245,75
Ha/L 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
2,50 0,60 Q (lt/det) 146,47 147,37 148,27 149,18 150,08 150,99 151,90 152,81 153,72 154,64 155,56 156,48 157,40 158,32
2,50 0,80 Q (lt/det) 196,71 197,92 199,13 200,34 201,56 202,77 204,00 205,22 206,45 207,67 208,91 210,14 211,38 212,62
2,50 1,00 Q (lt/det) 247,26 248,78 250,30 251,83 253,35 254,89 256,42 257,96 259,50 261,04 262,59 264,14 265,70 267,26
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
27,0 27,1 27,2 27,3 27,4 27,5 27,6 27,7 27,8 27,9 28,0 28,1 28,2 28,3 28,4 28,5 28,6 28,7 28,8 28,9 29,0 29,1 29,2 29,3 29,4 29,5 29,6 29,7 29,8 29,9 30,0 30,1 30,2 30,3 30,4 30,5 L (m) W (m) Ha (cm) 30,6 30,7 30,8 30,9 31,0 31,1 31,2 31,3 31,4 31,5 31,6 31,7 31,8 31,9 32,0 32,1 32,2
105,09 105,70 106,32 106,93 107,55 108,16 108,78 109,40 110,02 110,64 111,27 111,89 112,52 113,15 113,77 114,40 115,03 115,67 116,30 116,93 117,57 118,21 118,85 119,48 120,13 120,77 121,41 122,06 122,70 123,35 124,00 124,65 125,30 125,95 126,60 127,26 2,50 0,40 Q (lt/det) 127,91 128,57 129,23 129,89 130,55 131,21 131,87 132,54 133,20 133,87 134,54 135,21 135,88 136,55 137,22 137,89 138,57
Teknik Irigasi dan Drainase
0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12
Ha/L 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13
159,24 160,17 161,10 162,03 162,96 163,90 164,84 165,77 166,71 167,66 168,60 169,55 170,50 171,45 172,40 173,35 174,31 175,27 176,23 177,19 178,15 179,12 180,08 181,05 182,02 183,00 183,97 184,95 185,93 186,91 187,89 188,87 189,86 190,85 191,84 192,83 2,50 0,60 Q (lt/det) 193,82 194,82 195,82 196,82 197,82 198,82 199,82 200,83 201,84 202,85 203,86 204,87 205,89 206,91 207,93 208,95 209,97
70 213,86 215,10 216,35 217,60 218,85 220,11 221,37 222,63 223,89 225,16 226,43 227,70 228,97 230,25 231,52 232,81 234,09 235,38 236,66 237,96 239,25 240,55 241,85 243,15 244,45 245,76 247,07 248,38 249,69 251,01 252,33 253,65 254,97 256,30 257,63 258,96 2,50 0,80 Q (lt/det) 260,30 261,63 262,97 264,31 265,66 267,01 268,35 269,71 271,06 272,42 273,78 275,14 276,50 277,87 279,24 280,61 281,98
268,82 270,38 271,95 273,52 275,10 276,68 278,26 279,84 281,43 283,02 284,61 286,21 287,81 289,42 291,02 292,63 294,25 295,87 297,49 299,11 300,74 302,36 304,00 305,63 307,27 308,92 310,56 312,21 313,86 315,52 317,18 318,84 320,50 322,17 323,84 325,51 2,50 1,00 Q (lt/det) 327,19 328,87 330,56 332,24 333,93 335,62 337,32 339,02 340,72 342,43 344,13 345,85 347,56 349,28 351,00 352,72 354,45
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
32,3 32,4 32,5 32,6 32,7 32,8 32,9 33,0 33,1 33,2 33,3 33,4 33,5 33,6 33,7 33,8 33,9 34,0 34,1 34,2 34,3 34,4 34,5 34,6 34,7 34,8 34,9 35,0 35,1 35,2 35,3 35,4 35,5
139,24 139,92 140,60 141,28 141,96 142,64 143,33 144,01 144,70 145,38 146,07 146,76 147,45 148,14 148,84 149,53 150,23 150,92 151,62 152,32 153,02 153,72 154,42 155,12 155,83 156,53 157,24 157,95 158,66 159,37 160,08 160,79 161,51
L (m) W (m) Ha (cm) 35,6 35,7 35,8 35,9 36,0 36,1 36,2 36,3 36,4 36,5 36,6 36,7 36,8 36,9 37,0 37,1 37,2 37,3 37,4
2,50 0,40 Q (lt/det) 162,22 162,94 163,65 164,37 165,09 165,81 166,53 167,26 167,98 168,71 169,43 170,16 170,89 171,62 172,35 173,08 173,81 174,55 175,28
Teknik Irigasi dan Drainase
71
0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14
211,00 212,02 213,05 214,08 215,11 216,15 217,18 218,22 219,26 220,30 221,34 222,39 223,43 224,48 225,53 226,58 227,63 228,69 229,75 230,81 231,87 232,93 233,99 235,06 236,12 237,19 238,26 239,34 240,41 241,49 242,57 243,65 244,73
283,36 284,74 286,12 287,50 288,89 290,27 291,66 293,06 294,45 295,85 297,25 298,65 300,06 301,47 302,88 304,29 305,70 307,12 308,54 309,96 311,39 312,81 314,24 315,67 317,11 318,54 319,98 321,42 322,86 324,31 325,76 327,21 328,66
356,18 357,91 359,65 361,39 363,13 364,87 366,62 368,37 370,13 371,88 373,64 375,41 377,17 378,94 380,71 382,49 384,27 386,05 387,83 389,62 391,41 393,20 395,00 396,80 398,60 400,40 402,21 404,02 405,84 407,65 409,47 411,30 413,12
Ha/L 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
2,50 0,60 Q (lt/det) 245,81 246,90 247,98 249,07 250,16 251,25 252,35 253,44 254,54 255,64 256,74 257,84 258,94 260,05 261,16 262,27 263,38 264,49 265,60
2,50 0,80 Q (lt/det) 330,11 331,57 333,03 334,49 335,96 337,42 338,89 340,36 341,83 343,31 344,79 346,27 347,75 349,24 350,72 352,21 353,70 355,20 356,69
2,50 1,00 Q (lt/det) 414,95 416,78 418,62 420,45 422,29 424,14 425,98 427,83 429,68 431,54 433,40 435,26 437,12 438,99 440,86 442,73 444,60 446,48 448,36
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
37,5 37,6 37,7 37,8 37,9 38,0 38,1 38,2 38,3 38,4 38,5 38,6 38,7 38,8 38,9 39,0 39,1 39,2 39,3 39,4 39,5 39,6 39,7 39,8 39,9 40,0
176,02 176,76 177,50 178,23 178,98 179,72 180,46 181,21 181,95 182,70 183,44 184,19 184,94 185,69 186,45 187,20 187,95 188,71 189,46 190,22 190,98 191,74 192,50 193,26 194,03 194,79
Teknik Irigasi dan Drainase
0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16
72 266,72 267,84 268,96 270,08 271,20 272,32 273,45 274,58 275,71 276,84 277,97 279,10 280,24 281,38 282,52 283,66 284,80 285,95 287,09 288,24 289,39 290,54 291,69 292,85 294,00 295,16
358,19 359,69 361,20 362,70 364,21 365,72 367,23 368,74 370,26 371,78 373,30 374,83 376,35 377,88 379,41 380,94 382,48 384,01 385,55 387,09 388,64 390,18 391,73 393,28 394,83 396,39
450,24 452,13 454,02 455,91 457,81 459,71 461,61 463,51 465,42 467,33 469,24 471,15 473,07 474,99 476,91 478,84 480,77 482,70 484,64 486,57 488,51 490,46 492,40 494,35 496,30 498,26
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
73
Ambang lebar (broad crested weir) 18 Ambang lebar yang sering digunakan di Indonesia adalah ambang lebar-datar- hidung bundar (round-nose horizontal broad-crested weir). Bentuk ambang bagian depan ujung atasnya dibundarkan dengan radius tertentu. Bentuk bagian hilirnya dapat berbentuk vertikal dan membentuk slope. Bangunan ukur ini dapat dipakai pada saluran dimana headloss kecil walaupun memerlukan kondisi aliran bebas (free-flow). Persamaan debitnya pada kondisi free flow adalah sebagai berikut, Q = 1,7 b H 1,5 .../2.9/ Q debit (m3/det; b lebar ambang (m); H tinggi muka air dari ambang di bagian hulu (m). Aliran moduler dipenuhi jika H2/H1 < 0,9, untuk itu diperlukan penyesuaian H1/p2 seperti pada Gambar 2.16. Batas modular menentukan rasio H1/p2 seperti pada Gambar 2.16. Beberapa keuntungan dari alat ukur ini adalah: (a) Sederhana dan cukup kuat; (b) berfungsi dengan head loss cukup kecil, (c) kotoran/sampah akan mudah melewati alat ini, (d) pengukuran debit mudah (hanya satu lokasi ukur), (e) kondisi modular flow dapat sampai dengan 0,9. Kerugiannya adalah: (a) memerlukan kondisi aliran bebas, (b) tidak ada pengatur debit Contoh Prosedur design Alat ukur ambang lebar akan dipasang di sadap pintu tersier dengan luas petak tersier 50 ha, debit maksimum pada waktu pengolahan tanah 2 liter/detik/ha. Jadi debit maksimum yang akan masuk ke petak tersier adalah 100 liter/detik. Tabel 2.8. Perhitungan dimensi ambang lebar Perhitungan Debit Ambang Lebar Round-nose broad-crested weir Rumus Q 0,05 <= H1/L<= 0,5 L b
=
1,7 b H1,5
1,75 H max 0,3 m H1 max L/5 r 0,2 H1 max H1/p 3,0 p 0,15 m Lokasi pengukuran H1 2-3 kali H1 max Perhitungan Design Dimensi Alat Ukur Debit Ambang Lebar Tahapan 1 Tentukan Debit max Final Design Areal (ha) 50 Kep. Air Max (l/det/ha) 2 18
≥ ≥ > > ≥ = ≥
Sumber: Bos, M.G. ed. , 1978. Discharge Measurement Structure. ILRI, Wageningen, The Netherlands, pp 121-125; dan Ankum P., 1988. Irrigation Structures for Water Regulation and Measurement. Lecture Note. Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
74
Debit max (l/det)
100
2
Lebar (b) (m) H1 max (m)
0,4 0,28
3
Batas Modular (H2/H1) Lihat Gbr. 2.16 Bentuk Downstream Pilih Bentuk d/s H1/p2 p2 (m) ≥ Radius hidung (r) (m) ≥ L (m) ≥ L/5
4 u/s weir block
Pengukuran H1 (m) H1/p ≤ 3,0 p (m) Radius Sayap R (m) ≥
Teknik Irigasi dan Drainase
0,4 0,28
0,8 Vertical Back Space Sloping Back Space A 0,50 Gbr. 2.16 0,56 0,60 0,06 0,10 0,49 0,50 0,10 0,10 0,84 0,09 0,56
1,00 1,86 0,15 0,60
A B
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
75
Gambar 2.14. Skhema aliran pada bangunan ukur ambang lebar
Gambar 2.15. Bangunan ukur ambang lebar
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
76
Gambar 2.16. Hubungan antara batas moduler dengan tinggi ambang hilir (p2)
Final Design Tinggi ambang (sill) p bagian hulu = 0,15 m; tinggi ambang (sill) bagian hilir p2 = 0,60 m; Panjang ambang L = 0,50 m; Lebar ambang b = 0,4 m; Radius hidung ambang r = 0,10 m; Radius Sayap R =0,60 m; Lokasi pengukuran H 1 = 1,0 m; Elevasi muka air di hulu H1 + p = 0,28 + 0,15 = 0,43 m.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
77
Tabel 2.9. Daftar debit ambang lebar untuk berbagai lebar ambang b b (m) H (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
0,30 Q (lt/det) 0,51 1,44 2,65 4,08 5,70 7,50 9,45 11,54 13,77 16,13 18,61 21,20 23,90 26,72 29,63 32,64 35,75 38,95 42,24 45,62 49,08 52,63 56,26 59,96 63,75 67,61 71,55 75,56 79,65 83,80 88,03 92,32 96,68 101,11 105,60 110,16 114,78 119,47 124,21 129,02
0,40 Q (lt/det) 0,68 1,92 3,53 5,44 7,60 9,99 12,59 15,39 18,36 21,50 24,81 28,27 31,87 35,62 39,50 43,52 47,66 51,93 56,32 60,82 65,44 70,17 75,01 79,95 85,00 90,15 95,40 100,75 106,20 111,74 117,37 123,09 128,91 134,81 140,80 146,88 153,04 159,29 165,62 172,03
Teknik Irigasi dan Drainase
0,50 Q (lt/det) 0,85 2,40 4,42 6,80 9,50 12,49 15,74 19,23 22,95 26,88 31,01 35,33 39,84 44,53 49,38 54,40 59,58 64,91 70,40 76,03 81,80 87,71 93,76 99,94 106,25 112,69 119,25 125,94 132,74 139,67 146,71 153,87 161,13 168,51 176,00 183,60 191,30 199,11 207,02 215,03
0,60 Q (lt/det) 1,02 2,88 5,30 8,16 11,40 14,99 18,89 23,08 27,54 32,26 37,21 42,40 47,81 53,43 59,26 65,28 71,49 77,89 84,48 91,23 98,16 105,25 112,51 119,93 127,50 135,23 143,10 151,13 159,29 167,60 176,05 184,64 193,36 202,22 211,20 220,32 229,56 238,93 248,43 258,04
0,70 Q (lt/det) 1,19 3,37 6,18 9,52 13,30 17,49 22,04 26,93 32,13 37,63 43,41 49,47 55,78 62,34 69,13 76,16 83,41 90,88 98,55 106,44 114,52 122,80 131,26 139,91 148,75 157,76 166,95 176,31 185,84 195,54 205,39 215,41 225,59 235,92 246,40 257,04 267,82 278,75 289,83 301,05
0,80 Q (lt/det) 1,36 3,85 7,07 10,88 15,21 19,99 25,19 30,77 36,72 43,01 49,62 56,53 63,75 71,24 79,01 87,04 95,33 103,86 112,63 121,64 130,88 140,34 150,01 159,90 170,00 180,30 190,80 201,50 212,39 223,47 234,74 246,19 257,82 269,62 281,61 293,76 306,08 318,58 331,23 344,06
0,90 Q (lt/det) 1,53 4,33 7,95 12,24 17,11 22,49 28,34 34,62 41,31 48,38 55,82 63,60 71,71 80,15 88,88 97,92 107,24 116,84 126,71 136,85 147,24 157,88 168,77 179,89 191,25 202,84 214,65 226,69 238,94 251,40 264,08 276,96 290,04 303,33 316,81 330,48 344,35 358,40 372,64 387,06
1,00 Q (lt/det) 1,70 4,81 8,83 13,60 19,01 24,98 31,48 38,47 45,90 53,76 62,02 70,67 79,68 89,05 98,76 108,80 119,16 129,82 140,79 152,05 163,60 175,42 187,52 199,88 212,50 225,38 238,50 251,88 265,49 279,34 293,42 307,73 322,27 337,03 352,01 367,20 382,61 398,22 414,04 430,07
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
b (m) H (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
1,10 Q (lt/det) 1,87 5,29 9,72 14,96 20,91 27,48 34,63 42,31 50,49 59,13 68,22 77,73 87,65 97,96 108,64 119,68 131,07 142,81 154,87 167,26 179,96 192,96 206,27 219,87 233,75 247,91 262,35 277,06 292,04
1,20 Q (lt/det) 2,04 5,77 10,60 16,32 22,81 29,98 37,78 46,16 55,08 64,51 74,43 84,80 95,62 106,86 118,51 130,56 142,99 155,79 168,95 182,46 196,32 210,51 225,02 239,85 255,00 270,45 286,20 302,25 318,59
Teknik Irigasi dan Drainase
1,30 Q (lt/det) 2,21 6,25 11,48 17,68 24,71 32,48 40,93 50,01 59,67 69,89 80,63 91,87 103,59 115,77 128,39 141,44 154,91 168,77 183,03 197,67 212,68 228,05 243,77 259,84 276,25 292,99 310,05 327,44 345,14
78
1,40 Q (lt/det) 2,38 6,73 12,37 19,04 26,61 34,98 44,08 53,85 64,26 75,26 86,83 98,93 111,56 124,67 138,27 152,32 166,82 181,75 197,11 212,87 229,04 245,59 262,52 279,83 297,50 315,53 333,90 352,63 371,68
1,50 Q (lt/det) 2,55 7,21 13,25 20,40 28,51 37,48 47,23 57,70 68,85 80,64 93,03 106,00 119,52 133,58 148,14 163,20 178,74 194,74 211,19 228,08 245,40 263,13 281,28 299,82 318,75 338,06 357,76 377,81 398,23
1,60 Q (lt/det) 2,72 7,69 14,13 21,76 30,41 39,98 50,38 61,55 73,44 86,01 99,23 113,07 127,49 142,48 158,02 174,08 190,65 207,72 225,27 243,28 261,76 280,67 300,03 319,81 340,00 360,60 381,61 403,00 424,78
1,70 Q (lt/det) 2,89 8,17 15,02 23,12 32,31 42,47 53,52 65,39 78,03 91,39 105,44 120,14 135,46 151,39 167,89 184,96 202,57 220,70 239,35 258,49 278,12 298,22 318,78 339,79 361,25 383,14 405,46 428,19 451,33
1,80 Q (lt/det) 3,06 8,65 15,90 24,48 34,21 44,97 56,67 69,24 82,62 96,77 111,64 127,20 143,43 160,29 177,77 195,84 214,48 233,68 253,43 273,69 294,48 315,76 337,53 359,78 382,50 405,68 429,31 453,38 477,88
1,90 Q (lt/det) 3,23 9,14 16,78 25,84 36,11 47,47 59,82 73,09 87,21 102,14 117,84 134,27 151,40 169,20 187,65 206,72 226,40 246,67 267,51 288,90 310,84 333,30 356,28 379,77 403,75 428,22 453,16 478,56 504,43
2,00 Q (lt/det) 3,40 9,62 17,67 27,20 38,01 49,97 62,97 76,93 91,80 107,52 124,04 141,34 159,37 178,10 197,52 217,60 238,32 259,65 281,58 304,11 327,20 350,84 375,03 399,76 425,00 450,75 477,01 503,75 530,98
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
307,27 322,76 338,51 354,50 370,73 387,21 403,92 420,87 438,04 455,45 473,08
Teknik Irigasi dan Drainase
335,21 352,11 369,28 386,72 404,43 422,41 440,64 459,13 477,87 496,85 516,08
363,14 381,45 400,05 418,95 438,14 457,61 477,36 497,39 517,69 538,26 559,09
79 391,07 410,79 430,83 451,18 471,84 492,81 514,08 535,65 557,51 579,66 602,10
419,01 440,13 461,60 483,40 505,54 528,01 550,80 573,91 597,33 621,07 645,10
446,94 469,47 492,37 515,63 539,25 563,21 587,52 612,17 637,15 662,47 688,11
474,88 498,82 523,15 547,86 572,95 598,41 624,24 650,43 676,98 703,87 731,12
502,81 528,16 553,92 580,09 606,65 633,61 660,96 688,69 716,80 745,28 774,13
530,74 557,50 584,69 612,31 640,36 668,81 697,68 726,95 756,62 786,68 817,13
558,68 586,84 615,47 644,54 674,06 704,01 734,40 765,21 796,44 828,09 860,14
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
b (m) H (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
2,10 Q (lt/det) 3,57 10,10 18,55 28,56 39,91 52,47 66,12 80,78 96,39 112,89 130,24 148,40 167,33 187,01 207,40 228,48 250,23 272,63 295,66 319,31 343,56 368,39 393,79 419,74 446,25 473,29 500,86 528,94 557,53
Teknik Irigasi dan Drainase
2,20 Q (lt/det) 3,74 10,58 19,43 29,92 41,81 54,97 69,27 84,63 100,98 118,27 136,45 155,47 175,30 195,91 217,27 239,36 262,15 285,61 309,74 334,52 359,92 385,93 412,54 439,73 467,50 495,83 524,71 554,13 584,07
2,30 Q (lt/det) 3,91 11,06 20,32 31,28 43,72 57,47 72,41 88,47 105,57 123,65 142,65 162,54 183,27 204,82 227,15 250,24 274,06 298,60 323,82 349,72 376,28 403,47 431,29 459,72 488,75 518,37 548,56 579,31 610,62
80
2,40 Q (lt/det) 4,08 11,54 21,20 32,64 45,62 59,96 75,56 92,32 110,16 129,02 148,85 169,60 191,24 213,72 237,03 261,12 285,98 311,58 337,90 364,93 392,64 421,01 450,04 479,71 510,00 540,90 572,41 604,50 637,17
2,50 Q (lt/det) 4,25 12,02 22,08 34,00 47,52 62,46 78,71 96,17 114,75 134,40 155,05 176,67 199,21 222,63 246,90 272,00 297,89 324,56 351,98 380,13 408,99 438,55 468,79 499,70 531,25 563,44 596,26 629,69 663,72
2,60 Q (lt/det) 4,42 12,50 22,97 35,36 49,42 64,96 81,86 100,01 119,34 139,77 161,25 183,74 207,17 231,53 256,78 282,88 309,81 337,54 366,06 395,34 425,35 456,10 487,54 519,68 552,50 585,98 620,11 654,88 690,27
2,70 Q (lt/det) 4,59 12,98 23,85 36,72 51,32 67,46 85,01 103,86 123,93 145,15 167,46 190,80 215,14 240,44 266,65 293,76 321,73 350,53 380,14 410,54 441,71 473,64 506,30 539,67 573,75 608,52 643,96 680,06 716,82
2,80 Q (lt/det) 4,76 13,46 24,73 38,08 53,22 69,96 88,16 107,71 128,52 150,52 173,66 197,87 223,11 249,34 276,53 304,64 333,64 363,51 394,22 425,75 458,07 491,18 525,05 559,66 595,00 631,05 667,81 705,25 743,37
2,90 Q (lt/det) 4,93 13,94 25,62 39,44 55,12 72,46 91,30 111,55 133,11 155,90 179,86 204,94 231,08 258,25 286,41 315,52 345,56 376,49 408,30 440,95 474,43 508,72 543,80 579,65 616,25 653,59 691,66 730,44 769,92
3,00 Q (lt/det) 5,10 14,42 26,50 40,80 57,02 74,95 94,45 115,40 137,70 161,28 186,06 212,00 239,05 267,15 296,28 326,40 357,47 389,47 422,38 456,16 490,79 526,26 562,55 599,64 637,50 676,13 715,51 755,63 796,47
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
586,61 616,18 646,24 676,77 707,76 739,21 771,12 803,47 836,26 869,49 903,15
Teknik Irigasi dan Drainase
614,54 645,53 677,01 708,99 741,46 774,41 807,84 841,73 876,09 910,90 946,15
81 642,48 674,87 707,79 741,22 775,17 809,62 844,56 879,99 915,91 952,30 989,16
670,41 704,21 738,56 773,45 808,87 844,82 881,28 918,25 955,73 993,70 1.032,17
698,35 733,55 769,33 805,67 842,57 880,02 918,00 956,51 995,55 1.035,11 1.075,17
726,28 762,90 800,11 837,90 876,28 915,22 954,72 994,77 1.035,37 1.076,51 1.118,18
754,21 792,24 830,88 870,13 909,98 950,42 991,44 1.033,04 1.075,20 1.117,92 1.161,19
782,15 821,58 861,65 902,36 943,68 985,62 1.028,16 1.071,30 1.115,02 1.159,32 1.204,20
810,08 850,92 892,43 934,58 977,38 1.020,82 1.064,88 1.109,56 1.154,84 1.200,73 1.247,20
838,02 880,26 923,20 966,81 1.011,09 1.056,02 1.101,60 1.147,82 1.194,66 1.242,13 1.290,21
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
82
Penutup Pertanyaan: (1) Jelaskan beberapa istilah dalam efisiensi irigasi (2) Bagaimana konsep efisiensi irigasi dalam suatu jaringan irigasi (3) Usaha apa yang dapat meningkatkan efisiensi irigasi dan siapa lembaga yang paling berperan (4) Terangkan beberapa cara pengukuran debit di saluran terbuka (5) Terangkan metoda kecepatan aliran dan luas penampang (6) Sebutkan beberapa bangunan ukur yang biasa digunakan di jaringan irigasi. (7) Bagaimana cara perhitungannya (8) Apa keunggulan dan kelemahan dari masing-masing bangunan ukur tersebut (9) (Nilai 10) Hasil pengukuran debit dengan sekat ukur Thompson dan Cipolletti (lebar ambang 1,0 m) di saluran A dan saluran B, masing-masing menunjukkan H = 15 cm. Berapa besarnya debit (liter/detik) di saluran A dan B? (10)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 0,5 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, Free flow, Tabel 7-8: Q = 89,6 lt/det) (11)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 0,5 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qsubmergence = 71,4 lt/det) (12)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 1,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 171,3 lt/det) (13)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 1,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 171,3 lt/det, Qkoreksi = 15,4 lt/det, Q submergence = 155,9 lt/det) (14)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 2,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 345,2 lt/det) (15)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 2,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 345,2 lt/det, Qkoreksi = 27,7 lt/det, Q submergence = 317,5 lt/det) (16)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 3,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 520,1 lt/det) (17)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 3,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 520,1 lt/det, Qkoreksi = 37,0 lt/det, Q submergence = 483,1 lt/det) (18)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 4,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
83
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 695,7 lt/det) (19)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 4,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 695,7 lt/det, Qkoreksi = 47,7 lt/det, Q submergence = 648,0 lt/det) (20)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 5,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 871,8 lt/det) (21)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 5,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 871,8 lt/det, Qkoreksi = 57,0 lt/det, Q submergence = 814,8 lt/det) (22)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 6,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 1.048 lt/det) (23)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 6,0 ft, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 1.048 lt/det, Qkoreksi = 66,2 lt/det, Q submergence = 981,8 lt/det) (24)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 2 ft, menghasilkan nilai Ha = 45 cm dan nilai Hb = 27 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 60%, Free flow, Tabel 7-8: Q = 414,3 lt/det) (25)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 2 ft, menghasilkan nilai Ha = 45 cm dan nilai Hb = 36 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence, Diagram koreksi Gbr 7-17: untuk W=1 ft, Q koreksi = 0,7 cfs = 19,6 lt/det; untuk W=2ft, Q koreksi = 1,8 x 19,6 = 35,3 lt/det. Tabel 7-8-2: Q free flow = 414,3 lt/det); Debit submergence = 414,3 – 35,3 lt/det = 379 lt/det) (26)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 6 inchi, menghasilkan nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 35,2 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir (liter/detik) (Jawab: Hb/Ha = 88%, submergence, Ha = 40 cm; Gambar 7-15: Q = 61 lt/det)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
84
Daftar Pustaka 1. Ditjen. Pengairan Republik Indonesia, 1986. Standard Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Saluran, KP-03. C.V. Galang Persada. Bandung 2. Bos, M.G. ed. , 1978. Discharge Measurement Structure. ILRI, Wageningen, The Netherlands, pp 121-125; 3. Ankum P., 1988. Irrigation Structures for Water Regulation and Measurement. Lecture Note. 4. Kraatz,D.B.; I.K. Mahajan, 1975. Small Hydraulic Structures. Irrigation and Drainage Paper no 26. FAO, Rome. 5. Bos, M.G. and Nugteren, J., 1982. On Irrigation Efficiencies. International Institute for Land Reclamation and Improvement, ILRI Publication No 19, Wageningen, The Netherlands.
Senarai
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
1
Topik 5. Irigasi Permukaan
Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: Mahasiswa memahami tentang: (a) Beberapa sistem pemberian air irigasi dalam irigasi permukaan; (b) Beberapa parameter design; (c) Merancang sistim irigasi permukaan pada kondisi iklim, topografi, dan tanaman tertentu. Bahan Ajar Bahan Ajar terdiri dari: (1) Metoda Pemberian Air Irigasi, (2) Metoda irigasi permukaan.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
2
1. Metoda Pemberian Air Irigasi Secara umum metoda pemberian air irigasi dapat digambarkan seperti skhema pada Gambar 1.1. Metoda pemberian air irigasi dapat dibagi menjadi 4 bagian besar yakni: (a) Irigasi Permukaan, (b) Irigasi Bawah-permukaan, (c) Irigasi Curah (sprinkler), dan (d) Irigasi Tetes (drip)
Metoda Pemberian Air Irigasi
Permukaan
Border
BawahPermukaan
Curah
Tetes
Chek Basin Alur
Lurus
Kontour
Segi empat
Nozzle berputar
Kontour
Lingkaran
Alur dalam
Lurus
Corrugation
Kontour Lurus
Datar
Pipa berlubang
Kontour
Berlereng
Gambar 1.1. Skhema metoda pemberian air irigasi
Metoda irigasi yang akan digunakan tergantung pada faktor ketersediaan air, tipe tanah, topografi lahan dan jenis tanaman. Apapun metoda irigasi yang dipilih, sesuatu yang diperlukan adalah merancang sistim irigasi sehingga menghasilkan pemakaian air oleh tanaman yang paling efisien1.
1
Efisiensi pemakaian air = air yang ditahan di daerah perakaran : air yang diberikan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
2.
3
Metoda irigasi permukaan (Surface Irrigation)
Pada irigasi permukaan, air diberikan secara langsung melalui permukaan tanah dari suatu saluran atau pipa dimana elevasi muka airnya lebih tinggi dari elevasi lahan yang akan diairi (sekitar 10~15 cm). Air irigasi mengalir pada permukaan tanah dari pangkal ke ujung lahan dan meresap ke dalam tanah membasahi daerah perakaran tanaman. Terdapat dua syarat penting untuk mendapatkan sistim irigasi permukaan yang efisien, yaitu perencanaan sistim distribusi air untuk mendapatkan pengendalian aliran air irigasi dan perataan lahan (land grading) yang baik, sehingga penyebaran air seragam ke seluruh petakan. Hidrolika aliran permukaan Pada irigasi permukaan air irigasi diberikan lewat permukaan tanah. Air irigasi akan mengalir di permukaan tanah dari bagian pangkal ke ujung petakan, sambil meresap ke dalam tanah mengisi lengas tanah di daerah perakaran tanaman. Proses aliran air irigasi terdiri dari: (a) awal jelajah aliran air (advance stream) sepanjang lereng permukaan lahan, (b) periode pembasahan dimana seluruh aliran berinfiltrasi ke dalam tanah, (c) aliran resesi sejak dimana pasok air irigasi dihentikan (Gambar 1.2).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
4
Gambar 1.2. Kurva jelajah dan resesi pada irigasi permukaan
Total jumlah air yang meresap merupakan fungsi dari laju infiltrasi tanah dan waktu kesempatan berinfiltrasi. Idealnya sistim irigasi harus menghasilkan jumlah air meresap yang sama/seragam sejak di pangkal sampai ke ujung lahan, sehingga menghasilkan efisiensi pemakaian air yang tinggi di sepanjang daerah perakaran tanaman. Akan tetapi hal ini tidak mudah untuk didapatkan, kecuali melalui serangkaian uji-coba dan prosedur rancangan yang tepat. Contoh hubungan antara laju jelajah, laju resesi dan waktu kesempatan berinfiltrasi dapat dilihat pada Gambar 1.2. Pada prinsipnya rancangan irigasi permukaan adalah merancang beberapa parameter sehingga didapatkan waktu kesempatan berinfiltrasi yang relatif seragam dari pangkal sampai ke ujung lahan. Umumnya di bagian pangkal, air akan lebih banyak air meresap daripada bagian ujung petakan lahan, sehingga didapatka efisiensi pemakaian air yang kecil. Prosedur pelaksanaan irigasi dalam irigasi permukaan adalah dengan menggunakan debit yang cukup besar, maka aliran akan mencapai bagian ujung secepat mungkin, dan meresap ke dalam tanah dengan merata. Setelah atau sebelum mencapai bagian ujung, aliran masuk dapat diperkecil debitnya (cut-back flow) sampai sejumlah air irigasi yang diinginkan sudah diresapkan. Pasok aliran air dihentikan dan proses resesi sepanjang lahan akan terjadi sampai proses irigasi selesai. 2.1.
Irigasi border
Deskripsi Irigasi border Pada irigasi border, dalam petakan lahan dibuat pematang sejajar sebagai pengendali lapisan aliran air irigasi yang bergerak ke arah kemiringan lahan. Lahan dibagi menjadi beberapa petakan yang sejajar yang dipisahkan masing-masing oleh pematang rendah, kemiringan biasanya satu arah. Masing-masing petakan (border) diberikan air irigasi secara terpisah. Air irigasi menyebar merata sepanjang kemiringan lahan yang dikendalikan oleh pematang tersebut (Gambar 2.1a dan 2.1b).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
5
Border dapat dibuat sepanjang kemiringan lahan (lurus searah lereng) atau melintang kemiringan menurut garis kontur. Jika lahan dapat diratakan (land grading2) dengan kemiringan tertentu secara ekonomis dan tanpa mempengaruhi produktivitasnya, maka border berlereng (graded border) lebih mudah dalam pembuatan dan operasinya (Gambar 2.1b dan 2.1 d). Tetapi jika kemiringan lahan melebihi batas aman atau bergelombang, sehingga perataan menjadi sulit, maka border dapat dibangun melintang lereng yang disebut dengan border kontur (contour border) (Gambar 2.1c). Tanaman yang cocok dibudidayakan dengan metoda ini adalah tanaman berjarak tanam rapat (close-growing crop) seperti alfafa, rumput-rumputan, biji-bijian dan tanaman palawija lainnya. Beberapa spesifikasi irigasi border Lebar border Umumnya berkisar antara 3 ~ 15 m, tergantung pada debit yang tersedia dan derajat kemiringan lahan. Jika debit yang tersedia kecil, maka lebar border akan berkurang. Tetapi akan tidak ekonomis jika lebar border lebih kecil dari 3 m, karena akan terlalu banyak lahan yang dipakai untuk pematang.
2
grading: perataan lahan dengan kemiringan tertentu, levelling: pendataran lahan dengan kemiringan nol
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
Gambar 2.1a. Irigasi border
Teknik Irigasi dan Drainase
6
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
Gambar 2.1b. Irigasi border sedang beroperasi lapisan air mengalir di atas permukaan tanah sepanjang kemiringan lahan
Teknik Irigasi dan Drainase
7
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
8
Gambar 2.1c. Border pada lahan miring disebut juga sebagai teras bangku berlereng untuk tanaman non-padi
Gambar 2.1d. Irigasi border pada tanaman buah-buahan
Panjang boder Panjang border tergantung pada bagaimana cepatnya lahan tersebut dibasahi air irigasi secara seragam sepanjang border tersebut. Jadi tergantung pada laju infiltrasi tanah, kemiringan dan debit aliran. Untuk kemiringan yang sedang (moderate) dan debit aliran kecil sampai sedang, umumnya panjang border untuk setiap kelas testur tanah adalah seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Panjang border untuk berbagai tekstur tanah Tekstur tanah sampai lempung
Pasir berpasir Lempung Lempung berliat sampai liat
Teknik Irigasi dan Drainase
Panjang border (m) 60 – 120 100 – 180 150 – 180
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
9
Kemiringan Border seharusnya mempunyai kemiringan yang seragam. Jika kemiringan terlalu besar maka air irigasi mengalir terlalu cepat, sehingga di bagian pangkal border tidak cukup merembeskan air sedangkan di bagian ujung terjadi kehilangan karena perkolasi yang besar. Selain itu juga dapat menyebabkan erosi yang cukup besar. Sebaliknya kemiringan yang terlalu kecil menyebabkan aliran air terlalu lambat sehingga perkolasi di bagian pangkal cukup besar sedangkan di bagian ujung tidak cukup air. Batas aman kemiringan yang direkomendasikan untuk berbagai kelas tekstur tanah adalah seperti pada Tabel 2.2.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
Tabel 2.2. kemiringan border untuk berbagai tekstur tanah
Teknik Irigasi dan Drainase
10
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
Tekstur tanah Lempung berpasir berpasir Lempung
Teknik Irigasi dan Drainase
11
sampai
Kemiringan (%) 0,25 – 0,60 0,20 – 0,40
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
Liat sampai Lempung berliat
Teknik Irigasi dan Drainase
12
0,05 – 0,20
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
13
Debit aliran air Debit tergantung pada laju infiltrasi dan lebar border. Seringkali debit ini dinyatakan dalam debit per satuan lebar border. Pendugaan debit maksimum yang diijinkan tanpa mempertimbangkan faktor jenis tanah dapat diduga dengan persamaan: q max = 5,57 × s − 0, 75 , dimana qmax: maksimum unit debit yang masih aman (l/det/m), s : kemiringan lahan (%) (Tabel 2.3) Lebih lengkap dengan mempertimbangkan faktor tekstur tanah dan laju infiltrasi dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 di bawah ini. Tabel 2.3. Maksimum debit yang masih aman dalam irigasi border
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
Kemiringan (%) Unit debit (l/det/m) 0,1 31 0,2 19 0,3 14 0,4 11 0,5 9 0,6 8 0,7 7 0,8 7 0,9 6
Teknik Irigasi dan Drainase
14
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
1,0
15
6
Tabel 2.4. Beberapa nilai unit debit yang sesuai untuk berbagai tipe tanah dan laju infiltrasi Tekstur tanah
Laju infiltrasi (cm/jam)
Berpasir
a)
2,5
Pasir berlempung
1,8 – 2,5
Lempung berpasir
1,2 – 1,8
Lempung berliat
0,6 – 0,8
Liat
0,2 – 0,6
Kemiringan (%)
Unit debit (lt/det/m)a)
0,20 – 0,40 0,40 – 0,65 0,20 – 0,40 0,40 – 0,60 0,20 – 0,40 0,40 – 0,65 0,15 – 0,30 0,30 – 0,40 0,10 – 0,20
10 - 15 7 - 10 7 - 10 5-8 5-7 4-6 3-4 2-3 2-4
unit debit: debit (lt/det) per meter lebar border
Selama air irigasi diberikan maka air akan mengalir dari pangkal sampai ke ujung border dan meresap ke dalam tanah (Gambar 2.2). Jika diplotkan antara waktu dan jarak jelajah maka akan didapatkan kurva jelajah (advance curve) seperti pada Gambar 2.3a. Setelah pemberian air irigasi dihentikan maka air akan mengalir ke bagian yang lebih rendah. Laju resesi ditentukan dengan mencatat waktu yang diperlukan setelah pemberian air irigasi dihentikan sampai permukaan air di suatu tempat akan habis mengalir ke tempat yang lebih rendah dan atau meresap seluruhnya ke dalam tanah. Kurva jelajah dan kurva resesi dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.3 a dan 2.3b. Sampai sejauh mana kesejajaran dari kedua kurva tersebut di atas, menentukan keseragaman distribusi air sepanjang border. Perbedaan antara waktu dimana air mencapai suatu titik dalam jarak tertentu sepanjang border dengan waktu resesi di tempat tersebut disebut sebagai waktu kesempatan berinfiltrasi (intake opportunity time). Sebagai pedoman umum dapat dikatakan bahwa dalam rancangan irigasi border, jika air irigasi mencapai 2/3 atau ¾ panjang border, maka pasok air dihentikan. Perhatikan apakah ada limpasan di ujung border, jika ada maka waktu penghentian harus lebih awal, atau panjang border memungkinkan untuk ditambah.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
16
Gambar 2.2. Pergerakan air irigasi ke dalam tanah pada irigasi border
Perataan tanah (land grading) Untuk mendapatkan kemiringan yang seragam diperlukan perataan tanah (land grading). Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan pengembangan lahan pertanian dan perataan lahan adalah terdiri: (a) peralatan untuk menggusur semak belukar, menumbangkan pohon dan mencabut akar (Gambar 2.4, 2.5); (b) peralatan untuk menggusur tanah membuat gali dan timbunan; (c) peralatan untuk pekerjaan akhir (fnishing) yakni perataan tanah, lereng seragam; (d) peralatan untuk membuat galengan atau alur untuk irigasi. Peralatan untuk menggusur tanah terdiri dari alat untuk menggali, mengangkat, membawa dan menyebarkan tanah. Untuk daerah dimana pemilikan lahan kecil dan tenaga buruh tersedia cukup, penggunaan alat penggusuran tanah secara manual yang ditarik tenaga hewan perlu dipertimbangkan seperti pada Gambar 2.9. Apabila traktor tersedia small bucket-type scrapers dapat dipertimbangkan untuk digunakan. Kapasitas alat ini sekitar 2 meter kubik tanah jika ditarik oleh traktor 40-50 HP (Gambar 2.7). Peralatan untuk membuat alur disebut furrower yang terdiri dari bajak singkal dengan dua sayap ditarik oleh tenaga hewan atau traktor (Gambar 2.23; 2.26)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
17
Tabel 2.5. Tipikal parameter pada irigasi border a) Tekstur tanah
Slope (%)
Jumlah air irigasi Lebar boder Panjang border Debit (mm) (m) (m) (liter/detik) 50 15 150 240 0,25 100 15 250 210 150 15 400 180 50 12 100 80 Kasar 1,00 100 12 150 70 (coarse) 150 12 250 70 50 10 60 35 2,00 100 10 150 30 150 10 250 30 50 15 250 210 0,25 100 15 400 180 150 15 400 100 50 12 150 70 Medium 1,00 100 12 300 70 150 12 400 70 50 10 100 30 2,00 100 10 200 30 150 10 300 30 50 15 400 120 0,25 100 15 400 70 150 15 400 40 50 12 400 70 Halus 1,00 100 12 400 35 (fine) 150 12 400 20 50 10 320 30 2,00 100 10 400 30 150 10 400 20 a) Sumber: US Dept. Agr. Yearbook, 1955, “Water”, di dalam Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation: design and practice. Cornell Univ. Press.
2.2. Check basin irrigation Lahan dibagi menjadi petakan-petakan kecil yang hampir datar. Pematang sekeliling petakan dibentuk untuk menahan air irigasi supaya tergenang di petakan dan berinfiltrasi. Dalam irigasi padi sawah atau untuk keperluan pencucian garam tanah (leaching) diperlukan tinggi genangan tertentu selama periode tertentu, sehingga pemberian air biasanya kontinyu (Gambar 2.10d). Ukuran basin beragam mulai dari 1 m2 sampai 1 atau 2 ha. Jika lahan dapat didatarkan secara ekonomis, maka bentuk basin biasanya segi-empat. Tetapi jika topografinya bergelombang maka pematang dibuat mengikuti kontur. Biasanya beda elevasi antar pematang bervariasi dari 6 ~ 12 cm untuk tanaman palawija dan 15 ~ 30 cm untuk tanaman padi (Gambar 2.10b). Ukuran basin tergantung pada debit yang tersedia, ukuran pemilikan lahan dan karaktersitik infiltrasi. Untuk irigasi buah-buahan biasanya dibuat basin berbentuk lingkaran atau segi-empat pada setiap pohon (Gambar 2.11a, 2.11b). Pada irigasi basin padi sawah dengan konsolidasi lahan bentuk petakan dibuat teratur segi-empat, sedangkan tanpa konsolidasi lahan bentuk petakan mengikuti garis kontur alami (Gambar 2.12).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
18
IOT: Intake Oportunity Time (Waktu kesempatan berinfiltrasi) IOT
Gambar 2.3a. Kurva jelajah dan resesi pada irigasi border
Gambar 2.3b. IOT yang ideal diperlihatkan pada kurva jelajah dan resesi
Gambar 2.4. Bulldozer dengan peralatan khusus untuk membersihkan pepohonan: (a) Stumper untuk menumbangkan pohon dan tunggul, (b) Pendorong dan pemotong pohon, (c) Penumbang pohon
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
19
Gambar 2.5. Bulldozer dengan peralatan khusus untuk membersihkan akar pepohonan: (a) bulldozer bergerigi, (b) root rake
Gambar 2.6. Bulldozer dengan peralatan khusus untuk memotong akar dan mengangkatnya ke permukaan tanah
Gambar 2.7. Scraper kapasitas 2 m3 ditarik traktor 4550 HP
Sebagai pedoman umum dapat dikatakan bahwa dalam rancangan check basin air irigasi menyebar ke seluruh basin dalam waktu ¼ dari waktu yang diperlukan untuk meresapkan sejumlah kedalaman air irigasi netto.
Check basin cocok untuk lahan berkemiringan landai dan seragam dengan infiltrasi sedang sampai rendah. Untuk lahan berkemiringan curam memerlukan tata-letak dan leveling yang berat dan susah. Tipe kurva jelajah dan resesi pada check basin terlihat pada Gambar 2.10c. Kurva resesi hampir sejajar dengan sumbu x. Waktu resesi di inlet tidak sama dengan nol, berarti air tergenang di inlet (setelah air irigasi dihentikan) cukup lama. Hal ini disebabkan pada check border permukaan tanah relatif datar.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
20
Gambar 2.8. Land plane untuk pendataran tanah (land levelling) dan penghalusan permukaan tanah (smoothing) pada irigasi permukaan
Gambar 2.9. Scraper yang ditarik hewan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
21
Gambar 2.10a. Irigasi check basin untuk tanaman kurma di Arab
Gambar 2.10b. Irigasi basin pada lahan miring disebut juga sebagai teras bangku datar untuk tanaman padi
Contoh 2.1:
Debit air irigasi 27 lt/det dialirkan ke dalam check basin berukuran 12 m x 10 m. Kapasitas tanah menahan air = 14%, rerata lengas tanah sebelum irigasi = 6,5%. Berapa lama air irigasi harus diberikan untuk mengembalikan lengas tanah ke kapasitas lapang, dengan asumsi tidak terjadi kehilangan air karena perkolasi. Rerata kedalaman perakaran 1,2 m. ASG (Apparent Specific Gravity) di daerah perakaran 1,50. Penyelesaian: Air irigasi netto yang diperlukan = (14 – 6,5)% = 7,5% = 1,5 x 7,5 = 11,25 cm/m tanah = 11,25 x 1,2 = 13,5 cm. Total volume air yang diperlukan = 12 x 10 x 13,5/100 = 16,2 m3 = 16.200 liter Lama pemberian air = 16.200 : 27 = 600 detik = 10 menit
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
22
Gambar 2.10c. Kurva jelajah dan resesi pada check basin
Gambar 2.10d. Irigasi basin pada padi sawah dengan galengan/pematang sebagai batas aliran
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
Gambar 2.11a. Irigasi basin pada tanaman buah-buahan
Teknik Irigasi dan Drainase
23
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
24
Gambar 2.11b. Irigasi basin berbentuk lingkaran pada tanaman buah-buahan
Gambar 2.12. Irigasi basin padi sawah, sebelah kiri sesudah konsolidasi lahan,
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
25
sebelah kanan tanpa konsolidasi lahan
2.3.
Irigasi alur (furrow irrigation)
Ukuran dan bentuk alur tergantung pada jenis tanaman, alat/mesin pembuat alur yang digunakan, tekstur tanah dan jarak antar baris tanaman. Istilah alur (furrow) adalah parit dangkal antar barisan tanaman dimana air irigasi dialirkan. Dalam bahasa Indonesia dikenal juga istilah guludan yang berarti bagian lahan yang ditanami tanaman antar alur. Pada jarak antar alur yang lebar dimana baris tanaman terdiri dari 2 atau lebih baris tanaman, maka lahan yang ditanami disebut dengan bedengan. Pada Gambar 2.13 diperlihatkan berbagai ukuran alur, guludan, dan bedengan. Gambar 2.13a untuk tanaman satu barisan (single row) dengan jarak antar alur sekitar 1 m (umumnya jagung, tebu ditanam seperti ini). Gambar 2.13b ditanam dua barisan tanaman pada bedengan, misalnya tomat, cabe, dan sayuran lainnya. Gambar 2.13c jarak antar alur 2-3 m, biasanya untuk tanaman pohon buah-buahan. Gambar 2.13d ukuran alurnya kecil dengan jarak antara 0,5 ~ 2 m, biasanya cocok untuk tanaman sayuran. Pada Gambar 2.13e tanaman bahkan ditanam pada alurnya bukan pada bedengan, biasanya cocok untuk padi yang di Indonesia dikenal dengan istilah/nama sistim “surjan”.3 Pada sistim surjan padi ditanam pada alurnya karena memerlukan genangan, sedangkan palawija ditanam pada bedengan karena memerlukan aerasi yang baik tanpa genangan. Air irigasi diberikan melalui parit kecil dalam alur antar tanaman. Air irigasi meresap ke dalam tanah dan menyebar lateral dan vertikal membasahi tanah antar alur. Air irigasi dialirkan dengan saluran terbuka atau flume (Gambar 2.15b), seterusnya dialirkan ke alur melalui pipa siphon (Gambar 2.15a). Dapat pula air irigasi dialirkan dengan pipa berpintu geser (slide gated pipe) (Gambar 2.15c). Untuk mendapatkan “head” yang cukup biasanya saluran lapangan dibuat di atas lahan pada timbunan dengan menggunakan pelapis untuk mengurangi rembesan (Gambar 2.15e) atau dengan menggunakan bangunan kontol muka air di sebelah hilir (Gambar 2.15f dan 2.15g). Selain untuk keperluan irigasi, alur juga berfungsi juga sebagai sarana drainase terutama pada musim hujan.
3
surjan (bahasa Jawa) adalah jenis kain/baju dengan pola lurik bergaris-garis
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
26
Terdapat 2 jenis alur yakni (a) alur lurus (straight furrow) (Gambar 2.15a), (b) alur kontour (contour furrow) (Gambar 2.15b). Berdasarkan ukuran dan jarak antar alur dapat diklasifikasikan menjadi alur dalam (deep furrow) dan alur dangkal (corrugation). Untuk irigasi tanaman pohon buah-buahan, jumlah dan spasing alur diatur sesuai dengan pertumbuhan tanaman dan perkembangan perakaran (Gambar 2.14). Pada tanaman muda umur 1~2 tahun satu alur untuk mengairi 2 baris pohon (Gambar 2.14a). Pada waktu tanaman dewasa 2~5 tahun jumlah alur irigasi ditambah menjadi 2 alur untuk satu baris pohon (Gambar 2.14b dan 2.14c). Pada waktu tanaman mulai berbuah produktif diperlukan banyak air, maka arah alur diubah menjadi berbentuk zig-zag (Gambar 2.14d). Alur lurus dan Alur kontur Pada alur lurus, alur diletakkan atau berada searah lereng. Sesuai untuk lahan dengan kemiringan tidak lebih dari 0,75%. Untuk daerah dengan intensitas hujan tinggi kemiringan tidak lebih dari 0,5% untuk menghindarkan bahaya erosi (Gambar 2.15a). Pada alur kontur, alur diletakkan melintang kemiringan lahan. Sesuai untuk lahan yang berkemiringan sampai 5%. Untuk daerah dengan hujan tinggi, panjang alur harus cukup pendek untuk menghindari terjadinya luapan air permukaan yang dapat merusak tubuh alur itu sendiri. Pengaliran air ke alur dapat menggunakan pipa fleksibel (siphon) (Gambar 2.15a) atau pipa berpintu yang dapat digeser (slide gated pipe) (Gambar 2.15c).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
27
Gambar 2.13. Berbagai bentuk dan ukuran alur
Pola pembasahan air irigasi pada irigasi alur berbeda dengan irigasi border, sebab perembesan terjadi secara lateral dan vertikal. Pola pembasahan pada tanah bertekstur pasir cenderung ke arah vertikal, sedangkan pada tanah bertekstur liat cenderung ke arah horizontal. Pola pembasahan ini akan menentukan jarak antar alur (Gambar 2.18). Variabel dominan yang mempengaruhi laju aliran di dalam alur adalah debit aliran, laju infiltrasi, ukuran dan bentuk penampang basah alur, kemiringan dan tahanan hidrolik (kekasaran permukaan). Kriteria untuk mendapatkan pola resapan air irigasi yang seragam sepanjang alur adalah sama seperti pada irigasi border, yakni waktu kesempatan untuk berinfiltrasi. Pengukuran laju infiltrasi dalam irigasi alur biasanya dilakukan dengan: (a) metoda infiltrometer ganda, (b) metoda inflow-simpanan (storage) (Tabel 2.5), dan (c) metoda inflow-outflow (Tabel 2.7). Dalam metoda inflow-outflow alur dibagi menjadi sejumlah penampang. Tiap penampang dipasang alat ukur debit Parshal Flume atau tipe sekat ukur lainnya 4. Penampang alur diukur untuk setiap penampang uji dengan point gauge. Laju jelajah dan kedalaman aliran pada setiap penampang uji dicatat.
4
Misalnya ”cut throat flume” yang memerlukan ”head” rendah
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
28
Gambar 2.14. Irigasi alur untuk tanaman pohon buah-buahan
Gambar 2.15a. Irigasi alur lurus untuk mengairi tanaman tomat dengan menggunakan pipa siphon
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
29
Gambar 2.15b. Irigasi alur kontour untuk mengairi buah-buahan dengan menggunakan talang (flume) terbuat dari kayu
Gambar 2.15c. Irigasi alur dengan pipa berpintu geser (slide gated pipe)
Gambar 2.15d. Irigasi alur sedang mengairi timun dan talas di Darmaga, Bogor
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
30
Gambar 2.15e. Saluran lapangan pada urugan dengan pelapisan
Gambar 2.15f. Saluran lapangan dengan pelapisan dan bangunan kontrol muka air di bagian hilir
Hidrolika irigasi alur Pengukuran infiltrasi dalam alur dengan metoda Inflow-Simpanan Infiltrasi pada alur dihitung berdasarkan persamaan: Akumulasi infiltrasi (volume) = Akumulasi inflow – Akumulasi simpanan Akumulasi infiltrasi (kedalaman air) = Akumulasi infiltrasi (volume) : luas penampang basah di penampang uji. Contoh data pengukuran dengan metoda Inflow-Simpanan seperti pada Tabel 2.5.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
31
Gambar 2.15g. Bangunan kontrol muka air terbuat dari kanvas dapat dipindahkan
Contoh 2.2:
Data yang diperoleh pada suatu percobaan infiltrasi pada alur dengan tekstur tanah lempung berpasir, metoda Inflow-Simpanan didapat seperti pada Tabel 2.5. Hitung laju infiltrasi pada alur? Untuk jarak 40 m: Akumulasi inflow = 92 x 5,75 = 529,0 lt. Akumulasi simpanan (storage) = 93 x 4.000 cm3 = 372.000 cm3 = 372 lt. Akumulasi luas penampang basah = 25,82 x 4.000 = 103.280 cm3. Tabel 2.5. Data pengukuran infiltrasi alur metoda Inflow-Simpanan Debit (lt/jam ) 92,00
Jarak Waktu jelajah Perimeter basah (m) (menit) (cm) 20 40 60 80 100 110
1,75 5,75 10,91 17,83 23,67 27,75
25,39 25,82 26,39 26,70 27,11 27,42
Luas penampang aliran (cm2) 60,00 93,00 103,00 108,40 111,65 112,28
Hasil perhitungan untuk setiap penampang uji seperti pada Tabel 2.6: Perhitungan akumulasi infiltrasi baik volume maupun kedalaman air adalah sebagai berikut: Contoh untuk jarak 40 m: Akumulasi simpanan (storage) = 372 lt; akumulasi inflow = 529 lt; Akumulasi infiltrasi = 529 – 372 = 157 lt = 157.000 cm3. Luas penampang basah alur = 103.280 cm2. Akumulasi infiltrasi = 157.000 : 103.280 = 1,52 cm. Akumulasi infiltrasi untuk setiap penampang uji adalah seperti pada Tabel 2.7a.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
Tabel 2.6 Data pengukuran infiltrasi alur metoda inflow-simpanan
Teknik Irigasi dan Drainase
32
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
Jarak (m) 20 40 60 80 100 110
Akumulasi inflow (lt) 161,0 529,0 1.003,7 1.640,4 2.177,6 2.553,0
33
Akumulasi simpanan (lt) 120,0 372,0 618,0 867,2 1.116,5 1.235,1
Luas penampang basah (cm2) 50.780 103.280 158.340 213.600 271.100 301.620
Berdasarkan data di atas, maka dapat dibuat persamaan kumulatif infiltrasi terhadap waktu seperti pada Gambar 2.16a, dengan persamaan F = 5,48 t 0,63, dimana F (mm), t (menit). Persamaan laju Infiltrasi sekarang menjadi I = 3,45 t -0,37, I (mm/menit), t (menit), seperti pada Gambar 2.16b. Laju jelajah aliran sepanjang alur dapat diplotkan seperti pada Gambar 2.17, dengan persamaan t = 0,0142 L 1,62 (t: menit, L: meter). Tabel 2.7a. Data pengukuran infiltrasi alur Jarak (m) 20 40 60 80 100 110
Waktu jelajah (menit) 1,75 5,75 10,91 17,83 23,67 27,75
Akumulasi infiltrasi (lt) 41,0 157,0 385,7 773,2 1060,4 1317,9
Akumulasi infiltrasi (cm) 0,81 1,52 2,44 3,62 3,91 4,37
Rancangan irigasi alur Bentuk dan jarak antar alur (spasing) Jarak antar alur tergantung pada jenis tanaman yang akan ditanam, tekstur tanah, dan tipe alat atau mesin pertanian yang akan digunakan. Pola pembasahan pada tekstur pasir cenderung ke arah vertikal seperti pada Gambar 2.18a, sedangkan pada tekstur liat cenderung ke arah horizontal (Gambar 2.18b). Dengan demikian lebar spasing antar alur sangat tergantung pada karakteristik akar dan tekstur tanah. Gambar 2.18c memperlihatkan jarak spasing terlalu lebar, sedangkan Gambar 2.18d memperlihatkan jarak spasing yang tepat. Kentang, jagung dan kapas umumnya ditanam pada alur dengan jarak antar alur sekitar 60 ~ 90 cm. Sayuran seperti wortel dan bawang ditanam di atas alur pada jarak 30 ~ 40 cm. Jarak yang lebih lebar biasanya digunakan untuk tanaman buahbuahan (mangga, jeruk, jambu, dll). Untuk mendapatkan pembasahan sedalam 1 ~ 1.5 m pada tanah berpasir, spasing harus tidak lebih dari 50 ~ 60 cm. Pada tanah liat kedalaman pembasahan tersebut dicapai dengan spasing 1 m atau lebih. Kedalaman alur (guludan) umumnya antara 0,15 m ~ 0,4 m, tergantung pada alat/mesin pembuat alur (furrower). Data tentang kapasitas lapang traktor melakukan kerja pembajakan, pembuatan guludan (alur), atau bedengan dapat dilihat pada Tabel 2.8 di bawah ini.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
34
Kumulatif Infiltrasi pada Alur metoda Inflow-Storage Kumulatif Infiltrasi (mm) 50 y = 5.4855x
45
0.6273
40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
Waktu Jelajah (menit)
Gambar 2.16a. Kumulatif infiltrasi pada alur metoda Inflow-Storage F = 5,48 t 0,63
Laju Infiltrasi pada Alur metoda Inflow-Storage
Laju Infiltrasi (mm/menit) 3.00
2.50
2.00 -0.37
y = 3.45x 1.50
1.00
0.50
0.00 0
5
10
15
20
25
30
Waktu (menit)
Gambar 2.16b. Laju infiltrasi (mm/menit) pada alur metoda Inflow-Storage I = 3,45 t -0,37
Panjang alur Ditinjau dari segi pemakaian alat atau mesin pertanian makin panjang alur makin baik, tetapi alur yang terlalu panjang dapat menyebabkan efisiensi penyebaran air irigasi yang rendah karena akan terjadi irigasi berlebih di bagian pangkal alur. Tabel 2.9 di bawah ini memberikan suatu rekomendasi panjang alur untuk kemiringan, tekstur tanah, jumlah air irigasi netto yang berbeda.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
35
Kurva Aliran Jelajah (advance stream) pada Irigasi Alur Waktu jelajah (menit) 35
30 y = 0.0142x1.6189
25
20
15
10
5
0 0
20
40
60
80
100
120
Jarak (m)
Gambar 2.17. Laju aliran jelajah (advance stream) pada irigasi alur t = 0,0142 L 1,62 (t: menit, L: meter)
Kemiringan alur Supaya berfungsi sebagai drainase permukaan, kemiringan minimum alur 0,05% diperlukan untuk irigasi alur. Umumnya selang kemiringan yang direkomendasikan untuk border juga berlaku untuk alur. Kemiringan alur harus dibuat seragam sepanjang alur. Jika kemiringan terlalu besar sebaiknya dibuat alur kontur sebagai pengganti alur lurus. Kemiringan alur maksimum untuk berbagai jenis tekstur tanah dipertimbangkan terutama untuk mencegah terjadinya erosi waktu pengaliran air ataupun waktu drainase pada musim hujan. Tabel 2.10 di bawah ini dapat digunakan sebagai pedoman. Debit aliran Umumnya debit beragam dari 0,5 ~ 2,5 lt/det. Untuk mendapatkan penyebaran air irigasi yang seragam, debit terbesar yang tidak menyebabkan erosi harus digunakan di setiap alur pada saat dimulainya irigasi. Tujuannya adalah untuk dapat membasahi seluruh panjang alur secepat mungkin. Sesudah air mencapai ujung terrendah, debit dikurangi, sehingga cukup membasahi sepanjang alur sampai sejumlah air yang diperlukan telah diberikan (cut back stream flow). Debit maksimum yang tidak erosif diduga dengan persamaan empirik sebagai berikut (Criddle, 1956) (Tabel 2.7b): 45 qm = s dimana qm: debit maksimum tak erosif (lt/menit); s: kemiringan alur (%). Rerata kedalaman air irigasi yang diberikan selama irigasi dihitung dengan persamaan: q × 360 × t d= w× L
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
36
Untuk mendapatkan efisiensi pemakaian air yang tinggi, sering digunakan cara debit menurun (cut back stream flow) sesudah aliran jelajah sampai ke ujung alur. Hal ini diilustrasikan seperti pada Gambar 4.21. Tabel 2.7b. Debit maksimum non-erosif S (%) 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
Q (lt/mnt) 90.0 45.0 30.0 22.5 18.0 15.0
lt/det 1.50 0.75 0.50 0.38 0.30 0.25
Tabel 2.8. Rangkuman kinerja traktor dan implemennya5 Traktor
Proses
Branson 3510 (35 PS, 4-roda) F 505 DT (50 PS, 4-roda)
Pembajakan Garu-tanam Pembajakan Garubedengan Garuguludan Pembajakan
KapLap teoritis (ha/jam) 0,18 0,34 0,48
Kapasitas Lapang efektif (ha/jam) (jam/ha) 0,16 6,3 0,32 3,1 0,22 4,5
Efisiensi lapang (%) 91 93 61
Konsumsi bahan bakar (lt/jam) 6,8 13,8 12,6
0,46
0,31
3,2
67
15,7
0,37
0,26
3,8
72
14,3
0,04
0,03
33,3
83
0,73
0,11
0,09
11,1
58
3,1
Pembajakan 0,05 0,04 14,3 Garu (pisauPower cultivator 0,08 0,07 14,3 1) AMC 880S (8 PS) Garu (pisau0,11 0,10 10,0 2) Keterangan: kadar airtanah 27,8%, BD 1,0 gr/cm3, tanah kering.
85
1,7
91
2,1
91
2,2
Power tiller Kukje KTN 100SE (10 PS)
Garu
5
Sumber: Wawan Hermawan; Desrial; Nurdin Ahamadi. Kinerja mesin budidaya sayuran dan palawija di lahan kering. Jurnal Keteknikan Pertanian, ISSN 0216-3365, Vol 19, No 1, April 2005
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
37
Tabel 2.9. Panjang alur maksimum pada berbagai kemiringan, jumlah irigasi, dan tekstur tanah6
Tekstur tanah
Kasar (coarse)
Jumlah aplikasi air irigasi (mm) 50 100 150
Panjang Alur maksimum (meter) Slope % 0,25 0,50 1,00 1,50 2,00 3,00 Debit (lt/det) 3,0 1,5 0,75 0,5 0,37 0,25 150 120 70 60 50 25 210 150 110 90 70 60 260 180 120 120 90 70
Medium
50 100 150
250 375 420
170 240 290
130 180 220
100 140 170
90 120 150
70 100 120
Halus (fine)
50 100 150
300 450 530
220 310 380
170 250 280
130 190 250
120 160 200
90 130 160
Tabel 2.10. Lereng maksimum pada berbagai tekstur tanah 7 No 1 2 3 4 5
Tekstur tanah Maksimum lereng (%) Pasir (sand) 0,25 Lempung berpasir (sandy loam) 0,40 Lempung berpasir halus (fine sandy 0,50 loam) Liat (clay) 2,50 Lempung (loam) 6,25
6
Sumber: Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation: design and practice. Cornell University Press 7
Sumber: Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation: design and practice. Cornell University Press
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
38
Gambar 2.18. Pola pembasahan dan jarak spasing antar alur Contoh 2.3:
Alur dengan panjang 90 m, jarak antar alur 75 cm diairi dengan debit awal 2 lt/det. Debit awal ini mencapai ujung alur selama 50 menit. Debit kemudian dikurangi menjadi 0,5 lt/det selama 1 jam. Perkirakan rerata kedalaman air irigasi? Penyelesaian: d selama debit awal =
2 × 360 × t 2 × 360 × 50 = = 8,88 cm w× L 0,75 × 90 × 60
d selama cut back stream =
0,5 × 360 × L = 2,66 cm 0,75 × 90
Rerata d = 8,88 + 2,66 = 11,54 cm = 115,4 mm
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
39
Gambar 2.19. Metoda pengurangan debit masuk setelah mencapai ujung alur (cut back stream flow) untuk meningkatkan efisiensi pemakaian air irigasi
Uji coba lapangan bertujuan untuk mendapatkan kurva jelajah aliran pada kondisi tertentu. Sebagai pedoman dapat digunakan rule of thumb 8 bahwa dengan debit tertentu air harus mencapai ujung alur dalam waktu T/4. Dimana T adalah waktu diperlukan untuk berinfiltrasi sejumlah air D. Laju jelajah Laju jelajah untuk debit tertentu didapat dari pengukuran di lapang, yakni hubungan antara waktu (t) dengan panjang aliran yang dicapai (L). Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 2.17 dan Gambar 2.3a. Waktu kesempatan berinfiltrasi Waktu kesempatan (T) untuk menginfiltrasikan sejumlah air (D), dapat ditentukan dari hasil pengukuran akumulasi infiltrasi (F = k t n). Jika F: akumulasi infiltrasi dalam mm, dan t: waktu dalam menit, maka waktu kesempatan T untuk menginfiltrasikan sejumlah air D dalam satuan mm adalah sebesar: 1/ n D n, k : konstanta infiltrasi tanah T= k Jika akumulasi infiltrasi dinyatakan dengan persamaan F = k t n , maka Laju Infiltrasi menjadi: I = k n t n-1 dimana I dalam satuan panjang per waktu dan t dalam satuan waktu. 8
rule of thumb: pedoman kasar yang didapat dari pengalaman lapang (professional judgment)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
40
Contoh 2.4:
Sebagai contoh perhitungan berdasarkan hasil pengukuran infiltrasi pada alur dengan metoda inflow-outflow pada jarak 30 meter, disajikan seperti pada Tabel 2.11. Kurva infiltrasi dapat dibuat dengan persamaan I = 45,6 t -0,48, I dalam liter/menit dan t (waktu) dalam menit (Gambar 2.20a). Dari persamaan laju infiltrasi, maka dihitung konstanta k x n = 45,6 dan n-1 = -0,48. Maka nilai n = 0,52, dan nilai k = 87,7; persamaan akumulasi infiltrasinya menjadi F = 87,7 t 0,52 , dimana F (liter), t (menit). Konversi satuan F ke dalam satuan mm dapat dihitung dengan pertimbangan luasan basah adalah lebar alur kali panjang alur (30 meter dalam kasus ini). Jika lebar alur W = 1 m, maka luasan basah menjadi 1 x 30 m2 = 300.000 cm2. Maka satuan 1 liter/menit ekivalen dengan 1/30 mm/menit. Persamaan kumulasi infiltrasi sekarang menjadi F = 2,92 t 0,52 dimana F dalam satuan mm, dan t dalam menit (Gambar 2.20b). Jika jumlah air yang diperlukan setiap irigasi sebanyak 50 mm maka diperlukan T sekitar 250 menit atau sekitar 4 jam 10 menit. Untuk mengalirkan air dari saluran lapangan ke setiap alur biasanya digunakan pipa fleksibel yang disebut dengan siphon. Besarnya debit aliran dalam siphon tergantung pada diameter pipa, tinggi energi (head) yakni beda muka air di saluran lapangan dengan yang keluar di lahan, panjang pipa, dan kekasaran pipa (Gambar 2.21a). Perhitungan debit dilakukan dengan menggunakan persamaan: π × d2 Q = Cd × × 2 gH 4 dimana Q: debit (L3/T), Cd: koefisien debit, d: diameter dalam pipa (L), g: gaya gravitasi 9,8 m/det2, dan H: beda elevasi muka air di saluran dengan muka air yang keluar dari pipa (L). Untuk Q (liter/detik), d (cm), H (cm), dan Cd = 0,6, besarnya debit yang keluar dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
41
Tabel 2.11. Data pengukuran infiltrasi alur dengan metoda inflow-outflow pada jarak 30 meter 9 Clock time
Elapsed time (menit) 0m 30 m rerata
8:02 AM
start
8:24 AM 8:27 AM
22,00 25,00
0 3,00
8:50 AM
48,00
9:20 AM 10:00 AM
Inflow (lt/mnt)
Outflow (lt/mnt)
Intake dalam 30 m alur (lt/mnt) mm/mnt
15,2 14,00
15,2 15,2
2,3
12,9
0,43
26,00
37,00
15,2
7,2
8,0
0,27
78,00 118,00
56,00 96,00
67,00 107,00
15,2 15,2
9,3 10,6
5,9 4,6
0,20 0,15
11:12 AM
190,00
168,00
179,00
15,2
11,4
3,8
0,13
12:30 PM
268,00
246,00
257,00
15,2
11,9
3,3
0,11
2:00 PM 4:00 PM
358,00 478,00
336,00 456,00
347,00 467,00
15,2 15,2
12,5 12,9
2,7 2,3
0,09 0,08
Kumulatif Infiltrasi
Akumulasi Infiltrasi (mm) 80 70
0.52
y = 2.9233x 60 50 40 30 20 10 0 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Waktu (menit)
Gambar 2.20b. Kumulasi infiltrasi (mm) dalam irigasi alur (kasus data Tabel 2.7)
9
Sumber: Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation: design and practice. Cornell University Press
Teknik Irigasi dan Drainase
500
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
42
Laju infiltrasi dalam alur
Infiltrasi (lt/mnt) 14
12
10
8
y = 45.569x-0.4823 6
4
2
0 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Waktu (menit)
Gambar 2.20a. Laju infiltrasi (liter/menit) dalam irigasi alur (kasus data Tabel 2.11)
Gambar 2.21a. Aliran debit dalam siphon
Tabel 2.12. Debit yang keluar dari siphon pada berbagai diameter dan tinggi head Diameter (cm)
5
7,5
10
2,5 5,0 7,5 10,0 12,5 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0
0,3 1,2 2,6 4,7 7,3 10,5 18,7 29,2 42,0 57,2
0,4 1,4 3,2 5,7 8,9 12,9 22,9 35,7 51,4 70,0
0,4 1,7 3,7 6,6 10,3 14,9 26,4 41,3 59,4 80,9
Keterangan nilai Cd = 0,6
Teknik Irigasi dan Drainase
Pressure Head (cm) 12,5 15 Debit (liter/detik) 0,5 0,5 1,8 2,0 4,2 4,5 7,4 8,1 11,5 12,6 16,6 18,2 29,5 32,3 46,1 50,5 66,4 72,7 90,4 99,0
20
25
0,6 2,3 5,3 9,3 14,6 21,0 37,3 58,3 84,0 114,3
0,7 2,6 5,9 10,4 16,3 23,5 41,7 65,2 93,9 127,8
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
43
Pengaliran air lewat siphon dilakukan terlebih dulu dengan cara mengeluarkan udara dalam siphon. Siphon diisi penuh dengan air, menutup bagian pangkal dengan telapak tangan dan mengocoknya pelan-pelan, sampai seluruh udara dalam pipa keluar dan air akan mengalir lewat siphon (Gambar 2.21b). Cara ini disebut dengan “dipancing” (priming). Jika kondisi tanggul saluran lapangan cukup kuat, maka pengaliran ke alur dapat menggunakan pipa seperti pada Gambar 2.22a. Pengukuran debit siphon Pengukuran debit yang keluar dari siphon di lapangan dilakukan dengan cara volumetrik yang cara pengukurannya dibedakan antara aliran bebas (Gambar 2.22b) dengan aliran tenggelam (drowned) (Gambar 2.22a). Jika alirannya bebas maka dilakukan dengan cara menampung langsung air yang keluar dari pipa dengan suatu ember dan dicatat waktu pengisiannya (Gambar 2.22c). Jika alirannya tenggelam yang diukur bukan air yang langsung keluar dari siphon, tetapi air dimasukkan dan mengisi suatu lubang galian di pangkal alur (Gambar 2.22d). Ember yang sudah diketahui volumenya diletakkan dan dipegang kuat di dalam lubang, kemudian biarkan air mengisi lubang dan melimpah mengisi ember. Bibir ember harus diletakkan sejajar dengan elevasi muka air di alur. Air akan mengisi ember lewat bibir ember. Waktu yang diperlukan untuk mengisi penuh ember dicatat dengan stop watch. Debit yang keluar dari siphon (liter/detik) dihitung dengan membagi volume ember (liter) dengan waktu yang diperlukan untuk mengisi penuh (detik). Dari pengukuran debit di lapangan, diameter pipa, dan tinggi head, maka koefisien debit Cd dapat dihitung untuk setiap jenis pipa. Alat pembuat alur Pembuatan alur dapat dilakukan dengan alat furrower yang ditarik dengan tenaga manusia, hewan, dan traktor. Berbagai jenis alat dan cara membentuk alur (furrower) dapat dilihat pada Gambar 2.23, 2.24, 2.25 dan 2.26.
Gambar 2.21b. Awal pengaliran air pada siphon dengan “dipancing”
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
44
Gambar 2.22a. Kondisi aliran bebas melalui pipa
Gambar 2.22b. Kondisi aliran tenggelam melalui siphon
Gambar 2.22c. Pengukuran debit pada kondisi aliran bebas
Gambar 2.22d. Pengukuran debit pada kondisi aliran tenggelam
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
45
Gambar 2.23. Beberapa jenis alat pembentuk alur (furrower) yang ditarik hewan atau manusia: (a) bodi terbuat dari kayu dilapis baja pada ujungnya ditarik hewan, (b) terbuat dari besi ditarik hewan, (c) ditarik oleh manusia
Gambar 2.24. Patok dipasang lurus untuk membuat alur
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
46
Gambar 2.25. Empat buah Furrower ditarik traktor
Gambar 2.26a. Furrower yang dirancang untuk ditarik traktor roda dua (Lab. Mesin Budidaya, Departemen Teknik Pertanian, IPB)
Gambar 2.26b. Mekanisme pengatur kedalaman alur untuk membuat alur miring
Teknik Irigasi dan Drainase
Gambar 2.26c. Pembuat alur dalam ditarik traktor roda empat
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
47
Penutup Pertanyaan: (1) Terangkan apa yang dimaksud dengan irigasi alur (furrow), corrugation, border dan flooding (2) Bagaimana hubungan antara debit aliran, panjang alur, tekstur tanah, slope terhadap efisiensi irigasi (3) Apa bedanya antara land grading dengan land leveling (4) Apa yang dimaksud dengan laju jelajah (advance stream) (5) Apa yang dimaksud dengan kurva resesi (6) Apa yang dimaksud dengan cut back flow (7) Bagaimana pedoman umum dalam rancangan irigasi border (8) Bagaimana pedoman umum dalam rancangan irigasi check basin (9) Apa yang dimaksud dengan intake opportunity time (10)Apa yang dimaksud dengan irigasi kontinyu dan irigasi berkala (intermittent) (11)Sistem pemberian apa yang paling sesuai untuk irigasi padi sawah (12)Sistem pemberian apa yang paling sesuai untuk irigasi non-padi (13)Tugas 1: Judul : Perhitungan interval irigasi dan penggambaran kurva kadar air tanahinterval irigasi Tujuan: 1. Menetapkan interval irigasi 2. Menghitung jumlah pemberian air irigasi 3. Menggambar kurva hubungan kadar air tanah dengan interval irigasi Data 1. Data Tanah: (a) Kadar air awal : 20% volume (b) Kadar air pada Kapasitas Lapang : 45% volume (c) Kadar air pada titik Layu Permanen: 30% volume 2. Data Tanaman: (d) ETc (e) Kedalaman perakaran (f) Faktor p (deplesi)
Teknik Irigasi dan Drainase
: 5 mm/hari : 50 cm : 0,50
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
48
Hitung: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Total Available Moisture (TAM) Ready Available Moisture (RAM) Interval irigasi (hari) Jumlah pemberian air pada awal irigasi Jumlah pemberian air selanjutnya (sesuai dengan interval irigasi) Konversikan satuan kadar air dari % volume ke satuan mm kolom air 7. Gambarkan kurva hubungan kadar air tanah dengan interval irigasi? (ordinat: kadar air tanah (mm) dan absis interval irigasi (hari))
Kunci Jawaban
(1) Lihat teks (2) Semakin kasar tekstur tanah, maka debit semakin besar dan panjang alur semakin pendek, pada slope tertentu. Semakin besar slope, debit semakin kecil (3) Land grading: permukaan lahan mempunyai kemiringan tertentu. Land levelling: permukaan lahan datar atau slopenya nol untuk keperluan padi sawah. (4) Laju jelajah adalah hubungan antara waktu yang diperlukan alira air dalam alur untuk mencapai panjang alur tertentu. (5) Kurva resesi adalah hubungan antara segmen panjang alur dengan lama waktu dimana air masih tergenang di lokasi tersebut setelah pemberian air irigasi dihentikan (6) Lihat teks (7) Lihat teks : Sebagai pedoman umum dapat dikatakan bahwa dalam rancangan irigasi border, jika air irigasi mencapai 2/3 atau ¾ panjang border, maka pasok air dihentikan. Perhatikan apakah ada limpasan di ujung border, jika ada maka waktu penghentian harus lebih awal, atau panjang border memungkinkan untuk ditambah. (8) Lihat teks: Sebagai pedoman umum dapat dikatakan bahwa dalam rancangan check basin air irigasi menyebar ke seluruh basin dalam waktu ¼ dari waktu yang diperlukan untuk meresapkan sejumlah kedalaman air irigasi netto. (9) Waktu kesempatan untuk berinfiltrasi yakni jarak vertikal antara laju jelajah dengan laju resesi (10)Irigasi kontinyu air diberikan secara kontinyu 24 jam sehari terus menerus, biasanya dengan debit kecil untuk irigasi padi sawah. Irigasi berkala air diberikan dengan debit besar tetapi lama irigasinya singkat. Cocok untuk irigasi padi SRI dan non padi. (11) Untuk irigasi padi sawah dengan genangan kontinyu pada cara konvensional cocok digunakan irigasi kontinyu, biaya operasional murah. Untuk padi SRI lebih cocok dengan cara berkala debit besar tetapi waktunya singkat, diperlukan operasional yang baik. (12) Untuk tanaman lainnya (non-padi) lebih cocok dengan cara berkala debit besar tetapi waktunya singkat, diperlukan operasional yang baik.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk
49
Daftar Pustaka 1. Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation Design and Practice.Cornel University Press, NY. 2. Kay, M., 1986. Surface Irrigation, System and Practice. Cranfield Press.UK 3. Meijer, T.K.E., 1990. Design of Smallholders’ Irrigation Systems. Wageningen Agricultural University, The Netherlands. 4. Fukuda, H. and Tsutsui. 1973. Rice Irrigation in Japan. OTCA. Tokyo. 5. Hudson, N.W., 1975. Field Engineering for Agricultural Development. Clarendon Press, Oxford. UK
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
1
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi/Drainase Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: mahasiswa memahami nama bangunan, gambar dan fungsinya di jaringan irigasi dan drainase. Bahan Ajar BANGUNAN HIDROLIKA 1 1. Bangunan Utama (Headworks): Definisi Bendung: Bangunan (atau komplek bangunan) melintang sungai yang berfungsi mempertinggi elevasi air dan membelokkan air agar dapat mengalir ke saluran dan masuk ke sawah untuk keperluan irigasi Secara fisik terdiri dari: (a) Tubuh bendung, (b) Bangunan Pengelak dan Peredam Energi , (c) Bangunan pembilas, (d) Pintu pengambilan, (e) Kantong Lumpur, (f) Tanggul banjir, (g) Rumah jaga, (h) Bangunan pelengkap lainnya. Secara umum bendung dibatasi: (a) Beda tinggi muka air hulu hilir 6 -7 m, (b) Daerah aliran sungai 500 km2, (c) Pengambilan air irigasi 25 m3/dt. Diluar batasan itu, harus dikaji spesialis ahli.
1
Sumber: Soekrasno, S., Januari 2007. Diklat Pemeriksaan Keteknikan Bidang Sumberdaya Air. Subbidang Irigasi dan Rawa. Inspektorat Jendral Departemen Pekerjaan Umum Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
2
Katagori bangunan utama: 1.1.Bendung
(weir) atau Bendung Gerak (barrage)
Untuk meninggikan air di sungai sampai ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi mengairi lahan irigasi. Bendung gerak adalah bangunan yang dilengkapi dengan pintu air yang dapat dibuka/ditutup.
Foto 2. Bendung Gerak
Foto 3. Bendung Tetap (weir) Empang, Bogor
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
3
Operasi pintu: Air kecil pintu ditutup, air naik dan membelok ke saluran. Air banjir, pintu barrage dibuka, pintu pengambilan ditutup, mencegah sedimen masuk ke saluran. Keuntungan: tanggul banjir rendah, mengurangi daerah genangan. 1.2.Pengambilan
bebas (Free Intake)
Bangunan yang dibuat di tepi sungai yang mengalirkan air sungai ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur tinggi muka air di sungai. 1.3.Pengambilan
dari Waduk (Storage, Reservoir)
Waduk digunakan untuk menapung air pada waktu terjadi surplus air di sungai agar dapat digunakan pada waktu difisit air. Waduk berukuran besar sering digunakan juga sebagai pembangkit tenaga listrik.
Foto 3. Bendungan Batu Tegi di Lampung
1.4.Stasiun Pompa Irigasi dengan pompa dapat dipertimbangkan apabila pengambilan secara gravitasi ternyata tidak layak baik dari segi teknis maupun ekonomis.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
4
Gambar 1. Bangunan utama
Gambar 2. Tampak atas suatu bendung
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
Gambar 3. Denah dan potongan melintang Bendung Gerak dan potongan melintang Bendung Saringan Bawah
Teknik Irigasi dan Drainase
5
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
6
Gambar 4. Data Perencanaan Bendung (1) Topografi: (a) Peta dasar 1: 25.000 atau 1: 50.000 dengan kontur 25 m, untuk gambaran DAS, (b) Peta situasi sungai 1: 2.000, kontur 0.5 m -1.0 m, 1 km ke hulu dan ke hilir sungai, 250 m ke kanan dan ke kiri tebing sungai. Untuk pemilihan lokasi bendung dan kompleks bangunan, (c) Potongan memanjang dan melintang tiap 50 m, skala 1:200, (d) Pengukuran detail situasi bendung 1: 200 atau 1:500, kontur 0.25 m seluas 50 Ha (1000 x 500 m). (2) Data Hidrologi: (a) Debit banjir, diperlukan untuk Perhitungan banjir rencana, Perhitungan debit rendah andalan, Perhitungan neraca air. Debit banjir dihitung dgn periode ulang ( th ) : 1000, 100, 50, 25, 5. Bangunan pengelak Q 100, Tanggul banjir Q 1000, Elevasi tanggul hilir Q 5-25, Saluran pengelak atau bangunan kofer dam Q 5-25, Usahakan data aliran sungai (AWLR), tapi sering kali tidak ada. Data hujan dikonversi ke debit.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
7
Debit andalan: Dihitung dengan keandalan 80%, artinya 80% terpenuhi dan 20% gagal. Sehingga perhitungan Q5 yakni debit banjir dengan periode ulang 5 tahunan. Idealnya data dari aliran sungai (AWLR), kalau tidak ada memakai curah hujan untuk mepredksi debit. Neraca Air: Dihitung untuk rencana alokasi air untuk berbagai keperluan, dihitung dengan keandalan 80%. Hak atas air, penyadapan hulu dan hilir, keperluan air hilir untuk lingkungan harus dipertimbangkan. (3) Data Morfologi sungai Bangunan melintang sungai akan mempunya 2 akibat: (a) Perubahan sungai ke arah horisontal terhambat, (b) Air dan sedimen dibelokkan, sehingga konsentrasi sedimen berubah. Data fisik yang diperlukan: (a) Kandungan dan ukuran sedimen, (b) Tipe dan ukuran sedimen, (c) Distribusi ukuran butir, (d) Banyak sedimen, (e) Pembagian sedimen secara vertikal dalam sungai, (f) Data historis degradasi dan agradasi sungai. (4) Data Geologi Teknik Peta Geologi : (a) Peta daerah skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000, (b) Peta semi detail 1 : 25.000 atau 1 : 5.000, (c) Peta detail 1 : 2.000 atau 1 : 100. Kalau perlu dilakukan pemboran untuk mengetahui lapisan dan tipe batuan. Biasanya paling tidak lima titik berupa salip. Kedalaman sampai batuan atau sekitar 15 ~ 20 m. Penyelidikan tambahan adalah: (a) mencari bahan material: batu, kerikil, pasir; (b) dimana, kualitas, jumlahnya; (c) Penyelidikan Mekanika Tanah perlu dilakukan untuk mengetahui sifat fisik tanah : sudut geser, kohesi, kelulusan air, sifat konsolidasi tanah. Tubuh Bendung dan Bangunan Pengelak Pemilihan lokasi: (a) Pilih bagian sungai lurus, tidak ada gerusan; (b) Pilih lembah yang sempit (biaya murah); (c) Fondasi bendung kokoh; (d) Keperluan elevasi muka air; (e) Pelaksanaan mudah; (f) Ketersediaan bahan bangunan. Keperluan elevasi muka air tergantung luas sawah yang diairi. Semakin naik ke hulu sawah terairi lebih luas, turun ke hilir luas areal sawah terairi berkurang. Sungai. Faktor yang dipertimbangkan: (a) Kemiringan dasar sungai, (b) Sedimen/bahan yang terangkut, (c) Jumlah air dan distribusi sepanjang tahun, (d) Morfologi sungai dan geologinya. Faktor Kemiringan. Upper reach, pegunungan, terjal, batuan sedang dan besar dalam jumlah besar, kolam olak sering pecah, degradasi, batuan terjun bebas dibenturkan dasar sungai (Gambar 6). Pengambilan bebas atau bendung tetap. Lower reach, dekat pantai, hampir datar, endapan pasir halus, agradasi, kolam olak aman, genangan banjir luas, tanggul mahal, dilengkapi pintu (barrage). Middle reach, lokasi diantaranya, keadaan transisi, bisa bendung tetap atau barrage, lihat situasi lapangan. Barrage biaya OP nya mahal. Semua yang bergerak OP nya mahal.
(5)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
8
Gambar 6. Tipe bendung A : membawa batu, dasar sungai kuat, batu diterjunkan langsung; B : endapan pasir krikil, dasar sungai tidak kuat; C : endapan batu besar, di rolling, loncat ke hilir; D : beda tinggi > 7 m, dibuat double jump
Morfologi sungai Sungai stabil: tebing dari batuan kokoh, dasar sungai ada outcrop (batuan), atau batubatuan besar. Sungai labil: penuh kerikil dan pasir, tebing tidak kokoh, tidak ada outcrop, alur berpindah (semi braiding). Sungai bermeander: berkelok, berpindahpindah, melewati aluvial, konsentrasi endapan tinggi, sungai melebar, degradasi tinggi. Pengcekan untuk bangunan utama: (a) Terjadi degradasi atau agradasi, (b) Terjadi meandering atau tidak, (c) Apakah terjadi perubahan sungai ke arah horisontal atau vertikal, (d) Kestabilan tebing bagaimana. Muka air Ada 4 batasan penentuan elevasi muka air: (a) Keperluan irigasi untuk lokasi/elevasi sawah paling tinggi, (b) Beda tinggi energi untuk membilas pada kantong lumpur, (c) Beda tinggi energi untuk membilas sedimen dekat pintu pengambilan, (d) Beda tinggi energi untuk meredam energi pada kolam olak. Untuk keperluan irigasi perlu diperhatikan: elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, kedalaman air di sawah, kehilangan tinggi di bangunan dan saluran, variasi muka air dalam eksploitasi, kehilangan tinggi di bendung. Topografi Pertimbangan yang diperlukan: (a) Pilih lembah berbentuk V atau sempit karena dapat menghemat biaya material, (b) Perhatikan keperluan lokasi untuk bangunan pelengkap (kantong lumpur, tanggul banjir, tanggul penutup, rumah jaga), (c) Perhatikan arah saluran primer apakah lewat tebing, galian tinggi, atau terowongan.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
9
Geologi teknik Hal yang perlu dipertimbangkan: (a) Daya dukung fondasi harus kuat, (b) Jangan terletak pada daerah sesar atau patahan, (c) Kekuatan fondasi terhadap erosi air, (d) Fondasi apakah rapat air atau tidak, (e) Kestabilan tebing kanan dan kiri, (f) Ketersediaan bahan bangunan. Metode Pelaksanaan : Di sungai atau Kopur Di sungai : Pelaksanaan separuh-separuh, memerlukan kistdam panjang dan mahal, resiko banjir besar (Gambar 7). Di Kopur/sudetan: Pelaksanaan penuh tanpa kistdam hanya coffer dam, resiko banjir kecil. Pekerjaan yang harus dipertimbangkan adalah: saluran pengelak, tanggul penutup, kopur, bendungan, tempat kerja (building pit).
Gambar 7.
Tipe Bangunan Digolongkan dua bagian besar: (a) Bangunan yang mempengaruhi air di hulu, misalnya bendung, embung, bendungan, cek dam; (b) Bangunan yang tidak mempengaruhi air di hulu, misalnya: bendung gerak, pengambilan bebas, pompa, bendung gerak. Dari jenis bahan bangunan dibedakan: (a) Beton bersifat: mantap, mahal, dari sisi cara pengerjaan mutu terjamin, lebih homogen, awet, tahan erosi air; (b) Pasangan batu bersifat: mantap, relatif murah, mutu tergantung masing-masing tukang, kurang homogen, awet, mudah retak akibat setlemen. Dari segi fungsi pengatur muka air, dibedakan menjadi: (a) Pengatur muka air, misalnya: bendung, bendung gerak, bendung karet; (b) Bangunan muka air bebas, misalnya: pengambilan bebas, pompa, bangunan saringan bawah. Bendung gerak dapat dipertimbangkan jika: (a) Kemiringan sungai kecil/relatif datar, (b) Daerah genangan luas dan harus dihindari, (c) Debit banjir besar, kurang aman dilewatkan pada bendung tetap, (d) Fondasi untuk pilar harus betul-betul kuat, kalau tidak pintu terancam macet.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
10
Pengambilan bebas dengan syarat: (a) Debit pengambilan kecil dibandingkan debit sungai, (b) Pada aliran normal, tersedia ketinggian air di sungai untuk mengairi sawah, (c) Tebing sungai pada pengambilan bebas stabil, (d) Pintu pengambilan terletak pada tikungan luar, (e) Butir sedimen kecil dan konsentrasi sedimen melayang relatif sedikit. Bendung saringan bawah (Gambar 8) dapat dipertimbangkan jika: (a) Kemiringan sungai relatif besar, biasanya di pegunungan, (b) Butir sedimen sedang kecil dan konsentrasi sedimen sangat tinggi, (c) Mengandung bongkahan batu, (d) Debit pengambilan jauh lebih kecil dari debit sungai. Untuk keperluan pengurasan diperlukan: (a) debit air dan kemiringan yang memadai, (b) Sedimen halus akan masuk ke saluran, yang kasar akan loncat dan melewati bangunan, (c) Sebagian krakal dan krikil ada yang terjepit pada jeruji, (d) Konsentrasi sedimen yang tinggi akan menyebabkan penumpukan material di hilir bendung dan mengganggu fungsi bendung. Pompa Karakteristik penggunaan pompa pada irigasi umumnya: (a) Biaya Operasi dan Pemeliharaan mahal (biaya bahan bakar), (b) hanya dipakai kalau betul-betul secara grafitasi tidak bisa, (c) Debit air irigasi relatif kecil dibanding debit sungai, (d) Fleksibel membelokkan air, (e) Biaya investasi murah, (f) Perlu studi kelayakan yang cermat.
Gambar 8. Bendung saringan bawah
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
11
Perencanaan Hidrolik Bendung Lebar bendung: sama dengan lebar rata-rata sungai pada bankfull discharge. Biasanya B = 120% Bs ( lebar sungai pada banjir tahunan ). Be = B-2 (n Kp + Ka ) H1 Be: lebar efektif, B: lebar mercu, n : jumlah pilar, Kp: koefisien konstraksi pilar, Ka: koefisisen konstrasi pangkal bendung, H1: tinggi energi. Mercu bendung Di Indonesia umumnya mercu bendung berbentuk bulat dan Ogee. Kedua bentuk ini cocok untuk beton atau pasangan batu kali. Kemiringan bagian hilir 1:1. Bentuk bulat memberikan harga koefisien jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan ambang lebar. Mercu berbentuk Ogee adalah berbentuk lengkung memakai persamaan matematis, sedikit rumit dilaksanakan, tetapi memberikan sifat hidraulis yang baik, bentuk gemuk dan kekar, menambah stabilitas.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
Gambar 9. Mercu bulat dan Ogee
Teknik Irigasi dan Drainase
12
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
Gambar 10. Pangkal bendung
Teknik Irigasi dan Drainase
13
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
Gambar 12. Kolam locat air dan rumus
v1 =
2g(1/2H1 + z)
y2 2 = 1 / 2 ( 1+ 8 Fr − 1) = yu Lj = 5(n + y2) Fr =
Fr =
v1 gyu v1 gyu
Teknik Irigasi dan Drainase
14
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
Gambar 13. Kolam locat air tipe USBR
Teknik Irigasi dan Drainase
15
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
Gambar 14. Kolam loncat air tipe radial
Gambar 15. Kolam loncat air tipe Flugter
Teknik Irigasi dan Drainase
16
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
17
Gambar 16. Kolam loncat air tipe MDO, MDL, MDS
Bendung Gerak Tata letak dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Bendung Gerak, paling tidak harus ada dua buah pintu, untuk mengantisipasi kalau ada kemacetan pintu. Ada dua kriteria yang bertentangan yakni (a) Bangunan tinggi mahal, sehingga diusahakan bangunan melebar, (b) Untuk menguras sedimen perlu kecepatan besar, sehingga bangunan sempit. Komprominya bagaimana? Pintu : Pintu sorong, tinggi maksimum 3 m, lebar maksimum 3 m. Kalau lebih besar terlalu berat, dianjurkan pakai pintu rol atau Stoney. (b) Pintu sorong/rol rangkap. Tidak saling berhubungan, dapat digerakkan sendiri, alat angkat ringan. Air lewat atas, bahan terapung hanyut. Air lewat bawah sedimen terkuras. (c) Pintu radial/segmen. Tidak ada gesekan, alat angkat ringan. Air bisa lewat bawah atau atas dengan membuat katup pada puncak. (a)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
18
Gambar 17. Pintu bendung gerak
Pengambilan Bebas , Pompa , Bendung Tyroll Pengambilan Bebas. Posisi harus tepat agar sedimen tidak masuk.Tinggi ambang secukupnya untuk menahan sedimen. Tebing sungai harus kokoh. Pompa Q× h 76 Efisiensi : Pompa 75%, mesin 90%, Total 65% HP =
Kapasitas pompa dipertimbangkan dengan menentukan berapa jumlahnya untuk efisiensi dan keamanan kalau terjadi kemacetan. Bendung Tyroll. Tidak cocok untuk sungai yang sedimennya tinggi, dasar sungai rawan gerusan, fondasi harus dalam. Saringan dibuat sederhana, tahan benturan, mudah
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
19
dibersihkan. Kantong lumpur: kapasitas memadai untuk sedimen yang masuk, mampu membilas, perlu kemiringan tinggi. Pada saluran primer dibuat pelimpah. Bangunan Pengambilan dan Pembilas Tata Letak (a) Pengambilan: untuk mengelakkan air agar masuk ke saluran irigasi. Diletakkan dekat bendung dan pada tikungan luar (b) Pembilas: mengurangi benda terapung dan sedimen kasar masuk ke saluran (c) Pengambilan air pada dua sisi, sebaiknya salah satu sisi lewat sipon pada tubuh bendung. Bangunan Pengambilan Kapasitas dibuat 120% kebutuhan air sekarang, untuk fleksibilitas dan antisipasi penambahan kebutuhan. Tinggi ambang tergantung sedimen yang ada. Tinggi ambang untuk sedimen lanau, pasir kerikil, dan batu bongkah masing-masing 0,5 m, 1,0 m, dan 1,5 m. Pintu bukaan lebih satu pilar mundur, aliran mulus. Lengkapi sponning untuk perbaikan. Puncak bukaan di bawah muka air hulu, agar benda terapung tidak masuk. Kalau sebaliknya harus dilengkapi saringan berupa kisi.
Gambar 18. Tipe pintu pengambilan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
20
Gambar 19. Bangunan pembilas
Pembilas Bawah Dimaksudkan untuk mencegah sedimen layang masuk ke pengambilan. Plat horisontal di hulu pintu pembilas membagi 2 aliran. Aliran atas untuk air masuk ke saluran, yang bawah untuk mengendapkan sedimen dan secara berkala dibilas (60 menit/hari). Benda terapung mengganggu, diperlukan dua pintu. Buka bawah untuk bilas sedimen, dan buka atas untuk menghanyutkan benda terapung. Tinggi pembilas bawah harus memenuhi 3 kriteria: (a) Lebih besar 1,5 x diameter batu di sungai, (b) Lebih besar dari 1 m (untuk keperluan OP), (c) Sekitar 1/3 – ¼ x kedalaman air normal depan pengambilan.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
21
Gambar 20. Pembilas bawah
Pintu Air Faktor penting yang perlu dipertimbangkan adalah beban yang bekerja, alat pengangkat (mesin atau manusia), sekat kedap air, dan bahan bangunan. Beban adalah tekanan air horizontal bekerja pada plat pintu dan diteruskan ke sponning. Alat pengangkat berupa pintu kecil dan ringan pakai setang dengan cara manual. Pemakaian mesin tergantung tersedianya tenaga listrik, biaya OP, mudah/tidaknya OP. Supaya kedap air pintu sorong dipakai pelat perunggu. Pintu sorong dan radial biasanya memakai karet (Gambar 21). Bahan bangunan adalah gabungan kayu dan kerangka baja, atau pelat dan kerangka baja. Pintu pengambilan biasanya dari kayu, kalau kayu mahal bisa diganti baja. Kalau pintu terlalu tinggi, maka OP nya sulit. Sebaiknya digunakan pintu radial (Gambar 22)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
Gambar 21. Sekat air (seal)
Gambar 22. Pintu pengambilan terbuat dari pintu sorong kayu atau baja
Teknik Irigasi dan Drainase
22
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
23
Gambar 23. Empat jenis pintu bilas
Perencanaan Bangunan Jenis bahan untuk lindungan permukaan tergantung pada jenis dan ukuran sedimen. Bahan bangunan harus tahan terhadap gerusan. Berbagai bahan pelindung permukaan dan karakteristknya adalah (a) batu candi yakni batu alami keras yang dibentuk persegi secara manual, sangat tahan terhadab abrasi; jenis batu: andesit, basal, gabro, granit, cocok untuk sungai yang berdaya gerus besar. (b) beton: Kalau batu candi tidak ada dipakai beton yang tahan gerusan. Beton kekuatan tinggi, agregat kecil, gradasi baik. (c) Baja: lapisan pelat baja dipakai untuk menahan gerusan. Terutama dipakai pada kolam olak, blok halang, end sill. Kadang-kadang tubuh bendung diberi lapisan rel. Pasangan batu kosong (rip-rap) dipakai untuk melindungi dasar sungai atau tebing di hilir bendung. Batu harus keras, padat, awet, BJ ≈ 2,4 t/m3. Panjang lindungan 4 x R (R: dalam gerusan). Tebal lapisan 2 ~ 3 x d40 . Nilai d40 tergantung kecepatan air. Lihat grafik Gambar 24.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
24
Gambar 24. Grafik penentuan d40
Filter dan Bronjong (Gambar 25) Filter berfungsi untuk mencegah hilangnya bahan dasar halus melalui batu kosong. Ditempatkan antara tanah dan pasangan batu kosong. Ada tiga macam bahan yakni (a) kerikil dan pasir dengan sarat gradasi tertentu, (b) sintetis: ikuti spek tek dari pabrik, (c) ijuk : kurang baik, sebaiknya tidak dipakai. Bronjong: berbentuk bak dari jala kawat yang diisi batu. Ukuran biasanya 2x1x0,5 m. Tidak boleh dipakai untuk bagian bangunan permanen. Keuntungannya batu sedang diikat dalam kawat memberi masa kuat dan konstruksi flexible. Analisa Stabilitas Gaya-gaya yang bekerja pada bendung: (a) Tekanan air: luar dan dalam, hidrostatik dan hidrodinamik. (b) Tekanan lumpur: menekan horizontal dan membebani vertical (c) Gaya gempa: tergantung peta gempa di Indonesia. Minimum 0,1g. (d) Berat bangunan: tubuh bendung (e) Reaksi fondasi: gaya tekan ke atas terhadap bendung dari reaksi fondasi. Stabilitas : bendung harus stabil dalam 3 keadaan yakni: (a) Stabil terhadap amblasnya bendung. Daya dukung fondasi tidak boleh dilampaui oleh tekanan akibat berat bendung. (b) Stabil terhadap gelincir. Gaya horizontal tidak boleh melebihi gaya geser yang melawan pada dasar bendung. (c) Stabil terhadap guling. Momen yang menggulingkan harus bisa ditahan momen yang melawannya.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
25
Gambar 25. Filter dan Bronjong
Gambar 26. Analisis stabilitas
Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah Bendung harus dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah, naiknya dasar galian dan patahnya pangkal hilir bangunan. Metode empiris: Bligh, Lane, Koshla. Metode Lane: disebut metode angka rembesan Lane. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di sepanjang kontak bangunan dengan beda tinggi muka air. Kemiringan lebih 45o dianggap tegak, dan yang kurang 450 dianggap horisontal. Vertikal dihitung penuh dan horisontal dihitung 1/3. Rumus yang digunakan:
CL =
∑L
V+
H
1/3
∑L
H →
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
26
C L = angka rembesan Lane ∑ L v = jumlah panjang vertkal ∑ L H = jumlah panjang horisontal H = beda tinggi muka air Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah Gbr 27 Gaya angkat fondasi bendung
Metode angka rembesan Lane (Gambar 28) Harga minimum Lane Tabel 1.
Detail Bangunan Dinding penahan (Gambar 29). Biasanya h < 3 m, dinding depan vertikal: b = 0,26 h. B = 0,425h. Dinding depan miring: b = 0,23h; B = 0,46h Detail Bangunan (Gambar 30) Perlindungan terhadap erosi bawah tanah bertujuan untuk melindungi menggunakan beberapa kombinasi. Prinsipnya adalah mengurangi kehilangan beda tinggi per satuan panjang rembesan atau memutup rembesan sama sekali Pemilihan pelindung berikut bisa sendiri atau kombinasi: (a) Lantai hulu: beton 10 cm, atau pasangan batu kali 20 – 25 cm. Tapi Lane 1/3; (b) Dinding halang: mahal, Lane penuh 100%; (c) Filter pembuang; (d) Konstruksi pelengkap. Erosi bawah tanah adalah 3 dimensi, konstruksi lindung harus ke semua arah. Lantai hulu harus kedap, sambungan dengan bendung harus rapat, kombinasi lempung dan seal karet. Salah satu penyebab runtuhnya bendung adalah penurunan yang tidak merata. Gambar 31
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
27
Dinding halang (cut-off) Alternatif: (a) Dinding beton: bagus, tapi mahal; (b) Pasangan batu: bagus, relatif murah, kedalaman terbatas; (c) Tanah kedap air, atau pudel (1 kapur : 4 tanah): baik sekali, sangat murah, kontak sambungan dengan bendung tidak baik; (d) Pelat pancang baja atau kayu: amat mahal, harus hati-hati, kontak antar pelat harus baik, cocok untuk tanah butir halus, kena gravel sulit masuk. Agar gaya uplift minimal, sebaiknya dipasang ujung lantai paling hulu. Gambar 32
Lubang pembuang/filter. Dibuat untuk mengurangi gaya angkat, dengan melepas air di ujung kolam olak. Untuk mencegah terangkutnya bahan padat fondasi bendung dilengkapi dengan filter terbuat dari pasir krikil atau bahan sintetis. Konstruksi pelengkap. Tubuh bendung kemungkinan turun tidak merata, bisa retakretak, lolosnya air. Untuk itu perlu dibuat sambungan yang bagus. Tanah bawah jenuh karena air hujan maka perlu ditangani jangan terjadi jalur gelincir atau erosi bawah. Gambar 33 Perencanaan Kantong Lumpur (Gambar 34) Meskipun sudah ada bangunan pembilas di depan intake, biasanya masih ada butir halus partikel yang masuk. Untuk mencegah masuk ke saluran diperlukan kantong lumpur. Prinsipnya adalah memperbesar saluran sehingga kecepatan berkurang akibatnya sedimen mengendap. Untuk menampung sedimen saluran diperdalam, dibilas tiap 1-2 minggu. Biasanya panjang 200 m untuk sedimen kasar, sampai dengan 500 m untuk sedimen halus. Tergantung pada topografi dan keperluan pembilasan. Pertimbangan dalam memutuskan: (a) Ekonomis atau tidak, (b) Kemudahan pekerjaan OP, (c) Perlu dibangun, kalau sedimen masuk ke saluran > 5% kedalaman x panjang x lebar saluran primer dan sekunder (butiran< 0,06 - 0,07 mm). Gambar 34 Sedimen. Data yg diperlukan: pembagian butir, penyebaran ke arah vertical, sedimen layang, sedimen dasar. Kalau tidak ada data, diandaikan volume sedimen yang akan masuk kantong lumpur 0,05% volume air masuk. Dianjurkan 60-70% sedimen diatas 0,06-0,07 mm bisa diendapkan. Bangunan pengambilan. Perencanaan yang baik akan mempengaruhi jumlah sedimen masuk ke kantong lumpur. Pada jaringan saluran, perencanaan saluran yang baik adalah membuat kapasitas angkut sama besar atau makin membesar ke arah hilir. Kalau ada kelebihan sedimen yang tidak mengendap di kantong lumpur, diharapkan mengendap di sawah. Petani harus membuang sedimen ini. Topografi. Topografi tepi sungai dan kemiringan sungai sangat mempengaruhi kelayakan ekonomis. Kantong lumpur perlu ruangan yang luas, penempatannya harus
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
28
dikaji cermat. Kemiringan sungai kurang, energi ditambah dengan menaikkan mercu bendung. Dimensi kantong lumpur Partikel pada titik awal A kecepatan endap w dan kecepatan air v akan mengendap di titik C . Waktu yg diperlukan: t = H/w = L/v dimana v = Q/HB. Menghasilkan LB = Q/w, dimana L: panjang kantong lumpur, B : lebar kantong lumpur, Q : debit air, w: kecepatan endap di kantong lumpur. Agar tidak terjadi meandering atau pulau endapan dibuat L/B > 8. Kalau topografi tidak memungkinkan bisa dibagi-bagi ke arah memanjang dengan dinding pemisah (devider wall). Gambar 35 Volume tampungan Volume kantong lumpur tergantung pada kandungan sedimen, volume air yang lewat, dan jarak waktu pembilasan. Banyak nya sedimen yang lewat dapat dihitung dengan cara: (a) Pengukuran langsung di lapangan, (b) Perhitungan rumus yang cocok (Einstein-Brown, Meyer-Peter, Muller), (c) Atau memakai data kantong lumpur yang ada di lokasi lain. Kedalaman ds = 1 m untuk jaringan kecil (10 m 3/dt ), 2,5 m untuk jaringan besar (100 m3/dt) Gambar 36
Tata letak kantong lumpur Tata letak terbaik kalau saluran pembilas lurus sebagai kelanjutan kantong lumpur, saluran primer di sampingnya. Ambang saluran primer di atas tinggi maksimum sedimen. Alternatif tata letak lain saluran primer searah kantong lumpur, perlu dinding pengarah. Gambar 37 Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap Lindungan dasar sungai. Bangunan di sungai mengubah pola aliran sehingga terjadi gerusan lokal, maka perlu dilindungi. Di hilir kolam olak, bahan pelindung terdiri pasangan batu kosong atau bronjong. Supaya aman dan awet dilengkapi dengan filter. Bahan pelindung jangan dari beton atau pasangan batu kali, karena akan memperpanjang jalur rembesan yang menyebabkan gaya uplift. Gerusan pada hulu bangunan juga ada, kalau disini boleh pakai beton atau pasangan batu kali. Panjang pelindung hulu = 2 ~ 3 x kedalaman air. Panjang pelindung hilir = 4x kedalaman gerusan. Gambar 39 Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap (Gambar 40) Lindungan tanggul sungai. Dihilir bendung penggerusan tanggul terjadi karena adanya turbulensi. Dibuat krip, paling ekonomis. Kalau tidak ada alur krib yang cocok, krip dibuat tegak lurus tanggul. Tinggi mercu krip sama dengan bantaran. Kemiringan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
29
pelindung tanggul atau krip 1 : 2,5 – 3,5 di bawah air, dan 1 : 1,5-2,5 yang di atas air. Kemiringan ujung krip 1 : 5-10 Pengaturan Sungai Dan Bangunan Pelengkap Tanggul (Gambar 41) Panjang dan elevasi. Kurva pengempangan digunakan untuk menghitung panjang dan elevasi tanggul untuk banjir dengan periode ulang berbeda. Untuk genangan dengan Q 100 tahun ditambah tinggi jagaan. Dan dicek dengan Q 1000 tahun. Hitung pakai “Standar Step Methode “, jika ada data kemiringan sungai, potongan melintang dan faktor kekasaran sungai. Untuk perkiraan kasar, hitung pakai rumus sederhana.
z = h(1 −
x 2 ) L
h 2h ≥ 1⇒ L = a I h a+ h ≤ 1⇒ L = a I
Gambar 41 Poros tanggul. Tanggul banjir sebaiknya jauh dari air terendah. Tinggi jagaan: Elevasi puncak tanggul 0,25 m diatas elevasi pangkal bendung untuk keamanan extra. Potongan melintang. Lebar puncak tanggul 3 m. Kalau dipakai jalan ditambah seperlunya. Kemiringan hulu dan hilir diambil antara 1 : 2 s/d 1 :3,5 tergantung jenis tanah. Tinggi tanggul > 5m sebaiknya stabilitasny dicek dengan perhitungan khusus. Bila fondasi tanggul lolos air (porous) disarankan dibuat cut off (parit halang) 1/3 x H Gambar 42 Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap Sodetan (Gambar 43) Kadang-kadang lebih menguntungkan membuat bendung di alur sungai, yaitu dilaksanakan dengan sodetan (coupure). Keteknikan sungai dipikir mendalam untuk menentukan arah sodetan, dimensi, perubahan dasar sungai, dan penutupan sungai. Tata letak. Tata letak tergantung banyak faktor yakni geologi, geologi teknik, bangunan, dan topografi. Pertimbangan penting: (a) Gangguan morfologi sungai diusahakan sesedikit mungkin, (b) Menurunnya dasar sungai akibat makin terjal (slope makin besar), (c) Fondasi bangunan harus dibuat koperan bagian hilirnya. Gambar 43
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
30
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap. Tanggul Penutup (Gambar 44) Penutupan sungai lama dan pembelokan ke bendung yang baru harus direncanakan hatihati. Air dibelokkan dengan menaikkan muka air di hulu. Penutupan sungai pada waktu air kecil dan cukup lama. Penutupan harus dilakukan dengan cepat. Bahan yang dipakai harus berat (batu besar, blok-blok beton) dan tersedia banyak. Bila penutupan selesai, segera diperkuat dengan tanggul permanen Gambar 44 Penyelidikan Model Hidraulis Umum : Model hidraulis dipakai untuk mensimulasi perilaku hidraulis dengan skala lebih kecil. Selain model hidraulis ada juga model matematika dengan komputer, tetapi memerlukan parameter dan data yang akurat. Model hidraulik dilakukan untuk menyelidiki perilaku hidraulis, sedang model komputer dipakai untuk studi banjir dan gejala morfologi seperti degradasi dan agradasi. Pertimbangan memakai model atau tidak: (a) Apakah ada masalah yang tidak bisa dipecahkan dengan pengalaman yang lalu; (b) Apakah bangunan begitu komplek sehingga dengan standar yang ada masih meragukan; (c) Apakah model hidraulis akan bisa menghemat; (c) Apakah OP bangunan sulit dibuat berdasar pengalaman terdahulu; (d) Apakah biaya model tidak lebih mahal dengan beaya keseluruhan Penyelidikan model hidraulik untuk bendung. Bagian yg perlu diselidiki: (a) Lokasi dan tata letak, (b) Pekerjaan pengaturan sungai di hulu dan hilir bangunan, (c) Bentuk mercu bendung, (d) Pintu dan bentuk ambang, (e) Kolam olak dan efisiensinya sebagai peredam energi, (d) Eksploitasi pintu sehubungan dengan gerusan dan atau endapan, (e) Kompleks pengambilan dan pembilas sehubungan pencegahan sedimen, (f) Saluran pengarah dan kantong lumpur. Lokasi dan tata letak. Dibuat tata letak secara umum dengan kriteria yang ada. Untuk bendung yang besar dan rumit perlu dibuat model untuk mengecek lokasi terkait dengan perilaku hidraulik. Untuk bendung kecil dan sederhana tidak perlu dibuat model. Pekerjaan pengaturan sungai. Perlu dilakukan guna memperbaiki pola aliran di hulu dan hilir. Keprluan bangunan pelindung dimana dan jenisnya apa.Pola aliran menuju pintu pengambilan harus diselidiki untuk mencegah sedimen. Hasil model akan memberi masukan tata letak dan perlindungan sungai, dan diharapkan dapat menghemat beaya. Bentuk mercu bendung. Bentuk mercu bendung sudah banyak standarnya. Di Indonesia dipakai bulat atau Ogee. Model diperlukan kalau ada masalah khusus yang sulit dipecahkan. Pintu dan bentuk ambang. Secara garis besar jenis dan bentuk pintu telah ada standarnya, dan perilaku hidraulik telah diselidiki di laboratorium. Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui koefisien debit dan perilaku getaran. Dalam keadaan standar tidak perlu model test lagi. Kecuali untuk jenis dan bentuk pintu khusus
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
31
yang komplek dan rumit perlu dilakukan model untuk mencek unjuk kerja hidrolis dan perilaku hidro mekanik. Bentuk ambang telah dibuat standar dengan penyelidikan yang mendalam, jadi tidak perlu model test. Kolam olak. Kolam olak berfungsi baik kalau bisa meredam energi air yang jatuh, sehingga sisa energi air di hilir kolam olak menjadi minimal sehingga gerusan dasar sungai tidak membahayakan. Perencanaan kolam olak mengikuti standar yang ada sebenarnya sudah memadai. Yang jadi masalah adalah kedalaman gerusan hilir bendung seberapa jauh membahayakan. Bendung besar dan komplek perlu model, tapi untuk bendung kecil dan sederhana tidak perlu dimodel. Apalagi untuk dasar sungai yang mempunyai outcrop (batuan dasar sungai masif) tidak ragu lagi bahwa gerusan tidak ada, maka model tidak perlu. Pengambilan dan pembilas. Untuk saluran dengan besaran normal tidak perlu model. Untuk sungai membawa batu-batu besar perlu saringan batu (screen boulder), untuk ini perlu model. Saluran pengarah dan kantong Lumpur. Antara saluran pembawa yang sempit dan kantong lumpur yang lebar terjadi perlambatan kecepatan aliran. Perlu dimodel apakah distribusi aliran merata atau tidak. Kantong lumpur perlu dimodel, untuk mengetahui bentuk hidraulis dan posisi dinding pengarah, tata letak kantong lumpur sehingga tercipta kantong lumpur yang efisien. Untuk mengetahui kemampuan membilas secara hidraulik Metode Pelaksanaan Umum Bendung dibangun di sungai yang penuh risiko menghadapi ketidak pastian alam yaitu banjir. Metode pelaksanaan harus diantisipasi: peralatan yang harus dipakai, tenaga ahli, waktu dan besarnya perkiraan datang banjir, risiko yang diperhitungkan, beban risiko kontraktor dan pemerintah, bahan bangunan, teknik pelaksanaan yg cepat. Ada dua metoda yakni (a) Pelaksanaan di palung sungai, dan (b) Pelaksanaan di luar sungai (kopur/sudetan). Pelaksanaan di palung sungai. Air dibelokkan sepenuhnya lewat terowong pengelak atau lewat saluran pengelak dengan membangun coffer dam. Pelaksanaan pekerjaan dalam keadaan kering. Setelah selesai, coffer dam dibuka terowongan ditutup (A). Sungai dibendung separo dengan kist dam keliling, air sungai mengalir di separo lainnya. Pelaksanaan dalam keadaan kering. Setelah selesai, dengan cara yang sama dilakukan pembangunan separo lainnya (B) Pelaksanaan di palung sungai Gambar 45. Untuk merencanakan tinggi cofferdam dan kistdam dikombinasikan dengan dimensi terowong pengelak dan lebar separo sungai, tergantung besaran banjir dan risiko yang diambil (Lihat grafik). Gambar 45 Grafik perhitungan risiko (Gambar 46)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
32
Contoh suatu sungai dihitung seri debit dengan periode ulang berbeda Q 2, 5, 10 , 15 , 20, 25. Pembangunan bendung selesai 4 tahun, berarti umur coffer dam 4 tahun. Berapa Risiko yang diambil misal 20%, perpotongannya pada garis horisontal 20. Maka tinggi cofferdam harus bisa menampung Q 20 tahun. Kalau risiko diperkecil 10% ketemu Q 40 tahun. Makin tinggi, makin mahal. Gambar 46 Pelaksanaan ditempat kering (Sodetan/Kopur). Bendung dibuat di luar sungai, kemudian setelah selesai sungai dibelokkan. Risiko akibat gangguan banjir kecil. Sejauh layak, metode ini jadi pilihan. Bahkan meski mahal sedikit, alternatif ini dipilih. Kalau terjadi banjir dan melimpah diatas coffer dam dan mengakibatkan kerusakan risiko siapa? Diatur sebagai berikut (a) Dalam perencanaan elevasi coffer dam besaran banjir dengan probalilitas tertentu ditetapkan. Misalnya : Q10 = 150 m 3/dt. Kalau terjadi banjir yang lebih besar 150 m3/dt dan terjadi kerusakan, risiko ditanggung owner. Kalau banjir kurang 150 m3/dt, risiko ditanggung kontraktor. Dituangkan dalam kontrak dokumen. Operasi dan Pemeliharaan Operasi adalah pengaturan bukaan pintu untuk penyediaan air. Pengaturan air pada kondisi normal, kondisi banjir, dan kondisi kering. Kondisi normal adalah aliran sungai normal, sedimen yang dibawa sedang. Penjediaan air dilakukan sesuai rencana kebutuhan air irigasi dan keperluan lainnya. Air sungai masih bisa mengalir ke hilir untuk keperluan lain dan keperluan lingkungan. Pada saat ini pintu pengambilan dibuka penuh, pintu bilas atas dan bawah ditutup, agar air depan pengambilan tenang sedimen mengendap. Pintu bilas bawah dibuka 1 jam setiap hari untuk menguras endapan lumpur. Kalau terdapat benda terapung depan pintu bilas, pintu bilas atas diturunkan untuk menghanyutkan benda terapung. Dalam keadaan ini biasanya kolam lumpur sudah penuh pada 5 - 10 hari (tergantung perencanaan). Untuk ini dilakukan pengurasan lumpur secara hidraulis, dengan prosedur sebagai berikut : Pintu bilas atas dan bawah ditutup, pintu pengambilan dibuka, pintu ke saluran irigasi ditutup, pintu penguras dibuka. Lama pengurasan tergantung jumlah sedimen, besaran fraksi sedimen, besar debit dan kemiringan kantong lumpur yang sudah dihitung dalam rencana dan model test (biasanya 3-5 jam). Setelah selesai, air irigasi dialirkan kembali. Operasi adalah pengaturan bukaan pintu untuk penyediaan air. Pengaturan air pada kondisi normal, kondisi banjir, kondisi kering. Kondisi banjir: aliran sungai besar, sedimen yang dibawa banyak. Penjediaan air untuk irigasi dan keperluan lainnya dihentikan sementara, karena di sawah sudah kelebihan air, dan cenderung membuang. Pada saat ini pintu pengambilan ditutup penuh, pintu bilas atas dan bawah ditutup , agar sedimen tidak masuk ke saluran irigasi dan sedimen dilewatkan atas bendung. Pada saat air surut dimana kedalaman air diatas mercu antara 0.5 s/d 1 m pintu pembilas dibuka untuk menguras lumpur. Setelah lumpur bersih dan air di atas bendung antara 0 – 0.5 m, pintu pengambilan dibuka dan pintu bilas ditutup. Air irigasi normal kembali. Pada beberapa bendung dimana debit banjir besar, saluran pembilas dipakai untuk melewatkan air. Untuk itu pintu bilas dibuka saat banjir. Kalau sungai membawa batang-batang pohon, kemungkinan bisa menyangkut pada saluran pembilas yang sempit.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
33
Pengaturan air : kondisi normal, kondisi banjir, kondisi kering. Kondisi kering: aliran sungai kecil, sedimen yang dibawa sedikit. Penjediaan air untuk irigasi dan keperluan lainnya dipenuhi tetapi cenderung kurang. Air sungai jangan disadap 100%, karena di hilir bendung biasanya ada penyadapan untuk keperluan lain dan atau untuk menjaga lingkungan. Pada saat ini pintu pengambilan dibuka penuh, pintu bilas atas atau bawah dibuka sebagian, agar air tetap mengalir sebagian ke hilir bendung. Karena air sungai cenderung bersih maka kandungan sedimen sedikit, maka frekuensi pengurasan lumpur dapat lebih lama dibanding saat air normal. Cara pengurasan seperti saat air normal, Cuma karena air sungai dan selisih tinggi minim, air sungai ditampung dulu beberapa jam didepan bendung dengan menutup pintu pengambilan dan pembilas. Pada saat elevasi air naik sampai mercu bendung, pembilasan dimulai. Pada saat ini pengecekan terhadap saluran pembilas bawah dilakukan untuk mengetahui apakah ada sumbatan batu. Kalau ada inilah saatnya untuk mengatasinya, karena air sungai kecil. Pemeliharaan Pemeliharaan adalah kegiatan untuk menjaga agar bangunan berfungsi seperti sedia kala. Jenis pemeliharaan: Rutin, berkala, darurat, permanen. Pemeliharaan Rutin adalah kegiatan secara rutin dilakukan, misalnya babat rumput sekitar bendung, menutup retakan tembok, perbaikan kecil batu kosong, pengambilan benda terapung depan pintu bilas, pengurasan sedimen pada saluran bawah 1 jam/hari Pemeliharaan Berkala adalah kegiatan dilakukan secara berkala, misalnya pengecatan pintu, pemberian stenfet (greesing), pembersihan sedimen pada kantong Lumpur, pengecatan bangunan pelindung, pembersihan sedimen dan batu menyumbat pada saluran pembilas, perbaikan bronjong dan pasangan batu kosong, perbaikan pintu macet. . Pemeliharaan Darurat adalah perbaikan darurat agar bendung dapat segera berfungsi. Hal ini terjadi karena bencana alam atau kelalaian manusia. Perbaikan ini dilakukan dengan harapan nanti ada dana untuk penyempurnaan berupa perbaikan permanen. Pemeliharaan Permanen adalah kegiatan perbaikan sebagai peningkatan perbaikan darurat maupun perbaikan akibat bencana dan kelalaian manusia, sehingga perbaikannya menjadi permanen, misalnya tanggul penutup longsor, sayap bendung patah, stang pintu bengkok, gerusan dalam di bawah bendung, kerusakan pada kolam olak, pelindung talud runtuh, penurunan tubuh bendung.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
34
Jaringan Irigasi/Drainase: 2.1.Saluran Irigasi: 2.1.1.Jaringan irigasi utama terdiri dari: saluran Primer (Induk), saluran Sekunder 2.1.2.Jaringan saluran irigasi tersier terdiri dari: saluran tersier, saluran Kwarter 2.2.Saluran Pembuang 2.2.1.Jaringan saluran pembuang tersier 2.2.2.Jaringan saluran pembuang utama
Foto 5. Bangunan bagi Primer
Foto 7. Bangunan Bagi di Sekunder
Foto 6. Saluran sekunder
Foto 8. Bangunan Sadap Tersier
2.3.Bangunan Bagi dan Sadap 2.3.1.Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran menjadi dua saluran atau lebih 2.3.2.Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran promer atau sekunder ke saluran tersier 2.3.3.Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan 2.3.4.Boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua atau lebih saluran 2.4.Bangunan Pengukur dan Pengatur Bangunan ukur dibedakan menjadi alat ukur aliran-atas bebas (free overflow) dan alat ukur aliran bawah (underflow). Beberapa dari alat ukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
35
2.5.Bangunan Pengatur Muka Air 2.6.Bangunan Pembawa 2.6.1.Aliran Superkritis: 2.6.1.1.Bangunan Terjun 2.6.1.2.Got miring 2.6.2.Aliran sub-kritis 2.6.2.1.Gorong-gorong 2.6.2.2.Talang 2.6.2.3.Sipon 2.6.2.4.Jembatan sipon 2.6.2.5.Flume 2.6.2.6.Saluran tertutup 2.6.2.7.Terowongan 2.7.Bangunan lindung 2.7.1.Bangunan pembuang silang 2.7.2.Pelimpah (Spillway) 2.7.3.Bangunan Penguras (wasteway) 2.7.4.Saluran Pembuang samping 2.8.Jalan dan Jembatan 2.9.Bangunan Pelengkap Bangunan Pengambilan (Intake) 1. Bangunan Pengambil Bebas (Free Intake) Lokasi pengambilan dibuat di lokasi yang tepat sehingga dapat mengambil air dengan baik dengan menghindari masuknya sedimen. Masuknya sedimen dipengaruhi oleh sudut antara pengambilan dan sungai, penggunaan dan ketinggian ambang penahan sedimen (skimming wall), kecepatan aliran masuk dan sebagainya. Contoh penyelidikan model hidrolik oleh Habermaas yang memperlihatkan persentase banyaknya sedimen yang masuk ditunjukkan seperti pada Gambar 4.27 (KP-02/70). Agar mampu mengatasi tinggi muka air yang berubah-ubah di sungai, pengambilan harus direncanakan sebagai pintu aliran bawah. Rumus debit yang dapat dipakai adalah: Q = K . µ . a. B 2 gh1
/ 4.11 /
Gambar 4.28; 4.29; 4.30 2. Bendung Saringan Bawah Bendung saringan bawah atau bendung Tyroller (Gambar 4.33) dapat dirancang dengan baik di sungai yang kemiringan memanjangnya curam, mengangkut bahan-bahan berukuran besar dan memerlukan bangunan dengan elevasi rendah. Beberapa hal pertimbangan: Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
36
a. Tidak cocok untuk sungai yang fluktuasi bahan angkutannya besar. Misalnya di daerah gunung berapi muda b. Dasar sungai yang rawan gerusan memerlukan fondasi yang cukup dalam c. Bendung harus dirancang seksama agar aman terhadap rembesan d. Konstruksi saringan hendaknya sederhana, tahan benturan batu, mudah dibersihkan jika tersumbat e. Bangunan harus dilengkapi dengan kantong lumpur/pengelak sedimen yang cocok dengan kapasitas tampung memadai dan kecepatan aliran cukup untuk membilas partikel. Satu di depan pintu pengambilan dan satu di awal saluran primer f. Harus dibuat pelimpah yang cocok di saluran primer untuk menjaga jika terjadi kelebihan air. Gambar 4.33 (hal 78) Panjang saringan ke arah aliran sungai yang diperlukan untuk mengelakan? air dalam jumlah tertentu per meter lebar bendung, dihitung dengan rumus: q L = 2,561 0 / 4.14 / λ h1 Gambar 4.3. dan Tabel 4.5 (hal 80)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
37
BENDUNGAN URUGAN (FILL/EARTH DAM) Bendungan yang dibangun dari hasil penggalian bahan tanpa tambahan bahan lain yang bersifat campuran secara kimia 3 Tipe bendungan urugan : • Bendungan urugan serba sama (homogeneous dam) Sering disebut sebagai bendungan urugan tanah, tetapi sesungguhnya kurang tepat. •
Bendungan urugan berlapis-lapis (zone dam, rockfill dam) Terdiri atas beberapa lapisan : lapisan kedap air (water tight layer), lap. batu (rock zone, shell), lap. batu teratur (rip-rap), lap. penyaring (filter zone)
•
Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka (impermeable face rockfill dam) Lapisan kedap air (umumnya aspal dan beton bertulang) diletakkan di sebelah hulu bendungan.
Bendungan Urugan Serba Sama Bendungan urugan serba sama merupakan bendungan yang lebih dari setengah volumenya terdiri atas bahan bangunan (tanah, pasir atau kerikil) yang seragam. Bendungan urugan tanah (earthfill dam) Bendungan urugan pasir dan kerikil BENDUNGAN URUGAN TANAH (EARTHFILL DAM) • Bendungan urugan tanah merupakan bendungan yang lebih dari setengah volumenya terdiri atas bahan bangunan tanah atau tanah liat yang seragam. • Terbagi atas 4 tipe berdasarkan bentuk saluran drainase (Gambar 3.1 s/d 3.4) • Keuntungan : Karena bahannya seragam, maka cara pemadatannya relatif mudah Relatif lebih murah dibandingakan dengan tipe lainnya • Kerugian : Sifat tanah atau tanah liat sangat dipengaruhi oleh kadar air, sehingga pada waktu pemadatan kadar air harus diperiksa dengan ketat Pada musim hujan, pekerjaan sering dihentikan. LAPISAN-LAPISAN YANG ADA Walaupun disebut serbasama, tetapi terdapat pula bahan lainnya sebagai bahan saluran drainase dan lapisan untuk menjaga stabilitas lereng. •
Lapisan batu teratur (rip-rap)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
38
Untuk menjaga stabilitas lereng dengan menahan permukaan bendungan sebelah hulu agar tidak rusak akibat naik turunnya muka air di waduk. Rip-rap dipasang dari puncak bendungan sampai + 2 m di bawah permukaan air terendah untuk operasi (MOL, Minimum Operation Level).
Tebal lapisan tergantung pada : kekuatan batu, tinggi bendungan, frekuensi muka air dan tinggi perkiraan gelombang. Umumnya apabila menggunakan tenaga manusia + 30 cm, menggunakan alat berat + 50 cm – 100 cm. •
Bahan tanah (soil material) dan tanah liat (clay) Untuk penimbunan tubuh bendungan dan lapisan kedap air untuk bendungan urugan batu. Yang sering digunakan untuk lapisan kedap air adalah tanah liat, dengan beberapa syarat : bahan organik < 5 %, untuk mencegah penurunan yg terlalu besar akibat banyaknya pori-pori.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
39
koefisien permeabilitas < 10-5 cm/det, mengurangi rembesan.
Gambar 3.8. Penampang melintang Bendungan Ir. H. Pangeran Noor
kuat tegangan geser yg cukup untuk menghindari terjadinya penggeseran bendungan. pelaksanaan pemadatan yg mudah agar seragam. memenuhi gradasi tertentu sehingga dapat tahan terhadap gejala pembuluh (piping action). tahan terhadap gempa. •
Lapisan pasir dan kerikil (gravel pebble layer) Untuk alasan biaya biasanya diambil langsung dari sumbernya seperti dari sungai atau darat. Tetapi apabila kadar airnya tinggi harus dikeringkan dahulu.
•
Lapisan hilir (downstream) Apabila kesulitan dalam membuang tanah hasil penggalian, biasanya ditimbun di bagian hilir setelah sebelumnya dianalisa kestabilannya. Lapisan hilir dapat ditutup dengan batu belah (rockzone) atau dengan gebalan rumput (sod facing)
SALURAN DRAINASE (PENGERING) Dibuat dari pasir dan kerikil yang memenuhi gradasi tertentu dan bersih. PERKUATAN LERENG SEBELAH HILIR (DOWNSTREAM) Karena tanah liat, tanah atau pasir umumnya mudah longsor, maka harus diberi perkuatan agar stabil terhadap tiupan angin dan erosi dari air hujan. Bahan untuk perkuatan diantaranya : batu belah, batu bulat, dan gebalan rumput.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
Teknik Irigasi dan Drainase
40
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
Teknik Irigasi dan Drainase
41
Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk
Penutup Pertanyaan: (1) Apa bedanya bendung dengan bendungan (2) Buat gambar pandangan atas dan irisan dari suatu bendung dengan bangunan pelengkapnya (3) Buat gambar pandangan atas dan irisan dari bangunan pelengkap bendung yakni: bangunan sadap, pelimpah (spill way), kolam lumpur (sediment trap), pintu penguras, kolm olakan (stilling basin) (4) Sebutkan fungsi dari masing-masing bangunan pelengkap (5) Gambar suatu contoh pada sistem jaringan utama. Bangunan apa saja yang ada dalam suatu sistem jaringan utama (6) Gambar suatu contoh pada sistem jaringan utama. Bangunan apa saja yang ada dalam suatu sistem jaringan tersier (7) Turunkan persamaan loncatan hidrolik (hydraulic jump) dalam rancangan kolam olak (stilling basin) pada bangunan terjun? (8) Apa bedanya talang dengan syphon?
Daftar Pustaka Senarai
Teknik Irigasi dan Drainase
42
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
1
Topik 7. Kualitas Air Irigasi
Februari, 2004
Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: mahasiswa memahami kriteria penilaian kualitas air untuk irigasi dan kepekaan tanaman terhadap beberapa parameter kualitas air Bahan Ajar Bahan Ajar terdiri dari: (1) Kualitas Air irigasi untuk Pertanian, (2) Kualitas Air untuk Keperluan Umum. Dalam File Tambahan Topik 7. Kualitas Air anda dapat menambah wawasan dengan membaca beberapa hasil studi tentang (a) Water Quality Brantas System Jawa Timur, (b) Water Quality Monitoring System SeputihSekampung, Lampung. 1. KUALITAS AIR IRIGASI UNTUK PERTANIAN
1
Satuan Satuan tahanan listrik adalah ohm, sedangkan daya hantar listrik (DHL) atau EC (electrical conductivity) adalah kebalikan dari tahanan dan mempunyai satuan kebalikan dari ohm yakni mho. Maka satuan DHL adalah mhos/cm dibakukan pada suhu air 250 C. Salinitas air dinyatakan dengan satuan: 1 mhos/cm pada suhu air 250 C = 1.000 mmhos/cm (millimhos/cm) = 1.000.000 µ mhos/cm (mikromhos/cm). Siemen/meter (S/m) = 10 mmhos/cm; mS/cm = mmhos/cm; µS/cm = µmhos/cm. 1
Sumber: Ayers, R.S.; D.W. Westcot, 1976. Water Quality for Agriculture, FAO, Rome.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
2
Formula Konversi Satuan: 1 meq/liter ≈ 10 x EC (mmhos/cm); ppm (part per million) ≈ 1 mg/liter ≈ 640 x EC (mmhos/cm); 1 mg/liter = eq.weight x meq/liter Parameter yang mempengaruhi kualitas air irigasi untuk tanaman adalah: (1) Salinitas Masalah salinitas terjadi jika kuantitas garam pada air irigasi cukup besar sehingga akumulasi garam di daerah perakaran tanaman akan sedemikian rupa sehingga tanaman tidak mampu lagi mengisap air (lengas) tanah di daerah perakaran. Penurunan isapan air oleh akar menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman sehingga gejala nya seperti kekurangan air (tanaman layu). Tanaman mengisap sebagian besar air dari bagian atas zone perakaran, sehingga kondisi salinitas di bagian ini sangat berpengaruh daripada di bagian bawah zone perakaran. Mengelola bagian atas perakaran dengan proses pencucian (leaching) menjadi sangat penting untuk lahan berkadar garam tinggi. (2) Permeabilitas Laju infiltrasi tanah akan berkurang akibat dari kandungan garam tertentu atau kekurangan garam tertentu dalam air irigasi. Faktor yang berpengaruh adalah: (a) kandungan Na relatif terhadap Ca dan Mg, (b) kandungan bikarbonat dan karbonat, dan (c) total kandungan garam dalam air. (3) Toksisitas atau keracunan terhadap Boron (B), Chlorida (Cl) dan Natrium (Na) (4) Lainnya. Masalah lainnya dalam air irigasi yakni pertumbuhan terlalu cepat, tergenang, dan perlambatan pematangan akibat dari kandungan Nitrogen berlebih. Bercak putih pada daun dan buah akibat kandungan berlebih Bicarbonate dalam irigasi curah dan pH abnormal. Kualitas air dan masalah drainase sering berkaitan, sehinga pengendalian kedalaman airtanah menjadi sangat penting. Garam akan berakumuluasi pada bagian atas muka airtanah yang asin, sehingga jika muka airtanah terlalu dekat dengan perakaran tanaman maka tanaman akan terpengaruh. Drainase bawah permukaan sangat diperlukan dalam masalah ini. Suatu petunjuk (guidelines) dalam evaluasi kualitas air irigasi diajukan dengan prosedur sebagai berikut: (a) Tingkat kandungan unsur tertentu dalam air yang diduga mengakibatkan masalah tertentu untuk tanaman (b) Mekanisme interkasi tanah-air-tanaman yang menyebabkan pengurangan produksi (c) Tingkat bahaya yang akan terjadi pada waktu yang lama (d) Alternatif pengelolaan untuk mencegah, memperbaiki atau memperlambat akibat negatif
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
3
Tabel 1. Petunjuk untuk interpretasi kualitas air irigasi Tingkat Masalah Masalah irigasi Salinitas (mempengaruhi ketersedian air untuk tanaman), ECw 2(mmhos/cm) Permeabilitas (mempengaruhi laju infiltrasi tanah) Adj. SAR untuk tipe liat: Montmorillonite (2:1 crystal lattice) Illite-Vermiculite (2:1 crystal lattice) Kaolinite-sesquioxides (1:1 crystal lattice) Toksik ion khusus (mempengaruhi tanaman yang peka) Sodium (adj. SAR) Chlorida (meq/l) Boron (meq/l) Pengaruh lainnya: NO3-N atau NH4-N (mg/l) HCO3 (meq/l) untuk irigasi curah pH
Tak ada masalah
Bermasalah
Masalah besar
< 0.75
0.75 ~ 3.0
> 3.0
<6 <8 < 16
6~9 8 ~ 16 16 ~ 24
>9 > 16 > 24
<3 <4 < 0.75
3~9 4 ~ 10 0.75 ~ 2.0
>9 > 10 > 2.0
<5 < 1.5
5 ~ 30 > 30 1.5 ~ 8.5 > 8.5 Normal antara 6.5 ~ 8.4
Perhitungan adj. SAR 3 Na
SAR (Sodium Adsorption Ratio) =
Ca + Mg 2
; Na, Ca, dan Mg adalah konsentrasi
dinyatakan dalam meq/liter. adj. SAR =
Na Ca + Mg 2
[1 +
(8.4 − pHc]
pHc = ( pK 2′ − pK c′ ) + p( Ca + Mg ) + p( Alk ) pK’2 - pK’c didapat dari Jumlah (Ca+Mg+Na) dengan menggunakan Tabel 3. p(Ca+Mg) didapat dari Jumlah (Ca+Mg) dengan menggunakan Tabel 3. p(Alk) didapat dari Jumlah (CO3+HCO3) dengan menggunakan Tabel 3.
2 3
ECw: salinitas air Adjusted SAR: Sodium Adsorption Ratio yang disesuaikan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
4
Tabel 2. Analisis laboratorium yang diperlukan untuk evaluasi kualitas air No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Parameter Hantaran listrik Kalsium Magesium Natrium Karbonat Bikarbonat Khlorida Sufat Boron Nirat-Nitrogen 1) Acidity-Alkalinity2) Ajusted Sodium Adsorption Ratio3) Kalium (potassium)4) Lithium4) Besi4) Ammonium-Nitrogen4) Posfat Phosphorous4)
Simbol Satuan ECw mmhos/cm Ca meq/l Mg meq/l Na meq/l CO3 meq/l HCO3 meq/l Cl meq/l SO4 meq/l B mg/l NO3-N mg/l pH pH Adj. SAR K meq/l Li mg/l Fe mg/l NH4-N mg/l PO4-P mg/l
Berat ekivalen 20 12.2 23 30 61 35.4 48 14 39.1 7 14 31
1)
NO3-N berarti Nitrogen dalam bentuk Nitrat (NO3), NH4-N berati Nitrogen dalam bentuk Amonium (NH4) 2) Acidity (pH 1~7), Alkalinity (pH 7~14), Netral (pH 7) 3) Prosedur perhitungn diberikan di bawah 4) Diperlukan hanya pada kondisi khusus
Beberapa contoh hasil analisis air dan penilaian kualitasnya tercantum pada Tabel 4. Pada contoh analisis air (Tabel 4), contoh air dari Sungai Tigris ditinjau dari nilai ECw dan adj.SAR termasuk tidak ada masalah. Contoh air di Pakistan dan New Mexico memperlihatkan ECw lebih besar dari 3.0, dan adj. SAR yang besar, kemungkinan akan menimbulkan masalah besar karena salinitas. Diperlukan pemilihan jenis tanaman yang toleran terhadap salinitas (Tabel 5). Masalah Salinitas Kebanyakan garam dari air irigasi akan tinggal di daerah perakaran tanaman dan terakumulasi. Untuk mencegah akumulasi garam melewati batas tertentu, diperlukan sejumlah air untuk berperkolasi dan melarutkan garam tersebut (leaching). Jumlah untuk pencucian (leaching) merupakan leaching fraction (LF) didefinisikan sebagai bagian dari air irigasi yang berperkolasi di daerah perakaran tanaman. Petunjuk pada Tabel 1, menggunakan asumsi rerata salinitas dalam tanah (ECe) adalah tiga kali dari salinitas air irigasi (ECw), dan LF sekitar 15%. Jika pengelolaan air aktual menggunakan LF yang lebih besar dari 15%, maka akumulasi garam akan lebih kecil, sehingga salinitas air irigasi yang sedikit lebih besar masih dapat digunakan. Jika LF kurang dari 15%, maka penurunan produksi akan terjadi pada ECw yang lebih kecil daripada Tabel 1.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
5
Perbandingan tersebut digambarkan pada Gambar 1, dimana rerata salinitas tanah (ECe) yang akan terjadi akibat dari salinitas air irigasi (ECw) pada berbagai tingkat LF. Pada Petunjuk Tabel 1 digunakan asumsi 3 ECw = ECsw, 1.5 ECw = ECe, dan 2 ECe = ECsw. ECw: hantaran listrik air, ECe: hantaran listrik ekstrak tanah, ECsw: hantaran listrik lengas tanah dalam satuan mmhos/cm. Pengaruh salinitas tanah pada hasil tanaman Keperluan dasar untuk pertumbuhan optimum adalah evapotranspirasi tanaman (ET) yang terdiri dari dua komponen evaporasi (E) dan transpirasi (T). Lengas tanah tersedia untuk tanaman dinyatakan dengan potensial lengas tanah yang mengukur besarnya gaya dimana air ditahan oleh partikel tanah. Salinitas mempengaruhi ketersediaan air menjadi lebih kecil, karena adanya dampak tekanan osmotik. Secara umum besarnya tekanan osmotik dapat dihitung dengan persamaan: OP = - 0.36 x EC OP: potensial osmotik (bar), EC: hantaran listrik larutan (mmmhos/cm), -0.36 adalah faktor konversi tanda negatif menunjukkan bahwa gaya bekerja pada arah potensial yang berkurang. Jika dua jenis tanah dengan lengas tanah yang sama, tetapi berada pada tanah yang bebas garam (A) dan yang kandungan garamnya tinggi (B). Maka tanaman yang sama akan mampu mengekstrak air lebih banyak pada tanah A daripada tanah B. Pengaruh salinitas terhadap ketersediaan air digambarkan seperti pada Gambar 2. Pada suatu jenis tanah pada ECsw = 3 mmhos/cm mempunyai Total Air Tanah Tersedia (TAT) = 16,5 cm air per meter kedalaman tanah. Jika ECsw = 15 mmhos/cm maka TAT akan berkurang menjadi sekitar 12 cm/m. Pada ECsw = mmhos/cm maka TAT berkurang lagi menjasd sekitar 6 cm/m. Pada contoh ini jika tanaman dengan ET = 6 mm/hari, kedalaman akar 1 meter. Maka pada ECsw = 3 mmhos/cm tersedia pasok lengas tanah selama 27,5 hari (165/6), pada ECsw = 15 mmhos/cm tersedia 20 hari, pada ECsw = 30 mmhos/cm tersedia 10 hari. Ilustrasi ini sesuai dengan pengalaman lapangan dimana interval irigasi lebih sering pada air irigasi bersalinitas tinggi. Dengan menggunakan rumus adj. SAR, anda dapat mencek kembali hasil perhitungan adj. SAR pada Tabel 4.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
6
Tabel 3. Tabel untuk menghitung pHc4 Jumlah konsentrasi (meq/l) 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.40 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 2.0 2.5 3.0 4.0 5.0 6.0 8.0 10.0 12.5 15.0 20.0 30.0 50.0 80.0
pK’2-pK’c 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.1 2.1 2.1 2.1 2.1 2.2 2.2 2.2 2.2 2.2 2.2 2.3 2.3 2.3 2.3 2.4 2.4 2.5 2.5
p(Ca+Mg ) 4.6 4.3 4.1 4.0 3.9 3.8 3.7 3.6 3.4 3.3 3.2 3.1 3.0 2.9 2.8 2.7 2.6 2.5 2.4 2.3 2.2 2.1 2.0 1.8 1.6 1.4
p(Alk) 4.3 4.0 3.8 3.7 3.6 3.5 3.4 3.3 3.1 3.0 2.9 2.8 2.7 2.6 2.5 2.4 2.3 2.2 2.1 2.0 1.9 1.8 1.7 1.5 1.3 1.1
Contoh perhitungan pHc dan adj. SAR: Perhitungan Adj SAR untuk Kualitas Air Hasil analisis air meq/l Ca 2.32 Mg 1.44 Na 7.73 Jml Ca+Mg+Na 11.49 Dari Tabel Jml Ca+Mg+Na 11.49
pK2-pKc 2.3
3.76
p(Ca+Mg) 2.7
Hasil analisis air CO3 HCO3
meq/l 0.42 3.66
Jml CO3+HCO3)
4.08
SAR
5.64
adj.SAR Jml Ca+Mg
Jml (CO3+HCO3)
p(Alk) 4.08
pHc
4
11.28
2.4 7.4
pHc adalah teoritis, pH air irigasi dalam kondisi kontak dengan kapur equilibrium dengan CO2 tanah
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
Gambar 1. Pengaruh salinitas air irigasi pada salinitas tanah pada berbagai pengelolaan air
Teknik Irigasi dan Drainase
7
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
8
Tabel 4. Hasil analisis air irigasi di beberapa lokasi
Air Irigasi Sungai Tigris
Lokasi
Bagdad, Irak Proyek Sumur Mona, 116 Pakistan Carlsbad, Sungai New Pecos Mexico USA
Tanggal sampling 19661969
ECw (mmhos/cm)
Miliequivalent per liter
Miligram per liter Jml NO3- NH4B Anion N N
Na
Ca
Mg
Jml Kation
Cl
SO4
CO3
HCO3
0.51
1.4
2.6
2.2
6.2
1.50
1.60
0.30
2.60
6.00
*
1.80
7 Des 1968
3.60
32.00
2.50
4.00
38.50
25.00
8.90
0.00
4.50
38.40
*
1946
3.21
11.50 17.30 9.20
38.00
12.00 23.10 0.00
3.20
38.30
*
* tidak diukur
Teknik Irigasi dan Drainase
pH
Adj.SAR
*
7.80
1.90
*
*
7.70
38.16
*
*
8.21
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
9
Gambar 2. Ketersediaan air tanah teoritis pada berbagai salinitas lengas tanah
Tabel 5. Toleransi tanaman terhadap salinitas5 Fields Crops
Tanaman 0 Kapas (Gossypium hirsutum) Gandum (Triticum aestivum) Kedelai (Glycine max) Sorghum (Sorghum bicolor) Kacang tanah (Arachis hipogea) Padi (Oriza sativa) Sesbania (Sesbania macrocarpa) Jagung (Zea mays) Kacang (Phaseolus vulgaris)
ECe 7.7 6.0 5.0 4.0 3.2 3.0 2.3 1.7 1.0
ECw 5.1 4.0 3.3 2.7 2.1 2.0 1.5 1.1 0.7
4.0 2.7 1.7
2.7 1.8 1.1
Penurunan Hasil (%) 10 25 ECe ECw ECe ECw 9.6 6.4 13 18.4 7.4 4.9 9.5 6.4 5.5 3.7 6.2 4.2 5.1 3.4 7.2 4.8 3.5 2.4 4.1 2.7 3.8 2.6 5.1 3.4 3.7 2.5 5.9 3.9 2.5 1.7 3.8 2.5 1.5 1.0 2.3 1.5
Maks 1) ECe 17 13 7.5 11 4.9 7.2 9.4 5.9 3.6
50 ECw 12 8.7 5.0 7.2 3.3 4.8 6.3 3.9 2.4
ECe 28 20 10 18 6.5 11.5 16.5 10 6.5
17.9 8.4 4.8
12 5.6 3.2
32 14 8
Tanaman buah-buahan Korma (Phoenix dactylifera) Zaitun (Olea europaea) Jeruk (Citrus sinensis) Apel (Pyrus malus) dan Pear (Pyrus communis) Anggur (Vitis sp) Alpukat (Persea americana) Strawberi (Fragaria spp)
5
1.7 1.5 1.3 1.0
1.0 1.0 0.9 0.7
6.8 3.8 2.3 2.3 2.5 1.8 1.3
4.5 2.6 1.6 1.6 1.7 1.2 0.9
10.9 5.5 3.2 3.3 4.1 2.5 1.8
7.3 3.7 2.2 3.2 2.7 1.7 1.2
4.8 6.7 3.7 2.5
3.2 4.5 2.4 1.7
8 12 6 4
Sumber : Ayers, R.S.; D.W. Westcot, 1976. Water Quality for Agriculture, FAO, Rome. Halaman 26-31
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
10
Sayuran Brokoli (Brassica italica) 2.8 1.9 3.9 2.6 Tomat (Lycopersicon esculantum) 2.5 1.7 3.5 2.3 Timun (Cucumis sativus) 2.5 1.7 3.3 2.2 Bayem (Spinacia oleracea) 2.0 1.3 3.3 2.2 Kubis (Brassica oleracea capitata) 1.8 1.2 2.8 1.9 Kentang (Solaum tuberosum) 1.7 1.1 2.5 1.7 Ubi jalar (Ipomea batatas) 1.5 1.0 2.4 1.6 Lada (Capsicum frutescens) 1.5 1.0 2.2 1.5 Bawang (Allium cepa) 1.2 0.8 1.8 1.2 Wortel (Daucus carota) 1.0 0.7 1.7 1.1 1) Nilai maksimum ECe tanaman masih tumbuh tapi hasilnya nol.
Teknik Irigasi dan Drainase
5.5 5.0 4.4 5.3 4.4 3.8 3.8 3.3 2.8 2.8
3.7 3.4 2.9 3.5 2.9 2.5 2.5 2.2 1.8 1.9
8.2 7.6 6.3 8.6 7.0 5.9 6.0 5.1 4.3 4.6
5.5 5.0 4.2 5.7 4.6 3.9 4.0 3.4 2.9 3.1
13.5 12.5 10 15 12 10 10.5 8.5 7.5 8
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
11
2. Kualitas Air untuk Keperluan Umum 6 2.1.
Umum
Adanya pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan industri maka beban polusi pada sumber-sumber air cenderung semakin meningkat, dan pada gilirannya akan menurunkan kualitas air. Polusi organik dari limbah manusia dan buangan sampah yang langsung dialirkan masuk ke sistem sungai/saluran akan menimbulkan permasalahan kualitas air. Selain itu, polusi industri di banyak tempat menunjukkan peningkatan yang berarti dan bahkan kandungan bahan kimia dengan konsentrasi tinggi seperti kromium, kadmium, merkuri dan selenium sering menimbulkan keracunan bagi manusia dan binatang. Berkaitan dengan gambaran kondisi kualitas air di sistem sungai maka dapat ditinjau melalui nilai-nilai parameter yang diukur. Dari banyak parameter, yang sering menjadi parameter utama untuk menggambarkan tingkat polusi dalam sebuah wilayah sungai seperti DO, BOD, COD, fecal coliform (terutama air limbah rumah tangga), pH dan logam berat. Uraian singkat mengenai parameter utama dijelaskan dibawah ini. 2.2.
Oksigen Terlarut, Dissolved Oxygen (DO)
Jumlah oksigen terlarut (DO) dalam air sangat penting untuk kehidupan dalam air. Jika sungai tidak terpolusi atau polusinya sedikit maka kandungan oksigennya akan tinggi dan ikan atau organisme air lainnya dapat hidup baik. Tingkat konsentrasi maksimum DO dalam air (disebut tingkat kejenuhan) sangat tergantung pada suhu, misalnya pada suhu 200 C tingkat kejenuhan akan mendekati 9,2 mg oksigen per liter, namun pada suhu 300 C tingkat kejenuhan oksigen akan turun mencapai 7,6 mg oksigen per liter. Polutan biologi yang dapat terurai akan memakai oksigen selama penguraian, jadi hal ini akan mengurangi tingkat DO dalam air. Apabila tingkat polusi tinggi maka dapat menyebabkan tingkat oksigen terlarut menjadi nol (non aerobik) sehingga dapat menimbulkan kematian bagi ikan dan organisme dalam air. Perbedaan antara tingkat kejenuhan dan DO yang terukur adalah indikasi dari derajat polusi. Untuk menetapkan tingkat kejenuhan, maka suhu harus diketahui. Jika DO rendah dibanding tingkat kejenuhan maka oksigen tambahan akan diserap dari udara ke dalam air. Semakin besar kekurangan maka semakin cepat penyerapan oksigen dari udara (re-oksigenasi). Selain itu, luas permukaan air sangat berhubungan dengan volume air dalam meningkatkan pengisian udara. Oleh karena itu, pengisian udara dalam gerakan air yang berputar (seperti air terjunan, kincir angin dll) akan lebih tinggi daripada air diam. 2.3.
Temperatur (Suhu)
Suhu dibutuhkan untuk menentukan tingkat kejenuhan oksigen terlarut dalam air. Untuk mengukur DO tanpa mengetahui suhu airnya maka kurang berguna, karena kekurangan oksigen yaitu dari perbedaan tingkat kejenuhan dan DO terukur tidak dapat ditentukan karena suhu air tidak diketahui. Misalnya tingkat DO 6 mg/l akan mengindikasikan kekurangan 9,2 – 6 mg/l = 3,2 mg/l jika suhu air adalah 20 0 C. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat polusi tergolong tinggi. Apabila suhu sebesar 300 C dan tingkat 6
Disusun oleh Ir Puguh Saktiono, MSc, 2003. Konsultan pada GGWRM
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
12
kejenuhan 7,6 mg/l, maka kekurangannya menjadi 7,6 – 6 mg/l = 1,6 mg/l. Disini menunjukan tingkat polusi jauh lebih rendah. 2.4.
pH (Tingkat Keasaman)
pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion-ion hidrogen (ion H+). Dalam air murni konsentrasi H+ adalah 10-7, jadi pH adalah 7. Misalnya suatu asam ditambahkan dalam cairan yang pH-nya 7, maka angka H+ pada cairan tersebut akan meningkat, katakanlah menjadi 10-3 maka cairan tersebut pH-nya menurun menjadi 3. Apabila larutan alkali (basa) ditambahkan maka pH akan meningkat ke tingkat diatas 7. Air dikatakan asam apabila nilai pH-nya < 7, netral pH = 7 dan basa pH < 7. 2.5.
Kebutuhan Oksigen Biokimia, Biochemical Oxigen Demand (BOD)
Kebutuhan oksigen bio-kimia (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk penguraian (proses oksidasi) polutan dalam air dengan cara bio-kimia. BOD adalah parameter yang berguna karena nilainya ditentukan melalui proses alami yang terjadi didalam air. Sebagai contoh limbah manusia yang langsung dari toilet akan membusuk lebih cepat daripada sepotong kayu, dan untuk penguraian limbah manusia ini akan lebih banyak membutuhkan oksigen. Sebagai akibatnya adalah oksigen terlarut dalam air akan menurun (disini tingkat DO rendah). Melalui pengisian udara secara alami akan mempercepat DO menjadi normal kembali. Pada pengujian laboratorium BOD, disimulasikan melalui proses penguraian polutan dari molekul besar menjadi lebih kecil secara alami. BOD ditentukan dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam 5 hari oleh suatu sampel pada suhu standar 200 C. Jika suhu dinaikkan, maka BOD akan meningkat akibat proses bio-kimia yang lebih cepat. 2.6.
Kebutuhan Oksigen Kimia, Chemical Oxigen Demand (COD)
Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah jumlah oksigen (mg O2)yang diperlukan untuk oksidasi komponen-komponen polutan (organis) dalam air dengan cara kimia, yaitu dengan menambah bahan kimia peng-oksidasi pada polutan. Bahan kimia (oksidator) K2Cr2O7 banyak digunakan sebagai sumber oksigen dalam pengujian di laboratorium. Secara prinsip sebagaian besar zat organis akan dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam mendidih, dan reaksi berlangsung selama ± 2 jam. Angka COD akan menjadi ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alami dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. 2.7.
Nitrit, Nitrat dan Fosfat
Pengukuran nitrit, nitrat dan fosfat penting khususnya untuk air di waduk-waduk dan danau-danau. Adanya cairan limbah yang mengandung nitrat dan fosfat yang tinggi, air waduk dan danau yang terpolusi mempunyai potensi lebih besar untuk pertumbuhan ganggang air secara berlebihan. Sebaliknya, jika kekurangan nitrat dan fosfat maka pertumbuhan ganggang menjadi terbatas. Selain dari cairan limbah, pupuk juga dapat menjadi sumber lain peningkatan kandungan nitrit, nitrat dan fosfat, yaitu melalui aliran balik dari daerah irigasi yang masuk ke sungai.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
2.8.
13
Koliform
Pengukuran koliform terutama ditujukan jika ada indikasi bahwa air sungai terpolusi oleh air limbah rumah tangga. Semakin banyak koliform yang terukur, maka semakin banyak limbah rumah tangga yang masuk ke dalam sungai. Sebaliknya, jika konsentrasi koliform rendah (dan BOD relatif tinggi), berarti polusi disebabkan oleh limbah industri. 2.9.
Daya Hantar Listrik, Electrical Conductivity (EC)
Sebagai sebuah parameter untuk polusi pengukuran Daya Hantar Listrik tidak begitu relevan terutama pada bagian hulu sungai. Namun pengukuran menjadi penting pada bagian muara di mana air laut dapat masuk ke sungai sehingga mengakibatkan kadar garam menjadi meningkat (nilai EC tinggi). Jika kadar garam tinggi maka air sungai tidak layak sebagai air baku untuk air minum dan irigasi. 2.10.
Logam Berat
Logam berat sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan industri. Kandungan logam dalam air dapat mengakibatkan keracunan bagi manusia maupun organisme lainnya yang hidup di air. Logam beracun misalnya kadmium, kromium, tembaga, merkuri, nikel, seng dan timah. Umumnya pengukuran logam berat dilakukan di bagian hilir dari daerah industri. Penutup Pertanyaan: (1) Parameter apa saja yang menentukan kualitas air irigasi dan apa pengaruhnya terhadap tanaman (2) Apa yang dimaksud dengan : “electrical conductivity”? (3) Apa satuan yang digunakan untuk EC dan bagaimana konversinya (4) Bagaimana kepekaan tanaman terhadap salinitas (5) Apa yang dimaksud dengan leaching (pencucian) (6) Bagaimana menghitung kebutuhan air untuk pencucian (7) Terangkan standard kualitas air untuk irigasi? (8) Apa satuan yang biasa digunakan? (9) Apa hubungnnya nilai EC dengan penurunan hasil? (10)Apa yang dimaksud dengan SAR ?
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk
14
(11) Sebutkan Parameter kualitas air: (12)Bagaimana hubungan antara DO dan BOD dalam air? (13)Hal penting apa saja yang perlu diperhatikan dalam parameter kualitas air irigasi (termasuk irigasi sprinkler dan drip)? (14)Apa yang dimaksud dengan salinitas (EC: mmhos/cm) pada kualitas air irigasi dan sejauh mana pengaruhnya pada tanaman? (15)Pencegahan apa yang dilakukan pada unsur beracun yang terdapat pada air irigasi? Kunci Jawaban
(11)Parameter kualitas air: a. Parameter fisik: suhu, warna, bau, rasa, turbidity (kekeruhan) b. Parameter kimia: BOD, COD, DO, pH, padatan terlarut, padatan tersuspensi, Fe, Cu, Mg, B, Na, Cl, NH, NO2, NO3, N c. Paramerer biologi: total mikroba, total koliform (12)DO (dissolved oxygen): kadar oksigen terlarut dalam air. BOD (biological oxygen demand): kebutuhan oksigen untuk aktivitas mikro-organisma dalam air. Nilai BOD yang tinggi menandakan adanya aktivitas mikro-organisma yang tinggi dan banyak membutuhkan oksigen sehingga kadar aoksigen menjadi berkurang DO menurun (13)pH, Sodium Adsorption Ratio (SAR), Electrical conductivity (EC) dan unsur beracun (Boron, Natrium dan Chlorida), untuk irigasi sprinkler dan drip perlu dipertimbangkan padatan terlarut (14)Salinitas merupakan ukuran banyaknya kadar garam yang ada dalam air. Di daerah perakaran lengas tanah dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekanan osmotik yang lebih besar sehingga air tidak dapat diserap oleh akar tanaman. EC antara 1 – 4 mmhos/cm tidak mengakibatkan penurunan produksi. EC antara 6 – 25 mmhos/cm mengakibatkan tanaman tidak berproduksi. (15)(a) irigasi lebih sering, (b) penambahan air untuk pencucian (leaching), (b) penambahan zat penetral, (d) pencampuran dengan air lain yang lebih baik Daftar Pustaka 1. Ayers, R.S.; D.W. Westcot. 1976. Water Quality for Agriculture. FAO. Irrigation and Drainage Paper No 29, Rome.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
1
Topik 8. Pemanfaatan Airtanah dan Irigasi Pompa
Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu (a) memahami, membuat konstruksi dan pemeliharaan sumur; (b) memahami perhitungan dan penerapan dalam irigasi pompa; (c) memahami perhitungan biaya air pompa dan perencanaan untuk agribisnis tanaman hortikultura beririgasi Bahan Ajar Bahan Ajar terdiri dari: (1) Irigasi Pompa, (2) Pompa Hidram, (3) Pompa Air Tenaga Angin. Pada File Tambahan Kuliah Topik 8, tercantum naskah dalam bentuk pdf yakni (a). Bahan ajar 3 Pompa Air Tenaga Angin (Kincir Angin), (b) Centrifugal Pump, (c) Pumping Station Design
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
2 1. Irigasi Pompa IRIGASI POMPA Oleh: Dedi Kusnadi Kalsim (Ir.,M.Eng.,Dip.HE) Bagian Teknik Tanah dan Air, FATETA IPB; E-mail:
[email protected] Sumber: (1) A.M. Michael, 1978. Irrigation: Theory and Practice. (2) Sularso; H. Tahara, 1983. Pompa & Kompresor (3) Kay M.; N. Hatcho, 1992. Small-scale pumped irrigation: energy and cost. FAO, Rome, Italy.
1. Konsep Dasar SI units (International Metric System) digunakan dalam buku ini. Satuan dasar dalam unit SI adalah sebagai berikut: Pengukuran Panjang Volume Massa Gaya 1.1.
Unit Meter meter kubik Kilogram Newton
Simbol m m3 kg N
Tekanan
Tekanan adalah istilah yang sering digunakan dalam hidrolika yang menggambarkan gaya yang dikeluarkan oleh air pada luasan bidang tertentu dari suatu objek yang tenggelam dalam air. Tekanan umumnya dinyatakan dalam kilo Newton per meter persegi (kN/m2). Sebagai alternatif lain sering pula digunakan “bar” dimana 1 bar sama dengan 100 kN/m2. Tekanan dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Tekanan (kN
m
2
)=
Gaya ( kN ) luas m 2
( )
… /1.1/
Suatu tipikal tekanan operasional dalam irigasi curah (sprinkler irrigation) adalah sebesar 3 bar (300 kN/m2), hal ini berarti bahwa setiap luasan 1 m 2 pada pipa bagian dalam dan pompa mempunyai gaya seragam sebesar 300 kN yang bekerja padanya. Beberapa satuan yang sering dipakai adalah kilogram gaya per sentimeter persegi (kgf/cm2) atau pounds-force per inci persegi atau psi (lbf/in2). Konversi dari satuansatuan tersebut adalah: 1 bar = 14,7 lbf/in2 = 1 kgf/cm2 = 100 kN/m2
Teknik Irigasi dan Drainase
… /1.2/
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
3 1.1.1. Pengukuran Tekanan Tekanan air dalam pipa dapat diukur dengan Bourdon Gage (Gambar 1.1). Di dalam alat ini terdapat suatu tabung (tube) berbentuk lengkung yang akan meregang apabila di bawah tekanan. Tabung ini disambungkan dengan penunjuk berskala sehingga besarnya tekanan dapat dibaca. Teknisi biasanya juga mengacu tekanan sebagai tekanan head dalam satuan meter kolom air. Jika pengukur Bourdon digantikan dengan slang vertikal, maka air dalam slang akan naik sampai ketinggian tertentu sesuai dengan besarnya tekanan. Jika tekanannya 1 bar maka air akan naik setinggi sekitar 10 meter. Head tekanan (m) = 0,1 x tekanan (kN/m2) = 10 x tekanan (bar) …/1.3/ 1.1.2. Tekanan atmosfir Tekanan atmosfir adalah tekanan dari atmosfir udara sekeliling kita, menekan ke bawah tubuh kita pada permukaan bumi. Meskipun udara kelihatannya ringan, jika mempunyai kolom udara yang besar pada permukaan bumi akan menghasilkan tekanan sekitar 100 kN/m2 atau ekivalen dengan 1 bar atau 10 m kolom air Tekanan atmosfir = 100 kN/m2 = 1 bar = 10 m kolom air … /1.4/
Gambar 1.1. Pengukuran tekanan
1.2.
Debit
Laju air mengalir per satuan waktu dalam pipa atau saluran disebut dengan kecepatan (velocity) yang dinyatakan dengan satuan m/detik. Debit (discharge) adalah volume air mengalir dalam pipa atau saluran per satuan waktu yang dinyatakan dengan m3/detik. Sebagai contoh pada Gambar 2 dimana air mengalir dalam pipa berdiameter 100 mm pada kecepatan 1,5 m/detik. Maka dalam 1 detik sejumlah air akan mengalir dalam pipa dengan volume sama dengan yang diarsir pada Gambar 1.2. Volume ini besarnya sama dengan kecepatan dikalikan dengan luas penampang aliran yakni 1,5 x 0,008 = 0,012 m3/detik. 1.2.1. Pengukuran Debit Debit dapat diukur dengan berbagai cara antara lain: (a) flow meter (Gambar 1.3a) dimana jumlah putaran baling-baling per satuan waktu dikonversikan ke penunjuk berskala dalam satuan debit; (b) Dengan secara langsung menggunakan wadah yang
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
4 diketahui volumenya dan pengukur waktu (stopwatch) yang diperlukan untuk mengisi penuh wadah tersebut (Gambar 1.3b); (c) Di saluran terbuka dapat menggunakan sekat ukur seperti pada Gambar 1.3c. Debit aliran (m3/detik) = luas penampang aliran (m2) x Kecepatan (m/detik) … /1.5/
Gambar 1.2. Perhitungan debit
1.3.
Energi
Dengan energi kita mampu bekerja. Dalam pemompaan energi diperlukan untuk mengangkat air dengan debit tertentu. Energi air dipasok oleh suatu pompa yang bergerak dengan tenaga manusia atau motor dengan menggunakan tenaga matahari, angin atau bahan bakar. 1.3.1. Pengukuran energi Energi biasanya diukur dalam satuan Watt-jam atau Watt-hour (Wh atau W-jam). Karena nilai 1 Wh ini sangat kecil maka satuan yang biasanya digunakan adalah kilowatt-jam (kWh) dimana 1 kWh = 1.000 Wh. Beberapa gambaran umum nilai energi yang digunakan untuk pekerjaan tertentu adalah: a. Seorang petani bekerja di sawah menggunakan energi sekitar 0,2 – 0,3 kWh setiap hari b. Kipas angin di atas meja menggunakan energi 0,3 kWh setiap jam c. AC menggunakan energi sekitar 1 kWh setiap jam Perhatikan bahwa periode waktu selalu diberikan jika menerangkan jumlah energi yang diperlukan. Misalnya petani memerlukan energi 0,2 kWh setiap hari untuk bekerja, energi tersebut dipasok dari makanan yang dimakan setiap hari. Dalam irigasi jumlah energi yang diperlukan ditentukan dalam satuan waktu harian, bulanan atau musiman. 1.3.2. Sumber energi Energi dapat berasal dari makanan (bagi manusia dan hewan), dari bahan bakar fossil, dari angin dan matahari (untuk mesin dan motor). Tabel 1.1, memberikan gambaran nilai energi untuk makanan, bahan bakar fosil dan sumber energi lainnya.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
5
Gbr 1.3a
Gbr 1.3b
Gbr 1.3c
Gambar 1.3. Pengukuran debit Tabel 1.1. Kandungan energi bahan bakar dan makanan Bahan Jagung Kayu Diesel Bensin Angin Matahari
Energi 1 kWh/kg 4 kWh/kg 11 kWh/liter 9 kWh/liter 0,01-41 kWh/m2 1 kWh/m2
Efisiensi (%) 10 10 20 10
1.3.3. Perubahan energi
Teknik Irigasi dan Drainase
Keterangan Sebagai konsumsi manusia dan hewan Kadang-kadang dinyatakan sebagai konsumsi bahan bakar (0,09 lt/kWh untuk diesel dan 0,11 lt/kWh untuk bensin)
20
Untuk kecepatan angin dari 2,5 – 40 m/det
5
Maksimum energi matahari di permukaan laut
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
6 Aspek penting dalam energi adalah bahwa energi dapat diubah dari suatu bentuk energi ke bentuk lainnya (Gambar 1.4). Manusia dan hewan mengkonversi makanan menjadi energi yang berguna untuk menggerakkan ototnya. Dalam suatu tipikal sistim pompa yang digerakkan oleh mesin diesel, energi diubah beberapa kali sebelum digunakan untuk memompa air. Energi kimia yang dikandung oleh bahan bakar diesel dibakar dalam mesin diesel menghasilkan energi mekanik. Energi ini masuk ke pompa melalui poros putar (drive shaft) dan akhirnya ke air.
Gambar 1.4. Konversi energi, analogi antara manusia (atas) dengan mesin (bawah)
1.3.4. Perhitungan energi yang diperlukan Jumlah energi yang diperlukan untuk memompa air tergantung pada volume air yang dipompa dan head1 yang diperlukan dihitung dengan rumus:
( )
Volume air m 3 × head ( m ) Energi air ( kWh ) = 365
… /1.6/
Contoh 1.1:
Sejumlah 600 m3 air dipompa setiap hari ke suatu tangki air yang terletak 10 m di atas permukaan tanah. Hitung jumlah energi yang diperlukan? Dengan menggunakan persamaan di atas maka energi air = (600 x 10)/365 = 16,4 kWh setiap hari.
1
Head adalah energi dalam satuan panjang (L)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
7 Gambar 1.5. Ilustrasi pada contoh 1.1
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
8 1.4.
Tenaga atau Daya (Power)
Tenaga atau Daya sering membingungkan dalam konteks istilah energi, mereka berhubungan tetapi berbeda arti. Energi adalah kapasitas untuk mengerjakan sesuatu kerja sedangkan tenaga adalah laju dimana energi tersebut digunakan. Tenaga atau Daya adalah laju penggunaan energi yang biasanya diukur dengan satuan kilowatt (kW). Tenaga yang diperlukan untuk memompa air disebut tenaga air yakni: Tenaga ( kW ) =
Energi ( kWh ) waktu ( jam )
… /1.7/
Satuan lainnya yang biasa digunakan untuk tenaga adalah Tenaga Kuda (HP) dengan konversi 1 HP = 0,74 kW atau 1 kW = 1,35 HP. Contoh 1.2:
Pada contoh 1.1 di atas telah dihitung bahwa energi diperlukan setiap hari untuk mengangkat 600 m3 air setinggi 10 m adalah 16,4 kWh. Berapa tenaga air yang diperlukan ? Untuk menghitung tenaga air dari energi air diperlukan waktu yang diperlukan untuk pemompaan: a. Jika pemompaan kontinyu selama 24 jam per hari, maka Tenaga Air (kW) adalah 16,4/24 = 0,68 kW = 0,92 HP b. Jika pompa hanya bekerja 12 jam/hari, maka Tenaga Air = 16,4/12 = 1,37 kW = 1,85 HP c. Jika pemompaan hanya 6 jam/hari, maka Tenaga Air = 16,4/6 = 2,73 kW = 3,68 HP. Catatan: energi yang diperlukan adalah sama untuk ketiga kasus tersebut. Akan tetapi tenaga tergantung pada laju penggunaan energi tersebut. Jumlah tenaga diperlukan lebih besar jika waktu penggunaan energi lebih pendek. Cara lain menghitung tenaga dan energi adalah menggunakan debit air yang dipompa (daripada volume air yang dipompa).
(
3 Tenaga Air ( kW ) = 9,81 × Debit m
det
) × Head ( m)
… /1.8/
Selanjutnya energi air dapat dihitung dari Tenaga air dengan mengalikan dengan waktu operasional,
Energi Air = Tenaga Air ( kW ) × Waktu operasional ( jam)) 1.5.
… /1.9/
Pompa dan Unit Tenaga
Jenis/tipe pompa yang sering digunakan dalam irigasi adalah (a) Pompa aliran Axial (atau tipe propeler), (b) Pompa tipe aliran radial (atau sentrifugal), dan (c) Tipe aliran campur (mixed flow). Suatu indeks yang sering digunakan untuk menentukan tipe Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
9 pompa adalah kecepatan spesifik (specific speed) yang dihitung dengan rumus sebagai 61.65 N q 1 / 2 berikut, n s = … /1.10/ dimana ns: kecepatan spesifik (rpm), N: h3/ 4 kecepatan putaran (rpm), q: debit (m3/det), h: total head (m). Karakteristik dari ketiga tipe pompa berdasarkan nilai ns dapat dilihat pada Gambar 1.6.
Gambar 1.6. Hubungan antara kecepatan spesifik, bentuk impeller dan tipe pompa
Pompa tipe aliran axial terdiri dari suatu propeller yang ditempatkan di dalam tabung pipa yang ditempatkan di bawah muka air (Gambar 1.7). Pompa jenis ini mempunyai karakteristik kecepatan spesifik yang besar yakni debit besar tetapi head kecil, sehingga biasanya digunakan untuk irigasi padi sawah atau untuk keperluan drainase. Tipe aliran radial biasa disebut juga pompa centrifugal biasanya sering digunakan untuk irigasi, mempunyai karakteristik nilai kecepatan spesifik yang rendah atau head tinggi, tetapi debit kecil. Pompa ini cocok digunakan untuk irigasi curah dan tetes dimana diperlukan head yang cukup tinggi. Prinsip kerja pompa ini adalah gaya centrifugal seperti diilustrasikan pada Gambar 1.8. Jika kita memutar air dalam ember dengan panjang tali tertentu, maka air tetap tertahan dalam ember karena adanya gaya centrifugal. Beberapa ember digantikan dengan suatu impeller dengan beberapa blades atau vanes yang berputar dengan kecepatan tinggi di dalam rumah pompa. Bentuk impeller dapat berupa impeller tertutup, terbuka dan setengah terbuka (semi enclosed). Berdasarkan bentuk rumahnya (casing), pompa centrifugal dapat diklasifikasikan dalam dua tipe yakni tipe volute dan tipe turbin (diffuser). Perbedaan utama adalah tipe turbin mempunyai beberapa diffuser vanes. Pompa jenis centrifugal sering dinyatakan kapasitasnya dengan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
10 diameter pipa keluar, misalnya pompa ukuran 50 mm. Tabel 1.2 memberikan suatu petunjuk hubungan antara diameter pipa keluar dengan kapasitas pompa.
Gambar 1.7. Pompa tipe aliran axial
Pompa centrifugal dirancang dengan bentuk poros putar horizontal dan vertikal dan dengan jumlah impeller dan inlet isap yang berbeda. Inlet isap dapat berbentuk tunggal atau ganda (double). Inlet isap tunggal dan poros horizontal biasanya digunakan untuk tinggi isap tidak lebih dari 4 ~ 6 m. Hampir semua pompa turbin adalah tipe poros vertikal. Pompa ini biasanya mempunyai lebih dari satu impeller sehingga biasa disebut multi-stage pump kadang-kadang disebut juga pompa turbin sumur dalam (deep well turbine pump) (Gambar 1.9) Pompa aliran campur (mixed flow) adalah adalah campuran dari aliran axial dan centrifugal. Pompa aliran campur lebih efisien untuk memompa debit besar daripada pompa centrifugal dan juga lebih efisien untuk memompa pada tekanan tinggi daripada pompa axial. Pompa ini juga dapat beroperasi pada pompa tenggelam (submersible pump) yakni berada di bawah muka air (Gambar 1.10) Tabel 1.2. Suatu pegangan untuk pemilihan pompa Ukuran pipa keluar Debit (liter/detik) (mm) (inchi) 25 1 0~5 50 2 5 ~ 15 75 3 15 ~ 25 100 4 25 ~ 35 125 5 35 ~ 50
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
11
Gambar 1.8. Pompa aliran radial atau Pompa centrifugal
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
12
Gambar 1.9. Pompa turbin sumur dalam dengan 2 tingkat impeller
Gambar 1.10. Pompa tipe aliran campur
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
13
2. TERMINOLOGI 2.1
Kapasitas adalah volume air yang keluar dari pompa per satuan waktu. Biasa disebut juga debit aliran, umumnya dinyatakan dalam satuan liter/detik atau liter/menit.
2.2
Tinggi Isap Statik (Static Suction Lift): Jarak vertikal dari poros pompa ke muka air sumber (Gambar 2.1)
2.3
Total Tinggi Isap (Total Suction Lift): Jumlah dari tinggi isap statik dengan semua kehilangan energi pada pipa isap (pipa, saringan dan klep kaki) ditambah dengan velocity head pada pipa isap.
2.4
Tinggi Tekan Statik (Static Discharge Head): jarak vertikal dari poros pompa ke elevasi muka air yang keluar dari pompa (Gambar 2.1)
2.5
Total Head tekan (Total Discharge Head): jumlah tinggi tekan statik dengan semua kehilangan energi pada pipa tekan (pipa, sambungan) ditambah velocity head dan pressure head.
2.6
Total Head: energi yang diberikan pompa pada air, besarnya merupakan penjumlahan dari Total Head Tekan dengan Total Suction Lift.
2.7
Total Head Statik: jarak vertikal dari muka air pada pipa isap ke muka air keluar.
2.8
Friction head: head ekuivalen dinyatakan dalam meter kolom air untuk menanggulangi gesekan aliran dalam pipa
2.9
Pressure head: tekanan dinyatakan dalam meter kolom air dalam ruang tertutup dimana pompa mengisap atau menekan air (Hp=p/γ) (Gambar 2.2.)
2.10
Velocity Head: tekanan air (dinyatakan dalam meter kolom air) yang diperlukan untuk menghasilkan aliran (Hv= v2/2g)
2.11
Maksimum tinggi isap pompa (maximum practical suction lift). Untuk opersional pompa sentrifugal tanpa cavitasi, tinggi isap ditambah dengan semua kehilangan lainnya harus lebih kecil dari tekanan atmosfir teoritis. Maksimum tinggi isap dihitung dengan persamaan:
Hs = Ha - Hf - es - NPSH - Fs … /2.1/ dimana: Hs: maksimum tinggi isap, atau jarak dari pusat pompa ke muka air (meter); H a : Tekanan atmosfir pada permukaan air (meter atau 10,33 m pada permukaan laut); H f : Kehilangan karena gesekan pada saringan, pipa, sambungan dan klep pada pipa isap (m); es : Takanan uap air jenuh (m); NPSH : net positive suction head pompa termasuk kehilangan di impeller dan velocity head (m); Fs: Faktor pengaman (biasanya diambil sekitar 0,6 m).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
14
Gambar 2.1. Sistim pemompaan dimana sumber air di bawah pusat pompa keluar secara gravitasi
Koreksi Ha untuk ketinggian tempat adalah sekitar 0,36 m per 300 m tinggi tempat. Kehilangan gesekan dan tinggi angkat harus dijaga serendah mungkin. Untuk alasan tersebut umumnya diameter pipa isap lebih besar dari pipa tekan, dan pompa ditempatkan sedekat mungkin dengan muka air sumber air.
Gambar 2.2. Sistim pemompaan dimana sumber air di bawah pusat pompa keluar lewat sprinkler bertekanan Contoh 2.1:
Tentukan maksimum tinggi isap untuk pompa dengan debit 38 lt/detik. Suhu air 20o C. Total hilang gesekan pada pipa diameter 10 cm dan sambungan adalah 1,5 m. Pompa beroperasi pada ketinggian tempat 300 m dpl. NPSH pompa dari pabriknya 4,7 m. Penyelesaian: es pada 20o C = 0,24 m (dari Tabel 2.1) Fs = 0,6 m. Tekanan atmosfir = 10,33 - 0,36 = 9,97 m Hs = 9,97 - 1,5 - 0,24 - 4,7 - 0,6 = 2,93 m.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
15 Hubungan antara ketinggian tempat dengan tekanan atmosfir dinyatakan dengan persamaan (atau Tabel 2.2): 0,0065h Pa = 10,331 − 288
5 , 256
… /2.2/
dimana Pa: tekanan atmosfir (m H2O); h: ketinggian tempat di atas muka laut (m). Tabel 2.1. Hubungan antara Suhu dengan Tekanan Uap Air Suhu (o C) 10 15 20 30 40 50 90 100
Tekanan uap air (m kolom air) 0,12 0,17 0,24 0,43 0,77 1,26 7,3 10,33
Tabel 2.2. Hubungan antara ketinggian tempat dengan Tekanan Atmosfir Ketinggian di atas muka laut (m) 0 250 500 1.000 1.500 2.000
2.12
Tekanan atmosfir (m kolom air) 10,33 10,0 9,75 9,20 8,60 8,10
Water Horse Power (WHP): tenaga kuda teoritis yang diperlukan untuk memompa air dengan debit dan tinggi head tertentu. Head dan debit yang dinyatakan dalam daya kuda (horse power).
WHP =
Debit (lt / det) × Total Head ( m ) Debit ( m 3 / det) × Total Head ( m ) = 75 0,075
../2.3/
atau 1 HP = 75 liter/detik.meter= 0,075 m3/detik meter = 0,74 KW
… /2.4/
CATATAN: •
•
Berdasarkan sistim Inggris (UK): 1 HP (Horse Power) = 550 ft-lbsf/sec = 550 x 0,305 x 0,454 m-kgf/sec = 76,2 m-kgf/sec = 76,2 liter air. m/det = 0,746 kW. Air pada suhu 20o C, 1 liter = 1 kgf. Berdasarkan sistim metrik 1 PS (Pferdestarke, Tenaga Kuda Jerman) = 75 mkgf/sec = 75 liter air. m/det = 0,74 kW.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
16 • •
•
Satuan Tekanan: 1 kN/m2 = 1 k Pa = 0,145 psi; 1 bar = 1 kg/cm2 = 100 kPa = 10 m kolom air = 14,5 psi Power (Daya/Tenaga) = ρ g Q H = γ Q H = N/m3 x m3/det x J/N = J/det = Watt; Contoh: Q = 1 m3/det, H = 1 m (kolom air); Pada suhu 20o C, γ air = 9,789 kN/m3, maka Daya = 9,789 x 1 x 1 = 9,789 kW = 13,2 HP 1 atm = 101,3 kPa =101,3 kN/m2 = (101,3 : 9,789) m kolom air = 10,35 m kolom air
Shaft Horse Power adalah tenaga yang diperlukan pada poros pompa. SHP =
2.13
WHP Efisiensi Pompa
… /2.5/
Efisiensi adalah perbandingan antara tenaga output dengan tenaga input. Efisiensi Pompa =
WHP SHP
… /2.6/
2.14
Brake Horse Power adalah aktual tenaga yang diperlukan oleh mesin untuk memompa: Apabila digunakan sambungan langsung maka BHP = SHP Apabila menggunakan sabuk (belt) atau penghubung lainnya maka: BHP =
WHP Ef .Pompa × Ef .drive
HP input pada Motor Lsitrik =
… /2.7/
WHP Ef .Pompa × Ef .drive × Ef .motor
…
/2.8/ Kilowatt input Motor Listrik =
BHP × 0,74 Ef .Motor
… /2.9/
3. KURVA KARAKTERISTIK Kurva karakteristik pompa biasa disebut juga kurva performansi, menggambarkan hubungan antara kapasitas, head, tenaga dan efisiensi pompa (Gambar 3.1). Pengetahuan kurva karakteristik pompa diperlukan untuk memilih pompa pada kondisi operasional tertentu yang memberikan nilai efisiensi tinggi dan biaya operasional yang rendah. Umumnya Head, input tenaga dan efisiensi disusun sebagai ordinat sedangkan kapasitas sebagai absis pada kecepatan pompa konstan. NPSH apabila ditunjukan juga dipasang pada ordinat. Sekitar 6 - 12 titik digunakan selama uji pompa (pump test). Kurva yang halus dihubungkan pada titik-titik tersebut. Kurva Head - Kapasitas memperlihatkan berapa besarnya debit air akan dikeluarkan pada head tertentu. Debit bertambah dengan menurunnya head. Efisiensi yang dihasilkan naik dari nol pada debit nol sampai suatu titik maksimum dan selanjutnya
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
17 menurun kembali. BHP pada pompa sentrifugal biasanya naik sampai pada suatu selang sebagaimana debit bertambah, mencapai suatu titik maksimum. Kurva ini berubah dengan kecepatan pompa. Maka kecepatan harus dipertimbangkan dalam pemilihan pompa untuk mendapatkan efisiensi maksimum. Masing-masing kurva juga berubah terhadap tipe pompa.
Gambar 3.1. Tipikal Kurva Karakteristik Pompa Sentrifugal
Beberapa kurva menggambarkan kecepatan atau diameter impeller yang berbeda dapat digambarkan pada gambar yang sama. Jenis gambar ini menunjukan sejumlah kurva head-kapasitas untuk satu diameter impeller dan kecepatan berbeda, atau kurva head-kapasitas untuk diameter impeller berbeda tapi pada satu kecepatan. (Gambar 3.2). Kurva jenis ini disebut dengan Kurva Karakteristik Komposit. Cara membaca kurva, misalnya pada Gambar 3.1, diinginkan untuk mendapatkan head, HP dan efisiensi pada kapasitas 10,7 lt/detik. Dengan membaca kurva, pada 10,7 lt/detik pompa akan menghasilkan head 38 m, memerlukan 7,1 BHP dengan efisiensi 75,5%. Pembacaan kurva karakteristik komposit seperti pada Gambar 3.2 lebih banyak informasi yang didapatkan. Contohnya, diperlukan untuk memilih pompa dan unit tenaga yang mampu mengalirkan debit 16 lt/det pada head 30 meter. Hal yang penting adalah memilih pompa yang mampu bekerja pada puncak efisiensi. Dari gambar tersebut didapatkan dengan memilih diameter impeller 176 mm, yang akan beroperasi pada efisiensi tertinggi 69%. Untuk menentukan tenaga yang diperlukan antara 5,5 KW dan 7,5 KW, maka kita dapat memilih motor 7,5 KW. Tinggi angkat terbaca 5 m, dan ukuran pipa isap dan pipa hantar sekitar 125 mm.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
18
Gambar 3.2. Kurva Karakteristik Komposit Pompa Sentrifugal pada Beberapa Diameter Impeller
4. PEMILIHAN POMPA 4.1
Kriteria dan Prosedur pemilihan pompa untuk irigasi
Faktor utama pemilihan pompa adalah: (1) Keperluan air Irigasi untuk tanaman, (2) Debit sumber air (sungai, kolam, sumur), (3) Ketersediaan dan biaya dari jenis pompa dan energi. 4.2
Penentuan Kapasitas Debit Pompa
Data ketersediaan debit aman dari sumur dan sumber air lainnya, serta debit air irigasi yang diperlukan tanaman harus diduga dengan perhitungan. 4.2.1 Kapasitas debit pompa berdasarkan kebutuhan tanaman Debit pompa harus mampu memenuhi keperluan puncak tanaman. Debit pompa tergantung pada luas areal pada tanaman yang berbeda, keperluan puncak tanaman, perioda rotasi dan lama operasional pemompaan dalam satu hari. Hubungan tersebut dapat dihitung dengan persamaan:
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
19 q=
∑
A × y 1000 × = 27,78 × R× T 36
∑
A× y R× T
… /4.1/
dimana: q: debit pompa (liter/detik); A : luas areal tanaman (hektar); y: kedalaman air irigasi (cm); R: perioda rotasi (hari); T: lama pemompaan per hari (jam/hari) Contoh 4.1:
Seorang petani mempunyai lahan seluas 5 hektar yang akan ditanami berbagai jenis tanaman sebagai berikut: Jenis Tanaman 1. Padi 2. Jagung 3. Sayuran
Luas areal (hektar) 2 2 1
Jumlah air irigasi (cm) 10 7,5 7,5
Perioda Rotasi (hari) 10 15 10
Jam Kerja Pemompaan (jam/hari) 10 10 10
Debit pompa yang diperlukan : 2 × 10 2 × 7,5 1 × 7,5 27,78 × + + = 10,4 liter/detik 10 × 10 15 × 10 10 × 10 4.3
Kemampuan Sumur
Karakteristik surutan-debit dari suatu sumur menentukan pemilihan pompa. Pompa yang cocok akan didapat dengan cara mencocokan karakteristik pompa dengan karakteristik sumur. Hubungan debit pemompaan dengan penurunan muka air di sumur (surutan) adalah merupakan karaktersitik sumur. Hubungan tersebut digambarkan seperti pada Gambar 4.1. Penurunan elevasi muka air tanah dihitung dari permukaan tanah. 4.4
Penyesuaian antara karakteristik sumur dengan karaktersitik pompa
Kurva karakteristik sumur dan pompa dapat digunakan untuk pemilihan pompa yang sesuai dengan sumur tersebut. Karakteristik sumur dan pompa digambar pada skala yang sama pada kertas transparan (Gambar 4.2). Suatu titik perpotongan antara kurva head-kapasitas pompa dan sumur menghasilkan debit 3.150 liter/menit pada total head 13 meter, dengan efisiensi sekitar 65%. Input tenaga yang diperlukan sekitar 12 HP. 4.5
Kehilangan Head Gesekan pada Sistem Pipa
Kehilangan head pada instalasi pipa termasuk energi atau head yang diperlukan untuk menanggulangi gesekan (tahanan) pada pipa dan perlengkapan lainnya (saringan, klep kaki, sambungan, siku, socket dll). Gesekan terjadi baik pada pipa isap dan pipa hantar yang besarnya tergantung pada kecepatan aliran, ukuran pipa, kondisi pipa bagian dalam dan bahan pembuat pipa.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
20
Gambar 4.1. Suatu tipikal Karakteristik Sumur
Kehilangan energi gesekan pipa umumnya dihitung dengan rumus dari HazenWilliam: v = 0,849 C R 0, 63 S 0,54
… /4.2a/
atau hf =
10,684 Q 1,85 × L … /4.2b/ C 1,85 D 4,87
dimana: v: kecepatan rata-rata dalam pipa (m/detik); C: koefisien gesekan pipa (Lihat Tabel 4.1); R: jari-jari hidrolik (m); R = D/4 untuk penampang pipa lingkaran; L: panjang pipa (m); D: diameter dalam pipa (m); S : gradien hidrolik = hf/L; hf : kehilangan energi (m); Q : debit aliran (m3/detik).
Nilai C pada rumus Hazen-William, tergantung pada derajat kehalusan pipa bagian dalam, jenis bahan pembuat pipa dan umur pipa (Tabel 4.1). Sebagai panduan praktis Gambar pada Lampiran 1 sampai dengan 8 dapat digunakan untuk pendugaan kehilangan energi gesekan pada berbagai jenis pipa dengan nilai C tertentu pada berbagai nilai debit aliran dan diameter pipa. Contoh 4.2:
Hitung kehilangan head karena gesekan pada pipa besi (baru) berdiameter 10 cm, panjang 120 m jika air mengalir dengan debit 10 liter/detik. Berdasarkan Gambar dengan C = 130: Kehilangan energi = 20/1000 x 120 m = 2,40 m
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
21
Gambar 4.2. Penggabungan Kurva Karaktersitik Sumur dengan Karakteristik Pompa
Berdasarkan rumus di atas: h f = 4.6
10,684(0,01)1,85 × L = 0,019 x 120 m = 2,3 m 1301,85 (0,1) 4,87
Kehilangan energi pada perlengkapan lainnya (minor losses):
Saringan pompa: h f = K s ×
v2 2g
.. /4.3/, Klep kaki: h f = K f ×
v2 2g
…/4.4/.
Kf dan Ks adalah konstanta, umumnya diasumsikan nilai Ks= 0,95 dan nilai Kf = 0,80. Head loss dalam klep dan sambungan pipa lainnya ditentukan dengan menggunakan Nomogram pada Gambar 4.3. Sebagai contoh jika terjadi kontraksi tiba-tiba dengan perbandingan diameter kecil (d) dengan diameter besar (D) 1:2, dan nilai d = 80 mm. Maka dari titik d = 80 mm ditarik garis ke “sudden contraction” (penyempitan serentak) dengan d/D=1/2, maka kehilangan energi sama (ekivalen) dengan kehilangan energi pada pipa lurus sepanjang 0,9 meter. Kehilangan energi pada klep balik (Reflux Valve) biasanya disamakan dengan untuk klep kaki.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
22 Tabel 4.1. Kondisi pipa dan nilai C (Hazen-William) Jenis pipa Pipa besi cor, baru Pipa besi cor, tua Pipa baja, baru Pipa baja, tua Pipa dengan lapisan semen Pipa dengan lapisan asphalt Pipa PVC Pipa besi galvanis Pipa beton (baru, bersih) Pipa beton (lama) Alumunium Pipa bambu (betung, wulung, tali)
Koefisien Kehalusan “C” 130 100 120 ~ 130 80 ~ 100 130 ~ 140 130 ~ 140 140 ~ 150 110 ~ 120 120 ~ 130 105 ~ 110 135 ~ 140 70 ~ 90
Untuk jaringan pipa bambu, kehilangan energi karena pelebaran mendadak dapat dihitung dengan persamaan: h f = Kl
(V
2
1
− V2 2g
2
)
… /4.5/, dimana Kl adalah koefisisen losses pada bambu Kl = 2
V 1,57. Pada penyempitan mendadak head loss dihitung dengan h f = K l 2 … /4.6/, 2g dimana Kl = 0,40. Pada sambungan bambu-bambu nilai Kl = 1,30. 4.7
Rancangan Instalasi Pemompaan
Contoh 4.3:
Suatu pompa diperlukan untuk debit 93.600 liter/jam dengan total head 21 meter. Hitung besarnya WHP. Jika pompa mempunyai efisiensi 72%, berapa HP tenaga penggerak diperlukan. Jika motor listrik dengan drive langsung dengan efisiensi 80% digunakan sebagai tenaga penggerak. Hitung biaya energi listrik dalam sebulan 30 hari. Pompa dioperasikan 12 jam/hari untuk 30 hari. Biaya listrik adalah Rp 100/KWH. Penyelesaian:
WHP =
SHP =
Debit (lt / det) × Total Head (m) 93.600 × 21 = = 7,18 75 60 × 60 × 75
WHP 7,18 = = 9,98 ; Karena pompa disambung secara Ef .Pompa 0,72
langsung, maka SHP = BHP
BHP × 0,74 9,98 × 0,74 = = 9,23 Ef .Motor 0,80 Total Konsumsi Energi per bulan = 9,23 × 12 × 30 = 3322,8 KWH Biaya per bulan = 3322,8 × 100 = Rp.332.280,− Kilo Watt input pada Motor =
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
23 Contoh 4.4:
Suatu pompa sentrifugal yang digerakkan langsung dengan motor listrik dipasang dalam sumur gali. Debit pompa 18 liter/detik. Efisiensi pompa 67%. Pusat pompa berada 60 cm vertikal di atas muka air statik dan 6,2 meter di atas muka air selama pemompaan berlangsung. Panjang pipa isap 7,5 m dengan diameter 8 cm. Klep kaki dan saringan dipasang pada pipa isap. Pipa isap disambung pada inlet pipa dengan siku (long sweep bend) diameter sama. Air dipompa sampai ke puncak pipa yang disambungkan dengan sistem distribusi pipa dalam tanah. Jarak vertikal dari pusat pompa ke puncak pipa hantar adalah 16 m. Panjang total pipa hantar 24 m berdiameter 7 cm. Sambungan pipa pada pipa hantar adalah 3 buah siku (sweep bend), 1 kran (gate valve) dan 1 reflux valve (disebut juga check valve atau nonreturn valve), semuanya dengan diameter pipa sama. Semua pipa terbuat dari pipa besi baru. Berdasarkan data tersebut di atas, HITUNG: (a) Total head; (b) WHP; (c) BHP motor penggerak Penyelesaian: Luas penampang aliran Pipa Isap =
Cepat aliran =
π d2 π (0.08) 2 = = 0,005m 2 . 4 4
Q 18 / 1000 = = 3,6m / det A 0,005 π d2
π (0.07 ) 2 Luas penampang aliran Pipa Hantar = = = 0,0038m 2 4 4 Q 18 / 1000 Cepat aliran pada pipa hantar = = = 4,74m / det A 0,0038 • Total Head = Total head tinggi isap + Total head tinggi tekan. • Tinggi Isap Statik = 6,2 m. Head loss pada pipa isap (Q = 18 lt/det, diameter 8 cm, panjang 7,5 m, C = 130) = 0,171 x 7,5 m = 1,28 m (Gunakan rumus). • Head loss pada siku, diameter 8 cm : Gambar 4.3: panjang ekuivalen = 1,5 m; Head loss = 0,171 x 1,5 m = 0,256 m . Head loss pada saringan = 0,95 x (3,6)2/(2x9,81) = 0,63 m. • Head loss pada klep kaki = 0,80 x (3,6)2/(2x9,81) = 0,53 m. • Velocity Head pada pipa isap = v12/2g = 3,62/(2x9,8) = 0,66 m. • Total Head pada pipa Isap = 6,2 + 1,28 + 0,26 + 0,63 + 0,53 + 0,66 = 9,56 m. • Tinggi Tekan Statik = 16 m. Head loss pada pipa hantar (diameter 7 cm; panjang 24 m): 0,33 x 24 = 7,92 m. • Head loss pada 3 buah siku (diameter 7 cm): 3 x (1,4 x 0,33) = 1,39 m. Head loss pada gate valve, diameter 7 cm = 0,55 x 0,33 = 0,18 m. Head loss pada Reflux Gate = 0,8 x (4,742/2x9,81) = 0,92 m (menggunakan persamaan untuk klep kaki). • Velocity Head pada outlet = (4,742/2x9,81) = 1,14 m. • Total Head pada pipa hantar = 16 + 7,92 + 1,39 + 0,18 + 0,92 + 1,14 m = 27.55 m • Total Head = 9,56 + 27,55 m = 37,11 m • WHP = (18 x 37,11)/75 = 8,9 HP • BHP motor penggerak = 8,9/0,67 = 13,3 HP Hitung kembali pertanyaan di atas apabila menggunakan pipa PVC?
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
24
Gambar 4.3. Nomogram penentuan kehilangan gesekan pada perlengkapan pipa (minor losses)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
25
5. EKONOMI POMPA Pendugaan ekonomi pompa diperlukan untuk membandingkan biaya relatif dari berbagai instalasi pemompaan dan untuk menilai ekonomi irigasi. Biaya pemompaan terdiri dari Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Operasional (variable cost). Biaya tetap adalah besarnya biaya (Rp/tahun) yang tidak merupakan fungsi dari jam pemakaian pompa. Sedangkan Biaya tak-tetap besarnya berubah untuk setiap jam pemakaian pompa. 5.1
Biaya Tetap Bunga modal (Interest) dihitung pada nilai rata-rata instalasi yakni (Nilai instalasi awal - Nilai akhir) dibagi 2:
5.1.1
Bunga Modal Tahunan =
5.1.2
( Nilai Instalasi −
Nilai Akhir ) × Bunga 2
… /5.1/
Penyusutan: Penyusutan Tahunan =
( Nilai Awal −
Nilai Akhir ) Umur Ekonomis (tahun)
… /5.2/
Dugaan umur ekonomi dari pompa dan berbagai peralatannya dapat dilihat pada Tabel 5.1. 5.2
Biaya Operasional (Biaya Tak Tetap):
5.2.1 5.2.1.1
Bahan bakar/konsumsi energi Motor Listrik: Efisiensi motor listrik umumnya 80-90%. Konsumsi energi (KW) =
5.2.1.2
BHP × 0,74 Ef.Motor
… /5.3/
Motor Bakar
Konsumsi bahan bakar yang teliti diberikan oleh pabrik pembuatnya. Secara kasar konsumsi bahan bakar mesin diesel adalah 0,23 liter per BHP-jam. Biaya per jam operasi = BHP x konsumsi liter/jam x Harga bahan bakar per liter.. /5.4/
5.2.2 Oli pelumas dan gemuk 5.2.2.1 Pompa listrik umumnya diabaikan 5.2.2.2 Mesin diesel dan bensin: 4,5 liter per 1000 HP-jam …. /5.5/
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
26 5.2.3
Pemeliharaan dan perbaikan Pompa Pompa Sentrifugal: Biaya tahunan =
Pompa Turbin: Biaya tahunan = 5.2.4
Harga Pompa umur pompa
… /5.6/
1,5 × Harga Pompa umur pompa
… /5.7/
Pemeliharaan dan Perbaikan Mesin
Sulit untuk diduga, tapi nilai nominal harus ditambahkan untuk keperluan ini Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan =
0,015 × Nilai Awal … /5.8/ 100 jam
Tabel 5.1. Dugaan umur ekonomi Perlengkapan Pompa Pipa besi Sumur pompa dan casing Pompa Sentrifugal Transmisi Tenaga: Roda gigi (gear head) V-belt Flat belt, karet Flat belt, kulit Motor listrik Mesin diesel
5.2.5
Umur ekonomi 25 tahun 20 tahun 16 tahun atau 32.000 jam 15 tahun atau 30.000 jam 3 tahun atau 6.000 jam 5 tahun atau 10.000 jam 10 tahun atau 20.000 jam 25 tahun atau 50.000 jam 14 tahun atau 28.000 jam
Gaji operator
Contoh 5.1:
Pompa sentrifugal dipasang pada sumur gali dengan menggunakan motor listrik. WHP pompa = 2,3 Hp. Efisiensi pompa dan motor listrik berturutan 68% dan 76%. Pompa dioperasikan dalam setahun selama 210 hari atau 2.600 jam. Duga biaya operasional pompa tahunan. Harga pompa Rp 2 juta dan harga motor Rp 5,5 juta. Total biaya pipa isap, hantar, sambungan, saringan dan klep kaki adalah Rp 2,375 juta. Biaya perlengkapan listrik Rp 2 juta. Harga listrik Rp 450/KWH. Bunga modal 8%, Nilai akhir pompa dan motor masing-masing diduga Rp.50.000 dan Rp. 75.000. Nilai akhir alat lainnya diabaikan. Gaji operator Rp 10.000/hari. Penyelesaian: Biaya Tetap: 1. Bunga Modal Tahunan = (11.875.000-125.000)/2 x 0,08 =470.000 2. Penyusutan: 2.1. Pompa = (2.000.000-50.000)/16 = 121.875 2.2. Motor = (5.500.000-75.000)/25 = 217.000 2.3. Pipa dll = 2.375.000/25 = 95.000
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
27 2.4. Alat listrik = 2.000.000/25 = 80.000 Total Biaya Tetap (Rp/tahun) = 983.875 Biaya Operasional Tahunan: 1. Konsumsi energi = 2,3/(0,68 X 0,76) x 0,74 x 2.600 = 8.563 KWH 2. Biaya energi = 8.563 x Rp.450 = 3.853.212 3. Pemeliharaan dan Perawatan Pompa = 2.000.000/16 = 125.000 4. Pemeliharaan dan Perawatan Motor listrik = 5.500.000/25 = 220.000 5. Gaji Operator = 210 x 10.000 = 2.100.000 Total Biaya Tidak Tetap = 6.298.212 Total Biaya Pemompaan (Rp/tahun) = 7.282.087 Jika Total head = 20 meter, maka Debit pompa = 8,6 liter/detik. Volume air dalam setahun = 80.730 m3. Biaya Air per m3 = Rp. 90,20 Cara Perhitungan seperti di atas telah dibuat dalam bentuk Spread Sheet dengan Program Excel, seperti tercantum pada Tabel 5.2 di bawah ini. Dengan memasukan variable DATA, maka perhitungan biaya air langsung dapat diperoleh. 5.3
Pemilihan Ukuran Pipa yang Ekonomis
Pemilihan ukuran pipa untuk instalasi pompa harus dihitung berdasarkan analisis ekonomi. Pipa kecil mungkin memerlukan investasi awal yang rendah akan tetapi head loss gesekan yang dihasilkan akan lebih besar dan mengakibatkan menambah biaya tenaga yang diperlukan untuk pemompaan. Pipa yang lebih besar dalam beberapa kasus akan menghemat biaya tenaga dengan penambahan biaya investasi. Contoh 5.2: Suatu pompa dioperasikan dengan debit 7,5 liter/detik melalui pipa besi sepanjang 300 m. Total efisiensi pompa dan motor sebesar 70%. Biaya tarif listrik Rp.90/KWH. Ukuran pipa yang tersedia di pasaran dengan harganya adalah seperti pada Tabel 5.3. Bunga modal yang berlaku 7%. Pompa akan dioperasikan 2.600 jam per tahun. Pilih ukuran diameter pipa yang paling ekonomis? Analisis biaya dan head loss gesekan dapat dilihat pada Tabel 5.4 di bawah ini.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
28 Tabel 5.2. Analisis ekonomi pompa DATA HARGA Pompa sentrifugal Motor listrik Pipa dll Perlengkapan Listrik JUMLAH Nilai Akhir Pompa Nilai Akhir Motor listrik Jumlah WHP Efisiensi pompa Efisiensi Motor
Rp 2,000,000 5,500,000 2,375,000 2,000,000 11,875,000 50,000 75,000 125,000 2.30 0.68 0.76
Pompa beroperasi setahun
2,600 210 450 0.08
Harga Listrik/KWH Bunga modal Gaji operator Rp/hari)
Biaya Tetap 1. Bunga tahunan 2. Penyusutan a. Pompa b. Motor c. Pipa dll d. Alat listrik Total
470,000 121,875 217,000 95,000 80,000 983,875
Baya Operasional: 1. Konsumsi energi tahunan 2. Biaya listrik 3. Pemeliharaan dan Perbaikan Pompa Jam 4. Pemeliharaan dan Perbaikan Motor Hari 5. Gaji Operator Total Biaya Total Operasi Tahunan (Rp/tahun)
8,563 3,853,212 125,000 220,000 2,100,000 6,298,212 7,282,087
10,000
Total Head (m) Debit (liter/detik)
Volume air (m3/tahun) Biaya AIR (Rp/m3)
20 8.63
Umur ekonomi (tahun): Pompa 16 Motor listrik 25 Pipa 25 Alat listrik 25
80,730 90.20
tahun tahun tahun tahun
Tabel 5.3. Daftar harga pipa besi Diameter (cm) Rp/m
5 14.600
6 18.000
Tabel 5.4. Analisis ekonomi pipa PEMILIHAN EKONOMI UKURAN PIPA DATA kolom NILAI Debit pompa (lt/det) (a) 7,5 Panjang pipa hantar (m) (b) 300 Total Efisiensi Pompa dan (c) 0,7 Motor Biaya listrik (Rp/KWH) (d) 90 Jam operasi (jam/tahun) (e) 2.600 Bunga modal (f) 0,07 Umur ekonomi pipa (tahun) (g) 25
Teknik Irigasi dan Drainase
7 21.840
8 25.210
10 32.000
12.5 40.750
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
29 Ukuran Harga pipa pipa per (cm) meter
Biaya untuk 300 m panjang
Bunga Modal
Penyusutan
Hf/L
Head Konsumsi Biaya energi Total Biaya loss energi karena per tahun gsekan per gesekan pd tahun 300m (m) (KWH) (Rp) (Rp) (7) (8) (9) (10) 99,9 27.458 2.471.241 2.799.741 41,1 11.297 1.016.697 1.421.697 19,5 5.360 482.374 973.774 10,2 2.804 252.319 819.544 3,3 907 81.633 801.633 1,2 330 29.685 946.560
(Rp/m) (Rp) (Rp) (Rp) (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 5 14.600 4.380.000 153.300 175.200 33,3 6 18.000 5.400.000 189.000 216.000 13,7 7 21.840 6.552.000 229.320 262.080 6,5 8 25.210 7.563.000 264.705 302.520 3,4 10 32.000 9.600.000 336.000 384.000 1,1 12,5 40.750 12.225.000 427.875 489.000 0,4 Keterangan: (4) = (3) x (f)/2; (5) = (3)/(g); (6) = Hf/L (hitung dengan rumus Hazen-William); (7) = (b) x (6); (8) = (a) x (7)/{75x(c)} x 0,74 x (e); (9) = (8) x (d); (10) = (4) + (5) + (9)
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.4 di atas, maka pipa diameter 10 cm, akan menghasilkan total biaya tahunan yang paling kecil dan layak untuk dipilih. Total Biaya (Rp/Tahun) untuk Setiap Diameter Pipa Rp/tahun
3000000 2000000 1000000
Biaya (Rp/Tahun)
12. 5
10
8
7
6
5
0 Diam e te r Pipa (cm )
Soal Latihan: Hitung lagi soal di atas apabila akan digunakan pipa PVC merk WAVIN dengan Daftar Harga (15 Juni 1998, sebelum KRISMON) sebagai berikut: Diameter (inchi) ½ ¾ 1 1 1/4 1 1/2 2
Teknik Irigasi dan Drainase
Rp/ 4 meter 8.475 11.685 15.975 24.000 27.075 35.175
Diameter (inchi) 2 1/2 3 4 5 6 8
Rp/ 4 meter 51.450 70.650 117.150 190.515 267.375 456.450
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
30
6. Perencanaan Instalasi Pompa 6.1.
Tata letak pompa
Ruang pompa harus direncanakan dengan memperhatikan jalan masuk mesin, tempat dan ruangan untuk membongkar dan memasang pompa, jalan untuk pemeliharaan dan pemeriksaaan, papan tombol, pipa-pipa, penopang pipa, saluran pembuang air, drainase ruangan, ventilasi, penerangan, keran pengangkat dan lain-lain.Jika beberapa pompa akan dipasang di dalam ruangan yang sama perlu diperhatikan jarak antar pompa, sekitar 1~1,5 meter. 6.2.
Pipa Isap
Hal-hal yang harus diperhatikan: a. Hindari terjadinya penyimpangan aliran atau pusaran pada nosel isap (Gambar 6.1) b. Pipa harus sependek mungkin dan jumlah belokan harus sesedikit mungkin agar kehilangan energi sekecil mungkin c. Hindari terjandinya kantong udara di dalam pipa dengan membuat bagian pipa yang mendatar agak menanjak ke arah pompa dengan kemiringan 1/100-1/50. (Gambar 6.2) d. Hindari kebocoran dalam sambungan pipa e. Bila saringan atau katup isap akan dipasang maka perlu disediakan cara untuk membersihkan kotoran yang menyumbat. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan membuat pipa isap yang mudah dilepas dan tidak ditanam dalam beton (Gambar 6.3) f. Kedalaman ujung pipa: Ujung pipa isap harus dibenamkan dibawah muka air dengan kedalaman tertentu untuk mencegah terisapnya udara dari permukaan (minimal 60 cm), dan minimal 60 cm dari dasar sungai untuk mencegah terisapnya lumpur. 6.3.
Pipa Keluar
6.3.1. Diameter dan kecepatan Diameter pipa keluar dihitung berdasarkan perhitungan ekonomi seperti diuraikan di atas. Pada umumnya kecepatan aliran pipa diambil 1 sampai 2 m/detik untuk pipa berdiameter kecil, dan 1,5 sampai 3,0 m/det untuk pipa berdiameter besar. Kecepatan tidak boleh lebih dari 6 m/det karena akan terjadi penggerusan, sehingga mempercepat keausan pipa. Biasanya ukuran pompa dinyatakan dengan kapasitas (debit) dan ukuran pipa keluar. Secara umum sebagai pegangan ukuran diameter pipa keluar dan debit pompa seperti pada Tabel 6.1 di bawah ini. Tabel 6.1. Pegangan umum kapasitas pompa berdasarkan diameter pipa keluar Diameter pipa (mm) (inchi) Debit (m3/jam) (liter/detik)
50 2 30 ~ 60 8 ~ 17
Teknik Irigasi dan Drainase
75 3 60 ~ 100 17 ~ 28
100 4 100 ~ 140 28 ~ 39
125 5 140 ~ 180 39 ~ 50
150 6 180 ~ 220 50 ~ 62
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
31 6.3.2. Ujung pipa keluar Untuk pompa dengan head rendah, ujung pipa keluar umumnya dibuat terbuka dengan arah mendatar, di bawah permukaan air pada bak penampung. Jika pompa akan dipasang di atas muka air bak penampung, maka harus dibuat sifon dengan membengkokan pipa keluar ke bawah, seperti pada Gambar 6.4. 6.4.
Penumpu pipa
Dalam instalasi, pipa harus ditumpu untuk menahan beratnya sendiri, berat zat cair di dalamnya, gaya tekanan dan aliran air, dan gaya lainnya. Tumpuan ini harus dipasang sedemikian rupa hingga pipa tidak membebani pompa dan katup-katup yang ada. 6.5.
Pondasi
6.5.1. Kekuatan Pondasi harus dapat sepenuhnya menyerap getaran pompa dan penggeraknya, selain harus dapat menahan beratnya sendiri. Untuk pompa yang dikopel lamgsumg dengan motor listrik, berat pondasi harus lebih dari 3 kali berat mesin. Untuk pompa yang dikopel langsung dengan motor bakar torak, berat pondasi harus lebih dari 5 kali berat mesin. 6.5.2. Landasan Jika pompa dikopel langsung dengan penggerak atau digerakkan melalui roda gigi, maka semuanya harus dipasang pada satu landasan. Apabila digunakan transmisi sabuk (belt), pompa dan motor penggerak dapt dipasang dengan landasan terpisah. Namun harus dijaga agar sabuk tidak slip atau landasan tidak miring atau bergeser karena tegangan sabuk. Agar landasan dapat duduk mendatar dengan baik pada pondasi, perlu disediakn celah sebesar 10 sampai 30 mm atara bidang atas pondasi dengan bidang dasar landasan. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menyeletel kedataran landasan. Setelah landasan distel datar pada pondasi, kemudian celah tersebut diisi dengan adukan. (Gambar 6.5)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
32
Gambar 6.1. Penyimpangan aliran karena belokan dan cara mencegahnya
Gambar 6.2. Contoh pemasangan pipa isap yang salah dan benar
Gambar 6.3. Petunjuk pemasangan pompa mendatar
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
33
Gambar 6.4. Pipa Sifon
Gambar 6.5. Landasan dan Pondasi
6.5.3. Lain-lain Pada waktu membuat pondasi harus disediakan lubang-lubang persegi yang cukup besar untuk baut jangkar agar pelurusan dapat dilakukan dengan mudah waktu pemasangan. Pompa baru boleh dipasang pada pondasi setelah beton mengeras sepenuhnya.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
34 Bahan Ajar 2: Pompa Hidram
POMPA AIR TANPA MESIN atau
POMPA HIDRAM (HYDRAULIC RAM) PETUNJUK PENGOPERASIAN, PEMELIHARAAN DAN PERENCANAAN OLEH
Dedi Kusnadi Kalsim
LABORATORIUM TEKNIK TANAH DAN AIR JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PO Box 220 Bogor, Tilp. (0251) 627.225 E-mail:
[email protected]
Feb 2002
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
35 POMPA AIR TANPA MESIN (PATM) atau HIDRAM (Hydraulic Ram) PETUNJUK PENGOPERASIAN, PEMELIHARAAN DAN PERENCANAAN Oleh: Dedi Kusnadi Kalsim (Ir, M.Eng., Dip.HE) Bagian Teknik Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, FATETA, IPB Tilp/Fax: (0251) 627.225, E-mail:
[email protected]
1. Pengantar Pompa air tanpa mesin (PATM) biasa disebut juga HIDRAM (Hydraulic Ram) pertama kali dikembangkan oleh Montgolfier tahun 1796 di Italia. PATM adalah suatu alat untuk memompa atau menaikkan air dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi dengan cara kerja yang sederhana dan efektif sesuai persyaratan teknis dan operasionalnya. Buku petunjuk pengoperasian, pemeliharaan dan perencanaan PATM ini disusun berdasarkan booklet yang dibuat oleh PT Banyu Barakarsa tahun 1994, dilengkapi dengan beberapa hasil penelitian Laboratorium Teknik Tanah dan Air, IPB (tahun 1992) di beberapa PATM yang telah terpasang di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Cara kerja PATM hanya memanfaatkan tekanan dinamik air yang timbul karena adanya aliran air dalam pipa yang tiba-tiba berhenti karena tertutupnya katup. Fenomena itu biasa disebut sebagai “palu air” (water hammer)2. Dalam operasinya PATM mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan pompa jenis lainnya sebagai berikut: a. Unik : bekerja dengan kekuatan alami berdasarkan tekanan air b. Hemat : tidak memerlukan motor penggerak, sumber listrik dan BBM c. Awet : daya tahannya lama dengan pemeliharaan yang murah d. Efisien : beroperasi secara terus-menerus 24 jam per hari e. Mudah : dijalankan secara manual tetapi bekerja secara otomatis 2. Komponen PATM
Gambar 1. Komponen PATM
Bagian utama PATM adalah sebagai berikut (Lihat Gambar 1 dan 2) 1. Blok cor pompa; 2. Tabung pompa; 3. Bingkai pompa; 4. Katup pompa; 5. Paking karet; 6. Tuas (handel) katup limpah; 7. As katup limpah; 8. Baud-mur; 9. Katup hantar yang terdiri dari: (a) rangka besi, (b) as, per dan gula-gula karet besi 2
Teori rinci dari fenomena water hammer berdasarkan mekanika fluida dapat dilihat pada Lampiran 3
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
36
3. Prinsip Kerja
Prinsip kerja PATM adalah apabila aliran air dalam pipa tertutup tiba-tiba berhenti, maka terjadi proses perubahan energi kinetik air menjadi tekanan dinamik yang disebut sebagai fenomena palu air (water hammer), sehingga terjadi tekanan tinggi dalam pipa. Dengan mengusahakan katup limpah dan katup hantar dalam tabung pompa bekerja menutup dan membuka secara bergantian, maka tekanan dinamik diteruskan sehingga energi yang terjadi dalam pipa masuk (inlet) akan memaksa air naik ke pipa pengeluaran (outlet) dan diteruskan ke pipa hantar. Teori rinci mengenai water hammer dapat dilihat pada Lampiran 3. 4. Sistem Kerja
Ada tiga bagian utama jaringan PATM, yakni : a. sumber air dapat berupa danau, aliran sungai, kolam atau bendungan kecil dengan debit paling sedikit 20 lt/det/1 PATM. b. satuan pompa dipasang minimum 2 meter di bawah sumber air, dengan menggunakan pipa (diameter 6”) dengan panjang antara 18 dan 24 meter dari sumber air c. jaringan pipa pengeluaran dan pipa penghantar sampai ke bak penampung. 5. Cara Kerja PATM
Air mengalir dari sumber air melalui pipa inlet dan keluar dari katup limpah. Jika aliran air cukup besar maka tekanan dinamik akan mendorong katup limpah dan menutup katup secara tiba-tiba sehingga menghentikan aliran air dalam pipa inlet. Aliran air yang tiba-tiba berhenti mengakibatkan terjadinya penambahan tekanan tinggi dalam pompa. Tekanan ini akan mendorong klep katup hantar ke atas dan air masuk ke tabung pompa sehingga tekanan udara dalam tabung menjadi naik. Kenaikan tekanan udara tersebut akan menekan klep katup hantar (menutup) dan menekan air dalam pipa hantar ke atas. Pada waktu itu tekanan dalam pompa kembali normal sehingga katup limpah kembali terbuka dan aliran air dalam pipa inlet terjadi kembali. Siklus ini terjadi berulang-ulang sehingga air mengalir keluar dari pipa outlet secara berkelanjutan. Gambar 2. Komponen katup limpah dan katup hantar
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
37 6. Teknis Pemasangan PATM
Pekerjaan utama konstruksi PATM adalah : a. Pembuatan Bendung, dapat dikerjakan dengan cara: (1) Non-permanen : dibuat dengan tumpukan karung pasir, jika lebar sungai kurang dari lima meter. (2) Semi-permanen dibuat dengan kawat bronjong, jika debit air besar dan lebar sungai antara 15 dan 25 meter. (3) Permanen : dibuat dengan pasangan batu dan beton bertulang, pondasi bendungan harus sampai pada tanah keras atau cadas (4) Tambahan pintu air : untuk mempermudah pengurasan apabila bendungan sudah penuh dengan pasir atau batu-batuan (5) Di salah satu sisi bendung dibuat bangunan pelimpah untuk melimpahkan air pada waktu banjir b. Pekerjaan dudukan PATM PATM dapat dipasang lebih dari satu, berjejer sesuai dengan debit air yang diperlukan. Setiap satuan PATM diletakkan pada dudukan, yakni pasangan batu atau cor, agar stabil dan tidak berubah posisi saat dioperasikan. Dudukan harus kuat karena tekanan aliran air melalui pipa pemasukkan ke dalam tabung pompa dapat menimbulkan getaran yang sangat kuat. Pompa dipasang dengan menggunakan angker. c. Penampang gambar konstruksi bendung dan dudukan pompa (Lihat Gambar Lampiran) d. Pengurasan bendung Apabila bendung sudah penuh dengan pasir atau batu-batuan maka dilakukan pengurasan dengan membuka pintu penguras yang terbuat dari buis beton. e. Pemasangan pipa pemasukan (inlet) Pipa inlet terbuat dari pipa Galvanis ukuran 6”. Setiap sambungan pipa harus diperkuat dengan plenes, baud-mur, dan paking karet supaya tidak terjadi kebocoran air. Pipa inlet harus disangga oleh pipa penyangga atau pasangan batu yang disesuaikan dengan kecuraman sungai. f. Pemasangan pipa outlet Pipa pengeluaran atau pipa penghantar merupakan pipa penyalur air dari tabung pompa ke daerah yang dikehendaki. Besaran pipa pengeluaran dari tabung pompa beragam, yakni 2”, 3”, 4”,5” dan 6” tergantung dari banyaknya debit air yang diperlukan. Pipa pengeluaran dapat dipasang secara paralel dengan beberapa PATM sesuai dengan jarak dan ketinggian daerah tujuan. Pipa-pipa paralel atau pipa-pipa gabungan ini harus disangga dengan dudukan atau pipa penyangga dan ditransblok sebagai penguat pipa penyangga. Gambar contoh pemasangan PATM dapat dilihat pada Lampiran 4.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
38 7. Cara Operasional
PATM dapat dioperasikan jika pengerjaan seluruh konstruksi telah selesai. Pintu air atau lubang penguras bendungan harus dalam keadaan tertutup rapat dengan papan berukuran lebar 25 cm dan panjang 1 meter. Apabila bendungan sudah penuh dan permukaan air telah mencapai puncak ketinggian, pengoperasian PATM dapat dilaksanakan melalui tahapan berikut : (1)Papan pada mulut pipa pemasukan perlahan-lahan dibuka dan katup limpah dibiarkan terbuka selama 5 detik agar air mengalir. Tuas katup limpah harus ditahan dengan bambu atau kayu sepanjang 1,5 m agar “udara palsu” dalam pipa pemasukan keluar. (2)Tuas dilepas secara tiba-tiba sehingga katup tertutup rapat. Usahakan tidak ada kebocoran di seputar katup agar air tidak masuk ke dalam tabung sehingga menimbulkan tekanan balik ke bendungan dan menyebabkan adanya gelembunggelembung udara di mulut pipa pemasukan. Apabila gelembung-gelembung udara sudah tidak keluar berarti pipa pemasukan sudah terisi penuh oleh air. (3)Siapkan dua orang tenaga yang masing-masing membawa tongkat kayu atau tongkat bambu pengungkit membuka tuas katup pompa selama 5 detik. Tuas yang semula ditahan dan kemudian dilepas secara tiba-tiba dan bersamaan akan membuat gerakan membuka dan menutup secara berulang-ulang. Jumlah tenaga kerja ini dapat disesuaikan dengan jumlah PATM yang terpasang. (4)Apabila katup berjalan terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak ajeg penyetelan katup limbah dilakukan dengan cara membuka baud-mur tuas. Jarak baku lebar katup limbah adalah antara 17 dan 19 cm. Penyetelan katup limbah diperlukan untuk memperoleh debit air secara maksimal. Sebelum penyetelan katup, pompa harus dihentikan lebih dahulu dengan jalan menutup mulut pipa pemasukan. Stop kran yang ada pada pipa penghantar pun harus ditutup agar air tidak turun dan pipa tetap terisi air sehingga memudahkan pengoperasian kembali. (5)Apabila penyetelan sudah selesai dan PATM siap dioperasikan kembali, stop kran harus terbuka, jika tetap tertutup akan mengakibatkan pompa dapat pecah atau meledak. 8. Pemeliharaan
Agar awet dan berdaya guna maksimal PATM harus dirawat secara teratur. Dalam keadaan pompa bekerja selama 24 jam terus menerus tanpa gangguan, pemeriksaan dapat dilakukan setiap tiga atau empat bulan sekali sebagai berikut: a. Periksa baut-mur yang ada pada pipa pemasukan dan bingkai pompa b. Kencangkan baud-mur yang kendor, kalau rusak ganti dengan yang baru c. Periksa Klep katup hantar dalam tabung pompa, lakukan pengecatan dengan cat anti karat pada rangka klep dan tabung pompa d. Periksa apakah pegas masih lentur, jika sudah tidak lentur ganti dengan yang baru dan pasanglah seperti keadaan semula. Untuk merawat dan mengoperasikan PATM sekurang-kurangnya diperlukan dua orang tenaga yang terlatih. Anjurkan penduduk setempat dan masyarakat yang memerlukan air dari PATM untuk berperan serta dan bertanggung jawab dalam perawatan.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
39 9. Peralatan yang Digunakan
Peralatan yang digunakan untuk membongkar-pasang dan merawat PATM adalah sebagai berikut : (a) Kunci inggris (dua buah); (b) Kunci pas (dua buah); (c) Obeng dan palu karet; (d) Papan (panjang 1 m dan lebar 25 cm); (e) Baud dan mur cadangan; (f) Suku cadang: per, gula-gula katup hantar, katup limpah 10. Mengatasi Kerusakan
Beberapa hal yang umumnya menyebabkan PATM tidak berfungsi sebagaimana mestinya, antara lain : (a) Bunyi pompa terlalu keras disebabkan oleh udara dalam tabung pompa kurang banyak (b) Per katup hantar patah (c) Las-lasan rangka klep patah (d) Baud mur lepas dan terpisah dengan as klep dalam tabung pompa (e) As katup hantar dan katup limpah patah (f) Karet pembantu putus (g) Kebocoran di katup limpah dan bingkai katup (h) Baud dan mur pada bingkai pompa patah (i) Las-lasan pada pipa pemasukan patah (j) Blok pompa kemasukan sampah dan terjepit oleh klep (k) Debit air dari sumber air berkurang (l) Bendungan penuh lumpur, pasir dan batu. Untuk mengatasi hal-hal di atas dilakukan hal-hal berikut : (a) Tutup pipa pemasukan dengan papan agar PATM berhenti (b) Tutup stop kran agar air dari pipa penghantar tidak turun kembali (hal ini tidak perlu dilakukan jika menggunakan check valve) (c) Jangan menutup pompa pada bagian katup limbah karena per terus bergerak sehingga penutupan dapat mengakibatkan per cepat aus (d) Buka tabung pompa dengan kunci inggris atau kunci pas, lihatlah kerusakan yang ada pada komponen klep, mungkin per, as atau rangka klep harus diganti (e) Bila as katup patah, bukalah katup limpah dan gantilah dengan klep baru (f) Bila perlu, gunakan paking karet rangkap agar bingkai katup tidak bocor (g) Bila katup limpah berfungsi untuk beberapa saat namun kemudian berhenti, biasanya hal ini menunjukan mulut pipa pemasukan tidak terbenam ke air (h) Bila pompa dapat berfungsi namun air tidak keluar kemungkinan katup sudah lemah (i) Bila air tidak keluar tetapi membalik ke bendungan, kemungkinan per patah atau baud-mur terlepas dan dapat diperbaiki dengan membuka tabung pompa. 11. Karakteristik Pompa Hidram
Pada Gambar 3 diperlihatkan skhematik instalasi PATM. Beberapa parameter yang penting adalah Hs: tinggi terjun, Hd: tinggi tekan; Qs: debit masuk; Qd: debit keluar; Ql: debit limpah (Qs = Qd + Ql). Berdasarkan penelitian yang dilakukan IPB sejak tahun 1992 terhadap PATM buatan PT Banyu Barakarsa (Bandung) yang telah dipasang di beberapa daerah dengan berbagai nilai Hs, maka hubungan Qd dengan Hd pada berbagai nilai Hs dapat dinyatakan dengan persamaan seperti pada Tabel 1.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
40 Tabel 1. Hubungan antara Qd dengan Hd pada berbagai Hs Hs (m) 4,7
Persamaan: Qd (lt/menit), Hd (m) Q d = − 141,2 ln(H d ) + 607,62 Q d = − 130,3
3,5
Q d = − 132,6
3,2
Q d = − 105,6
2,8
ln( H d ) + 546,75
ln( H d ) + 536,11
ln( H d ) + 435,91
R2 0,984 0,996 0,991 0,995
Efisiensi PATM dihitung dengan persamaan /1/ EF =
H d × Qd × 100% / 1 / H s × Qs
Nilai Qs umumnya sekitar 20 liter/detik. Kurva Hubungan Qd dengan Hd berbagai nilai Hs dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan data tersebut, maka perencanaan pemasangan PATM untuk berbagai keperluan dapat dikaji seperti pada diagram alir Gambar 5.
Gambar 3. Skhema instalasi PATM CONTOH: •
DATA: Jumlah penduduk = 1.000 orang; Keperluan air = 100 lt/orang/hari; Hs = 3 m; Hd = 40 m, Q sungai pada musim kemarau = 50 lt/det.
•
Dengan menggunakan persamaan pada Table 1: Hs = 3,2 m; Hd = 40 m; Dihitung Qd = 0,78 lt/det; Hs = 2,8 m; Hd = 40 m; Dihitung Qd = 0,77 lt/det
•
Interpolasi untuk Hs = 3,0 m; Dihitung Qd = 0,775 lt/det = 66.960 lt/hari
•
D = 1.000 x 100 = 100.000 lt/hari
•
n = 100.000/66.960 = 1,5 ≈ 2 unit
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
41 Qp = 2 x 20 = 40 lt/det < Q = 50 lt/det → maka OK Jika Q sungai yang tersedia hanya 25 lt/det, Maka Qp = 40 > Q = 25 → Dengan demikian hanya 1 pompa dapat dipasang dan tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan air .
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
42 Kurva Karakteristik PATM (ukuran 6 inchi) 400 y = -141.19Ln(x) + 607.62 Hs = 4.7; R2 = 0.9842
350
y = -130.33Ln(x) + 546.75 Hs = 3.5; R2 = 0.9957
Debit (liter/menit)
300
250
y = -132.6Ln(x) + 536.11 Hs = 3.2; R2 = 0.9908
200
y = -105.65Ln(x) + 435.91 Hs = 2.8; R2 = 0.9946
150
100
50
0 0
10
20
30
40
50
60
70
Total Head Tekan (meter) Hs=4.7
Hs=3.5
Hs=3.2
Hs=2.8
Log. (Hs=4.7)
Log. (Hs=3.5)
Gambar 4. Kurva Karakteristik PATM 6”
Teknik Irigasi dan Drainase
Log. (Hs=3.2)
Log. (Hs=2.8)
Topik 8. Irigasi Pompa
43
DATA DIPERLUKAN: 1. Jumlah penduduk, 2. Keperluan air (lt/orang/hari), 3. Luas lahan pertanian (ha), 4. Keperluan air irigasi tanaman (lt/det/ha), 5. Beda elevasi pompa dengan outlet (Hd dalam m), 6. Tinggi terjunan (Hs dalam m), 7. Debit sungai (Q dalam lt/det)
Dari Tabel 1 atau Gambar 4 s/d 7, Debit 1 PATM (Qd) dapat diduga
Hitung Total Debit yang diperlukan (D) (lt/hari)
Hitung jumlah PATM yang diperlukan n = D/Qd
Debit pasok Qp = n x Qs; Qs = 20 lt/det
Tidak Q > Qp? Ya
Hitung Biaya Konstruksi
Gambar 5. Alur Perencanaan PATM
Teknik Irigasi dan Drainase
Kurangi n
Topik 8. Irigasi Pompa
44
Lampiran 1. Contoh Analisa Ekonomi Pompa PATM Kasus Bringin Sila NTB 1999 Harga Rp
Item
Umur ekonomi (tahun)
DATA HARGA
Item
Rp/Tahun
Biaya Tetap
PATM 10 unit Pipa, Infrastructure dan Assecories lainnya
250,000,000
15
1. Bunga tahunan
600,000,000
15
2. Penyusutan
Mobilisasi dan demobilisasi
100,000,000
Hidrofur Jasa konsultan 10% PPN 10% Nilai Akhir Pompa
50,000,000
Nilai Akhir Pipa
30,000,000
a. PATM 15
12,500,000
Saluran Bak Penampung
15
b. Pipa dll c. Hidrofur c. Bendung d.Bak penampung Total biaya tetap (Rp/tahun)
85,500,000
15,83 3,333 38,000,000 3,166,667 142,500,0 00
15
TOTAL INVESTASI
1,000,000,00 0
Nilai Ahir SALURAN
-
Biaya Tak Tetap: 1. Pergantian per (2x/tahun) 2. Pergantian packing gula-gula
Nilai Ahir Bak penampung Nilai Ahir Hidrofur Pompa beroperasi setahun DATA
3. Pergantian baud dll 2,500,000 4,800
Jam
200
hari
Jumlah PATM
10
Bunga modal
0.20
Jumlah operator (orang) Gaji operator (Rp/orang/hari) Tinggi terjun (m) Tinggi tekan (m) Debit (liter/detik) EFISIENSI
DATA TEKNIS: Qd = 10 l/det Hd = 35 m
Teknik Irigasi dan Drainase
1
4. Pergantian engsel katup 5. Pergantian rangka block 6. Pergantian Check Valve 7. Pemeliharaan fisik 8. Pemeliharaan saluran 9. Gaji Operator
7 5,000 40 0,000 12 0,000 50,000 1,500,000 800,000 1,000,000
2,000,000
10,000 4.70 35.00 15.00 0.66
Total Biaya Tak Tetap (Rp/tahun) Biaya Total Operasi Tahunan (Rp/tahun) Volume air (m3/tahun) Biaya AIR (Rp/m3)
5,94 5,000 148,44 5,000 25 9,200 57 2.70
Topik 8. Irigasi Pompa
45
Lampiran 2. Contoh Analisa Ekonomi Pompa PATM Kasus Lido 1994 Item DATA HARGA PATM 3 unit Pipa dan Assecories lainnya Mobilisasi dan demobilisasi Jasa konsultan 10% PPN 10% Nilai Akhir Pompa Nilai Akhir Pipa Bendung Bak Penampung TOTAL INVESTASI Nilai Ahir bendung Nilai Ahir Bak penampung Pompa beroperasi setahun
Harga Rp
Umur ekonomi (tahun)
12,150,000
10.00
11,514,000
10.00
750,000 2,441,000 2,441,000 1,215,000 1,151,400 40,000,000 20,000,000 89,296,000
10.00 10.00
jam
DATA
360
hari
Bunga modal Gaji operator (Rp/hari) Tinggi terjun (m) Tinggi tekan (m) Debit (liter/detik) Efisiensi
0.20
5.50 56.00 3.00 0.51
Teknik Irigasi dan Drainase
Biaya Tetap 1. Bunga tahunan
Rp/Tahun
8,129,760
2. Penyusutan a. PATM
1,093,500
b. Pipa dll
4,000,000
c. Bendung d. Bak penampung Total
8,640
15,000
Item
4,000,000 2,000,000 19,223,260
Baya Operasional: 1. Pemeliharaan bak
2,000,000
2. Pemeliharaan bendung
4,000,000
3. Pemeliharaan dan Perbaikan Pompa 4. Pemeliharaan dan Perbaikan Pipa dll 5. Gaji Operator Total Biaya Total Operasi Tahunan (Rp/tahun) Volume air (m3/tahun) Biaya AIR (Rp/m3)
1,215,000 1,151,400 5,400,000 13,766,400 32,989,660 93,312 353.5
Topik 8. Irigasi Pompa
46
Lampiran 3. Teori Water Hammer 1. Water Hammer (Palu Air) HIDRAM (Hydraulic Ram) pertama kali dikembangkan oleh Montgolfier tahun 1796 di Italia. Water hammer (palu air): suatu fenomena yang menggambarkan adanya tekanan gelombang (shock atau pressure wave) yang dihasilkan akibat dari penurunan kecepatan aliran fluida secara tiba-tiba. Pada aliran air dalam pipa yang tiba-tiba klep outletnya ditutup, maka waktu rambatan yang diperlukan oleh tekanan gelombang untuk bergerak ke inlet dan kembali ke klep (round trip) dinyatakan dengan: Waktu (det ik ) =
2 × panjang pipa (m) celerity atau kecepa tan tekanan gelombang (m / det) atau T =
2L c
/1 /
.
Penutupan klep seketika (rapid closure) didefinisikan jika waktu penutupan t ≤ T Kenaikan tekanan akibat dari penutupan klep seketika dapat dihitung dengan: Perubahan Tekanan = density × celerity × perubahan kecepa tan / 2a / atau ∆ p = ρ × c × ∆ V atau jika tekanan dinyatakan dengan head (m) maka ∆ h =
c× ∆V g
/ 2b /
Untuk pipa kaku (rigid), kecepatan tekanan gelombang atau celerity, dinyatakan: c=
bulk mod ulus fluida = density fluida
untuk pipa lentur
c=
EB ρ 1 +
EB ρ
( )
EB d E t
/ 3a / / 3b /
dimana, E: modulus elastisitas dinding pipa (N/m2); d : diameter dalam pipa (m); t : tebal dinding pipa (m) Bulk modulus atau Elastisitas fluida menggambarkan compressibility dari fluida EB =
perubahan tekanan − ∆p = perubahan volume per unit volume ∆ volume ÷ volume asal
/4/
2. Contoh Aplikasi 2.1.
Hitung dan bandingkan kecepatan tekanan gelombang yang merambat sepanjang pipa kaku yang mengalirkan: (a) air pada suhu 160C; (b) glycerin pada 200C; (c) minyak dengan relatif density 0,80.
Jawab: (a) c =
2,16 × 10 9 = 1.470 m / det 1000
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa
47
(b) c =
4,34 × 10 9 = 1.854 m / det 1,262 × 1000
(c) c =
1,38 × 10 9 = 1.313 m / det 0,8 × 1000
2.2.
Apabila pada soal 1 tersebut, fluida mengalir dalam suatu pipa dengan kecepatan 1,2 m/det. Kemudian tiba-tiba klep di outlet menutup, berapa kenaikan tekanan dihasilkan jika pipanya kaku?
Jawab:
(a) (b) (c)
∆ p = ρ × c× ∆ V
/ 2a /
Kenaikan tekanan = 1000 x 1470 x (1,2 – 0) = 17,6 x 105 N/m2 = 17,6 bar Kenaikan tekanan = 1262 x 1854 x (1,2 – 0) = 28,1 x 105 N/m2 = 28,1 bar Kenaikan tekanan = 800 x 1313 x (1,2 – 0) = 12,6 x 105 N/m2 = 12,6 bar
2.3.
Pipa baja diameter 1,2 m; tebal 10 mm, mengalirkan air pada suhu 160 C dengan kecepatan 1,8 m/det (debit = 2,04 m3/det). Jika panjang pipa 3.000 m dan jika klep pada ujung outlet ditutup tiba-tiba pada waktu 2,5 detik, berapa kenaikan tegangan (stress) dalam dinding pipa?
Jawab: Tekanan gelombang akan merambat dari klep ke inlet dan kembali lagi ke klep dalam waktu: T = 2L/c. Celerity untuk pipa lentur baja dimana E baja =207 x 109 N/m2. (Untuk bahan lain: Cast iron : E = 105 – 150 Gpa; ductile iron E = 150 – 170 GPa) c=
EB
( )
ρ 1 + E B d E t 2,16 × 10 9
c=
2,16 × 10 9 1000 1 + 9 207 × 10 T = 2 x 3000/979 = 6,1 detik
1200 10
/ 3b /
= 979 m / det
Karena waktu penutupan klep t = 2,5 det < T, maka termasuk “sudden closure”, karena gelombang air sebelum mencapai klep harus berbalik kembali. Kenaikan tekanan = 1000 x 979 x (1,8-0) = 17,6 bar Dari rumus “hoop tension” untuk “thin-shelled cylinders”: Tensile stress σ =
tekanan × radius 17,6 × 600 = = 1056 bar = 105,6 × 10 6 Pa tebal 10
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa
48
Kenaikan stress ini dijumlahkan dengan nilai design 110 x 106 Pa mendekati batas elastisitas baja E = 207 x 109 Pa. Maka waktu penutupan klep harus diperlambat beberapa kali dari 6,1 detik. Pada pipa baja diameter 75 mm, tebal 2 mm mengalir air pada suhu 16 0 C, tibatiba klep ditutup. Kenaikan tekanan tercatat 7 bar. Berapa debit air yang mengalir?
2.4.
Jawab: 2,16 × 10 9
c=
= 1246 m / det 2,16 × 10 9 75 1000 1 + 9 207 × 10 2 ∆ p = ρ × c× ∆ V / 2a / 5 7 x 10 = 1000 x 1246 x V, ⇒ Maka V = 0,56 m/det. π × 0,075 2 Q= × 0,56 = 0.0025 m 3 / det = 2,5 liter / det 4 Pada pompa hidram dengan pipa hantar baja berdiameter 6 inchi (150 mm), tebal 6 mm, mengalir air dengan suhu 160 C, debit 17 liter/detik. Berapa kenaikan tekanan?
2.5.
Jawab: c=
V =
2,16 × 10 9 1000 1 +
2,16 × 10 9 9 207 × 10
150 6
= 1309 m / det
0,017 = 0,96 m / det π 0,15 2 / 4
Perubahan tekanan = 1000 x 1309 x 0,96 = 12,6 bar
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa
49
3. Beberapa Data Performance Hidram buatan pabrik luar negeri Tabel 1a. Hubungan antara Qd (lt/hari) dengan Hs (m), Hd (m) untuk setiap Qs = 1 liter/menit (Blake Hydrams, John Blake Ltd, UK) Hs (m) 1 2 3 4 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20
5 7.5 10 144 77 65 220 156 260
15 33 105 180 255
20 29 79 130 173 282
Hd (m) 30 40 19 12 53 33 87 65 115 86 185 140 216 163 187 212 245 295
50 60 80 100 125 25 51 69 112 130 149 168 187 225 265
20 40 53 94 109 125 140 156 187 218 250 280
13 27 36 65 82 94 105 117 140 167 187 210 237
18 23 48 60 69 84 93 113 132 150 169 188
12 16 35 48 55 62 69 83 97 110 124 140
Tabel 1b. Hubungan antara Qd (lt/detik) dengan Hs (m), Hd (m) untuk setiap Qs = 1 liter/detik (Blake Hydrams, John Blake Ltd, UK) Hs (m) 1 2 3 4 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20
5 7.5 10 15 20 0.100 0.053 0.045 0.023 0.020 0.153 0.108 0.073 0.055 0.181 0.125 0.090 0.177 0.120 0.196
Teknik Irigasi dan Drainase
Hd (m) 30 40 0.013 0.008 0.037 0.023 0.060 0.045 0.080 0.060 0.128 0.097 0.150 0.113 0.130 0.147 0.170 0.205
50
60
80
100
125
0.017 0.035 0.048 0.078 0.090 0.103 0.117 0.130 0.156 0.184
0.014 0.028 0.037 0.065 0.076 0.087 0.097 0.108 0.130 0.151 0.174 0.194
0.009 0.019 0.025 0.045 0.057 0.065 0.073 0.081 0.097 0.116 0.130 0.146 0.165
0.013 0.016 0.033 0.042 0.048 0.058 0.065 0.078 0.092 0.104 0.117 0.131
0.008 0.011 0.024 0.033 0.038 0.043 0.048 0.058 0.067 0.076 0.086 0.097
Topik 8. Irigasi Pompa
50
Tabel 2. Nilai Qs yang dapat digunakan pada berbagai ukuran diameter pipa masuk (Blake Hydrams, John Blake Ltd, UK) Ukuran Hidram Diameter pipa masuk (inchi)
1 2 1.25 1.5
Qs (lt/mnt) dari Sampai Qs (lt/detik) dari Sampai Max. Hd (m)
7 16 0.12 0.27 150
12 25 0.20 0.42 150
3 2
3.5 2.5
4 3
5 4
6 5
7 6
27 55 0.45 0.92 120
45 96 0.75 1.60 120
68 137 1.13 2.28 120
136 270 2.27 4.50 105
180 410 3.00 6.83 105
270 615 4.50 10.25 105
Tabel 3. Hidram buatan Jepang (Japanese Cataloque) Deskripsi Kecil Besar Diameter pipa masuk (inchi) 1.5 12 Diameter pipa keluar (inchi) ¾ 6 Operational head Hs (m) 0.5-4 1-10 Qd (lt/det) Hd = 2 Hs 0.216 16 Hd = 4 Hs 0.15 13.6 Hd = 6 Hs 0.12 10.6 Hd = 8 Hs 0.08 7.5
Tabel 4. Hidram merk RIFE “Everlasting”, New Jersey 07041 USA Maksimum Hs = 8.3 m; Maksimum Hd = 83 m Diameter pipa (inchi) Qs Minimum Hs Masuk Keluar Minimum Normal Maximum (m) (lt/menit) (lt/detik) (lt/menit) (lt/detik) (lt/menit) (lt/detik) 1.25 0.75 11 0.183 27 0.450 38 0.633 1 1.5 0.75 19 0.317 42 0.700 57 0.950 1 2.0 1.0 38 0.633 76 1.267 95 1.583 1.2 2.5 1.0 57 0.950 114 1.900 171 2.850 1.2 3.0 1.25 95 1.583 171 2.850 266 4.433 1.3 4.0 2.0 133 2.217 342 5.700 475 7.917 1.3 6.0 3.0 285 4.750 855 14.250 1330 22.167 1.3 Sumber: National Academy of Sciences, 1976. Energy for Rural Development. Washington DC
Harga tahun 1976 : dari $ 300 sampai $ 2,600 tergantung pada kapasitas
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa
51
4. Evaluasi Perbandingan Performance Hidram Matahari dengan Pompa Hidram buatan luar negeri • • • • •
Data: Hs = 4 m, Pipa masuk = 6”, Hd = 40 m : Blake Hydrams: Minimum Qd = 4,5 x 0,06 = 0,27 lt/det; Maksimum = 10,25 x 0,06 = 0,62 lt/det. Hidram RIFE “Everlasting” USA: hanya menyatakan Qs: min = 4,75 lt/det, normal = 14,25 lt/det; max = 22,17 lt/det. Data Qd tidak diketahui Hidram buatan Jepang: Hanya tersedia data untuk diameter pipa masuk 12”; Hs = 4 m ⇒ Hd = 8 x 4 = 32 m ⇒ Qd = 7,5 lt/det PATM Matahari: Hs = 3,5 m, Hd = 40 m ⇒ Qd = 0,98 lt/det
Hs = 5,3 m, Hd = 40 m ⇒ Qd = 1,15 lt/det Interpolasi untuk
Hs = 4,0 m, Hd = 40 m ⇒ Qd = 1,03 lt/det
Kesimpulan : Untuk ukuran 6” PATM Matahari lebih baik dari buatan luar negeri
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa
52
Lampiran 4. Beberapa contoh pemasangan pompa hidram
Foto 1. Pemasangan PATM di Jawa Tengah
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa
Foto 2. Pemasangan PATM di Gorontalo (2005)
Teknik Irigasi dan Drainase
53
Topik 8. Irigasi Pompa
54
Foto 3. Pemasangan PATM di Gunung Kidul
Foto 4. Pemasangan PATM di PT Lido Agrowisata, Bogor (1997)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa
55
Penutup Pertanyaan: (1) Sebutkan jenis pompa yang sering digunakan dalam irigasi dan drainase (2) Dikenal dua buah jenis pompa yakni pompa Aksial dan pompa Sentrifugal, untuk keperluan irigasi biasanya digunakan jenis pompa apa. Untuk keperluan drainase biasanya digunakan jenis pompa apa. Terangkan alasannya? (3) Bagaimana prinsip kerja pompa sentrifugal (4) Jelaskan yang dimaksud dengan: (a) statik head, (b) suction head, (c) dinamik head, (d) friction head, (e) total head (5) Jelaskan yang dimaksud dengan minor losses dan major losses. Bagaimana cara menghitungnya (6) Bagaimana hubungan antara total head, debit, daya dan efisiensi (7) Dalam suatu sistim pemompaan diketahui: tinggi isap statik = 4m, tinggi tekan statik = 10 m, kehilangan energi di pipa isap = 3 m, kehilangan energi di pipa tekan = 5 m, debit keluar = 4 liter/detik. Ditanyakan: (a) Berapa besarnya WHP (dalam satuan HP)? (b) Berapa besarnya WHP dalam satuan KW? (8) Diberikan beberapa data harga pompa, umur ekonomis, bunga modal, perpipaan, tinggi isap, tinggi tekan, HP mesin dan data lainnya. Hitung biaya air (Rp/m3 air irgasi) DATA HARGA Pompa sentrifugal Motor listrik Pipa dll Perlengkapan Listrik JUMLAH Nilai Akhir Pompa Nilai Akhir Motor listrik Jumlah WHP Efisiensi pompa Efisiensi Motor Pompa beroperasi setahun Harga Listrik: Rp/KWH Bunga modal Gaji operator Rp/hari) Total Head (m) Debit (liter/detik) Umur ekonomi (tahun): Pompa Motor listrik Pipa Alat listrik Tarif Dasar Listrik: Rp/KWH
Teknik Irigasi dan Drainase
Rp 3,000,000 5,500,000 2,375,000 2,000,000 12,875,000 50,000 75,000 125,000 2.30 0.68 0.76 2,600 210 500 0.10 20,000 20 8.63
2
jam hari
16 25 25 25 588 659
tahun 2005 tahun 2006
Topik 8. Irigasi Pompa
56
(9) Diberikan beberapa data harga pompa, umur ekonomis, bunga modal, perpipaan, tinggi isap, tinggi tekan, HP mesin dan data lainnya. Hitung biaya air (Rp/m3 air irgasi) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
DATA HARGA Rumah pompa Sumur dan Casing Pompa centrifugal Transmisi tenaga Mesin diesel Klep kaki Pipa isap Jaringan pipa Nilai Akhir (%) dari awal
8 9 10
WHP (Hitung) Efisiensi pompa Efisiensi Motor BHP Jam operasi per tahun
11 12
Rp 2,000,000 4,000,000 5,000,000 1,000,000 3,500,000 250,000 100,000 1,500,000 5 1.98 0.75 0.66 4.00 1,850 210
13 14 15 16 17 18 19 20
Harga Listrik/KWH Bunga modal (%) Harga Solar (Rp/liter) Konsumsi solar (L/jam/BHP) Oli dan Gemuk (L/1000 HP.jam) Harga Oli (Rp/L) Gaji operator (Rp/jam) Total Head (m)
450 15.00 550 0.23 4.5 10,000 5,000 25
21 22
Perbaikan dan Pemeliharaan: Pompa (Rp/tahun) Mesin diesel (Rp/tahun)
200,000 300,000
(tahun) 10 10 10 10 10 10 10 10
jam hari
(10)Diberikan beberapa data instalasi pompa. Hitung berapa PK pompa dan mesin yang harus disiapkan DATA Tanaman
Ha
Padi Jagung Sayuran TOTAL Efisiensi Irigasi
2 2 1 5 0.7
INSTALASI PIPA ISAP Isap statik (m) Jenis Pipa (C) Diameter (mm) Klep kaki Saringan Siku
6.2 140 80 1 1 1
Teknik Irigasi dan Drainase
mm/hari 10 5 7.5
Rotasi (hari) 10 15 10
Jam Kerja (jam/hari) 10 10 10
Topik 8. Irigasi Pompa
57
Panjang pipa (m)
7.5
PIPA TEKAN: Tekan statik (m) Jenis Pipa (C) Klep balik Siku Gate valve Diameter (mm) Panjang (m)
16 140 1 3 1 70 24
DEBIT POMPA Ef.Pompa Ef.penyalur tenaga
18 0.67 1
lt/det
(11)Hitung besarnya Kehilangan Energi (Hf) karena gesekan pada kondisi nilai C, D (diameter pipa), Q (Debit) dan Panjang Pipa (L) seperti pada Tabel di bawah ini: Nomor 1 2 3
C 130 120 130
D (inchi) 3 2 1
Q (liter/detik) 18 5 0,5
L (meter) 100 150 100
Hf (meter)
(12)Pada Contoh 4.4 (halaman 21). Hitung kembali soal pada Contoh 4.4 dengan menggunakan pipa jenis PVC (13)Pada Contoh 5.2 (halaman 26). Hitung kembali soal pada contoh 5.2, jika akan digunalan pipa PVC merk WAVIN dengan Daftar Harga (15 Juni 1998, sebelum KRISMON) sebagai berikut: Diameter (inchi) ½ ¾ 1 1 1/4 1 1/2 2
Rp/ 4 meter 8.475 11.685 15.975 24.000 27.075 35.175
Diameter (inchi) 2 1/2 3 4 5 6 8
Rp/ 4 meter 51.450 70.650 117.150 190.515 267.375 456.450
(14)Bagaimana prinsip kerja pompa axial (15)Suatu pompa diperlukan untuk debit 90.000 liter/jam dengan total head 20 meter. a) Hitung besarnya WHP?. b) Jika pompa mempunyai efisiensi 70%, berapa HP tenaga penggerak (SHP) yang diperlukan?. c) Jika motor listrik dengan efisiensi 80% digunakan sebagai tenaga penggerak. Hitung biaya energi per bulan?. Pompa dioperasikan 12 jam/hari. Biaya listrik Rp 200/KWH. (16)Bila muka air sungai 8 meter di bawah lahan yang luasnya 40 Ha, keperluan air tanaman padi sebesar 1 lt/dt/ha dengan efisiensi pompa 60 %, tentukan daya (HP)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa
58
pompa air yang akan digunakan untuk memenuhi keperluan ini secara optimum. Head loss diasumsikan 2 m. Jam kerja pompa per hari 10 jam (17)Suatu kelompok tani di daerah pertanian tadah hujan terdiri dari 10 orang petani dengan luas areal 10 hektar. Merencanakan untuk meningkatkan intensitas tanam dari 100% menjadi 200% dengan mengusahakan pertanaman pada musim kemarau melalui bantuan kredit pompanisasi. Untuk mengajukan kredit pompa ke Kantor Departemen Koperasi, kelompok tani tersebut harus mengajukan proposal mengenai jenis dan ukuran pompa yang diperlukan. Anda sebagai lulusan S1 Program Studi Teknik Pertanian diminta untuk membantu kelompok tani tersebut. Data yang diketahui adalah sebagai berikut: Rencana pertanaman pada musim kemarau dan kebutuhan air tanaman pada kondisi puncak adalah sebagai berikut: Jenis Tanaman 1. Jagung 2. Kedele 3. Kacang panjang 4. Tomat
Luas areal (hektar)
Periode Rotasi (hari)
3 5 1
Keperluan air irigasi tanaman netto pada kondisi puncak (mm/hari) 6 5 7
10 14 10
Jam kerja pompa (jam/hari) 8 8 8
1
8
7
8
Efisiensi irigasi sekitar 70%. Sumber air yang akan digunakan adalah air sungai dengan debit minimum pada musim kemarau sekitar 10 m 3/menit. Rencana instalasi pompa sentrifugal adalah sebagai berikut: Pusat pompa diletakkan 5 m vertikal di atas permukaan air sungai, dengan pipa isap pralon (PVC, nilai C = 140) ukuran 4”, panjang 10 meter, head loss lainnya pada pipa isap = 2 m. Pipa tekan terdiri dari pipa PVC ukuran 4”, panjang 100 meter, head loss lainnya = 5 m. Pipa pengeluaran terletak 15 meter vertikal dari pusat pompa. Efisiensi Pompa 0,70. Pompa digerakkan oleh motor bakar melalui sabuk (belt), dengan efisiensi sambungan tenaga 0,80. Hitung: a. Kapasitas pompa yang diperlukan (liter/detik) b. Total head (meter) yang diperlukan c. WHP (water horse power) d. BHP (brake horse power) (18)Suatu kelompok tani di daerah pertanian tadah hujan terdiri dari 5 orang petani dengan luas areal 5 hektar. Merencanakan untuk meningkatkan intensitas tanam dari 100% menjadi 200% dengan mengusahakan pertanaman pada musim kemarau melalui bantuan kredit pompanisasi. Untuk mengajukan kredit pompa ke Kantor Departemen Koperasi, kelompok tani tersebut harus mengajukan proposal mengenai jenis dan ukuran pompa yang diperlukan. Anda sebagai lulusan S1 Program Studi Teknik Pertanian diminta untuk membantu kelompok tani tersebut. Rencana pertanaman pada musim kemarau dan kebutuhan air tanaman pada kondisi puncak adalah sebagai berikut: Jenis Tanaman
Luas areal (hektar)
Teknik Irigasi dan Drainase
Keperluan air irigasi tanaman netto pada kondisi puncak (mm/hari)
Periode Rotasi (hari)
Jam kerja pompa (jam/hari)
Topik 8. Irigasi Pompa
1. Kacang panjang 2. Kubis 3. Timun 4. Kedele
59 1 1 1 2
5 5 5 4
10 10 10 14
10 10 10 10
Efisiensi irigasi sekitar 75%. Sumber air yang akan digunakan adalah air sungai dengan debit minimum pada musim kemarau sekitar 15 m 3/menit. Rencana instalasi pompa sentrifugal adalah sebagai berikut: Pusat pompa diletakkan 5 m vertikal di atas permukaan air sungai, dengan pipa isap pralon (PVC, nilai C = 140) ukuran 2”, panjang 10 meter, head loss lainnya pada pipa isap = 2 m. Pipa tekan terdiri dari pipa PVC ukuran 2”, panjang 100 meter, head loss lainnya = 5 m. Pipa pengeluaran terletak 15 meter vertikal dari pusat pompa. Efisiensi Pompa 0,70. Pompa digerakkan oleh motor bakar melalui sabuk (belt), dengan efisiensi sambungan tenaga 0,80. Hitung: a. Kapasitas pompa yang diperlukan (liter/detik) b. Total head (meter) yang diperlukan c. WHP (water horse power) d. BHP (brake horse power) HIDRAM (19)Bagaimana prinsip kerja pompa Hidram (PATM) (20)Bagaimana menghitung efisiensi pada pompa hidram (21)Jelaskan kurva karakteristik pompa hidram dan bagaimana penggunaannya dalam rancangan aplikasi (22)Dalam operasional pompa hidram, diketahui: tinggi terjun 3 meter, tinggi tekan 30 meter, debit masuk 20 liter/detik dan debit keluar 1 liter/detik. Berapa besarnya efisiensi pompa hidram? (23)Apa keuntungan dan kerugian dari pompa Hidram? Kunci Jawaban (1) Pompa centrifugal dan axial
(2) Irigasi diperlukan head besar sehingga yang cocok pompa centrifugal. Drainase diperlukan debit besar biasanya pada head yang rendah, yang cocok pompa axial (3) Lihat teks (4) Lihat teks (5) Minor losses kehilangan head pada sambungan, belokan dan asesoris pipa. Major losses hehilangan energi pada pipa karena gesekan. Menggunakan persamaan Hazen William atau Nomogram (6) Lihat teks, persamaan (7) WHP = 1,17 HP = 0,87 kW (8) Harga Air (Rp/m3 air) = 125 (9) Harga Air (Rp/m3 air) = 351 (10)Kapasitas pompa = 14,9 liter/detik. Total Head = 35,5 m. WHP = 8,53. BHP = 12,7
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa
60
(11) Nomor 1 2 3
C 130 120 130
D (inchi) 3 2 1
Q (liter/detik) 18 5 0,5
L (meter) 100 150 100
Hf (meter) 23.4 27.4 6.5
(12)Hitung seperti Contoh 4.4, tetapi anda gunakan nilai C dari PVC = 145. Total Head
= 34,9 m; WHP = 8,4; BHP = 12,5 (13)Gunakan nilai C dari PVC Wafin = 140. Daftar harga tahun 1998. Umur ekonomi =
25 tahun. Optimum diameter 3 inchi. (14)Lihat teks (15)(a) WHP = 6,67. (b) SHP = 9,52. (c) Rp 634.286
(16)Q = 96 lt/det; TH = 10 m; WHP = 12,8; BHP = 21,3 (17)Perhitungan: DATA Tanaman
Jagung Kedele Kc Pnjang Tomat TOTAL Efisiensi Irigasi INSTALASI PIPA ISAP Isap statik (m) Jenis Pipa (C) Diameter (mm) Klep kaki Saringan Siku Panjang pipa (m) Head loss lain (m) PIPA TEKAN: Tekan statik (m) Jenis Pipa (C) Klep balik Siku Gate valve Diameter (mm) Panjang (m) Head loss lain (m) Ef.Pompa Ef.penyalur tenaga Debit sungai
Teknik Irigasi dan Drainase
Ha
3 5 1 1 10 0.7
mm/hari
Rotasi (hari)
Jam Kerja (jam/hari)
6 5 7 8
10 14 10 7
8 8 8 8
5 140 100 0 0 0 10 2 15 140 0 0 0 100 100 5 0.7 0.8 m3/menit
100
10
Topik 8. Irigasi Pompa
61 lt/det
Pompa
166.67
PERHITUNGAN KAPASITAS POMPA (liter/detik) 6.25 8.68 2.43 2.78 20.14
1. Kap.Pompa
28.77
lit/det
1.73
m3/meni t
TOTAL HEAD PIPA ISAP V (m/det) Tinggi Isap Statik (m) Hf/L Hf (m) Head loss lain (m)
3.665 5 0.0126 0.126
0.12 6
2
2
Hf siku
0.000
Hf saringan
0.000
Hf klep kaki
0.000
Velocity head
0.000
TH pipa Isap (m)
2. TOTAL HEAD (m) 3. WHP 4. BHP
5
0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 7.12 6
PIPA TEKAN V(m/det) Tekan statik (m) Hf/L
3.665 15 0.0126
15
1.258
1.258
5
5
Hf siku
0.000
0.000
Hf Reflux gate
0.000
0.000
Hf (m) Head loss lain (m)
Hf gate valve: Panj.ekiv (m) Hf gate valve Velocity head TH pipa Hantar (m)
0 0.000 0.000
0.000 0.000 21.258
28.384 10.89 19.44
(18)(a) Kapasitas pompa (liter/detik) = 8,52; (b) Total head (m) = 67,5; (c) WHP = 7,7 ,
(d) BHP = 13,7 (19)Water hammer (20)Lihat teks (21)Lihat teks (22)Efisiensi = 50% (23)Lihat teks
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 8. Irigasi Pompa
62
Daftar Pustaka 1. A.M. Michael, 1978. Irrigation: Theory and Practice. 2. Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation Design and Practice.Cornel University Press, NY. 3. Dedi Kusnadi K., 2001. Irigasi Pompa. Bagian Teknik Tanah dan Air, Fateta IPB. 4. Kay, M.; N. Hatcho, 1992. Small-scale Pumped Irrigation: Energy and Cost. FAO, Rome, Italy. 5. Sularso; H. Tahara, 1983. Pompa & Kompresor
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan-dkk
1
Topik 9. Drainase Permukaan Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: (a) mahasiswa mampu memahami perhitungan modulus drainase, puncak limpasan dan dimensi saluran terbuka; (b) mampu merancang sistim drainase permukaan Bahan Ajar Bahan Ajar terdiri dari; (1) Drainase Permukaan, (2) Pendugaan Puncak Limpasan, (3) Teknik Drainase Permukaan 1. DRAINASE PERMUKAAN
3
DRAINASE PERMUKAAN
Oleh Dedi Kusnadi Kalsim Laboratorium Teknik Tanah dan Air, FATETA IPB Po Box 220 Bogor 16002, Tilp (0251) 627.225, E-mail:
[email protected] 3.1
PENDAHULUAN
Berdasarkan peruntukannya drainase dapat dibagi kedalam: (1) Drainase lahan pertanian; (2) Drainase perkotaan; (3) Drainase lapangan terbang; (4) Drainase lapangan olah-raga. Berdasarkan sifatnya diklasifikasikan dalam : (1) Drainase alami (natural drainage) dan (2) Drainase buatan (man-made drainage). Berdasarkan sasaran pengendaliannya, drainase dapat dibedakan dalam (1) drainase permukaan (surface drainage) dan (2) drainase bawah permukaan (sub-surface drainage). Drainase permukaan menitik beratkan pada pengendalian genangan air di atas permukaan tanah, sedangkan drainase bawah-permukaan pada kedalaman air-tanah di bawah permukaan tanah. Pada kuliah ini akan dibahas drainase lahan pertanian, terutama dalam bentuk drainase buatan dengan sebanyak mungkin memanfaatkan drainase alamiah yang ada. Drainase lahan pertanian didefinisikan sebagai pembuatan dan pengoperasian suatu sistem dimana aliran air dalam tanah diciptakan sedemikian rupa sehingga baik genangan maupun kedalaman air-tanah dapat dikendalikan sehingga bermanfaat bagi kegiatan usaha-tani. Definisi lainnya: drainase lahan pertanian adalah suatu usaha membuang “kelebihan air” secara alamiah atau buatan dari permukaan tanah atau dari dalam tanah untuk menghindari pengaruh yang merugikan terhadap pertumbuhan tanaman. Pada lahan bergelombang drainase lebih berkaitan dengan pengendalian erosi, sedangkan pada lahan rendah (datar) lebih berkaitan dengan pengendalian banjir (flood control). 3.2
ANALISIS PENGARUH DRAINASE TERHADAP PERTANIAN
Tujuan Drainase pertanian adalah reklamasi (pembukaan) lahan dan pengawetan tanah untuk pertanian, menaikkan produktivitas tanaman dan produktivitas lahan (menaikkan intensitas tanam dan memungkinkan diversifikasi tanamanan) serta mengurangi ongkos Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan-dkk
2
produksi. Tujuan tersebut di atas dicapai melalui dua macam pengaruh langsung dan sejumlah besar pengaruh tidak langsung (Gambar 1). Pengaruh langsung terutama ditentukan oleh kondisi hidrologi, karakteristik hidrolik tanah, rancangan sistim drainase yakni : a. Penurunan muka air tanah di atas atau di dalam tanah, b. Mengeluarkan sejumlah debit air dari sistim. Pengaruh tak-langsung ditentukan oleh iklim, tanah, tanaman, kultur teknis dan aspek sosial dan lingkungan. Pengaruh tak-langsung ini dibagi kedalam pengaruh berakibat positif dan yang berakibat negatif (berbahaya). Pengaruh tak-langsung dari pembuangan air : a. Pengaruh positif : • Pencucian garam atau bahan-bahan berbahaya dari profil tanah • Pemanfaatan kembali air drainase b. Pengaruh negatif : • Kerusakan lingkungan di sebelah hilir karena tercemari oleh garam • Gangguan terhadap infrastruktur karena adanya saluran-saluran Pengaruh tak-langsung dari penurunan muka air tanah : a. Pengaruh positif : • Mempertinggi aerasi tanah • Memperbaiki struktur tanah • Memperbaiki ketersediaan Nitrogen dalam tanah • Menambah variasi tanaman yang dapat ditanam • Menambah kemudahan kerja alat dan mesin pertanian (Workability) • Mempertinggi kapasitas tanah untuk menyimpan air b. Pengaruh negatif : • Dekomposisi tanah gambut (peat soil) • Penurunan permukaan tanah (Land subsidence) • Oksidasi cat-clay Pengaruh positif dan negatif harus dipertimbanghkan dalam evaluasi ekonomi seperti tergambar dalam diagram Gambar 3.1. Untuk melihat secara kuantitatif pengaruh drainase terhadap produksi pertanian, seseorang dapat melakukan suatu percobaan dengan memvariasikan rancangan drainase dan mengukur produksi tanaman. Suatu prosedur langsung seperti ini dapat digambarkan seperti pada Metoda A (Gambar 3.2). Variable keteknikan (engineering) tergantung pada tipe drainase yang digunakan seperti pada Tabel 3.1 di bawah ini. Metoda A hanya berlaku untuk suatu daerah tertentu dan tidak dapat diaplikasikan untuk daerah lainnya karena hubungan A sangat tergantung pada tipe tanah, iklim, hidrologi, topografi, kultur teknis tanaman. Untuk mendapatkan aplikasi yang lebih luas, maka perlu diintrodusir suatu variabel lain seperti pada B dan C.
Teknik Irigasi dan Drainase
3
Topik 9. Drainase Permukaan-dkk
Tabel 3.1. Contoh variable keteknikan dalam drainase Tipe Drainase • • • •
Drainase bawah permukaan, gravitasi Drainase bawah permukaan, dengan sumur pompa Drainase permukaan, preventif Parit, kolektor
Variabel keteknikan • •
kedalaman, spasing, ukuran pipa kedalaman, spasing, kapasitas pompa
• •
panjang dan kemiringan lahan dimensi, kemiringan saluran
Hubungan B merupakan pengaruh langsung dari drainase dan merupakan karaktersitik fisik-hidrolik sehingga dapat dikembangkan rumus-rumus untuk memecahkannya dan dapat berlaku secara umum. Hubungan C hanya bersifat regional, tidak dapat diberlakukan secara umum. Untuk mendapatkan aplikasi yang lebih luas hubungan C harus dipecah lagi dengan menambahkan pengaruh tak-langsung dari drainase D dan E (Gambar 3.5). Suatu contoh hubungan C di Inggris adalah data produksi winter wheat pada berbagai kedalaman air tanah pada waktu musim winter seperti pada Gambar 3.4. Dari gambar 3.4 kelihatan bahwa pada kondisi di daerah tersebut suatu rancangan drainase untuk menurunkan air tanah lebih dalam dari 60 cm merupakan drainase yang berlebihan. Untuk mendapatkan aplikasi yang lebih luas maka hubungan C harus dipecah kedalam hubungan lainnya dengan bantuan variabel tambahan untuk menggambarkan pengaruh taklangsung drainase. Prosedur seperti ini digambarkan dalam Gambar 3.5. Hubungan E dispesifikasi lebih rinci pada Gambar 3.6. Dari uraian di atas terlihat bahwa drainase lahan pertanian adalah merupakan interdisiplin dari berbagai ilmu. Pada suatu proyek drainase beberapa aspek berikut ini perlu diperhitungkan : • Pedology dan pertanian (kondisi tanah, produktivitas tanaman, operasi usahatani, irigasi) • Hidrologi dan Geologi (neraca air permukaan dan bawah permukaan, kondisi aquifer) • Hidrolik (aliran air-tanah dan saluran terbuka dalam kaitannya dengan gradient hidrolik) • Teknologi (mesin dan bahan) • Ekonomi (B/C ratio, pembiayaan) • Sosio-Ekonomi (organisasi petani, sikap petani, hukum, distribusi keuntungan dan biaya) • Lingkungan (sumber daya alami, ekologi). 3.3
DRAINASE, FISIKA TANAH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
3.3.1 Fisika Tanah 3.3.1.1 Aerasi tanah Akar tanaman memerlukan oksigen untuk respirasi dan aktifitas metabolisma lainnya. Ia menyerap air dan hara tanah dan menghasilkan CO2 yang harus dipertukarkan dengan O2 dari atmosfir. Proses aerasi terjadi dengan difusi dan aliran massa yang memerlukan ruang pori tanah. Apabila akar berkembang dengan baik maka air dan hara harus tersedia secara bersamaan. Teknik Irigasi dan Drainase
4
Topik 9. Drainase Permukaan-dkk
Pori tanah terdiri dari pori kapiler untuk penyimpanan air dan pori non-kapiler untuk pertukaran gas. Pada tanah liat berat meskipun ruang pori sebesar 60% atau lebih, hampir semua ruang pori termasuk pori kapiler. Pori tersebut apabila dalam keadaan jenuh air tidak mudah untuk didrainasekan. Sebaliknya pada tanah berpasir seringkali pori kapiler sangat kecil jumlahnya, sehingga mudah didrainasekan akan tetapi air yang dapat ditahan untuk tanaman sedikit sekali. Pada saat perkecambahan, benih mengabsorbsi air dan akar berkembang sehingga mampu mengabsorbsi air pada kedalaman tanah yang lebih dalam. Apabila selama perkembangannya menemui tanah jenuh air, maka perkembangan akar akan terhambat. Pada situasi muka air tanah yang dangkal maka pertumbuhan akar akan: • Perakaran lebih pendek, sistim perakaran menempati volume tanah yang kecil dan kadang- kadang akar berkembang ke arah atas • Pembentukan bulu-bulu akar terhambat • Laju absorbsi air dan hara dan laju transpirasi akan berkurang. Akibatnya : • Daun akan memucat (menguning) • Proses reproduktif terhambat, bunga dan buah muda jatuh premature. Aerasi dan kondisi lengas tanah yang baik pada sebagian besar profil tanah akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar ke semua arah sehingga mampu mengekstrak air dan hara dalam jumlah besar. Suatu gambaran rata-rata penetrasi akar pada kondisi lengas tanah yang optimum dinyatakan pada tabel di bawah ini (van de Goor, 1972) . Penyimpangan dari angka rata-rata tersebut seringkali dijumpai karena adanya perbedaan jenis tanah dan varietas tanaman. Volume akar tidak menyebar seragam ke seluruh kedalaman akar, akan tetapi umumnya sekitar 70% dari volume akar terdapat pada lapisan pertama dengan kedalaman 30 cm sampai 60 cm di bawah tanah. 3.3.1.2
Struktur Tanah
Struktur tanah (agregasi dan penyusunan partikel tanah) yang baik berarti kondisi yang menguntungkan untuk aerasi dan simpanan lengas tanah, dan juga hambatan mekanik pertumbuhan akar akan berkurang dan tercipta stabilitas traksi untuk peralatan pertanian. Drainase mempengaruhi struktur tanah melalui pengaruhnya terhadap level muka air tanah. Tabel 3.2 . Rata-rata kedalaman perakaran tanaman pada kondisi lengas tanah optimum (van de Goor, 1972) Tanaman bawang, kubis, kacang-kacangan kentang, terong cabe kelapa, sawit jagung,tebu, melon, jeruk kapas
Teknik Irigasi dan Drainase
Kedalaman (cm) 30 - 60 60 60 - 90 60 - 120 150 - 180 120
5
Topik 9. Drainase Permukaan-dkk
3.3.1.3
Suhu tanah
Penurunan lengas tanah dan bertambahnya kandungan udara akibat drainase, menghasilkan penurunan panas spesifik tanah. Air memerlukan panas 5 kali lebih besar untuk menaikkan suhu dari pada tanah kering. Akibatnya tanah basah dengan lengas tanah sekitar 50% akan memerlukan panas sekitar 2,5 kali lebih besar dari pada tanah kering. Untuk perkecambahan benih diperlukan suhu tanah tertentu. 3.3.1.4
Kemampuan kerja (workability) dan Daya Sangga (bearing capacity)
Untuk pengolahan tanah diperlukan lengas tanah sekitar kapasitas lapang atau sedikit di bawah kapasitas lapang. Pada penggunaan alat/mesin mekanis, jumlah hari kerja operasi alat perlu mendapatkan perhatian. Drainase meningkatkan jumlah hari kerja peralatan. Tergantung pada jenis traktornya umumnya traktor roda empat akan mampu beroperasi di lapang jika daya sangganya lebih dari 5 kg/cm2. Semakin besar kadar air tanah daya sangganya semakin kecil. Pengalaman di daerah irigasi di Jalur Pantura (Pantai Utara) menunjukkan bahwa karena kurangnya saluran drainase di lahan sawah, maka pengolahan tanah pada waktu MT2 tidak dapat dilakukan lebih awal sesuai dengan jadwal irigasi. Perlu waktu sekitar 1 - 2 bulan setelah panen MT1, dimana air dapat dibuang sehingga traktor dapat masuk dan bekerja di petakan sawah. Begitu juga 2 minggu menjelang panen, drainase tidak bekerja optimum sehingga tanah masih tetap basah akibatnya Combine Harvester tidak dapat bekerja. 3.3.1.5
Penurunan Tanah (subsidence)
Penurunan tanah akibat drainase terutama terjadi pada tanah yang baru dibuka (direklamasi). Untuk tanah gambut subsidence terjadi akibat dari drainase yang disebabkan oleh sifat-sifat fisika dan kimia (oksidasi bahan organik) . Pada tanah gambut, drainase dapat mempercepat proses pematangan tanah. Tabel 3.3. Produksi berbagai tanaman pada berbagai kedalaman air-tanah (van Hoorn, 1958)
3.3.2 3.3.2.1
Tanaman
Jumlah tahun
Gandum Barley Oats Peas Beans Kentang
6 5 3 4 3 1
Hasil Relatif (%) pada berbagai kedalaman air-tanah (cm) 40 60 90 120 150 58 77 89 95 100 58 80 89 95 100 49 74 85 99 100 50 90 100 100 100 79 84 90 94 100 90 100 95 92 96
Hasil (kg/ha) 100% 4.600 4.100 5.000 2.750 3.100 26.000
Kimia Tanah Pasok (supply) Hara
Berbagai aktifitas mikro-organisma dan bakteri tergantung pada aerasi yang baik. Fiksasi Nitrogen dan Nitrifikasi adalah dua prinsip proses aerobik yang berpengaruh penting pada Teknik Irigasi dan Drainase
6
Topik 9. Drainase Permukaan-dkk
pertumbuhan tanaman. Semakin dalam penetrasi akar maka semakin banyak hara yang tersedia untuk tanaman. Dekomposisi bahan organik oleh mikroba akan terjadi pada drainase yang baik sehingga ketersediaan hara akan lebih baik pula. Dalam keadaan anaerobik akan terjadi penumpukan Mn dan Fe yang berbahaya untuk tanaman. Penggenangan terus-terusan pada padi akan menghasilkan akumulasi H2S yang berbahaya untuk tanaman. drainase sewaktu-waktu dapat menghindari akumulasi tersebut. Pada tanah dengan muka air tanah dangkal maka daun akan menguning sebagai indikasi kekurangan N. Pengaruh drainase terhadap produksi jagung dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 3.3.2.2
Salinitas dan Alkalinitas Tanah
Salinitas tanah berkaitan dengan konsentrasi tinggi dari garam terlarut dalam lengas tanah pada daerah perakaran. Konsentrasi garam terlarut yang tinggi ini menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan cara menghambat pengisapan air oleh akar. Pada tanah dengan konsentrai Na yang tinggi (alkalinitas) biasanya disertai dengan pH tinggi (pH > 9) juga mempengaruhi kondisi fisik tanah akibat dari dispersi partikel liat. Hasilnya adalah struktur tanah yang jelek. Hal ini akan mengurangi laju infiltrasi dan perkolasi tanah dan juga mengurangi laju difusi gas. Pengaruh utama salinitas pada pertumbuhan dan produksi tanaman adalah : • Perkecambahan benih akan terhambat • Secara fisiologis tanaman akan kering dan layu • Pertumbuhan tanaman terhambat, daun kecil, ruas pendek dan percabangan sedikit. • Daun berwarna hijau kebiruan • Pembungaan terhambat, biji lebih kecil • Sebagai akibatnya produksi juga akan berkurang. Tabel 3.4. Produksi jagung (kg/ha) dalam kaitannya dengan kondisi drainase dan pemupukan Nitrogen (Sumber: Shalhevet dan Zwerman, 1962) Pemupukan Baik 2.800 3.320 2.843
NO3NH4+ Tanpa
Kondisi Drainase Sedang 2.036 1.895 931
Buruk 1.190 591 249
Toleransi tanaman terhadap salinitas dinyatakan dengan konduktivitas listrik ekstrak jenuh tanah (ECe dalam mmho/cm) di daerah perakaran tanaman. Berdasarkan percobaan di lapangan beberapa tanaman seperti gandum, padi, oat dan rye tahan pada ECe = 4 - 8 mmhos/cm. Tanaman lainnya seperti kapas, sayuran, kurma tahan pada ECe = 8 - 16 mmhos/cm (Tabel 3.5). Beberapa pengarang menyatakan salinitas dalam satuan dS/m (desi Siemens/m). Konversi satuan ini dS/m = mS/cm (mili Siemens/cm = mmhos/cm) 3.3.2.3
Kemasaman (Acidity)
Pada tanah yang mengandung pyrite atau disebut juga cat-clay (FeS2) maka dengan drainase akan terjadi oksidasi membentuk H2SO4 sehingga pH tanah kurang dari 3 (masam). Proses tersebut disertai juga dengan terbentuknya Fe++ dan Al+++ yang mudah Teknik Irigasi dan Drainase
7
Topik 9. Drainase Permukaan-dkk
larut (soluble) dan berbahaya pada tanaman. Proses ini terutama terjadi di daerah pasangsurut. Proses tersebut digambarkan dengan reaksi kimia sebagai berikut : Fe(OH)3 + 2 SO4= + 4 H+
FeS2 + 15/4 O2 + 7/2 H2O
Proses pemasaman tanah terjadi, dan pada kondisi masam terjadi pembongkaran kisi-kisi mineral liat sehingga dilepaskan Al3+ yang bersifat racun bagi tanaman. Lahan bersulfat masam biasanya sering terjadi di daerah pasang-surut, sehingga proses drainase harus dijaga sedemikian rupa supaya oksidasi lapisan pirit ini tidak terjadi. Budidaya padi di mana selalu dalam keadaan tergenang biasanya masih dapat dilakukan di lahan tersebut walaupun hasilnya tidak begitu memuaskan. Drainase permukaan dengan pencucian (leaching) pada musim hujan pada jangka waktu panjang dapat membantu reklamasi lahan sulfat masam. Sebagai tentatif kedalaman air tanah optimum untuk berbagai jenis tanaman pada berbagai jenis tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 3.6 di bawah ini. Tabel 3.5. Toleransi Salinitas Tanah dan pH Pada Berbagai Jenis Tanaman1 TANAMAN
SALINITAS (mmhos/cm) pada pengurangan produksi (%) 0 10 25 50 100 1 1,5 2,3 3,6 6,5 1,5 2,2 3,3 5,1 8,5 1,7 2,5 3,8 5,9 10 3,2 3,5 4,1 4,9 6,5 5 5,5 6,2 7,5 10 4 8 12 16 25 0,5 1 2 3 6 3 3,8 5,1 7,2 12 0,5 1 2 3 8 2,5 3,3 4,4 6,3 10 2,5 3,5 5 7,6 12,5
Buncis Cabai Jagung Kacang Tanah Kedelai Kelapa Nenas Padi Sawit Semangka Tomat
PH KISARAN 5,2 - 8,2 5,2 - 8,2 5,2 - 8,5 5,4 - 8,2 5,2 - 8,2 4,5 - 8,5 4,0 - 7,8 4,5 - 8,2 3,5 - 7,5 5,0 - 8,2 5,0 - 8,2
OPTIMUM 6,0 - 7,0 6,0 - 7,6 5,8 - 7,8 6,0 - 7,5 5,5 - 7,5 5,2 - 7,5 5,0 - 6,5 5,5 - 7,5 5,0 - 6,5 5,6 - 7,6 6,0 - 7,5
Tabel 3.6. Tentatif kedalaman air-tanah optimum
Jenis Tanaman
Berpasir (sandy)
Rumput-rumputan Biji-bijian, tebu Tanaman berumbi, serat-seratan, minyak biji, sayuran Buah-buahan (pohon) Lahan yang diberakan untuk sementara dengan kenaikan kapiler dari air-tanah yang salin
0,5 0,6 0,8
Tekstur Tanah Lempung/debu (loam/silt) 0,6 0,7 0,9
1,0 1,2
1,2 1,5
1
Liat (clay) 0,7 0,8 1,0 1,4 1,3
Sumber: Sys C.; E. Van Ranst; J. Debaveye; F. Beernaert, 1993. Land Evaluation Part III: Crop Requirements. Agricultural Publications No 7. General Administration for Development Cooperation. Belgium Teknik Irigasi dan Drainase
8
Topik 9. Drainase Permukaan-dkk
BIAYA KERUGIAN Hubungan Ekonomi
NEGATIF
POSITIF
Hubungan Fisik Hubungan SosialPolitik
MEMBUANG KELEBIHAN AIR
TUJUAN REKLAMASI KONSERVASI MENAIKKAN HASIL TANAMAN DIVERSIFIKASI TANAMAN MEMUDAHKAN OPERASI MESIN DAN ALAT PERTANIAN
INSTALASI OPERASI DAN PEMELIHARAAN SISTEM DRAINASE MENURUNKAN MUKA AIR-TANAH
ANALISA BIAYA KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
NEGATIF
POSITIF BIAYA KERUGIAN
Gambar 3.1. Diagram pengaruh drainase pada pertanian dan evaluasi ekonomi
Teknik Irigasi dan Drainase
Keuntungan
9
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Variasikan variabel engineering Sistem Drainase
Ukur Produksi Tanaman
Gambar 3.2. Metoda A
Hubungan A
B
Engineering Variables
Water-Table Regime
C
Crop Productivity
Gambar 3.3. Pemecahan A menjadi B dan C
Gambar 3.4. Hubungan C (Departemen Pertanian Inggris, berdasarkan pengamatan pada tanah liat Drayton selama 5 tahun) C
Karakteristik Tanah
Misal: Soil workability; soil subsidence; Irrigation possibility
D Faktor Pertumbuhan
Faktor Pengelolaan
E Produktivitas Tanaman
Farm Management
Biaya Produksi
Gambar 3.5. Hubungan C dipecah Menjadi D dan E
Teknik Irigasi dan Drainase
10
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
INSTALASI SISTEM DRAINASE B (Pengaruh Langsung)
Penurunan Muka Air-Tanah dan Pengeringan Tanah Pengaruh Tak-Langsung
FISIKA TANAH Aerasi Struktur Suhu Stabilitas Workability Subsidence
D
KIMIA/BIOLOGI Respirasi Akar Kedalaman Perakaran Pasok Hara Keasaman Tanah Alkalinitas Tanah Gulma/Hama/Penyakit
HIDROLOGI Evaporasi Infiltrasi Run-off Rembesan Kualitas Air Salinitas Tanah
E RESPONS TANAMAN & PERUBAHAN SISTEM USAHA-TANI Gambar 3.6. Faktor-faktor dalam hubungan D dan E pada Gambar 3.5
TOLERANSI TANAMAN TERHADAP SALINITAS (Sumber: Sys C. et a l. , 1993. La nd Eva lua tion. Agri c.P ubl.No 7. Belgi um)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
SALINITAS TANAH (mmhos/cm)
NENAS SAWIT BUNCIS CABAI
Peng. Prod. 0%
JAGUNG
Peng. Prod. 10%
SEMANGKA TOMAT PADI KACANG TANAH KELAPA KEDELAI
Teknik Irigasi dan Drainase
Peng. Prod. 25% Peng. Prod. 50% Peng. Prod. 100%
11
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
2.
PENDUGAAN PUNCAK LIMPASAN 4
PENDUGAAN PUNCAK LIMPASAN
Oleh Dedi Kusnadi Kalsim Laboratorium Teknik Tanah dan Air, FATETA IPB Po Box 220 Bogor 16002, Tilp (0251) 627.225, E-mail:
[email protected]
4.1
Metoda Rasional
Metoda rasional menyatakan bahwa puncak limpasan pada suatu DAS akan diperoleh pada intensitas hujan maksimum yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk pengaliran air dari yang paling ujung dari suatu DAS sampai ke outlet. Apabila lama hujannya kurang dari waktu konsentrasi, maka intensitasnya kemungkinan lebih besar akan tetapi luas DAS yang memberikan kontribusi terhadap debit akan lebih kecil dari total luas DAS (A). Apabila lama waktu hujan lebih besar dari waktu konsentrasi maka luas areal sama dengan total luas DAS (A) tetapi intensitasnya kurang dari intensitas hujan pada lama hujan sama dengan Tc. Rumus metoda Rasional dinyatakan : a. Untuk satuan seragam Q = C. i . A
/4.1/
dimana Q : puncak limpasan (L3 T-1); C : koefisien limpasan ( 0 < C <1); i : intensitas hujan maksimum dengan lama hujan sama dengan waktu konsentrasi (L.T-1); A: luas DAS (L2). b. Dalam satuan khusus di mana i dalam mm/jam; A dalam hektar dan Q dalam m 3/det, maka rumus tersebut dinyatakan: Q = 0.0028 C. i . A /4.2/ Untuk pendugaan waktu konsentrasi (Tc) terdapat beberapa metoda : a.
Metoda Kirpich (1940) : Tc = 0.0195L0.77 S − 0.385
/4.3/
Tc : waktu konsentrasi (menit); L: maksimum panjang aliran (m); S: gradient DAS (meter perbedaan elevasi dibagi meter panjang (L)) b.
Rumus Rhiza T1 =
( )
w1 = 20 h L
L w1 0 .6
(detik)
(m/det)
atau
Teknik Irigasi dan Drainase
/4.4a/
/4.4b/
12
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
T2 = L w 2
( )
w2 = 72 h L
( jam) 0. 6
/4.4c/
(km/jam) /4.4d/
Tabel 4.1 . Waktu konsentrasi (menit) untuk DAS kecil (Berdasarkan rumus Kirpich) Panjang aliran max (m)
c.
0.05
0.1
0.5
1
2
5
100
12
9
5
4
3
2
200
20
16
8
7
5
4
500
44
34
17
14
10
8
1000
75
58
30
24
18
13
2000
130
100
50
40
31
22
3000
175
134
67
55
42
30
4000
216
165
92
70
54
38
5000
250
195
95
82
65
45
Kraven Sama dengan Rhiza hanya kecepatan aliran dinyatakan sebagai berikut : Slope > 1/100 1/100 - 1/200 < 1/200
d.
Rata-rata gradient (%)
w1 (m/det) 3.5 3.0 2.1
California Highway Department (1942) 11.9 L3 T= H
0.385
/4.5/
T : waktu konsentrasi (jam); L : jarak horizontal (mile); H : beda tinggi (feet). e.
Untuk pendugaan intensitas hujan dengan lama hujan kurang dari 24 jam di Jepang digunakan rumus empirik dari Mononobe : rt =
( )
R24 24 t 24
n
/4.6/
rt : intensitas hujan dengan t jam (mm/jam); R24 : maksimum hujan 24 jam (mm); n : koefisien yang besarnya antara 1/3 - 2/3 Teknik Irigasi dan Drainase
13
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Di Indonesia dikenal suatu metoda rasional yang disebut metoda Melchior (1914) dan metoda Der Weduwen (1937). Secara umum metoda Rasional ditulis sebagai : Qn = a. b. q n . A
/4.7/
Qn : puncak limpasan (m3/det) untuk perioda ulang tertentu; a : koefisien limpasan; b: koefisien pengurangan luas daerah hujan; qn: curah hujan dalam m3/(det.km2) dengan perioda ulang tertentu; A : luas DAS (km2). Untuk menghitung Qn ada 2 metoda yang dapat digunakan : (1) (2)
Metoda Der Weduwen untuk luas DAS sampai 100 km2 (10.000 hektar) Metoda Melchior untuk luas DAS lebih besar dari 100 km2.
Kedua metoda tersebut telah menetapkan hubungan empiris a, b dan qn. Waktu konsentrasi dinyatakan sebagai fungsi dari debit puncak, panjang sungai dan kemiringan rata-rata DAS. (1) Metoda Melchior (1914): Curah hujan qn dinyatakan sebagai intensitas hujan rata-rata sampai terjadinya debit puncak yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (T). Curah hujan qn dinyatakan sebagai hujan terpusat (point rainfall) dan dikonversikan ke luas daerah hujan dengan b.q. Dalam Gambar 4.1, luas daerah hujan b.q (m3/(det.km2)) dinyatakan sebagai fungsi waktu lama hujan (jam) dan luas daerah hujan F (km2) untuk curah hujan sehari sebesar 200 mm. b.q untuk F = 0 dan T = 24 jam, dihitung sebagai berikut :
b. q =
0.2 × 1000 × 1000 = 2.31 m3/(det.km2) 24 × 3600
Bila curah hujan dalam sehari qn berbeda dengan 200 mm, maka harga pada Gambar tersebut akan berubah secara proporsional, misalnya untuk hujan = 240 mm, maka harga b.qn dari F = 0 dan T = 24 jam akan menjadi b.qn = 2.31 x (240/200) = 2.77 m3/(det.km2) Variasi luas daerah hujan diperkirakan berbentuk bundar atau elips (Gambar 2). Untuk menemukan luas daerah hujan di suatu DAS, sebuah elips digambar mengelilingi batasbatas DAS. Panjang sumbu yang pendek minimal harus 2/3 dari sumbu terpanjang. Garis elips tersebut mungkin memintas ujung DAS yang memanjang. Luas elips F (π.a.b) digunakan untuk menentukan harga b.qn untuk luas DAS A. Pada Gambar 4.1, diberikan harga-harga b.q untuk masing-masing luas F. Waktu Konsentrasi :
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
14
Melchior menetapkan waktu konsentrasi (Tc) sebagai berikut : Tc = 0186 . L Q − 0. 2 I − 0. 4 /4.8/ di mana Tc : waktu konsentrasi (jam); L : panjang sungai (km); Q : debit puncak (m3/det); I : gradient rata-rata DAS Untuk penentuan gradient DAS, 10 persen bagian hulu dari panjang DAS tidak dihitung. Beda elevasi dan panjang DAS diambil dari suatu titik 0,1 L dari batas hulu DAS (lihat Gambar 4.2). Koefisien Limpasan (C) Koefisien Limpasan C dipengaruhi oleh karaktersitik fisik DAS yakni sifat dan jenis tanah, tata-guna lahan, kemiringan lahan dan sebagainya. Beberapa pustaka koefisien limpasan C adalah seperti sebagai berikut (Tabel 4.2):
Gambar 4.1. Luas daerah hujan Melchior Teknik Irigasi dan Drainase
15
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Tabel 4.2. Koefisien limpasan C untuk metoda Rasional berdasarkan lereng, tanaman penutup tanah dan tekstur tanah 2
Lereng (%)
Lempung berpasir (sandy loam)
Liat dan debu berlempung (clay and silt loam)
Liat berat (tight clay)
0.10 0.25 0.30
0.30 0.35 0.50
0.40 0.50 0.60
0.10 0.15 0.20
0.30 0.35 0.40
0.40 0.55 0.60
0.30 0.40 0.50
0.50 0.60 0.70
0.60 0.70 0.80
HUTAN 0-5 5 - 10 10 – 30 Padang Rumput 0-5 5 - 10 10 – 20 Lahan Pertanian (Arable land) 0-5 5 - 10 10 – 20
Gambar 4.2. Penentuan luas daerah hujan F dan gradient I (Melchior)
2
Sumber :Schwab, Frevert and Barnes (1966), Soil and Water Conservation Engineering, Wiley, New York.
Teknik Irigasi dan Drainase
16
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Tabel 4.3. Koefisien C untuk DAS Pertanian (Grup tanah B) No
Kondisi penutup dan hidrologi
Intensitas hujan (mm/jam) 25
100
200
1
Tanaman dalam barisan, kultur teknis jelek
0.63
0.65
0.66
2
Tanam dalam barisan, kultur teknis bagus
0.47
0.58
0.62
3
Tanaman kacang-kacangan, kultur teknis jelek
0.38
0.38
0.38
4
Tanam kacang-kacangan, kultur teknis bagus
0.18
0.21
0.22
5
Semak dengan dominasi rumput, rotasi baik
0.29
0.36
0.39
6
Rumput makanan ternak, permanen, baik
0.02
0.17
0.23
7
Hutan, matang, baik
0.02
0.1
0.15
Tabel 4.4. Grup hidrologi tanah G rup A B C D
Keterangan
Laju Infiltrasi Akhir (mm/jam) 8 - 12
Potensial limpasan rendah, lapisan tanah dalam, pasir dengan sedikit debu dan liat, mudah meloloskan air Potensial limpasan cukup rendah, lapisan tanah berpasir dengan kedalaman kurang dari A Potensial Limpasan cukup tinggi, lapisan tanah dangkal dengan kandungan liat dan koloid cukup besar Potensial limpasan tinggi, lapisn tanah dangkal dengan kandungan liat tinggi, terdapat lapisan kedap dekat permukaan tanah Tabel 4.5. Faktor konversi Grup Tanah
Kondisi penutup dan hidroogi 1 2 3 4 5 6 7
3
4-8 1-4 0-1
3
Konversi koefisien limpasan dari Grup B ke Grup A
Grup C
Grup D
0.89 0.86 0.86 0.84 0.81 0.64 0.45
1.09 1.09 1.11 1.11 1.13 1.21 1.27
1.12 1.14 1.16 1.16 1.18 1.31 1.40
Sumber : Schwab G.O.;R.K. Prevert; T.W. Edminster; K.K. Barnes (1981) : Soil and Water Conservation Engineering. John Wiley and Sons, New York.
Teknik Irigasi dan Drainase
17
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Tabel 4.6. Koefisien limpasan untuk Metoda Rasional Karakter Permukaan
Daerah telah berkembang : Aspal Beton/atap Rerumputan (taman) : • Kondisi Jelek (penutupan < 50%): - Datar (0-2%) - Sedang (2-7%) - Curam (>7%) • Kondisi Sedang (penutupan 5070%): - Datar - Sedang - Curam • Kondisi baik (penutupan > 70%): - Datar - Sedang - Curam Daerah Belum berkembang: • Lahan diusahakan pertanian: - Datar - Sedang - Curam • Penggembalaan : - Datar - Sedang - Curam • Hutan: - Datar - Sedang - Curam
4
Periode Ulang (tahun) 2
5
10
25
50
100
500
0.73 0.75
0.77 0.80
0.81 0.83
0.86 0.88
0.90 0.92
0.95 0.97
1.00 1.00
0.32 0.37 0.40
0.34 0.40 0.43
0.37 0.43 0.45
0.40 0.46 0.49
0.44 0.49 0.52
0.47 0.53 0.55
0.58 0.61 0.62
0.25 0.33 0.37
0.28 0.36 0.40
0.30 0.38 0.42
0.34 0.42 0.46
0.37 0.45 0.49
0.41 0.49 0.53
0.53 0.58 0.60
0.21 0.29 0.34
0.23 0.32 0.37
0.25 0.35 0.40
0.29 0.39 0.44
0.32 0.42 0.47
0.36 0.46 0.51
0.49 0.56 0.58
0.31 0.35 0.39
0.34 0.38 0.42
0.36 0.41 0.44
0.40 0.44 0.48
0.43 0.48 0.51
0.47 0.51 0.54
0.57 0.60 0.61
0.25 0.33 0.37
0.28 0.36 0.40
0.30 0.38 0.42
0.34 0.42 0.46
0.37 0.45 0.49
0.41 0.49 0.53
0.53 0.58 0.60
0.22 0.31 0.35
0.25 0.34 0.39
0.28 0.36 0.41
0.31 0.40 0.45
0.35 0.43 0.48
0.39 0.47 0.52
0.48 0.56 0.58
Prosedur pendugaan puncak debit limpasan dengan Metoda Melchior 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8.
Tentukan besarnya curah hujan maksimum sehari untuk perioda ulang yang dipilih Tentukan a (koefisien limpasan C) yang paling sesuai untuk DAS tersebut Hitung A, F, L dan I untuk DAS tersebut Buat perkiraan harga pertama waktu konsentrasi To berdasarkan Tabel 8 Ambil harga Tc = To untuk b.qn dari Gambar 1 dan hitung Qo = a.b.qno A Hitung waktu konsentrasi Tc untuk Qo dengan persamaan /7/ Ulangi langkah-langkah 4 dan 5 untuk harga To baru yang sama dengan Tc sampai waktu konsentrasi yang diperkirakan sama dengan yang dihitung Hitung debit puncak untuk harga ahir T.
4
Digunakan sebagai standard di Austin, Texas, USA. Sumber : Ven Te Chow; D.R. Maidment; L.W. Mays (1988). Applied Hydrology. Mc Graw Hill, Singapore Teknik Irigasi dan Drainase
18
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Tabel 4.7. Koefisien runoff untuk metoda Rasional Tipe Areal Areal bisnis: - Downtown - Neighborhood Perumahan (residential) - Single family - Multiunits, detached - Multiunits, attached Residential (suburban) Apartment Daerah Industri - Industri Ringan - Industri Berat Taman (parks), kuburan (cemetries) Taman bermain (playgrounds) Railroad yard Unimproved Pavement: - Asphal atau concrete - Pasangan bata (bricks) Atap rumah (Roofs): Lawns, tekstur tanah berpasir - Datar, 2% - Medium 2-7% - Curam > 7% Lawns, tekstur tanah liat berat - Datar, 2% - Medium 2-7% - Curam > 7% Kerikil lintasan kendaraan dan pejalan kaki
5
Koefisien C 0.70 - 0.95 0.50 - 0.70 0.30 - 0.50 0.40 - 0.60 0.60 - 0.75 0.50 - 0.70 0.50 - 0.70 0.50 - 0.70 0.60 - 0.90 0.10 - 0.25 0.20 - 0.35 0.20 - 0.35 0.10 - 0.30 0.70 - 0.95 0.70 - 0.85 0.05 - 0.10 0.10 - 0.20 0.15 - 0.20 0.13 - 0.17 0.18 - 0.22 0.25 - 0.35 0.15 - 0.30
Tabel 4.8. Perkiraan nilai To F (km2)
To (jam)
F (km2)
To (jam)
100 150 200 300 400
7.0 7.5 8.5 10.0 11.0
500 600 1000 1500 3000
12.0 14.0 16.0 18.0 24.0
(2) Metoda Der Weduwen (1937) Persamaan umumnya : Qn = a. b. qn. A Koefisien limpasan a dapat dihitung dengan rumus : 5
Sumber: ASCE and WPCF (1969)
Teknik Irigasi dan Drainase
/4.7/
19
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
a = 1−
4.1 b. q n + 7
/4.9/
Koefisien pengurangan daerah hujan b dihitung dengan rumus: t+ 1 120 + A /4.10/ t + 9 b= 120 + A Curah hujan qn (m3/(det.km2)) dihitung dengan rumus : qn =
Rn 67.65 240 t + 1.45
/4.11/
di mana A : luas DAS (km2), Rn : maksimum hujan sehari (mm) untuk periode ulang tertentu, t : lamanya curah hujan (jam) yang mempunyai hubungan dengan panjang sungai (L, km) , Q (m3/det) dan gradient Melchior (I) sebagai berikut : t = 0.25 L Q − 0.125 I − 0.25
/4.12/
Perlu diingat bahwa t dalam metoda Der Weduwen adalah saat-saat kritis curah hujan yang mengacu pada terjadinya debit puncak. Ini tidak sama dengan waktu konsentrasi dalam metoda Melchior. Prosedur perhitungan : 1. Hitung A, L dan I dari peta topografi DAS. 2. Hitung nilai Rn (mm), maksimum hujan sehari untuk perioda ulang tertentu 3. Buatlah harga t = 0 Hitung
dengan persamaan
qn
/4.11/
b
/4.10/
a
/4.9/
Qn
/4.7/
t
/4.12/
4. Gunakan nilai t ini, dan ulangi lagi tahap 3 sampai nilai dugaan sama dengan nilai t hitungan Persamaan /4.12/ dapat disederhanakan dengan mengasumsikan hubungan tetap antara L dengan A : L = 1904 . A 0.5 /4.13/ Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
20
Jika disubstitusikan ke persamaan /4.12/, maka menghasilkan : t = 0.476 Q − 0.125 A 0.5 I − 0.25 /4.14/ Dengan menggunakan persamaan /4.14/, maka hubungan Q, A dan I untuk nilai Rn tertentu dinyatakan dalam grafik seperti pada Gambar 4.3 sampai dengan 4.7. Untuk DAS yang panjang sungainya (L) lebih besar dari pada persamaan /4.13/, maka Q yang diambil dari grafik akan terlalu besar, dan sebaliknya apabila L lebih kecil dari persamaan /4.13/ maka Q grafik akan terlalu kecil. Contoh perhitungan dengan Metoda Der Weduwen: Luas DAS A = 41 km2 Panjang sungai = 11 km Elevasi pada ujung DAS = + 340 m Elevasi pada 0.1 L = + 300 m Elevasi sungai pada bendung = + 50 m Hitung debit puncak dengan perioda ulang 5 tahun? Penyelesaian : Gradient menurut Melchior : (300-50)/(0.9x11x 1000) = 0.025 atau 2.5%. Misalkan hasil analisis maksimum hujan harian di daerah tersebut adalah sebagai berikut (di Jawa) : Periode ulang (tahun) Hujan sehari (mm) 1/5 1/4 1/3 1/2 1/1 2 5 10 20 50 100
61 67 75 86 105 120 160 185 210 245 275
Jadi untuk periode ulang 5 tahun Rn = 160 mm 1. t = 0 Persamaan 4.11 4.10 4.9 4.7
Hasil qn = 31.10 b = 0.774 a = 0.868 Qn = 856.653
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
4.12
t = 2.97
2. t = 2.97 Persamaan
Hasil
4.11 4.10 4.9 4.7 4.12
qn = 10.20 b = 0.830 a = 0.735 Qn = 255.12 t = 3.46
3. t = 3.46 Persamaan 4.11 4.10 4.9 4.7 4.12
Hasil qn = 9.185 b = 0.836 a = 0.721 Qn = 226.99 t = 3.51
4. t = 3.51 Persamaan 4.11 4.10 4.9 4.7 4.12
Hasil qn = 9.093 b = 0.837 a = 0.719 Qn = 224.3 t = 3.51
Dengan demikian Debit puncak dengan perioda ulang 5 tahun = 224.3 m3/det. Apabila menggunakan grafik, maka debit puncak = 200 m3/det.
Teknik Irigasi dan Drainase
21
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Gambar 4.3. Grafik Q untuk curah hujan harian Rn = 80 mm
Teknik Irigasi dan Drainase
22
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Gambar 4.4. Grafik Q untuk curah hujan harian Rn = 120 mm
Teknik Irigasi dan Drainase
23
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Gambar 4.5. Grafik Q untuk curah hujan harian Rn = 160 mm
Teknik Irigasi dan Drainase
24
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Gambar 4.6. Grafik Q untuk curah hujan harian Rn = 200 mm
Teknik Irigasi dan Drainase
25
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Gambar 4.7. Grafik Q untuk curah hujan harian Rn = 240 mm
Teknik Irigasi dan Drainase
26
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
27
3. Teknik Drainase Permukaan
5 TEKNIK DRAINASE PERMUKAAN Oleh Dedi Kusnadi Kalsim Laboratorium Teknik Tanah dan Air, FATETA IPB Po Box 220 Bogor 16002, Tilp (0251) 627.225, E-mail:
[email protected]
5.1 5.1.1
Data Perencanaan Saluran Pembuang Data Topografi
a. Peta topografi skala 1:50.000 sampai 1:25.000 dengan dilengkapi dengan garis kontour selang 0,5 m untuk daerah datar atau 1,0 m untuk daerah berbukit. b. Profil memanjang (longitudinal) dengan skala horizontal 1 : 2.000 dan skala vertikal 1:200 (atau 1:100 untuk saluran yang kecil jika diperlukan) c. Potongan melintang (cross section) dengan skala 1:200 (atau 1:100 untuk saluran kecil) pada setiap interval 50 m untuk trase yang lurus dan 25 m untuk trase yang melengkung. Penggunaan foto udara dan ortho-foto yang dilengkapi dengan garis ketinggian sangat penting khususnya untuk perencanaan tata-letak. 5.1.2 Debit Rencana 5.1.2.1 Jaringan Pembuang Pada umumnya jaringan pembuang direncanakan untuk mengalirkan kelebihan air secara gravitasi. Pembuangan kelebihan air dengan pompa biasanya tidak layak dari segi ekonomi. Pembuangan air di daerah datar dan daerah pasang-surut yang dipengaruhi oleh fluktuasi muka air di laut, sangat tergantung pada muka air sungai, saluran atau laut yang merupakan outlet dari pembuang. Muka air di outlet ini sangat penting dalam perencanaan bangunan-bangunan khususnya di lokasi ujung saluran pembuang, misalnya pintu klep otomatis (flape gate) yang menutup selama muka air tinggi untuk mencegah air masuk ke areal drainase dan membuka kembali pada waktu muka air rendah. 5.1.2.2 Modulus Drainase untuk Tanaman Padi Sawah Lahan yang ditanami padi umumnya datar atau berteras. Besarnya penurunan hasil yang diakibatkan oleh kelebihan air tergantung pada : • Ketinggian genangan • Lamanya genangan tersebut berlangsung • Tahap pertumbuhan tanaman • Varietas padi. Tahapan pertumbuhan tanaman yang paling peka terhadap kelebihan genangan adalah di pesemaian, selama tanam (pemindahan bibit dari pesemaian ke lahan) dan permulaan
Teknik Irigasi dan Drainase
28
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
masa berbunga (panicle). Secara umum dapat dikatakan apabila tanaman padi tergenang melebihi saparoh tinggi tanaman selama lebih dari 3 hari berturutan maka akan mengurangi produksi secara nyata. Apabila kurang dari 3 hari maka pengurangan hasil tidak begitu nyata. Sebagai standar untuk perencanaan drainase tanaman padi6: (1) Tinggi genangan yang diijinkan di petakan sawah harus kurang dari 30 cm dan lama genangan tidak lebih dari 3 hari (2) Tinggi genangan lebih dari 30 cm harus tidak lebih dari 24 jam (1 hari) Kelebihan genangan di petakan sawah disebabkan oleh: hujan lebat, limpasan air irigasi atau drainase, rembesan dari saluran irigasi. Untuk keperluan drainase tanaman lainnya yakni nenas dan singkong berdasarkan pengalaman petani di Anjir Basarang (Kalimantan Tengah) menunjukkan bahwa tanaman singkong akan mati apabila terendam 1 hari, sedangkan nenas masih bertahan walaupun tergenang selama 2 - 3 hari berturutan. Tabel 5.1. Taksiran kerusakan padi akibat genangan air berlebihan di Jepang 7 Tahap Pertumbuhan • • • • •
20 hari setelah tanam Pembentukan malai muda, sebagian terrendam Pembentukan malai muda, seluruhnya terendam Pembuahan Pemasakan
1-2 10 10
Pengurangan Hasil (%) menurut Lama Hari Genangan Air Jernih Air Berlumpur 3-4 5–7 >7 1-2 3-4 5-7 >7 20 30 35 0 65 90-100 20 50 85 90-100
25
45
80
80-100
70
80
85
90-100
15 10
25 15
30 20
70 20
30 5
80 20
90 30
100 30
Penentuan modulus drainase untuk padi dapat dilakukan dengan cara : (1) Memplotkan hujan maksimum untuk beberapa hari berturutan pada berbagai periode ulang dan penentuan tinggi genangan maksimum yang masih diijinkan seperti pada Gambar 5.1. (2) Simulasi tinggi genangan harian dengan neraca air harian di petakan sawah8. WLi = WLi-1 + Ri + IRi + Qini - Pi - ETi - Qoi di mana : WLi : tinggi genangan air di petakan sawah pada hari ke i (mm); R i: hujan hari ke i (mm); Qin : limpasan dari petakan lain (mm); IR: air irigasi yang diberikan (mm); P: perkolasi (mm); ET: evapotranspirasi (mm); Qo : drainase yang dilakukan (mm). Kriteria yang dilakukan dalam perhitungan tinggi genangan : (i) Untuk WLi ≥ WLMAX : Jika (WLi - WLMAX) ≥ Qo, selanjutnya dipakai WLi = (WLi - Qo)
6
Sumber : Design Drainage Project, Ciujung Sub Project, Final Report vol.1 Main Report, PROSIDA, May 1981 7 Sumber : Fukuda dan Tsutsui (1968) 8 Skripsi Muchtadi F 24.0075, 1992. Penentuan Modulus Drainase untuk Padi Sawah Berdasarkan Perhitungan Neraca Air Harian
Teknik Irigasi dan Drainase
29
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Jika (WLi - WLMAX) < Qo, selanjutnya dipakai WLi = WLMAX (ii) Untuk WLMIN < WLi < WLMAX, selanjutnya dipakai WLi = Wli a. Tadah hujan :
Jika WLi < 0, selanjutnya dipakai WLi = 0 b. Beririgasi : Jika WLi < WLMIN, selanjutnya dipakai WLi = WLOP WLMAX : tinggi genangan maksimum; WLMIN : tinggi genangan minimum; WLOP : tinggi genangan optimum setelah pemberian air irigasi (3) Penentuan modulus drainase untuk padi sawah dapat dilakukan pula dengan metoda: Dn = RnT + n( I − ET − P) − S n: jumlah hari berturutan; Dn: pengeluaran air permukaan selama n hari berturutan (mm); RT n : hujan maksimum n hari berturutan dengan periode ulang T tahun (mm); I: air irigasi (mm/hari); ET: evapotranspirasi (mm/hari); P: perkolasi (mm/hari); S: genangan air maksimum yang diijinkan di petakan sawah (mm). Umumnya nilai n yang dipakai adalah 3 hari berturutan. Di Jepang umumnya digunakan standar modulus drainase selama periode irigasi dan tak irigasi masing-masing sebesar 0,2 - 0,5 dan 0,05 - 0,1 m3 .det-1.km-2. Kurva Depth-Duration-Frequency Hujan Harian 300
Hujanl (mm)
250 200 150 100 50 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Hari be rturutan (hari) T = 25
T = 10
T=5
Poly. (T = 5)
Poly. (T = 10)
Poly. (T = 25)
Gambar 5.1. Kedalaman, lama hujan dan frekwensi dalam penentuan Modulus Drainase untuk padi sawah
Untuk areal seluas 400 ha, Debit Pembuang Rencana dapat diambil konstan (l.det-1.ha-1). Apabila luas areal lebih besar dari 400 ha, maka debit rencana akan berkurang akibat dari menurunnya curah hujan rata-rata dan adanya tampungan
Teknik Irigasi dan Drainase
30
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
sementara yang relatif lebih besar. Di Indonesia secara empirik pengaruh luas areal tersebut dinyatakan dengan persamaan : Qd = f . Dm . A •
untuk luas areal <= 400 ha, f = 1.0
•
untuk luas areal > 400 ha , f = 1.62 A-0,08
Qd : debit pembuang rencana (l/det); Dm : modulus drainase (l/det.ha); A: luas areal (ha); f: faktor reduksi luas. Faktor pengurangan (f) debit pembuang rencana tersebut dinyatakan dalam Gambar 5.2. 5.1.2.3 Untuk Daerah Berbukit Untuk areal yang berbukit di mana umumnya tanaman yang diusahakan bukan padi sawah, maka untuk perencanaan saluran pembuang ada dua macam debit yang perlu dipertimbangkan yakni : a. Debit puncak maksimum dalam jangka waktu pendek b. Debit rencana yang dipakai untuk perencanaan saluran pembuang. 5.1.2.3.1 Debit puncak Di Indonesia umunya digunakan metoda rasional der Weduwen untuk areal kurang dari 100 km2 dan Melchior untuk areal lebih besar dari 100 km2 (Lihat Pendugaan Debit Puncak Empirik). 5.1.2.3.2 Debit Rencana Debit rencana didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan dalam waktu sehari dari suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan oleh curah hujan sehari yang terjadi di daerah tersebut. Volume limpasan tersebut harus dapat dibuang dalam waktu sehari, sehingga akan dihasilkan debit rencana yang konstan. USBR (1977) :
Qd = 0,116. a. f . R (1) 5 . A
untuk A ≥ 400 ha, f = 1,62 A -0,08 • untuk A < 400 ha, f = 1,0 Qd: debit rencana (l.det-1); a : koefisien limpasan; R(1)5: hujan sehari maksimum dengan periode ulang 5 tahun (mm.hari-1); A : luas areal drainase (ha). •
5.1.2.4 Debit Pembuang Debit rencana akan dipakai untuk merencanakan kapasitas saluran pembuang dan elevasi muka air rencana. Debit pembuang ini terdiri dari : a. Debit pembuang untuk petakan sawah seperti pada 5.1.2.2 b. Debit dari areal perbukitan seperti pada 5.1.2.3.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
31
Jaringan pembuang direncanakan untuk mengalirkan debit pembuang rencana dari areal sawah dan non-sawah (perbukitan) di dalam maupun di luar areal dengan menggunakan saluran intersepsi (pencegat). Muka air yang dihasilkan tidak boleh menghalangi pembuangan air dari sawah di daerah irigasi. Debit puncak akan dipakai untuk menghitung muka air tertinggi di saluran pembuang. Muka air ini akan digunakan untuk merencanakan pengendalian banjir (misalnya tanggul banjir) dan bangunan-bangunan air lainnya (misalnya jembatan, goronggorong). Selama terjadi debit puncak terhambatnya pembuangan air dari petakan sawah masih dapat diterima karena hanya berlangsung beberapa jam saja. Elevasi muka air pada debit puncak sering melebihi elevasi lahan sehingga diperlukan sarana pengendalian banjir dengan membuat tanggul sepanjang saluran pembuang.
Gambar 5.2. Faktor pengurangan debit karena luas areal
Periode ulang untuk debit puncak biasanya diambil sebesar 5 tahun untuk saluran pembuang kecil di daerah irigasi atau 25 tahun atau lebih untuk saluran pembuang besar tergantung dari nilai ekonomis sarana yang dilindungi (misalnya di daerah perkotaan). Periode ulang debit rencana biasanya digunakan 5 tahun. Pada pertemuan dua saluran pembuang di mana debit puncak bertemu, maka debit puncak yang tergabung dihitung sebagai berikut : (1) Apabila dua daerah yang akan dibuang airnya luasnya kurang lebih sama (40%-50% dari luas total), maka debit puncak gabungan dihitung sebagai 0,8 kali jumlah kedua debit puncak. (2) Jika luas daerah yang satu lebih kecil dari yang lainnya (kurang dari 20% dari luas total), maka gabungan kedua debit puncak dihitung sebagai luas total (3) Bila persentase luas areal antara 20%-40% dari luas total, maka gabungan debit puncak dihitung dengan interpolasi antara nilai yang didapat dari kasus 1 dan kasus 2. Untuk menghitung debit rencana pada pertemuan dua saluran pembuang, maka debit rencana gabungan dihitung sebagai jumlah debit rencana dari masing-masing saluran pembuang.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
5.1.3
32
Data Mekanika Tanah
Masalah utama dalam perencanaan saluran pembuang adalah ketahanan tubuh saluran terhadap erosi dan stabilitas talud serta tanggul. Klasifikasi tekstur, indeks plastisitas dan ruang pori di perlukan untuk pertimbangan kecepatan maksimum (Lihat Lampiran) 5.2 5.2.1
Perencanaan Saluran Pembuang Perencanaan Saluran Pembuang yang Stabil
Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang terrendah. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi harus minimal pada setiap potongan melintang dan harus seimbang. Dengan adanya pembuang, air dari persawahan menjadi lebih bersih dari sedimen. Erosi di saluran pembuang akan merupakan kriteria yang menentukan. Kecepatan aliran rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang diijinkan. Kecepatan maksimum yang diijinkan tergantung pada bahan tanah serta kondisinya. Saluran pembuang dirancang di tempat terrendah dan melalui daerah depresi. Kemiringan alamiah lahan dalam trase ini menentukan kemiringan memanjang saluran pembuang tersebut. Apabila kemiringan dasar terlalu curam sehingga kecepatan maksimum akan terlampaui, maka harus dibuat bangunan terjun. Kecepatan rencana sebaiknya diambil sama atau mendekati kecepatan maksimum yang diijinkan, karena debit rencana atau debit puncak tidak sering terjadi maka debit dan kecepatan aliran saluran pembuang akan lebih rendah di bawah kondisi eksploitasi ratarata. Pada debit yang rendah, aliran akan cenderung berkelok-kelok bila dasar salurannya lebar. Oleh karena itu biasanya saluran pembuang dirancang relatif sempit dan dalam dibandingkan dengan saluran irigasi. Variasi tinggi air dengan debit yang berubah-ubah biasanya tidak mempunyai arti penting pada saluran pembuang (lain halnya dengan saluran irigasi). Potongan melintang yang dalam akan memberikan pemecahan yang lebih ekonomis. 5.2.2 Rumus dan Kriteria Hidrolik 5.2.2.1 Rumus Hidrolik Untuk perencanaan saluran pembuang, aliran dianggap steady dan seragam (uniform) untuk itu diterapkan rumus Strickler-Manning : di mana : V: kecepatan aliran (m.det-1); km : koefisien kehalusan Strickler (km = 1/n, n : koefisien kekasaran Manning); R : jari-jari hidrolis (m) (R = A/P; P :perimeter basah (m); A:luas penampang aliran (m2); I : kemiringan dasar saluran; z = talud (horizontal z : vertikal 1); w = b/h (perbandingan lebar dasar dengan tinggi air) V = k m R 2 / 3 I 1/ 2
A = b. h + z. h 2 = h 2 (w + z )
Teknik Irigasi dan Drainase
33
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
(
[
)
(
P = b + 2. h 1 + z 2 = h. w + 2 1 + z 2
R=
h( w + z) A = P w + 2 1 + z2
(
Q = A. k m . R 2 / 3 . I 1/ 2
F=
misalkan
)]
)
h( w + z) = k m I 1/ 2 ( w + z) h 2 w + 2 (1 + z 2 )
[
( w + z ) 5/ 3
(
w + 2 1 + z2
)]
2/ 3
2/3
maka : Q h= 1/ 2 F. k m I
3/ 8
Nilai b (lebar dasar saluran) yang didapatkan dari perhitungan biasanya harus dibulatkan ke suatu angka yang secara praktis dapat dikerjakan di lapangan. Dengan menambah atau mengurangi nilai b dengan ∆b, maka akan terjadi perubahan h (∆h). Dari gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa dengan penambahan ∆b, maka luas penampang aliran (A) tidak boleh berubah. ∆b x h = - ∆h x B = - ∆h x (b + 2 z h) = - ∆h (w + 2 z)h ∆h=
−∆b ( w + 2 z)
B
FB 1
h z b
Gambar 5.3. Geometri saluran
Teknik Irigasi dan Drainase
34
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Faktor-faktor yang mempengaruhi rancangan : • maksimum talud • kecepatan maksimum yang diijinkan • kecepatan minimum • lebar dasar minimum untuk mencegah penyumbatan dan kemudahan konstruksi • perbandingan b/h
B
FB ∆h h
1 z
b
Gambar 5.4. Perubahan ∆b dan ∆h
5.2.2.2 Koefisien kehalusan Strickler Koefisien kehalusan Strickler tergantung kepada sejumlah faktor yakni : • Kekasaran dasar dan talud saluran • Lebatnya vegetasi • Panjang batang vegetasi • Ketidak-teraturan dan trase • Jari-jari hidrolis dan dalamnya saluran Karena saluran pembuang tidak selalu terisi air, maka vegetasi akan mudah sekali tumbuh dan banyak mengurangi nilai km. Pembabadan rumput yang teratur akan memperkecil pengurangan nilai km. Nilai km pada tabel di bawah ini umumnya dipakai untuk merancang saluran pembuang dengan mengasumsikan bahwa vegetasi dipotong secara teratur. Tabel 5.1. Koefisien kehalusan Strickler untuk saluran pembuang Kedalaman aliran (m) h > 1,5 h ≤ 1,5
km 30 25
Untuk saluran irigasi yang terbuat dari galian atau timbunan tanah, nilai km yang biasa digunakan pada pelbagai nilai Q adalah seperti pada Tabel di bawah ini. Beberapa nilai koefisien kekasaran Manning dapat dilihat pada Tabel 5.3 di bawah ini.
Teknik Irigasi dan Drainase
35
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
5.2.2.3 Kecepatan Maksimum yang Diijinkan Kecepatan maksimum yang diijinkan adalah kecepatan aliran (rata-rata) maksimum yang tidak menyebabkan erosi di permukaan saluran. Konsep ini didasarkan pada hasil riset USSCS (United State Soil Conservation Services, Design of Open Channel, 1977) yang memerlukan data lapangan yakni klasifikasi tanah (Unified Classification system), Indeks Plastisitas dan angka pori. Tabel 5.2. Koefisien kehalusan Strickler untuk saluran irigasi Q (m3.det-1) Q > 10 5 < Q < 10 1
Km 45 42.5 40 35
Kecepatan maksimum yang diijinkan ditentukan dengan dua tahapan : (1) Penetapan kecepatan dasar (Vb) untuk saluran lurus dengan kedalaman air 1 m seperti pada Gambar 5.5. (2) Penentuan faktor koreksi untuk lengkung saluran, berbagai kedalaman air dan angka pori seperti pada Gambar 5.6. Vmax = Vb × A × B × C × D di mana ,Vmax : kecepatan maksimum yang diijinkan (m/det); Vb : kecepatan dasar (m/det); A: faktor koreksi untuk angka pori tanah permukaan saluran; B: faktor koreksi untuk kedalaman aliran; C: faktor koreksi untuk lengkung saluran; D: faktor koreksi untuk periode ulang banjir rencana (Gambar 5.7). Faktor D ditambahkan apabila dipakai banjir rencana dengan periode ulang yang tinggi lebih dari 10 tahun. Diasumsikan bahwa kelangkaan terjadinya banjir dengan periode ulang di atas 10 tahun menyebabkan sedikit kerusakan akibat erosi. Hal ini dinyatakan dengan menerima Vmax yang lebih tinggi. Untuk jaringan pembuang internal diasumsikan bahwa airnya bebas sedimen. Sedangkan untuk pembuang lahan berbukit, asal air harus diperiksa.Untuk konstrusi pada tanah-tanah non-kohesif kecepatan dasar yang diijinkan adalah 0,6 m/det. Suatu daftar kecepatan maksimum yang diijinkan berdasarkan jenis tanah dan kandungan lumpur air yang mengalir adalah seperti pada Tabel 5.4. 5.2.2.4 Kecepatan Minimum Kecepatan minimum adalah batas kecepatan terrendah yang mengakibatkan adanya sedimentasi, pertumbuhan gulma dan perkembang-biakan nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit malaria. Untuk mencegah pertumbuhan gulma air diperlukan kecepatan minimum 0,75 m/detik, sedangkan untuk mencegah malaria dan bilharzia (penyakit kaki gajah) kecepatan minimum 0,4 m/detik.
Teknik Irigasi dan Drainase
36
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Tabel 5.3. Koefisien kekasaran Manning (n) Jenis bahan saluran 1. Pipa dan Saluran Berlapis : • logam,kayu,plastik, semen,beton • bata • pipa bergelombang (corrugated) 2. Saluran tanah galian : • saluran tanah,lurus,seragam bersih tanpa rumputan berumput pendek • • •
saluran tanah, tidak lurus tanpa vegetasi berumput berumput rapat dan gulma air
Minimum
Normal
Maksimum
0,010 0,025
0,013 0,030 0,024
0,015 0,035
0,016 0,022
0,018 0,027
0,020 0,023
0,023 0,025 0,030
0,025 0,030 0,035
0,030 0,033 0,040
Sumber : Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics. McGraw Hill, New York
5.2.2.5 Tinggi Muka Air Tinggi muka air di saluran pembuang tergantung pada fungsi saluran tersebut. Di jaringan tersier, kelebihan air di lahan dibuang langsung ke saluran pembuang kuarter atau tersier sehingga elevasi muka air rencana dapat diambil sama dengan elevasi permukaan lahan. Jaringan pembuang sekunder menerima air buangan dari jaringan tersier di loksi tertentu. Elevasi muka air rencana di sekunder ditentukan oleh elevasi muka air di ujung saluran pembuang tersier. Demikian pula dengan saluran primer ditentukan oleh muka air rencana di ujung saluran sekunder. Di saluran pembuang primer (atau sekunder) pada debit puncak elevasi muka air harus dapat dikendalikan dengan adanya tanggul banjir (Gambar 5.8), dengan tinggi jagaan sektar 0,4 sampai 1,0 m. 5.2.2.6 Potongan Melintang Saluran Pembuang 5.2.2.6.1 Geometri Potongan melintang saluran pembuang dirancang relatif lebih dalam daripada saluran irigasi dengan alasan sebagai berikut : • Untuk mengurangi biaya pelaksanaan dan pembebasan lahan • Variasi tinggi muka air akibat variasi debit dapat diterima untuk saluran pembuang • Saluran pembuang yang dalam akan memiliki aliran lebih stabil pada debit rendah, sedangkan saluran pembuang yang lebar akan cenderung menyebabkan aliran yang berkelok. Perbandingan lebar dasar dan kedalaman aliran (b/h) untuk saluran pembuang sekunder diambil antara 1 sampai 3. Untuk saluran yang lebih besar nilai ini harus paling tidak 3. Untuk saluran sekunder dan primer, lebar dasar minimum sebesar 0,6 m, sedangkan untuk saluran lapangan lebar dasar minimum 0,3 m. Suatu petunjuk hubungan antara Q, h dan b/h pada umumnya untuk saluran drainase adalah seperti pada Tabel 5.6. Untuk saluran irigasi hubungan Q, z, b/h dan km yang umumnya dipakai adalah seperti pada Tabel 5.7 di bawah ini.
Teknik Irigasi dan Drainase
37
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
5.2.2.6.2 Kemiringan Talud Nilai kemiringan talud minimum untuk saluran pembuang dapat diambil dari Tabel 5.8 atau Tabel 5.9 atau Gambar 5.8. Pada daerah yang diperkirakan terjadi rembesan yang besar ke dalam saluran pembuang maka talud harus dirancang lebih besar dari tabel 5.8 . Tabel 5.4. Kecepatan maksimum Bahan saluran
Kecepatan maksimum (m/detik) Air Bersih
Pasir teguh, berkoloid Lempung berpasir, tak berkoloid Lempung berdebu, tak berkoloid Debu endapan, tak berkoloid Lempung teguh Debu vulkanik Liat lekat, berkoloid Debu endapan (alluvial), berkoloid Kerikil halus Kerikil kasar
0,45 0,55 0,60 0,60 0,70 0,70 1,15 1,15 0,70 1,20
Air Berlumpur 0,70 0,70 0,90 1,050 1,050 1,050 1,50 1,50 1,50 1,85
Sumber : Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics. McGraw Hill, New York
Tabel 5.5. Kecepatan maksimum untuk saluran tanah dan berlapis Saluran Tanah tak berlapis
Berlapis
Tipe tanah/Bahan pelapis lempung berpasir lempung berliat liat kerikil batu (rock)
Kecepatan maksimum (m/det) 0,5 - 0,7 0,6 - 0,9 0,9 - 1,0 0,9 - 1,5 1,2 - 1,8
beton pasangan PCC blocks bata pasangan
1,5 - 2,0 1,5 - 2,0 1,2 - 1,8
Tabel 5.6. Hubungan antara Q, h dan b/h untuk saluran pembuang Q (m3/det) <0,5 0,5 - 1,1 1,1 - 3,5 > 3,5
Teknik Irigasi dan Drainase
h(m)
b/h
< 0,5 0, - 0,75 0,75 - 1,0 > 1,0
1 2 2,5 3
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Gambar 5.5. Kecepatan dasar (Vb) untuk tanah koheren (USSCS)
Teknik Irigasi dan Drainase
38
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Teknik Irigasi dan Drainase
39
40
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Tabel 5.7. Hubungan antara Q, z, b/h dan km untuk saluran irigasi Q (m3/det)
Z
b/h
km
<0,5 0,15 - 0,30 0.30 - 0,50 0.50 - 0,75 0.75 - 1,0 1,0 - 1,5 1,5 - 3,0 3,0 - 4,5 4,5 - 5,0 5,0 - 6,0 6,0 - 7,5 7,5 - 9,0 9,0 - 10,0 10,0 - 11,0 11,0 - 15,0 15,0 - 25,0 25,0 - 40,0
1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 2,0 2,0 2,0 2,0
1,0 1,0 1,0 - 1,2 1,2 - 1,3 1,3 - 1,5 1,5 - 1,8 1,8 - 2,3 2,3 - 2,7 2,7 - 2,9 2,9 - 3,1 3,1 - 3,5 3,5 - 3,7 3,7 - 3,9 3,9 - 4,2 4,2 - 4,9 4,9 - 6,5 6,5 - 9,0
30 35 35 35 35 35 40 40 40 42,5 42,5 42,5 42,5 45 45 45 45
Tabel 5.8. Kemiringan talud minimum saluran pembuang Kedalaman Galian D (m) D < 1 1,0 < D < 2,0 D > 2,0
Kemiringan talud horizontal : vertikal 1,0 1,5 2,0
Tabel 5.9. Kemiringan talud berdasarkan jenis tanah di mana saluran tersebut dibuat Jenis Tanah Batuan (rock) Tanah gambut (peat soil) matang Liat lekat atau berlapis beton Tanah dengan berlapis batu Tanah untuk saluran besar Liat teguh (firm clay) Pasir Lempung berpasir atau liat porous
Kemiringan talud horizontal : vertikal 0 1/4 1/2 - 1 1 1 1,5 2 3
Sumber : Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics. McGraw Hill, New York
5.2.2.6.3 Lengkung saluran pembuang Jari-jari minimum lengkung yang diukur dari poros saluran adalah seperti pada Tabel 5.10. Jika diperlukan jari-jari yang lebih kecil, jari-jari tersebut boleh dikurangi sampai 3 x lebar dasar dengan cara memberi pasangan pada bagian luar lengkung saluran.
Teknik Irigasi dan Drainase
41
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Tabel 5.10. Jari-jari lengkung saluran pembuang Qrencana (m3/det) Q≤5 5 < Q ≤ 7.5 7.5 < Q ≤ 10 10 < Q ≤ 15 Q > 15
Jari-jari minimum (m) 3 x lebar dasar 4x 5x 6x 7x
5.2.2.6.4 Tinggi Jagaan Karena debit pembuang rencana akan terjadi dengan periode ulang rata-rata 5 tahun, maka elevasi muka air rencana maksimum diambil sama dengan elevasi lahan. Galian tanah tambahan sebenarnya tidak diperlukan lagi. Akan tetapi untuk keamanan biasanya ditambahkan jagaan sekitar 0,1 m sampai 0,5 m (Lihat Gambar 5.9). Apabila saluran pembuang utama juga harus menerima air hujan buangan dari daerah bukan sawah atau berbukit dan harus memberikan perlindungan penuh terhadap banjir, maka tinggi jagaan diambil sekitar 0,4 m sampai 1,0 m (Lihat Gambar 5.10).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Teknik Irigasi dan Drainase
42
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Teknik Irigasi dan Drainase
43
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Teknik Irigasi dan Drainase
44
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
5.2.2.7
Prosedur Rancangan Saluran Terbuka
Paramater yang diketahui/diduga : •
Nilai kehalusan Strickler km
•
Nilai Debit Rancangan (Q) (m3/det) Nilai talud (z) yang dipilih Nilai w = b/h yang dipilih Nilai Kecepatan maximum (Vmax) (m/det) Nilai Kecepatan minimum (Vmin) (m/det) Kemiringan lahan di mana trace saluran berada
• • • •
•
Perhitungan : 1. Hitung F 2. Hitung h (dengan menggunakan I yang ada) 3. Hitung A, cek V = Q/A ? 4. Apabila V > Vmax → kembali ke 2 dengan I yang lebih kecil 5.
6. 7. 8. 9. 10.
Apabila V < Vmin → kembali ke 2 dengan I yang lebih besar Pilih V dan I yang optimum Cek b, perlu di sesuaikan atau tidak? (diperbesar/diperkecil) Kalau b disesuaikan, Hitung kembali penyesuaian h Dimensi saluran optimum : b, h, z, I, FB, B, V, km Gambarkan penampang memanjang (longitudinal) saluran di lokasi trase saluran yang direncanakan: • Elevasi dasar saluran • Elevasi muka air rencana • Elevasi tanggul • Elevasi lahan di trace saluran • Nama ruas saluran
Teknik Irigasi dan Drainase
45
46
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk •
•
Karakteristik hidrolik : b, z, h, FB, B, V, I, km
Lokasi bangunan lainnya yang diperlukan (bangunan terjun, gorong-gorong, jembatan, siphon dll) 11. Gambarkan penampang melintang (cross-section) saluran di beberapa ruas saluran : • Garis poros (center line) • Elevasi dasar saluran, tanggul • Elevasi lahan di titik pusat saluran dan sebelah kiri/kanan (pofil melintang) • Hitung luas penampang galian atau timbunan Contoh Perhitungan : 1. Diketahui : Saluran Drainase: Q = 3,5 m3/det; z = 1; Vmax = 1,2 m/det; Vmin = 0,6 m/det; I tersedia = 0,001; km = 35 Perhitungan : h = 1,07, b = 2,67, V = 0,87 Apabila V sudah cukup baik maka b dapat dibulatkan menjadi 2,70 m, h = 1,06, sehingga dimensi sekarang : b = 2,70; h = 1,06; z = 1; I = 0,001; V = 0,87; d = 1,74; B = 6,2 m. Apabila diinginkan V mendekati Vmax, maka I harus diperbesar : I = 0,002 I = 0,003 I = 0,0025
maka h = 0,94 b = 2,35 maka h = 0,87 b = 2,18 maka h = 0,90 b = 2,25
V = 1,13 V = 1,32 V = 1,23
Pilih I = 0,002; b dibulatkan menjadi b = 2,5 m; maka h = 0,91 m; V = 1,13 m/det, d = 1,59 m; B = 5,7 m. 2. Diketahui : Saluran Drainase: Q = 5,5 m3/det; z = 1; Vmax = 1,2 m/det; Vmin = 0,6 m/det; I tersedia = 0,005; km = 35 Perhitungan : h = 0,88 I = 0,004 I = 0,003 I = 0,002 I = 0,001 I = 0,0015 I = 0,0018 I = 0,0017
b = 2,65 h = 0,92 h = 0,97 h = 1,05 h = 1,19 h = 1,11 h = 1,07 h = 1,08
V = 1,77 (terlalu besar), kurangi I b = 2,76 V = 1,63 b = 2,91 V = 1,46 b = 3,14 V = 1,25 b = 3,58 V = 0,97 b = 3,32 V = 1,13 b = 3,20 V = 1,21 b = 3,24 V = 1,18
Pilih I = 0,0017, bulatkan b = 3,2; h = 1,09; V = 1,19; d = 1,90; B = 6,80 Pada kasus ini ternyata I rancangan lebih kecil dari I yang tersedia di lokasi trase saluran, dalam hal ini ada 2 pilihan kemungkinan yang harus dipertimbangkan : a. Apabila memungkinkan memindahkan trase saluran sehingga didapat I sekitar 0,0017
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
47
b. Apabila tidak memungkinkan pemindahan trase saluran, maka pada trase tersebut harus dibuat Bangunan Terjun (Tentukan lokasi dan rancang Bangunan Terjun)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Beberapa Gambaran nilai n dari saluran: Foto 1: n = 0.012 . Saluran berlapis concrete slab dengan sambungan semen halus Foto 2: n = 0.014 . Concrete canal poured behind screeding and smoothing platform Foto 3: n = 0.016 . Saluran kecil berlapis concrete, lurus dan seragam Sumber: Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics halaman 116
Teknik Irigasi dan Drainase
48
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Beberapa Gambaran nilai n dari saluran: Foto 7: n = 0.020 . Saluran irigasi, lurus, in hard packed smooth sand Foto 8: n = 0.022 . Saluran berlapis plaster semen dengan rumput tumbuh di pecahan semen Foto 9: n = 0.024 . Saluran tanah digali pada silty clay loam Sumber: Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics halaman 118
Teknik Irigasi dan Drainase
49
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
50
Beberapa Gambaran nilai n dari saluran: Foto 13: n = 0.029 . Saluran tanah galian di alluvial silt loam, dengan dasar pasir dan rumput tumbuh di tanggul Foto 14: n = 0.030 . Canal with large-cobblestone bed Foto 15: n = 0.035 . Saluran alami denga talud tak teratur Sumber: Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics halaman 120
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
Beberapa Gambaran nilai n dari saluran: Foto 19: n = 0.050 . Saluran galian dengan talud dan dasar yang tak teratur Foto 20: n = 0.060 . Saluran pada silty clay berat, talud dan dasar saluran tak teratur Foto 21: n = 0.080 . Saluran gali pada tanah liat dengan talud dan dasar saluran tak teratur, rumput tumbuh . Sumber: Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics halaman 122
Teknik Irigasi dan Drainase
51
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
52
Penutup Pertanyaan dan Soal Latihan (1) Tuliskan rumus pendugaan puncak limpasan menurut metoda Rasional. Terangkan kenapa disebut metoda Rasional? (2) Berikan beberapa contoh variabel keteknikan (engineering variable) dalam teknik rancangan drainase ? (3) Terangkan beberapa parameter fisika tanah yang dipengaruhi oleh drainase? (4) Suatu indikasi adanya kelebihan air (drainase jelek) adalah daun tanaman yang berwarna pucat menguning. Terangkan kenapa hal tersebut terjadi? dan apa dampaknya terhadap produksi tanaman? (5) Terangkan proses terjadinya penurunan tanah (subsidence) akibat dari drainase bawah permukaan (penurunan elevasi muka air tanah)? (6) Uraikan beberapa pengaruh utama dari salinitas tanah terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman? (7) Uraikan proses terbentuknya pyrite (cat clay) di lahan pasang surut dan apa pengaruhnya terhadap tanaman? (8) Terangkan beberapa kemungkinan usaha reklamasi tanah sulfat masam di daerah pasang-surut? (9) Apa tujuan drainase permukaan (10)Apa yang diamaksud dengan modulus drainase. Apa satuannya (11)Bagaimana caranya menghitung modulus drainase untuk padi sawah dan non-padi (12)Apa yang dimaksud dengan kurva DDF. Bagaimana membuatnya? (13)Terangkan berbagai metoda untuk menghitung puncak limpasan (14)Apa yang dimaksud dengan kecepatan minimum dan kecepatan maksimum dalam perencaan dimensi saluran (15)Parameter apa yang menentukan nilai kecepatan maksimum dalam rancangan saluran (16)Bagaimana caranya menghitung dimensi saluran. Parameter apa yang harus diketahui? (17)Pada rancangan saluran drainase utama beberapa data diketahui sebagai berikut: Debit rancangan Q = 2,0 m3/det, koefisien kekasaran n = 0,025; talud z = 1,5; Kecepatan maksimum = 1,1 m/det; Kecepatan minimum = 0,5 m/det. Survey
Teknik Irigasi dan Drainase
53
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
elevasi lahan di lokasi trase pusat kanal dan elevasi muka air yang diperlukan di ujung saluran kolektor adalah seperti pada tabel di bawah ini. a. Hitung dimensi saluran dan kemiringan dasar saluran? b. Gambarkan penampang memanjang saluran drainase utama termasuk elevasi muka air, elevasi dasar saluran dan tanggul pada kertas grafik (mm block) c. Apakah diperlukan bangunan terjun?, kalau diperlukan di mana lokasinya? Jarak dari outlet (m)
Elevasi lahan (m)
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
+ 6.00 + 6.50 + 6.90 + 7.10 + 7.50 + 8.00 + 8.50 + 8.80 + 9.10 + 9.65 + 10.00
Elevasi muka air yang diperlukan pada saluran kolektor (m) + 5.50
+ 7.00
+ 9.50
(18) Pada rancangan saluran drainase diketahui beberapa parameter rancangan sebagai berikut: (a) Debit rancangan Q = 4,5 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan minimum: Vmax = 1,2 m/det, Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I = 0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran drainase tersebut. (19)Pada rancangan saluran drainase diketahui beberapa parameter rancangan sebagai berikut: (a) Debit rancangan Q = 3,0 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan minimum: Vmax = 1,2 m/det, Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I = 0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran drainase tersebut. (20)Pada rancangan saluran drainase diketahui beberapa parameter rancangan sebagai berikut: (a) Debit rancangan Q = 2,0 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan minimum: Vmax = 1,2 m/det, Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I = 0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran drainase tersebut. (21)Pada rancangan saluran irigasi diketahui beberapa parameter rancangan sebagai berikut: (a) Debit rancangan Q = 4,5 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan minimum: Vmax = 1,2 m/det, Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I = 0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran irigasi tersebut. (22)Pada rancangan saluran irigasi diketahui beberapa parameter rancangan sebagai berikut: (a) Debit rancangan Q = 3,0 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan minimum: Vmax = 1,2 m/det, Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I =
Teknik Irigasi dan Drainase
54
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran irigasi tersebut. (23)Pada rancangan saluran irigasi diketahui beberapa parameter rancangan sebagai berikut: (a) Debit rancangan Q = 2,0 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan minimum: Vmax = 1,2 m/det Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I = 0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran irigasi tersebut. (24)Suatu areal pertanian dengan luas 100 ha terdiri dari : 40 ha lahan pertanian dengan lereng 0 - 5% bertekstur lempung berdebu (silt loam), 20 ha padang rumput lereng 5 - 10% bertekstur lempung berpasir dan 40 ha hutan lereng 10 - 30% bertekstur liat. Panjang maksimum aliran 1 000 m dengan beda elevasi dari titik tertinggi ke outlet sebesar 10 m. Data intensitas-lama hujan dan frekuensi di daerah tersebut adalah sebagai berikut : Lama Hujan (menit) 10 20 30 40 50 1440
Intensitas hujan maksimum (mm/jam) T = 5 tahun
T = 10 tahun
60 40 25 20 15 2
80 70 50 40 30 5
Ditanyakan : a. Hitung besarnya debit puncak untuk perioda ulang 5 tahun? b. Hitung besarnya debit rencana untuk saluran drainase utama? c. Tentukan dimensi saluran drainase utama untuk daerah tersebut, apabila diketahui data :n = 0.025, z = 1.5, V max = 1.0 m/det, V min = 0.5 m/det, T = 5 tahun d. Gambarkan rancangan anda pada penampang longitudinal (elevasi muka air rencana , dasar saluran dan elevasi tanggul), apabila data elevasi lahan pada lokasi di mana saluran akan dibuat (trace saluran) adalah sebagai berikut : Jarak dari outlet (m) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Elevasi lahan (m) + 6.00 + 6.50 + 6.90 + 7.10 + 7.50 + 8.00 + 8.50 + 8.80 + 9.10 + 9.65 + 10.00
e. Di mana bangunan terjun harus dibuat dan buat rancangannya?
Teknik Irigasi dan Drainase
55
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
f. Berdasarkan hasil pada d) apa saran sdr supaya didapatkan rancangan saluran yang lebih ekonomis? g. Untuk menghitung volume gali dan timbun, data apa yang diperlukan?. Berikan contoh perhitungannya? (25)Uraikan perbedaan pokok rancangan saluran untuk irigasi dan untuk drainase (jelaskan alasannya)? (26)Terangkan beberapa faktor yang menentukan besarnya talud (z) dalam rancangan saluran terbuka? (27)a. Uraikan pengaruh drainase terhadap produktivitas tanaman b. Uraikan hubungan antara variable engineering dengan rancangan sistim drainase (28)Formulasikan suatu kriteria rancangan sistim drainase untuk: (a) Drainase permukaan, (b). Drainase bawah permukaan (29)Dalam rancangan saluran drainase diketahui parameter rancangan sebagai berikut : Q = 2.0 m3/det ; n = 0.025; z = 1.5 ; S = 0.001 a) Tentukan dimensi saluran b) Cek kecepatan alirannya (kecepatan maksimum yang diijinkan = 1.1 m/det ) c) Apabila diinginkan kecepatannya mendekati kecepatan maksimum, berapa kemiringan saluran harus dibuat ? dan bagaimana dimensi salurannya? (30)Pada peta topografi di bawah ini, di mana sdr akan meletakkan saluran drainase dan berikan alasannya? Kunci Jawaban
(1) Q = C x i x A, Rasional karena debit puncak akan terjadi pada intensitas hujan dengan lama hujan sama dengan waktu konsentrasi (2) • • • •
Tipe Drainase Drainase bawah permukaan, gravitasi Drainase bawah permukaan, dengan sumur pompa Drainase permukaan, preventif Parit, kolektor
• •
Variabel keteknikan kedalaman, spasing, ukuran pipa kedalaman, spasing, kapasitas pompa
• •
panjang dan kemiringan lahan dimensi, kemiringan saluran
(3) Lihat teks (4) Drainase jelek, kekurangan oksigen, akar tak mampu menyerap hara, sehingga daun berwarna kuning (5) Penurunan elevasi muka airtanah, terjadi oksidasi bahan organik, tanah organik semakin matang, Bobot isi semakin besar, porositas semakin kecil, tekanan tanah tidak disangga oleh air dalam pori (jenuh) sehingga terjadi penurunan permukaan tanah (6) Naiknya kandungan garam dalam larutan tanah menyebabkan tekanan osmotik semakin besar sehingga gaya yang diperlukan akar untuk mengisap air menjadi lebih besar
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
56
(7) FeS teroksidasi akan menghasilkan sulfat yang menyebabkan pH tanah turun dan tanaman yang peka akan mati (8) Reklamasi tanah sulfat masam tidak berdampak negatif terhadap tanaman selama tergenang (reduksi) tidak teroksidasi. Tanaman yang cocok adalah yang tahan genangan (9) Membuang kelebihan air permukaan sehingga tinggi dan lama genangan dapat dkendalikan (10)Jumlah kelebihan air yang harus dibuang per satuan waktu (mm/hari atau liter/detik/ha) (11)Buat kurva DDF. Untuk padi sawah tentukan genangan maksimum yang masih diijinkan. Tarik dari titik tersebut garis lurus menyinggung kurva DDF. Slope garis tersebut merupakan modulus drainase (mm/hari). Untuk non padi genangan yang diijinkan nol (12)DDF adalah Depth Duration Frequency Curve. Diperlukan data hujan harian minimal 10 tahun. Anda dapat menggunakan software RAINBOW untuk analisis frekuensinya. (13)Lihat teks (14)Kecepatan minimum adalah kecepatan dimana akan terjadi pengendapan sedimen, tumbuhnya gulma air di dalam saluran. Kecepatan maksimum adalah kecepatan yang akan menyebabkan erosi tebing pada saluran (15)Kecepatan maksimum tergantung pada jenis/tekstur tanah dimana saluran akan dibuat (16)Lihat teks: Gunakan persamaan Manning-Strickler (17)Gambar penampang memanjang lokasi saluran pada kertas grafik. Hitung dimensi saluran termasuk slope saluran dijaga supaya kecepatan aliran lebih kecil dari kecepatan maksimum dan lebih besar dari kecepatan minimum . Gambar penampang memanjang saluran. Tentukan dasar saluran, muka air rencana, tanggul. (18)Q = 4,5 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,0015; V = 1,15 m/det; b = 2,8 m; h = 0,93 m (19)Q = 3,0 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,002; V = 1,17 m/det; b = 2,0 m; h = 0,80 m (20)Q = 2,0 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,0025; V = 1,15 m/det; b = 1,6 m; h = 0,67 m (21)Q = 4,5 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,0015; V = 1,15 m/det; b = 2,6 m; h = 0,96 m (22)Q = 3,0 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,002; V = 1,17 m/det; b = 1,9 m; h = 0,82 m (23)Q = 2,0 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,0025; V = 1,16 m/det; b = 1,4 m; h = 0,70 m (24)Hitung debit puncak. Rancang dimensi saluran. Plot pada kertas grafik penampang memanjang saluran. (25)Untuk saluran irigasi: elevasi muka air dirancang serendah mungkin tetapi cukup tinggi sesuai dengan yang diperlukan. Pada saluran drainase: elevasi muka air dirancang setinggi mungkin tetapi cukup rendah sesuai dengan yang diperlukan. (26)Lihat teks (27)Lihat teks (28)Lihat teks (29)Q = 2,0 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,001; V = 0,81 m/det; b = 2,0 m; h = 0,78 m. Jika diinginkan v mendekati v maks maka I = 0,002; V = 1,05 m/det; b = 1,7 m, h = 0,69 m Daftar Pustaka 1. Dedi Kusnadi K., 2002 (edisi ke 2). Rancangan Irigasi Gravitasi, Drainase dan Infrastruktur. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan - dkk
57
2. Ditjen. Pengairan Republik Indonesia, 1986. Standard Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Saluran, KP-03. C.V. Galang Persada. Bandung 3. ILRI, 1974. Drainage Principles and Application. International Institute for Land Reclamation and Improvement, Wageningen. The Netherlands. a. Volume I : Introductory Subjects b. Volume II : Theory of Field Drainage and Watershed Runoff c. Volume III : Surveys and Investigations d. Volume IV : Design and Management of Drainage Systems. 4. Meijer, T.K.E., 1990. Design of Smallholders’ Irrigation Systems. Wageningen Agricultural University, The Netherlands. 5. Ritzema, H.P.; R.A.L. Kselik; Fernando Chanduvi, 1996. Drainage of Irrigated Lands. Irrigation Water Management: Training Manual No 9. FAO, Rome, Italy
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
1
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan
Foto Pemasangan pipa drainase dengan mesin di Belanda Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu memahami perhitungan spasing, diameter pipa dan slope pada drainase bawah-permukaan Bahan Ajar Bahan Ajar terdiri dari: (1) Hidrolika Airtanah, (2) Persamaan Drainase Dalam Kondisi Aliran Steady, (3) Persamaan Drainase Untuk Situasi Tidak Steady, (4) Drainase Bawah Permukaan. Beberapa bahan ajar disimpan dalam File Tambahan Kuliah Topik 10 adalah: (1) Rainbow-win suatu software untuk menghitung DDF (Depth Duration Frequency) hujan dalam perhitungan modulus drainase, (2) Drainage FAO dalam pdf, (3) Pump drainage FAO dalam pdf, (3) Dedi Kusandi Kalsim, 2007. Pengembangan Lahan Gambut Berkelanjutan, Seminar Ketahanan Pangan Nasional, UNILA, Bandar Lampung 15-17 November 2007.
Teknik Irigasi dan Drainase
1
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
2
1. HIDROLIKA AIR TANAH 1.1.
Asumsi DUPUIT- FORCHEIMER
Dupuit (1863), mempelajari aliran steady pada sumur dan saluran yang secara skhematis seperti digambarkan pada Gambar 1.1 di bawah ini.
Gambar 1.1. Aliran steady pada aquifer tak tertekan Asumsi yang dibuat adalah: 1. Untuk sistem aliran dengan kemiringan muka air bebas yang kecil, maka streamline dapat diambil sebagai garis horizontal tegak lurus bidang vertikal. 2. Kecepatan aliran berbanding lurus dengan kemiringan muka air tanah, tetapi tidak tergantung pada kedalaman aliran. Asumsi tersebut di atas menyebabkan pengurangan dimensi aliran dari 2 dimensi menjadi 1 dimensi, dan kecepatan aliran pada "phreatic surface" berbanding lurus dengan tangens hydraulic gradient atau sama dengan nilai sinus atau dh/dx ≈ dh/ds. Berdasarkan pada asumsi tersebut di atas Forcheimer (1886), mengembangkan suatu persamaan umum untuk muka air bebas dengan menggunakan persamaan kontinyuitas pada air dalam kolom vertikal dengan tinggi h, yang dibatasi oleh "phreatic surface" pada bagian atas dan lapisan kedap pada bagian bawah (Gambar 1.2). Komponen aliran horizontal : Vx = − K
∂h ∂h dan V y = − K …. /1.1/ ∂y ∂x
Jika qx aliran pada arah x per unit lebar arah y, maka : q x dy = − K
Teknik Irigasi dan Drainase
∂h ( h.dy ) = − K h ∂ h dy / 1.2 / ∂x ∂x x 2
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
3
Bergerak dari sebelah kiri ke sebelah kanan, maka qx dy mengalami perubahan dengan laju ∂qx/∂x , yakni menjadi : ∂ qx .dx dy qx+dx dy atau q x + ∂x
Gambar 1.2. Pendekatan aliran horizontal suatu elemen fluida dalam ruang Selisih outflow dan inflow per unit waktu pada arah x adalah : ∂ qx ∂ ∂h dx.dy = − K h. dx.dy / 1.3 / ∂x ∂x ∂x Dengan cara yang sama, maka perubahan aliran pada arah sumbu y adalah :
( q x + dx −
q x ) dy =
∂ qy ∂y
dx.dy = − K
∂ ∂h h. dx.dy ∂ y ∂ y
/ 1 .4 /
Pada aliran steady, maka jumlah perubahan sama dengan nol, sehingga :
∂ ( h.∂ h / ∂ x ) ∂ ( h.∂ h / ∂ y ) − K + dx.dy = 0 / 1.5 / ∂x ∂y ∂ ∂h ∂ ∂h h h + = 0 ∂x ∂x ∂y ∂y
atau
Teknik Irigasi dan Drainase
/ 1 .6 /
∂ 2h2 ∂ 2h2 + = 0 / 1.7 / ∂ x2 ∂ y2 3
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
4
persamaan /1.7/ ini disebut sebagai persamaan FORCHEIMER. 1.2. Aliran Tidak Steady Pada kondisi aliran tidak steady, jumlah perubahan aliran pada arah x dan arah y harus sama dengan perubahan kuantitas air yang disimpan pada kolom tersebut. Perubahan storage ini digambarkan baik oleh penurunan atau kenaikan phreatic surface. Perubahan storage adalah : ∆ S = µ. ∆h /1.8/ di mana ∆S : perubahan air yang disimpan per unit luas permukaan selama waktu tertentu; µ. : porositas efektif dari tanah; ∆h : perubahan elevasi muka air tanah selama waktu tertentu. Persamaan kontinyuitas sekarang menjadi :
∂ ( h.∂ h / ∂ x ) ∂ ( h.∂ h / ∂ y ) ∂h − K + dx.dy = − µ dx.dy / 1.9 / ∂x ∂y ∂t atau 2 2 2 2 ∂ h ∂ h µ ∂h + = / 1.10 / 2 2 K ∂t ∂x ∂y Persamaan /1.9/ di atas dapat juga ditulis sebagai berikut : ∂ 2h ∂ h 2 ∂ 2h − Kh 2 + + h 2 + ∂y ∂x ∂ x
2 ∂h ∂h = − µ / 1.11 / ∂t ∂ y
Jika h cukup besar dibandingkan dengan perubahan h, maka kita dapat mengasumsikan h konstan dengan nilai rata-rata D, dan dapat mengabaikan orde ke dua, (∂h/∂x)2 dan (∂h/∂ y)2 sehingga akan didapat : ∂ 2h ∂ 2h µ ∂h + = / 1.12 / 2 2 KD ∂ t ∂x ∂y Persamaan ini identik dengan persamaan konduksi panas 2 dimensi atau persamaan aliran compressible fluid melalui medium berpori. 2. PERSAMAAN DRAINASE DALAM KONDISI ALIRAN STEADY 2.1. Aliran steady pada Saluran Paralel dengan Recharge seragam pada Permukaan Tanah Sebagai contoh aplikasi dari asumsi Dupuit, asumsikan suatu lapisan tanah yang homogen dan isotropik, di bagian bawah dibatasi dengan lapisan kedap dan didrainasekan oleh saluran paralel yang menembus lapisan tanah tersebut sampai ke lapisan kedap. Pada permukaan tanah menerima hujan seragam dengan laju R (Gambar 2.1). Teknik Irigasi dan Drainase
4
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
5
Gambar 2.1. Aliran air pada saluran drainase yang menembus aquifer tak tertekan
Dengan menggunakan asumsi Dupuit-Forcheimer di mana kemiringan muka air tanah cukup kecil, sehingga aliran air tanah ke saluran drainase dapat dianggap horizontal. Aliran pada bidang vertikal berjarak x dari saluran sebelah kiri adalah sebagai berikut : dh dx
q x = R (0,5 L − x ) = K .h
/ 2. 1 /
Masing-masing dikalikan dengan dx K .h.dh = R( 0,5 L − x ) dx / 2.2 / atau K .h.dh = ( 0,5LR ) dx − Rx dx / 2.3 / Persamaan di atas dapat diintegrasikan dengan batas sebagai berikut : x = 0 → h = yo; x = 0.5 L → h = H K
H
0,5
h = yo
x= 0
∫ h.dh = R ∫ ( 0,5L − x ) dx
(
)
/ 2.4 /
0,5 K H 2 − yo 2 = R ( 0,5L ) − 0,5 R( 0,5 L ) = 0,5 R ( 0,5 L ) 2
2
2
K(H2-yo2)=1/4 RL2 4 K ( H 2 − yo 2 ) L = / 2.5 / R 2
Atau dengan notasi seperti pada Gambar 2.2, maka : R= q=
Teknik Irigasi dan Drainase
(
4K H 2 − D 2 L2
)
/ 2.6 /
5
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
6
dimana , R : laju pemasukan air dari permukaan tanah per luas permukaaan (m/hari); q : debit drainase per unit luas permukaan (m/hari); K : konduktivitas hidrolik tanah (m/hari) ; H : jarak dari lapisan kedap ke tengah-tengah muka air tanah (m); D : jarak dari lapisan kedap ke muka air pada saluran drainase (m); L : jarak antar saluran drainase (m). Persamaan tersebut dapat ditulis : q=
4 K ( H + D )( H − D ) L2
/ 2.7 /
Berdasarkan Gambar 2.2 a; h = H - D dan H + D = 2 D + h, maka
q=
8 K ( D + 0,5h ) h L2
/ 2.8 /
Faktor D + 0,5 h pada persamaan di atas dianggap menggambarkan rata-rata ketebalan lapisan tanah disimbolkan dengan D'. q=
8KD ' h / 2.9 / L2
di mana KD’ = transmissivity aquifer (m2/hari). Persamaan /2.8/ dapat juga ditulis sebagai berikut : 8 K D h + 4 K h2 q= / 2.10 / L2 4 K h2 / 2.11 / L2 yang menggambarkan aliran horizontal di atas level drainase. Apabila D cukup besar dibandingkan dengan h, maka 4Kh2 dapat diabaikan, sehingga : Dengan membuat D = 0, maka q =
8K Dh / 2.12 / L2 Persamaan ini menggambarkan aliran horizontal di bawah level drainase. Pertimbangan di atas menghasilkan konsepsi 2 lapisan tanah dengan batas pada level drainase. q=
8K b D h + 4 K a h 2 q= / 2.13 / L2 dimana Ka : konduktivitas hidrolik lapisan tanah di atas level drainase (m/hari); Kb :konduktivitas hidrolik di bawah level drainase (m/hari). 2.2. Prinsip Persamaan HOOGHOUDT Apabila saluran drainase tidak sampai menembus ke lapisan kedap, maka garis aliran tidak sejajar dan horizontal akan tetapi akan membentuk aliran radial menuju pipa drainase. Aliran radial tersebut mengakibatkan lintasan aliran menjadi lebih panjang.
Teknik Irigasi dan Drainase
6
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
7
Hooghoudt (1940) menurunkan persamaan aliran seperti digambarkan pada Gambar 2.2 b, dimana daerah aliran dibagi menjadi aliran horizontal dan aliran radial.
Gambar 2.2. Konsep kedalaman ekivalen (equivalent depth) untuk mentransformasikan kondisi aliran horizontal dan radial ke suatu aliran horizontal ekivalen
Apabila aliran horizontal di atas level drainase diabaikan, maka persamaan aliran untuk lapisan tanah seragam menjadi qL FH / 2.14 / K dan
h=
FH
(L − D 2 ) = 8DL
2
+
1 D ln + f ( D, L) / 2.15 / π ro 2
di mana ro : jari-jari pipa drainase; f(D,L) : fungsi D dan L, umumnya kecil bila dibandingkan dengan term lainnya. Term pertama pada persamaan /2.15/ menggambarkan aliran horizontal di bawah level drainase, karena berdasarkan persamaan /2.12/ menjadi : qL2 h= 8 KD , sedangkan pada Gambar 2.2b, panjang L untuk aliran horizontal adalah L-D√2 sehingga persamaan /2.12/ menjadi
(
q L− D 2 h= 8 KD
Teknik Irigasi dan Drainase
)
2
(
atau h = qL L − D 2 K 8 DL
)
2
7
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
8
Term ke 2 dan ke 3 dari persamaan /2.15/ menggambarkan aliran radial. Hooghoudt mempertimbangkan suatu formula yang lebih praktis, yaitu dengan memperkenalkan suatu kedalaman ekivalen “d” sebagai pengganti D (di mana d < D). Hal ini dimaksudkan untuk memperhitungkan tahanan tambahan (extra resistance) yang disebabkan oleh aliran radial. Dengan menggunakan nilai d, maka pola aliran dalam Gambar 2.2b dapat diganti dengan aliran horizontal seperti pada Gambar 2.2c. Apabila yang diperhitungkan hanya aliran horizontal di bawah level drainase maka persamaan /2.12/ sekarang menjadi: 8K d h q= / 2.16 / L2 di mana d < D. Persamaan /2.16/ ini harus dibuat sama dengan persamaan /2.14/, sehingga menghasilkan : d=
L L = 2 8 FH 8L− D 2 8 D + ln 8 DL π ro 2
(
)
/ 2.17 /
Nilai d (equivalent depth) merupakan fungsi dari L, D dan ro. Nilai untuk “d” dengan ro = 0,1 m pada berbagai nilai L dan D dapat dilihat pada Tabel 2.1. Untuk ro selain dari 0,1 m dapat dilihat pada Gambar 2.3. Dari Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa “d” bertambah besar dengan naiknya D sampai D ≈ 1/4 L, untuk D yang lebih besar nilai d nya relatif konstan. Dengan demikian untuk D > 1/4 L pola aliran tidak dipengaruhi oleh kedalaman lapisan kedap. Dengan pertimbangan memasukan pengaruh aliran radial, maka persamaan /2.13/ dapat ditulis dengan menggunakan nilai d sebagai pengganti D, menjadi persamaan /2.18/, persamaan ini disebut sebagai persamaan HOOGHOUDT. q=
8K b d h + 4 K a h 2 L2
/ 2.18 /
2.3. Aplikasi Persamaan Hooghoudt Persamaan Hooghoudt digunakan untuk menghitung spasing drainase L, apabila faktorfaktor q, K, h, D dan ro diketahui. Rumus ini dapat juga digunakan untuk menghitung konstanta tanah K dan D jika diketahui q, h, L dan ro. Karena L tergantung pada d, sedangkan d sendiri fungsi dari L, maka rumus di atas tidak dapat menghitung L secara eksplisit. Dengan demikian prosedur yang digunakan adalah metoda "coba-ralat" (trial and error). Coba-ralat dapat dihindarkan dengan menggunakan Nomograf seperti pada Gambar2.4 dan 2.5. Contoh 1:
Untuk drainase suatu areal irigasi akan digunakan pipa dengan jari-jari 0,1 m. Pipa tersebut ditempatkan pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah. Lapisan kedap dijumpai pada kedalaman 6,8 m. Dari uji auger-hole didapatkan nilai konduktivitas hidrolik K = 0,8 m/hari. Selang (interval) irigasi setiap 20 hari. Rata-rata air irigasi yang hilang dan mengisi air tanah adalah sejumlah 40 mm per 20 hari, sehingga rata-rata discharge dari sistem drainase 2 mm/hari. Pada jarak berapa spasing harus dibuat apabila rata-rata kedalaman air tanah 1,2 m dari permukaan akan dipertahankan?.
Teknik Irigasi dan Drainase
8
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
9
Jawab :
q = 0,002 m/hari; ro = 0,1 m;Ka = Kb = 0,8 m/hari; h = 0,6 m; D = 5 m L2 =
8 K b d h + 4 K a h2 q
L2 = {(8 x 0,8 x 0,6 x d) + (4x 0,8 x 0,36)} / 0,002 ⇒ L2 = 1920 d + 576 Coba 1 : L = 80 m, dari Tabel 1: d = 3,55 m; L2 = 1920 x 3,55 + 576 = 7392 ≠ 6400 , sehingga L terlalu kecil Coba 2 : L = 87 m, dari Tabel 1: d = 3,63 m; L2 = 1920 x 3,63 + 576 = 7546 ≈ 872 = 7569 . Maka spasing drainase yang diperlukan L = 87 m. Dengan menggunakan nomograf pada Gambar 2.4 dan 2.5: hitung D/h = 5/0,6 = 8,3 dan h/(πro) = 0,6/(πx0,1) = 1,9; hitung K/q = 0,8/0,002 = 400. Dengan menarik garis lurus dari titik (D/h) dan h/(πro) ke K/q = 400, didapat L/h = 140. Dengan demikian L = 140 x 0,6 m = 84 m. Nomograf tersebut dapat juga digunakan untuk saluran drainase terbuka di mana u = πro, u adalah perimeter basah. 2.4. Prinsip persamaan Ernst Persamaan Ernst dapat digunakan pada tanah dengan 2 lapisan di mana batas kedua lapisan tersebut dapat berada di atas atau di bawah level drainase. Khususnya dapat dipakai pada kondisi dimana lapisan atas mempunyai konduktivitas hidrolik lebih kecil dari pada lapisan bawahnya. Seperti juga Hooghoudt, Ernst mendapatkan sejumlah hidrolik head yang diperlukan untuk bermacam-macam komponen aliran dimana secara skhematis aliran pada pipa drainase dibuat. Analogi dengan hukum Ohm, maka aliran air tanah dapat ditulis : q = h/w atau h = qw
Teknik Irigasi dan Drainase
9
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
10
di mana q adalah laju aliran, h hidrolik head dan w adalah tahanan. Jika aliran ke pipa drainase dibagi menjadi aliran vertikal, horizontal dan radial, maka head hidrolik total adalah : h = hv + hh + hr = qwv + qL wh + qL wr di mana subscript v = vertikal, h = horizontal, r = radial. Aliran horizontal dan radial adalah sama dengan qL, yakni discharge drainase per unit panjang pipa drainase, sedangkan aliran vertikal sama dengan q, yakni laju debit drainase per unit luas permukaan tanah. Dengan menulis berbagai tahanan maka persamaan Ernst dapat ditulis: h= q
Dv aD L2 L + q + q ln r Kv 8∑ ( KD ) h π Kr u
/ 2.19 /
di mana, h : total hidrolik head atau tinggi water table di atas level drainase pada titik tengah (m); q : laju debit drainase per luas permukaan (m/hari); L : spasing drainase (m); Kv : konduktivitas hidrolik untuk aliran vertikal (m/hari) ; Kr : konduktivitas hidrolik untuk aliran radial (m/hari); Dv : ketebalan lapisan dimana aliran vertikal dipertimbangkan (m); Dr : ketebalan lapisan di mana aliran radial dipertimbangkan (m); Σ(KD)h : transmisivitas lapisan-lapisan tanah dimana terjadi aliran horizontal (m2/hari); a : faktor geometri untuk aliran radial, tergantung pada kondisi aliran; u : perimeter basah (m). Nilai-nilai Dv, Σ (KD)h, Dr, a dan u ditentukan berdasarkan profil tanah dan posisi relatif serta ukuran pipa drainase. Data berikut ini merupakan karakteristik dari kondisi spesifik drainase yakni : D1 : rata-rata ketebalan lapisan atas di bawah muka air tanah (water table) dengan permeabilitas K1; D2 : rata-rata ketebalan lapisan bawah dengan permeabilitas K2; Do : ketebalan lapisan tanah di bawah level drainase; h : ketinggian water table di atas level drainase pada titik tengah; y : kedalaman air dalam saluran drainase ,untuk pipa drainase y = 0. Nilai-nilai Dv, Σ (KD)h, Dr , a dan u sekarang dalam bentuk detil dapat dilihat dengan bantuan Gambar 2.6a sampai 2.6d. •
Aliran vertikal terjadi pada lapisan antara maksimum water table pada titik tengah antar saluran dengan dasar saluran. Biasanya ketebalan lapisan untuk aliran vertikal adalah Dv = y + h untuk saluran, dan Dv = h untuk pipa.
•
Aliran horizontal terjadi pada seluruh ketebalan aquifer, jadi Σ(KD)h = K1 D1 + K2 D2. Apabila kedalaman sampai lapisan kedap bertambah besar, maka nilai K2 D2 juga bertambah besar sehingga membuat Σ(KD)h cenderung tak terhingga dan akibatnya tahanan aliran horizontal menjadi nol. Untuk mencegah hal tersebut total kedalaman lapisan di bawah level drainase Do atau Do + D2 dibatasi sampai (1/4)L apabila lapisan kedap lebih dalam dari (1/4)L di bawah level drainase.
Teknik Irigasi dan Drainase
10
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk •
11
Aliran radial hanya diperhitungkan pada lapisan di bawah level drainase, jadi D r = Do, dengan batasan yang sama seperti aliran horizontal yaitu Do < (1/4)L
Berdasarkan nilai-nilai tersebut di atas, maka beberapa kasus berikut ini dapat dipertimbangkan : A. Tanah Homogen (homogeneous soil) Pada suatu tanah homogen (D2 = 0, Gambar 2.6b), nilai a diambil sama dengan 1, D v = y + h, Σ(KD)h = K1 D1, Kr = K1 dan Dr = Do, dengan demikian persamaan /2.19/ menjadi : D y+ h L2 L h= q + q + q ln 0 / 2.20 / K1 8 K 1 D1 π K1 u Pada tanah homogen tahanan vertikal cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Lebih lanjut dalam kebanyakan kasus yang ditemui di lapang h << Do, D 1 biasanya dianggap sama dengan Do, aliran horizontal melalui lapisan di atas level drainase umumnya diabaikan. Jika kedalaman dari dasar saluran sampai lapisan kedap Do lebih besar dari (1/4)L, aliran tidak akan terjadi di bawah kedalaman tersebut. Karena spasing drainase tidak diketahui sebelumnya, maka kondisi tersebut di atas harus diuji sesudahnya didapat nilai L.
Teknik Irigasi dan Drainase
11
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
12
Tabel 2.1. Nilai kedalaman ekivalen (d) menurut Hooghoudt (ro = 0.1 m, D dan L dalam m)
Teknik Irigasi dan Drainase
12
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
13
Gambar 2.3. Nomograf untuk menentukan kedalaman ekivalen (d) menurut van Beers
B. Tanah Berlapis (layered soil) Teknik Irigasi dan Drainase
13
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
1.
14
Apabila saluran drainase ditempatkan pada lapisan bawah (Gambar 2.6c) dan K1 < K2, maka tahanan aliran vertikal pada lapisan ke dua dapat diabaikan dibandingkan dengan pada lapisan pertama. Pada Gambar 2.6c dapat dilihat bahwa tebal lapisan di mana terjadi aliran vertikal adalah sama dengan Dv = 2 D1. Untuk komponen aliran horizontal dalam kasus tersebut adalah Σ (KD)h = K2 D2 + K1 D1. Karena K1 < K2 dan D1 < D2, maka suku kedua dapat diabaikan sehingga Σ (KD)h = K2 D2. Aliran radial diperhitungkan pada lapisan Dr = Do. Untuk komponen aliran horizontal dan radial sebagai pembatas Do < (1/4)L. Persamaan /2.19/ menjadi : h= q
aD 2 D1 L2 L + q + q ln 0 K1 8 K 2 D2 π K2 u
/ 2.21 /
2.
Jika saluran drainase berada seluruhnya pada lapisan atas (Gambar 2.6d), maka untuk menentukan faktor geometri "a" terdapat berbagai kondisi sebagai berikut :
(a)
K2 > 20 K1, faktor geometri "a" = 4 dan persamaan (2.19) menjadi : h= q
4 D0 y+ h L2 L + q + q ln K1 8( K 1 D1 + K 2 D2 ) π K1 u
/ 2.22 /
(b)
0,1 K1 < K2 < 20 K1, faktor geometri "a" ditentukan berdasarkan nomograf seperti pada Gambar 2.7, kemudian gunakan persamaan /2.19/.
(c)
0,1 K1 > K2, faktor geometri "a" = 1. Lapisan bawah dianggap sebagai lapisan kedap air, sehingga pada kasus ini menjadi kasus tanah homogen dan persamaan /2.20/ menjadi berlaku.
Pada persamaan-persamaan di atas perimeter basah "u" untuk drainase pipa, sedangkan untuk saluran drainase "u" dihitung sebagai berikut : u = b + 2 y √ ( S2 + 1)
.... /2.23/
di mana, b : lebar dasar saluran; y: kedalaman air pada saluran; S: kemiringan talud (horizontal : vertikal). Untuk pipa drainase yang dipasang pada suatu galian (trenches) yang diselimuti dengan bahan berpermeabilitas yang baik, maka nilai u dihitung sebagai berikut : u = b + 2 (2 ro)
..... /2.24/
di mana b : lebar trench; ro : jari-jari pipa drainase.
Teknik Irigasi dan Drainase
14
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
15
Gambar 2.4. Nomograf untuk penentuan spasing drainase jika L/h > 100 . Gambar 2.5. Jika L/h < 100 (Boumans, 1963)
Teknik Irigasi dan Drainase
15
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
16
Gambar 2.6. Geometri persamaan Ernst 2.5. Aplikasi Persaamaan Ernst Perhitungan spasing drainase dilakukan dengan bantuan nomograf seperti pada Gambar 2.7 dan 2.8. Tahap-tahap perhitungan untuk mendapatkan persamaan yang sesuai dilakukan sebagai berikut : Tahap 1. Pelajari profil tanah Jika tanah homogen atau jika kedalaman lapisan di mana drainase akan dipasang adalah lebih dari (1/4)L, maka gunakan persamaan /2.20/. Apabila lebih kecil dari (1/4)L, lanjutkan tahap 2 dan 3. Tahap 2. Hitung hv = q Dv/Kv h' = h − hv =
Teknik Irigasi dan Drainase
qL2 qL aDr + ln / 2.25 / 8∑ ( KD) h π Kr u
16
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
17
Dalam beberapa kasus nilai "hv" sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Tahap 3. Tentukan faktor geometri "a" • • •
Jika K2 > 20 K1, maka " a" = 4 dan gunakan persamaan /2.22/ Jika 0,1 K1 < K2 < 20 K1 , tentukan "a" dari Gambar 2.7 dan gunakan persamaan /2.19/ Jika K2 < 0,1 K1, maka "a" = 1, pertimbangkan tanah homogen dan gunakan persamaan /2.20/.
Aplikasi persamaan Ernst sebagai formula spasing drainase diberikan dengan 3 contoh di bawah ini yaitu untuk tanah homogen (Do < 1/4 L), untuk tanah 2 lapisan di mana batas lapisan berada di bawah level drainase (Do < 1/4 L) dan untuk tanah dalam (deep soil) (Do > 1/4 L). Contoh 2: Data pada contoh 1, akan digunakan dengan tambahan dibuat suatu galian (trench) dengan lebar 0,25 m (lihat Gambar 2.6b) : ro = 0,1 m Do = 5 m q = 0,002 m/hari h = 0,6 m K1 = 0,8 m/hari Karena tanah homogen, maka persamaan /2.20/ dan Gambar 2.8 dapat digunakan : u = 0,25 + 4 x 0.1 = 0,65 m Dengan mengabaikan aliran vertikal, maka : h = 0,6 = q
D L2 L 0,002 L2 0,002 L 5 + q ln 0 = + ln 8 K 1 D1 π K1 u 8 × 0,8 × 5,30 π × 0,8 0,65
L=
− 0,8 ±
0,64 + 4 × 0,03 × 300 − 0,8 ± 6,05 = 2 × 0,03 0,06
Karena L > 0, maka L = 87,5 m. Hasil pengujian ternyata Do < 1/4 L. Penggunaan nomograf Gambar 2.8 adalah sebagai berikut : Σ (KD) = K1 D1 = K1 (Do + 1/2 h) = 0,8 x 5,30 = 4,2 m2/hari h/q = 0,6/0,002 = 300. Hubungkan titik ΣKD dan h/q dengan garis lurus yang memotong kurva untuk nilai "wr" sebagai berikut : wr =
1 aDr 1 5 ln = ln = 0,8 π Kr u π × 0,8 0,65
(a = 1, Dr = Do = 5 m) ⇒ terbaca pada arah vertikal ⇒ L = 88 m Teknik Irigasi dan Drainase
17
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
18
Gambar 2.7. Nomograf untuk menentukan faktor geometri "a "sebagai tahanan radial pada persamaan Ernst (van Beers, 1965)
Contoh 3 : Suatu tanah terdiri dari 2 lapisan yang berbeda. Lapisan atas K 1 = 0,2 m/hari dan lapisan bawah K2 = 2 m/hari. Batas kedua lapisan tersebut berada pada kedalaman 0,5 m di bawah dasar saluran (Gambar 2.6d), tebal lapisan bawah sampai lapisan kedap D2 = 3 m. Saluran drainase mempunyai lebar dasar 50 cm, dengan talud 1 : 1 dan kedalaman air y = 30 cm. Hidrolik head dipasang pada h = 1,2 m dengan q = 10 mm/hari. Dari informasi di atas (lihat Gambar 2.6d): h = 1,2 m q = 0,01 m/hari K1 = 0,2 m/hari y = 0,3 m
Do = 0,5 + 0,3 = 0,8 m D1 = 0,8 + 0,5 x 1,2 = 1,4 m D2 = 3 m u = 0,5 + 2 x 0.32 = 1,35 m
Tahap 1. Asumsikan Do < 1/4 L Tahap 2. Dv h+ y 1,2 × 0,3 hv = q = q = 0,01 = 0,075 m Kv K1 0,2 h' = h − hv = 1,2 − 0,075 = 1,125 m
Teknik Irigasi dan Drainase
18
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
19
Gambar 2.8. Nomograf untuk menentukan spasing drainase pada persamaan Ernst, jika D0 < 1/4 L
Tahap 3. Karena K2/K1 = 10, tentukan "a"dari Gambar 2.7. D2/Do = 3,0/0,8 = 3,8 ⇒ terbaca a = 4; Σ(KD)h = K1 D1 + K2 D2 = 0,2 x 1,4 + 2 x 3,0 = 6,3 m2/hari 1 4 Dr 1 4 Do 1 4 × 0,8 wr = ln = ln = ln = 1,37 hari / m π K1 u π × K1 u π × 0,2 1,35 h' = 1,125 =
qL2 qL aDr 0,01L2 + ln = + 0,01 × 1,37 L 8∑ ( KD) h π Kr u 8 × 6,3
atau 0,2 L2 + 13,7 L - 1125 = 0, dengan menggunakan rumus ABC maka didapat L = 48 m. Teknik Irigasi dan Drainase
19
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
20
Nilai L tersebut akan diperoleh juga apabila menggunakan Gambar 2.8. Karena Do = 0,8 m, maka kondisi Do < 1/4 L (aliran radial) dan D1 + D2 < 1/4 L (aliran horizontal) keduanya dipenuhi. Contoh 4 : Data seperti pada contoh 6, kecuali Do = 10 m. Tahap 1 : Karena kelihatannya Do > 1/4 L, maka persamaan untuk tanah homogen (persamaan /2.20/) akan digunakan. Hal ini berarti lapisan kedua, berapa pun tebalnya dan permeabilitasnya tidak berpengaruh pada aliran ke pipa drainase. Asumsi Do > 1/4 L ini harus diuji pada ahir perhitungan.
Tahap 2 : hv = 0,075 ; h' = 1,125 m; Persamaan /2.20/ untuk a = 1, K1 D1 = 0,2 x 10,6 = 21 m2/hari, Do = 10 m dan u = 1,35 m, menghasilkan : 0,01L2 0,01L 10 1,125 = + ln 8 × 2,1 π × 0,2 1,35
Dari persamaan tersebut didapat L = 24 m. Dengan demikian asumsi semula Do > 1/4 L adalah sesuai, dan contoh ini dapat diperlakukan sebagai tanah homogen. 2.6. Nomograf yang Berlaku Umum Untuk tanah homogen dengan Do < 1/4 L dan tanpa memperhatikan head loss karena aliran vertikal dan aliran horizontal di atas level drainase, maka persamaan /2.20/ dapat ditulis ; qL2 qL D0 h= + ln karena D1 ≈ Do 8KD0 π K u Persamaan Hooghoudt (persamaan /2.16/) : qL2 h= 8 Kd Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut maka : Do 8Do Do 1+ ln πL u Persamaan untuk kedalaman ekivalen di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 2.3. Nomograf pada Gambar 2.3 mempunyai keuntungan bahwa d dapat ditentukan untuk semua nilai ro atau u, sedangkan Tabel 1 hanya berlaku untuk satu nilai ro saja. Suatu contoh apabila Do/u sama dengan 15, Do = 10 m dan L = 40 m, maka d = 3,7 m. d=
Van Beers menggambarkan spasing drainase untuk tanah homogen dengan pengabaian aliran di atas level drainase dan D < 1/2 L sebagai berikut : L = Lo - C
Teknik Irigasi dan Drainase
..../2.26/
20
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
di mana, Lo =
21
8 KDh D ; C = D ln q u
Apabila Lo dibandingkan dengan persamaan Hooghoudt /2.16/ maka Lo menggambarkan spasing drainase untuk aliran horizontal. Untuk mempertimbangkan tahanan aliran radial maka dikurangi dengan C. Hal ini merupakan perbedaan dengan persamaan Hooghoudt di mana pengurangan D menjadi d (equivalent depth) digunakan untuk memperhitungkan aliran radial. Untuk menghitung nilai C, nomograf pada Gambar 2.9 dapat digunakan. Nomograf ini mempunyai keuntungan karena dapat digunakan untuk menyelesaikan persaman tidak-steady dari Glover-Dumm. Untuk menghitung nilai C, ambil nilai D tertentu pada sumbu horizontal bawah. Dari titik tersebut tarik garis vertikal ke atas sampai memotong kurva untuk nilai u tertentu, dan baca nilai C pada sumbu vertikal.
Teknik Irigasi dan Drainase
21
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
22
C=D ln D/U
U
0.3 0.6 1.0 1.5
2.0
5.0
3.0 4.0
Gambar 2.9. Nomograf untuk menghitung nilai C pada persamaan /2.26/, untuk pelbagai nilai u
Teknik Irigasi dan Drainase
22
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
23
3. PERSAMAAN DRAINASE UNTUK SITUASI TIDAK STEADY Pada suatu daerah di mana recharge (pengisian) bersifat periodik (tidak kontinyu) atau dengan intensitas hujan yang tinggi, maka asumsi recharge steady tidak dapat berlaku lagi. Pada kondisi tersebut persamaan drainase untuk kondisi tidak steady harus digunakan. Persamaan tidak-steady di mana recharge sama dengan nol telah diuraikan seperti pada persamaan /1.12/ di mana untuk satu arah (sumbu x) dapat ditulis sebagai berikut: ∂ 2h ∂h KD 2 = µ / 3.1 / ∂t ∂x di mana : KD: transmisivity aquifer (m2/hari); h: hidrolik head sebagai fungsi dari x dan t (m); x : jarak horizontal dari titik acuan, misalnya saluran (m); t: waktu (hari); µ: ruang pori drainase 3.1.Prinsip Persamaan Glover-Dumm Dumm (1954) menggunakan penyelesaian persamaan /3.1/ yang ditentukan oleh Glover yang mengasumsikan muka air tanah awal horizontal pada suatu ketinggian tertentu di atas level drainase. Penyelesaiannya menerangkan penurunan muka air tanah (yang tidak lagi horizontal) sebagai fungsi dari waktu, tempat, spasing drainase dan sifat-sifat tanah. Muka air tanah awal horizontal dipertimbangkan sebagai hasil dari kenaikan seketika (instantaneous) akibat dari hujan atau irigasi, yang juga merupakan pengisian air tanah seketika. Kemudian Dumm (1960) mengasumsikan muka air awal tidak datar sama sekali, akan tetapi mempunyai bentuk parabola (pangkat 4) yang menghasilkan rumus sedikit berbeda. Gambar 3.1 di bawah ini merupakan kondisi sebelum dan sesudah kenaikan muka air tanah secara horizontal. Kondisi awal dan pembatas di mana persamaan /3.1/ harus diselesaikan adalah sebagai berikut : • t = 0, h = Ri/µ = ho, 0 < x < L (initial horizontal groundwater) • t > 0, h = 0, x = 0, x = L (air pada saluran drainase tetap pada level drainase) Ri : pengisian sesaat per unit luas permukaan (m) ho : ketinggian muka air tanah awal di atas level drainase (m) Persamaan /3.2/ dengan kondisi tersebut di atas ditemukan oleh Carslaw dan Jaeger (1959) : 4ho ∞ 1 − n 2α t nπ x h ( x, t ) = e sin / 3.2 / ∑ π n = 1,3,5, n L di mana : α =
π 2KD µ L2
(faktor reaksi, hari -1)
Untuk ketinggian air tanah pada titik tengah antar saluran pada waktu t, h t = h(1/2 L,t) maka x = 1/2 L, dimasukan pada persamaan /3.2/ menghasilkan : ht =
Teknik Irigasi dan Drainase
∞ 4 1 − n 2α t ho ∑ e π n = 1,3,5, n
/ 3.3 /
23
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
24
Gambar 3.1. Kondisi pembatas untuk persamaan Glover-Dumm dengan water table awal horizontal.
Nilai-nilai term pada persamaan /3.3/ akan menurun dengan bertambahnya nilai n. Jika α > 0,2, term yang kedua dan seterusnya relatif kecil dan dapat diabaikan sehingga persamaan /3.3/ sekarang menjadi : 4 ho e − α t / 3.4 / π Dengan asumsi muka air tanah awal mempunyai bentuk parabola maka persamaan /3.4/ berubah menjadi persamaan /3.5/ (Dumm, 1960): ht =
ht = 1,16 ho e − α t
/ 3.5 /
Perbedaan antara persamaan /3.4/ dengan /3.5/ hanyalah perubahan faktor bentuk π 2 KD α = (shape factor) dari 4/π = 1,27 menjadi 1,16. Dengan substitusi nilai pada µ L2 persamaan /3.5/ dan selesaikan untuk nilai L, maka: KDt L = π µ
1/ 2
ho ln 1,16 ht
− 1/ 2
/ 3.6 /
Persamaan ini disebut sebagai persamaan Glover-Dumm.
Karena persamaan Glover-Dumm tidak memperhitungkan tahanan aliran radial menuju pipa yang tidak sampai menembus ke lapisan kedap, maka tebal aquifer D sering diganti dengan nilai kedalaman ekivalen “d” dari Hooghoudt. Sehingga persamaan /3.2/ menjadi : π 2 Kd α = ( hari − 1 ) / 3.7 / µ L2 dan persamaan /3.6/ menjadi : Kdt L = π µ Teknik Irigasi dan Drainase
1/ 2
ho ln 1,16 ht
− 1/ 2
/ 3.8 /
24
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
25
Persamaan ini disebut sebagai persamaan Modifikasi Glover-Dumm. 3.2.Aplikasi Persamaan Glover-Dumm Persamaan Glover-Dumm sering digunakan untuk menghitung spasing drainase pada daerah irigasi. Untuk itu diperlukan data karakteristik tanah K, D dan µ, geometri drainase dan kriteria drainase. Dibandingkan dengan persamaan drainase steady-state, persamaan Glover-Dumm memerlukan kriteria penurunan air tanah dalam jangka waktu tertentu (ho/ht) selain dari kriteria elevasi muka air tanah dan discharge. Perhitungan spasing drainase L dari persamaan /3.8/ memerlukan metoda coba dan ralat, sebab kedalaman ekivalen d = f(L,D,µ) sehingga nilai L tidak dapat diberikan secara eksplisit. Dengan bantuan Nomograf pada Gambar 2.9 prosedur coba-ralat dapat dihindarkan. Contoh 5 : Air irigasi diberikan setiap 10 hari. Kehilangan air terjadi karena perkolasi ke zone air tanah adalah 25 mm yang merupakan pengisian seketika, Ri = 0,025 m. Dengan porositas efektif µ = 0,05 maka pengisian menyebabkan kenaikan muka air tanah sebesar h = Ri/µ = 0,5 m. Maksimum tinggi muka air tanah yang diijinkan adalah 1 m di bawah permukaan tanah. Level drainase dipilih 1,8 m dari permukaan tanah, sehingga ho = 1,8 – 1,0 = 0,8 m. Muka air tanah harus diturunkan sebesar ∆h = 0,5 m, selama 10 hari berikutnya dimana air irigasi akan diberikan lagi. H10 = h0 - ∆h = 0,8 – 0,5 = 0,3 m. Jika kedalaman sampai lapisan kedap = 9,5 m dari permukaan tanah dengan K = 1 m/hari dan jari-jari pipa 10 cm, hitung spasing drainase? Dari informasi di atas kita mendapat data sebagai berikut : K = 1,0 m/hari; h10 = 0,3 m; D = 7,7 m; t = 10 hari; µ = 0,05; ro = 0,1 m; h0 = 0,8 m. Dengan menggunakan persamaan /3.8/: Kdt L = π µ
1/ 2
ho ln 1,16 ht
− 1/ 2
1,0 × d × 10 = π 0,05
1/ 2
0,8 ln 1,16 0,3
− 1/ 2
= 41,8 d
meter
Coba 1 : L = 80 m, dari Gambar 2.3, dengan D/u = D/(π ro) = 7,7/ (π x 0.1) = 25 ; D = 7,7 m;→ maka d = 4,4 m. Substitusi L = 41,8√ 4,4 = 88 m > 80 m, maka L harus diduga lebih besar dari 88 m.
Coba 2 : L = 100 m, dari Gambar 2.3 : d = 4,8 m, L = 41,8 √4,8 = 92 m < 100 m. Jadi L harus diduga lebih kecil dari 92 m.
Coba 3 : L = 90 m, dari Gambar 2.3: d = 4,7 m; L = 41,8√4,7 = 90 m. Karena L dugaan sama dengan hitungan, maka spasing drainase adalah 90 m.
Penyelesaian dengan Nomograf pada Gambar 2.9 adalah sebagai berikut: • Hitung persamaan /3.6/ untuk Lo, yang menggambarkan aliran horizontal untuk tidak-steady: 1,0 × 7,7 × 10 L = π 0,05
Teknik Irigasi dan Drainase
1/2
0,8 ln1,16 0,3
− 1/2
= 116
meter
25
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
•
26
Tentukan C = D ln (D/u) dari Gambar 2.9 dengan mengambil titik D = 7,7 m pada sumbu bawah. Dengan menarik garis vertikal ke atas memotong kurva u = π ro = 0,3 m , dapat dibaca pada sumbu vertikal bahwa C = 25 m. Maka: L = Lo - C = 116 - 25 = 91 m.
Teknik Irigasi dan Drainase
26
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
27
4. DRAINASE BAWAH PERMUKAAN 4.1.
Tipe Drainase Lapangan
Drainase lapang (field drainage) adalah suatu sistim yang menerima air lebih langsung dari lahan pertanian dan menyalurkannya ke sistim drainase utama yang membuang air dari areal lahan pertanian. Sistem drainase utama harus memberikan suatu outlet yang bebas dan dapat diandalkan bagi pengeluaran air dari drainase lapang. Dalam suatu sistim drainase bawah-tanah dapat dibedakan 3 kategori drainase yakni lateral, kolektor, dan drainase utama. Lateral biasa disebut juga drainase lapang (field drains), farm drains atau suction drains berfungsi selain untuk mengendalikan fluktuasi kedalaman air tanah di lahan pertanian juga berfungsi sebagai pengumpul aliran permukaan. Dari lateral air mengalir ke kolektor yang mengangkutnya ke drainase utama. Sistem drainase lapang dapat terdiri dari : (a) drainase terbuka dengan parit; (b) drainase mole, yakni lubang bawah-tanah; (c) drainase pipa, terbuat dari tanah liat, beton, atau plastik yang ditanam di bawah tanah. Apabila pipa-pipa lateral berakhir pada parit kolektor, maka sistim tersebut disebut sebagai sistim drainase pipa singular. Apabila kolektor juga terbuat dari pipa maka sistim tersebut disebut sistim drainase pipa komposit. Beberapa tipe penyusunan baik drainase pipa maupun drainase parit dapat dilihat pada Gambar 4.1. 4.2.
Drainase Parit
4.2.1. Prinsip dan Rancangan Dibandingkan dengan drainase pipa, drainase parit mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian antara lain : Keuntungan : (a) Selain untuk membuang air tanah juga dapat berfungsi untuk membuang air permukaan; (b) Kemiringan saluran untuk mengalirkan air biasanya lebih kecil daripada kemiringan yang diperlukan pada drainase pipa. Umumnya untuk parit kemiringannya adalah sekitar 0,01 %, sedangkan untuk pipa sekitar 0,1 %.; (c) Memudahkan dalam pengawasan dan pemeliharaan. Kerugian : (a) Akan terjadi lahan yang tidak dapat diusahakan untuk pertanian karena adanya parit; (b) Pertumbuhan gulma dan pengendapan menyebabkan mahalnya biaya pemeliharaan;(c) Lahan yang terpisah dengan adanya parit-parit, menyebabkan sukarnya pengoperasian alat-alat mekanis. Umumnya di daerah datar sistim drainase menggunakan pipa sebagai lateral dan parit sebagai kolektor. Sedangkan di daerah berlereng seluruh sistim drainase lapang baik lateral maupun kolektor terbuat dari pipa (sistim drainase pipa komposit). Akan tetapi dalam situasi berikut ini biasanya parit lebih sesuai untuk digunakan sebagai lateral : • Apabila muka air tanah dapat dikendalikan dengan spasing lateral yang cukup lebar, sehingga petakan lahan yang terbentuk cukup luas tidak mengurangi efisiensi pemakaian alat mekanis. Situasi ini kemungkinan dapat terjadi pada tanah dengan hantaran hidrolik tinggi, • Apabila drainase harus juga mampu mengangkut air permukaan, misalnya pada tanah dengan laju infiltrasi rendah atau di daerah dengan intensitas hujan yang tinggi,
Teknik Irigasi dan Drainase
27
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
• •
28
Apabila diinginkan percepatan proses pematangan pada tanah aluvial, yang baru direklamasi. Apabila hanya diinginkan muka air tanah yang dangkal, misalnya untuk padang rumput atau tanah gambut.1
Gambar 4.1. Beberapa penyusunan sistim drainase pipa dan saluran terbuka
4.2.2. Spasing dan kedalaman Apabila parit digunakan sebagai lateral, maka perhitungan spasing dan kedalaman telah diberikan pada bab terdahulu. Untuk kolektor, spasing ditentukan oleh ukuran lahan atau panjang maksimum pipa drainase. Pada lahan datar dengan sistim pipa drainase singular, spasing parit biasanya antara 200 - 500 m. Elevasi muka air di parit kolektor harus dipertahankan pada suatu kedalaman di bawah outlet dari pipa drainase (lateral). 4.2.3. Dimensi Parit Perhitungan dimensi parit mengikuti rancangan saluran tidak berlapis dengan mengetahui parameter seperti elevasi muka air yang diinginkan, kapasitas debit dan tipe tanah2. Kadang-kadang perhitungan dimensi parit menghasilkan suatu dimensi yang terlalu kecil sehingga dari segi konstruksi dan pemeliharaan sulit dikerjakan. Oleh karena itu biasanya ada suatu dimensi minimum yang ditinjau dari segi konstruksi dan 1 2
Muka air tanah terlalu dalam pada tanah gambut akan menyebabkan kekeringan dan mudah terbakar Lihat Diktat Kuliah Rancangan Irigasi Gravitasi dan Drainase (TEP 423)
Teknik Irigasi dan Drainase
28
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
29
pemeliharaan masih memungkinkan. Di Belanda dimensi tersebut seperti pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Penampang parit sebagai kolektor
Keterangan : b : lebar dasar 0.5 m; y : kedalaman; elevasi dasar saluran sekitar 0,4 – 0,5 m di bawah pengeluaran pipa drainase, sehingga total kedalaman (Do) sekitar 1,40-1,80 m, kemiringan talud (vertikal : horizontal) biasanya 1 : ¾ untuk tanah liat sedang untuk tanah berpasir 1 : 1 atau 1 : 1.5.; p : talud (vertikal : horizontal) 4.2.4. Lokasi Lokasi drainase parit dipengaruhi oleh pelbagai faktor, suatu kolektor sering digunakan juga sebagai pembatas antara pemilikan lahan. Akan tetapi apabila memungkinkan parit kolektor tersebut harus ditempatkan pada bagian terendah. Sehingga dengan demikian drainase bawah tanah dapat berfungsi dengan baik dan penggalian dilakukan dengan seminimum mungkin. Lebih lanjut parit kolektor tersebut juga berfungsi sebagai outlet untuk aliran permukaan yang cenderung berakumulasi pada cekungan. 4.2.5. Konstruksi 4.2.5.1. Penandaan lokasi parit Garis pusat rencana parit ditandai dengan patok-patok dimana puncak patok menunjukkan elevasi tanggul di atas dasar saluran (Gambar 4.3). Lebar parit ditunjukkan dengan patok A dan B yang ditempatkan pada elevasi yang sama dengan C. Jarak antara A dan B adalah sedemikian rupa sehingga perpanjangan kemiringan talud memotong puncak tanggul di kedua titik tersebut. Titik P dan Q di mana kemiringan talud dimulai, dapat diukur dari patok A dan B berdasarkan sudut kemiringan talud. Jarak P - Q ini akan bertambah dengan semakin tingginya elevasi lahan, sehingga pada lahan bergelombang lebar P-Q akan bervariasi banyak. 4.2.5.2. Penggalian Parit dapat digali dengan berbagai metoda antara lain : (a) Dengan tenaga manusia; (b) Dengan "dragline" biasanya digunakan pada saluran utama; (c) Hydraulic excavators, biasanya dilengkapi dengan "profile bucket" yang mempunyai bentuk sesuai dengan bentuk saluran yang akan digali. Apabila penggalian akan dilakukan secara manual atau dengan dragline, suatu penggalian pertama sedalam sekitar 20 cm dibuat sesuai dengan kemiringan talud sepanjang saluran. Penggalian areal ini berfungsi sebagai suatu pedoman dalam penggalian selanjutnya. Apabila bekerja dengan hydraulic excavator penggalian areal tersebut biasanya tidak diperlukan. Dalam hal ini penandaan dengan kapur bubuk dilakukan sepanjang garis P1 P2 P2 dan Q2 Q2 Q3. Metoda lainnya adalah
Teknik Irigasi dan Drainase
29
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
30
dengan merentangkan tali pada puncak patok A sepanjang garis A1 A2 A3 (dalam Gambar 4.3). Jika "bucket" menyentuh tali maka profil saluran yang sedang digali sudah benar. Tanah galian harus dibuang cukup jauh dari saluran yang telah digali yang kemudian digunakan untuk mengisi lahan-lahan yang lebih rendah. Apabila tanah galian ditumpuk didekat parit yang telah digali maka akan berakibat tanah galian tersebut akan mudah tercuci oleh hujan dan masuk kembali ke dalam parit, berat dari tumpukan tanah galian akan menyebabkan runtuhnya talud yang telah dibuat, pelaksanaan pemeliharaan saluran akan lebih sulit karena alat yang bergerak di puncak tanggul harus menjangkau dasar saluran lebih dalam.
Gambar 4.3. Penandaan alignment pada saluran terbuka
Teknik Irigasi dan Drainase
30
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
4.2.5.3.
31
Pemeliharaan
Pemeliharaan saluran dilakukan terhadap pertumbuhan gulma dan penumpukan endapan. Gulma dan endapan menyebabkan aliran air di saluran kolektor menjadi lebih lambat dan kemungkinan dapat menyebabkan elevasi muka air berada di atas elevasi outlet pipa lateral sehingga efektivitas drainase pipa lateral akan berkurang. Pemeliharaan saluran dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pembabad rumput 3. 4.3.
Drainase Mole
4.3.1. Prinsip dan Rancangan Mole adalah lubang saluran dalam tanah yang dibuat dengan suatu alat mole plough tanpa adanya galian. Metoda ini umumnya cocok untuk tanah liat berat dengan konduktivitas lambat. Tujuan utamanya bukan untuk mengendalikan kedalaman air tanah yang biasanya sudah cukup dalam, akan tetapi untuk membuang kelebihan air dari permukaan lahan atau dari lapisan olah yang semula membentuk suatu perched water table. Air mengalir ke mole melalui celah dan retakan-retakan yang terbentuk dalam pembuatan mole (Gambar 4.4). Umumnya efektifitas drainase mole ditentukan oleh berbagai faktor antara lain : (a) Sifat tanah yang menentukan stabilitas tanah; (b) Kondisi kelembaban tanah selama konstruksi alat dan metoda konstruksi yang digunakan; (c) Kecepatan aliran air dalam saluran mole;(d) Laju pengendapan pada mole. 4.3.2. Kondisi tanah dan kesesuaian lapang Tanah harus mempunyai plastisitas tertentu supaya saluran mole dapat dibentuk dan harus cukup stabil supaya dapat bertahan cukup lama. Menurut (Theobald, 1963) kandungan liat minimum yang diperlukan adalah antara 25 % - 50 %; kandungan pasir tidak lebih dari 20 %. Metoda praktis untuk menguji kesesuaian tanah adalah sebagai berikut : Suatu contoh tanah dibentuk suatu bola dengan diameter sekitar 20 cm dan ditempatkan pada suatu wadah berisi air sehingga bola tanah tersebut terbenam. Apabila sesudah beberapa hari contoh tanah tersebut tidak hancur maka hal tersebut merupakan suatu indikasi bahwa drainase mole sesuai di daerah tersebut. 4.3.3. Topografi Karena mesin pembuat mole ini umumnya hanya dapat ditarik sejajar dengan permukaan lahan maka lahan harus mempunyai lereng yang seragam searah dengan lokasi outlet. Pada lahan yang datar atau topografi bergelombang metoda ini biasanya kurang sesuai. 4.3.4. Rancangan Setiap saluran mole mengangkut air ke suatu saluran terbuka. Untuk mencegah penyumbatan pada outlet tersebut, biasanya pada 2 atau 3 m dari outlet saluran mole tersebut harus dilengkapi dengan pipa. Sering kali drainase pipa digunakan sebagai kolektor untuk mengangkut air dari saluran mole. Pada situasi ini drainase pipa (kolektor) pertama kali dipasang pada kedalaman sekitar 20 - 30 cm lebih dalam dari 3
Di Belanda secara manual dulu menggunakan rantai sabit yang ditarik oleh dua orang masing-masing dari tepi saluran Teknik Irigasi dan Drainase
31
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
32
mole. Kemudian suatu galian (trench) diurug dengan bahan porous (umumnya kerikil). Air dari saluran mole akan merembes melalui urugan dan masuk ke pipa kolektor (Gambar 4.5). Beberapa petunjuk dalam rancangan saluran mole adalah sebagai berikut : • Spasing : untuk menjamin terbentuknya retakan di seluruh areal, umumnya spasing antara 2 sampai 5 m • Kedalaman : saluran mole harus cukup terlindung dari pengaruh beban mesin-mesin berat. Semakin dalam mole tersebut semakin terlindung, tetapi di lain pihak biaya instalasi juga semakin mahal. Dalam praktek biasanya kedalaman mole antara 45 cm sampai 60 cm • Gradient atau kemiringan : kemiringan minimum antara 0,5 sampai 1 % dan maksimum antara 4 - 7 %. Karena umumnya mesin pembuat saluran mole tersebut hanya dapat menarik sejajar dengan permukaan lahan, maka kemungkinan tersebut di atas akan menentukan arah mole sesuai dengan kemiringan lahan yang ada; • Panjang saluran mole : dalam kondisi yang memungkinkan panjang saluran mole dapat mencapai sejauh 200 m.
Gambar 4.4. Retakan yang terbentuk pada drainase mole
Gambar 4.5. Gabungan mole dengan pipa drainase.
Teknik Irigasi dan Drainase
32
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
33
4.3.5. Konstruksi 4.3.5.1. Mesin Bagian-bagian umum dari suatu mole plough adalah suatu silinder baja berujung tajam dengan diameter antara 5 - 10 cm yang biasanya di bagian belakang dilengkapi dengan suatu expander dengan diameter sedikit lebih besar dari mole (Gambar 4.6). Mole tersebut ditarik oleh suatu penyangga (blade) yang dihubungkan dengan tenaga penarik (traktor) melalui suatu beam. Panjang beam biasanya sekitar 3 meter. 4.3.5.2. Kondisi kerja selama konstruksi Hal yang penting adalah kondisi kelembaban tanah pada waktu konstruksi harus cukup lembab. Apabila terlalu basah, saluran mole terbentuk tanpa adanya celah-celah atau retakan-retakan yang diperlukan. Apabila terlalu kering retakan-retakan sekitar saluran mole akan menyebabkan mole yang terbentuk mudah runtuh kembali. Informasi yang tepat tentang kelembaban tanah yang paling sesuai sukar untuk ditentukan. Hal ini akan didapatkan dengan mencobanya di lapangan.
Gambar 4.6. Mole plough
4.4.
Rancangan Drainase Pipa
4.4.1. Pendahuluan Dalam rancangan drainase pipa hal-hal di bawah ini harus ditentukan : • Spasing dan kedalaman lateral yang merupakan faktor utama dalam pengendalian muka air tanah • Diameter dan kemiringan pipa lateral dan kolektor. • Tata letak lateral dan kolektor, harus disesuaikan dengan kondisi topografi. 4.4.2. Spasing dan kedalaman lateral Dasar teori dalam penentuan spasing dan kedalaman lateral telah diuraikan dalam Bab terdahulu. Secara teoritis semakin dalam pemasangan pipa, maka semakin lebar spasing antar pipa. Akan tetapi dalam praktek ada beberapa pembatas dalam penentuan kedalaman pipa yang dipasang yaitu : (a) Elevasi muka air yang dipertahankan pada saluran kolektor. (b) Terdapatnya lapisan tanah yang kurang sesuai yaitu dapat berupa lapisan kedap pada kedalaman yang dangkal dari permukaan tanah (c) Kedalaman yang dapat dicapai oleh mesin yang tersedia.
Teknik Irigasi dan Drainase
33
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
34
(d) Apabila hantaran hidrolik lapisan tanah yang di bawah jauh lebih besar dari lapisan di atasnya, sehingga pemasangan pipa drainase pada lapisan dalam menyebabkan sedikit pengaruhnya terhadap penurunan muka air tanah di atasnya. Hal ini disebabkan karena sebagian air yang masuk ke dalam pipa drainase berasal dari lapisan di bawahnya. Perhitungan spasing pipa berdasarkan nilai hantaran hidrolik tanah akan menghasilkan spasing yang bervariasi di seluruh areal. Dalam prakteknya seluruh areal dibagi menjadi beberapa blok dengan spasing yang sama dan angka-angka spasing hasil perhitungan dibulatkan ke nilai spasing baku. Biasanya nilai spasing baku adalah 10 m, 15 m, 20 m, 25 m, 30 m, 40 m, 50 m, dan seterusnya. 4.4.3. Diameter dan Gradient (Rancangan Hidrolik) Rancangan hidrolik drainase di bawah tanah bertujuan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut : • Berapa luas areal yang dapat didrainasekan oleh suatu pipa dengan tertentu, pada kemiringan tertentu dengan mengasumsikan koefisien tertentu pula ? • Berapa diameter pipa untuk panjang pipa, kemiringan, spasing dan drainase tertentu ?
beberapa diameter drainase koefisien
Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus dipelajari beberapa hal, yakni : • Persamaan dasar aliran seragam untuk berbagai tipe pipa drainase (pipa tanah atau pipa plastik dan lain-lain). • Persamaan aliran pada situasi tidak seragam (non uniform flow). • Faktor pengaman (safety factor) untuk menanggulangi kemungkinan penurunan kapasitas karena sedimentasi. • Suatu pipa drainase yang terdiri dari diameter yang bertambah pada arah aliran air. 4.4.3.1. Persamaan untuk Aliran Seragam Untuk aliran penuh dalam pipa persamaan umum adalah persamaan dari DarcyWeisbach:4 z λ V2 i= = / 4.1 / x d 2g dimana z: kehilangan hydraulic head (m); x: panjang pipa (m); d: diameter dalam (m); V: kecepatan aliran (m/dt); g: percepatan gravitasi (m/dt2); λ: faktor tahanan. Faktor tahanan λ tergantung pada tipe aliran (laminer atau turbulen) dan kekasaran dinding (kr) dan harus ditentukan melalui suatu percobaan. Gambar 4.7 merupakan plotting antara λ dengan bilangan Reynold pada kertas grafik logaritmik ganda. Bilangan Reynold didefinisikan sebagai: Vd / 4.2 / ν dimana, ν : viscositas kinematik cairan, untuk air pada suhu 100C besarnya ν = 1,31 x 10-6 m2/detik. Untuk pipa halus (pipa tanah liat dan pipa plastik) telah didapatkan suatu Re =
4 Lihat Mekanika Fluida
Teknik Irigasi dan Drainase
34
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
35
hubungan antara λ dengan Re sebagai berikut (Wesseling dan Homma, 1967; Blashyz, 1965 dan Treude, 1964).
λ = a Re − 0, 25 / 4.3 / dimana, a: suatu pengukur perubahan dari suatu garis lurus karena adanya ketidaktentuan yang terisolasi (misalnya sambungan pipa, lubang-lubang pada pipa). Untuk aliran penuh dalam pipa, debit dapat dinyatakan: Q=
π d2 V / 4.4 / 4
Substitusi persamaan /4.2/, /4.3/ dan /4.4/ ke dalam persamaan /4.1/ : i=
z = 26,3 × 10 − 4 a Q 1,75 d − 4,75 / 4.5a / x atau Q = 30 a − 0,57 d 2, 71 i 0,57 / 4.5b /
Gambar 4.7. Hubungan antara faktor tahanan (λ) dengan bilangan Reynold (Re).
Untuk pipa halus pada kondisi lapang, nilai a = 0,40 (Segeren dan Zuidema, 1966). Untuk pipa plastik bergelombang (corrugated ) tidak terdapat hubungan yang langsung antara λ dan Re. Wesseling dan Homma (1967) menyatakan bahwa aliran ini dapat diterangkan dengan memuaskan oleh rumus Manning : V = k m R 2 / 3 i 1 / 2 / 4.6 /
Teknik Irigasi dan Drainase
35
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
36
dimana, km= 70 (km = 1/n, dimana n: koefisien kekasaran Manning); R: jari-jari hidrolik = ¼ d untuk aliran penuh. Dengan mengubah persamaan /4.6/ sesuai dengan format pada persamaan /4.5/ maka : −2 i = 10,25 k m Q 2 d − 5,33 / 4.7 a / atau Q = 0,312 k m d 2 , 67 i 0 , 50 / 4.7b / Persamaan /4.5/ dan /4.7/ digambarkan secara grafis pada Gambar 4.8. Persamaan aliran seragam dalam pipa dapat dinyatakan dengan persamaan umum : i = c d −α Qβ
/ 4.8a / atau Q = c − 1 / β d α
/β
i1/ β
/ 4.8b /
dimana untuk pipa halus c = 0,00107, α = 4,745 dan β = 1,748, sehingga : Q = 50 d 2, 741 i 0,572 sedangkan untuk pipa plastik bergelombang (corrugated) : c = 0,002066, α = 5,334 dan β = 2, sehingga Q = 22 d 2,667 i 0,5 4.4.3.2.
Persamaan untuk aliran tidak seragam (non-uniform flow)
Suatu pipa drainase menyedot air di seluruh panjang pipa tersebut, dengan demikian Q akan bertambah secara bertahap dari Q = 0 pada sebelah hulu sampai Q = q B L pada outflow. Dimana q: spesific discharge (m/dt); B: lebar areal lahan yang didrainasekan oleh pipa tersebut (m) = spasing drainase; L: panjang pipa drainase (m). Tipe aliran ini disebut sebagai aliran tidak seragam (non-uniform flow). Karena debit aliran bertambah secara bertahap sepanjang arah aliran, maka hydraulic gradient juga bertambah (Gambar 4.9). Aliran dalam pipa diasumsikan penuh dan diletakkan horizontal (pada pembahasan selanjutnya akan dibahas untuk pipa miring). Laju aliran Qx pada suatu jarak x dari sebelah hulu (Gambar 4.9) adalah sama dengan : Q x = q B x / 4.9 /
Substitusi persamaan /4.9/ ke persamaan /4.8a/ memberikan : i=
dz β = c d − α ( qB ) x β dx
/ 4.10 /
dengan menggunakan kondisi :z = 0 untuk x = 0 ; z = H untuk x = L; integrasi persamaan /4.10/ memberikan : H =
1 β c d − α ( qB ) Lβ + 1 β +1
/ 4.11 /
dengan memperkenalkan suatu istilah rata-rata hidrolik gradient
Teknik Irigasi dan Drainase
36
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
37
H / 4.12 / L dan mengingat QL = q B L adalah total debit dari pipa tersebut, maka persamaan /4.11/ dapat diubah menjadi H 1 β i = = c d − α QL / 4.13a / L β +1 atau i =
QL = q B L = ( β + 1)
1/ β
c − 1/ β d α
/β
i1 / β
/ 4.13b /
nilai c, α dan β untuk pipa halus dan corrugated dapat dimasukkan ke persamaan /4.13/. Secara grafik persamaan tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12. Apabila dibandingkan antara persamaan aliran tidak seragam (persamaan 4.13) dengan aliran seragam (persamaan 4.8) maka : − • Pada outflow yang sama, rata-rata gradient i untuk aliran tidak seragam hanya 1/(β +1) ≈ 1/3 dari gradient i untuk aliran seragam (Gambar 4.13). Pada ujung sebelah hilir, gradient dari kedua aliran tersebut akan sama. • Untuk gradient yang sama, debit pada aliran tidak seragam adalah ( β+1)0,5 ≈ 1,75 kali debit pada aliran seragam atau Q uniform ≈ 0,57 qnon-uniform
.../4.14/
Tabel 4.1 merupakan ringkasan aliran penuh dalam pipa. Tabel 4.1. Ringkasan persamaan aliran berlaku untuk aliran penuh dalam pipa Aliran seragam (transport) Persamaan Umum: i=
Aliran tak-seragam (dewatering)
z = c.d − α Q β x
−
i=
H 1 β = c.d − α Q L L β +1
Q L = qBL = ( β + 1)
Q = c − 1 / β d α / β i1 / β
1/β
c − 1 / β d α / β i1 / β
Pipa Halus: z = 26,3 × 10 − 4 a.d − 4 ,75 Q1,75 x
α = 4 ,75
i=
β = 1,75
Q = 30 a − 0 ,572 d 2 ,714 i 0 ,572
untuk a = 0,40 Q = 50 d 2,714 i 0 ,572 Pipa Bergelombang: −2
i = 10,25 k m d − 5,33 Q 2
α = 5,333 β = 2
Q = 0,312 k m d 2,667 i 0 ,5
Untuk km=70
−
i = 9,57 × 10 − 4 a d − 4 ,75 Q L
1,75
Q L = 53,4 a − 0 ,572 d 2,714 i 0 ,572 Q L = 89 d 2,714 i 0 ,572
−
−2
i = 3,413 k m d − 5 ,33 Q L
2
Q L = 0,54 k m d 2,667 i 0 ,5
Q = 22 d 2 ,667 i 0 ,5
Teknik Irigasi dan Drainase
37
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
38 Q L = 38 d 2 ,667 i 0 ,5
Teknik Irigasi dan Drainase
38
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
39
Gambar 4.8. Diagram untuk penentuan kapasitas pipa
4.4.3.3. Pipa Drainase Miring Persamaan pada Tabel 4.1 berlaku untuk aliran penuh dalam pipa horizontal, hydraulic gradient adalah merupakan juga kurva potensiometrik (Gambar 4.10). Apabila pipa
Teknik Irigasi dan Drainase
39
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
40
drainase diletakan dengan kemiringan tertentu, situasi aliran tetap tidak berubah bila kemiringan tidak lebih dari rata-rata gradient (Gambar 4.14).
Gambar 4.9. Kehilangan energi (z) pada aliran penuh pipa drainase sebagai fungsi dari jarak (x) dan kurva potensiometrik yang dihasilkan
Gambar 4.10. Potensiometrik yang terbentuk akibat dari tekanan lebih pada pipa drainase horizontal hubungannya dengan gradient hidraulik
4.4.3.4.
Prosedur Rancangan
Dalam praktek rancangan, kemiringan pipa pertama kali diduga dengan suatu syarat bahwa pada debit rencana tidak akan terjadi tekanan lebih pada sebelah hulu (kemiringan pipa sama dengan rata-rata hidraulik gradient). Dengan demikian aliran Teknik Irigasi dan Drainase
40
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
41
pipa diasumsikan penuh pada seluruh panjang pipa dengan kata lain pipa berada pada kondisi kapasitas maksimum. 4.4.3.5. Faktor Pengaman Pada kenyataannya kemungkinan besar akan terjadi pengurangan kapasitas drainase pipa sebagai akibat dari pengendapan ataupun pelurusan yang kurang baik. Dengan demikian suatu faktor pengaman tertentu harus diambil dalam rancangan. Nilainya akan sangat tergantung pada kualitas pekerjaan instalasi, dugaan laju pengendapan dan intensitas pemeliharaan yang direncanakan. Pada Gambar 4.11 dan 4.12, dua alternatif diberikan yaitu pengurangan kapasitas 75% dan 60%. Pengurangan kapasitas yang lebih rendah (75%) direkomendasikan untuk diameter pipa yang lebih besar khususnya pada pipa kolektor yang tidak secara langsung mengambil air dari tanah. Untuk pipa lateral khususnya dengan diameter yang lebih kecil reduksi 60% direkomendasikan. Masalah-masalah praktis seperti di bawah ini dapat diselesaikan dengan bantuan Nomogram yakni: • Penentuan diameter pipa yang diperlukan untuk kasus yang diberikan • Penentuan luas areal maksimum yang dapat dilayani oleh pipa drainase dengan diameter tertentu • Pada kondisi yang diberikan dapat ditetukan apakah tekanan lebih akan terjadi pada ujung sebelah hulu dan kalau ya sampai berapa jauh pengaruhnya? Contoh 6:
Suatu rancangan drainase adalah sebagai berikut: spasing 30 m, panjang pipa 200 m, slope 0,10%, koefisien drainase 7 mm/hari. Sebagai faktor pengaman digunakan pengurangan kapasitas 60%. Pertanyaan: Berapa diameter pipa untuk (a) pipa halus dan (b) pipa plastik corrugated Jawaban: Luas areal drainase yang dilayani oleh satu pipa adalah 30 x 200 m2 = 0,6 ha (a) Untuk pipa halus: dari Gambar 4.11, didapatkan diameter antara 5 - 6 cm, diameter terbesar kita pilih yakni 6 cm (b) Untuk pipa plastik corrugated: Dari Gambar 4.12, didapatkan diameter antara 6 - 7 cm, maka dipilih diameter 7 cm. Contoh 7:
Suatu sistem drainase pipa komposit dengan tipe gridiron dirancang di suatu lahan. Lateral bergabung dengan kolektor dari dua sisi. Panjang lateral pada satu sisi 300 m dan pada sisi lainnya 200 m. Pipa kolektor dirancang pada slope 0,05%, koefisien drainase 5 mm/hari, reduksi kapasitas 75%. Pertanyaan: Tentukan panjang maksimum pipa kolektor apabila pipa beton akan digunakan dengan diameter dalam 20, 25 dan 30 cm (asumsikan diameter yang sama digunakan untuk seluruh pipa)
Teknik Irigasi dan Drainase
41
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
42
Gambar 4.11. Diagram untuk menentukan kapasitas pipa halus, dewatering, aliran penuh berdasarkan persaman dari Wesseling:
Q L = q. A = q.B.L = 89 d 2,714 i 0,572
Teknik Irigasi dan Drainase
42
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
43
Gambar 4.12. Diagram untuk menentukan kapasitas pipa bergelombang, dewatering, aliran penuh berdasarkan persaman dari Manning:
QL = q. A = q.B.L = 38 d 2,667 i 0,5
Teknik Irigasi dan Drainase
43
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
44
Gambar 4.13. Gradien hidrolik pada aliran penuh, pipa horizontal untuk aliran seragam dan tak-seragam
Gambar 4.14. Kemiringan pipa drainase yang berbeda dalam
Jawab: i = 0,05%; q = 5 mm/hari. Dari Gambar 4.11 Luas areal drainase adalah sebagai berikut: Diameter pipa (cm) 20 25 30 Luas drainase (ha) 19 35 58 Lebar areal yang didrainasekan oleh kolektor adalah 500 m, maka panjang maksimum kolektor untuk setiap ukuran diameter pipa adalah: Diameter pipa (cm) 20 25 30 Panjang maksimum (m) 380 700 1160 Contoh 8: Teknik Irigasi dan Drainase
44
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
45
Suatu pipa drainase kolektor terbuat dari beton dengan diameter 25 cm, panjang 700 m dipasang dengan slope 0,05%, lebar areal drainase 500 m Pertanyaan: Asumsikan kapasitas kolektor dirancang pada 75% dan koefisien drainase terukur adalah 10 mm/hari. Apakah kemungkinan terjadi tekanan-lebih di ujung sebelah hulu kolektor? Jawab: Luas areal drainase = 700 x 500 m2 = 35 ha. Dari Gambar 4.11 didapat i = 0,16%, dikurangi dengan 0,05% slope pipa drainase terdapat kelebihan slope sebesar 0,11%. Tekanan-lebih adalah= 700 x 0,11% = 0,77 m. Kadang-kadang diperlukan untuk mengetahui kapasitas relatif pipa pada berbagai ukuran yang berbeda. Beberapa nilai tercantum pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Proporsi kapasitas untuk berbagai diameter pipa (berdasarkan persamaan 4.5b*)
Proporsi diameter 4 5 6 7 8 10 Proporsi kapasitas 1,00 1,83 3,00 4,56 6,54 12,00 d = 2 Q1 d1
*) Q2
2 , 71
, asumsi i konstan.
Jika kapasitas suatu ukuran pipa telah ditentukan dari grafik, maka dengan menggunakan Tabel 4.2, dapat dengan mudah ditentukan kapasitas untuk berbagai diameter. Sebagai contoh: Luas areal drainase untuk pipa diameter 20 cm dengan i = 0,05%, q = 5 mm/hari telah ditentukan sebesar 19 ha. Untuk menghitung kapasitas dengan diameter 25 cm dan 30 cm, dapat dilihat bahwa perbandingan diameternya adalah 4, 5 dan 6. Berdasarkan Tabel 4.2 luas areal drainase untuk diameter pipa 25 cm = 1,83 x 19 ha = 35 ha. Untuk pipa berdiameter 30 cm = 3,0 x 19 ha = 57 ha. 4.4.3.6. Pipa Drainase dengan Diameter Bertambah Pada prakteknya sudah biasa untuk memulai pipa drainase dari sebelah hulu (atas) dengan ukuran diameter yang lebih kecil, kemudian dirubah dengan diameter yang lebih besar sesudah jarak tertentu supaya mampu menampung pertambahan debit air yang harus diangkut. Hal ini biasanya dipakai pada pipa kolektor. Jika diasumsikan bahwa pipa kolektor pada contoh 3 akan dibuat terdiri dari pipa berdiameter 20, 25 dan 30 cm. Pada jarak berapa dari hulu ukuran diameter pipa tersebut berubah. Kondisinya harus tidak ada tekanan-lebih pada ujung sebelah hulu. Berdasarkan hasil perhitungan pada Contoh 2, maka besarnya head loss di sepanjang pipa kolektor dapat diplotkan seperti pada Gambar 4.15. Secara kasar komposisi diameter pipa dapat dibuat sebagai berikut: 0 – 380 m 380 – 700 m 700 – 1160 m
: diameter pipa 20 cm : diameter pipa 25 cm : diameter pipa 30 cm
Teknik Irigasi dan Drainase
45
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
46
Akan tetapi situasi ini akan mengakibatkan head loss akan lebih besar dari 58 cm (Lihat Gambar 4.15) Head loss 58 cm (1160 x 0,0005 m) akan terjadi apabila seluruh pipa berdiameter 30 cm. Karena aliran dalam keadaan penuh, maka penggantian pipa dengan diameter yang lebih kecil dari 30 cm menyebabkan terjadinya tekanan-lebih di sebelah hulu. Pada situasi ini akan terjadi head loss sebesar 96 cm dan ini berarti terjadi tekanan lebih sebesar 38 cm di sebelah hulu. Dari Gambar 4.15 dapat dilihat bahwa hydraulic gradient aktual didapat dengan mengkombinasikan kurva potensiometrik dari beberapa diameter dengan penggeseran vertikal sejajar dengan masing-masing kurva. Dari gambar tersebut jelas bahwa komposisi yang baik didapat apabila kurva potensiometrik tidak memotong rata-rata gradient (dalam hal ini diambil sama dengan slope pipa). Salah satu metoda adalah dengan membuat deretan kurva standar potensiometrik untuk masing-masing diameter dan buat suatu kombinasi pergeseran seperti pada Gambar 4.15. Kita dapat juga secara praktis mengikuti prosedur sebagai berikut: Perubahan diameter: Dari 20 ke 25 cm, pada ¾ x 380 m = 285 m Dari 25 ke 30 cm, pada ¾ x 700 m = 525 m Dari 30 ke 35 cm, pada ¾ x 1160 m = 870 m
Gambar 4.15. Kehilangan energi (head loss) pada pipa drainase dengan beberapa diameter
Maka komposisi pipa sekarang menjadi: 0 – 285 m 285 – 525 m 525 – 870 m 870 – (teoritis 1450) m
: pipa diameter 20 cm : pipa diameter 25 cm : pipa diameter 30 cm : pipa diameter 35 cm
Pada situasi tersebut seperti terlihat pada Gambar 4.15, rata-rata gradient 0,05% tidak akan terpotong.
Teknik Irigasi dan Drainase
46
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
47
4.4.4. Tata Letak 4.4.4.1. Tipe dan Pola Sistim Drainase Pipa Dalam sistim singular masing-masing pipa drainase mempunyai outlet yang masuk ke parit kolektor. Dalam sistim komposit air dari pipa lateral masuk ke pipa kolektor. Pola pada sistim komposit dapat berbentuk tipe gridiron atau tipe herring-bone (tulang ikan). Sistim ini merupakan pola yang teratur yang cocok untuk lokasi yang homogen. Untuk mengeringkan lahan-lahan basah yang terisolasi dapat dilakukan dengan suatu sistim yang random (acak). Sistim ini biasa disebut sebagai sistim drainase pipa random (Gambar 4.17).
Gambar 4.16. Pola sistim pipa drainase komposit teratur
Gambar 4.17. Sistim drainase pipa random (acak)
4.4.4.2. Pemilihan Sistim Pemilihan sistim tergantung pada berbagai faktor antara lain:
Teknik Irigasi dan Drainase
47
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
48
•
Dengan sistim pipa komposit, areal yang luas dapat didrainasekan tanpa adanya saluran terbuka sehingga gangguan terhadap penggunaan alat-alat mekanis dapat dihindarkan • Sistim singular mempunyai beberapa outlet yang masuk ke dalam suatu saluran terbuka • Jika dalam sistim komposit terjadi penyumbatan di suatu tempat, maka hal ini dapat mengakibatkan areal yang terpengeruh akan lebih luas daripada sistim singular. • Dalam beberapa hal suatu jaringan saluran terbuka lebih diinginkan untuk menampung aliran permukaan • Pipa kolektor memerlukan kemiringan yang lebih besar daripada parit kolektor. • Biaya investasi pipa kolektor umumnya lebih besar dibandingkan dengan parit kolektor • Secara umum dalam jangka panjang ada kecenderungan sistim komposit lebih murah dari pada sistim singular. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa apabila tersedia head yang cukup maka sistim komposit lebih sesuai. Dengan demikian pada lahan berlereng umumnya digunakan sistim komposit. Makin besar lerengnya, maka areal yang dapat didrainasekan oleh sistim dengan satu outlet akan semakin luas. Pada lahan datar umumnya sistim singular lebih sesuai. 4.4.4.3. Lokasi pipa drainase Apabila arah aliran air tanah dapat diketahui dengan jelas, maka lateral harus ditempatkan tegak lurus arah aliran tersebut sehingga mampu menyadap (intercept) aliran secara efektif. Pada lahan datar atau hampir datar, lateral dipasang arah lereng utama (apabila ada) dengan demikian kedalaman pipa akan seragam di seluruh areal. 4.5.
Bahan Material dan Bangunan Untuk Drainase Pipa
4.5.1. Pipa Drainase Bahan utama yang digunakan adalah tanah liat, beton dan plastik 4.5.1.1. Pipa tanah liat Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter dalam bervariasi dari 5 –15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu collar. Air masuk ke dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa 4.5.1.2. Pipa beton Pipa beton biasanya digunakan untuk diameter yang lebih besar dari 15 atau 20 cm. Penggunaan pipa beton pada tanah asam dan bersulfat perlu dipertimbangkan akan kemungkinan rusaknya beton karena asam sulfat, sehingga perlu digunakan semen yang tahan sulfat. Seperti juga pada pipa tanah liat, disini air masuk melalui celahcelah antar sambungan pipa. 4.5.1.3. Pipa plastik Bahan plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah polyvinyl chlorida (PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat berbentuk pipa halus atau bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat kaku dengan panjang tidak lebih dari 5 meter, sedangkan pipa bergelombang bersifat fleksibel (lentur) dan dapat digulung. Panjang gulungan pipa bergelombang biasanya sekitar 200 meter untuk diameter 5 cm dan 100 m untuk diameter 10 cm.
Teknik Irigasi dan Drainase
48
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
49
Dibandingkan dengan pipa halus, pipa bergelombang mempunyai beberapa keuntungan antara lain memerlukan bahan plastik yang lebih sedikit per unit panjang, lebih tahan terhadap tekanan luar, karena fleksibel maka hanya tipe pipa ini yang dapat digunakan pada drainase tanpa gali. Kerugian adalah koefisien kekasarannya lebih besar sehingga diperlukan diameter lebih besar untuk mengalirkan sejumlah air yang sama daripada pipa halus. Pada pipa plastik ini air masuk melalui lubang-lubang kecil di permukaan pipa. Beberapa data spesifik dari pipa plastik halus dan bergelombang tercantum pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Data spesifik pipa halus dan bergelombang Diameter luar (mm)
Tebal dinding (mm)
40 50 70 90 110 125
0,80 0,95 1,30 2,00 2,20 2,50
60 65 80 100 125
Berat per meter (gr/m) Pipa Halus 150 220 440
Perporasi Lubang (25x0,6) mm2, 40 lubang per meter, Total area inflow 600 mm2/m pipa
Pipa Bergelombang Diameter bagian dalam 75-80% dari pipa 10-12% lebih kecil PVC halus dengan daripada diameter luar diameter luar yang sama
Lubang (1x1) mm2, (1x4) mm2, total area inflow antara 1000-3000 mm2 per meter pipa
4.5.1.4. Bahan penutup (cover materials) Bahan penutup diperlukan dengan dua tujuan: (a) memfasilitasi aliran air ke pipa drainase (fungsi penghantar air); (b) mencegah masuknya partikel tanah ke dalam pipa (fungsi penyaringan). Bahan penutup dapat digunakan dengan berbagai cara: (a) dalam bentuk curah (bulk) disebar merata di atas pipa drainase setelah pipa terpasang; (b) dalam bentuk lembaran (sheet) atau tikar (mats) diletakkan dalam roll pada mesin drainase, (c) sebagai lapisan pembungkus atau selubung pada pipa (pre-enveloped drain pipes). Sebagai bahan penutup dalam bentuk curah biasanya tanah gambut, kerikil, jerami, bahan sintetik misalnya polystyrene. Dalam bentuk roll adalah thin glass fibre sheet. Pipa drainase yang berfilter (pre-envelope) digunakan untuk pipa plastik baik yang halus maupun yang corrugated. Bahan yang digunakan sebagai pembungkus adalah: (a) fibre glass, nylon tissue atau bahan sintetik lainnya; (b) mats dengan tebal 1-2 cm dari jerami, tanah gambut, sabut kelapa dan lainnya. 4.6.
Konstruksi Sistem Drainase Pipa
4.6.1. Metoda Konstruksi Prosedur yang biasanya dipakai dalan konstruksi sistim drainase pipa adalah: • Menggali trench pada kedalaman dan slope yang diperlukan • Memasang pipa dalam trench, tanpa atau dengan bahan penutup Teknik Irigasi dan Drainase
49
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
50
• Mengurug trench dengan tanah galian Konstruksi dapat menggunakan tenaga manusia secara manual maupun dengan mesin. 4.6.2. Pemasangan dengan Tenaga Manusia Galian biasanya dibuat selebar 30 - 40 cm dengan kedalaman 0,50 m. Kemudian dengan bermula dari galian ini penggalian diteruskan lebih dalam dengan lebar yang lebih sempit (Gambar 4.20). Peralatan yang biasa dipakai dapat dilihat pada Gambar 4.19. 4.6.3. Mesin Gali (excavating machine) Terdapat dua jenis mesin gali yang biasa digunakan dalam drainase yaitu: (a) Mesin gali kontinyu (continous excavating machine). Penggalian dilakukan dengan revolving digging machine atau rantai berpisau (Gambar 4.21). Umumnya mesinmesin ini menggali pada suatu kedalaman dan kemiringan tertentu dan mempunyai perlengkapan tambahan untuk pemasangan pipa dan pengurugan bahan penutup. (b) Back-acting excavators (Gambar 4.22). Apabila menggunakan alat ini, maka penyelesaian akhir harus dilakukan dengan tenaga manusia. Alat ini cocok untuk tanah berbatu. Biasanya alat ini dipakai sebagai pengganti apabila harus membuang batu atau penghalang lainnya yang menyebabkan alat yang pertama tidak dapat bekerja. Juga sering digunakan untuk menggali dimana akan dipasang pipa kolektor dengan ukuran besar. Berikut ini adalah beberapa data teknis tentang mesin gali kontinyu yang biasa digunakan dalam proyek drainase di Belanda dan Eropah. • Mesin umumnya bekerja pada tracks. Lebar tracks umumnya dapat diatur. Untuk transportasi di jalan lebar tracks biasanya 2,5 m, untuk di lapangan maksimum sampai 3,2 – 5,0 m • Lebar trench: ukuran standar 20 - 25 cm, trench yang lebih lebar sampai 35 - 40 cm masih memungkinkan dengan mengganti rantai pisau • Kedalaman galian maksimum: standar 170 – 180 cm. Beberapa mesin dapat lebih dalam lagi sampai 2,5 m. • Engine: 100-200 HP. Beberapa mesin mempunyai dua engine, untuk gali 100 HP dan untuk menarik 50 HP • Pengaturan kedalaman dengan sistim hidrolik dimana operator mempertahankan garis pandang sesuai dengan kedalaman yang diinginkan melalui patok-patok pembantu sepanjang garis operasi. Perkembangan terbaru dilengkapi dengan sinar laser • Bobot total 7 – 12 ton • Ground pressure tergantung pada ukuran track berkisar antara 0,20 – 0,30 kg/cm2 • Kecepatan kerja sampai 1000 m pipa per jam • Output netto tergantung pada kedalaman, tipe tanah, kondisi cuaca, panjang lintasan pipa dan ukuran lahan. Untuk kedalaman 1 – 1,2 m pada tanah marine dengan kandungan liat sekitar 25%, output netto yang wajar antara 300 – 400 m/jam, sedangkan yang baik adalah sekitar 600 m/jam. 4.6.4. Trenchless Pipe Drainage (TPD) Teknik TPD dikembangkan berdasarkan prinsip drainase mole sejak tahun 1960. Prinsip kerja TPD dapat dilihat pada Gambar 4.23, dimana mesin menarik pisau atau blade hampir sama seperti yang digunakan pada mole plough atau sub-soiler. Pipa plasik Teknik Irigasi dan Drainase
50
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
51
bergelombang diletakkan di dasar trench melalui atau di belakang blade. Terdapat berbagai tipe blade yang berbeda yang menentukan apakah tanah akan terdorong ke samping atau terangkat ke atas. Apabila tanah terdorong ke samping kemungkinan akan terjadi pemadatan yang dapat mengurangi fungsi drainase pipa. Bentuk blade yang menyebabkan tanah terangkat akan lebih baik. Beberapa keuntungan dari TPD adalah: • Mesin relatif sederhana tanpa adanya gerak putar dalam penggalian • Traktor dapat digunakan untuk tujuan lainnya di luar drainase • Kecepatan kerja dan output netto lebih tinggi daripada mesin lainnya. Pada kedalaman 1 m, kecepatan kerja sekitar 2,5 km/jam dengan output netto sampai 600 - 700 m/jam Kerugian: • Diperlukan tenaga tarik yang besar. Makin berpasir tanahnya maka tenaga yang diperlukan semakin besar • Pemadatan tanah terjadi di sekitar pipa drainase
Teknik Irigasi dan Drainase
51
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
52
Gambar 4.18. Penandaan alignments dan penyipat datar
Teknik Irigasi dan Drainase
52
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
53
Gambar 4.19. Beberapa peralatan yang digunakan untuk pemasangan pipa drainase secara manual
Gambar 4.20. Penggalian suatu trench secara manual
Teknik Irigasi dan Drainase
53
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
54
Gambar 4.21. Mesin penggali kontinyu dan prinsip pengaturan kedalaman
Teknik Irigasi dan Drainase
54
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
55
Gambar 4.22. Back-acting trench excavator
Gambar 4.23. Instalasi pipa drainase tanpa galian
Teknik Irigasi dan Drainase
55
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
56
Foto Pemasangan pipa drainase dengan mesin di Belanda
Foto Drainase lahan gambut untuk Kelapa di Guntung Riau
Teknik Irigasi dan Drainase
56
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
57
Penutup Pertanyaan: (1) Apa tujuan drainase bawah-permukaan (2) Apa yang dimaksud dengan sistem drainase singular dan komposit (3) Metoda Auger hole digunakan untuk menentukan hantaran hidrolik jenuh (Ks) suatu tanah. Muka air tanah awal sebelum percobaan diambil sebagai reference level. Jarijari lubang bor 4 cm dan dasar lubang pada kedalaman 60 cm dari reference level. Lapisan kedap terdapat pada kedalaman 6 m di bawah permukaan tanah. Pada waktu t = 0, sejumlah 37 cm air telah dibuang ke luar. Nilai-nilai berikut ini adalah muka air yang diamati setiap 16 detik : 37.0, 34.7, 33.4, 32.1, 30.8, 29.6, 28.3, 27.1, 26.3, 26.0, dan 25.6 cm. Hitung hantaran hidrolik (Ks) pada tanah tersebut? (4) Pada suatu areal pertanian seluas 90 ha (lihat gambar), air irigasi diberikan setiap 6 hari dengan efisiensi pemberian air 65%. Kebutuhan air irigasi di petak sawah sebesar 7 mm/hari. Dianggap bahwa 80% kelebihan air irigasi yang diberikan akan mengalir sebagai perkolasi menuju ke muka air tanah, dan harus dapat dibuang (drainase) selama 5 hari sebelum waktu pemberian air irigasi berikutnya. Maksimum tinggi muka air tanah yang diijinkan adalah 1 m dari permukaan tanah. Level drainase dipilih 1,8 m dari permukaan tanah. Kedalaman lapisan kedap adalah 10 m dengan konduktivitas hidrolik 2 mm/hari dan porositas efektif 0,05. a. Apabila tidak ada penambahan air pada air tanah selain kelebihan air irigasi, dan u = 0,2 m, tentukan spasing drainase yang sesuai dengan sistim tersebut? b. Gambar/desain tata letak (lay out) sistim drainase pipa komposit untuk areal tersebut? c. Apabila sebagai kolektor digunakan pipa beton dengan diameter yang tersedia 10, 15, 20, 25 dan 30 cm, tentukan panjang pipa untuk masing-masing jenis apabila akan dirancang suatu sistim drainase pipa (kolektor) dengan diameter bertambah, faktor keamanan 75%, i = 0,2%. d. Apabila nilai MAD (moisture allowable deficit) tanah pada areal tersebut adalah 50% dan total air tersedia 120 mm/m, tentukan interval irigasi dan koefisien drainase yang tepat untuk sistim tersebut (kedalaman akar = 1 m). (5) Untuk rancangan drainase bawah permukaan suatu lahan pertanian akan digunakan pipa drainase tanah liat. Pipa tersebut akan ditempatkan pada kedalaman 2,0 m dari permukaan tanah. Lapisan kedap di daerah tersebut dijumpai pada kedalaman 5,0 m dari permukaan tanah. Konduktivitas hidrolik tanah K = 4,0 m/hari. Rata-rata kedalaman air tanah akan dipertahankan 1,0 m di bawah permukaan tanah. Koefisien drainase di daerah tersebut 10 mm/hari. Tata-letak pipa lateral dan parit kolektor seperti pada gambar di bawah ini. Jarak antar lateral (spacing) = 100 m. Diameter pipa yang tersedia di pasaran adalah 50, 100, 150, 200, 250 dan 300 mm. Ditanyakan : a. Hitung diameter pipa yang saudara pilih? b. Lakukan pengujian apakah panjang maksimum pipa lateral pada rancangan ini masih dapat dipenuhi oleh diameter pipa tersebut? (kemiringan pipa lateral sesuai dengan kemiringan lahan)
Teknik Irigasi dan Drainase
57
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
58
c. Parit kolektor dirancang sesuai dengan kemiringan lahan yang tersedia. Tentukan dimensi parit pada titik A? (dimensi parit kolektor dibuat seragam dengan kapasitas maksimum) d. Evaluasi berapa elevasi muka air maksimum di sungai supaya sistim drainase tersebut dapat berjalan dengan baik? e. Apabila elevasi muka air di sungai + 91.0 m. Kemungkinan apakah yang perlu dirubah dalam rancangan tersebut, supaya sistim drainase dapat berjalan dengan baik? (Uraikan jawaban saudara secara sistimatis) f. Adakah kemungkinan untuk mengganti dengan diameter pipa yang lebih kecil dari perhitungan pada a). Kalau ada diameter berapa yang saudara pilih? (cek dengan spasing lateral yang sudah ditentukan) g. Adakah kemungkinan untuk mengganti jenis pipa dengan pipa plastik bergelombang dengan diameter yang sama seperti pada perhitungan a) ? ( Uraikan jawaban saudara secara sistimatis) (6) Terangkan dengan singkat dan jelas arti dari beberapa istilah di bawah ini dalam kaitannya dengan drainase : 1. modulus drainase 9. drainase "mole" 2. lapisan kedap 10. perched water table 3. equivalent depth 11. trenchless pipe drainage 4. faktor geometri 12. tekanan pori 5. tahanan aliran radial 13. effective stress 6. porositas efektif 14. subsidence 7. level drainase 15. metoda rasional 8. hantaran hidrolik (7) Suatu masalah aktual di daerah perkotaan dekat pantai adalah adanya penurunan tanah (subsidence) dan intrusi (penerobosan) air asin ke daratan, akibat dari eksplorasi air tanah yang berlebihan baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk industri. Terangkan dengan singkat dan jelas secara teoritis kenapa eksplorasi air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan masalah tersebut di atas. Bagaimana menurut saudara usaha-usaha untuk menanggulangi masalah tersebut? (8) Suatu persamaan drainase untuk kondisi "unsteady-state" adalah persamaan dari Glover-Dumm. Uraikan kriteria agronomis apakah yang diperlukan untuk menggunakan persamaan tersebut? (9) Pada suatu daerah pertanian dengan koefisien drainase 12 mm/hari akan dipertahankan maksimum muka air tanah di tengah antar parit drainase sebesar 0.8 m di bawah permukaan tanah. Dasar parit berada 2 m di bawah permukaan tanah dengan kedalaman air pada parit 0.2 m, lebar dasar parit 0.2 m dengan kemiringan talud 1 : 1. Profil tanah terdiri dari 2 lapisan, ketebalan lapisan atas 2.4 m dengan konduktifitas hidrolik 0.5 m/hari, sedangkan lapisan bawah mempunyai ketebalan 2.4 m dengan konduktivitas hidrolik 1.5 m/hari. Berapa jarak antar parit lateral ? (10)Untuk drainase suatu lahan pertanian dengan menggunakan drainase bawahpermukaan, akan digunakan pipa drainase yang terbuat dari tanah liat. Pipa tersebut ditempatkan pada kedalaman 1.5 m dari permukaan tanah. Lapisan kedap dijumpai pada kedalaman 7 m. Nilai konduktifitas hidrolik K = 0.8 m/hari. Koefisien drainase di daerah tersebut sebesar 10 mm/hari, dan rata-rata kedalaman air tanah
Teknik Irigasi dan Drainase
58
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
59
yang akan dipertahankan adalah 1 m di bawah permukaan tanah. Pipa lateral dirancang dengan kemiringan 0.1% ,dengan menggunakan faktor pengaman 60%. Ditanyakan : a) Apabila diameter pipa yang akan dipasang adalah 10 cm, berapa maksimum panjang lateral yang diperkenankan ? b) Apabila diameter pipa yang akan dipasang 20 cm, berapa panjang maksimum lateral yang diperkenankan? (11)Terangkan apa yang dimaksud dengan : a. Aliran transien b. Gradient hidrolika c. Drainase d. Koefisien drainase e. Teori Dupuit-Forcheimer (12)Terangkan perbedaan prinsip sistem drainase permukaan dan bawah permukaan (13)a. Terangkan persamaan penentuan jarak saluran untuk sistim drainase bawah permukaan menurut Donan (persamaan elips). Gambar dan sebutkan parameter yang terlibat? b. Apa persyaratan penggunaan persamaan tersebut c. Terangkan persamaan modifikasi Hooghoudt dan sebutkan gunanya. (14)Dalam rancangan drainase (permukaan ataupun bawah permukaan) ketersediaan "outlet" merupakan hal yang sangat penting. Terangkan faktor-faktor apa saja yang perlu dikaji dari suatu kondisi outlet tertentu (15)Sebagai hasil akhir dari suatu survey drainase tingkat "reconnaissance" adalah laporan akhir. Jelaskan hal-hal apa saja yang harus tertulis pada laporan akhir tersebut (16)Terangkan apa kegunaan eksplorasi bawah tanah (lebih dari 1.2 m) dalam suatu survey drainase bawah permukaan (17)Terangkan sistem drainase tradisional orang Bugis di daerah Pulau Kijang, Provinsi Riau. (18)Bagaimana prinsip kerja pintu air tradisional orang Bugis (blombong) di daerah Pulau Kijang, Riau (19)Sebutkan tiga tingkatan kematangan tanah organik dan terangkan ciri-ciri fisiknya. (20)Uraikan tipologi lahan di daerah pasang-surut berdasarkan hidro-topografi dan hubungannya dengan kesesuaian lahan. (21)Terangkan sistem drainase daerah pasang-surut untuk perkebunan kelapa yang dikembangkan oleh PT Pulau Sambu Grup di Riau. (22)Uraikan perbedaan pokok rancangan saluran untuk irigasi dan untuk drainase (jelaskan alasannya)?
Teknik Irigasi dan Drainase
59
Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk
60
(23)Suatu indikasi adanya kelebihan air (drainase jelek) adalah daun tanaman yang berwarna pucat menguning. Terangkan kenapa hal tersebut terjadi? dan apa dampaknya terhadap produksi tanaman? (24)Uraikan proses terbentuknya pyrite (cat clay) di lahan pasang surut dan apa pengaruhnya terhadap tanaman? (25)Terangkan beberapa kemungkinan usaha reklamasi tanah sulfat masam di daerah pasang-surut? Daftar Pustaka 1. Dedi Kusnadi Kalsim, 2002. Teknik Drainase Bawah Permukaan untuk Pengembangan Lahan Pertanian: Bahan Kuliah TEP 423 Rancangan Irigasi Gravitasi dan Drainase. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, FATETA, IPB. 2. ILRI, 1974. Drainage Principles and Application. International Institute for Land Reclamation and Improvement, Wageningen. The Netherlands. a. Volume I : Introductory Subjects b. Volume II : Theory of Field Drainage and Watershed Runoff c. Volume III : Surveys and Investigations d. Volume IV : Design and Management of Drainage Systems.
Teknik Irigasi dan Drainase
60
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
1
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu menerangkan tentang pengertian dan komponen irigasi curah, uniformity dan efisiensi irigasi curah, serta merancang irigasi curah Bahan Ajar Bahan ajar terdiri dari: (1) Pendahuluan, (2) Sistem Irigasi Curah, (3) Komponen Irigasi Curah, (4) Sprinkler Berputar, (5) Hidrolika dalam Sistem Irigasi Curah, (6) Rancang Bangun Irigasi Curah. Di dalam File Tambahan Topik 11 tercantum buku dalam pdf berjudul Pressurized Irrigation, FAO, 2000. 1. Pendahuluan Pada metoda irigasi curah, air irigasi diberikan dengan cara menyemprotkan air ke udara dan menjatuhkannya di sekitar tanaman seperti hujan. Penyemprotan dibuat dengan mengalirkan air bertekanan melalui orifice kecil atau nozzle. Tekanan biasanya didapatkan dengan pemompaan. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan pemilihan ukuran nozzle, tekanan operasional, spasing sprinkler dan laju infiltrasi tanah yang sesuai.
(a)
(b)
Gambar 1. Irigasi curah pada tanaman jeruk (a) dan jagung (b)
Cara yang paling sederhana yang sering digunakan untuk irigasi sayuran oleh petani kecil adalah dengan menyiram menggunakan emrat (ebor) seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Luas bedengan (petakan) sayuran biasanya hanya sekitar 6 m2 yakni panjang 6 m, dan lebar 1 m. Untuk tanaman berakar pendek (seperti selada, sawi, kangkung, bayam, kenikir, dan sebagainya), pada waktu kondisi cuaca normal irigasi dilakukan satu hari sekali sebanyak 80 liter per petakan (efisiensi ± 35%). Pada waktu hari panas air irigasi diberikan sampai 4 kali per hari dengan total pemberian 320 liter per petakan (efisiensi ± 9%) 1. Sistim ini memerlukan banyak tenaga kerja untuk penyiraman dan 1
Data diambil dari hasil wawancara dengan petani penggarap lahan kosong di kota Bekasi pada bulan Januari 2006. Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
2
sumber air harus tersedia berada di dekat kebun. Satu keluarga dengan tenaga kerja 2 orang (istri dan bapak) hanya mampu mengelola kebun seluas 400 – 500 m2.
Gambar 2. Irigasi ebor pada petani sayuran berlahan sempit mengelola lahan tidur di kota Bekasi
Kesesuaian irigasi curah Irigasi curah dapat digunakan untuk hampir semua tanaman kecuali padi dan yute, pada hampir semua jenis tanah. Akan tetapi tidak cocok untuk tanah bertekstur liat halus, dimana laju infiltrasi kurang dari 4 mm per jam dan atau kecepatan angin lebih besar dari 13 km/jam. Keuntungan irigasi curah Beberapa keuntungan irigasi curah antara lain: a. Efisiensi pemakaian air cukup tinggi b. Dapat digunakan untuk lahan dengan topografi bergelombang dan kedalaman tanah (solum) yang dangkal, tanpa diperlukan perataan lahan (land grading). c. Cocok untuk tanah berpasir di mana laju infiltrasi biasanya cukup tinggi. d. Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya erosi. e. Pemupukan terlarut, herbisida dan fungisida dapat dilakukan bersama-sama dengan air irigasi. f. Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil daripada irigasi permukaan g. Dengan tidak diperlukannya saluran terbuka, maka tidak banyak lahan yang tidak dapat ditanami h. Tidak mengganggu operasi alat dan mesin pertanian. Faktor-faktor pembatas Berbagai faktor pembatas penggunaan irigasi curah adalah: a. Kecepatan dan arah angin berpengaruh terhadap pola penyebaran air b. Air irigasi harus cukup bersih bebas dari pasir dan kotoran lainnya c. Investasi awal cukup tinggi d. Diperlukan tenaga penggerak di mana tekanan air berkisar antara 0,5 - 10 kg/cm2.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
3
2. Sistem irigasi curah Berdasarkan penyusunan alat penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan : a. Sistem berputar (rotating head system). Terdiri dari satu atau dua buah nozzle miring yang berputar dengan sumbu vertikal akibat adanya gerakan memukul dari alat pemukul (hammer blade). Sprinkler ini umumnya disambung dengan suatu pipa peninggi (riser) berdiameter 25 mm yang disambungkan dengan pipa lateral. Alat pemukul sprinkler bergerak karena adanya gaya impulse dari aliran jet semprotan air, kemudian berbalik kembali karena adanya regangan pegas. (Gambar 3). b. Sistem pipa berlubang (perforated pipe system). Terdiri dari pipa berlubang-lubang, biasanya dirancang untuk tekanan rendah antara 0,5 -2,5 kg/cm2, sehingga sumber tekanan cukup diperoleh dari tangki air yang ditempatkan pada ketinggian tertentu (Gambar 4). Semprotan dapat meliput selebar 6 - 15 meter. Cocok untuk tanaman yang tingginya tidak lebih dari 40 - 60 cm.
Gambar 3. Kepala sprinkler berputar dan sistem sprinkler berputar
Gambar 4. Pipa perforasi untuk irigasi bibit kelapa sawit di PT Makin, Jambi
Pada sistim sprinkler terdapat 3 tipe utama yakni (a) sistim berpindah (portable system), (b) sistim solid atau permanen, dan (c) sistim semi-permanen. Sistim Sprinkler Konvensional
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
4
Sistim sprinkler yang paling awal dirancang adalah sprinkler putar kecil yang beroperasi simultan, mulai populer tahun 1930-an dan masih digunakan sampai sekarang. Sprinkler jenis ini bekerja dengan tekanan rendah sampai medium (2 ~ 4 bar) dan mampu mengairi suatu areal lahan lebar 9 ~ 24 m dan panjang sampai 300 m untuk setiap settingnya (0,3 ~ 0,7 ha). Laju aplikasi bervariasi dari 5 ~ 35 mm/jam. Sistim Berpindah (portable system) Sistim berpindah manual Sistim berpindah yang sangat sederhana adalah memindahkannya dengan tenaga manusia secara manual. Sistim ini terdiri dari sebuah pompa, pipa utama, lateral dan sprinkler putar. Lateral tetap di suatu posisi sampai irigasi selesai. Pompa dihentikan dan lateral dilepaskan dari pipa utama dan dipindahkan ke posisi lateral berikutnya. Bila irigasi satu blok lahan telah selesai, keseluruhan sistim (lateral, pipa utama dan pompa) dipindahkan ke blok lahan lainnya (Gambar 5).
Gambar 5. Sistem berpindah
Kebanyakan, yang dipindah-pindahkan hanya lateralnya saja, sedangkan pompa dan pipa utamanya tetap. Sistem seperti ini disebut dengan sistim semi-portable. Lateral dipindahkan dengan tenaga manusia ke posisi berikutnya pada pipa utama. Umumnya lateral berpindah antara satu sampai empat kali per hari tergantung pada “settime” yang ditetapkan. Lateral berpindah berurutan dari satu posisi ke posisi lain sampai seluruh lahan terairi. Pada sistim ini juga sering digunakan 2 atau lebih lateral bekerja simultan (Gambar 6). Peletakan sistim pipa dapat bermacam cara. Gambar 7 memperlihatkan alternatif tataletak dimana pipa utama berada pada satu sisi dari lahan. Perpindahan dengan tenaga manusia memerlukan hari orang kerja (HOK) yang cukup besar, sehingga hanya cocok untuk daerah dimana tenaga kerja manusia tersedia banyak dan tak mahal.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
5
Satu lateral
Dua lateral
. Gambar 6. Sistem sprinkler berpindah
Gambar 7. Penempatan pipa utama di sisi lahan
Sistim Berpindah dengan Mesin Laeral-move atau roll-move system. Pada sistem ini, pipa lateral selain untuk mengalirkan air digunakan juga sebagai poros roda berdiameter 1,5 ~ 2,0 m. Roda ditempatkan pada jarak 9 ~ 12 m sehingga lateral dapat mudah didorong dari satu setting irigasi ke setting lainnya dengan menggunakan tenaga gerak motor bakar (internal combustion engine).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
6
Gambar 8. Sistem berpindah dengan roda
Pada waktu irigasi, lateral tetap pada satu lokasi sampai sejumlah air irigasi selesai diaplikasikan. Pompa dihentikan dan pipa lateral dilepas dari pipa utama, airnya dibuang, kemudian posisi lateral dipindahkan dengan tenaga penggerak. Lateral disambung kembali dengan pipa utama di posisi berikutnya. Sistim ini cocok digunakan di lahan datar, luas, berbentuk segi empat dengan tanaman rendah dalam barisan. Lateral dipasang melintang barisan tanaman sehingga roda penggerak ditempatkan di antara baris tanaman. Pergerakan lateral juga dapat berputar mengelilingi suatu poros dan disebut dengan sistem center pivot (Gambar 9).
Gambar 9. Sistem sprinkler center pivot
Mobile rain-gun system (MRS). Sistem ini menggunakan sprinkler putar besar yang bekerja pada tekanan tinggi mengairi areal yang luas.. Umumnya sprinkler dipasang pada alat angkut bergerak sinambung memotong lahan selama beroperasi dan disebut travellers (Gambar 10). Akhir-akhir ini menjadi sangat populer karena biaya modal per hektar relatif rendah dan kebutuhan tenaga kerja lebih kecil.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
7
Gambar 10. Traveller
Rain-guns umumnya beroperasi pada tekanan tinggi 5 – 10 bar, dengan debit 40 – 120 m3/jam. Dalam satu setting mampu mengairi areal lebar 100 m dan panjang 400 m (sekitar 4 ha). Laju aplikasi berkisar antara 5 – 35 mm/jam. Tersedia dalam dua tipe (a) Hose-pull system, dan (b) Hose-reel system. Hose-pull system (HPS) Mesin hose-pull mempunyai rain-gun yang dipasang pada alat angkut beroda. Air dipasok melalui slang feksibel (flexible hose) dengan panjang sampai 200 m dan diameter 50 – 100 mm. Pada tipikal tata-letak HPS pipa utama dipasang melintas pusat lahan dari stasiun pompa (Gambar 11). Suatu jalur sepanjang 400 m dapat diairi pada satu setting meskipun panjang slang feksibel hanya 200 m. Rain-gun carrieage diposisikan pada kondisi start dari jalur pertama. Slang fleksibel (FH) diletakkan sepanjang jalur gerak (travel line) dan disambung ke rain gun dan valve coupler pada pipa utama. Suatu kabel baja pelurus pada sprinkler carriage ditarik sampai ujung terjauh lapangan dan dipantek kuat ke tanah. Valve coupler perlahan dibuka memulai irigasi. Rain-gun carriage ditarik baik oleh “water motor” dengan tenaga dari aliran air menggunakan piston atau turbin, atau menggunakan motor bakar.
Gambar 11. Tipikal tata letak HPS
Sistim lateral fleksibel (flexible lateral system) Teknik lainnya adalah apa yang disebut dengan sistim lateral fleksibel (flexible lateral system) dimana lateral dapat digulung oleh suatu drum pada akhir irigasi (Gambar12). Sprinkler putar disambungkan ke lateral pada jarak tertentu dengan rangka khusus (sfecial frame). Sprinkler ini berbaring pada waktu lateral digulung, tapi akan berdiri tegak (pop up) secara vertikal jika pipa lateral sedang beroperasi.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
8
Gambar 12. Fleksible lateral
Solid-set atau Sistim Permanen Jika jumlah lateral dan sprinkler cukup meliput seluruh lahan, sehingga tak diperlukan peralatan untuk berpindah, maka sistim tersebut disebut sebagai solid-set system (Gambar 13). Untuk tanaman semusim, pipa dan sprinkler dipasang setelah tanam dan tetap di tempat selama musim pertumbuhan dan irigasi. Sesudah panen perlengkapan dibongkar dan disimpan di gudang peralatan untuk digunakan pada musim berikutnya
Gambar 13. Sistem solid/permanen
Jika mengairi tanaman tahunan seperti buah-buahan, maka jaringan pipa dan sprinkler seringkali tetap di tempat dari musim ke musim. Dalam kasus ini sistim tesebut disebut sebagai sistim permanen. Umumnya pada sistim permanen jaringan perpipaan ditanam di bawah tanah untuk menghindari kerusakan dari kendaraan pertanian yang lewat, atau dipasang permanen di atas tanaman. Umumnya pada sistim solid atau permanen hanya sebagian dari sistim bekerja secara simultan. Hal ini tergantung pada ukuran pipa dan jumlah air tersedia. Debit aliran disalurkan dari satu blok ke blok lainnya melalui hidran atau katup. Pada kondisi khusus misalnya untuk pencegahan kabut beku (frost) diperlukan operasi simultan di seluruh lahan. Sistim solid atau permanen ini memerlukan tenaga kerja jauh lebih sedikit daripada sistim bergerak dan juga memerlukan tenaga trampil lebih sedikit. Akan tetapi investasi awalnya lebih besar karena jumlah pipa, sprinkler, dan perlengkapannya akan lebih banyak. Jadi sistim ini hanya cocok untuk daerah yang tenaga kerjanya langka dan mahal. Sistim Semi-Permanen
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
9
Beberapa sistim baru dkembangkan akhir-akhir ini untuk memperoleh keuntungan keduanya baik dari sistim berpindah maupun sistim solid-set. Rancangan diarahkan untuk mendapatkan suatu kombinasi baik biaya investasi rendah maupun tenaga buruh yang diperlukan juga rendah. Sistim ini disebut sebagai Semi-Permanen yang terdiri dari (a) Sprinkler-hop system, (b) Pipe-grid system, (c) Hose-pull system dan (d) Hose move system Sprinkler-hop system Sistim ini dalam beberapa hal menyerupai sistim berpindah (portable), tetapi sprinkler ditempatkan pada posisi selang-seling sepanjang lateral (Gambar 14). Jika sejumlah air irigasi sudah diaplikasikan maka sprinkler dilepas dan dipindah-geserkan atau hopped 2 sepanjang lateral ke posisi berikutnya dengan perioda (lama) irigasi yang sama. Perpindahan ini dikerjakan tanpa menghentikan aliran di lateral. Setiap penyambungan sprinkler digunakan katup khusus yang otomatis menutup jika sprinkler dicabut. Lateral kemudian dipindahkan ke posisi berikutnya, selanjutnya proses penggeseran (hopping) diulang kembali. Sistim ini menggunakan air dengan laju aplikasi rendah sehingga pipa dan pompa berukuran kecil. Umumnya setiap hari hanya satu kali pindah lateral dan satu kali pindah sprinkler.
Gambar 14. Sprinkler-hop system
Pipe-grid systems
2
Hop: berpindah tempat ke samping dengan menggeser posisi kaki (kamus webster)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
10
Sistim ini dalam beberapa aspek hampir sama dengan solid-set system. Pipa lateral diameter kecil sekitar 25 mm digunakan supaya biaya investasi rendah. Pipa lateral dipasang di seluruh lahan dan tetap berada di lokasi selama periode irigasi, sehingga perpindahan pipa lateral antar irigasi dapat dihindarkan. Dua buah sprinkler disambung ke masing-masing lateral. Jika jumlah air irigasi sudah cukup diaplikasikan, maka masing-masing sprinkler dilepas dan dipindahkan sepanjang lateral ke posisi berikutnya. Prosedur ini diulang sampai seluruh lahan terairi. Sprinkler kemudian dipasang lagi pada posisi awal untuk memulai periode irigasi berikutnya. Sprinkler disambung ke lateral menggunakan katup (valves) seperti yang digunakan pada hop-system. Sistim ini mengairi pada laju aplikasi rendah dengan periode lama, seringkali malam hari juga beroperasi. Seperti pada “hop” system perpindahan sprinkler dapat diatur sesuai dengan aktivitas budidaya tanaman lainnya. Suatu tipikal sistim ini beroperasi setiap hari paling tidak dua buah sprinkler berpindah pada setiap lateral. Satu sprinkler berpindah pada siang hari dan yang lainnya pada malam hari (Gambar 15).
Gambar 15. Pipe-grid systems
Sistim tarik-slang (Hose-pull systems) Sistim ini awalnya diciptakan untuk mengairi tanaman di bawah pohon (under-tree) pada perkebunan jeruk, tetapi sekarang banyak digunakan untuk tanaman buah-buahan lainnya dan untuk tanaman dalam barisan. Pipa utama dan lateral dipasang permanen baik di permukaan atau di bawah permukaan tanah. Slang plastik berdiameter kecil digunakan untuk memasok air dari lateral ke satu atau dua buah sprinkler putar. Panjang slang biasanya dibatasi sampai 50 m, mengingat kehilangan energi gesekan yang besar jika slang plastik terlalu panjang. Selama irigasi, dua buah sprinkler diletakkan antara dua baris pohon pada posisi 1-1 dan tetap di situ sepanjang hari. Pada hari berikutnya sprinkler tersebut ditarik ke posisi 2-2, dan seterusnya sampai irigasi selesai (Gambar 16). Penggunaan slang plastik seperti ini dapat mengurangi jumlah lateral permanen, selain itu juga memungkinkan fleksibilitas yang tinggi pada waktu irigasi. Sprinkler dapat dipindahkan ke dekat pohon yang masih muda untuk mencegah pembasahan yang tak perlu di lahan. Meskipun sistim ini relatif lebih kecil biayanya daripada sistim permanen, biasanya masalah akan muncul dengan slang plastik. Slang plastik mudah rusak oleh peralatan mesin pertanian dan jika ditangani secara kasar, selain itu juga cepat rusak jika kena sinar matahari secara terus menerus.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
11
Hose move system Sistem lain yang juga menggunakan lateral fleksible adalah sistem hose-move sprinkler. Sistem ini merupakan gabungan dari sistem perpindahan manual, sistem semi permanen dan sistem permanen. Pada sistem ini, sprinkler, yang biasanya dari jenis tekanan rendah sampai sedang, dipasang di atas kaki tiga dan disambungkan ke pipa utama menggunakan slang fleksibel berdiameter 20 – 25 mm dan panjang sampai 30 m. Sprinkler dapat dipindah-pindahkan sepanjang posisi lateral (Gambar 17).
Gambar 16. Sistim tarik-slang (Hose-pull systems)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
Gambar 17. sistem hose-move sprinkler
Teknik Irigasi dan Drainase
12
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
13
3. Komponen irigasi curah Umumnya komponen irigasi curah terdiri dari: (a) pompa dengan tenaga penggerak sebagai sumber tekanan, (b) pipa utama, (c) pipa lateral, (d) pipa peninggi (riser), dan (e) kepala sprinkler (sprinkler head) (Gambar 18).
Gambar 18a. Komponen sistem irigasi curah dengan tenaga motor listrik
Gambar 18b. Komponen sistem irigasi curah dengan tenaga motor bakar
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
14
Tenaga penggerak Sumber tenaga penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau motor bakar (internal combustion engine) Pipa utama Pipa utama (main line) adalah pipa yang mengalirkan air dari pompa ke pipa lateral. Pipa utama dapat dibuat permanen di atas atau di bawah permukaan tanah, dapat pula berpindah (portable) dari satu lahan ke lahan yang lain... Pipa beton tidak cocok untuk tekanan tinggi. Untuk pipa utama yang berpindah, pipa biasanya terbuat dari almunium yang ringan dan dilengkapi dengan quick coupling (Gambar 19). Sedangkan untuk pipa utama yang ditanam, umumnya dipasang pada kedalaman 0,75 m di bawah permukaan tanah. Pipa utama berdiameter antara 75 – 200 mm.
Gambar 19. Pipa almunium dengan quick coupling Pipa lateral Pipa lateral adalah pipa yang mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkler. Pipa utama biasanya terbuat dari baja, beton, asbestos cement, PVC atau pipa fleksibel. Pipa lateral ini berdiameter lebih kecil dari pipa utama, umumnya lateral berdiameter 50 – 125 mm, dapat bersifat permanen atau berpindah. Pipa lateral biasanya tersedia di pasaran dengan ukuran panjang 5, 6 atau 12 meter setiap potongnya. Setiap potongan pipa dilengkapi dengan quick coupling untuk mempermudah dan mempercepat proses menyambung dan melepas pipa (Gambar 20) .
Gambar 20. (a) Pipa fleksibel, (b) Pipa kaku berpindah dengan sambungan pipa cepat (quick coupler), (c) pipa sambungan permanen
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
15
Kepala sprinkler (sprinkler head) Terdapat dua tipe kepala sprinkler untuk mendapatkan semprotan yang baik yaitu: a. Kepala sprinkler berputar (Rotating head sprinkler). Kepala sprinkler berputar mempunyai satu atau dua nozzle dengan berbagai ukuran tergantung pada debit dan diameter lingkaran basah yang diinginkan (Gambar 21). b. Pipa dengan lubang-lubang sepanjang atas dan sampingnya (sprayline) (Gambar 22).
Satu nozzle
Pop up Big gun Dua nozzle Gambar 21. Kepala sprinkler berputar
Gambar 22. Sprayline
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
16
Komponen lain: a. Saringan Saringan diperlukan bila sumber air yang digunakan untuk irigasi sprinkler berupa air permukaan. Saringan harus mampu menahan sisa-sisa tanaman, sampah, biji-biji rumput dan partikel-partikel kecil lainnya. b. Kolam Pengendapan Kolam pengendapan diperlukan untuk mengendapkan pasir dan sedimen yang terbawa oleh air yang diambil dari sungai, saluran atau sumur yang bergaram.
c.
Pompa Buster (booster pump) Pompa penguat (buster) diperlukan untuk menambah tekanan aliran bila tekanan pompa utama tidak mampu menjangkau tempat yang jauh atau lebih tinggi. d. Katup Sadap Katup sadap diperlukan untuk mengontrol tekanan pada pipa lateral bila perbedaan tekanan aliran antara pipa utama dan pipa lateral cukup besar. e. Katup Pengontrol Aliran Katup pengontrol aliran diperlukan untuk mengatur tekanan dan debit aliran dari setiap sprinkler bila tekanan sepanjang pipa lateral tidak sama. Katup ini tidak diperlukan pada petakan yang datar atau sangat landai. f. Katup Pengaman Merupakan katup untuk menghindarkan tekanan air di dalam pipa yang berlebihan. g. Tangki Injeksi Larutan pupuk dan kimia lainnya dapat diinjeksikan ke sistem sprinkler melalui tangki injeksi. Sistem injeksi yang diterapkan dapat berupa tangki tertutup atau venturi seperti Gambar 23. 4. Sprinkler berputar Sprinkler bekerja dengan cara menyemprotkan air bertekanan lewat suatu lubang kecil atau nozzle ke udara. Jet air ini selama perjalanannya akan pecah menjadi butiran air dan jatuh ke tanah atau tanaman. Sprinkler berputar horizontal dan menghasilkan pola pembasahan berbentuk lingkaran. Jarak dari sprinkler ke lingkaran terluar disebut jarak lemparan (throw) atau radius pembasahan. Tipikal sprinkler kecil akan membasahi lahan dengan diameter basah 36 m (Gambar 24). Sprinkler berputar disebabkan oleh adanya aliran jet air dan beban pegas pada lengan ayun (swing arm). Pada waktu sprinkler beroperasi, lengan ayun bergerak karena jet air dan memukul kepala sprinkler ke satu sisi, kemudian lengan ayun kembali ke posisi semula karena adanya tegangan pegas. Kecepatan putar dikendalikan oleh tegangan pegas (Gambar 25).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
17
a) Tangki tertutup
b) Venturi
Gambar 23. Sistem injeksi
Sprinkler dikatagorikan ke dalam jenis tekanan rendah, medium, dan tinggi seperti dideskripsikan dalam Tabel 1. Kriteria utama untuk pemilihan adalah: (1) laju penyiraman, sebagai fungsi dari debit, diameter basah, dan spasing; (2) keseragaman pemakaian air; (3) ukuran butiran air sebagai fungsi dari diameter nozzle dan tekanan operasional; (4) biaya
Gambar 24. Tipikal kepala sprinkler putar
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
Gambar 25. Proses putaran sprinkler dan hubungannya dengan areal pembasahan
Teknik Irigasi dan Drainase
18
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
1
Tabel 1. Klasifikasi head sprinkler berputar, karakteristik dan kesesuaiannya Tipe sprinkler Selang tekanan (kg/cm2) Debit sprinkler (lt/det) Diameter nozzle (mm) Diameter semprotan (m) Selang spasi sprinkler (segi-empat) (m) Rekomendasi Kecepatan putar sprinkler (rpm) Kesesuaian
Gravitasi, sprinkler di bawah pohon 0,7 - 1,0 0,06- 0,25 1-6
Biasanya menggunakan nozzle tunggal, digunakan di bawah pohon, keseragaman rendah
Teknik Irigasi dan Drainase
Sprinkler di bawah pohon, normal
Permanen, overhead
Overhead kecil
Tekanan rendah
Tekanan Menengah
Tekanan tinggi
1 - 2,5 0,06- 0,25 1,5 - 6
3,5 - 4,5 0,2 - 0,6 3-6 18 - 30
2,5 - 4,0 0,6 - 2,0 6 - 10 9 - 24
1,5 - 2,5 0,3 - 1,0 3-6 9 - 18
2,5 - 5,0 2 - 10 40 - 80 0,7
5 - 10 10 - 50 20 - 40 54 - 100
0,5 - 1
1
0,67 - 1
0,5 - 1
Digunakan untuk buahbuahan, spasing segi-tiga, pemakaian air rendah (1,5 - 3 mm/hari)
Umumnya digunakan untuk aplikasi rendah (3,5 - 6 mm/jam) untuk mengurangi pengaruh angin. Riser tinggi diperlukan untuk buah-buahan dan riser rendah untuk tanaman pangan
2 nozzle dapat digunakan dengan tekanan rendah daripada nozzle tunggal. Diperlukan overlap yang lebih banyak. laju pemakaian air tinggi
Biasa digunakan untuk spasi rapat, buah-buahan, nozzle tunggal, putaran rendah
0,5 Biasanya nozzle tunggal, laju pemakaian air antara 6 - 12 mm/jam, tidak sesuai untuk kondisi berangin
Digunakan pada tanaman rapat. Tidak cocok apabila berangin
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
1
Debit Kecepatan aliran dalam pipa diukur dalam satuan m/det. Sedangkan debit aliran (m3/det) merupakan luas penampang aliran (m2) dikalikan dengan kecepatan (m/det). Untuk sistim sprinkler yang kecil, angka dalam satuan ini sangat kecil sehingga seringkali digunakan satuan m3/jam. Pengukuran debit dari nozzle putar dapat dilakukan dengan cara menyambungkan nozzle dengan slang plastik dan air yang keluar ditampung dalam wadah. Waktu yang diperlukan untuk memenuhi wadah dicatat, dan volume wadah diukur, sehingga debit dapat dihitung (Gambar 26).
Gambar 26. Pengukuran debit yang keluar dari sprinkler
Laju aplikasi Laju siraman dari sekelompok sprinkler disebut laju aplikasi (application rate), dinyatakan dengan satuan mm/jam. Laju aplikasi tergantung pada ukuran nozzle, tekanan operasional, spasi antar sprinkler, dan arah serta kecepatan angin. Setiap pabrik pembuat sprinkler mempunyai informasi mengenai ini. Laju aplikasi harus lebih kecil dari laju infiltrasi tanah, sehingga limpasan (run off) dan erosi percik dapat dicegah. Tabel 2 memberikan contoh karaktersitik dari salah satu pabrik sprinkler. Tabel 2. Tipikal karakteristik sprinkler Diameter nozzle (mm) 4 5 6 8 10
Tekanan (bar) 3,0 3,0 3,0 4,0 4,5
Teknik Irigasi dan Drainase
Diameter basah (m) 29 32 35 43 48
Debit (m3/jam) 1,02 1,67 2,44 4,96 8,13
Laju aplikasi (mm/jam) untuk spasing (m) 18 x 18 3,2 5,2 7,5 15,3 25,1
18 x 24
24 x 24
3,8 5,7 11,4 18,9
4,2 8,6 14,0
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
2
Ukuran butir air Suatu sprinkler umumnya menghasilkan ukuran diameter butiran air dari 0,5 mm sampai 4,0 mm. Butiran yang lebih kecil umumnya jatuh dekat sprinkler sedangkan yang lebih besar jatuh lebih jauh. Ukuran butir yang besar dapat merugikan pada tanaman (terutama sayuran) dan menyebabkan erosi percik yang akhirnya terjadi pemadatan tanah, sedangkan ukuran butiran yang terlalu kecil akan mudah menguap sehingga banyak air terbuang dan akibatnya efisiensi irigasi menjadi rendah. Ukuran butiran yang diinginkan dapat dikendalikan dengan mengatur ukuran nozzle dan tekanan operasional (Tabel 3) Tabel 3. Suatu pegangan untuk menentukan nozzle dan tekanan pada butiran yang diinginkan Ukuran nozzle (mm) 3,0 – 4,5 4,5 – 6,0 6,0 – 19,0
Tekanan yang cocok untuk butiran (bar) 2,00 2,75 3,50
Selang tekanan yang sesuai (bar) 2,75 – 3,50 3,50 – 4,25 4,25 – 5,00
Tekanan operasi. Peformansi suatu sprinkler akan baik jika mengikuti tekanan operasi yang disarankan oleh pabrik pembuatnya. Jika tekanan operasi lebih kecil atau lebih besar dari yang direkomendasikan maka akan terjadi penyimpangan kinerja seperti pada Gambar 27. Jika tekanan terlalu rendah maka jet air tak mudah pecah sehingga sebagain besar air jatuh jauh dari sprinkler. Butiran air yang besar akan jatuh dan merusak daun tanaman serta akan memadatkan tanah. Jika tekanan terlalu besar, jet air pecah terlalu banyak menyebabkan kabut mudah menguap dan hilang ke udara, dan sebagian besar air akan jatuh dekat sprinkler. Kedua kondisi tersebut menyebabkan pola sebaran menyimpang jauh dari bentuk segi-tiga. Kondisi tekanan rendah dan tekanan tinggi dapat diperagakan dengan mudah seperti pada Gambar 28.
Gambar 27. Pengaruh tekanan operasional pada kinerja sprinkler
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
3
Gambar 28. Pengaruh tekanan pada pecahnya butiran dan jet air dari slang air
Pengukuran tekanan operasi pada waktu sistim bekerja dapat menggunakan Bourdon gauge dilengkapi dengan pilot attachment pada lubang nozzle seperti pada Gambar 29. Untuk melihat secara kasar di lapangan apakah tekanan operasional sudah memadai atau kurang dapat digunakan petunjuk seperti pada Gambar 30
Gambar 29. Pengukuran tekanan operasional di lapangan dengan Bourdon gauge
Gambar 30. Metoda kasar untuk mengevaluasi tekanan operasional sprinkler: (a) Tekanan yang tepat, (b) tekanan terlalu kecil
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
4
ditunjukkan pada Table 4. Sedangkan unjuk kerja dari sprinkler bernozle tunggal dan ganda yang menunjukkan spasi optimum sprinkler disajikan pada Tabel 5a dan Tabel 5b Tabel 4. Karakteristik manufaktur sprinkler
Tabel 5a. Spasi optimum (persegi empat) sprinkler ber nozle tunggal
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
5
Tabel 5b. Spasing optimum (persegi empat atau persegi tiga) sprinkler ber nozle ganda
Sebaran air Umumnya sebaran air terbanyak berada di dekat sprinkler dan berkurang ke arah ujung. Pola sebaran berbentuk segitiga (Gambar 31). Untuk membuat sebaran lebih seragam beberapa sprinkler diletakkan secara overlap seperti pada Gambar 32. Pada kondisi tidak ada angin, jarak spasi antar sprinkler dibuat sekitar 65% dari diameter basah.
Gambar 31. Pembasahan dan pola sebaran air dari satu sprinkler
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
6
Gambar 32. Pembasahan dan pola distribusi dari beberapa sprinkler
Besarnya keseragaman sebaran air dari sprinkler dapat diukur di lapang dengan memasang beberapa wadah penampung air dalam suatu grid dengan jarak tertentu (Gambar 33). Selama waktu operasi tertentu, jumlah air yang tertampung dalam wadah diukur volumenya dengan gelas ukur, kemudian dihitung kedalaman airnya dengan cara membagi volume air dengan luas mulut wadah. Kemudian koefisien keseragaman (uniformity coefficient) dapat dihitung. Nilai keseragaman sebaran air dinyatakan dengan suatu parameter yang disebut koefisien keseragaman (uniformity coefficient, Cu). Koefisien keseragaman (Cu) dipengaruhi oleh hubungan antara tekanan, ukuran nozzle, spasing sprinkler dan kondisi angin. Menurut Christiansen (1942), koefisien keseragaman dapat dihitung dengan persamaan /11.1/. Nilai Cu sekitar 85% dianggap cukup baik untuk irigasi curah. ∑ X i − X CU = 100 1,0 − ... /11.1/ X n : nilai rata-rata pengamatan (mm); n : jumlah total pengamatan; Xi : nilai masing-masing X pengamatan(mm).
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
7
(a)
(b)
(c)
Gambar 33. Tata-letak wadah untuk satu sprinkler (a), satu pipa lateral (b) dan diantara beberapa sprinkler (c) Contoh 11.1: Tentukan nilai CU dari suatu percobaan di lapang dimana plot segi-empat dikelilingi oleh 4 buah sprinkler. Tipe sprinkler : 4,365 x 2,381 mm nozzle, dengan tekanan 2,8 kg/cm2. Spasi: 24 m x 24 m. Angin : 3,5 km/jam, arah Selatan - Barat. Kelembaban nisbi udara : 42%. Waktu pengamatan : 1 jam. Hasil pengamatan seperti pada Gambar 34.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
8
Gambar 34. Pengukuran koefisien keseragaman
Perhitungannya adalah sebagai berikut (Tabel 6) Tabel 6. Perhitungan koefisien keseragaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hasil tampungan (cm) 8,90 7,60 6,60 7,60 9,90 10,20 8,30 9,10 9,10
m= n= CU =
8,42 18 89,3%
Nomor kaleng
Harga mutlak Deviasi (cm) 0,48 0,82 1,82 0,82 1,48 1,78 0,12 0,68 0,68
Nomor kaleng 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Rerata
Hasil tampungan (cm) 9,40 8,90 7,90 9,10 8,60 9,10 7,90 6,60 6,80 8,42 Jumlah
Harga mutlak Deviasi (cm) 0,98 0,48 0,52 0,68 0,18 0,68 0,52 1,82 1,62 16,16
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sprinkler Angin. Angin akan mempengaruhi pola sebaran (Gambar 35). Untuk mengurangi pengaruh angin jarak spasi harus diperkecil. Sebagai pegangan dapat digunakan Tabel 7. Untuk mengurangi dampak angin biasanya lateral diletakkan tegak lurus arah angin kemudian spasi antar lateral dikurangi.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
9
Tabel 7a. Pengaruh kecepatan angin terhadap spasi sprinkler Kecepatan angin (m/det) Tidak ada angin 0 - 2,5 2,5 – 5,0 > 5,0
Diameter basah (m) 32 37 42 Spasi sprinkler (m) 21 24 27 18 21 24 15 18 21 9 12 12
Tabel 7b. Spasi maksimum untuk sprinkler bertekanan rendah sampai medium Kecepatan angin (km/jam) 0 1-6 7-12 > 12
Spasi dari diameter basah Spasi sepanjang Spasi sepanjang pipa utama lateral 50 % 65 % 45 % 60 % 40 % 50 % 30 % 30 %
Gambar 35. Pengaruh angin pada kinerja sprinkler
Set time Istilah “set” adalah salah satu istilah yang sering digunakan dalam irigasi curah. Kata tersebut merujuk pada suatu areal lahan yang diari oleh sebuah atau grup sprinkler. Set-time adalah waktu yang digunakan sprinkler tersebut untuk menyelesaikan irigasi nya (pemberian sejumlah air) pada satu posisi. Set-time tergantung pada laju aplikasi dan jumlah air irigasi yang diperlukan. Sekali suatu sistim irigasi curah dibangun, perubahan jumlah air yang diperlukan hanya dapat diatur dengan merubah set-time. Tidak mungkin untuk merubah laju aplikasi karena sudah tetap sesuai dengan tipe sprinkler, sistim pipa, dan pompa yang dipasang. Setiap
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
10
usaha untuk merubah laju aplikasi penyiraman dengan cara merubah tekanan operasi akan menghasilkan sebaran air yang jelek . Contoh 11.2: Suatu sistim sprinkler digunakan pada laju aplikasi 10 mm/jam mengairi suatu areal lapangan sejumlah 90 mm. Berapa set-time? Set-time = Air irigasi yang diperlukan/Laju aplikasi = 90/10 = 9 jam Jika air irigasi yang diperlukan hanya 60 mm pada awal musim, maka set-time menjadi 60/10 = 6 jam. 1. Kebutuhan air Banyaknya air irigasi yang diberikan ditentukan berdasarkan kapasitas memegang air dari tanah yang menunjukkan jumlah air tanah tersedia serta penyerapan air oleh tanaman. Jumlah air tanah tersedia, yang merupakan selisih antara kapasitas lapang dengan titik layu permanent, untuk beberpa jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 8. Akan tetapi, air irigasi harus segera diberikan sebelum kadar air tanah mencapai titik layu permanent, yang disebut dengan defisit air dibolehkan (MAD, management allowed deficit) seperti pada Tabel 9. Tabel 8. Jumlah air tanah tersedia No
Tekstur tanah
1 2
Tekstur sangat kasar – pasir sangat kasar Tekstur kasar – pasir kasar, pasir halus dan pasir berlempung Tekstur agak kasar – lempung berpasir Tekstur sedang – lempung berpasir sangat halus, lempung dan lempung berdebu Tekstur agak halus – lempung berliat, lempung liat berdebu dan lempung liat berpasir Tekstur halus – liat berpasir, liat berdebu dan liat Gambut
3 4 5 6 7
Kapasitas menahan air Selang (mm/m) Rata-rata (mm/m) 33 – 62 42 62 – 104 83 104 – 145 125 – 192
125 167
145 – 208
183
133 – 208
192
167 - 250
208
Tabel 9. MAD MAD (%) 25 – 40 40 – 50 50 1)
Tanaman dan kedalaman akar Perakaran dangkal, tanaman sayuran dan buah-buahan bernilai tinggi Buah-buahan1), perdu, berri dan tanaman dalam baris dengan perakaran sedang Tanaman pakan, tanaman biji-bijian dan tanaman baris dengan perakaran dalam
Beberapa tanaman buah-buahan mempunyai MAD yang lebih rendah pada masa akhir pembuahan
Total air tanah tersedia bagi tanaman merupakan jumlah dari air tanah tersedia pada semua lapisan tanah tempat pertumbuhan akar. Kedalaman akar dari beberapa jenis tanaman disajikan pada Tabel 10.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
11
Kedalaman maksimum air irigasi (mm) yang diberikan per irigasi, dx, adalah: MAD Wa Z / 11.2 / 100
dx =
dimana Wa : air tanah tersedia (mm/m) dan Z : kedalaman perakaran (m). Interval antara dua pemberian air irigasi yang berturutan (f, hari) adalah: f = dn /U d
/ 11.3 /
dimana dn : kedalaman air irigasi bersih per irigasi (mm), dan Ud : kebutuhan air tanaman pada puncak kebutuhan (evapotranspirasi, Tabel 11.11) (mm/hari). Laju, lama dan interval pemberian air Laju pemberian air dengan sprinkler dipengaruhi oleh laju infiltrasi. Laju pemberian air maksimum (I, mm/jam) dihitung dengan persamaan : I=
360 × Q / 11.4 / Se × Sl
dimana Q: debit curahan sprinkler (l/det), Se: spasing sepanjang lateral (m), dan Sl: spasing antar lateral (m). Untuk beberapa jenis tanah, laju pemberian maksimum disajikan pada Tabel 11.12, sedangkan laju minimum yang disarankan adalah 3 mm/jam. Lama pemberian air (T, jam) sebaiknya tidak melebihi dari 90 % waktu yang tersedia dalam satu hari (24 jam) dan dihitung dengan rumus:
T=
d I
/ 11.5 /
dimana d : kedalaman air total yang diberikan (mm), dan I : laju pemberian (mm/jam) Interval pemberian air dihitung dengan rumus : d I i = x / 11.6 / U dimana dx: kedalaman air irigasi yang diberikan (mm), dan U : laju penggunaan air (mm/hari)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
Tabel 10. Kedalaman akar efektif beberapa jenis tanaman
.
Teknik Irigasi dan Drainase
12
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
13
Tabel 11. Kebutuhan air puncak beberapa jenis tanaman
Tabel 12. Laju pemberian air maksimum dengan sprinkler No
Tekstur dan profil tanah
1 2 3 4
Pasir kasar sampai 2 m Pasir kasar di atas tanah yang lebih padat Lempung berpasir ringan sampai 2 m Lempung berpasir ringan di atas tanah yang lebih padat Lempung berdebu sampai 2 m Lempung berdebu di atas tanah yang lebih padat Liat berat atau lempung berliat
5 6 7
Laju (cm/jam) pada kemiringan (%) 0-5 5-8 8 - 12 12 - 16 5.0 3.7 2.5 1.3 3.7 2.5 2.0 1.0 2.5 2.0 1.5 1.0 2.0 1.3 1.0 0.8 1.3 0.8
1.0 0.6
0.8 0.4
0.5 0.3
0.4
0.3
0.2
0.1
Kapasitas sistem sprinkler Kapasitas sistem sprinkler tergantung pada luas areal lahan yang akan diairi (design area), kedalaman irigasi kotor (gross) setiap pemberian air dan waktu operasional yang diijinkan untuk pemberian air tersebut.
Q = 2.78
Ad fTE
/ 11.7 /
Q: kapasitas debit pompa (lt/det); A: luas areal yang akan diairi (hektar); d: kedalaman pemakaian air neto (mm); f: jumlah hari untuk 1 kali irigasi (periode atau lama irigasi) (hari); T: jumlah jam operasi aktual per hari (jam/hari); E : efisiensi irigasi.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
14
Berdasarkan persamaan di atas perlu dicatat bahwa f dan T adalah faktor penting yang berhubungan dengan investasi modal per hektar dari perlengkapan alat. Makin besar hasil kali f dan T makin kecil kapasitas sistem (biaya). Contoh 11.5: Tentukan kapasitas sistem irigasi curah untuk mengairi 16 hektar tanaman jagung. Laju konsumsi air rencana (evapotranspirasi tanaman) = 5 mm/hari. Lengas tanah yang digantikan di daerah perakaran pada setiap irigasi = 6 cm. Efisisensi irigasi 70%. Periode (lamanya) irigasi adalah 10 hari, dengan selang irigasi 12 hari. Sistem ini dioperasikan untuk 20 jam operasi per hari. Penyelesaian : Diketahui A = 16, f = 10, T = 20, d = 6, E = 0,7 Kapasitas sistem Q = 2,78 x (A x d)/(f x T x E) = 2,78 x (16 x 60)/(10 x 20 x 0,7) = 19 lt/det. Contoh 11.6: Suatu sistem irigasi curah dirancang untuk mengairi 8 hektar sayuran di tanah bertekstur lempung berdebu (silt loam) dengan solum dalam, pada kondisi iklim cukup kering (moderate dry). Lahan bertopografi datar. Tentukan: (a) batas laju pemberian air, (b) periode (lama) irigasi, (c) kedalaman air irigasi neto setiap irigasi, (d) jumlah kedalaman air yang dipompa untuk setiap pemakaian, dan (e) kapasitas sistem yang diperlukan per hektar (cm/hari). Jika sistem ini beroperasi 15 jam/hari, tentukan kapasitas pompa (lt/detik)?. Penyelesaian : Dari Tabel 12. Batas laju pemakaian air = 1,3 cm/jam Dari Tabel 8. Kapasitas tanah menahan air = 9,5 cm/m 3 Dari Tabel 10. Kedalaman daerah perakaran = 60 cm. Jadi Total lengas tanah tersedia = 9,5 x 60/100 = 5,7 cm. Asumsikan bahwa irigasi dimulai pada keadaan tingkat deplesi 50%,4 kedalaman air irigasi neto = 5,7/2 = 2,85 cm. Asumsikan efisiensi aplikasi (Ea) = 75%, jumlah kedalaman air yang dipompa untuk 1 kali irigasi = 2,85/0,75 = 3,8 cm. Dari Tabel 11, puncak konsumsi air oleh tanaman = 5 mm/hari. Jadi lama irigasi = 2,85/0,5 = 5,7 hari, dibulatkan 6 hari. Untuk mengairi areal tersebut dalam waktu 6 hari, sistem tersebut harus mampu memompa dengan debit (3,8 x 8)/6 = 5,05 ha.cm per hari atau (5,05 x 104 x 102 x 10-1)/(1 hari x 15 jam/hari x 3600 det/jam) = 9,4 lt/det. Dapat juga dihitung dengan cara menggunakan persamaan /11.7/: Kapasitas pompa = Q = 2,78 x (A x d)/(f x T x E) = 2,78 x (8 x 28,5)/(6 x 15 x 0,75) = 9,4 lt/det. 3
Kapasitas tanah menahan air sampai kapasitas lapang = 9,5 cm per meter kedalaman tanah
4
Faktor deplesi (p) = 50% Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
5.
15
Hidrolika dalam sistem irigasi curah
Dalam sistim irigasi curah, air dipompakan dari sumbernya (sumur, sungai, atau bendungan) melalui pipa ke sprinkler, dan kemudian menyemprotkannya seseragam mungkin ke tanaman. Rancangan rinci dari sistim ini harus dikerjakan oleh seorang insinyur ahli. Tugasnya adalah memilih tipe yang sesuai dengan kondisi setempat, ukuran pompa, dan ukuran unit tenaga penggerak. Untuk mengoperasikan perlengkapan sprinkler cukup oleh teknisi yang tidak memerlukan keahlian rancangan. Akan tetapi pengetahuan tentang bagaimana air dipompa dan mengalir dalam pipa, dan bagaimana disebarkannya oleh sprinkler akan menolong teknisi atau operator irigasi curah untuk menggunakan peralatannya secara baik dan benar. Tekanan (Head) Dalam pengertian umum tekanan adalah sebagai pengukur energi yang diperlukan untuk mengoperasikan sistim sprinkler, dan secara spesifik didefinisikan sebagai gaya yang bekerja seragam pada suatu luasan tertentu dengan satuan N/m2. Seringkali dinyatakan dalam kN/m2, atau bar dimana 1 bar = 100 kN/m2 = 1 kgf/cm2 = 14,5 lbf/in2. Suatu tipikal tekanan operasional untuk sprinkler kecil adalah 3 bar. Satuan lainnya yang sering dipakai adalah psi (pound per square inch atau lbf/in2) dalam unit Imperial, dan kilogram gaya per cm2 (kgf/cm2) dalam unit Eropa. Tekanan dalam pipa dapat diukur dengan suatu alat Bourdon gauge (Gambar11.36). Di dalam alat ini terdapat suatu tabung lengkung berbentuk oval yang berusaha untuk meregang jika di bawah tekanan. Tabung ini dihubungkan dengan skala pengukur tekanan. Insinyur perencana sering menyatakan tekanan dalam satuan tinggi air (head of water) karena lebih nyaman untuk digunakan. Jika pengukur Bourdon digantikan dengan tabung vertikal, tekanan air menyebabkan air dalam tabung akan naik. Tingginya kenaikan air ini digunakan sebagai pengukur tekanan dalam pipa. Dalam SI unit: Head air (m) = 0,1 x Tekanan (kN/m2), atau Head air (m) = 10 x Tekanan (bar). Pada imperial units : Head air (ft) = 2,31 x Tekanan (psi). Hidrolika Nozel Secara umum hubungan antara tekanan atau head dengan debit sprinkler atau nozel ditunjukkan pada persamaan berikut : q = Kd P / 11.8 / q = Kd H / 11.9 / dimana : q: debit sprinkler (l/menit); Kd: koefisien debit nozel sesuai dengan peralatan yang digunakan; P: tekanan operasi sprinkler (kPa); H: head operasi sprinkler (m) Debit sprinkler juga dapat dihitung dengan rumus aliran pada orifice (Toricelli);
q = C.a 2g.h / 11.10 / q: debit nozzle (m3/det); a: luas penampang nozzle atau orifice (m2); h: head tekanan pada nozzle (m); g: gravitasi (m/det2); C: koefisien debit yang merupakan fungsi dari gesekan dan kehilangan energi kontraksi (C untuk nozzle yang baik berkisar antara 0,95 - 0,96). Atau dengan rumus q = 0,00111.C.d 2 .P 1 / 2 / 11.11 / Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
16
q: lt/det; d: (mm); P: tekanan pada nozzle dalam kPa. Catatan: 1 mm air = 9,5 Pa; 1 atm = 10,34 m. Tekanan operasi akan mempengaruhi ukuran butiran air yang keluar dari sprinkler. Tanda (dalam Pillsbury, 1968), mengajukan suatu rumus untuk menentukan Indeks pemecahan air (index of jet break up):
Pd =
h 0.4 (10q)
/ 11.12 /
Pd: indeks pemecahan air; h: head tekanan pada nozzle (m); q: debit sprinkler (lt/det). Jika
Pd < 2, kondisi ukuran jatuhan termasuk baik Pd = 4, kondisi ukuran jatuhan terbaik Pd > 4, tekanan banyak yang hilang percuma
Aliran dalam Pipa Jenis pipa dispesifikasikan dengan diameter-dalam (internal diameter) atau diameter luar tergantung pada bahannya, dan tekanan aman (safe pressure). Pipa irigasi berpindah (portable) umumnya tipis dan ringan, sehingga biasanya digunakan nominal diameter. Kehilangan tekanan dalam aliran pipa tergantung pada kekasaran pipa, debit aliran, diameter, dan panjang pipa. Kekasaran pipa akan bertambah seiring tingkat keausan dan umur dari pipa tersebut. Kehilangan energi gesekan pipa umumnya dihitung dengan rumus dari Hazen-William: v = 0,849.C.R 0, 63 .S 0,54 / 11.13 / dan
hf =
10,684.Q 1,85 L / 11.14 / C 1,85 .D 4,87
dimana: v: kecepatan rata-rata dalam pipa (m/detik); C: koefisien gesekan pipa; R: jari-jari hidrolik (m); R = D/4 untuk penampang pipa lingkaran; L: panjang pipa (m); D: diameter dalam pipa (m); S : gradien hidrolik = hf/L; hf : kehilangan head (m); Q : debit aliran (m3/detik). Sedangkan menurut Scobey (1930): Hf =
K s LQ 1,9 4,9
(4,10 x10 − 6 ) / 11.15 /
D dimana Hf: kehilangan tekanan karena gesekan (m), Ks: koefisien Scobey, L: panjang pipa (m), Q: debit pipa (lt/det) dan D: diameter dalam (mm). Nilai Ks = 0,40 untuk pipa besi dan alumunium dengan coupler; 0,42 untuk pipa galvanis dengan coupler. Nilai C pada rumus Hazen-William, tergantung pada derajat kehalusan pipa bagian dalam, jenis bahan pembuat pipa dan umur pipa (Tabel 13). Tabel 14 dan Tabel 15 dapat digunakan untuk pendugaan kehilangan energi gesekan dari berbagai jenis pipa dengan nilai C tertentu pada berbagai nilai debit aliran dan diameter pipa.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
17
Tabel 13. Kondisi pipa dan nilai C (Hazen-William) Jenis pipa Pipa besi cor, baru Pipa besi cor, tua Pipa baja, baru Pipa baja, tua Pipa dengan lapisan semen Pipa dengan lapisan asphalt Pipa PVC Pipa besi galvanis Pipa beton (baru, bersih) Pipa beton (lama) Alumunium Pipa bambu (betung, wulung, tali)
Koefisien Kehalusan “C” 130 100 120 ~ 130 80 ~ 100 130 ~ 140 130 ~ 140 140 ~ 150 110 ~ 120 120 ~ 130 105 ~ 110 135 ~ 140 70 ~ 90
Tabel 14. Kehilangan tekanan karena gesekan dari pipa alumunium
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
18
Tabel 15. Kehilangan tekanan karena gesekan dari pipa PVC
Contoh 11.7 Hitung kehilangan tekanan (head) karena gesekan pada pipa besi (baru) berdiameter 10 cm, panjang 120 m jika air mengalir dengan debit 10 liter/detik. Penyelesaian: Dari Tabel 13, C untuk pipa besi baru = 130 10,684(0,01)1,85 × L = 0,019 x 120 m = 2,3 m Menggunakan rumus /11.14/: h f = 1301,85 (0,1) 4,87 Berikut ini persamaan-persamaan yang juga biasa digunakan dalam menentukan kehilangan tekanan akibat friksi atau friction loss pada bahan plastik pipa lateral dan pipa utama sistem irigasi curah : a. Untuk pipa kecil (< 125 mm) J = 7,89 × 10 7 × (Q 1, 75 / D 4,75 ) / 11.16 / b.
Untuk pipa besar (≥ 125 mm) J = 9,58 × 10 7 × (Q 1,83 / D 4,83 ) / 11.17 / Tanpa outlet
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
19
hf = J × ( L / 100) / 11.18 / Dengan multi outlet yang berjarak seragam hf = J × F × ( L / 100) / 11.19 / Untuk sambungan hl = Kr × 8,26 × 10 4 × (Q 2 / D 4 ) / 11.20 / dimana : J: gradien kehilangan head (m/100 m), hf: kehilangan head akibat gesekan (m), hl: kehilangan head akibat adanya katup dan sambungan (m), Q: debit sistem (l/det), D: diameter dalam pipa (mm), F: koefesien reduksi (Tabel 16), Kr: koefesien resistansi (Tabel 17), L: panjang pipa (m). Kehilangan head akibat gesekan untuk pipa PVC dapat juga ditentukan dengan menggunakan nomogram pada Gambar 36.
Gambar 36. Nomogram Head Loss untuk Pipa PVC
Tabel 16. Koefesien Reduksi (F) untuk Pipa Multi Outlet Jumlah Outlet 1 2 3 4 5 6 7
F Ujung1) 1,00 0,64 0,54 0,49 0,46 0,44 0,43
Tengah2) 1,00 0,52 0,44 0,41 0,40 0,39 0,38
1) Sprinkler pertama berjarak 1 interval dari pipa utama 2) Sprinkler pertama berjarak 1/2 interval dari pipa utama
Teknik Irigasi dan Drainase
Jumlah Outlet 8 9 10 - 11 12 - 15 16 - 20 21 - 30 ≥ 30
F Ujung1) 0,42 0,41 0,40 0,39 0,38 0,37 0,36
Tengah2) 0,38 0,37 0,37 0,37 0,36 0,36 0,36
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
20
Tabel 17. Koefisien resistansi, Kr, untuk pipa plastik dan alumunium
Untuk memperoleh penyiraman yang seragam sepanjang lateral, diameter dan panjang pipa serta penempatannya ditentukan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan variasi debit yang tidak melebihi 10%. Distribusi debit yang ditentukan berdasarkan distribusi tekanan dijelaskan dengan persamaan berikut : Pin x − Pend x ∆Q= × 100 / 11.21 / Pe x dimana : ∆Q: perbedaan debit sprinkler sepanjang lateral (%), Pin: tekanan pada inlet/pangkal lateral (m), Pend: tekanan pada outlet/ujung lateral (m), Pe: tekanan rata-rata pada sprinkler (m), x: eksponen debit sprinkler. Kehilangan tekanan pada debit tertentu akan lebih besar terjadi pada diameter pipa yang lebih kecil. Kehilangan tekanan akan naik secara cepat dengan bertambahnya debit aliran, khususnya pada dimeter pipa kecil. Kehilangan tekanan bertambah secara linier dengan bertambah panjangnya pipa, jika panjang pipa menjadi dua kali maka kehilangan tekanan juga menjadi dua kali. Diameter pipa ditentukan berdasarkan kehilangan tekanan yang diijinkan, yaitu diameter yang memberikan kehilangan tekanan lebih kecil pada debit aliran yang diinginan. Sebagai pegangan kasar untuk menentukan diameter pipa pada berbagai debit dan panjang pipa dapat digunakan Tabel 17 yang didasarkan pada kecepatan aliran dalam pipa lebih kecil dari 1,5 m/det.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
21
Tabel 17. Pedoman untuk menentukan diameter pipa Debit (m3/jam) 5 10 25 50 60 70 80
Panjang pipa (m) < 250 250 - 500 > 500 Diameter pipa (mm) 50 50 75 75 75 75 100 100 100 125 150 100 125 150 125 150 150
Kehilangan head pada sub unit (∆Ps) dibatasi tidak lebih dari 20% dari tekanan operasi ratarata sistem. Kehilangan head (hf) pada lateral harus lebih kecil atau sama dengan ∆Hl, demikian juga halnya pada manifold (pembagi) kehilangan headnya (hf) harus lebih kecil atau sama dengan ∆Hm. Kehilangan tekanan karena gesekan di pipa utama maksimum sebesar 0.41 m/10 m. Tekanan inlet lateral yang tertinggi diambil sebagai outlet manifold pada sub unit. ∆Ps
= 20% x Ha
../11.22/
∆Hl
= 0,55 ∆Ps ± Z lateral
../11.23/
∆Hm = 0,45 ∆Ps ± Z manifold
../11.24/
dimana : ∆Ps: kehilangan head yang diijinkan pada sub-unit (m), ∆Hl: kehilangan head yang diijinkan pada lateral (m), Ha: tekanan operasi rata-rata sprinkler (m), ∆Hm: kehilangan head yang diijinkan pada manifold (m), Z lateral: perbedaan elevasi sepanjang lateral (m), Z manifold: perbedaan elevasi sepanjang manifold (m), -: elevasi menurun, +: elevasi menaik Tekanan operasi rata-rata (Ha, m) : Ha = Ho + 0,25 Hf + 0,4 He
../11.25/
dimana : Ho: tekanan operasi di nozzle terjauh (m), Hf: kehilangan tekanan karena gesekan (m), dan He: perbedaan ketinggian maksimum antara pangkal dan ujung lateral (m). Tekanan pada pangkal lateral (Hn, m): Hn = Ha + 0,75 Hf ± 0,6He + Hr
../11.26/
dimana : Hr: tinggi pipa riser (m). Nilai He akan positif apabila lateral terletak menaik lereng dan negatif apabila menuruni lereng Tekanan yang diperlukan pada pemompaan Tekanan yang diperlukan pada sisitim sprinkler dengan pemompaan harus mempertimbangkan: (a) Tekanan yang disarankan pada sprinkler, (b) Kehilangan tekanan di pipa utama dan lateral, (c) Perubahan elevasi lahan. Kesalahan yang sering terjadi pada instalasi sistim sprinkler adalah pipa yang digunakan terlalu kecil. Hal ini sering kali dilakukan karena pipa diameter kecil lebih murah daripada diameter besar.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
22
Gambar 38. Tekanan pemompaan yang diperlukan pada sistim sprinkler
Besarnya tekanan total dari sistem irigasi curah (total dinamic head,TDH) dihitung dengan persamaan : TDH = SH + E + Hf1 + Hm + Hf2 + + Hv + Ha + Hs
/11.27/
dimana : SH: beda elevasi sumber air dengan pompa (m), E: beda elevasi pompa dengan lahan tertinggi (m), Hf1: kehilangan head akibat gesekan sepanjang pipa penyaluran dan distribusi (m), Hm: kehilangan head pada sambungan-sambungan dan katup (m), Hf2: kehilangan head pada sub unit (m), besarnya 20 % dari Ha; Hv: Velocity head (m), umumnya sebesar 0,3 m; Ha: tekanan operasi rata-rata sprinkler (m); Hs: head untuk faktor keamanan (m), besarnya 20 % dari total kehilangan head Atau dengan persamaan: Ht = Hn + Hm + Hj + Hs
.. /11.28/
dimana: Ht: total tekanan rencana yang diperlukan pompa untuk bekerja=TDH (m); Hn: maksimum tekanan yang diperlukan pada pipa utama untuk menggerakan sprinkler pada lateral dengan tekanan operasional tertentu, termasuk tinggi raiser (m); Hm: maksimum energi hilang karena gesekan pada pipa utama, tinggi hisap dan NPSH (net positive suction head) pompa (m); Hj: beda elevasi antara pompa dengan titik sambung lateral dengan pipa utama (m); Hs: beda elevasi antara pompa dengan muka air sesudah drawdown (m). Besarnya tenaga yang diperlukan untuk pemompaan air tergantung pada debit pemompaan, total head, dan efisiensi pemompaan yang secara matematis ditunjukkan pada persamaan berikut :
BHP = dimana : Teknik Irigasi dan Drainase
Q × TDH C × Ep
/ 11.29 /
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
23
BHP: tenaga penggerak (kW), Q: debit pemompaan (l/detik), TDH: total dynamic head (m), C: faktor konversi sebesar 102,0, Ep: efisiensi pemompaan Palu air (water hammer) Palu air adalah fenomena hidrolik dimana kenaikan tekanan dalam pipa akan terjadi jika aliran dalam pipa berhenti seketika. Jika kenaikan tekanan tersebut melebihi tekanan kerja normal (normal working pressure), maka kemungkinan pipa akan pecah. Pemberhentian seketika akan terjadi pada waktu (a) memulai dan menghentikan mesin, (b) menutup katup pada pipa atau hidrant, (c) roda kendaraan melindas pipa fleksibel, (d) penyumbatan seketika pada pipa atau nozzle sprinkler karena sedimen dalam air. Dampak negatif palu air dapat dihindari dengan cara: (a) kecepatan aliran di pipa utama tidak melebihi 2 m/det, (b) memulai dan mengahiri pemompaan secara perlahan, (c) menutup katup atau hidran secara perlahan, (d) membuat jembatan pipa pada lokasi pipa fleksibel yang dilalui kendaraan (Gambar 39), (e) mencegah penyumbatan dengan cara penyaringan air irigasi dari sumbernya.
Gambar 39. Jembatan pipa digunakan untuk kendaraan yang melewati pipa
Penggunaan Pupuk Larutan pupuk disimpan dalam suatu tangki dan dihubungkan dengan pipa lateral melalui suatu venturi untuk mendapatkan perbedaan tekanan, sehingga larutan pupuk dapat mengalir bersama dengan air irigasi. Larutan pupuk dapat pula dihubungkan melalui pipa isap dari pompa. Sistim ini lebih sederhana tetapi harus hati-hati dalam pemakaiannya karena dapat merusak baling-baling (impeller) pompa menjadi mudah karatan. Kuantitas pupuk yang diinjeksikan dihitung berdasarkan persamaan: WF =
D s × Dl × N s × W f 10000
/ 11.30 /
WF: jumlah pupuk untuk setiap pemakaian (kg); Ds : jarak antar sprinkler (m); Dl : jarak antar lateral (m); Ns : jumlah sprinkler; Wf : dosis pupuk yang direkomendasikan (kg/ha) Contoh 11.8 : Setiap lateral mempunyai 12 sprinkler dengan jarak antar sprinkler 14 meter. Jarak antar lateral 20 meter. Tentukan jumlah pupuk yang digunakan setiap penyiraman apabila dosis yang direkomendasikan 80 kg/ha.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
24
WF = (12 x 20 x 14 x 80)/10.000 = 26,9 kg. 6.
Rancang Bangun Irigasi Curah
Untuk merancang bangun suatu sistem irigasi curah, disarankan untuk mengikuti prosedur sebagai berikut: 1. Kumpulkan informasi/data mengenai tanah, topografi, sumber air, sumber tenaga, jenis tanaman yang akan di tanam dan rencana jadwal tanam 2. Penentuan kebutuhan air irigasi : a. Prediksi jumlah atau kedalaman air irigasi yang diperlukan pada setiap pemberian air b. Tentukan kebutuhan air irigasi: puncak, harian, musiman atau tahunan c. Tentukan frekuensi atau interval irigasi d. Tentukan kapasitas sistem yang diperlukan e. Tentukan laju pemberian air yang optimal 3. Desain sistem : a. Tentukan spasing, debit, ukuran nozle dan tekanan operasi dari sprinkler pada kondisi laju pemberian air yang optimal serta jumlah sprinkler yang dioperasikan secara bersamaan b. Desain tata-letak dari sistem yang terbaik yang memenuhi (a) c. Bila diperlukan lakukan penyesuaian (adjusment) dari (2) dan (3a) d. Tentukan ukuran (diameter) dan tekanan pipa lateral e. Tentukan ukuran (diameter) dan tekanan pipa utama 4. Penentuan pompa : a. Tentukan total tenaga dinamik (TDH) yang diperlukan b. Tentukan pompa yang sesuai dengan debit dan TDH yang diperlukan Contoh 11.9: Tentukan rancang bangun sistim irigasi sprinkler berpindah untuk lahan seluas 16,2 ha. Laju pemberian maksimum = 15 mm/jam, laju pemberian 58 mm selama 8,1 hari atau seluas 2 ha per hari. Kecepatan angin = 6,7 km/jam, Ha = 276 kPa, Hj = 1,0 m, He = 0,6 m, Hs = 5,0 m, Hr = 0,8 m, NPSH = 2,0 m, Sl = 12 m dan Sm = 18 m. Variasi tekanan di lateral yang diijinkan = 20 % dari tekanan rata-rata. Sumur terletak di tengah lahan. Penyelesaian: Tata letak dari sprinkler, lateral dan pipa utama adalah seperti Gambar 40 berikut.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
25
Gambar 40. Tata letak sistim sprinkler
Asumsi bahwa sprinkler pertama berjarak 12 m dari pipa utama, maka jumlah sprinkler per lateral = (201.2 – 12)/12 = 15,8 , dibulatkan menjadi 16 buah Asumsi bahwa lateral pertama berjarak 12 m dari sisi, maka jumlah lateral = (402,5 – 12)/18 = 21,7 , dibulatkan menjadi 22 buah. (1) Jumlah lateral yang beroperasi per hari : (2,0 ha x 10000 m2/ha)/(16 x 12 m x 18 m) = 5,8 , dibulatkan menjadi 6 buah lateral Untuk menekan jumlah lateral yang dipindahkan, maka dapat dipilih 2 buah lateral yang beroperasi bersamaan dan dipindahkan 3 kali per hari. (2) Sprinkler : Debit per sprinkler Q = (12 m x 18 m x 15 mm/hr x 10000 cm2/m2)/(10 mm/cm x 100 cm3/lt x 3600 det/jam) = 0,9 lt/det Debit per lateral = 16 x 0.9 = 14,4 lt/det Debit per operasi = kapasitas sistem = 2 x 14,4 = 28,8 lt/det Dari Tabel 11.4, dengan Ha= 276 kPa dan debit 0,9 lt/det, sprinkler yang sesuai adalah yang berukuran 6,35 mm x 3, 97 mm dengan diameter pembahasan 31 m. Kecepatan angin 6 km/jam : diameter pembasahan sprinkler sepanjang lateral = 12/0,45 = 27 m diameter pembahasan sprinkler antar lateral = 18/0,69 = 30 m Keduanya < 31 m, maka sprinkler dapat digunakan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
26
(3) Pipa lateral dan utama Kehilangan tekanan di lateral yang diijinkan = 0,20 x 276 = 55,2 kPa = 55,2/9,8 = 5,6 m Kehilangan tekanan karena gesekan saja = 5,6 – He = 5,6 – 0,6 = 5,0 m Kehilangan tekanan di pipa utama yang diijinkan = 0,41/10 x 189 = 7,7 m Dengan persamaan /11.15/ hitung kehilangan tekanan pada pipa lateral (192 m) dan pipa utama (189 m) untuk pipa 76,2 mm, 101,6 mm dan 127,0 mm. Nilai F untuk 16 sprinkler = 0,38 Diameter (mm) 76,2 101,6 127,0
Kehilangan tekanan karena gesekan (m) Lateral Hf x F Utama 13,5 35,0 3,2 8,2 1,0 2,7
Dipilih pipa lateral yang berdiameter 101,6 mm (3,2 m < 5,0 m) dan pipa utama yang berdiameter 127,0 mm (2,7 < 7,7) (4) Tekanan yang diperlukan pada pangkal lateral terjauh Hn = (276/9,8) + 0,75(3,2) + 0,6(0,6) + 0,8 = 31,8 m (5) Kapasitas pompa Ht = 31,8 + 2,0 + 2,7 + 1,0 + 5,0 = 42,5 m Pertanyaan : 1. Sebutkan kelebihan dan kelemahan irigasi curah 2. Bagaimana caranya menghitung uniformity dan efisiensi pada irigasi curah 3. Jelaskan mengapa secara teoritis penerapan irigasi curah cenderung lebih efisien dibanding irigasi permukaan 4. Jelaskan persyaratan hidrolika pipa pada desain irigasi curah untuk memperoleh uniformity yang tinggi 5. Jelaskan mengapa ada keterkaitan yang erat antara desain irigasi curah dan rencana pengoperasian jaringan 6. Sebutkan komponen utama irigasi curah serta fungsi-fungsinya 7. Jelaskan kriteria penerapan irigasi curah dilihat dari aspek agroklimat dan lahan/tanah 8. Buatlah rencana operasi jaringan irigasi curah (waktu dan jumlah pemberian air irigasi) pada soal di atas, apabila diketahui waktu operasi yang tersedia adalah 12 jam/hari, dan kebutuhan air tanaman selama masa pertumbuhan adalah sebagai berikut:
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR
27
Umur tanaman Kedalaman Kebutuhan air (bulan) Perakaran tanaman (mm/hari) (m) 1-3 0,3 2,36 3-5 0,6 4,13 5-8 0,9 5,90 8-10 1,2 4,4 10-12 1,2 2,95 Daftar Pustaka 1. Keller, J dan R.D. Bliesner. 1990. Sprinkle and Trickle Irrigation. AVI Book. New York. USA 2. Phocaides, A. 2000. Technical Handbook on Pressurized Irrigation Techniques. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome, Italy. 3. Kay, Melvyn, 1983. Sprinkler Irrigation: Equipment and Practices. Batsford Acad emic and Educational, London. UK 4. Michael, A.M., 1978. Irrigation: Theory and Practice. Vikas Publ. Ltd. New Delhi 5. Prastowo dan Liyantono. 2002. Prosedur Rancangan Irigasi Curah. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fateta IPB. 6. Schwab, G.O., R.K. Frevert, T.W. Edminster, K.K. Barnes, 1981. Soil and Water Conservation Engineering. John Wiley & Sons, New York, USA. 7. Jensen, M.E. 1980. Desain and Operation of Farm Irrigation System.ASAE. Michigan. USA
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
1
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu menerangkan tentang pengertian dan komponen irigasi tetes, uniformity dan efisiensi irigasi tetes. Merancang irigasi tetes
Bahan Ajar 1. Pengantar Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran tanaman.Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari). Gambar 1 berikut memperlihatkan tanaman anggur dan tanaman pisang yang diberi air menurut irigasi tetes.
(A)
(B)
Gambar 1. Penerapan irigasi tetes pada tanaman anggur (A) dan tanaman pisang (B)
Irigasi tetes dapat diterapkan pada daerah-daerah dimana: a. Air tersedia sangat terbatas atau sangat mahal b. Tanah berpasir, berbatu atau sukar didatarkan c. Tanaman dengan nilai ekonomis tinggi Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an. Irigasi tetes mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metoda irigasi lainnya, yaitu: a. Meningkatkan nilai guna air Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
b.
c.
d.
e.
f.
2
Secara umum, air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit dibandingkan dengan metode lainnya. Penghematan air dapat terjadi karena pemberian air yang bersifat local dan jumlah yang sedikit sehingga akan menekan evaporasi, aliran permukaan dan perkolasi. Transpirasi dari gulma juga diperkecil karena daerah yang dibasahi hanya terbatas disekitar tanaman. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil Fluktuasi kelembaban tanah yang tinggi dapat dihindari dengan irigasi tetes ini dan kelembaban tanah dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian Pemberian pupuk atau bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air irigasi, sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih sedikit, frekuensi pemberian lebih tinggi dan distribusinya hanya di sekitar daerah perakaran. Menekan resiko penumpukan garam Pemberian air yang terus menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam dari daerah perakaran. Menekan pertumbuhan gulma Pemerian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman, sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan. Menghemat tenaga kerja Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis, sehingga tenaga kerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Penghematan tenaga kerja pada pekerjaan pemupukan, pemberantasan hama dan penyiangan juga dapat dikurangi.
Sedangkan Kelemahan atau kekurangan dari metode irigasi tetes adalah sebagai berikut: a. Memerlukan perawatan yang intensif Penyumbatan pada penetes merupakan masalah yang sering terjadi pada irigasi tetes, karena akan mempengaruhi debit dan keseragaman pemberian air. Untuk itu diperlukan perawatan yang intesif dari jaringan irigasi tetes agar resiko penyumbatan dapat diperkecil. b. Penumpukan garam Bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dan pada derah yang kering, resiko penumpukan garam menjadi tinggi. c. Membatasi pertumbuhan tanaman Pemberian air yang terbatas pada irigasi tetes menimbulkan resiko kekurangan air bila perhitungan kebutuhan air kurang cermat. d. Keterbatasan biaya dan teknik Sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang tinggi dalam pembangunannya. Selain itu, diperlukan teknik yang tinggi untuk merancang, mengoperasikan dan memeliharanya. 2. Metoda Pemberian Air Pada Irigasi Tetes Pemberian air irigasi pada irigasi tetes meliputi beberapa metoda pemberian, yaitu sebagai berikut: a. Irigasi tetes (drip irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dalam bentuk tetesan yang hampir terus menerus di permukaan tanah sekitar daerah perakaran dengan menggunakan emitter. Debit pemberian sangat rendah, biasanya kurang dari 12l/jam untuk point source emitter atau kurang dari 12l/jam per m untuk line source emitter.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
3
b. Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation). Pada metoda ini air irigasi diberikan menggunakan emitter di bawah permukaan tanah. Debit pemberian pada metoda irigasi ini sama dengan yang dilakukan pada irigasi tetes. c. Bubbler irrigation. Pada metoda ini air irigasi diberikan ke permukaan tanah seperti aliran kecil menggunakan pipa kecil (small tube) dengan debit sampai dengan 225 l/jam. Untuk mengontrol aliran permukaan (run off) dan erosi, seringkali dikombinasikan dengan cara penggenangan (basin) dan alur (furrow) d. Irigasi percik (spray irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dengan menggunakan penyemprot kecil (micro sprinkler) ke permukaan tanah. Debit pemberian irigasi percik sampai dengan 115 l/jam. Pada metoda ini, kehilangan air karena evaporasi lebih besar dibandingkan dengan metoda irigasi tetes lainnya. Irigasi tetes juga dapat dibedakan berdasarkan jenis cucuran air menjadi (Gambar 2): (a) Air merembes sepanjang pipa lateral (viaflo) (b) Air menetes atau memancar melalui alat aplikasi yang di pasang pada pipa lateral (c) Air menetes atau memancar melalui lubang-lubang pada pipa lateral
(1)
(2)
(3)
Gambar 2. Viaflo (1), alat aplikasi yang dipasang pada lateral (2) dan pipa berlubang (3)
a. Komponen Irigasi Tetes Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa pembagi, pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Terdapat berbagai variasi tata-letak (layout) irigasi tetes seperti pada Gambar 4. 1. Unit utama (head unit) Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama dan komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup). Gambar 2.3 komponen unit utama dari suatu sistem irigasi tetes. 2. Pipa utama (main line) Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchlorida (PVC), galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7.5–25 cm. Pipa utama dapat dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
4
Gambar 3. Komponen irigasi tetes
3. Pipa pembagi (sub-main, manifold) Pipa pembagi dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80-100 μm), katup selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan berdiameter antara 50 – 75 mm. Penyambungan pipa pembagi–pipa utama dapat dibuat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. 4. Pipa Lateral Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi, umumnya dari pipa polyethylene (PE) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, berdiameter 8 – 20 mm dan dilengkapi dengan katup pembuang. Penyambungan pipa lateral–pipa pembagi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pada Gambar 8. 5. Alat aplikasi (applicator, emission device) Alat aplikasi terdiri dari penetes (emitter), pipa kecil (small tube, bubbler) dan penyemprot kecil (micro sprinkler) yang dipasang pada pipa lateral, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9, Gambar 10 dan Gambar 11. Alat aplikasi terbuat dari berbagai bahan seperti PVC, PE, keramik, kuningan dan sebagainya. Alat aplikasi yang baik harus mempunyai karakteristik : 1. Debit yang rendah dan konstan 2. Toleransi yang tinggi terhadap tekanan operasi 3. Tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu 4. Umur pemakaian cukup lama
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
Gambar 4. Berbagai variasi tata-letak sistem irigasi tetes
Gambar 5. Unit utama
Teknik Irigasi dan Drainase
5
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
Gambar 6. Penyambungan pipa pembagi – pipa utama
Gambar 7. Pipa polyethylene (PE)
Gambar 8. Berbagai cara penyambungan pipa lateral – pipa pembagi
Teknik Irigasi dan Drainase
6
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
Gambar 9. Berbagai jenis emitter
Gambar 10. Bubbler
Gambar 11. Penyemprot kecil (micro sprinkler)
Teknik Irigasi dan Drainase
7
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
8
b. Kebutuhan Air Pada Irigasi Tetes Sistem irigasi tetes umumnya didesain dan dioperasikan untuk memberikan air irigasi dengan debit yang rendah dan kerap serta membasahi sebagian dari permukaan tanah. Tanah Yang Terbasahkan Pergerakan air arah horizontal pada irigasi tetes sangat terbatas. Pada tanah berpasir, walaupun pergerakan arah vertikal masih terus berlangsung, pergerakan air arah horizontal akan mencapai suatu jarak maksimum tertentu. Umumnya daerah yang terbasahkan menyerupai bola lampu (bulb) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12. Area terbasahkan dari irigasi tetes dengan volume tertentu tetapi diberikan dengan debit pemberian yang berbeda adalah hampir serupa seperti yang ditunjukkan oleh Roth (1974) seperti Gambar 13.
Gambar 12. Profil terbasahkan irigasi tetes
Gambar 13. Area terbasahkan dengan volume yang sama (12 gal)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
9
Luas daerah terbasahkan oleh sebuah emitter sepanjang bidang horizontal pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah disebut dengan luasan terbasahkan (wetted area, Aw). Nilai Aw tergantung kepada laju dan volume pemberian air, serta textur, struktur, kemiringan dan lapisan-lapisan tanah. Persamaan empiris untuk menghitung kedalaman dan diameter terbasahkan adalah sebagai berikut:
z = K 1 (V w )
0.63 ⎛
K ⎜⎜ s ⎝ q
⎞ ⎟⎟ ⎠
0.45
.. /1/; dan w = K 2 (V w )
0.22 ⎛
K ⎜⎜ s ⎝ q
⎞ ⎟⎟ ⎠
−0.17
... /2/
dimana z : kedalaman terbasahkan, m, w : diameter terbasahkan, m, K1 : koefisien (29.2), Vw : volume pemberian air, l, Ks : konduktivitas jenuh, m/det dan K2 : koefisien (0.031). Tabel 1 memberikan nilai perkiraan Aw dari emitter standar 4 l/jam pada berbagai kedalaman dan tekstur tanah. Luas terbasahkan pada Tabel 3.1 tersebut berdasarkan kepada bidang persegiempat. Sisi terpanjang merupakan diameter terbasahkan maksimum yang diharapkan (w), dan sisi terpendek merupakan 80 % dari diameter terbasahkan maksimum yang diharapkan (Se’). Tabel 1. Perkiraan nilai Aw dari emitter dengan debit 4 l/jam Kedalaman dan tekstur Kedalaman 0.75 m - Kasar - Sedang - Halus Kedalaman 1.5 m - Kasar - Sedang - Halus
Ekuivalen luas terbasahkan (mxm) Tanah homogen Tanah semi-berlapis Tanah berlapis 0.4 x 0.5 0.7 x 0.9 0.9 x 1.1
0.6 x 0.8 1.0 x 1.2 1.2 x 1.5
0.9 x 1.1 1.2 x 1.5 1.5 x 1.8
0.6 x 0.8 1.0 x 1.2 1.2 x 1.5
1.1 x 1.4 1.7 x 2.1 1.6 x 2.0
1.4 x 1.8 2.2 x 2.7 2.0 x 2.4
Parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat pembasahan adalah persentase terbasahkan (Pw, wetted percentage), yaitu merupakan nisbah antara luas areal yang terbasahkan (pada kedalaman 15 – 30 cm) dengan luas bayangan tajuk tanaman pada siang hari. Persentase terbasahkan dipengaruhi oleh debit dan volume pemberian air dari setiap alat aplikasi, spasi alat aplikasi dan jenis tanah. Nilai Pw secara umum berkisar antara 1/3 (33 %) sampai 2/3 (67 %). Pw untuk daerah yang menerima banyak hujan dan tanah bertekstur sedang sampai berat dapat lebih kecil dari 33 %. Pw untuk tanaman yang ditanam renggang diusahakan dibawah 67 % agar daerah antara tanaman cukup kering dan memudahkan perawatan tanaman. Pw dapat mendekati 100 % untuk tanaman yang ditanam rapat dengan spasi lateral kurang dari 1.8 m. Gambar 14 menunjukkan pengaruh tata letak alat aplikasi dengan nilai Pw pada tanaman individual. Nilai Pw dapat dihitung seperti berikut: a. Untuk sistem lateral tunggal dan lurus:
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
Pw =
N p Se w S p Sr
10
100
/3/
dimana : Pw : persentase luas tanah yang terbasahkan sepanjang bidang horizontal 30 cm dibawah permukaan tanah (%), Np : jumlah emitter per tanaman, Se : spasi emitter (m atau ft), Sp : spasi tanaman (m atau ft), Sr : spasi barisan tanaman (m atau ft). Jika Se > Se’ (yaitu merupakan spasi emitter optimum yang besarnya 80 % dari perkiraan diameter terbasahkan, Aw) b. Untuk sistem lateral ganda:
Pw =
N p S e ' ( S e '+ w) / 2 S p Sr
100
/4/
dimana w adalah lebar terbasahkan yang sama dengan diameter lingkaran terbasahkan pada emitter tunggal. Jika Se < Se’, maka Se’ pada persamaan di atas diganti dengan Se c. Untuk spray emitter:
Pw =
N p [ As + ( S e ' xPS ) / 2] S p Sr
100
/5/
dimana As : luas permukaan tanah yang terbasahkan oleh sprayer, m2 atau ft2 dan PS : keliling area terbasahkan, m atau ft. Jumlah emitter per tanaman tergantung kepada spasi tanaman dan tingkat area terbasahkan. Tabel 2 dapat digunakan sebagai pedoman kasar untuk menentukan spasi emitter. Tabel 2. Spasi emitter yang disarankan Debit emitter (l/jam) 4 8 Spasi yang disarankan (m x m) 0.4 x 0.4 0.8 x 0.8 1.2 x 1.2 0.8 x 0.8 1.2 x 1.2 1.6 x 1.6 1.2 x 1.2 1.6 x 1.6 2.0 x 2.0
Tanah
2
Ringan Menengah Berat
Kebutuhan Air Irigasi Tetes Pada irigasi tetes, evaporasi ditekan sekecil mungkin, sehingga secara praktis, kebutuhan air tanaman hanya berupa transpirasi. Transpirasi harian pada periode puncak ditentukan dengan persamaan:
[
Td = U d 0.1( Pd ) 0.5
]
/6/
dimana Td : transpirasi harian pada periode puncak (mm/hari), Ud : kebutuhan air harian rata-rata pada bulan puncak dan pertumbuhan tanaman maksimum dengan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
11
canopy sempurna (mm/hari), dan Pd : persentase dari penutupan permukaan tanah oleh bayangan canopy pada siang hari (%). Pada saat canopy tanaman sangat sedikit, Pd sama dengan 1 % atau lebih besar dan Td minimum > 0.1 Ud. Bila canopy semakin meningkat, maka nilai Td akan mendekati nilai Ud, sehingga pada saat Pd = 100 %, maka Td = Ud. Tanaman buahbuahan yang matang umumnya mempunyai nilai Pd maksimum = 80 %. Untuk satu musim, transpirasi tanaman akan menjadi :
[
Ts = U 0.1( Pd ) 0.5
]
/7/
Kebutuhan air irigasi bersih maksimum per pemberian (aplikasi) adalah sama dengan MAD (management allowed deficit) dan dihitung dengan persamaan:
dx =
MAD Pw Wa Z 100 100
/8/
dimana dx : jumlah air irigasi maksimum per aplikasi (mm), Wa : air tersedia di dalam tanah (mm/m) dan Z : kedalaman perakaran (m). Kebutuhan air irigasi bersih per aplikasi, dn dihitung dengan persamaan:
d n = Td f '
/9/ dan f x =
dx Td
/10/
dimana f’ : interval irigasi (hari), fx : interval irigasi maksimum (hari). Penentuan nilai f’ haruslah menghasilkan dn ≤ dx. Sedangkan jika f’ = 1 maka dn = Td. Kebutuhan air irigasi keseluruhan (gross) per aplikasi haruslah meliputi kehilangan air karena perkolasi yang tak dapat dihindarkan. Akan tetapi perkolasi yang berguna untuk pencucian (leaching) pada daerah arid tidak termasuk kedalam kehilangan air, yang besarnya dihitung dengan :
LR =
Ln LN EC w EC w = = = (d n + Ln ) ( Dn + LN ) EC dw 2(max ECe )
/11/
dimana LR : nisbah keperluan pencucian yang berupa nisbah antara kedalaman air untuk pencucian dengan kedalaman air irigasi yang dibutuhkan (ET dan pencucian), dn : kedalaman air irigasi bersih per aplikasi (mm), Dn : kebutuhan air irigasi bersih musiman atau tahunan (mm), Ln : kebutuhan air untuk pencucian per aplikasi (mm), LN : kebutuhan air irigasi musiman atau tahunan (mm), ECw : konduktivitas elektrik air irigasi (dS/m), ECdw : konduktivitas elektrik air perkolasi (dS/m) dan max ECe : konduktivitas elektrik maksimum dimana produksi turun menjadi nol (dS/m). Pada periode puncak, diperlukan tambahan kebutuhan air karena adanya perkolasi yang tak dapat dihindarkan dan dinyatakan dengan nisbah transmisi (kedalaman air irigasi keseluruhan yang dibutuhkan untuk memenuhi transpirasi dibagi dengan
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
12
transpirasi). Nisbah transmisi pada periode puncak (Tr) dan musiman (TR) dijelaskan pada Tabel 3 dan Tabel 5
Gambar 14. Tata letak alat aplikasi dan nilai Pw
Nilai TR yang besar pada zona iklim basah juga mencakup kesulitan penjadwalan irigasi karena hujan. Kebutuhan air keseluruhan ini mencerminkan efisiensi dari sistem irigasi tetes tersebut. Untuk selama satu musim disebut dengan efisiensi musiman (Es) dan dhitung dengan: - Bila perkolasi musiman sama atau lebih kecil daripada kebutuhan pencucian (TR ≤ 1.0/(1.0-LRt) :
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
E s = EU
13 /12/
- Bila perkolasi musiman lebih besar daripada kebutuhan pencucian (TR > 1.0/(1.0LRt) :
Es =
EU TR (1.0 − LRt )
/13/
Tabel 3. Nilai Tr pada berbagai kedalaman perakaran dan tekstur tanah Kedalaman perakaran
Sangat kasar 1.20 1.10 1.05
- Dangkal : < 0.8 m - Menengah : 0.8 – 1.5 m - Dalam : > 1.5 m
Tekstur tanah Kasar Menengah 1.10 1.05 1.05 1.00 1.00 1.00
Halus 1.00 1.00 1.00
Kedalaman air irigasi keseluruhan per irigasi (dg) dan per musim (Dg) dalam mm menjadi:
100d nTr .../14/ dan EU 100 DnTR ... /15/ Dg = EU 100d n dg = ... /16/ dan EU (1.0 − LRt ) 100 Dn Dg = ... /17/ EU (1.0 − LRt )
dg =
- Untuk Tr ≥ 0.9/(1.0-LRt) :
- Untuk Tr < 0.9/(1.0-LRt) :
Volume air irigasi (l) keseluruhan per tanaman per hari, G, adalah:
G=
dg f'
S p Sr
/18/
sedangkan volume air irigasi keseluruhan dalam satu musim (Vs) dalam ha-m dihitung dengan:
Vs =
Dg A K
/19/
dimana A : luas tanaman, ha dan K : konstanta (=1000)
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
14
Tabel 4. Nilai ECe beberapa jenis tanaman
Tabel 5. Nilai TR.pada berbagai kedalaman perakaran dan tekstur tanah Zona iklim dan kedalaman perakaran Kering - < 0.8 m - 0.8 – 1.5 m - > 1.5 m Basah - < 0.8 m - 0.8 – 1.5 m - > 1.5 m
Sangat kasar
Tekstur tanah Kasar Menengah
Halus
1.15 1.10 1.05
1.10 1.10 1.05
1.05 1.05 1.00
1.05 1.05 1.00
1.35 1.25 1.20
1.25 1.20 1.10
1.15 1.10 1.05
1.10 1.05 1.00
c. Emitter Tipe Emitter Tipe emitter yang utama antara lain adalah long path, short orifice, vortex, pressure compensating dan porous pipe. Skema dari beberapa tipe emitter tersebut
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
15
ditunjukkan pada Gambar 15. Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat dibedakan menjadi (Gambar 16) : a. On-line emitter. On-line emitter di pasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral b. In-line emitter. In-line emitter di pasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral. Emitter juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya (Gambar 17), yaitu: a. Point source emitter. Point source emitter di pasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar. Point source emitter dapat dipasang dengan pengeluaran (outlet) tunggal, ganda maupun multi. b. Line source emitter. Line source emitter dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa berlubang juga dimasukkan pada katagori ini. Emitter berpengeluaran tunggal dapat untuk mengairi areal yang sempit atau di pasang disekitar tanaman yang lebih besar seperti emitter berpengeluaran ganda atau multi. Emitter berpengeluaran ganda umumnya digunakan untuk tanaman perdu dan emitter berpengeluaran multi untuk tanaman buah-buahan. Tanaman dalam baris seperti sayuran lebih sesuai menggunakan line source emitter. Debit Emitter Debit emitter dihitung dengan persamaan : a. Untuk orifice emitter :
q = 3.6 AC 0 (2 gH )
1
2
/20/
dimana q : debit emitter, l/jam, A : luas penampang orifice, mm2, Co : koefisien orifice (0.6), H : tekanan, m, dan g : percepatan gravitasi, 9.81 m/det2. b. Untuk long path emitter :
q = 113.8 A(2 gHD / fL )
1
2
/21/
dimana D : diameter dalam, mm, L : panjang pipa, m dan f : faktor gesekan (Darcy-Weisbach). Secara empiris debit aliran dari kebanyakan emitter dinyatakan dengan persamaan :
q = KH x
/22/
dimana : q : debit emitter, l/jam, K : koefisien debit, H : tekanan operasi pada emitter, m dan x : eksponen debit. Nilai k dan x dapat ditentukan dengan mengetahui 2 nilai debit (q1 dan q2) yang dihasilkan dari 2 tekanan (H1 dan H2) yang berbeda. Nilai dihitung dengan:
x=
Teknik Irigasi dan Drainase
log(q1 / q 2 ) log( H 1 / H 2 )
/23/
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
16
kemudian nilai K dihitung dengan menggunakan persamaan /24/. Umumnya, nilai x = 0.5 untuk emitter dengan aliran turbulen (orifice dan nozzle emitter dan sprayer), x = 0 untuk fully compensating emitter, x = 0.7 – 0.8 untuk long path emitter, x = 0.4 untuk vortex emitter dan x = 0.5 – 0.7 untuk tortuous path emitter.
Gambar 15.Skema beberapa tipe emitter: (a) orifice emitter, (b) orifice-vortex emitter, (c) emitter using flexible orifice in series, (d) continuous flow principle for multiple flexible orifice, (e) ball and slotted seat, (f) long-path emitter small tube, (g) longpath emitter, (h) compensating long-path emitter, (i) long-path multiple outlet emitter, (j) groove and flop short-path emitter, (k) groove and disc short-path emitter (l) twin wall emitter lateral
Variasi Debit Emitter Emitter yang baik haruslah menghasilkan debit yang sama pada tekanan operasi yang sama. Akan tetapi, setiap emitter tidak dapat dibuat persis sama. Tingkat variasi debit emitter ini dinyatakan dengan koefisien variasi pabrikasi emitter (coefficient of manufacturing for the emitter), v , yaitu: Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
(q1 + q 2 + ..... + q n − nq a ) /( n − 1) 2
v=
17
2
2
2
qa
/25/
dimana q1, q2 … qn : debit setiap emitter, l/jam, n : jumlah emitter (≥ 50 buah) dan qa : debit emitter rata-rata, l/jam.. Nilai v yang disarankan diklasifikasikan seperti pada Tabel 6 berikut.
(a)
(b)
Gambar 16. In line emitter (a) dan on line emitter (b)
Tabel 6. Klasifikasi v yang disarankan Tipe emitter Point source
v < 0.05 0.05 – 0.10 0.10 – 0.15 > 0.15 < 0.10 0.10 – 0.12 > 0.2
Line source
Klasifikasi Baik Menengah Kurang Tidak baik Baik Menengah Kurang hingga tidak baik
Pada penggunaan emitter yang lebih dari satu untuk setiap tanaman, diterapkan system coefficient of manufacturing variation, vs, yaitu :
vs =
v
/26/
Np
dimana Np : jumlah emitter per tanaman. Keseragaman Emisi Keseragaman pemberian air dari setiap emitter pada keseluruhan sistem irigasi tetes dinyatakan dengan Keseragaman Emisi (Emission Uniformity, EU) yang dihitung menggunakan persamaan :
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
qn ' ; atau qa q 1.27 EU = 100(1.0 − v) min qa Np EU = 100
18
/27/ /28/
dimana qn’ : debit rata-rata dari 25 % debit terendah (l/jam), qa : debit rata-rata dari keseluruhan emitter (l/jam), dan qmin : debit minimum terendah (l/jam). Keseragaman emisi (EU) yang disarankan oleh ASAE seperti yang disajikan pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan Tipe emitter Point source pada tanaman permanen a Point source pada tanaman permanen atau semi permanen b Line source pada tanaman tahunan dalam baris
Topografi Seragam c Bergelombang d Seragam Bergelombang Seragam Bergelombang
EU untuk daerah kering (%) 90 – 95 85 - 90 85 – 90 80 - 90 80 – 90 70 - 85
a
spasing > 4 m spasing < 2 m c kemiringan < 2 % d kemiringan > 2 % b
Untuk daerah basah (humid) nilai EU lebih rendah hingga 10 % Penentuan Debit Dan Tekanan Operasi Untuk menentukan debit emitter rata-rata (qa), terlebih dahulu tentukan suatu debit emitter tertentu qa (l/jam), kemudian dihitung lama pemberian air Ta (jam/hari) dengan persamaan:
Ta =
G N p qa
/29/
Maximum lama pemberian air per hari haruslah < 90 % dari waktu tersedia (24 jam) yaitu kurang dari 21.6 jam/hari. Selain itu, sistem haruslah dioperasikan srcara hampir terus-menerus setidaknya 12 jam/hari. Jika sistem dibagi menjadi beberapa unit stasiun operasi (Ns), maka lama pemberian air untuk setiap unit menjadi 21.6/Ns jam. Dengan konsep ini, jumlah unit stasiun operasi yang diperlukan dapat ditentukan dan kemudian di tentukan nilai Ta dimana 12 jam/hari < Ta < 21.6 jam/hari. Pengambilan keputusan penentuan qa dan Ta adalah sebagai berikut : a) Jika Ta ≈ 21.6 jam/hari, gunakan satu stasiun operasi, Ns = 1, pilih Ta ≤ 21.6 jam/hari, dan sesuaikan besar qa b) Jika Ta ≈ 10.8 jam/hari, gunakan Ns = 2, pilih Ta ≤ 10.8 jam/hari, dan sesuaikan besar qa
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
19
c) Jika 12 < Ta < 18 jam/hari, untuk mendapatkan Ta ≈ 90 %, pilih emitter lain atau jumlah emitter per tanaman yang berbeda. Hal ini akan mengurangi biaya investasi.
Gambar 17. Point dan line source emitter
Tekanan emitter rata-rata (Ha) yang memberikan debit yang telah ditentukan (qa) dapat menggunakan spesifikasi dasar dari emitter yang berupa hubungan antara debit (q) dengan tekanan (H). Ha dihitung dengan :
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
20 1/ x
⎛q ⎞ H a = H ⎜⎜ a ⎟⎟ ⎝ q ⎠
/30/
d. Pipa Lateral Pipa lateral mengalirkan air dari pipa utama dan pipa pembagi ke alat aplikasi. Pipa lateral didesain untuk dapat memberikan variasi debit dari alat aplikasi sepanjang pipa pada tingkat yang dapat diterima. Faktor utama yang menyebabkan variasi debit dari alat aplikasi sepanjang pipa lateral adalah perbedaan tekanan operasi sepanjang pipa karena gesekan, kehilangan minor dan perbedaan elevasi. Umumnya pipa lateral mempunyai diameter yang konstant. Penggunaan beberapa diameter pipa (semakin mengecil ke arah ujung lateral) dapat menekan biaya investasi, akan tetapi penggunaan lebih dari 2 diameter pipa menjadi tidak praktis. Banyak sistem mempunyai sepasang pipa lateral, yang memanjang kearah yang berlawanan dari pipa pembagi. Pada lahan dengan kemiringan searah pipa lateral < 3 %, kedua pipa lateral dapat mempunyai panjang yang sama, karena tekanan operasi dikedua ujung pipa lateral relatif sama. Pada lahan dengan kemiringan searah pipa lateral yang besar, pipa lateral menaik (upslope) akan lebih pendek sari pada pipa lateral menurun (downslope). Hidrolika Pipa Lateral Kehilangan tekanan karena gesekan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Hazen-William :
h f = 0.628 LD −4.871 (100Q / C )1.852
/31/
dimana hf : kehilangan tekanan, m, L : panjang pipa, m, D : diameter pipa, mm, Q : debit aliran, l/jam, dan C : koefisien (130 – 150). Kehilangan tekanan karena gesekan pada pipa plastik halus dengan diameter kurang dari 125 mm disederhanakan menjadi :
J=
100h f L
=K
Q1.75 D 4.75
/32/
dimana J : gradien kehilangan tekanan, m/100 m, hf : kehilangan tekanan karena gesekan, m, K : konstanta (7.89 x 107), Q : debit aliran, l/det, L : panjang pipa, m, dan D : diameter dalam pipa, m. Pemasangan emitter pada pipa lateral menyebabkan tambahan kehilangan tekanan dan dihitung dengan :
J '= j
Se + f e Se
/33/
dimana J’ : gradien kehilangan tekanan ekivalen dari pipa lateral dengan emitter, m/100 m, Se : spasi emitter, m, fe : kehilangan tekanan karena pemasangan emitter dan dinyatakan dengan panjang lateral, m. Nilai J dari pipa polyethylene disajikan pada Tabel 8 dan nilai fe ditentukan menggunakan Gambar 18 .
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
21
Kehilangan tekanan pipa lateral dengan pengeluaran (outlet) yang dipasang pada spasi tertentu (hf) dan debit yang sama dari setiap pengeluaran ditentukan dengan:
h f = J ' FL / 100
/34/
dimana F : koefisien reduksi. Karena pipa lateral selalu mempunyai pengeluaran lebih dari 15, maka F = 0.36. Kehilangan tekanan pada titik-titik tertentu sepanjang lateral ditentukan dengan :
⎡x⎤ h fx = h f ⎢ ⎥ ⎣L⎦
2.75
/35/
dimana hfx : kehilangan tekanan dari titik x sampai ujung pipa (m), x : jarak antara titik x dengan ujung pipa (m), L : panjang pipa lateral (m). Keller dan Karmelli (1975) menyatakan bahwa kehilangan tekanan di pipa lateral umumnya sebesar 55 % dari kehilangan tekanan total. Debit pipa lateral rata-rata (Ql) dalam l/menit adalah:
Ql =
Nq a L qa = 60 S e 60
/36/
dimana N : jumlah emitter sepanjang pipa lateral Debit emitter rata-rata dan tekanan operasi rata-rata pada pipa lateral sama dengan debit emitter rata-rata dan tekanan operasi rata-rata pada sub unit (qa dan Ha). Akan tetapi tekanan operasi minimum pada ujung pipa lateral (Hn’) lebih besar dari pada tekanan operasi minimum pada sub unit (Hn). Variasi Tekanan Operasi Pada pipa lateral, pipa pembagi dan sub unit, tekanan operasi tidak sama pada setiap titik. Gambar 19 memperlihatkan distribusi debit secara skematik pada suatu sub unit irigasi tetes. Tekanan operasi pada sub unit tersebut berada pada Hn sampai Hm, yang akan menghasilkan debit dari qn sampai qm. Ha merupakan tekanan rata-rata yang memberikan debit emitter rata-rata. Minimum debit emitter (qn) yang memberikan EU yang sesuai, ditentukan dengan persamaan EU berdasarkan qa yang telah ditentukan. Kemudian hitung tekanan minimal (Hn). Beda tekanan (ΔHs) rencana yang dibolehkan adalah :
ΔH s = 2.5( H a − H n )
Teknik Irigasi dan Drainase
/37/
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
Tabel 8. Nilai J dalam m/100 m pipa polyethylene
Teknik Irigasi dan Drainase
22
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
23
Gambar 18. Kurva hubungan diameter dalam pipa dengan kehilangan tekanan karena emitter
Untuk mendapatkan keseragaman emisi (EU) yang sesuai, tekanan operasi harus antara Hn dan (Hn + ΔHs). Jika ΔHs yang didapat terlalu kecil untuk mengatasi gesekan dan perbedaan elevasi, dapat ditempuh beberapa cara, yaitu : - Ganti emitter dengan nilai x, ν atau keduanya yang lebih kecil - Naikkan jumlah emitter per tanaman - Gunakan emitter lain atau ubah sistem agar diperoleh Ha yang lebih besar Tekanan di pangkal pipa lateral (Hl) dalam m menjadi :
H l = H a + kh f + 0.5ΔEl
/38/
dimana k : konstanta (0.75 untuk pipa dengan diameter konstant dan 0.63 untuk pipa dengan dua diameter yang berbeda) dan ΔEl : beda elevasi antara pangkal dan ujung pipa lateral, m. Kehilangan tekanan total pada pipa lateral (ΔHl) menjadi :
ΔH l = h f + ΔEl = H l − H n ' + ΔEl
Teknik Irigasi dan Drainase
/39/
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
24
Gambar 19. Distribusi tekanan pada sub unit
Pemeriksaan Pipa Lateral Wu (1977) mengembangkan nomogram untuk memeriksa pipa lateral apakah sangat sesuai, sesuai, atau tidak sesuai dengan yang direncanakan seperti Gambar 20. Untuk memeriksa pipa lateral tersebut diperlukan data panjang pipa, tekanan operasi, kehilangan tekanan dan kemiringan lahan.
Gambar 20. Nomogram pipa lateral
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
25
e. Pipa Pembagi (Manifold) Pipa pembagi juga merupakan pipa dengan pengeluaran banyak seperti pipa lateral. Pipa pembagi dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau empat ukuran pipa. Penggunaan beberapa ukuran pipa dilakukan untuk menekan biaya investasi dan mengendalikan variasi tekanan. Kecepatan aliran di pipa pembagi dibatasi sampai sekitar 2 m/detik. Pipa pembagi dapat dipasang kedua arah (pipa pembagi ganda) atau hanya kesatu arah (pipa pembagi tunggal) dari pipa utama. Karakteristik Pipa Pembagi 1. Variasi tekanan yang diijinkan Variasi tekanan yang diijinkan mengikuti persamaan :
(ΔH m ) a = ΔH s − ΔH l
/40/ dimana (ΔHm)a : variasi tekanan yang diijinkan, m, ΔHs : variasi tekanan subunit yang diijinkan, m, dan ΔHl : variasi tekanan sepanjang pipa lateral, m. 2. Panjang pipa Panjang pipa pembagi tunggal : L = ( N r − 0.5) S r /41/ Panjang pipa pembagi ganda : L p = ( N r − 1) S r
/42/
Dimana L : panjang pipa pembagi tunggal (m), Lp : panjang pipa pembagi ganda (m), Nr : jumlah lateral pada pipa pembagi, dan Sr : spasi lateral (m). 3. Lokasi pipa utama Pemasukan (intake) dari pipa pembagi ganda diletakkan pada pipa pembagi yang mengarah ke atas (uphill) yang mempunyai tekanan minimum. Untuk pipa pembagi dengan satu ukuran, lokasi pemasukan, Y=x/Lp, merupakan titik tengah dari pipa yang mengarah ke atas dan ke bawah. Sedangkan untuk pipa pembagi dengan beberapa ukuran, lokasi pemasukan ditentukan dengan kurva pada Gambar 21.
(ΔH m ) a + YΔE (ΔH m ) a − (1 − Y )ΔE = Y (1 − Y ) ΔE 2Y − 1 = (ΔH m ) a 2Y (1 − Y )
/43/
/44/
dimana Y : lokasi pemasukan terbaik, x/Lp, dan ΔE : perbedaan elevasi mutlak diantara kedua ujung pipa, m 4. Tekanan pemasukan Tekanan pemasukan untuk subunit persegiempat :
H m = H l + kh f + 0.5ΔEl = H l + ΔH m−l
/45/
dimana Hm : tekanan pemasukan pipa pembagi (m), Hl : tekanan rata-rata pemasukan pipa letaral (m), ΔHm-l : jumlah perbedaan tekanan pemasukan pipa utama dengan tekanan pemasukan rata-rata pipa lateral (m), k : 0.75 untuk pipa pembagi dengan satu ukuran, 0.63 untuk dua ukuran dan 0.5 untuk tiga atau lebih
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
26
ukuran, hf : kehilangan tekanan pada pipa pembagi karena gesekan (m), dan ΔEl : perbedaan elevasi ujung pipa pembagi (+ bila menaik dan – bila menurun) (m).
Gambar 21. Kurva untuk menentukan lokasi pemasukan
Kehilangan Tekanan Kehilangan tekanan karena gesekan, hf, untuk pipa PVC dapat ditentukan dengan menggunakan kurva seperti pada Gambar 22 atau menggunakan persamaan HazenWilliam (persamaan 31) hf juga dapat ditentukan dengan persamaan :
h f = JFL / 100
/46/
dimana J : gradien kehilangan tekanan (Tabel 9) (m/100 m), F : faktor reduksi (Tabel 10) dan L : panjang pipa pembagi.
Gambar 22. Kehilangan tekanan pipa PVC
Untuk sub unit yang tdak persegi empat, kehilangan tekanan pada pipa pembagi ditentukan dengan terlebih dahulu menghitung faktor bentuk, Sf, dengan :
S f = (Ql ) c /(Ql ) a
/47/
dimana (Ql)c : debit yang masuk ke pipa laeral paling ujung (l/det), dan (Ql)a : ratarata debit yang masuk ke pipa lateral sepanjang pipa pembagi (l/det). Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
27
Kehilangan tekanan dihitung dengan :
h f = JFs FL / 100
/48/
dimana Fs : faktor penyesuai (Gambar 23). Secara umum, kehilangan tekanan di pipa pembagi sebesar 45 % dari kehilangan tekanan total (Keller dan Karmeli, 1975). Tabel 9. Gradien kehilangan tekanan pipa PVC
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
28
Tabel 10. Faktor reduksi
Variasi Tekanan Variasi tekanan pada pipa pembagi, ΔHm, untuk pipa yang mendatar atau menaik (s ≥ 0):
ΔH m = h f + s (L / 100)
/49/
dan untuk pipa pembagi yang menurun (s < 0) atau ΔE < hf :
0.36 ⎞ L ⎤ ⎡ ⎛ ΔH m = h f + ⎢ s ⎜ 1 . 0 − ⎟ n ⎠ 100 ⎥⎦ ⎣ ⎝
/50/
dimana s : kemiringan pipa pembagi (+ untuk pipa yang menaik dan – untuk pipa yang menurun), dan n : jumlah ukuran pipa yang digunakan.
Gambar 23. Faktor penyesuai
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
29
Kurva Hubungan Ukuran Pipa-Debit-Kemiringan Atau Nisbah Panjang Dengan Tekanan Wu dan Gitlin (1974, 1975) mengembangkan dua buah kurva hubungan antara ukuran pipa pembagi dengan debit total dan kemiringan pipa (Gambar 24) dan antara ukuran pipa pembagi dengan debit total dan nisbah antara panjang pipa dengan tekanan operasi (Gambar 25). Gambar 24. Kurva hubungan ukuran pipa pembagi-debitkemiringan
Gambar 25. Kurva hubungan ukuran pipa pembagidebit-nisbah panjang dengan tekanan
f. Pipa Utama Pada sistem irigasi tetes, umumnya pengendalian debit dan tekanan dilakukan di pemasukan pipa pembagi. Karena itu, kehilangan tekanan di pipa utama tidak akan mempengaruhi keseragaman dari sistem, terutama sistem irigasi tetes yang sederhana dengan satu atau dua sub unit. Penentuan pipa utama berdasarkan pertimbangan ekonomi (biaya) saja, baik biaya untuk memberi tekanan pada al;iran aitr maupun biaya untuk investasi pipa.
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
30
Kehilangan tekanan karena gesekan pada pipa utama ditentukan dengan menggunakan persamaan Hazen-William (persamaan 31) berdasarkan debit total yang dibutuhkan. Pada sistem dengan beberapa sub unit (pipa pembagi), total debit pada pipa utama akan berkurang dari satu penggal pipa utama ke penggal pipa berikutnya. Wu (1975) mengembangkan sebuah nomogram hubungan antara ukuran pipa utama dengan kemiringan garis energi dan debit seperti Gambar 26.
Gambar 26. Nomogram hubungan ukuran pipakemiringan garis enersi dan debit
g. Desain Irigasi Tetes Desain suatu sistem irigasi tetes adalah merupakan integrasi dari komponenkomponen (emitter, katup, filter, pipa dsb.) menjadi satu susunan sistem, yang mampu memasok air kepada tanaman sesuai dengan kebutuhan, pada kondisi tanah, air dan peralatan yang terbatas. Beberapa faktor ekonomi seperti kesesuaian, investasi awal, tenaga kerja, menjadi kendala bagi desain. Data yang diperlukan untuk desain irigasi tetes meliputi data air dan lahan, data tanah dan tanaman serta data emitter. Data tersebut direkap dalam bentuk tabel data seperti Tabel 11. Untuk mendapatkan desain hidrolika dari jaringan, dilakukan serangkaian perhitungan seperti penentuan spasi emitter, debit emitter rata-rata, tekanan emitter rata-rata, variasi tekanan yang diijinkan dan lama operasi. Perhitungan-perhitungan tersebut seringkali dilakukan secara coba dan salah (trial and error) dan hasilnya direkap pada tabel faktor desain seperti Tabel 12. Tekanan Dinamik Total (Tdh, Total Dynamic Head) Tekanan dinamik total (TDH) merupakan tekanan pada titik pemasukan sistem dan merupakan total tekanan yang dibutuhkan untuk : a) Mengangkat air b) Kehilangan tekanan pada sistem pemasok c) Kehilangan tekanan untuk pengendalian sistem (filter, pengukur debit, injektor, dll) d) Tekanan yang dibutuhkan pada pemasukan pipa pembagi e) Tekanan yang dibutuhkan untuk mengatasi gesekan dan perbedaan elevasi antara unit utama dengan pipa pembagi f) Kehilangan tekanan di sub unit (filter, regulator tekanan, dll) g) Faktor keamanan kehilangan tekanan karena gesekan, umumnya sebesar 10 % dari total kehilangan tekanan h) Tekanan yang dibutuhkan untuk mengatasi penurunan kualitas emitter Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
31
Tabel 11. Data untuk desain I. PEKERJAAN II. LAHAN DAN AIR (a) Jumlah petak (b) Luas lahan – ha
A
(c ) Hujan efektif – mm
Rn
(d) Air tanah tersisa - mm
Ms
(e) Suplai air – l/det (f) Water storage - ha - m (g) Kualitas air – dS/m (mmhos/cm)
ECw & SAR
(h) Kelas kualitas air
III. TANAH DAN TANAMAN (a) Tekstur tanah (b) Air tersedia- mm/m
Wa
(c ) Ketebalan tanah – m (d) Soil limitations (e) Defisit diizinkan - %
MAD
(f) Tanaman (g) Jarak tanam - m x m
Sp x Sr
(h) Kedalaman perakaran - m
Z
(i) Persentase area tertutupi - %
Pd
(i) ET rata-rata- mm/hari
Ud
(k) Kebutuhan air musiman
U
(l) Rasio kebutuhan pencucian (leaching)
LRt
IV. PENETES (a) Tipe (b) Outlet per emiter (c ) Head tekanan - kPa [m]
P [H]
(d) Debit @ H - l/jam
q
(e) Eksponen debit
x
(f) Koefisien peubah
v
(g) Koefisien debit
Kd
(h) Nilai loss karena sambungan & belokan- m f e
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
32
Tabel 12. Faktor desain I. PEKERJAAN II. RANCANGAN PENDAHULUAN (a) Tata letak penetes (b) Jarak emiter - m x m
Se x Sl
(c ) Jumlah emiter per tanaman
Np
(d) Persentase area terbasahi - %
Pw
(e) Kedalaman maksimum netto – mm
dx
(f) Rata-rata transpirasi maksimum - mm/hari
Td
(g) Interval maksimum – hari
fx
(h) Frekuensi irigasi – hari
f’
(i) Kedalaman netto per irigasi - mm
dn
(j) Asumsi keseragaman - %
EU
(k) Kedalaman gross irigasi - mm
d
(l) Kebutuhan air gross per tanaman – l/hari
G
(m) Waktu irigasi – jam
Tg
III. RANCANGAN AKHIR (a) Waktu irigasi – jam (b) Interval irigasi– hari
Tg *
f’
(c ) Kedalaman gross per irigasi - mm
d
(d) Debit emiter rata-rata - l/jam
aa
(e) Tekanan emiter rata-rata - m
Ha
(f) Variasi head emiter diizinkan - m (g) Jarak emiter - m x m
∆Hs Se x
Sl
(h) Persentase area terbasahi - %
Pw
(i) Jumlah stasiun
Ns
(j) Kapasitas sistem - L/jam
Os
(k) Efisiensi per musim - %
Es
(l) Irigasi per musim – ha m
v
(m) Operasi per musim – jam
at
(n) total head dinamik l - m
TDH
(o) Keseragaman aktual - %
EU
(p) Jumlah air irigasi netto - mm/jam
In
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR
33
PERTANYAAN: (1) Sebutkan kelebihan dan kelemahan irigasi tetes (2) Bagaimana caranya menghitung uniformity dan efisiensi pada irigasi tetes (3) Jelaskan mengapa secara teoritis penerapan irigasi tetes cenderung lebih efisien dibanding irigasi tetes maupun irigasi permukaan (4) Jelaskan persyaratan hidrolika pipa pada desain irigasi tetes untuk memperoleh uniformity yang tinggi (5) Jelaskan mengapa ada keterkaitan yang erat antara desain irigasi tetes dan rencana pengoperasian jaringan (6) Sebutkan komponen utama irigasi tetes serta fungsi-fungsinya (7) Jelaskan kriteria penerapan irigasi tetes dilihat dari aspek agroklimat dan lahan/tanah
Daftar Pustaka 1. Benami, A dan A. Ofen, 1984, Irrigation Engineering, IESP, Haifa 2. Giley, J.R.,-, Bahan Kuliah Irrigation Engineering, Texas A&M University, Texas 3. Jensen, M.E.(ed.), 1980, Design and Operation of Farm Irrigation System, ASAE, Michigan 4. Keller, J. dan R.D. Bliesner, 1990, Sprinkler and Trickle Irrigation, Van Nostrand Reinhold, New York 5. Michael , A. M., 1978, Irrigation, Theory and Practices, Vikas Publishing House PVT.Ltd., New Delhi 6. Phocaides, A., 2000, Technical Hand Book on Pressurized Irrication Techniques, FAO, Rome, Italy. 7. Prastowo, 2002. Prosedur Rancangan Irigasi Tetes. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Teknik Irigasi dan Drainase