BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat
dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di dunia masih sangat sulit untuk ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Demam tifoid adalah penyakit sistemik disebabkan oleh infeksi S. typhi/paratyphi dengan
karakteristik demam, sakit kepala, gangguan saluran
cerna selam lebih dari 3 minggu. (Tabrani, 2015) Penatalaksanaan yang belum optimal menyebabkan kerentanan individu, luasnya variasi manifestasi klinik, lambatnya menegakkan diagnosis, terapi yang kurang adekuat, malnutrisi, dan Multidrug Resistant (MDR). (Tabrani, 2015) Perforasi usus merupakan komplikasi serius dari demam tifoid dan tetap menjadi masalah bedah yang signifikan di negara-negara berkembang , di mana hal ini terkait dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi , karena kurangnya air minum yang bersih , sanitasi yang buruk dan kurangnya fasilitas medis di daerah terpencil dan keterlambatan dalam rawat inap. (Phillipo L Chalya, 2012). Komplikasi ini biasanya terjadi pada minggu kedua atau ketiga. sehingga penanganan awal demam tifoid menjadi sangat penting untuk menghindari komplikasi tersebut. (Sagiran, 2008)
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Perforasi usus merupakan komplikasi serius dari demam tifoid. Perforasi
terjadi karena adanya reaksi patologis tifoid yg menembus ke lapisan otot dan serosa usus. (De jong, 2011) Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi/paratyphi. Penularan Salmonella Thyp/paratyphi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. (Inawati, 2010)
2.2.
Prevalensi Perdarahan tukak tifus ditemukan pada kira-kira 5% penderita, sedangkan
perforasi disertai mortalitas tinggi ditemukan pada 3% penderita. Komplikasi ni biasanya terjadi pada minggu kedua atau ketiga. (De jong, 2011).
2.3. Gejala Klinis Pada awal penyakit biasanya timbul demam dan sakit kepala, diikuti dengan muntah-muntah, sakit perut dan distensi. Ketika terjadi perforasi, nyeri biasanya dimulai pada kuadran bawah kanan, yang kemudian menyebar dengan cepat, dan akhirnya menjadi umum. (Bitar R, 2010)
2
2.4. Patofisiologi Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terinfeksi kuman. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung, tetapi sebagian lagi akan lolos dan memasuki usus serta berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. (Andianzar, 2012) Di lamina propria maka kuman akan dimakan oleh sel – sel makrofag. Kuman yang termakan sel makrofag sebagian masih bertahan hidup dan akan terbawa ke bagian Peyer Patch di ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus toraksikus maka kuman ini akan dibawa masuk kedalam sirkulasi darah (menyebabkan bakterimia asimptomatis) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh dan mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda dan gejala sistemik. (Andianzar, 2012) Didalam hati, kuman akan masuk dalam kandung empedu, berkembang biak dan bersama dengan cairan empedu disekresikan secara intermittent kedalam lumen usus. Proses yang sama selanjutnya akan terulang kembali, berhubung makrofag sudah aktif dan teraktifasi serta hipertrofi maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menyebabakan reaksi infeksi sistemik perut seperti demam, malaise, mual, muntah, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. (Andianzar, 2012) Didalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S. Thypi intramakrofag akan menimbulkan reski hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasi organ, serta nekrosis organ). (Andianzar, 2012) Pada
dasarnya,
tifus
abdominalis
merupakan
penyakit
sistem
retikuloendotelial yang bermanifestasi terutama pada jaringan limf usus, limpa, hati, dan sumsum tulang. Di usus, jaringan limf terletak antemesentrial pada dindingnya dan dinamai plakat Peyer.(De jong, 2011)
3
Bagian usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada mulanya, plakat Peyer dipenuhi oleh fagosit, lalu membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrat atau hiperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Ukuran tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon, sesuai dengan ukuran plakat Peyer di bagian usus tersebut. Kebanyakan tukak dangkal, tetapi kadang dalam sehingga menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi bila tukak menembus serosa. Setelah penderita sembuh, ulkus biasanya membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis. (De jong, 2011)
Dikutip dari (De jong, 2011)
Pada perforasi ileum, maka feses cair dan kuman-kuman segera mengkontaminir peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8 jam) baru menimbulkan gejala peritonitis. Tetapi ileum sebenarnya memiliki sifat ”protective mechanism” yaitu sifat bila suatu segemen ileum mengalami perforasi maka akan segera segemen tadi kaan berkontraksi sedemikian rupa sehingga menutup lubang perforasi. (Andianzar, 2012)
4
Dikutip dari (Zakirah, 2011)
2.5. Diagnosis Diagnosis biasanya ditegakkan atas dasar gejala klinis dan pemeriksaan serologi. Bila didapati titer O yang tinggi tanpa riwayat imunisasi sebelumnya, diagnosis demam tifoid dapat dianggap positif. Diagnosis perforasi acap sukar ditegakkan karena penderita sudah letargi dan somnolen. Gejala yang harus dicurigai sebagai tanda awal perforasi adalah menurunnya tekanan sistolik dan kesadaran, meningkatnya suhu badan, nyeri perut dan defans muskular akibat rangsangan peritoneum.(De jong, 2010) Bila terjadi peritonitits difusa akibat perforasi usus, perut tampak tegang, bising usus dan pekak hati menghilang, serta perkusi daerah hati berubah menjadi timpani. Penderita biasanya mengeluh nyeri perut, muntah dan kurva suhu-denyut nadinya menunjukkan tanda salib maut. (De jong, 2010)
5
2.5.1
Anamnesis Adanya riwayat klinis demam tifoid
berupa demam, gangguan
gastrointestinal, dan dapat disertai gangguan kesadaran. (Andianzari, 2012)
2.5.2
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik Secara sistematis maka pemeriksaan fisik abdomen akan didapatkan: a. Inspeksi: pernapasan perut tertinggal atau tak bergerak karena rasa nyeri, b. Palpasi : defans muskuler, nyeri tekan seluruh otot perut, c. Perkusi : nyeri ketok seluruh perut, pekak hati menghilang, d. Auskultasi : bising usus menurun sampai hilang pemeriksaan penunjang
2.5.3
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis,
kimia klinik, imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit. (Utami, 2010) a. Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED ( Laju Endap Darah ) : meningkat, Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). (Utami, 2010)
6
b. Urinalis Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. (Utami, 2010) c. Kimia Klinik Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut. (Utami, 2010) d. Imunologi Pemeriksaan serologi widal ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody (didalam darah) terhadap antigen kuman Salmonella typhi / paratyphi(reagen). Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui.Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. (Utami, 2010) Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan: 1. Bila lgM positif menandakan infeksi akut 2. Jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. e. Mikrobiologi Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman, biasanya positif antara 2-7 hari. (Utami, 2010)
7
f. Biologi molekular. PCR
(Polymerase
Chain
Reaction)
Metode
ini
mulai
banyak
dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi. (Utami, 2010) g. Pencitraan Pemeriksaan radiologi dan USG menunjukkan adanya udara bebas di bawah diafragma, yang sering disertai gambaran ileus paralitik. (Utami, 2010)
2.6. Diagnosa Banding 1. Apendisitis 2. Perforated peptic ulcer 3. Perforasi karena penyebab lain
8
2.7. Penatalaksanaan Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan memuasakan pasien, pemberian antibiotik, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena. Pada kasus perforasi intestinal diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. (Subramaniam, 2014) Pengelolaan konservatif berupa terapi diet-tifus disertai pemberian antimikroba seperti kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, sefalosporin generasi ketiga, ampisilin, dan amoksisilin. (De jong, 2011) Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman Salmonella typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan aerobik pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/metronidazole. (Utami, 2010)
Terapi bedah Indikasi operasi pasien demam tifoid adalah: 1. Perforasi usus ( 1-3%) 2. Perdarahan intestinal yang tidak dapat diatasi dengan tindakan konservatif (2%) ( 5 cc/kgBB/jam) Tindakan operasi pada perforasi tifoid dapat berupa: 1. Penutupan primer 2. Reseksi, end to end anastomose 3. Reseksi ileostomi, 4. Hemikolektomi kanan.
9
Penutupan primer Penutupan primer (primary closure) didefinisikan sebagai penutupan luka secara bedah (penjahitan luka) pada satu atau lebih lapisan kulit, dalam hitungan jam setelah terjadinya luka. Sebagian besar insisi pembedahan dan laserasi traumatik ditutup secara primer. Dilakukan jika: a. Pasien stabil b. Perforasi tunggal c. Kontaminasi feses cavum abdomen yang minimal
Reseksi, end to end anastomose Suatu tindakan pembedahan dengan memotong sebagian segmen usus yang rusak atau tidak memungkinan untuk dipertahankan lagi karena berbagai sebab, untuk kemudian disambung kembali. (Sander, 2010) Dilakukan jika: a. Pasien stabil b. Perforasi multiple c. Kontaminasi feses cavum abdomen yang minimal
Reseksi dan ileostomi Tindakan bedah membuat suatu opening antara usus halus dengan dinding abdomen yang biasanya berasal dari ileum distal atau bahkan lebih proximal dari usus halus.(Wordpress, 2009)
10
Dilakukan jika: a. Multipel perforasi b. Kontaminasi feses massif pada kavum peritoneum b. Pasien yang kritis
Hemikolektomi Kanan Hemikolektomi adalah Suatu tindakan pembedahan dengan mengangkat sebagian dari kolon beserta pembuluh darah dan saluran limfe. Hemikolektomi kanan dilakukan untuk mengangkat suatu tumor atau penyakit pada kolon kanan .Pembuluh darah ileokolika, kolika kanan dan cabang kanan pembuluh darah kolika media diligasi dan dipotong. Sepanjang 10 cm ileum terminal juga harus direseksi, yang selanjutnya dibuat anastomosis antara ileum dan kolon transversum. (Wordpress, 2009) Dilakukan jika: a. Perforasi pada ileum terminal sejauh ≤ 5 cm dari ileocaecal junction dan perforasi multiple b. Perforasi di caecum.
2.8
Prognosis Prognosis bergantung pada saat dimulainya pengobatan, keadaan sosio-
ekonomi dan gizi penderita. Kematian akibat demam tifoid disebabkan oleh keadaan toksik, perforasi, dan perdarahan. Angka kematian pada operasi atas alasan perforasi berkisar antara 15-25%. (De jong, 2011)
11
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan 1. Perforasi usus merupakan komplikasi serius dari demam tifoid 2. Komplikasi ini biasanya terjadi pada minggu kedua atau ketiga 3. Ketika terjadi perforasi, nyeri biasanya dimulai pada kuadran bawah kanan, yang kemudian menyebar dengan cepat, dan akhirnya menjadi 4. Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan memuasakan pasien, pemberian antibiotik, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena. 5. Prognosis bergantung pada saat dimulainya pengobatan, keadaan sosioekonomi dan gizi penderita
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Bitar R, and Tarpley J, ''Intestinal perforation in typhoid fever'. Primary Surgery: Volume One: Non-trauma. 2010 2. Phillipo L Chalya. Typhoid intestinal perforations. World Journal of Emergency Surgery 2012, 7:4 3. A.r.k. Adesunkanmi and o.g. Ajao. The prognostic factors in typhoid ileal perforation. 2009) 4. Sagiran. Tifoid perforasi. Dalam: Docslide. 2008 5. Subramaniam. Peritonitis et causa Perforasi Ileum. 2014 6. Sjamsuhidajat, de jong. Tifus Abdominalis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. 2011 7. Tabrani. Peritonitis Perforasi Tifoid. 2015 8. Inawati. Demam Tifoid. Departemen Patologi Anatomi
Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2010 9. Andianzari. Peritonitis Komplikasi Demam Tifoid. 2012 10. Utami. Demam Tifoid. Dalam: Belibis A-17. 2010 11. Sander.
Reseksi
dan
Anastomosis
usus.
Dalam:
Bedahunmuh
Wordpress.2010 12. Wordpress. Ileostomidan Hemilektomi. Bedahumum. 2009 13. Zakirah. Typhus. 2011
13