Wawacan BABAD CIREBON Prabu Siliwangi, raja Pajajaran berputra sembilan orang, mereka adalah raja di Jakarta, Santang Pertala di Tanjung Kuning, Raden Garantang Setra, Ismu Genereh di Lebak, Sang Sekarsari, Nyi Ratu Tunjung Buwana di pesisir barat, Nyi Gedeng Curi di Panjang pesisir selatan, Nyi Ratu di Kawali dan Nyi Sekarsah di Karang. Kesembilan putra Siliwangi tersebut meloloskan diri dari kerajaan. Ada dua putranya lagi yang bakal menggantikan tahta kerajaan Pajajaran yang masih tinggal ialah Wulangsungsang dan Mas Rasasantang. Dalam kesempatan berkumpul diantara raja dengan dua orang putranya serta patih Arga dan ponggawa dikatakan bahwa barang siapa yang menjumpai orang Arab harus ditangkap dan dibunuh serta kepada rakyat yang membantu orang Arab tersebut akan dijatuhi hukuman mati. Hal itu diperintahkan karena raja Siliwangi tidak mau masuk agama yang dibawa orang Arab dan tidak mau melakukan sembahyang. Wulangsungasng selalu bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad dan disuruh berguru agama suci kepada kepa da She Nurjati di Gunung Amparan. Hal itu disampaikannya kepada ayahnya, dan mengajak ayahnya masuk agama suci. Prabu Siliwangi menolak dan marah sehingga Wulangsungsang diusirnya. Wulangsungsang pergi dari kerajaan mencari She Nurjati. Dia bertemu dengan Seh Ora di Karawang, yang berasal dari Mekah. Oleh She Ora ditunjukannya bahwa Wulangsungsang harus berguru kepada Seh Nurjati secara langsung, karena Seh Ora melihat ada firasat bahwa Wulangsungsang akan menjadi wali. Dalam perjalanannya ke arah timur Wulangsungsang bertemu dengan pendita Danuwarsi di Gunung Merapi. Dia berguru selama sembilan bulan disana. Mas Rarasantang meninggalkan kerajaan pergi mencari Wulangsungsang. Raja memerintahkan patih Arga mencarinya. Tetapi, patih Arga pun tidak kembali ke keraton. Dia menjadi santri Ajar Sidik di Tajimalela dan mengganti nama menjadi Dadung Hawuk. Di perjalanan Rarasantang sampai pingsan di Tangkubanparahu. Dia ditemukan oleh Engdang Saketi dan diberi baju Antakusumah. Di Cialiwung bertemu dengan pendeta Angganyali, yang menunjukan suatu tempat ke arah timur. Di sana bertemu dengan pendeta Danuwarsi, tempat Wulangsungsang berguru. Rarasantang bertemu kembali dengan Wulangsungsang. Setelah selesai berguru, Wulangsungsang diberi azimat cincin sampai Wulangsungsang dikawinkan dengan anak pendeta Danuwarsi yang bernama Indang Geulis dan diganti namanya menjadi Somadullah. Dalam perjalanan mencari Seh Nurjati Wulangsungsang mendapatkan beberapa azimat. Dari Sanghyang Neke di Gunung Singkup mendapatkan golok cabang dan Wulangsungsang diberi nama Kadaullah. Dari Ratu Bango di Gunung Cangak mendapatkan piring wareng dan pendil waja. Wulangsungsang dan Rarasantang berguru kepada Seh Nurjati di Gunung Amparan, Seh Nurjati yang berasal dari Mekah, merupakan buyut Nabi Muhammad. Dia telah ada di Gunung Amparan bertapa 200 tahun. Setelah selesai berguru agama Islam. Siti Nurjati memerintahkan kepada Wulangsungsang untuk membangun mesjid di pemukiman baru di tepi laut. Wulangsungsang diberi nama Cakrabumi atau Cakrabuana Wulang sungsang dan Rarasantang disuruh naik haji oleh Seh Nurjati. Di Mekah, mereka berguru kepada Seh Nurbayan, patih Mesir yang ditugaskan oleh rajanya mencarikan calon isteri menemukan Wulangsungsang dan Rarasantang di Mekah. Patih Enor, Seh Nurbayan dan Wulangsungsang, serta Rarasantang pergi menghadap raja raj a Mesir. Raja cocok akan calon istrinya. Setelah dilamar, raja Mesir dengan Rarasantang.
Rarasantang mengandung dan kemudian melahirkan putera kembar. Yang sulung diberi nama Syarif Hidayat, yang kedua Syarif Arifin. Setelah raja Mesir wafat, Syarif Arifin menjadi raja Mesir. Syarif Hidayat mempelajari ilmu agama Islam mengenai syariat, tarekat, hakekat dan marifat. Syarif Hidayat bermimpi disuruh agar dia mencari Nabi Muhammad. Dia pamit kepada ibunya akan melaksanakan impiannya. Dia bermalam di makam Nabi Musa, Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad. Di makam Nabi Muhammad dia bermimpi lagi agar mencari Nabi Muhammad. Dari Naga Pertala, Syarif Hidayat mendapatkan azimat cincin marbut yang dapat melihat tujuh lapis bumi dan langit. Dari Seh Nata Ula, Syarif Hidayat mendapatkan cincin mamlukat. Ketika bertarung di Pulau Majeti dengan Seh Nata Ula Syarif Hidayat diterbangkan angin hingga jatuh di Gunung Surandil di Tanah J awa. Setelah Syarif Arifin menjadi raja Mesir, Rarasantang kembali ke tanah Jawa. Dia tinggal bersama gurunya Seh Nurjati di Gunung Amparan Jati, Seh Nurjati disebut pula Seh Datul Iman atau Seh Datul Hafi. Ketika turun dari gunung Surandil bersama-sama Seh Kamarullah yang berasal dari Cempa, ada seorang wanita pedagang roti yang memberi petunjuk jika ingin bertemu dengan Nabi Muhammad, tunggulah penunggang kuda. Tak lama kemudian, lewatlah di langit seorang penunggang kuda yang ternyata Nabi Hidir. Syarif Hidayat memegang ekor kuda tersebut, yang kemudian ditendangnya. Dia jatuh di negeri Ajrak yang diperintah oleh Jin bernama Abdussalam. Syarif Hidayat diberi dua buah kalmuksan. Karena nikmatnya dia miraj ke langit. Di langit pertama, kedua dan ketiga Syarif Hidayat melihat banyak malaikat. Di langit keempat, dia bertemu dengan Nabi Isa. Di langit kelima dia melihat malaikat Jabroil, Minkail, Israil dan Ijrail. Di langit keenam dia bertemu dengan Nabi Adam, Nabi Ibrahim dan Nabi Musa. Di langit ketujuh dia menyebrangi jembatan siratal mustakim dan talmin. Kemudian naik lagi ke Loh Kadam dan Jalal Arasy Kursi. Kemudian dia sampai di tempat yang bercahaya. Di situ Syarif Hidayat bertemu dengan Nabi Muhammad. Di antara Syarif Hidayat dengan Nabi Muhammad terjadi dialog tentang agama, syahadat, syariat, martabat, sifat zat, arasy kursi, dinding jalal, wot siratal mustakim, surga dan neraka. Setelah selesai memberikan penjelasan, Syarif Hidayat disuruh segera pulang. Sebagai tanda, dia diberi jubah sebagai pengangkatan menjadi wali sejagat dan diberi nama Sunan Jati Purba. Ketika sadar dia masih berada di dalam mesjid Ajrak. Dia kembali ke tanah Jawa menemui ibunya di Gunung Amparan. Perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi para wali untuk menyamakan ajaran agama Islam dan hakikat kalimat syahadat. Lamanya Syarif Hidayat menyebarkan kalimah syahadat adalah 63 tahun. Syarif Hidayat diuji kepandaiannya oleh raja Cina. Dia diminta meramal isteri raja Cina yang pura-pura mengandung. Dikatakannya bahwa bayi yang berada dalam kandungan adalah perempuan. Karena dianggap berbohong, Syarif Hidayat dibuang ke dalam laut. Setelah isteri raja Cina membuka bokor yang diletakan di perutnya, ternyata dia benar-benar mengandung. Anaknya yang dilahirkan benar seorang perempuan. Anak itu tidak mau menyusu kepada ibunya. Setelah berumur 12 tahun anak itu menyusul Syarif Hidayat ke dalam laut, dan di sana bertemu dengan Nabi Hidir. Indang Geulis, istri Wulangsungsang mempunyai anak perempuan yang bernama Pakuwati. Pakuwati dikawinkan dengan Syarif Hidayat. Mereka pindah dari gunung Amparan ke Kawedrahan. Tumenggung Suryadewangga atau Tumenggung Tuban mempunyai dua orang putra, yaitu Raden Syahid Abdurrahman dan Arsawulan. Syahid Abduraahman ingin mengetahui hal-hal setelah meninggal. Harta kekayaan habis sehingga untuk selamatan wafat ayahnya ia
menjual negara kepada patihnya, seharga 2000 dinar. Dengan uang itu ia pergi ke pasar. Ketika tiba di pasar ada seorang kakek yang mengatakan bahwa jika Syahid Abdurrahman ingin menjadi wali, belilah dongengnya seharga 2000 dinar. Kakek itu berceritera bahwa ia jangan membuka rahasia pribadi, jangan menolak rezeki, jangan tidur bila mengantuk, jangan makan sebelum waktunya, jika kawin harus menahan nafsu pada malam pertama jangan digauli, dan jangan mandi pada tengah hari. Dengan mentaati dongeng kakek tersebut, Syarif Abdurrahman selamat dari kematian atas fitnahan karena memperkosa istri raja, dan selamat atas kematian karena kawin dengan ratu Rara Narpati (yang di malam pertama selalu membunuh suaminya). Arsawulan pergi mengembara. Dia mempunyai anak yang diberi nama Ki Talangas, yang ditipkan kepada raja Erum, yang kemudian ditipkan ke Ki Derma surya. Kemudian ia dikenal sebagai Pangeran Dermayu atau Pangeran Darajat, atau Pangeran Darmakusumah. Nama-nama yang menyebarkan agama Islam adalah Seh Bayanullah (Sunan Gunung jati); Cakrabumi, (Wulangsungsang, Kuwu Sangkan, Somadullah, Abdul Iman, Sunan Karawelang): Syarif Hidayat (Sinuhun Kangjeng Cirebon); Sunan Giri Gajah. Seh Syahid Abdurrahman (Seh Kamarullah, Lokajaya, Sunan Bonang, Sunan Kali); Seh Benting, Seh Kambangan (Sunan Kudus); Pangeran Kendal (Sunan karang Kendal, Sunan Katon); Pangeran Madum. Syarif Hidayat berusaha mengislamkan Prabu Siliwangi Raja Pajajaran itu dengan kesaktiannya, karena tidak mau masuk Islam, mengubah kerajaan menjadi hutan. Dengan kesaktian pula Syarif Hidayat mengubah para penghuninya menjadi harimau, yaitu mereka yang tidak mau masuk Islam. Dalam penyebaran Islam, para wali berperang dengan kerajaan Majapahit, Raden Patah yang masuk Islam berperang dengan asiknya Husen atau Dipati Terung. Majapahit masuk Islam. Raden Fatah diangkat menjadi Sultan Demak dan dikawinkan kepada anak Syarif Arifin yang bernama Nyi Pulung Nyana. Raden Patah dikenal pula sebagai Pangeran Bintara. Kerajaan Galuh yang sebelumnya tidak mau masuk Islam berperang dengan para wali. Kemenangan berada di pihak Islam dan Galuh pun masuk Islam. Silsilah Kangjeng nabi adalah Nabi berputera Siti Fatimah, berputera Baginda Husen, berputra Japar Sidik, berputera Jenal Abidin, Beputera Kabir, berputera Japar Sidik, berputera Jenal Kabir, berputera jumali Kabir, berputera Sang Nata Ratu Mesir, berputera Kangjeng Sunan purba Gunung Jati.
Analisis "Babad Cirebon" (Wawacan) Babad Cirebon (Wawacan)
Bismillahirrahmanirrahim Dangdanggula
Dangdanggula babakuning tulis nu dianggih carita sajarah lampah para wali kabeh asalna nu diturun basa Jawa tapi ku kuring diganti basa Sunda amrih nu ngadarangu istri pameget sadaya tambah ngantos malahmandar mangpat ka diri purwa dongkap ka wekasan Ari nu mimiti di dangding nyarioskeun raja Pajajaran waktu ditinggalkeun lolos ku putra ti Karaton langkung tengtrem manah jeng gusti ngan kantun putra duwa bakal gentos ratu anu pameget katelah wulangsungsang ari raina mah istri kakasih mas Rarasantang Kacaturkeun putra Siliwangi anu lolos ti jero nagara jumlah salapan eta the lima pameget hunjuk ari nu duwa mah istri sadayana sewang-sewang tarapa di gunung putra nu pangsepuhna di Jakarta raja nagri kabeh misti duwa santang pertala
Terjemahan Babad Cirebon (Wawacan)
Bismillahirrahmanirrahim Dangdanggula Dangdanggula biasa dituliskan yang digubah cerita sejarah
kisah semua para wali asalnya yang ditiru bahasa Jawa tetapi oleh ku diganti bahasa Sunda agar yang mendengarkan wanita pria semua tambah mengerti agar manfaat pada diri awal sampai dengan akhir Yang mula-mula digubah menceritakan raja Pajajaran sewaktu ditinggalkan lolos oleh putranda dari Kraton lebih tentram hati sang Raja hanya tinggal putra dua yang bakal menjadi Raja yang laki-laki bernama wulangsungsang, adiknya seorang perempuan bernama Mas Rarasantang Tersebutlah putra Siliwangi yang meloloskan diri dari Negara berjumlah sembilan semuanya lima laki-laki unggul yang dua perempuan semuanya masing-masing bertapa di gunung putra yang tertua di Jakarta raja semua negeri pasti dua santang pertala
Pembahasan
Wawacan ini dinyanyikan dalam bentuk pupuh dangdanggula. Bait pertama menerangkan bahwa wawacan ini adalah puisi lama yang mengisahkan para wali atau kisahkisah jaman dahulu, baik yang bercerita tentang agama, budaya, masalah social maupun kehidupan kerajaan, sebagaimana yang terdapat pada bait pertama : Dangdanggula babakuning tulis
Dangdanggula biasa dituliskan
nu dianggih carita sajarah
yang digubah cerita sejarah
lampah para wali kabeh
kisah semua para wali
Awalnya bahasa wawacan ini adalah bahasa Jawa, namun ditranslitrasi menjadi bahasa Sunda, tujuan mengganti bahasa tersebut adalah agar semua orang mengerti dan bermanfaat bagi masyarakat, semua orang dalam bait tersebut menurut saya adalah
masyarakat Sunda khususnya masyarakat Cirebon. Seseorang yang mengganti bahasa tersebut kemungkinan besar adalah orang yang mengerti dua bahasa yaitu bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Terdapat pada bait pertama : asalna nu diturun
asalnya yang ditiru
basa Jawa tapi ku kuring
bahasa Jawa tetapi oleh ku
diganti basa Sunda
diganti bahasa Sunda
amrih nu ngadarangu
agar yang mendengarkan
istri pameget sadaya
wanita pria semua
tambah ngantos malahmandar mangpat ka diri
tambah mengerti agar manfaat pada diri
purwa dongkap ka wekasan
awal sampai dengan akhir
Wawacan ini mengisahkan kehidupan di istana kerajaan Pajajaran yang aman, damai dan tentram. Namun itu tidak berlangsung lama, Sembilan orang anak Raja Pajajaran meninggalkan Kerajaan, gundah hati sang Raja, namun dibalik kegundahan hati sang Raja ada rasa bahagia dan hati yang tentram. Raja tidak perlu khawatir dan risau tentang siapa yang akan menggantikan posisi Raja. Karena di kerajaan ada dua orang anak yang masih tersisa yaitu Wulangsungsang dan Rarasantang. Raja bahagia karena mungkin mereka adalah anak-anak yang patuh dan baik. Sebagai mana yang terdapat pada bait kedua : Ari nu mimiti di dangding
Yang mula-mula digubah
nyarioskeun raja Pajajaran
menceritakan raja Pajajaran
waktu ditinggalkeun lolos
sewaktu ditinggalkan lolos
ku putra ti Karaton
oleh putranda dari Kraton
langkung tengtrem manah jeng gusti
lebih tentram hati sang Raja
ngan kantun putra duwa
hanya tinggal putra dua
bakal gentos ratu
yang bakal menjadi Raja
anu pameget katelah
yang laki-laki bernama
wulangsungsang ari raina mah istri
wulangsungsang, adiknya seorang perempuan
kakasih mas Rarasantang
bernama Mas Rarasantang
Putra Siliwangi yang meninggalkan Kerajaan semuanya berjumlah sembilan orang, laki-laki berjumlah lima orang, sedangkan perempuan berjumlah dua orang. Diceritakan semua putra Kerajaan bertapa di gunung, mungkin untuk menyepi atau mengasingkan diri dari keramaian, atau mungkin bertapa bertujuan untuk mencari ilmu kanuragan, ilmu kanuragan pada jaman dahulu konon ada.
Putra
tertua
bertapa
di
Jakarta,
Raja
semua
negeri. Saya
kurang paham
mengenai Jakarta. Jakarta mungkin nama tempat yang istimewa pada waktu itu, atau mungkin Jakarta adalah istilah untuk suatu tempat yang besar. Seperti yang terdapat pada bait ketiga : Kacaturkeun putra Siliwangi
Tersebutlah putra Siliwangi
anu lolos ti jero nagara
yang meloloskan diri dari Negara
jumlah salapan eta teh
berjumlah sembilan semuanya
lima pameget hunjuk
lima laki-laki unggul
ari nu duwa mah istri
yang dua perempuan
sadayana sewang-sewang
semuanya masing-masing
tarapa di gunung
bertapa di gunung
putra nu pangsepuhna
putra yang tertua
di Jakarta raja nagri kabeh misti
di Jakarta raja semua negeri pasti
duwa santang pertala
dua santang pertala