Adrian sutedi. Hukum Perbankan : suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan. (jakarta: Sinar Grafika,2010) halaman 5.
Ibid. Halaman 19.
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG PENELITIAN
Dalam pembentukan suatu negara diperlukan tiga unsur pokok, yaitu rakyat, wilayah, dan pemerintahan. Selain ketiga unsur tersebut, sebagai tambahan diperlukan pula adanya pengakuan dari negara lain. Indonesia telah memperoleh seluruh unsur-unsur tersebut. Ketika suatu negara telah terbentuk, maka yang perlu dilakukan adalah menjalankan pemerintahan yang telah dibentuk tersebut untuk mempertahankan wilayah negara dan menyejahterakan rakyat. Pemerintah harus menyejahterakan rakyat dari segalah segi kehidupan, terutama dari segi kehidupan yang layak. Dalam memberikan kehidupan yang layak perlu adanya sistem perekonomian yang sesuai dan kuat dalam negara tersebut.
Perkembangan perekonomian bangsa Indonesia didukung oleh sektor perbankan. Bank merupakan suatu lembaga keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bank bertugas menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanya kembali kepada masyarakat dalam bentuk jasa-jasa bank.
Kepercayaan masyarakat kapada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank, artinya menyangkut dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya dan menggunakan jasa-jasa bank lainnya untuk tidak mengungkapkan keadaan lain dari nasabah yang bersangkutan kepada pihak lain.
Jika dilihat dari sisi hukum, rahasia bank merupakan suatu sistem bank yang digunakan oleh pelaku kejahatan pencucian uang sebagai salah satu cara dalam menyembunyikan uang hasil kejahatan. Pencucian uang pada dasarnya merupakan upaya memproses uang hasil kejahatan dengan bisnis yang sah sehingga uang tersebut bersih atau tampak sebagai uang halal, dengan demikian asal usul dari uang tersebut tertutupi.
Persitilahan pencucian uang atau money laundering mulai dipakai pada tahun 1986 di Amerika Serikat, kemudian dipakai secara internasional dalam konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa pada 1988. Istilah pencucian uang atau money laundering berasal dari Laundromats, nama sebuah tempat usaha pencucian pakaian otomatis di Amerika Serikat. Perusahaan yang dimiliki oleh kelompok mafia ini dipilih untuk menyamarkan uang haram menjadi uang sah. Kelompok mafia memperoleh penghasilan besar dari bisnis pemerasan, prostitusi, perjudian, dan penyelundupan minuman keras. Mereka kemudian membeli atau mendirikan perusahaan yang bergerak dalam bisnis halal untuk menghilangkan asal usul uang dari bisnis haram tersebut. Salah satu pelakunya adalah mafia terkenal, Al Capone yang dibantu oleh Meyer Lansky, seorang pembunuh bayaran dan pendiri Murder Incorporated. Pada oktober 1931, Al Capone dihukum sebelas tahun penjara karena dinyatakan bersalah karena melakukan pengelapan pajak. Namun Al Capone bukan dihukum karena terbukti bersalah melakukan kejahatan asal (predicate crime), seperti pembunuhan, pemerasan, dan penjualan minuman keras tanpa izin.
Target dari kejahatan pencucian uang adalah negara-negara yang mempunyai pengawasan minimum dalam perbankan, yaitu negara yang menjunjung tinggi kewajiban rahasia bank. Di Indonesia sendiri ada beberapa pengecualian rahasia bank yang telah diatur dalam peraturan tentang perbankan di Indonesia, pengecualian yang dimaksud adalah untuk kepentingan perpajakan, untuk penyelesaian piutang bank, kepentingan peradilan dalam perkara pidana, antara perkara perdata bank dengan nasabah, dalam rangka tukar-menukar informasi antara bank dengan bank lain, dan atas persetujuan. Pengecualian rahasia bank juga diatur didalam Undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang. Namun begitu, perturan tidak dihasilkan untuk memenuhi standar kesempurnaan saja, tetapi juga yang lebih penting adalah penegak hukum yang harus mengandung keadilan.
Mengingat pentingnya kajian mengenai kewajiban rahasia bank dalam tindak pidana pencucian uang bagi perkembangan aspek hukum yang mengatur tentang perbankan, maka kiranya permasalahan ini dikaji dan dituangkan dalam bentuk sebuah karya ilmiah.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal-hal tersebut maka permasalahan yang dapat penulis kemukakan adalah :
Bagaimanakah tahap dan modus operandi pencucian uang dalam perbankan ?
bagaimanakah penaggulangan kejahatan pencucian uang di dalam kerahasiaan bank ?
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
Untuk mengetahui bagaimanakah tahap dan modus operandi pencucian uang dalam perbankan.
Untuk mengetahui bagaimanakah penaggulangan kejahatan pencucian uang di dalam kerahasiaan bank.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :
Sebagai bahan kajian untuk mengetahui tahap dan modus operandi pencucian uang dalam perbankan.
Sebagai bahan kajian untuk mengetahui bagaimanakah penaggulangan kejahatan pencucian uang di dalam kerahasiaan bank.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data riset kepustakaan (Library Research) yakni penelitian dengan menggunakan kepustakaan yang ada hubungannya dengan pokok pembahasan ini dengan jalan mempelajari buku-buku, tulisan-tulisan, peraturan-peraturan, serta bahan-bahan yang diperlukan. Riset kepustakaan digunakan sebagai alat untuk menganalisis kerangka teoritis dari setiap permasalahan yang ditemukan, sehingga pengungkapan masalah berdasarkan kerangka teoritis.
SISTEMATIKA PENULISAN
Secara umum sistematika dari penulisan ini adalah :
Bab I Pendahuluan. Menguraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka. Menguraikan tentang
Pengertian dan sifat Rahasia bank.
Pengertian Pencucian uang.
Bab III Pembahasan. Memuat inti pembahsan dari perumusan masalah.
Bab IV Penutup. Berisikan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENGERTIAN DAN SIFAT RAHASIA BANK
Dasar hukum rahasia bank terdapat dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang diundangkan pada tanggal 10 november 1998, dalam pasal 40, 41A, 42, 42A, 44A, 47, 47A, dan 48 telah mengatur mengenai Rahasia Bank dengan segala pengecualian dan sanksinya.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 Undang-undang nomor 7 tahun 1992, rahasia bank adalah "segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan, selanjutnya."
Selanjutnya menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998, pasal 1 angka 28, menyatakan rahasia bank adalah "segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya"
Berkaitan dengan hal ini, ketentuan pasal 40 ayat (1) menetukan bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang dicatat pada bank tentang keadaam keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43 dan pasal 44 A dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Dari pengertian diatas dapat ditarik unsur-unsur dari rahasia bank itu sendiri, yaitu sebagai berikut.
Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.
Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk dalam kategori perkecualian berdasarkan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri dan/atau pihak terafiliasi. Yang dimaksud pihak pihak terafiliasi adalah sebagai berikut.
Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank yang bersangkutan.
Anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk badan hukum koperasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk tetapi tidak terbatas pada angkutan publik, penilai konsultasi hukum, dan konsultan lainnya.
Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta memengaruhi pengelolaan bank, tetapi tidak terbatas pada pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus.
Ada dua sifat tentang berlakunya asas rahasia bank ini, yaitu :
Sifat Mutlak
Dalam hal ini keuangan dari nasabah bank tidak dapat dibuka kepada siapapun dan dalam bentuk apapun. Pada saat ini hampir tidak ada lagi negara yang menganut sifat mutlak ini.
Sifat relatif.
Rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-hal khusus, yakni dalam hal yang termasuk luar biasa, prinsip kerahasian bank tersebut dapat diterobos, misalnya untuk kepentingan perpajakan dan perkara pidana.
PENGERTIAN PENCUCIAN UANG
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak kejahatan pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.
Pengaturan tentang tindak pidana pencucian uang di Indonesia terdapat dalam Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Menurut pasal 1 ayat (1), pencucian uang adalah "segalah perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini."
Sesuai dengan pasal 2 ayat (1), tindak pidana yang memicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, dibidang perbankan, bidang pasar modal, dibidang perasuransian, kepabean, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, dibidang perpajakan, dibidang kehutanan, bidang lingkungan hudup, dibidang kelautan serta perikanan dan tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih.
Kegitan pencucian uang mempunyai dampak yang serius terhadap stabilitas sistem keuangan maupun perekonomian secara keseluruhan. Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana multidimensi dan bersifat transnasional yang sering kali melibatkan jumlah uang yang cukup besar.
BAB III
PEMBAHASAN
tahap dan modus operandi pencucian uang dalam perbankan
Dalam melakukan kejahatan pencucian uang terdapat beberapa tahap yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan, yaitu sebagai berikut :
Placement
Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositokan uang haram tersebut kedalam sistem keuangan (financial system). Karena uang tersebut telah masuk kedalam sistem keuangan perbankan secara otomatis uang tersebut telah masuk kedalam sistem keuangan suatu negara yang bersangkutan. Oleh karena uang tersebut telah ditempatkan di suatu bank selanjutnya uang tersebut dapat lagi dipindahkan kebank lain, baik dinegara tersebut atau bank dinegara lain, maka uang tersebut bukan hanya masuk kedalam sistem keuangan negara yang bersangkutan, tetapi juga masuk kedalam sistem keuangan global atau internasional.
Jadi, Placement adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana kedalam sistem keuangan. Bentuk kegitan ini antara lain sebagai berikut :
Menempatkan dana pada bank. Kemudian diikuti dengan pengajuan kredit atau pembiayaan.
Menyetorkan uang pada bank atau perusahaan jasa keuangan lain sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail.
Menyelundupkan uang tunai dari suatu negara kenegara lain.
Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan usaha yang sah berupa kredit atau pembiayaan sehingga mengubah kas menjadi kredit atau pembiayaan.
Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan atau hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya melalui bank atau jasa keuangan lain.
Dengan kata lain, fase pertama dari proses pencucian uang haram ini ialah memindahkan uang haram dari sumber asal uang itu diperoleh untuk menghindarkan jejaknya. Atau secara lebih sederhana agar sumber uang tersebut tidak diketahui oleh pihak penegak hukum.
Layering
Layering adalah memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu tindak pidananya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana. Dalam kegiatan ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil Placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut.
Bentuk kegiata ini antara lain :
Transfer dana dari satu bank ke bank lain dan/atau antar wilayah/negara.
Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah.
Memindahkan uang tunai lintas batas negara melalui jaringan kegiatan usaha yang sah maupun shell company.
Jadi dalam Layering, pekerjaan dari pihak pencuci uang (launderer) belum berakhir dengan ditempatkannya uang tersebut kedalam sistem keuangan dengan melakukan Placement. Jumlah uang haram yang sangat besar, yang ditempatkan kedalam suatu bank, tetapi tidak dapat dijelaskan asal-usul uang tersebut akan menarik perhatian otoritas moneter negara tersebut, yang pada akhirnya akan menarik perhatian penegak hukum. Oleh karena itu, setelah dilakukan Placement, uang tersebut perlu dipindahkan. Sering kali, nasabah penyimpan dana yang tercatat dibank justru bukan pemilik dari sesungguhnya dari uang tersebut. Nasabah penyimpan dana tersebut mungkin sudah merupakan lapisan dari pemilik uang sesungguhnya, maka pemakaian pelapisan yang demikian dapat juga disebut Layerin.
Integration
Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan kedalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal-usul uang sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara aman. Ketiga kegiatan diatas dapat terjadi secara terpisah atau simultan, namun umumnya dilakukan secara tumpang-tindih.
Jadi dalam integration, begitu uang tersebut telah berhasil diupayakan proses pencuciannya melalui cara Layering, maka tahap selanjutnya adalah menggunakan uang yang telah menjadi "uang halal" (clean money) untuk kegiatan bisnis atau kegiatan operasi kejahatan dari penjahat atau organisasi kejahatan yang mengendalikan uang tersebut.
Modus operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin kompleks dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal itu terjadi baik pada tahap Placement, Layering, dan Integration, sehingga penanganannya pun menjadi semakin sulit dan membutuhkan peningkatan kemampuan (capacity building) secara sistematis dan berkesinambungan. Pemilihan modus operandi pencucian uang tergantung dari kebutuhan pelaku tindak pidana.
Semua perbuatan dalam proses pencucian uang haram ini memungkinkan para pemilik uang haram ini menggunakan dana yang cukup besar itu dalam rangka mempertahankan ruang lingkup kejahatan mereka atau untuk terus berproses dalam dunia kejahatan.
Modus operandi kejahatan pencucian uang umumnya dilakukan melalui cara-cara, antara lain :
Melalui kerja sama modal.
Melalui agunan kredit.
Melalui perjalanan luar negeri.
Melalui penyamaran usaha dalam negeri.
Melalui penyamaran perjudian.
Melalui penyamaran dokumen.
Melalui pinjaman luar negeri.
Melalui rekayasa pinjaman luar negeri.
Terkait dengan perbankan yaitu suatu bentuk usaha yang memiliki keleluasaan dalam menghimpun dan menyalurkan dana sehingga sangat strategis untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang, baik melalui placement, layering, dan integration. Selain itu, transfer dana secara elektronis juga dapat dimanfaatkan oleh pencuci uang untuk mengalihkan dana secara cepat dan relatif murah serta aman ke rekening pihak lain, baik di dalam maupun di luar negeri.
Perbankan juga sangat rentan bagi tindak pidana yang terorganisasi sehingga sangat strategis untuk dimanfaatkan. Tindak pidana yang terorganisasi biasanya berada dibalik suatu perusahaan atau nama lain (nominees) dengan melakukan perdagangan internasional palsu dan berskala besar dengan maksud memindahkan uang yang tidak sah dari suatu negara ke negara lain. Perusahaan yang digunakan untuk menyembunyikan kegiatan tindak pidana tersebut biasanya meminta kredit atau pembiayaan dari bank untuk menyamarkan aktifitas pencucian uang. Modus operandi lainnya, antara lain dengan menggunakan faktur (invoice) palsu yang di-mark-up atau L/C palsu sebagai upaya untuk menyulitkan pengusutan dikemudian hari. Oleh karena itu, perbankan harus berhati-hati terhadap kemungkinan dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang.
Untuk menghadapi cara-cara yang digunakan para penjahat ini melalui berbagai tranaksi yang tidak jelas dalam rangka menghalalkan uang mereka dalam jumlah yang besar, maka yang harus ditangani jika ingin menggagalkan praktik kotor pencucian uang dalam perbankan yaitu dengan pemberian informasi rahasia bank kepada penyidik jika terjadi tindak pidana pencucian uang.
peNCEGAHAN kejahatan pencucian uang di dalam kerahasiaAn bank
Adanya ketentuan tentang rahasia bank merupakan aspek yang menguntungkan bagi kemungkinan masuknya uang kotor. Hanya saja kalau sejak awal ada informasi internasional, misalnya dari interpol bahwa dana atau uang tersebut berasal dari kejahatan di suatu negara, msaka pihak penyidik Indonesia (sesudah mendapat izin Menteri Keuangan, sesuai dengan Undang-undang mengenai rahasia bank), dapat melakukan pengusutan asal-usul dana atau uang tersebut. Namun sepanjang informasi tersebut tidak ada dan kemungkinan uang yang berasal dari bisnis perdagangan narkotika, psikotropika, korupsi, dan kejahatan lainnya tidak dapat dinilai berasal dari kejahatan, maka jenis uang ini dapat dengan mudah masuk ke Indonesia melalui perbankan nasional.
Ketentuan pengecualian mengenai rahasia bank juga diatur dalam pasal 40 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 1998, bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali ada izin membuka rahasia bank dari Gubernur Bank Indonesia atau ada persetujuan dari nasabah penyimpan. Untuk memudahkan pelacakan terhadap pelaku kejahatan, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan perundangan yang mengatur beberapa terobosan mengenai ketentuan membuka rahasia bank. Ketentuan tersebut meningkatkan pemberantasan terhadap kejahatan pencucian uang, terorisme, dan korupsi.
Dalam pasal 33 Undang-undang tindak pidana pencucian uang, ditentukan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, penyidik (kapolri/kapolda), penuntut umum (jaksa agung/kepala kejaksaan tinggi), atau hakim ketua majelis yang memeriksa perkara berwenang meminta keterangan dari penyedia jasa keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) sebagai tersangka atau terdakwa.
Sulitnya mengungkapkan kejahatan pencucian uang berkaitan dengan kerahasian bank adalah karena adanya nondisclosure terhadap orang dan informasi tentang transaksi. Didalam kerahasiaan bank sering kali terdapat rekening anonim, atau rekening dengan nomor dan nama palsu. Pemilik rekening menandatangani perjanjian dengan orang yang mewakili bank dan menyetujui kondisi dan syarat-syarat yang ditetapkan dalam hubungan mereka, kemudian mendapat nomor atau nama samaran.
Dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan menggunakan lembaga keuangan perbankan, hal yang perlu diperhatikan saat melakukan hubungan usaha dengan nasabah atau calon nasabah sebagai berikut :
Pembukaan rekening.
Dalam pembukaan rekening bank menerapkan prinsip mengenal nasabah, calon nasabah dapat digolongkan mencurigakan apabila pada saat pembukaan rekening, yang bersangkutan melakukan hal-hal sebaga berikut :
Tidak bersedia memberikan informasi yang diminta.
Memberikan informasi yang tidak lengkap atau memberikan informasi yang kurang memuaskan.
Memberikan informasi palsu atau menyesatkan.
Menyulitkan petugas bank pada saat dilakukan verifikasi terhadap informasi yang sudah diberikan.
Membatalkan hubungan bisnis dengan bank.
Nasabah yang tidak memiliki rekening (walk-in customer)
Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah bagi walk-in customer yang melakukan transaksi dengan nilai lebih besar dari Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)per transaksi atau nilai yang setara.
Penitipan (custodian) dan safe deposit box
Bank perlu melakukan tindakan pengamanan khusus terhadap nasabah yang menggunakan jasa penitipan (custodian) dan safe deposit box. Bank juga harus menerapkan prinsip mengenal nasabah terhadap walk-in customer yang menggunakan safe deposit box.
Penyetoran dan penarikan
Transaksi penyetoran dan penarikan tunai adalah metode yang lazim dilakukan oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci hasil tindak pidananya melalui sistem perbankan. Oleh karena itu, untuk menjamin kebenaran transaksi, sejak awal petugas bank harus memastikan semua informasi yang diperlukan berkenaan dengan identitas nasabah. Informasi nasabah yang lengkap akan mempermudah bank untuk mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigkan.
Kredit atau pembiayaan
Kredit atau pembiayaan dalam bentuk kartu kredit perlu mendapat perhatian karena instrumen ini dapat digunakan oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci hasil tindak pidananya melalui proses layering atau integration.
Untuk mencegah tindak pidana pencucian uang, maka bank dan lembaga keuangan jasa lainnya wajib mengidentifikasi transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan. Pertama, melakukan suatu judgement atas dasar fakta-fakta yang kuat dan bukan hanya sekedar tidak adanya suatu informasi tertentu dari nasabah. Ketetapan judgement ditentukan oleh kelengkapan informasi nasabah dan transaksi yang dilakukannya, pelatihan dan pengalaman dari karyawan atau pejabat bank dan perusahaan jasa keuangan lain. Kedua, sesuai dengan Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil dan karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dari nasabah, termasuk transaksi keuangan oleh nasabah yang patut dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh bank dan perusahaan jasa lainnya. Ketiga, menganalisis suatu transaksi keuangan lainnya, misalnya :
Jumlah nominal dan frekuensi transaksi konsisten dengan kegiatan normal yang selama ini dilakukan oleh nasabah.
Transaksi yang dilakukan wajar dan sesuai dengan kegiatan usaha, aktifitas, dan kebutuhan nasabah.
Pola transaksi yang dilakukan oleh nasabah tidak menyimpang dari pola transaksi umum untuk nasabah sejenis.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara umum terdapat 3 (tiga) tahap dalam melakukan pencucian uang yaitu sebagai berikut :
Placement
Upaya untuk menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana kedalam sistem keuangan.
Layering
Memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu tindak pidananya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana.
Integration
Upaya menggunakan harta kekayaan dari hasil kejahatan.
Modus operandi yang digunakan dalam pencucian uang adalah sebagai berikut :
Melalui kerja sama modal.
Melalui agunan kredit.
Melalui perjalanan luar negeri.
Melalui penyamaran usaha dalam negeri.
Melalui penyamaran perjudian.
Melalui penyamaran dokumen.
Melalui pinjaman luar negeri.
Melalui rekayasa pinjaman luar negeri.
Dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang dalam kerahasian bank, dikenal dengan adanya prinsip megenal nasabah. Prinsip ini digunakan antara lain sebagai berikut :
Pembukaan rekening.
Walk-in customer.
Penitipan (custodian) dan safe deposit box.
Penyetoran dan penarikan.
Pemberian kredit atau pembiayaan.
Untuk mencegah tindak pidana pencucian uang, maka bank dan lembaga keuangan jasa lainnya wajib mengidentifikasi transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan. Pertama, melakukan suatu judgement atas dasar fakta-fakta yang kuat. Kedua, harus sesuai dengan Undang-undang yang berlaku saat ini. Ketiga, menganalisis suatu transaksi.
SARAN
Perlu adanya sistem perbankan yang mengatur lebih lanjut tentang rahasia bank, dimana sistem ini dapat lebih memudahkan pihak penyidik dalam penanganan tindak pidana pencucian uang. Namun harus diingat bahwa kepentingan nasabah merupakan prioritas utama sebab nasabah merapakan konsumen dalam menggunakan jasa perbankan.
Dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang, perlu adanya kerja sama antara berbagai negara, untuk lebih memudahkan pertukaran informasi mengenai sumber dana jika transaksi tersebut melintasi batas negara.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Frederik, Wulanmas. Buku Ajar : Hukum Perbankan. Yogyakarta: Genta Press. Tahun 2012
Sutedi, Adrian. Hukum Perbankan : suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika. Tahun 2010.
Sutedi, Adrian. Tindak Pidana Pencucian Uang. Bandung: Citra Aditya Bakti. Tahun 2008.
Peraturan perundang-undangan :
Undang-undang Dasar 1945.
Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
17