Ambillah satu kelas tertentu, tertent u, coba lakukan identifikasi karakteristiktik karakteris tiktik umum peserta didik yang ada di kelas tersebut dari aspek gender, etnik, usia, kultural, status sosial, dan minat! Berikan contoh bagaimana data tersebut Anda gunakan dalam proses pembelajaran!
A. Pengertian Karakteristik Peserta Didik Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa komponen, salah satu nya terdapat pendidik dan peserta didik serta tujuan yang ingin di capai pada proses pembelajaran tertentu. Untuk menjalankan proses pembelajaran yang optimal pendidik harus menganalisis peserta didiknya terlebih dahulu yang meliputi karakteristik umum, karakteristik akademik, maupun karakteristik uniknya yang dapat mempengaruhi kemampuan, intelektual, dan proses belajarnya. Dengan memahami karakteristik umum peserta didik, pendidik akan dapat merancang pembelajaran yang kondusif yang akan dilaksanakan. Rancangan pembelajaran yang kondusif akan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga mampu meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang diinginkan. Dalam pembahasan ini kita membahas tentang karakteristik umum peserta didik yang mencakup usia, gender dan latar belakang peserta didik. Menurut Piuas Partanto, Dahlan (1994) Karakteristik berasal dari kata karakter dengan arti tabiat/watak, pembawaan atau kebiasaan yang dimiliki oleh individu yang relatif tetap. Menurut Moh. Uzer Usman (1989) Karakteristik adalah mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan mudah diperhatikan. Menurut Sudirman (1990) Karakteristik siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dari lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Menurut Hamzah. B. Uno (2007) Karakteristik siswa adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar kemampuan berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki. Siswa atau anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan pendidikan. Anak didik adalah unsur penting dalam kegiatan interaksi edukatif karena sebagai pokok persoalan dalam semua aktifitas pembelajaran (Saiful Bahri Djamarah, 2000). Menurut saya karakteristik umum peserta didik ialah karakter/gaya hidup individu secara umum (yang dipengaruhi oleh usia, gender, latar belakang) yang telah dibawa sejak lahir dan dari lingkungan sosialnya sosialnya untuk menentukan kualitas hidupnya.
B. Karakteristik Umum Peserta Didik dari Segi Usia Menurut Kurnia (2007), karakteristik atau kepribadian seseorang dapat berkembang secara bertahap. Berikut ini adalah krakteristik perkembangan pada masa anak sampai masa puber. •
Krakteristik perkembangan masa anak awal (2-6 tahun) Masa anak awal berlangsung dari usia 2-6 tahun, yaitu setelah anak meninggalkan masa bayi dan mulai mengikuti pendidikan formal di SD. Tekanan dan harapan sosial untuk mengikuti pendidikan sekolah menyebabkan perubahan perilaku, minat, dan nilai pada diri anak. Pada masa ini, anak sedang dalam proses pengembangan kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan.
Perilaku anak
sulit diatur, bandel, keras kepala, dan sering membantah dan melawan orang tua. Hal ini memang sangat menyulitkan para pendidik. Tak heran, apabila para guru Playgroup sampai SD harus lebih bersabar dalam melangsungkan pembelajaran atau mendidik siswa. Disiplin mulai bisa diterapkan pada anak sehingga anak dapat mulai belajar hidup secara tertib. Dan sikap para pedidik sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak.
•
Krakteristik perkembangan masa anak akhir (6-12 tahun) Karakteristik atau ciri-ciri periode masa anak akhir, sama halnya dengan ciriciri periode masa anak awal dengan memperhatikan sebutan atau label yang digunakan pendidik. Orang tua atau pendidik menyebut masa anak akhir sebagai masa yang menyulitkan karena pada masa ini anak lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh orang tuanya. Kebanyakan anak pada masa ini juga kurang memperhatikan dan tidak bertanggung jawab terhadap pakaian dan benda-benda miliknya. Para pendidik memberi sebutan anak usia sekolah dasar, karena pada rentang usia ini (6-12 tahun) anak bersekolah di sekolah dasar. Di sekolah dasar, anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang dianggap penting untuk keberhasilan melanjutkan studi dan penyesuaian diri dalam kehidupannya kelak.
•
Krakteristik perkembangan masa puber (11/12 – 14/15 tahun) Masa puber adalah suatu periode tumpang tindih antara masa anak akhir dan masa remaja awal. Periode ini terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap: prapuber, puber, dan pascapuber. Tahap prapuber bertumpang tindih dengan dua tahun terakhir masa anak akhir. Tahap puber terjadi pada batas antara periode anak dan remaja, di mana ciri kematangan seksual semakin jelas (haid dan mimpi basah). Tahap pascapuber bertumpang tindih dengan dua tahun pertama masa remaja. Waktu
masa puber relatif singkat (2-4 tahun) ini terjadi pertumbuhan dan perubahan yang sangat pesat dan mencolok dalam proporsi tubuh, sehingga menimbulkan keraguan dan perasaan tidak aman pada anak puber. Peubahan fisik dan sikap puber ini berakibat pula pada menurunnya prestasi belajar, permasalahan yang terkait dengan penerimaan konsep diri, serta persoalan dalam berhubungan dengan orang di sekitarnya. Orang dewasa maupun pendidik perlu memahami sikap perilaku anak puber yang kadang menaik diri, emosional, perilaku negative dan lain-lain, serta membantunya agar anak dapat menerima peran seks dalam kehidupan bersosialisasi dengan orang atau masyarakat di sekitarnya.
Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Dasar (SD) Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar. Sebagai guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan
keadaan
siswanya,
maka
sangatlah
penting
bagi
seorang
pendidik
mengetahui karakteristik siswanya. Adapun karakeristik peserta didik dibahas sebagai berikut: 1) Karakteristik pertama anak SD adalah senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih-lebih untuk kelas rendah. Guru SD diharap merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. 2) Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan. 3) Karakteristik yang ketiga dari anak usia SD adalah anak senang bekerja dalam kelompok. Guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. 4) Karakteristik
yang
keempat
anak
SD
adalah
senang
merasakan
atau
melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, Dengan
demikian
guru
hendaknya
merancang
model
pembelajaran
yang
memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada
masa ini
seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan
berkembang secara optimal.
Perkembangan Intelektual Pada usia dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual
atau
kemampuan
kognitif
(seperti
membaca,
menulis,
dan
menghitung). Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak,maka sekolah dalam hal ini
guru
seyogyanya
memberikan
kesempatan
kepada
anak
untuk
mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapat tentang materi pelajaran yang dibacanya atau dijelaskan oleh guru, membuat karangan, menyusun laporan.
Perkembangan Bahasa Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara berkomunikasi, dimana pikirandan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan katakata,kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Dengan bahasa semua manusia
dapat
mengenal
dirinya,
sesama
manusia,
alam
sekitar,
ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama. Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu : 1)
Proses jadi matang dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organorgan suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
2)
Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang didengarnya. Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak. Dengan dibekali pelajaran bahasa di sekolah, diharapkan peserta didik dapat
menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk : −
Berkomunikasi dengan orang lain
−
Menyatakan isi hatinya
−
Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya
−
Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat)
−
Mengambangkan
kepribadiannya
seperti
menyatakan
sikap
dan
keyakinannya.
Perkembangan Sosial Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain).
Berkat perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosila ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar peserta didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati dan betanggung jawab.
Perkembangan Emosi Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam
proses
peniruan,
kemampuan
orang
tua
dalam
mengndalikan emosinya sangatlah berpengaruh pada anak. Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Memgingat hal tersebut, maka guru hendaknya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Upaya yang dilakukan antara lain :
−
Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan
−
Memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai harga diri
−
Memberikan nilai secara objektif
−
Menghargai hasil karya peserta didik
Perkembangan Emosional Anak mulai mengenal konsep moral pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tapi lambat laun anak akan memahaminya. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk.
Perkembangan Penghayatan Keagamaan Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaannya ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut : −
Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara asional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
−
Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
−
Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya.
Perkembangan Motorik Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang maka perkembangan motorik anak sudah terkoordinasi dengan baik. Sesuai dengan perkembangan fisik (motorik) maka di kelas-kelas permulaan sangat tepat diajarkan : a.
Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar
b.
Keterampilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga
c.
Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari, berenang, dsb.
d.
Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban dan kedisiplinan.
C. Karakteristik Umum Peserta Didik dari Segi Gender Beberapa para ahli mengatakan bahwa perbedaan gender dalam kaitannya dengan kognisi dan prestasi mungkin bersifat situasional. Perbedaan itu bervariasi menurut waktu dan tempat (Biklen &Pollard, 2001) dan mungkin berinteraksi dengan ras dan kelas sosial (Pollard, 1998). Penulis Boys and Girls Learn Differently mengatakan bahwa perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan memang ada akibat perbedaan dalam otak mereka. •
Perbedaan Anak Perempuan dengan Anak Laki-Laki Menurut Diane (1995, 1996), ada beberapa perbedaan anak perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan menunjukkan kinerja yang lebih baik di bidang seni bahasa, pemahaman bacaan, dan komunikasi tertulis dan lisan. Sedangkan anak lakilaki terlihat sedikit unggul di bidang matematika dan penalaran matematis.
Menurut Ormrod (2000) : Fitur Kemampuan Kognitif
Anak Perempuan Lebih baik dalam tugas-tugas verbal
Anak Laki-Laki Lebih baik dalam keterampilan visual-spasial
Fisik
Sebelum pubertas kapabilitasnya sama
Setelah pubertas, lebih unggul dalam hal tinggi badan dan kekuatan otot
Motivasi
Peduli pada prestasi sekolah, tetapi kurang berani mengambil resiko
Usaha yang besar di subjek-subjek “stereotipikal lakilaki”
Implikasi untuk Pendidikan Berharap anak laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan kognitif yang sama Mengasusmsikan kedua gender memiliki potensi untuk mengembangkan berbagai keterampilan fisik dan motorik Mendorong kedua gender unggul disemua subjek. Menghindari stereotip
Self-Esteem
Cenderung melihat diriny sendiri lebih kompeten di bidang hubungan interpersonal
Aspirasi Karier
Cenderung melihat dirinya lebih collagebound.
Hubungan Interpersonal
Cenderung melihat karier yang tidak akan mengganggu peran mereka di masa depan. Cenderung lebih afiliatif dan lebih banyak membentuk hubungan dekat. Nyaman berada di situasi yang kompetitif dan menyukai lingkungan yang kooperatif
Lebih memiliki rasa percaya diri untuk mengendalikan dan mengatasi masalah. Lebih menilai kinerjanya sendiri secara positif Memiliki ekspektasi jangka panjang yang lebih tinggi untuk dirinya sendiri
Menunjukkan kepada semua siswa bahwa mereka bisa berhasil di bidang-bidang yang kontrastereotip
Cenderung menunjukkan agresi fisik yang lebih tinggi
Mengajari kedua gender cara-cara berinteraksi dengan baik dan memberikan lingkungan yang kooperatif untuk mengakomodasi kecenderungan afiliatif anak perempuan.
Menunjukkan otangorang yang sukses dalam karier di semua bidang sekaligus dalam keluarga
Selama masa SD, anak menjadi lebih fleksibel mengenai sikap gender mereka. Anak-anak memperluas jangkauan dan cakupan pembentukan stereotip gender mereka di berbagai bidang, seperti pekerjaan, olahraga, dan tugas sekolah. Namun demikian, anak laki-laki cenderung untuk membangun maskulinitas setidaknya dalam hal ketahanan terhadap sekolah. Hal ini sejalan dengan pendapat Legewiea & DiPretea (2012, p.467) yang menyatakan “young boys tend to construct masculinity at least partly in terms of resistance to school.” Ini berarti bahwa siswa laki-laki cenderung dominan ketika berada di sekolah terutama dalam mata pelajaran yang dianggap maskulin, seperti olahraga dan matematika, sehingga terciptalah perbedaan prestasi belajar matematika. Namun kenyataannya, penelitian yang dilakukan oleh Martinot, Bages, & Desert (2011, p.216) membuktikan bahwa “this stereotype favorable to both genders shows an improvement of the girls’ reputation in mathematics.” Maksudnya bahwa stereotip gender menguntungkan untuk siswa maskulin dan feminin, yang menunjukkan peningkatan reputasi
siswa perempuan dalam matematika. Hal ini menunjukkan reputasi anak laki-laki Perancis di domain ini tidak sebagus seperti yang dilaporkan dalam penelitian Perancis sebelumnya, yaitu mempunyai kemampuan stereotip gender pada matematika. Artinya, siswa perempuan yang feminin mempunyai kemampuan matematika yang lebih tinggi dari siswa laki-laki yang maskulin, sehingga tampak jelaslah adanya perbedaan prestasi matematika antara siswa feminin dan maskulin. Faktor sosial dan kultural merupakan penyebab adanya perbedaan gender dalam prestasi belajar matematika. Faktor-faktor tersebut meliputi familiaritas terhadap mata pelajaran,
persepsi terhadap mata pelajaran khusus, gaya penampilan laki-laki dan
perempuan serta perlakuan guru. Perbedaan perlakuan guru terhadap siswa laki-laki dan perempuan di kelas dapat menimbulkan bias gender. Menurut Slavin (2006, p.120), “gender bias is stereotypical views and differential treatment of males and females, often favoring one gender over the other.” Maksudnya bahwa bias gender adalah pandangan stererotip dan perbedaan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan, yang memperlakukan salah satu gender lebih inferior dari yang satunya. Jadi, guru yang memperlakukan siswa perempuan lebih inferior dari siswa laki-laki berarti telah menciptakan bias gender di kelasnya. D. Karakteristik Umum Peserta Didik dari Segi Latar Belakang •
Budaya, Etnis, Ras Budaya
mengacu
pada
bagaimana
anggota-anggota
suatu
kelompok
memikirkan tentang tidakan sosial dan resolusi masalah. Sedangkan etnis mengacu pada kelompok-kelompok yang memiliki warisan budaya yang sama.
Ras mengacu
pada kelompok-kelompok yang memiliki ciri-ciri sifat biologis yang sama. Budaya menggambarkan istilah way of life kelompok secara keseluruhan termasuk sejarah, tradisi, sikap dan nilai-nilai. Budaya adalah bagiamana anggotaanggota suatu kelompok berpikir dan cara yang mereka lakukan untuk mengatasi masalah dalam kehidupan kolektif. Budaya adalah sesuatu yang dipelajari dan selalu berubah, tidak pernah statis. Etnis mengacu pada kelompok yang memiliki bahasa dan identitas yang sama. Misalnya orang-orang yang memiliki suku yang sama, keturunan jawa, padang, melayu, batak, dll meskipun dalam satu kebangsaan Indonesia. Ras adalah istilah yang diberikan kepada kelompok-kelompok yang memilki ciri-ciri biologis yang sama. Dalam proses pembelajaran, banyak siswa yang beragam budaya, etnis dan ras, dengan demikian terjadilah proses akulturasi antar siswa. Untuk menangani siswa yang beragam guru harus mengembangkan kondisi kelas dengan strategi pembelajaran yang dapat merespon beragam kebutuhan siswa, terlepas dari latar belakang rasial
atau etniknya dan memastikan bahwa kurikulumnya adil dan relean secara kultural. Guru harus peka terhadap dasar perbedaan budaya yang dapat mempengaruhi siswa dikelas.
•
Perbedaan Kelas Sosial Beberapa karakteristik yang menentukan identifikasi kelas sosial seseorang adalah: pekerjaan, penghasilan, kekuasaan politis, dll. Hal ini mempengaruhi proses belajar siswa. Ada beberapa contoh efek dari perbedaan kelas sosial yaitu, pengelompokkan berdasarkan kelas sosial, ini cenderung akan mempengaruhi psikis siswa yang kelas sosialnya rendah. Sehingga dapat terjadi perbedaan prestasi antara kelas sosial tingga dengan kelas sosial rendah. Namun The Culture of Education (1996) menunjukkan bagaimana belajar bersifat sosial dan bagaimana intelegensi tumbuh selama orang saling berinteraksi di masyarakat.
E. Implikasi Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan •
Faktor Fisik Dalam penyelenggaraan pendidikan, perlu diperhatikn sarana dan prasarana yang ada jangan sampai menimbulkan gangguan pada peserta didik. Misalnya: tempat didik yang kurang seuai, ruangan yang gelap dan terlalu sempit yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Di samping itu juga perlu diperhatikan waktu istirahat yang cukup. Penting juga untuk menjaga supaya fisik tetap sehat adanya jam jam olah raga bagi peserta didik di luar jam pelajaran. Misalnya: melalui kegiatan ekstra kurikuler kelompok olah raga, bela diri, dan sejenisnya.
•
Faktor Psikososial Perkembangan emosi peserta didik sengat erat kaitannya dengan faktor-faktor: perubahan jasmani, perubahan dalam hubungannya dengan orang tua, perubahan dalam hubungannya dalam teman-teman, perubahan pandangan luar (dunia luar) dan perubahan dalam hubungannya dengan sekolah. Oleh karena itu perbedaan individual dalam perkembangan emosi sangat dimungkinkan terjadi, bahkan diramalkan pasti dapat terjadi. Dalam rangka menghadapi luapan emosi remaja, sebaiknya ditangani dengan sikap yang tenang dan santai. Orang tua dan pendidik harus bersikap tenang, bersuasana hati baik dan penuh pengertian. Orang tua dan pendidik sedapat mungkin tidak
memperlihatkan
kegelisahannya
menghadapi emosi remaja.
maupun
ikut
terbawa
emosinya
dalam
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa untuk mengurangi luapan emosi peserta didik perlu dihindari larangan yang tidak terlalu penting. Mengurangi pembatasan dan tututan terhadap remaja harus disesuaikan dengan kemampuan mereka. Sebaiknya memberi tugas yang dapat diselesaikan dan jangan memberi tugas dan peraturan yang tidak mungkin di lakukan.
•
Faktor Sosial-Kulture Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, baik fisik maupun psikisnya. bukan anak-anak lagi, tetapi sekelilingnya menganggap
Menganggap dirinya
mereka belum dewasa.
Dengan beberapa problem yang dialaminya pada masa
ini, akibatnya mereka
melepaskan diri dari orang tau dan mengarahkan perhatiannya pada lingkuan di luar keluarganya untuk bergabung dengan teman sekebudayaannya, guru dan sebagainya. Lingkungan teman memgang peranan dalam kehidupan remaja. Selanjutnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diserahi tugas untuk mendidik, tidak kecil peranannya dalam rangka mengembangkan
hubungan
sosial peserta didik. Jika dalam hal ini guru tetap berpegang sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh seperti ketika anak-anak belum menginjak remaja, maka sikap sosial atau hubungan sosial anak akan sulit untuk dikembangkan.
Kesimpulan Dalam
pengelolaan
proses
pembelajaran
guru
harus
memiliki
kemampuan
mendesain program, menguasai materi pelajaran, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif, terampil memanfaatkan media dan memilih sumber, memahami cara atau metode yang digunakan sesuai kebutuhan dari karakteristik anak. Berdasarkan
pembahasan
diatas
dapat
kami
simpulkan
bahwa
memahami
karakteristik umum peserta didik khususnya dari segi usia, gender dan latar belakang sangatlah penting bagi pendidik yang mengajar dengan beragam karakateristik siswa. Guru akan dapat mengetahui bagaimana mengatasi karakteristik siswa pada usianya, menangani adanya perbedaan gender pada siswa serta perbedaan latar belakang siswa (budaya, etnik, ras, kelas sosial) sehingga guru dapat menyelenggarakan pendidikan secara optimal.