AKTUALISASI PANCASILA
1. Ketuha Ketuhana nan n Yang Yang Maha Maha Esa Esa Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Mengem Mengemban bangka gkan n sikap sikap hormat hormat mengh menghorm ormati ati dan beker bekerjas jasama ama antara antara pemelu pemeluk k agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Membin Membina a keruku kerukunan nan hidup hidup di antara antara sesama sesama umat umat beraga beragama ma dan keper kepercay cayaan aan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya kepercayaannya masing-masing. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanu Kemanusia siaan an Yang Yang Adil Adil dan Bera Beradab dab Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. Berani membela kebenaran dan keadilan. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain. 3. Persatuan Indonesia Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. 4. Kerakyatan
yang
Dipimpin
Permusyawaratan/Perwakilan
oleh
Hikmah
Kebijaksanaan
dalam
Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan. 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menghormati hak orang lain.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. Suka bekerja keras. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Dunia pendidikan seharusnya berfungsi sebagai agen transformasi yang memiliki peran sangat besar. Tak berlebihan jika ada pendapat yang mengatakan bahwa bangsa ini harus ditata ulang melalui dunia pendidikannya, mulai dari kurikulum, fasilitas pendukung, dan terutama para guru atau dosen. Mengapa guru menjadi penting dalam hal ini. Ini karena gurulah yang berhadapan langsung dengan generasi yang akan menggantikan kepemimpinan bangsa. Tugas guru dalam mentransfer nilai sangat lah berat. Nilai-niali tidak bisa ditransfer hanya dengan diajarkan dan diujikan, seperti mengajarkan ketrampilan atau pengetahuan. Jika kita mengacu pada formula Bloom (dalam: Bloom's Taxonomy of Cognitive Domain: 1956), ada enam tahapan yang dilalui agar nilainilai itu membentuk perilaku. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Tahapan 1: Pengetahuan Tahapan 2: Pemahaman Tahapan 3: Penerapan / pengalaman Tahapan 4: Analisis Tahapan 5: Sintesis Tahapan 6: Evaluasi
Piramida diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kowledge. Ambillah contoh, misalnya kita mengajarkan nilai-nilai Pancasila. Yang pertama kali perlu kita lakukan adalah menjelaskan atau menyuruh menghafal rumusnya, dalilnya, atau konsepnya sebagai pengetahuan bagi anak didik kita. 2. Comprehension. Setelah anak didik memiliki pengetahuan, perlu ada ruang untuk memahami atau memperoleh pemahaman tentang makna-makna. Makna adalah pemahaman yang kita ciptakan. Makna bukan tergantung pada thing (benda / konsep), tetapi tergantung pada man (orang). Artinya sebuah
konsep akan dapat memiliki makna yang berbeda pada masing-masing orang. 3. Application. Makna saja tentu tidak cukup dan kurang ada gunanya bila hanya disimpan di kepala. Perlu ada fasilitas untuk menerapkan makna itu ke dalam kehidupan sehari-hari. 4. Analysis.
Ketika
orang
menerapkan
makna,
pasti
ada
lika-likunya,
masalahnya, atau kesalahannya. Ini manusiawi. Karena itu perlu dibuka ruang untuk menganilisis, menemukan perbedaan, mencari titik temu, dan lain sebagainya 5. Sintesis. Dengan melakukan analisis, seseorang akan menemukan format hidup yang mungkin sangat personal dari proses memahami suatu konsep, memahami realitas, makna, dan praktek 6. Evaluation. Melalui tahapan-tahapan diatas seseorang akhirnya memiliki alasan yang intelektual, emosional-sosial, dan spiritual untuk menentukan apakah nilai-nilai yang ia yakini itu berguna atau tidak. sebagai guru memang kita setidak-tidaknya selalu mengingat kaidah dasar, yang berbunyi: Jika yang ideal masih sulit kita wujudkan, setidak-tidaknya tidak kita tinggalkan proses mewujudkan yang ideal itu. Nah, jika dari kaidah dasar ini, masih ada ruang yang luas untuk berperan dalam mem-Pancasila-kan generasi muda kita. Misalnya: 1. Selalu melandasi materi pelajaran yang diajarkan kepada anak didik dengan nilai-nilai, tanpa melihat apakah bidang yang kita ajarkan itu adalah mengajarkan nilai-nilai atau tidak. Penanaman nilai-nilai bukanlah tugas guru agama, guru pendidikan Kewarganegaraan atau pun guru Budi pekerti (mudah-mudahan masih banyak sekolah yang memberi materi ini) saja.
2. Ikut berperan dalam menunjukkan kelebihan dan kekurangan bangsa ini dan berusaha
menjelaskan
kepada
anak
didik
tentang
fakta-fakta
yang
sebenarnya. 3. Mulailah kita memaknai agama dari kualitas ber-Tuhan, bukan sekedar identitas agar diakui oleh orang lain. Ini harus dilakukan sejak dini agar anakanak lebih memaknai ke-Tuhanan daripada label agama. 4. Mulailah melihat kesalahan siswa sebagai proses untuk menganalisis, menalar, dan mengevaluasi nilai. 5. Mulailah kita belajar mengajak siswa mengkritisi penyimpangan nilai Pancasila sebagai panggilan komitmen, bukan amarah.
Apa yang dilakukan para guru tidak akan banyak hasilnya jika tidak didukung oleh pemerintah selaku pembuat regulasi dalam dunia pendidikan. Penyusunan kurikulum sampai dengan proses evaluasi belajar tahap akhir nampaknya perlu ditata
ulang
agar
para
anak
didik
diberikan
kesempatan
untuk
dapat
mentransformasi nilai-nilai menjadi sebuah standard perilaku.
Dalam simposium bertema "Pengembangan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa", di Universitas Gaja Madah Jogyakarta, pada tanggal 14 Agustus 2006, Rektor UGM Prof. Dr. Sofian Effendy mengatakan: "Pancasila sebagai ideologi negara belum menjadi filsafat yang mendasari perumusan ilmu pengetahuan yang kontekstual Indonesia. Pancasila lebih dimaknai sebagai doktrin politik untuk melestarikan kekuasaan negara. Karena belum dijadikan sebagai dasar perumusan pengembangan ilmu pengetahuan, terjadi kolonisasi pemikiran yang kini makin marak. Pendidikan justru menghasilkan lulusan
yang lebih menghayati ilmu pengetahuan milik budaya bangsa lain yang nilainilainya berbeda dengan bangsa Indonesia".
Kedudukan filsafat dan filsafat pendidikan Pancasila sangat berperan sentral, terutama pada penentuan tujuan pendidikan. Yaitu bagaimana menjabarkan/ mengelaborasikan filsafat hidup atau tujuan hidup menjadi tujuan pendidikan. Kesesuaian antara filsafat hidup dan tujuan pendidikan dapat menentukan hasil pendidikan yang akan dicapainya. Jadi, Pancasila menjadi filsafat pendidikan Pancasila berkenaan dengan kepastian mekanisme penyerapan kristalisasi nilai yang menjadi harapan masyarakat, kemudian dirumuskan menjadi tujuan pendidikan sehingga arah dan landasan pendidikan nasional Indonesia yang bersifat filosofis, yaitu filsafat pendidikan Pancasila (H.Ong Komar, Harian Pikiran Rakyat, Selasa 2 Juni 2009)
Peranan Filsafat Pendidikan Pancasila
Tujuan
filsafat
pendidikan
memberikan
inspirasi
bagaimana
mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji
serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.
Pancasila mendasari Ilmu Pengetahuan kontektual milik budaya bangsa Indonesia yang nilai-nilainya berbeda dengan bangsa lain. Ilmu pengetahuan kontekstual yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan milik budaya bangsa Indonesia yang nilai-nilainya berbeda dengan bangsa lain. Menurut ajaran Ki Hadjar Dewantara, ilmu pengetahuan kontekstual budaya Indonesia yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan yang beralaskan garis-hidup bangsanya ( cultureel-nationaal ) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyat, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia ke seluruh dunia; ilmu pengetahuan yang membuat peserta didik mampu mengalaminya sendiri dan kemudian tidak hidup berpisahan dengan rakyatnya (Karya, KH.Dewantara, bagian Pertama: Pendidikan, 2004).
Sila dalam Pancasila, sila yang pertama ialah sila Ketuhanan. Kita akui sepenuhnya bahwa sila itu adalah sila pertama dalam susunan menurut nilai (susunan hirarkhis). Akan tetapi, cara lahirnya pengertian kita tidak mulai dengan sila itu. Sila itu diketemukan sebagai dasar dari segala sila. Tuhan adalah realitas Yang Pertama, tetapi dalam kesadaran kita yang jelas (eksplisit) tidak kita mengerti sebagai yang pertama. Dalam kesadaran dan pengertian kita yang kita sentuh ialah barang-barang dari alam jasmani. Dalam persentuhan itu kita mengakui sendiri sebagai serba terhubung dalam alam jasmani, dalam pengertian kita yang demikian itu kita mengerti bahwa diri kita sendiri (dan barang-barang dunia) itu terbatas,
relatif, tergantung, terjadi, tidak niscaya dan mutlak adanya. Dalam pengertian inilah tersirat pengertian tentang Tuhan. (Dryarkara, Kumpulan Karya, 2009, hal 848).
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan --atau nasionalisme-- yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. [Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan
Panitia
Persiapan
Kemerdekaan
Indonesia
(PPKI),
Jakarta:
Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998].
Kajian yang perlu dikembangkan dalam proses pendidikan di Indonesia, dewasa ini adalah penggalangan kembali landasan berpikir ideologis dalam dunia persekolahan menurut Pancasila.
Reaktualisasi pendidikan Pancasila ini akan berhasil dengan melalui tiga jalur pendekatan
pengembangan
yaitu
pendekatan
pengembangan
pendidikan
pembelajaran ( psyco-paedagogic development), pengembangan sosial budaya (socio-cultural development) dan pengembangan yang dipengaruhi oleh kekuasaan (socio- political intervention).
1. Pengembangan Pendidikan Pembelajaran (Psyco-Paedagogic Development) Psyco paedagogic development adalah pendekatan yang berasumsikan bahwa pengembangan nilai akan berhasil apabila nilai tersebutdiinternalisasikan , ditanamkan atau dididikkan pada diri peserta didik. Sosialisasi nilai tersebut berlangsung
dalam
proses
yang
disengaja,
direncanakan,
dan
sistematis.
Pendekatan ini umumnya dilakukan pada lingkup dan jalur pendidikan formal seperti sekolah. Namun demikian keberhasilan sosialisasi melalui pendekatan ini masih tergantung pada faktor-faktor lain seperti materi, metode pembelajarannya dan kualitas pemberi dan penerima sosialisasi. 2. Pengembangan Sosial Budaya (Socio-Cultural Development) Socio-Cultural Development adalah pendekatan yang berpandangan bahwa sosialisasi nilai akan berhasil bila didukung oleh lingkungan sosial budaya yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu perlu diciptakan lingkungan sosial budaya yang kondusif bagi sosialisasi nilai-nilai Pancasila di masyarakat. Penciptaan lingkungan sosial budaya tersebut mencakup penciptaan pola interaksi, kelembagaan maupun wadah sosial budaya di masyarakat. Dukungan yang ada di lingkungan tersebut amat berpengaruh bagi keberhasilan sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian sosialisasi Pancasila tidak semata-mata melalui pendekatan pendidikan ( psyco paedagogic development ) tetapi juga harus ditunjang socio-cultural development. 3. Pengaruh Sosial Politik dari Kekuasaan (Socio- Political Intervention) Socio- Political Intervention berasumsi bahwa sosialisasi nilai-nilai Pancasila dalam batas- batas tertentu membutuhkan peran negara untuk mempengaruhi upaya tersebut. Dalam batas tertentu mengandung maksud bahwa di era demokrasi sekarang ini peran negara diupayakan minimal sedang peran masyarakat yang
diperbesar. Dalam negara demokrasi , perlu dihindari keterlibatan negara secara penuh dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Jadi peran negara demokrasi adalah memfasilitasi, menyediakan sarana, kebijakan, program dan anggaran bagi sosialisasi nilai-nilai Pancasila untuk selanjutnya menawarkan kerjasama dengan masyarakat untuk menjalankan sosialisasi tersebut. CBSA merupakan konsep pendekatan pembelajaran dengan menuntut siswa lebih aktif dari guru.